• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN INDIKATOR EVALUASI PENGELOLAAN DAN PEMBIAYAAN OBAT DI 20 PUSKESMAS SUMATERA BARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN INDIKATOR EVALUASI PENGELOLAAN DAN PEMBIAYAAN OBAT DI 20 PUSKESMAS SUMATERA BARAT"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

H

HHAAASSSIIILLLPPPEEENNNEEELLLIIITTTIIIAAANNN

GAMBARAN INDIKATOR EVALUASI PENGELOLAAN DAN

PEMBIAYAAN OBAT DI 20 PUSKESMAS SUMATERA BARAT

Max Joseph Herman dan Rini Sasanti Handayani Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Badan Litbang Kesehatan

ABSTRACT

Drug financing is the biggest cost component of health care which is relatively easy to be intervened, especially at the government sector. If key outcome indicators have been determined at the beginning of an intervention measuring whether the objectives of the intervention have been met through changes in these indicators makes it possible to assess the impact of an intervention. The objective of the study is essential regarding the recent decentralization policy. Guidelines on Drug Management and Financing at Puskesmas with indicators adopted from WHO-PAHO “Manual of Rapid Assessment Pharmaceutical Management,1995” as well as indicators recently developed from a study in Pekalongan District in 1999/2000, i.e. cost recovery, actual cost and ability to pay, is intended to increase efficiency, to assess the system and to broaden the knowledge of drug managing staff at District Health Office (Dinkes Kabupaten/Kota), District Pharmaceutical Warehouse (GFK) and Primary Health Care (Puskesmas). This cross-sectional retrospective study was designed to characterize drug use practices in each locality for a sample of at least 20 health facilities, with a minimum of 30 encounters being recorded in each facility. Studying 20 Puskesmas from 4 districts, i.e. Pesisir Selatan, Sawahlunto Sijunjung, Padang Pariaman and Payakumbuh through their medical records (600 from each district) will increase the reliability and generalizability of the indicators. The results of this study shows that in all district, drug budget per capita was too high during 1998-2001 for drug cost per encounter had been determined up to 218% higher than the actual drug cost per encounter and patients’ ability to pay was higher than the actual treatment cost for certain diseases. On the other hand, the cost recovery was declining for all districts. More intensive socialization of rational prescribing for Puskesmas physician to achieve efficiency in drug financing and implementation of this guidelines is necessary, regional authority should better return all Puskesmas retribution entirely.

Keywords: Drug financing, Health facility, Assessment guidelines PENDAHULUAN

“Pedoman Evaluasi Pengelolaan dan Pembiayaan Obat di Puskesmas” hasil penelitian di kabupaten Pekalongan tahun 1999/2000 yang diadopsi dari pedoman WHO- PAHO, Manual of Rapid Assessment Pharmaceutical Management, Based on: An

Indicator Approach1, disusun dan

disesuaikan dengan keadaan permulaan berlakunya peraturan desentralisasi (

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 19992 tentang

Otonomi Daerah dan Peraturan Pemerintah

Nomor 25 Tahun 20003 tentang

Pemerintahan Daerah). Pengadaan obat di

kabupaten/kota tahun 2002 saat penelitian ini dilakukan belum sepenuhnya desentralisasi, serta indikatornya belum dilengkapi dengan indikator biaya pemulihan, biaya riil obat dan ATP (ability to pay). 1,4

Pengelolaan obat di Puskesmas

(2)

dengan kebutuhan nyata, (b) penggunaan dana obat untuk Puskesmas secara efektif dan efisien, (c) jadwal rencana kebutuhan, pengadaan dan pendistribusian obat untuk Puskesmas tersusun secara tepat, dan (d) penggunaan obat yang tersedia di Puskesmas secara tepat dan rasional.5

Pembiayaan obat merupakan komponen terbesar (30-40%) dari total biaya kesehatan dan relatif mudah diintervensi. Pembiayaan obat sektor pemerintah merupakan mekanisme yang relatif paling mudah untuk diintervensi, meskipun dalam perhitungan belum termasuk biaya pengelolaan dan biaya pelayanan obat. Pembiayaan obat sektor pemerintah mencakup 7,2% dari porsi total biaya obat.6 Pembiayaan obat berkaitan dengan biaya obat dan biaya pengobatan penyakit yang harus dibayar masyarakat, juga pendapatan, kemampuan dan kemauan pasien membayar. Penelitian ini bertujuan memperoleh gambaran tentang data dasar evaluasi pengelolaan dan pembiayaan obat dengan adanya desentralisasi menggunakan pedoman yang sudah disempurnakan. Hasil penelitian diharapkan sebagai masukan untuk Dinas Kesehatan Kabupaten dalam upaya penyediaan data dasar dan menilai keberhasilan pengelolaan obat di kabupaten. Juga merupakan masukan bagi Direktorat Jenderal Pelayanan Farmasi dan Alat Kesehatan Depkes dalam upaya membandingkan keberhasilan pengelolaan obat di suatu kabupaten dengan kabupaten lainnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian Gambaran Indikator Evaluasi Pengelolaan dan Pembiayaan Obat dilakukan di 4 kabupaten di Provinsi Sumatera Barat yaitu Kabupaten Pesisir Selatan, Sawahlunto Sijunjung, Padang Pariaman dan Kota Payakumbuh. Setiap kabupaten/kota diwakili oleh pengelola obat

dinas kesehatan kabupaten, gudang farmasi dan 5 Puskesmas.

Intervensi yang dilakukan berupa pelatihan pada tenaga kesehatan tentang pengenalan pedoman evaluasi pengelolaan dan pembiayaan obat dan pengumpulan data primer serta sekunder.

Sampel penelitian adalah pasien rawat jalan Puskesmas, masing-masing 60 pasien tiap Puskesmas dengan kriteria orang dewasa yang berobat ke Puskesmas pada saat penelitian berlangsung sehingga total diperoleh 1200 pasien, sedangkan data sekunder adalah medical record tahun 1998-2001 sejumlah 60 pasien per Puskesmas. Pengumpulan data dilakukan oleh tenaga kesehatan setelah dilakukan pelatihan dengan materi cara penghitungan indikator evaluasi pengelolaan dan pembiayaan obat di kabupaten. Data yang dikumpulkan mencakup data primer dan data sekunder, serta alat pengumpul data untuk penghitungan indikator evaluasi seperti pada Tabel 1.

Berdasarkan penelitian terdahulu sebelum undang-undang desentralisai dilaksanakan ada 7 kelompok indikator yang dinilai, setiap kelompok terdiri dari beberapa indikator yang ditetapkan secara kuantitatif hingga semua ada 29 indikator seperti pada Tabel 2.

Analisis data dilakukan per kabupaten mencakup analisis trend indikator evaluasi pengelolaan dan pembiayaan obat di kabupaten 4 tahun terakhir serta penghitungan persentase atau rasio setiap indikator evaluasi pengelolaan dan pembiayaan obat pasien rawat jalan di Puskesmas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penghitungan indikator untuk keempat kabupaten/kota berdasarkan pedoman evaluasi pengelolaan dan pembiayaan obat yang disempurnakan dapat dilihat dalam Tabel 3.

(3)

Tabel 1. Data dan alat pengumpul data

Data yang Dikumpulkan Alat Pengumpul Data

Data sekunder yang berasal dari buku Profil Kesehatan

Kabupaten/Kota, laporan bulanan program kesehatan, dan

anggaran/biaya kesehatan (1999 –2002) Data penduduk dari Kantor Statistik Kabupaten

Formulir Isian

Dinas Kesehatan Kabupaten

Data sekunder yang berasal dari Laporan Tahunan Gudang

Farmasi, anggaran/biaya pengadaan obat, pengadaan obat dari

pihak lain/non pemerintah, laporan Puskesmas dan harga obat (1999 – 2002).

Formulir Isian

Gudang Farmasi Kabupaten Data sekunder yang berasal dari laporan bulanan Puskesmas kepada

Dinas Kesehatan Kabupaten, profil Puskesmas, bantuan kesehatan yang ada (1999 – 2002)

Formulir Isian Puskesmas Data primer tentang demografi, penghasilan, belanja dan biaya

pengobatan pasien rawat jalan. 2002 Kuesioner pasien Puskesmas

Tabel 2. Indikator pedoman evaluasi pengelolaan dan pembiayaan obat No Indikator

1. Anggaran dan biaya kesehatan (GFK)

1. Anggaran/biaya obat per kapita per tahun sektor pemerintah

2. % anggaran/biaya obat kabupaten per anggaran rutin kesehatan kabupaten

3. Biaya obat per kunjungan Puskesmas

2. Pemulihan Biaya (cost recovery) (GFK dan Puskesmas)

1. % pasien yang berkartu sehat

2. Penerimaan retribusi Puskesmas termasuk Askes

3. % retribusi yang disetorkan oleh Puskesmas termasuk Askes

4. % pemulihan biaya (cost recovery rate = CRR)

3. Pengadaan obat (GFK)

1. % pengadaan obat oleh kabupaten per pengadaan obat total

2. % pengadaan obat tender terbuka per pengadaan total kabupaten

3. % pengadaan obat sumber lain

4. Penyimpanan obat (GFK dan Puskesmas)

1. % rerata penggunaan obat dari set indikator obat

2. % rerata obat daluwarsa dari set indikator obat

3. % rerata waktu kekosongan obat dari set indikator obat

5. Akses pasien dan pemanfaatan obat (Puskesmas)

1. Rasio jumlah penduduk per jumlah Puskesmas

2. Rasio jumlah penduduk per jumlah peracik obat

3. Rasio jumlah penduduk per jumlah penulis R/

4. Lamanya pelayanan medik di Puskesmas

5. Lamanya peracikan obat di Puskesmas

6. Rerata jumlah jenis obat per lembar R/ pasien rawat jalan

7. % jumlah jenis obat generik per lembar R/ pasien rawat jalan

8. % jumlah lembar R/ yang mengandung antibiotika

9. % jumlah lembar R/ yang mengandung obat suntik

10. % jumlah lembar R/ yang obat dan dosisnya sesuai dgn pengobatan dasar

6. Biaya obat dan pengobatan yang sebenarnya (Puskesmas)

1. Biaya obat penyakit tertentu per pasien

2. Biaya pengobatan penyakit tertentu per pasien

7. Kemampuan membayar pasien (Puskesmas)

1. Rerata pendapatan pasien

2. Rerata belanja pasien untuk makanan

3. Rerata belanja pasien untuk bukan makanan

(4)

INDIK A TOR * 98/99 1 2 3 4 99/00 1 2 3 4 20 00 1 2 3 4 2001 1 2 3 4 200 2 1 2 3 4 A. An gg ar an dan biaya k es ehat an 1. Biaya obat/ ka pita (Rp ) 2. % bi ay a ob at /a ng ga ra n ru ti n 3. % bi ay a ob at s um be r lai n/ob at to ta l 4. Rera ta bi ay a obat/ku nju nga n (Rp.) 32 12; 28 10 ; 1 966; 4. 925 38; 3 06 ; 945; 655 99; 100; 97; 100 54 25;3327; - ;5 302 25 58; 3 017; 15 74 ; 4. 95 5 48; ; 41 4; 344; 371 1 00; ; 8 8; 100; 86 30 40; 3 899; 47 25; 30 92 23 14;345 2; 13 50 ; 22 52 3 7 ; 355; 5 41 ; 2 94 10 0 ; 100; 100; 1 00 25 73; 5 778; 25 38; 29 71 19 00 ; 2 47 7; 22 58 ; 2 402 8 ; 607 ; ; 267 65; 90; 52 ; 77 22 79; 4 301; 3 36 5; 297 1 ; ,3 866 ; ; - - ; 68 ; ; 18 0 - ; 63 ; ; 4 9 ; - ; ; - B. Pe muliha n Biaya (c os t recover y) 1. % pasie n ba ya r retrib us i 2. Pene rim aan re tribusi (rib uan Rp.) 3. % re tr ibus i dise tork an 4. % pem ulihan bia ya 91; 88 ; 93; 98 15 5; 131; - ; 26 544 7 5; 50 ; 75; 75 - ; 55; - ; 52 69; 78; 8 3; 95 25 6; 152;8116;5 85 28 7 5; 50; 7 5; 50 41 ; - ; - ; 1 6 65 ; 70; 84 ; 75 198; 169; 11 .2 11; 54092 50; 50; 75; 50 -; 36; ; 13 75; 56 ; 82 ; 75 32 7; 43 ; 27.1 31; 7 576 8 50; 50 ; 75 ; 0 -; 6 2; ; 29 ; - ; - ; - ; - ; - ; - 50 ; 50 ; 50 ; - - ; 3 ; ; - C. Pe ng adaan oba t (GF K ) 1. % p eng ad aan ob at /o ba t t ot al 2. % peng ad aan ob at te nd er terbuk a 0, 7; 0 ; 3 ; 0 0 ; - ; ; - 0,7 ; 12 ; 0 ; 14 0 ; ; - ; -0 ; 0 ; 0 ; 0 0 ; - ; - ; - 3 5 ; 10; 48 ; 23 3 3 ; 33; 50 ; 33 35; 32 ; - ; 51 33; - ; - ; 51 D . Penyimpa na n o bat ( P KM ) 1. % re rata p enggunaa n o ba t/set ind ika to r 2. % re ra ta oba t da lua rsa /s et ind ikat or dal ua rsa 3. % re rata wa ktu k ek oso ngan oba /\t /se t ind ika tor -; - ; - ; 2, 3 -; - ; - ; 0 -; ; - ; 0 -; - ; - ; 1, 0 -; - ; - ; 0 -; - ; - ; 0 -; ; ; 1,0 -; ; ; 0 -; ; ; 0 40; 40; ; 1 ,0 1 9; 25; ; 0, 01 0; 0; ; 1, 60 - ; - ; 52 ; 0,7 - ; - ; 10 ; 1,2 1 - ; - ; 0 ; 0, 4 Ta bel 3 . Indika to r eva lua si peng el ol aa n da n pembi ayaan obat di Ka bupat en Pesisir Selat an, Sawa hlun to Sijunj ung , Padang Pa ria m an & Kota Payaku mbuh t ahu n 1998 2002

(5)

E. Akse s pa si en dan pe manfaatan obat(P KM) 1. Ra sio jum lah pen dudu k per jum lah s ara na pe lay anan kese ha tan 2. Ras io ju m lah p en dud uk p er jum lah pe ra cik oba t 3. Ras io ju m lah p en dud uk p er jum lah pe nu lis res ep 4. La m anya pelaya na n m edik d i pus ke sm as (dal am m enit) 5. La m anya pera ci kan obat d i pus ke sm as (d al am m enit) 6. Rer ata ju m lah je nis ob at pe r le m bar r es ep 7. % jum lah je ni s obat ge ne rik per le m bar res ep 8. % ju mla h le mb ar r es ep ya ng m eng andu ng antib iotik a 9. % ju mla h le mb ar r es ep ya ng m eng an du ng oba t s untik 10. % ju mla h le mb ar r es ep ya ng obat da n d osisny a se su ai den ga n pe do m an pen gobata n da sa r pu ske sm as -; - ; - ;2440 -; - ; - ; 1 1894 -;3344; - ; 3 80 6 5 .7; 6,1; 5,5; 5,6 5 ,7; 6,1; 5,5; 5,6 -; ; - ; - -; - ; ; - -; - ; ; - -; - ; ; - -; - ; ; - -; - ; - ; 2460 -; - ; - ; 119 91 -; 3 19 3; ; 38 37 4 ,2 ; 6,5 ; 5, 0; 5, 7 4 ,2 ; 6,5; 5 ,0; 5, 7 -; - ; ; - -; - ; - ; - -; ; - ; -; ; - ; -; ; ; - -; - ; - ;2722 -; ; ; 1 225 0 -; 8 86 ; - ;,39 20 4,6; 7 ,2 ; 5,3 ; 6,9 4,6; 7 ,2 ; 5,3 ; 6 ,9 -; - ; - ; - -; - ; - ; - -; - ; - ; - -; - ; - ; - -; - ; - ; - -; ; - ; ,2 733 -; ; - ; 123 22 -; 81 5; - ; 3 943 4 ,9; 7, 3 ; 6, 5; 6,0 4 ,9; 7, 3 ; 6, 5; 6,0 -; ; ; - -; ; ; - -; ; ; - -; ; ; - -; ; ; - ; ; 1291 ; - ; ; 1240 ; - - ; - ; 969 ; - ; ; - ; ; ; - ; 3 ,2 ; 2,9 ; 3,7 ; 3,0 10 0; 100; 10 0 ; 1 00 13 ,2; 20 ; 7 ; 1 8 0 ; 0 ; 0 ; 0 81 ; 81 ; 93; 81 F. Biay a obat da n pe ngob at an y ang sebenarn ya (PKM) 1. B ia ya ri il ob at pe r ku ra ti f pe r pasi en Rp . 2. Biay a r iil p en go batan p er kura tif per pas ie n R p -; - ; ; -; - ; ; -; - ; - ; - -; ; - ; - -; - ; - ; - -; - ; - ; - -; ; ; - -; ; ; - 25 00;2000;25 00; 2698 37 25;4313;39 25; 3898 G. Kem am pu an pasien m em b ayar (GF K d an P K M ) 1. R era ta pe nd ap at an pe nd ud uk / pasi en ( ri bua n Rp) 2. Re rata b ela nja pen dudu k/ pasie n m akanan (rib ua n R p) 3. Re rata b ela nja pdd k/ p asien buka n m akana n (rib ua n R p) 4. K ema mp ua n p as ie n me mb ay ar ( A TP = abili ty to pay ) R p - ; - ; - ; - - ; - ; - ; - - ; - ; - ; - ; - ; - ; - ; - ; - ; - ; - ; - ; - - ; - ; - ; - - ; - ; - ; - ; - ; - ; - ; ; - ; - - ; - ; - ; - ; - ; - ; - - ; ; - ; - - ; ; - ; - - ; ; - ; - - ; ; - ; - 64 0 ; 832 ; 74 4; 80 5 40 5 ; 57 3 ; 403; 4 44 23 5 ; 259 ; 341; 361 12 000 ;129 75 ; 170 71 ; 1808 1

(6)

* Keterangan:

1 Kab. Pesisir Selatan, 2 Kab. Sawahlunto

Sijunjung, 3 Kab. Padang Pariaman, 4 Kota

Payakumbuh.

• Penetapan anggaran biaya obat semua

kabupaten/kota terlalu tinggi, bahkan bisa mencapai 218% lebih tinggi dari biaya riil obat perkunjungan, meskipun ada naik turunnya. Hal ini disebabkan oleh karena persentase penggunaan obat turun terus.

• Persentase biaya obat per anggaran rutin

Dinkes di semua kabupaten/kota, baik termasuk ataupun tidak termasuk dalam anggaran rutin, cukup tinggi. Di Padang Pariaman bahkan bisa mencapai 945% pada tahun 1998/1999, adanya pelatihan tenaga pengelola obat diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pengadaan, pendistribusian dan pemanfaatan obat.

• Persentase biaya obat sumber lain relatif

tetap tetapi tahun 2001 cenderung turun karena dimulainya desentralisasi pengadaan obat.

• Rerata biaya obat per kunjungan umumnya

turun terus, hal ini mungkin berarti persediaan obat masih banyak atau pengadaan obat tahun sebelumnya berlebihan, kecuali di di Sawahlunto Sijunjung yang mungkin disebabkan oleh kenaikan harga obat dan penggunaan obat yang berlebihan.

• Pasien yang membayar tahun 1998-2001

cenderung turun di keempat kabupaten/kota dan menunjukkan meningkatnya jumlah pasien yang tidak membayar retribusi atau pasien JPS.

• Penerimaan retribusi pada tahun 2001 naik

hampir dua kalinya karena kenaikan retribusi Puskesmas, kecuali di Sawahlunto Sijunjung yang mungkin disebabkan oleh meningkatnya pasien JPS.

• Retribusi disetor oleh Puskesmas dari tahun

1998–2002 relatif turun dan mungkin disebabkan oleh karena biaya operasional Puskesmas naik atau Puskesmas menjadi Puskesmas swadana, kecuali di Sawahlunto Sijunjung tetap karena mungkin berkaitan dengan kebijakan dinkes setempat.

• Persentase pemulihan biaya dari tahun 1998

-2001 menurun di Payakumbuh dibandingkan biaya operasional, hal ini mungkin berarti biaya operasional tinggi dengan meningkatnya jumlah pasien JPS.

• Persentase pengadaan obat pada tahun 2001

di semua kabupaten/kota naik mungkin

dimulai tahun 2001dan pengadaan dengan tender terbuka baru dilakukan tahun 2001 dengan tujuan peningkatan efisiensi pengadaan obat.

• Rerata penggunaan obat paling tinggi hanya

mencapai 52%, rerata obat daluarsa antara 1-25% dan kekosongan obat 0-1%. Hal ini mungkin disebabkan karena pengadaan obat berlebih dan pengelolaan obat yang mempunyai masa daluarsa kurang baik.

• Rasio penduduk per jumlah sarana kesehatan

dari tahun 1998 sampai tahun 2001 di payakumbuh relatif tetap seperti halnya dengan rasio jumlah penduduk per peracik obat dan penulis resep yang berarti selama 4 tahun belum ada penambahan sarana kesehatan.

• Lama pelayanan medik dan lama peracikan

obat cenderung naik di semua kabupaten/kota pada tahun 2001. Dengan asumsi jam kerja efektif 5 jam per hari, hal ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya jumlah pasien dan/atau berkurangnya jumlah sarana pelayanan.

• Kerasionalan penggunaan obat di semua

Kabupaten/Kota berdasarkan rerata jenis obat per lembar resep pasien rawat jalan, persentase penggunaan antibiotik dan injeksi serta lembar resep yang sesuai dengan pedoman umumnya sudah cukup baik.

• Biaya riil obat per pasien di semua

kabupaten/kota yang lebih kecil dari rerata biaya pengobatan per kunjungan menunjukkan anggaran biaya/pengadaan obat berlebihan.

• ATP pasien atau kemampuan pasien

membayar yang jauh lebih tinggi dari biaya riil pengobatan menunjukkan pasien di semua kabupaten/kota ini masih mampu membayar biaya pengobatan Puskesmas. KESIMPULAN

Dari hasil evaluasi berdasarkan penetapan indikator menggunakan pedoman yang disempurnakan secara umum dapat disimpulkan sebagai berikut:

• Penetapan anggaran biaya obat semua kabupaten/kota terlalu tinggi, karena persentase penggunaan obat turun terus. Hal tersebut di atas disebabkan karena penetapan biaya obat per kunjungan dari Kabupaten Padang Pariaman-Sawahlunto Sijunjung-Payakumbuh bisa mencapai 218% lebih tinggi dari biaya riil obat per

(7)

• Pemulihan biaya pada tahun 2001 Kabupaten Sawahlunto Sijunjung adalah 62% dan Kota Payakumbuh 29% sedangkan di Kabupaten Pesisir Selatan tahun 1999 adalah 41%, berarti anggaran obat belum merupakan anggaran rutin. • Rerata biaya obat per kunjungan tahun

2001 lebih tinggi dibandingkan dengan biaya riil obat pasien di 5 Puskesmas tahun 2002 di semua Kabupaten/Kota kecuali Pesisir Selatan, berarti perencanaan dan pengadaan obat tahun lalu berlebihan.

• Kerasionalan penggunaan obat di semua kabupaten/kota sudah baik.

• Pasien dari keempat Kabupaten/Kota tersebut mampu membayar biaya pengobatan di Puskesmas.

SARAN

1. Sebaiknya diterbitkan dan disosialisasikan “Pedoman Evaluasi Pengelolaan dan Pembiayaan Obat di Kabupaten/Kota” ke Kepala Dinas Kesehatan Tingkat I dan Tingkat II.

2. Pelatihan petugas daerah tentang pemanfaatan “Pedoman Evaluasi Pengelolaan dan Pembiayaan Obat di Kabupaten/Kota” dapat dilanjutkan ke semua daerah di Sumatera Barat. Hal ini dimaksudkan agar petugas daerah dapat mengukur sendiri indikator pembiayaan obat dan dapat menyediakan data dasar perencanaan pengadaan obat dan keberhasilan sistem.

3. Peningkatan kerasionalan peresepan di Puskesmas terutama penggunaan antibiotik dan obat suntik.

UCAPAN TERIMA KASIH

Para peneliti mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Tingkat I Sumatera Barat dan Tingkat II (Kabupaten Pesisir Selatan, Sawahlunto Sijunjung, Padang Pariaman, dan Payakumbuh, serta Puslitbag Farmasi dan Obat Tradisional, Badan Litbang Kesehatan yang telah bekerjasama dalam pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Credes.

Responding to the Crissis Supply

and Distribution of Pharmaceutical

in Indonesia

, ASEM TRUS FUND,

2000.

Kota Tahun 2000.

Direktorat Jenderal

Pengawasan Obat dan Makanan

Departemen Kesehatan RI, 2000.

P A H O .

R a p i d P h a r m a c e u t i c a l

M a n a g e m e n t A s s e s e m e n t a n

I n d i c a t o r - b a s e d A p p r o a c h .

Washington DC, 1995.

Pedoman Teknis Pengelolaan Obat untuk

Unit Pelayanan Kesehatan

Kabupaten/

Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun

2000 tentang Pemerintahan Daerah

Sriana Azis, dkk.

Laporan Penelitian

Pengembangan Pola Pembiayaan

Obat Penyakit Menular (Malaria,

ISPA, TBC, dan Campak) di Rumah

Sakit Umum dan 4 Puskesmas di

Kabupaten Pekalongan.

Jakarta,

2000.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

tentang Otonomi Daerah.

Gambar

Tabel 1. Data dan alat pengumpul data

Referensi

Dokumen terkait

o Untuk tempoh tidak lebih daripada 14 hari melainkan dengan kebenaran DSP atau yang lebih tinggi yang telah melaporkan Perihal penangkapan/penahanan itu kepada Ketua Polis

Cara pengumpulan data menggunakan tes obyektif yang terdiri dari dua macam tes yaitu, tes awal (pre-test) dan tes akhir (post-test). Tes awal dilakukan sebelum

Sifat Bierhoff, Klein dan Kramp 1991 menurutnya faktor-faktor kepribadian altruistik, yaitu pertama empati merupakan sikap yang menjadi syarat utama untuk mempunyai altruisme,

Penjelasan atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para calon penyedia atas Dokumen Pengadaan Jasa Jahit Pakaian Dinas Harian (PDH) Pegawai KPPBC Tipe Madya Pabean

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Pengasih yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini

Rehabilitasi merupakan kegiatan penanganan terhadap setiap kerusakan yang tidak diperhitungkan dalam desain, yang berakibat menurunnya kondisi kemantapan pada bagian/tempat

Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan dan Ketua TKP PPDS Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti

oleh sahabatnya. Dengan membantu mengembalikan semangat dan mendorong untuk bangkit dari keterpurukan. g) Aku akan membantumu semampuku. Menumbuhkan sikap empati dengan saling