• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL SISTEM PRODUKSI PEMASOK PRODUSEN DALAM LINGKUNGAN JIT DENGAN MEMPERTIMBANGKAN PRODUK NON-CONFORMING DAN GARANSI PRODUK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL SISTEM PRODUKSI PEMASOK PRODUSEN DALAM LINGKUNGAN JIT DENGAN MEMPERTIMBANGKAN PRODUK NON-CONFORMING DAN GARANSI PRODUK"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

I-43

MODEL SISTEM PRODUKSI PEMASOK – PRODUSEN DALAM

LINGKUNGAN JIT DENGAN MEMPERTIMBANGKAN

PRODUK NON-CONFORMING DAN GARANSI PRODUK

Slamet Setio Wigati, Agustinus Gatot Bintoro

Program studi Teknik Industri, Fakultas teknologi Industri, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Jl. Babarsari 43 Yogyakarta, Indonesia

yayan@mail.uajy.ac.id, a.bintoro@mail.uajy.ac.id Abstrak

Penelitian ini mengembangkan model sistem produksi terintegrasi antara pemasok-produsen/buyer dalam lingkungan JIT. Model yang dikembangkan adalah model dengan satu pemasok dan satu produsen/buyer, dengan mempertimbangkan 1adanya produk yang tidak memenuhi spesifikasi rancangan (non-conforming) dan 2garansi produk yang diberikan pemasok kepada produsen/buyer dan garansi produk yang diberikan produsen ke konsumen.

Buyer merupakan perusahaan yang menerapkan sistem JIT sehingga permintaan ke buyer jumlahnya tidak banyak. Pada penelitian ini, karena pemasok adalah IKM atau industry rumahan, maka pemasok memproduksi sesuai dengan ukuran lot buyer. Periode garansi yang diberikan pemasok kepada buyer dan periode garansi yang diberikan buyer kepada konsumen sudah ditentukan lebih dahulu sehingga variabel keputusan dalam penelitian ini adalah ukuran lot produksi (Q) yang optimal.

Model matematik yang dikembangkan adalah model total ongkos gabungan yang terdiri dari total ongkos pemasok dan total ongkos buyer. Solusi yang optimal, yaitu ukuran lot produksi yang optimal (Q*) yang meminimumkan ongkos gabungan akan ditentukan secara analitik. Contoh numerik akan diberikan untuk memberikan ilustrasi penyelesaian masalah.

Kata kunci: Model sistem produksi, produk non-conforming, garansi, total cost gabungan

Pendahuluan

Saat ini persaingan untuk memenangkan pasar tidak hanya pada level produsen tetapi juga pada level rantai pasoknya, sehingga implementasi komponen-komponen teknis JIT menjadi hal penting dalam manajemen produksi. Banyak praktisi yang telah menerapkan manajemen rantai pasok ramping (lean supply chain management), kembali memperhatikan filosofi Just-in-Time (JIT) dalam menjalankan manajemen produksi untuk memenangkan persaingan di pasar (Nieuwenhuyse dan Vandaele, 2006). JIT pertama kali dikembangkan dan dikenalkan oleh Toyota Motor Co. Ltd., mempunyai filosofi dasar perampingan sistem dengan eliminasi waste. yaitu mengeliminasi sesuatu yang tidak menambah nilai produk. White, et. al. (1990) mengidentifikasi sepuluh komponen teknis implementasi JIT, yaitu: perbaikan kualitas, penurunan waktu setup, grup teknologi, keseragaman beban kerja, tenaga kerja multi fungsi, fokus pada perusahaan, Kanban, total productive maintenance (TPM), total quality control (TQC) dan pengiriman tepat waktu.

Penelitian tentang penentuan ukuran batch ekonomis (UBE) atau economic manufacturing quantity (EMQ) telah lama mendapatkan perhatian, dan beberapa peneliti telah mengembangkan model EMQ klasik yang lebih aplikatif (Hax dan Candea, 1984; Silver dan Peterson, 1985). Model EMQ klasik menggunakan asumsi bahwa sistem produksi berjalan sempurna, sehingga semua produk merupakan produk conforming atau memenuhi persyaratan mutu (Silver, et.al.,1998). Tetapi pada banyak situasi, tidak semua produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan mutu. Mutu produk yang dihasilkan sangat tergantung pada kondisi atau status proses produksi, dan proses produksi dapat mengalami deteriorasi (penurunan kemampuan) dengan bertambahnya jumlah produk yang dihasilkan. Deteriorasi ini mengakibatkan kondisi proses berubah dari status in control menjadi out-of-control. Pada saat berada pada status out-of-control, proses produksi akan menghasilkan lebih banyak produk non-conforming, yaitu produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu.

Penelitian untuk menentukan UBE/EMQ dan panjang siklus produksi dengan mempertimbangkan faktor deteriorasi proses produksi, telah banyak dilakukan [lihat Rossenblatt dan Lee (1986), Porteus (1986), Lee (1992), Groenevelt et. al. (1992), Kim dan Hong (1997)]. Rossenblatt dan Lee (1986) telah mempelajari pengaruh non-conforming item, yang disebabkan oleh proses yang mengalami deteriorasi, terhadap EMQ. Sedangkan Groenevelt et. al. (1992) meneliti pengaruh kerusakan mesin terhadap EMQ. Lee dan Rossenblatt (1987) mempertimbangkan

(2)

I-44

model EMQ dengan pengendalian siklus produksi dan inspeksi secara bersamaan dan variabel keputusan pada penelitian ini adalah kuantitas produksi dan jumlah inspeksi per siklus. Pada Affisco et. al. (2002), non-conforming item diminimasi dengan melakukan perbaikan terhadap mutu dari proses produksi. Untuk sistem yang mengalami deteriorasi, tindakan perawatan preventif biasanya efektif untuk menjaga status sistem tetap berada pada status in-control dan dapat mengurangi ongkos reparasi atau pengerjaan ulang produk (rework). Tseng et. al. (1998) mengembangkan model EMQ dengan mempertimbangkan kebijakan perawatan preventif dan tindakan perawatan tidak selamanya sempurna dalam artian bahwa setelah dilakukan perawatan kondisi sistem dapat lebih buruk dari kondisi sebelumnya. Semua penelitian-penelitian tersebut menggunakan ukuran performansi total ongkos produksi dan rework dari non-conforming item. Wang dan Shue (2001a) menentukan ukuran batch dan kebijakan inpeksi secara simultan dengan menggunakan kriteria minimasi ekspektasi ongkos per unit waktu.

Untuk item yang dijual dengan garansi, non-conforming item dapat mempengaruhi ongkos perbaikan kerusakan selama masa garansi (disebut ongkos garansi). Hal ini juga berlaku untuk komponen-komponen dari suatu produk yang dijamin oleh garansi. Yeh et al. (2000) mempertimbangkan ongkos garansi ke dalam modelnya untuk memperoleh panjang siklus produksi optimal, yang meminimasi total ongkos manufaktur dan garansi per item (unit). Pada model Yeh et. al. (2000) tersebut, setiap produk yang rusak selama masa garansi diperbaiki dengan reparasi minimum (minimal repair), artinya kondisi produk setelah diperbaiki sama dengan kondisi sebelum rusak [Barlow dan Proschan (1965)]. Wang dan Shue (2001b) meneliti pengaruh ongkos garansi terhadap ukuran batch yang ekonomis. Mereka memodelkan perubahan proses produksi dari status in-control ke status out-of-control dan perubahan ini dimodelkan dengan distribusi probabilitas diskrit.

Ongkos perbaikan selama masa garansi sangat tergantung pada pola kerusakan produk. Karakteristik kerusakan produk dapat dijelaskan dengan fungsi laju kerusakan dan kurva fungsi laju kerusakan produk secara umum berbentuk bathtub (Ross, 1983). Pada phase awal laju kerusakan produk tinggi dan cenderung menurun, kemudian cenderung konstan pada phase pemakaian dan akan menaik. Salah satu penyebab laju kerusakan yang tinggi pada periode awal penggunaan adalah non-conforming item yang terjual ke konsumen. Dan ini selanjutnya mengakibatkan rata-rata jumlah klaim garansi untuk item ini relatif besar.

Pengendalian kualitas, baik pada tahap proses produksi maupun produk akhir, dapat dilakukan untuk mengurangi produk cacat, sehingga dapat menekan ongkos sebelum penjualan (atau ongkos rework) dan ongkos setelah penjualan (atau ongkos garansi). Arentsen et al (1996) menekankan pentingnya integrasi kontrol kualitas dengan aktivitas lantai produksi untuk menjamin kualitas dari produk yang dihasilkan. Penelitian EMQ yang melibatkan faktor kualitas telah mendapatkan perhatian (Lihat diantaranya, Lee dan Rossenblatt (1987), Sung dan Ock (1992), dan Wang dan Sheu (2001b) ).

Penelitian ini mengembangkan model sistem produksi terintegrasi antara pemasok-produsen/buyer dalam lingkungan JIT. Model yang dikembangkan adalah model dengan satu pemasok dan satu produsen/buyer, dengan mempertimbangkan 1adanya produk yang tidak memenuhi spesifikasi rancangan (non-conforming) dan 2garansi produk yang diberikan pemasok kepada produsen/buyer dan garansi produk yang diberikan produsen ke konsumen. Model yang dikembangkan bertujuan untuk menentukan UBE, yaitu ukuran lot produksi yang meminimumkan total ongkos gabungan antara pemasok dan produsen/buyer.

Karakteristik Sistem

Penelitian ini mengembangkan model sistem produksi terintegrasi antara pemasok-produsen/buyer dalam lingkungan JIT. Sistem produksi pada pemasok mengubah bahan baku menjadi barang setengah jadi atau komponen dengan sistem make to stock dengan laju produksi konstan. Seiring dengan berjalannya produksi maka mesin produksi pada pemasok dapat berpindah status dari in-control ke out-of-control. Perpindahan status ini dapat menyebabkan kualitas produk yang dihasilkan tidak seluruhnya dapat memenuhi spesifikasi rancangan (non-conforming product) sehingga produk mengalami defect dan diperlukan rework pada produk defect tersebut. Pada saat setup ulang, sistem produksi dikembalikan lagi ke status in-control (dilakukan restorasi). Ongkos restorasi diperlukan untuk mengembalikan sistem produksi kembali ke status in-control.

Pemasok memproduksi produk setengah jadi atau komponen, di mana produk atau komponen tersebut dijual ke buyer dengan garansi. Buyer mengubah komponen dari pemasok menjadi produk jadi dengan volume produksi yang konstan, sehingga permintaan dari buyer ke pemasok bersifat deterministik statis. Buyer merupakan perusahaan yang menerapkan sistem JIT sehingga permintaan ke buyer jumlahnya tidak banyak. Pada penelitian ini, karena pemasok adalah IKM atau industry rumahan, maka pemasok memproduksi sesuai dengan ukuran lot buyer.

Buyer memesan produk pada pemasok sebesar

D

unit per periode waktu sesuai dengan kecepatan produksi buyer. Pemasok memulai setup yang dilanjutkan dengan proses produksi dengan kecepatan produksi sebesar

p

untuk lot berukuran

Q

unit, yang akan dikirim ke buyer. Selama berproduksi, mesin produksi pada pemasok dapat berpindah status dari in control ke out of control. Waktu terjadinya perubahan status ini bersifat random dengan mengikuti distribusi eksponensial. Perubahan status ini menyebabkan kualitas produk yang dihasilkan tidak seluruhnya dapat memenuhi spesifikasi rancangan (non-conforming product) sehingga produk mengalami defect dan

(3)

I-45

diperlukan rework pada produk defect tersebut.Pemasok memberikan garansi terhadap produk (dalam hal ini adalah produk setengah jadi atau komponen) kepada buyer dengan lama garansi W. Jika terjadi kerusakan terhadap komponen tersebut selama periode garansi maka ongkos perbaikan komponen tersebut ditanggung oleh pemasok, buyer hanya menanggung biaya kirim untuk klaim garansi tersebut. Buyer akan memberikan garansi ke konsumen sebesar W1, dimana W1 > W. Selama periode dari W ke W1 maka buyer akan menanggung biaya perbaikan komponen tersebut. Periode garansi yang diberikan pemasok kepada buyer (W) dan periode garansi yang diberikan buyer kepada konsumen sudah ditentukan lebih dahulu sehingga variabel keputusan dalam penelitian ini adalah Q.

Produk bersifat repairable (dapat diperbaiki) dan dijual ke buyer dengan Failure Free Warranty dengan garansi selama W. Setiap produk yang mengalami kerusakan akan diperbaiki dengan minimal repair, sehingga kondisi produk setelah diperbaiki sama seperti kondisi komponen sesaat sebelum terjadi kerusakan. Dengan demikian, kerusakan produk selama masa garansi dapat diasumsikan akan mengikuti proses non-homogeneous poisson process (NHPP) dengan failure rate

r

(

t

)

.

Model matematik yang dikembangkan adalah model total ongkos gabungan yang terdiri dari total ongkos pemasok dan total ongkos buyer. Total ongkos pemasok terdiri dari ongkos setup, ongkos simpan, ongkos rework produk non conforming dan ongkos garansi. Toal ongkos buyer terdiri dari ongkos pesan, ongkos simpan, ongkos transport produk yang mengalami klaim garansi dan ongkos garansi produk setelah periode garansi yang diberikan pemasok . Solusi yang optimal, yaitu ukuran lot produksi yang optimal (Q*) yang meminimumkan ongkos gabungan akan ditentukan secara analitik.

Formulasi Model

Pada bagian ini akan diformulasikan model UBE gabungan yang merupakan pengembangan model-model yang telah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu, yaitu model UBE gabungan, dimana model ini memperhatikan produk yang defect (nonconforming product) karena adanya perpindahan status dari in control ke out of control, serta dengan mempertimbangkan garansi pada sistem JIT.

Notasi-notasi yang akan digunakan dalam penulisan model adalah sebagai berikut: Q : ukuran lot produksi pemasok dalam unit

D : jumlah permintaan dalam unit per periode

P : Kecepatan produksi pemasok dalam unit per periode Hp : ongkos simpan produk oleh pemasok dalam Rp/unit/periode Hb : ongkos simpan produk oleh buyer dalam Rp/unit/periode

K

: ongkos pemesanan untuk buyer ke pemasok setiap memesan dalam Rp atau $ Cs : ongkos setup untuk pemasok pada setiap setup dalam Rp atau $

W : periode

X : Bilangan random yang menunjukkan waktu terjadinya out of control f(X) : pdf dari X

f(X) : λe λ

θ : prosentase produk defect yang diproduksi pada saat out of control Cr : ongkos rework untuk produk defect dalam Rp/unit

Cm : biaya perbaikan dengan minimal repair oleh pemasok pada saat terjadi kerusakan selama periode garansi W dalam Rp./unit

Cg : biaya perbaikan dengan minimal repair pada saat terjadi kerusakan oleh buyer setelah garansi yang diberikan pemasok dalam Rp./unit

Ct : ongkos untuk mengirimkan klaim garansi per unit ke pemasok oleh buyer (Rp./unit) W : periode garansi dari pemasok ke buyer

W1 : perode garansi dari buyer ke konsumen, dimana W1 > W

r1() : hazard rate komponen yang memenuhi syarat (conforming-item) dengan parameter 1 dan β1 r2() :hazard rate komponen yang tidak memenuhi syarat (nonconforming-item) dengan parameter 2 dan β2 TC : ekspektasi total ongkos gabungan per unit waktu (Rp/unit waktu)

Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tidak terjadi stock out pada sistem persediaan pemasok - buyer. 2. Komponen bersifat “repairable”.

3. Kapasitas gudang, kapasitas produksi dan modal tidak terbatas. 4. Masing-masing ongkos diketahui dan bersifat konstan. 5. Prosentase produk defect bersifat konstan.

6. Setiap terjadi kegagalan produk selalu berakibat klaim garansi. 7. Besarnya lot produksi sama dengan lot pemesanan.

8. Single pemasok dan single buyer

(4)

I-46

Andaikan TCp dan TCb merepresentasikan ekspektasi total ongkos produsen dan distributor per lot serta dan TC merupakan ekspektasi total ongkos gabungan per unit waktu, maka ekspektasi total ongkos gabungan per unit waktu adalah:

TCb TCp

TC  (1)

Ekspektasi ongkos pada pemasok meliputi ongkos setup, ongkos simpan, ongkos rework produk defect dan ongkos perbaikan karena garansi. Ekspresi matematik untuk masing-masing komponen ongkos yang ditanggung pemasok adalah sebagai berikut:

a. Ongkos Setup (

Csp

)

Setup diperlukan setiap awal siklus produksi pada saat akan mulai memproduksi sejumlah ukuran lot, sehingga ongkos setup merupakan perkailan antara jumlah setup yang dilakukan dengan ongkos per sekali setup, atau secara matematik dapat diekspresikan sebagai berikut:

Cs Q D

Csp (2)

b. Ongkos Simpan (

Cip

)

Produk jadi yang disimpan memerlukan ongkos yang disebut sebagai ongkos inventori/ongkos simpan. Ongkos ini merupakan perkailan antara rata-rata inventori produk jadi dengan ongkos simpan per unit produk. Secara matematik dapat diekspresikan sebagai berikut:

Hp 2 Q

Cip (3)

c. Ongkos Rework Produk Defect

Jumlah produk defect dalam satu siklus produksi adalah:         t x jika ) x t ( P t x jika 0 N (4)

Sehingga ekspektasi jumlah produk defect dalam satu sikulus produksi adalah:

   t 0 dx ) x ( f ) x t ( P ] N [ E (5)

Dimana t = siklus produksi t = Q/P

Jika waktu terjadinya out of control mengikuti distribusi eksponensial, maka

x e ) x ( f  

Dengan memasukkan persamaan f(x) dan t serta dilakukan integrasi maka diperoleh:

                P Q Pe ] N [ E P Q (6) Ekspektasi jumlah produk defect per unit waktu adalah: (D/Q)E[N]. Oleh karena itu ekspektasi ongkos rework dapat dituliskan dengan persamaan berikut:

] N [ E Q D Cr Crp (7) d. Ongkos Garansi (

Cgp

)

Pemasok menerapkan keijakan garansi free-minimal repair, untuk semua produk yang mengalami kerusakan pada periode garansi, sehingga buyer hanya menanggung ongkos kirim produk ke pemasok. Dengan mengunakan asumsi bahwa kerusakan produk conforming dan non-conforming mengikuti nonhomogeneous process dengan intensitas

r

(

)

, maka ekspektasi jumlah klaim garansi dalam periode garansi W untuk tiap unit produk adalah:

r

(

)

d

W

0

1 untuk produk yang conforming dan

r

(

)

d

W

0

2 untuk produk non conforming.

(5)

I-47              

w 0 1 w 0 d ) ( r ]) N [ E Q ( d ) ( 2 r ] N [ E Q D

Jika

Cgp

adalah ekspektasi total ongkos garansi produk selama periodeW, maka:               

w 0 1 w 0 d ) ( r ]) N [ E Q ( d ) ( 2 r ] N [ E Q D Cm Cgp (8)

Dengan menjumlahkan semua komponen ongkos pada pemasok, maka ekspektasi total ongkos pemasok dapat ditentukan.

Ekspektasi ongkos pada buyer meliputi ongkos pesan, ongkos simpan, ongkos transportasi klaim garansi dan ongkos garansi selama periode dari W sampai W1 atau selama garansi yang diberikan oleh pemasok habis, tetapi buyer masih menanggung garansi sampai periode garansi yang diberikan kepada konsumen (W1). Ekspresi matematik untuk masing-masing komponen ongkos adalah sebagai berikut:

a. Ongkos Pesan (

Cpb

)

Ongkos pesan merupakan perkalian biaya per sekali pesan dengan banyaknya pemesanan. Sedangkan banyaknya pemesanan merupakan banyaknya permintaan dibagi dengan kuantitas per sekali pesan.

Q D K

Cpb (9)

b. Ongkos Simpan (

Cib

)

Ongkos simpan merupakan perkalian antara rata-rata persediaan produk dengan ongkos simpan produk Hb

2 Q

Cib (10)

c. Ongkos Transportasi Klaim Garansi (

Ctd

)

Ongkos transportasi klaim garansi merupakan ongkos transportasi yang dikeluarkan oleh buyer karena adanya klaim garansi dari konsumen yang dalam hal ini adalah komponen produk jadi yang merupakan produk dari pemasok.               

w 0 1 w 0 d ) ( r ]) N [ E Q ( d ) ( 2 r ] N [ E Q D Ct Ctb (11) d. Ongkos Garansi (

Cgb

)

Ongkos garansi yang dikeluarkan oleh buyer adalah ongkos minimal repair karena adanya produk yang memerlukan klaim garansi dari periode W sampai W1, merupakan perkalian antara ongkos minimal repair yang dikeluarkan buyer dengan ekspektasi jumlah klaim garansi dari periode W sampai W1.

              

1 W W 1 1 W W d ) ( r ]) N [ E Q ( d ) ( 2 r ] N [ E Q D Cg Cgb (12)

Dengan menjumlahkan semua komponen ongkos buyer, maka ekspektasi total ongkos buyer dapat ditentukan.

Jika ekspektasi total ongkos pemasok adalah TCpdan ekspektasi total ongkos buyer adalah TCbserta TC merepresentasikan ekspektasi total ongkos gabungan per unit waktu, maka ekspektasi total ongkos gabungan per unit waktu adalah adalah:

                                                

  1 W W 1 1 W W w 0 1 w 0 P Q d ) ( r ]) N [ E Q ( d ) ( 2 r ] N [ E Q D Cg d ) ( r ]) N [ E Q ( d ) ( 2 r ] N [ E Q D Ct Cm P Q Pe Q D Cr Hb Hp 2 Q K Cs Q D TC (13)

(6)

I-48 Analisis Model

Analisis dilakukan untuk mendapatkan karakteristik dari ukuran lot produksi optimal (Q*) yang meminimumkan ekspektasi total ongkos gabungan. Nilai Q* dapat diperoleh dengan mencari turunan ekspektasi total ongkos gabungan terhadap Q (dTC/dQ). Turunan tersebut disamadengankan nol. Pada penelitian ini waktu antar kerusakan produk mengikuti distribusi Weibull dengan parameter α dan β.

Turunan ekspektasi total ongkos gabungan terhadap Q (dTC/dQ) adalah:

                                                                                                                                                                                                                                                                                                          

                          1 W W 1 1 1 1 P Q 1 W W 2 1 2 2 P Q 1 W W 1 1 1 1 1 W W 2 1 2 2 2 w 0 1 1 1 1 P Q w 0 2 1 2 2 P Q w 0 1 1 1 1 w 0 2 1 2 2 2 P Q 2 2 d ) ( e 1 d ) ( e Q D Cg d ) ( ]) N [ E Q ( d ) ( ] N [ E Q D Cg d ) ( e 1 d ) ( e Q Ct Cm d ) ( ]) N [ E Q ( d ) ( ] N [ E Q D Ct Cm e Q CrD ] N [ E Q D Cr Hb Hp 2 1 K Cs Q D dQ dTC 1 2 1 2 1 2 1 2 (14) Pada nilai Q 0, nilai dTC/dQdan pada Q

, nilai dTC/dQserta nilai 0

dQ TC d

2 2

 yang berarti fungsi dQ

/

dTC merupakan fungsi naik maka akan ada Q* yang diperoleh dari dTC/dQ0yang unik. Contoh Numerik

Bagian ini akan membahas contoh numerik untuk model yang telah dikembangkan. Langkah ini digunakan untuk memberikan ilustrasi solusi optimal dan untuk mengetahui perilaku model yang telah dibuat dengan menetapkan beberapa nilai parameter. Parameter-parameter yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai parameter model

D   (unit/bulan)  1000  P  (unit/bulan)  10000  θ  0,8  Cs  (Rp)  200000 Cm  (Rp/unit)  1000  λ  2  K  (Rp)  100000 Ct  (Rp/unit)  500  α1  0,1  Hp  (Rp/unit/bulan)  100  Cg  (Rp/unit)  1100  β1  1,1  Hb  (Rp/unit/bulan)  300  Cr  (Rp/unit)  500  α2  0,2  W  (bulan)  12  W1  (bulan)  24  β2  0,2 

Solusi optimal yang diperoleh pada contoh numerik dengan parameter seperti pada Tabel 1 adalah Q* = 790.9218.

Hasil turunan kedua ekspektasi total ongkos gabungan terhadap Q sebesar 1.175912565 > 0, yang berarti diperoleh ekspektasi total ongkos gabungan minimum.

Gambar 1 memperlihatkan grafik hubungan ekspektasi total ongkos gabungan terhadap Q pada nilai parameter seperti Tabel 1.

(7)

I-49

Gambar 1. Grafik hubungan ekspektasi total ongkos gabungan terhadap Q Kesimpulan

Ukuran lot produksi/pengiriman yang optimal baik bagi pemasok maupun buyer dapat diperoleh dan meminimumkan ekspektasi ongkos rantai pasok gabungan. Model ini dapat mengkoordinasi pemasok dam buyer utamanya akibat pengiriman bertahap lot demi lot karena penerapan JIT.

Penelitian ini dilakukan dengan asumsi bahwa ukuran lot produksi pemasok sama dengan ukuran pemesanan oleh buyer dan lamanya garansi yang diberikan pemasok sudah ditentukan lebih dulu. Penelitian lanjutan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan frekuensi pemesanan pada setiap lot produksi dan lama garansi merupakan variabel keputusan.

Daftar Pustaka

Affisco, J., F., Paknejad, M., J., dan Nasri, F., 2002, Quality improvement and setup reduction in the joint economic lot size model, European Journal of Operational Research, Vol. 142, Hal. 497-508.

Barlow, R. E. dan Proschan, F., 1965, Mathematical theory of reliability, John Wiley, New York. Blischke, W.R. dan Murthy, D.N.P., 1994, Warranty Cost Analysis, Marcel Dekker, New York.

Golhar, D.Y. dan Sarker, B.R., 1992, Economic Manufacturing Quantity in Just-in Time Delivery System, Int.J.Prod.Res., 30(5), 961-972.

Hax, A.C. dan Candea, D., 1984, Production and Inventory Management, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Jamal, A.M.M dan Sarker, B.R., 1993, An Optimal Batch Sice for a Production System Operating Under a Just-in Time Delivery System, International Journal of Production Economics, Vol.32, Hal. 255-260.

Kim, H.C. dan Hong, Y., 1997, An Extended EMQ Model for Failure Prone Machine with general Lifetime Distribution, International Journal Production Economics, Vol.49, Hal. 215-223.

Kim, S.L. dan Ha, D., 2003, “A JIT Lot-Splitting Model for Supply Chain Management: Enhancing Buyer-Supplier Linkage”, International Journal of Production Economics, Vol. 86, Hal. 1-10.

Lee, H.L., 1992, Lot Sizing to Reduce Capacity Utilization in A production Process with Defective Items, Process Correction, and Rework. Management Science, Vol.38, Hal.1314-1328.

Nieuwenhuyse, I.V., dan Vandaele, N., 2006, The Impact of delivery lot splitting on delivery reliability in a two-stage supply chain, International Journal of Production Economics, Vol. 104, Hal. 694-708.

Pearson, J., dan Wilson, J., 1990, The Composition and Scope of JIT, Operation Management Riview, 7 (3&4), 9-18.

Porteus, E.L., 1986, Optimal Lot Sizing, Process Quality Improvement and Setup Cost Reduction, Operations Research, Vol. 34, Hal. 137-144.

Ross, S.M., 1983, Stochastics Processes, Willey, New York.

Rosenblatt, M.J. dan Lee, H.L., 1986, “Economic production cycles with imperfect production processes”, IIE Transaction, Vol. 18, Hal. 48-55

Silver, E.A., dan Peterson, R., 1985, Decision System for Inventory Management and Production Planning, Willey, New York.

Silver, E.A., Pyke, D.F dan Peterson, R., 1998, Inventory Management and Production Scheduling, John Wiley and Sons, New York.

(8)

I-50

Sung, C.S., and Ock, Y.S., 1992, Optimal Production Policy for a Single-Product Single-Machine Problem With Intermediate Machine Inspection Allowed, International Journal of Production Economics, Vol. 28, Hal. 85-94.

Tseng, S., T., Yeh, R., H., Ho, W., T., 1998, Imperfect maintenance policies for deteriorating production systems, International Journal of Production Economics, Vol. 55, Hal. 191-201.

Wang, C., H., and Sheu, S., H., 2001a, The effect of the warranty cost on the imperfect EMQ model with general discrete shift distribution, Production Planning and Control, Vol. 12, No. 6, Hal. 621-628.

Wang, C., H., and Sheu, S., H., 2001b, Simultaneous determination of the optimal production-inventory and product inspection policies for a deteriorating production system, Computer and Operation Research, Vol. 28, Hal. 1093-1110.

Yeh, R. H., Ho, W. S. dan Tseng, S. T., 2000, “Optimal production run length for products sold with warranty”, European Journal of Operational Research, Vol. 120, Hal. 575-582.

Gambar

Tabel 1  Nilai parameter model
Gambar 1.  Grafik hubungan ekspektasi total ongkos gabungan terhadap Q

Referensi

Dokumen terkait

249 adalah bahwa persepsi konsumen (baik akurat maupun tidak akurat) tentang status pionir dan pemimpin pasar berpengaruh signifikan terhadap evaluasi, sikap, dan niat beli

Pada subbab ini akan dicari plant diperumum G(s) dari suatu model dinamik plant P dan beberapa fungsi bobotnya... Seperti yang telah disebutkan diatas bahwa plant diperumum G terdiri

Dalam penelitian ini, sumber data yang digunakan berasal dari berbagai literatur kepustakaan, majalah, koran, dan data-data lain yang mempunyai relevansi dengan

Tingkat rasio keserasian belanja operasi Pemerintah Daerah Kabupaten Lombok Timur yang cukup baik, terjadi karena besarnya alokasi dana untuk belanja operasi

Diketahui data penduduk Kecamatan Wanareja pada tahun 2000 menurut kelompok umur sebagai berikut

Pengawasan aktif Bank terhadap program APU-PPT dilakukan oleh Direktur Kepatuhan, dan pelaksanaan/implementasi program APU-PPT berada dibawah tanggungjawab Kepala Divisi

Pengusangan cepat terkontrol (PCT) merupakan metode analisis vigor benih yang dapat dijadikan sebagai alternatif. Metode ini mulai dikembangkan dan telah banyak digunakan

1) Guru mendemonstrasikan contoh kerangka karangan yang benar. Guru mengulas kembali cara membuat kerangka karangan yang benar. Siswa terlihat antusias