EFEK HIPOGLIKEMIA EKSTRAK ETANOL BIJI MAHONI (Swietenia mahoganiJack.) DAN GAMBARAN MIKROSTRUKTUR LIMPA PADA
MENCIT (Mus musculusL.) YANG DIINDUKSI DIABETES DENGAN ALOKSAN
SKRIPSI
DESTRIANI NOVITA HASIBUAN
080805059
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EFEK HIPOGLIKEMIA EKSTRAK ETANOL BIJI MAHONI (Swietenia mahoganiJack.) DAN GAMBARAN MIKROSTRUKTUR LIMPA PADA
MENCIT (Mus musculusL.) YANG DIINDUKSI DIABETES DENGAN ALOKSAN
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
DESTRIANI NOVITA HASIBUAN
080805059
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : EFEK HIPOGLIKEMIA EKSTRAK ETANOL
BIJI MAHONI (Swietenia mahogani Jack.) DAN GAMBARAN MIKROSTRUKTUR LIMPA PADA MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIINDUKSI DIABETES DENGAN ALOKSAN
Kategori : SKRIPSI
Nama : DESTRIANI NOVITA HASIBUAN
Nomor Induk Mahasiswa : 080805059
Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI
Departemen : BIOLOGI
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di
Medan, Oktober 2013
Komisi Pembimbing :
Pembimbing 2, Pembimbing 1,
Dra. Emita Sabri, M.Si Dr. Salomo Hutahaean
NIP. 19560712 198702 2 002 NIP. 19651011 199501 1 001
Diketahui/Disetujui oleh
Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,
PERNYATAAN
EFEK HIPOGLIKEMIA EKSTRAK ETANOL BIJI MAHONI (Swietenia
mahoganiJack.) DAN GAMBARAN MIKROSTRUKTUR LIMPA PADA MENCIT (Mus musculusL.) YANG DIINDUKSI DIABETES DENGAN
ALOKSAN
SKRIPSI
Saya mengakui bahwaskripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Oktober 2013
PENGHARGAAN
Segala pujian syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang hanya karena anugerah dan kasih karuniaNyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hasil penelitian yang berjudul ‘Efek Hipoglikemia Ekstrak Etanol Biji Mahoni
(Swietenia mahogani Jack.) Dan Gambaran Mikrostruktur Limpa Pada Mencit (Mus musculus L.) Yang Telah Diinduksi Diabetes Dengan Aloksan’
sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas sumatera Utara.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Salomo Hutahaean selaku dosen pembimbing pertama dan Ibu Dra. Emita Sabri, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah membimbing penulis dan memberikan banyak masukan, motivasi dan arahan dengan penuh kesabaran dari awal hingga akhir penulisan hasil penelitian ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dra. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc selaku Dosen Penasehat Akademik, Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M. Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mizarwati, S. Si selaku Ketua Panitia Seminar Departemen Biologi FMIPA USU, Ibu Roslina Ginting dan Bang Hendra Raswin selaku Staff Administrasi Departemen Biologi FMIPA USU serta Ibu Nurhasni Muluk selaku Analis dan Laboran di Laboratorium Struktur Hewan dan Fisiologi Hewan.
Teristimewa penulis ucapkan terimakasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta (Alben Hasibuan dan Roselin Butar-Butar) yang begitu luar biasa telah mencurahkan cinta kasihnya lewat doa, perhatian bahkan dukungan baik secara moral dan materiil kepada penulis, juga kepada Abangda Lamhot dan Iwan, juga Adinda Desi dan Yan serta seluruh keluarga besar atas segala doa dan dukungannya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sahabat-sahabat terbaikku; KTB Holy Grail (Bang Ferdinand, Kak Melva, Hanna, Rohana, Rosima). KTB Stenos Filos (Ariee, Dina, Erwin, Febri, Putri, Sengli), dan KTB Electus (Alfred, Dengsi, Wirda) atas setiap doa dan motivasi dari kalian semua dalam meresponi setiap keluh kesah penulis, juga kepada teman-teman koordinasi dan tim di UKM KMK USU UP FMIPA periode 2011, 2012, 2013 atas segla doa serta dukungannya.
menyampaikan terimakasih kepada sahabat terbaikku Rani, Yanti, Desi, Nina tempat berbagi cerita. Kepada kakak asuhku Kak Deni dan adik asuhku Elfrida serta kepada teman-teman seperjuanganku mahasiswa Biologi stambuk 2008 Mela, Asmitra, Sister, Indri, Pinta, Eka, Jhon, Jack, Albert, Frans dan yang lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu. Adik-adik penulis di Biologi Maria, Northon, Annisa Willy, Yantika, Noni, Anita serta rekan-rekan Asisten genetika dan Bioteknologi. Juga kepada semua orang yang senantiasa mendukung penulis dalam merampungkan hasil penelitian ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun pada hasil penelitian ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.
Medan, Oktober 2013
Efek Hipoglikemia Ekstrak Etanol Biji Mahoni (
Swietenia
mahogani
Jack.) dan Gambaran Mikrostruktur Limpa Mencit
(
Mus musculus
L.) yang Diinduksi Diabetes dengan Aloksan
Abstrak
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas antidiabetes ekstrak etanol biji mahoni terhadap mencit yang diinduksi diabetes dengan aloksan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Mencit diinduksi diabetes dengan terlebih dahulu dipuasakan selama 16 jam yang kemudian diinjeksikan secara intraperitoneal sebanyak 5,04 mg aloksan. Duapuluh lima ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu KN (normal); KP (mencit diabetes); dan P1, P2, P3 merupakan mencit diabetes yang diberi perlakuan secara berurut 1,4; 2,8; dan 4,4 mg/kg bb ekstrak etanol biji mahoni. Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak biji mahoni dengan dosis 4,2 mg/kg bb mampu menurunkan kadar gula darah (P<0,05), namun tidak dapat memulihkan penurunan berat badan yang disebabkan oleh penyakit diabetes. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji mahoni berpengaruh terhadap gambaran mikrostruktur limpa mencit diabetes. Kesimpulan dari penelitian ini adalah diduga bahwa ekstrak etanol biji mahoni dapat memulihakan kadar gula darah mencit diabetes.
The Effect Hypoglicemia of Ethanol Extract from the Seed of
Mahogany
(
Swietenia mahogani
Jack.
) and Microstructur Spleen
of Mice (
Mus musculus
L.) was Inducted Diabetic with Alloxan
Abstract
A research was conducted to investigate antidiabetic activity of ethanol extracts from the seed of mahogani (Swietenia mahogany Jack.) and microstruktur in the mice was inducted diabetic with alloxan. The experiment used completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 5 replications. Diabetes mellitus was induced in 16 hours fasted animals by a single intraperitoneal injection of 5,04 mg alloxan. Twenty five mice were divided into 5 groups., i.e. KN (normal mice); KP (diabetic mice); and P1, P2, and P3 were diabetic mice treated respectively with 1.4, 2.8, and 4.2 mg/kg bw Mahogany seed extract. The result showed that the extract of 2,8 mg/kg bw and 4,2 mg/kg bw was able to decrease blood glucose level (P<0,05), but the extract was not able recovery decreasing body weight of diabetic mice. The extract also was able impact on microstructure of spleen. In conclusion, we suggested that ethanol extracts of
Swietenia mahogany seed is able to decrease blood glucose level in alloxan inducted diabetic mice.
DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN ii
PERNYATAAN iii
PENGHARGAAN iv
ABSTRAK vi
ABSTRACT vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xii
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang 1
1.2. Perumusan masalah 3
1.3. Hipotesis 3
1.4. Tujuan penelitian 3
1.5. Manfaat penelitian 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mahoni (Swietenia mahogani) 5
2.2. Simplisia dan ekstraksi 7
2.3. Diabetes melitus 7
2.4. Glukosa 8
2.5. Pengaruh hormonal dalam pengaturan glukosa darah 9
2.5.1. Insulin 9
2.5.2. Glukagon 10
2.6. Pankreas 11
2.7. Limpa 11
2.8. Aloksan 13
2.9. Hewan percobaan 14
BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN
3.1. Tempat pelaksanaan 15
3.2. Alat dan bahan 15
3.3. Pemeliharaan hewan percobaan 15
3.3.1. Rancangan penelitian 16
3.4. Pelaksanaan penelitian 17
3.4.1. Persiapan dan pembuatan mencit DM 17 3.4.2. Pengambilan dan pengolahan ekstrak 17
3.4.2.2. Pengolahan ekstrak 17
3.4.2.3. Pembuatan ekstrak 17
3.4.2.4. Pembuatan suspensi 18
3.4.2.5. Pembuatan preparat sayatan limpa 18
3.5. Parameter pengamatan 20
3.5.1. Pengukuran kadar gula darah mencit 20
3.5.2, Pengukuran berat badan 20
3.5.3. Pengamatan histologis limpa 20
3.6. Analisis statistik 20
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data rerata kadar gula darah (KGD) mencit 22
4.2. Data rerata berat badan mencit 26
4.3. Gambaran mikrostruktur limpa mencit 27
4.4. Tingkat perbandingan jumlah sel raksasa 29
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 31
5.2. Saran 31
DAFTAR PUSTAKA 32
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Rancangan penelitian 18
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.Swietenia mahogani 5
Gambar 2. Data rerata kadar gula darah hari ke-1 24
Gambar 3.Data rerata kadar gula darah hari ke-4 25
Gambar 4.Data rerata kadar gula darah hari ke-16 27
Gambar 5.Gambaran mikrostruktur limpa mencit 29
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A.Surat rekomendasi kode etik penelitian kesehatan 35 Lampiran B. Tabel konversi perhitungan dosis ekstrak dan aloksan 36
Lampiran C. Penentuan dosis aloksan 37
Lampiran D. penentuan dosis ekstrak etanol biji mahoni 38
Lampiran E. Volume maksimum larutan sediaan uji 39
Lampiran F. Data mentah hasil pengamatan 40
Lampiran G. Analisis statistik rerata kadar gula darah 41
Lampiran H. Analisis statistik rerata berat badan 53
Lampiran I. Analisis statistik tingkat perbandingan jumlah sel raksasa 55
Lampiran J. Alur penelitian 60
Lampiran K. Prosedur pengolahan ekstrak biji mahoni 61
Efek Hipoglikemia Ekstrak Etanol Biji Mahoni (
Swietenia
mahogani
Jack.) dan Gambaran Mikrostruktur Limpa Mencit
(
Mus musculus
L.) yang Diinduksi Diabetes dengan Aloksan
Abstrak
Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas antidiabetes ekstrak etanol biji mahoni terhadap mencit yang diinduksi diabetes dengan aloksan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Mencit diinduksi diabetes dengan terlebih dahulu dipuasakan selama 16 jam yang kemudian diinjeksikan secara intraperitoneal sebanyak 5,04 mg aloksan. Duapuluh lima ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu KN (normal); KP (mencit diabetes); dan P1, P2, P3 merupakan mencit diabetes yang diberi perlakuan secara berurut 1,4; 2,8; dan 4,4 mg/kg bb ekstrak etanol biji mahoni. Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak biji mahoni dengan dosis 4,2 mg/kg bb mampu menurunkan kadar gula darah (P<0,05), namun tidak dapat memulihkan penurunan berat badan yang disebabkan oleh penyakit diabetes. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji mahoni berpengaruh terhadap gambaran mikrostruktur limpa mencit diabetes. Kesimpulan dari penelitian ini adalah diduga bahwa ekstrak etanol biji mahoni dapat memulihakan kadar gula darah mencit diabetes.
The Effect Hypoglicemia of Ethanol Extract from the Seed of
Mahogany
(
Swietenia mahogani
Jack.
) and Microstructur Spleen
of Mice (
Mus musculus
L.) was Inducted Diabetic with Alloxan
Abstract
A research was conducted to investigate antidiabetic activity of ethanol extracts from the seed of mahogani (Swietenia mahogany Jack.) and microstruktur in the mice was inducted diabetic with alloxan. The experiment used completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 5 replications. Diabetes mellitus was induced in 16 hours fasted animals by a single intraperitoneal injection of 5,04 mg alloxan. Twenty five mice were divided into 5 groups., i.e. KN (normal mice); KP (diabetic mice); and P1, P2, and P3 were diabetic mice treated respectively with 1.4, 2.8, and 4.2 mg/kg bw Mahogany seed extract. The result showed that the extract of 2,8 mg/kg bw and 4,2 mg/kg bw was able to decrease blood glucose level (P<0,05), but the extract was not able recovery decreasing body weight of diabetic mice. The extract also was able impact on microstructure of spleen. In conclusion, we suggested that ethanol extracts of
Swietenia mahogany seed is able to decrease blood glucose level in alloxan inducted diabetic mice.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Diabetes adalah suatu penyakit yang telah menjadi salah satu penyebab utama
kematian di kebanyakan negara. Diabetes melitus, penyakit gula atau kencing
manis adalah suatu gangguan kronis yang khususnya menyangkut metabolisme
glukosa di dalam tubuh (Beaglenhole et al., 2004; Tjay & Rahardja, 2007). Di
seluruh dunia, 3,2 juta kematian disebabkan oleh diabetes setiap tahunnya.
Setidaknya, satu dari sepuluh kematian di antara orang dewasa antara 35 sampai
64 tahun disebabkan karena diabetes. Sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia
mengidap penyakit diabetes, dan kemungkinan akan meningkat lebih dari dua kali
lipat pada 2030. Peningkatan global dalam diabetes akan terjadi karena populasi
penuaan dan pertumbuhan, dan karena meningkatnya tren terhadap obesitas, diet
tidak sehat dan gaya hidup yang tidak baik (Beaglenhole et al., 2004). Indonesia
juga telah menduduki rangking keempat jumlah penyandang diabetes terbanyak
setelah Amerika Serikat, China dan India (Burhani, 2011). Diduga terdapat sekitar
5 juta kasus diabetes dan penderita penyakit pankreas di Indonesia (Riyadi, 2008).
Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang kompleks yang
melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dengan efek
lanjutan berkembangnya komplikasi makrovaskuler dan neurologis. Diabetes
melitus ditandai dengan adanya gangguan pada toleransi glukosa yaitu
peningkatan kadar glukosa dalam darah yang berkaitan dengan penurunan
kemampuan individu dalam memberi respon terhadap insulin. Gangguan toleransi
glukosa merupakan resiko terjadinya aterosklerosis dan sering berkaitan dengan
penyakit kardiovaskular, hipertensi, serta dislipidemia (Riyadi, 2008). PERKENI
(Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) menyatakan bahwa gejala khas DM
terdiri dari : poliuria (banyak pipis), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak
Meningkatnya prevalensi penyakit diabetes melitus dari tahun ke tahun
memerlukan perhatian yang sangat besar dalam pengobatannya. Selain itu,
penyakit diabetes melitus memerlukan pengobatan jangka panjang dan biaya yang
mahal, sehingga perlu dicari obat antidiabetes yang relatif murah dan terjangkau
oleh masyarakat. Sebagai salah satu alternatif adalah dengan melakukan penelitian
tentang obat tradisional yang mempunyai efek hipoglikemia. Pada tahun 1980
WHO merekomendasikan agar dilakukan penelitian terhadap tanaman yang
memiliki efek menurunkan kadar gula darah karena pemakaian obat modern
kurang aman (Kumaret al., 2005).
Bahan kimia yang sering digunakan untuk menginduksi diabetes suatu
hewan percobaan adalah aloksan. Aloksan diperkenalkan sebagai hidrasi aloksan
pada larutan encer (Wakins et al., 2008). Aloksan murni diperoleh dari oksidasi
asam urat oleh asam nitrat. Pemberian aloksan adalah hal yang cepat untuk
membuat kondisi diabetes (hiperglikemik) pada hewan percobaan. Hal ini
disebabkan oleh aloksan dapat merusak secara selektif sel-sel yang terdapat pada
pankreas sehingga menyebabkan berkurangnya insulin (Szkudelski, 2001) yang
berperan sebagai sentral dalam pengaturan konsentrasi glukosa darah.
Dalam penelitian Kodama et al., 2005 menyatakan bahwa tikus memiliki
suatu bagian populasi stem sel yang ada di limpa yang apabila dimasukkan ke
dalam inang yang sakit dapat bermigrasi ke pankreas dan menjadi pulau-pulau
yang fungsional yang dapat memperbaiki kadar gula darah menjadi normal.
Akhir-akhir ini, masyarakat banyak yang beralih kepada pengobatan
tradisional atau sering diistilahkan dengan kembali ke alam atau back to nature,
yaitu dengan mengkonsumsi makanan ataupun obat-obatan yang berasal atau
dibuat dari tumbuhan. Salah satu tumbuhan yang digunakan masyarakat untuk
pengobatan diabetes melitus ialah mahoni (Swietenia mahogani Jack). Bagian
yang digunakan dari tumbuhan tersebut adalah bijinya (Nafri, 2007). Pengaruh
biji mahoni terhadap gambaran mikrostruktur limpa mencit belum pernah
1.2. Perumusan masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini yaitu:
a. Apakah ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahogani Jack.) dapat
menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan berat badan pada mencit
(Mus musculusL.) yang telah diinduksi diabetes dengan aloksan.
b. Berapakah dosis optimal ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahogani
Jack.) yang dapat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan berat
badan pada mencit (Mus musculus L.) yang telah diinduksi diabetes
dengan aloksan.
c. Bagaimanakah pengaruh pemberian ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia
mahogani Jack.) terhadap gambaran mikrostruktur limpa pada mencit
(Mus musculusL.) yang telah diinduksi diabetes dengan aloksan.
1.3. Hipotesis
Dalam penelitian ini diduga bahwa :
a. Pemberian ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahogani Jack.) dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan menaikkan berat badan pada mencit
(Mus musculusL.) yang telah diinduksi diabetes dengan aloksan.
b. Semakin tinggi dosis ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahogani
Jack.) yang diberikan, semakin rendah kadar gula darah mencit dan
semakin meningkat berat badan pada mencit ( Mus musculus L.) yang
telah diinduksi diabetes dengan aloksan.
c. Pemberian ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahogani Jack.) dapat
mempengaruhi gambaran mikrostruktur limpa pada mencit ( Mus
musculusL.) yang telah diinduksi diabetes dengan aloksan.
1.4. Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia
mahogani Jack.) terhadap kadar gula darah dan berat badan pada mencit
b. Untuk mengetahui dosis optimal ekstrak biji mahoni (Swietenia mahogani
Jack.) terhadap penurunan kadar gula darah dan berat badan pada mencit
(Mus musculusL.)yang diinduksi diabetes dengan aloksan.
c. Untuk melihat pengaruh ekstrak biji mahoni (Swietenia mahogani Jack.) terhadap perubahan gambaran mikrostruktur limpa pada mencit (Mus
musculusL.) yang diinduksi diabetes dengan aloksan.
1.5. Manfaat Penelitian
a. Menjadi bahan informasi kepada masyarakat tentang efek dari ekstrak biji
mahoni (Swietenia mahoganiJack.) dalam menurunkan kadar gula darah.
b. Mendapatkan dosis dari ekstrak biji mahoni yang dapat menurunkan kadar
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Mahoni (Swietenia mahogani)
Mahoni (Swietenia mahogani Jack.) adalah spesies tanaman dari suku Meliaceae,
yang berasal dari Hindia Barat dan Afrika. Mahoni banyak ditanam di tepi jalan
sebagai pohon pelindung, juga dapat tumbuh subur bila tumbuh di pasir dekat
dengan pantai. Di Indonesia, pada awalnya mahoni tumbuh secara liar di
hutan-hutan, di kebun maupun di mana saja, namun sejak 20 tahun terakhir sudah
dibudidayakan karena kualitas kayunya keras dan sangat baik untuk bahan mebel
dan kerajinan tangan (Anonim, 2009).
Gambar 1.Swietenia mahogani
Tanaman mahoni termasuk jenis tanaman pohon tinggi, percabangannya
banyak, tingginya dapat mencapai kira-kira 10-30 meter. Daun majemuk menyirip
genap. Daun duduk tersebar. Helaian anak daun bulat telur, elips memanjang,
tua. Buahnya bertangkai, panjang tangkai kira-kira 1-3 cm, berbentuk bola atau
bulat telur memanjang, berwarna cokelat, panjang 8-15 cm, lebar 7-10 cm
(Suryowinoto, 1997).
Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan mahoni diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Rutales
Famili : Meliaceae
Genus : Swietenia
Spesies :Swietenia mahagoniJack
(Tjitrosoepomo, 2009)
Selama ini, pohon mahoni dikenal sebagai penyejuk jalanan. Selain itu,
kayunya yang dikenal sebagai kayu yang sangat bagus yang juga digunakan
sebagai bahan untuk membuat berbagai macam perabot rumah atau furniture.
Berdasarkan penelitian di laboratorium, pohon mahoni (Swietenia mahagoni
Jack.), termasuk pohon yang bisa mengurangi polusi udara sekitar 47% - 69%.
Pohon mahoni yang ditanam di hutan kota atau sepanjang jalan berfungsi sebagai
filter udara dan daerah tangkapan air. Daun-daunnya berfungsi untuk menyerap
polutan-polutan di sekitarnya. Pada tahun 1970-an banyak orang mencari biji
mahoni, untuk dijadikan sebagai obat. Orang-orang mengonsumsi biji mahoni
hanya dengan menelan bijinya setelah membuang bagian yang pipih (Nafri,
2007).
Kandungan kimia mahoni ada dua macam yaitu flavonoid dan saponin.
Manfaat flavonoid yang dikandungnya antara lain adalah untuk melancarkan
peredaran darah, mengurangi tingkat kolesterol, mengurangi penimbunan lemak
pada dinding saluran darah, membantu pengurangan rasa sakit, pendarahan dan
leba m, dan bertindak sebagai antioksidan, juga berfungsi menyingkirkan radikal
bebas. Sedangkan, saponin befungsi sebagai pencegah penyakit sampar,
mengurangi lemak badan, meningkatkan sistem kekebalan, mencegah pembekuan
darah, mengerem tingginya tingkat gula dalam darah, menguatkan fungsi hati dan
2.2. Simplisia dan ekstraksi
Simplisia merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam
yang berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk
(Gunawan & Mulyani, 2002) Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Ditjen
POM, 2000dalamLumban Raja, 2009).
Ekstraksi dapat dilakukan dengan metode maserasi, perkolasi, dan
sokletasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan
lalu dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan
salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metode sokletasi dapat dilakukan secara
bertingkat dengan berbagai pelarut berdasarkan kepolarannya. Untuk
mendapatkan larutan ekstrak yang pekat biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan
menggunakan alat rotary evaporator (Lumban Raja, 2009).
2.3. Diabetes melitus
Diabetes adalah kumpulan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh defisiensi
insulin yang menyebabkan suatu gangguan kronis yang bercirikan hiperglikemia
dan menyangkut metabolisme glukosa, lemak dan protein dalam tubuh terganggu
(Drury, 1986; Ganong, 2005; Tjay, 2007). Pada tahun 1674, Thomas Willis
menyatakan bahwa kencing si penderita penyakit ini berasa madu sehingga
penyakit ini diberi nama diabetes melitus (melitus=madu) (Soehadi, 1996).
Penyakit diabetes melitus memiliki gejala 3P, yaitu poliuria (banyak
berkemih), polidipsia (banyak minum), dan polifagia (banyak makan). Di samping
naiknya kadar gula darah, diabetes bercirikan adanya gula dalam kemih
(glycosuria) dan banyak berkemih karena glukosa yang diekskresikan banyak
mengikat air. Banyak berkemih akan menimbulkan rasa sangat haus, kehilangan
energi, turunnya berat badan serta rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak untuk
memenuhi kebutuhan energinya, yang disertai pembentukan zat-zat perombakan
antara lain aseton, asam hidroksibutirat dan diasetat, yang membuat darah menjadi
asam. Keadaan ini yang disebut ketoacidosis dan terutama timbul pada tipe 1,
sangat berbahaya karena pada akhirnya dapat menyebabkan pingsan (coma
aseton. Keluhan dan gejala yang khas disertai hasil pemeriksaan glukosa darah
sewaktu > 200 mg/dl atau glukosa darah puasa > 126 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis diabetes melitus. (Ganong, 2005; Mansjoer, 2007).
American Diabetes Association (ADA) menetapkan konsentrasi glukosa
darah normal saat puasa kurang dari 100 mg/dL. Glukosa plasma terganggu jika
konsentrasi glukosa saat puasa antara 100-125 mg/dL, sedangkan toleransi
glukosa terganggu jika konsentrasi glukosa darah setelah pembebanan glukosa
75g, antara 140-199 mg/dL. Seseorang dikatakan menderita diabetes jika
konsentrasi glukosa darah saat puasa lebih dari 126 mg/dL atau bila konsentrasi
glukosa darah setelah pembebanan 75 g lebih dari 200 mg/dL (Djuanda, 2011).
2.4. Glukosa
Glukosa tersebar di alam yaitu di dalam sayur, buah, sirup jagung, sari pohon, dan
bersamaan dengan fruktosa dalam madu. Tubuh hanya dapat menggunakan
glukosa dalam bentuk dekstro. Glukosa merupakan hasil akhir pencernaan pati,
sukrosa, maltosa, dan laktosa pada hewan dan manusia. Dalam proses
metabolisme, glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang beredar di dalam tubuh
dan di dalam sel merupakan sumber energi. Dalam keadaan normal sistem syaraf
pusat hanya dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Glukosa dalam
bentuk bebas hanya terdapat dalam jumlah terbatas dalam bahan makanan.
Glukosa dapat dimanfaatkan untuk energi tinggi. Tingkat kemanisan glukosa
hanya separuh sukrosa, sehingga dapat digunakan lebih banyak untuk tingkat
kemanisan yang sama (Almatsier, 2004).
Pada keadaan setelah penyerapan makanan, kadar glukosa darah pada
manusia dan mamalia berkisar antara 4,5–5,5 mmol/L. Setelah ingesti makanan
yang mengandung karbohidrat, kadar tersebut naik hingga 6,5–7,2 mmol/L. Saat
puasa kadar glukosa darah akan turun menjadi sekitar 3,3 – 3,9 mmol/L.
Penurunan mendadak kadar glukosa darah akan menyebabkan konvulsi, seperti
terlihat pada keadaan over dosis insulin, karena pengaturan otak secara langsung
pada pasokan glukosa. Namun, kadar yang jauh lebih rendah dapat ditoleransi
asalkan terdapat adaptasi yangprogressif(Stryer, 2000).
Glukosa adalah pengendali terpenting sekresi insulin. Meskipun beberapa
sekresi insulin adalah efek umpan balik glukosa darah pada sel beta pankreas. Jika
konsentrasi glukosa darah meningkat melebihi ambang puasa, sekresi insulin
meningkat. Akibat efek insulin yang merangsang penyerapan glukosa oleh hati
dan jaringan perifer, konsentrasi glukosa darah akan pulih ke tingkat normal.
Keadaan ini merupakan mekanisme umpan balik negatif penting untuk
mengendalikan konsentrasi glukosa darah (Guyton & Hall, 2007).
Glukosa darah manusia pada kondisi normal memiliki konsentrasi yang
seimbang. Banyak faktor yang mempengaruhi sirkulasi tingkatan glukosa seperti
makanan, pencernaan, metabolisme, ekskresi, gerak badan atau latihan tubuh,
kondisi fisiologis dan kondisi reproduksi. Glukosa darah akan menurun ketika
terjadi aktivitas tubuh, terutama jika asupan makanan terbatas. Kekurangan
glukosa darah dapat dikenali oleh sel pada pankreas yaitu sel alpha. Sel ini yang
kemudian akan melepas glukagon, yang merupakan suatu hormon yang
merangsang sel hati untuk melepaskan glukosa sehingga kadar glukosa dalam
darah akan kembali normal. Dalam hal lain, jika glukosa dalam darah meningkat,
yang sering terjadi pada saat setelah makan, sel pankreas lain, yaitu sel beta akan
melepaskan hormon insulin, yang akan menginduksi glukosa dari darah ke hati
dan sel lain, sehingga kadar glukosa turun dan kembali normal (Simon &
Schuster, 1996).
2.5. Pengaruh hormonal dalam pengaturan glukosa darah 2.5.1. Insulin
Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino yang
dihubungkan oleh jembatan disulfida. Insulin dibentuk oleh sel beta yang terdapat
pada pulau-pulau Langerhans. Satu hari bisa dihasilkan 30-40 unit. Insulin
manusia memiliki berat molekul dan berisi 51 asam amino yang disusun oleh 21
rantai A dan 30 rantai B yang membentuk ikatan disulfida (Drury, 1986; Ganong,
2005). Sekali insulin memasuki sirkulasi, maka insulin diikat oleh reseptor khusus
yang terdapat pada membran sebagian besar jaringan sehingga memudahkan
glukosa menembus membran sel (Katzung, 2002 dalamLumban Raja, 2009).
Menurut Guyton (1990), insulin berperan dalam: 1) menghambat
fosforilase, enzim yang menyebabkan glikogen hati pecah menjadi glukosa, 2)
meningkatkan aktivitas enzim glukokinase, yaitu enzim yang menyebabkan
fosforilase awal glukosa setelah ia berdifusi ke dalam sel-sel hati. Sekali
terfosforilasi, glukosa tertangkap di dalam sel-sel hati, karena glukosa yang telah
terfosforilasi tak dapat berdifusi kembali melalui membran sel, 3) meningkatkan
aktifitas enzim yang meningkatkan sintesis glikogen. Efek bersih dari kerja di atas
adalah meningkatkan jumlah glikogen di dalam hati. Glikogen dapat meningkat
sampai total sekitar 5-6 persen dari massa hati, yang hampir sama dengan
penyimpanan 100 g glikogen.
Selain pengaruh langsung hiperglikemia dalam meningkatkan ambilan
glukosa baik ke hati maupun jaringan perifer, hormon insulin juga mempunyai
peranan sentral dalam pengaturan konsentrasi glukosa darah. Hormon ini
dihasilkan oleh sel–sel beta pada pulau Langerhans pankreas sebagai reaksi
langsung terhadap keadaan hiperglikemia. Konsentrasi glukosa darah menentukan
aliran lewat glikolisis, siklus asam sitrat dan pembentukan ATP. Peningkatan
konsentrasi ATP akan menghambat saluran K+ yang sensitif terhadap ATP
sehingga menyebabkan depolarisasi membran sel beta, keadaan ini akan
meningkatkan aliran masuk Ca2+lewat saluran Ca2+yang sensitif terhadap voltase
dan dengan demikian menstimulasi eksositosis insulin (Stryer, 2000).
2.5.2. Glukagon
Glukagon merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel-sel alfa pada pulau-pulau
Langerhans pankreas, yang tersusun oleh asam-asam amino. Sekresinya
dirangsang oleh keadaan hipoglikemia. Pada saat mencapai hati (lewat vena
porta), glukagon menimbulkan glikogenolisis dengan mengaktifkan enzim
fosforilase. Sebagian besar glukagon endogen (dan insulin) dibersihkan dari
sirkulasi darah oleh hati. Glukagon juga meningkatkan glukoneogenesis dari asam
amino dan laktat (Drury, 1986; Stryer, 2000).
Glukosa adalah pengendali terpenting sekresi glukagon dan insulin.
Namun glukosa memiliki efek yang berlawanan dengan kedua hormon ini.
Hipoglikemia meningkatkan sekresi glukagon; akibat efek hiperglikemik
glukagon, konsentrasi glukosa dalam darah kembali normal. Sebaliknya
dan insulin menghasilkan efek yang penting, tetapi bertentangan untuk mengatur
konsentrasi glukosa darah (Guyton & Hall, 2009).
2.6. Pankreas
Pankreas adalah suatu organ lonjong kira-kira sepanjang 15 cm yang terletak di
belakang lambung dan sebagian di belakang hati. Organ ini terdiri dari 98%
sel-sel dengan sekresi ekstern yang memproduksi enzim-enzim cerna yang
disalurkan ke duodenum. Sisanya terdiri dari kelompok sel (pulau langerhans)
dengan sekresi intern, yakni hormon-hormon yang disalurkan langsung ke aliran
darah, yang terdiri atas dua jenis jaringan: 1) asini, yang mengeluarkan getah
pencernaan melalui duktus pankreatikus ke dalam duodenum atau fungsi
eksokrin; dan 2) pulau atau islet Langerhans, yang tidak mengeluarkan sekresinya
ke dalam duktus tetapi mengalirkannya ke dalam darah atau fungsi endokrin
(Guyton & Hall, 2009; Tjay & Rahardja, 2007).
Menurut Tjay & Rahardja (2007) dalam pankreas terdapat empat jenis sel
endokrin, yaitu:
a. Sel alfa, yang memproduksi hormon glukagon
b. Sel beta, dengan banyak granula yang berdekatan membran selnya, yang
berisi insulin, yang akan disekresikan dengan bantuan aliran darah
diangkut ke hati.
c. Sel delta, memproduksi somatostatin
d. Sel PP, memproduksi PP (pancreatic polypeptide), yang mungkin berperan
pada sekresi endokrin dan empedu.
2.7. Limpa
Limpa merupakan salah satu dari organ limpoid pertama yang muncul pada
kehidupan embrio, yang aktif pada pembentukan darah selama bagian pertama
fetus hidup. Fungsi ini berkurang sampai pada bulan kelima ataupun keenam
hidup fetus limpa mencapai karakter yang matang tanpa aktivitas pembentukan
darah (Robbins, 1962). Tubuh makhluk hidup memiliki kemampuan melawan
berbagai jenis organisme atau toksin yang dapat merusak jaringan dan organ
tubuh. Kemampuan ini disebut kekebalan yang merupakan hasil produksi dari
Fungsi utama limpa ialah menyimpan darah yang tidak ikut dalam
peredaran darah. Pengeluaran darah dari limpa disebabkan oleh kontraksi alat
tubuh yang dapat ditimbulkan oleh emosi, kekurangan zat asam (kenaikan kadar
CO2 darah, gerak badan ataupun kehilangan darah) dan pada perangsangan nervus
simpatikus pada umumnya (Ressang 1984). Selain itu, beberapa fungsi limpa bagi
tubuh manusia adalah sebagai sistem pertahanan tubuh terhadap partikel atau
benda asing yang masuk ke dalam darah, mendegradasi sel darah merah yang
rusak, penghasil antibodi. Limpa dilindung oleh kapsula yang terdiri dari dua
lapisan, yaitu lapisan jaringan penyokong dan lapisan otot halus. Melihat dari
fungsi limpa sebagai pertahanan melawan penyakit serta sebagai penghancur
sel-sel darah yang tidak normal. Limpa sangat beresiko terserang berbagai penyakit,
mulai dari infeksi virus atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh, racun yang
mengkontaminasi sel-sel darah abnormal, maupun gangguan dari fungsi jaringan
dalam organ tersebut.
Tikus memiliki suatu bagian populasi stem sel yang ada di limpa yang
apabila dimasukkan ke dalam inang yang sakit dapat bermigrasi ke pankreas dan
menjadi pulau-pulau yang fungsional yang dapat dapat memperbaiki kadar gula
darah menjadi normal. Donor sel limpa setelah ditransfer secara intravena,
ditempatkan ke pankreas inang dan akan berdiferensiasi tanpa tanpa pemasukan
sel inang ke dalam sel β (Kodama,et al.,2005)
Menurut Alexandra, et al., (2007) menyatakan bahwa, stem sel sumsum
tulang dan stem sel-sel limpa pada mencit diabetes sudah dilaporkan pada
penelitian sebelumnya bahwa stem sel sumsum tulang dan stem sel-sel limpa ini
akan berdegenerasi untuk menghasilkan sel β pada pankreas atau sebagai sumber
potensial untuk menghasilkan sel β pada pankreas akan tetapi pada mencit normal
stem sel sumsum tulang dan stem sel-sel limpanya ini tidak akan menghasilkan
atau tidak akan berdegenerasi menjadi sel β pada pankreas.
Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Lonyai et al., (2007)
menyatakan bahwa, pada mencit yang diinduksi diabetes dengan STZ, yang
menyebabkan diabetes tipe-1 (kekurangan hormon insulin akibat sel β pada
pankreas rusak) dan stem sel-sel limpa ini sangat penting karena berpengaruh
2.8. Aloksan
Aloksan (2,4,5,6-tetraoxypyrimidine; 2,4,5,6-pyrimidinetetrone) merupakan suatu
zat yang bersifat diabetagonik. Zat kimia yang memiliki nama lain Mesoxalylurea
dan 5-Oxobarbituric acid ini mempunyai rumus kimia C4H2N2O4, yang larut
bebas dalam air. Aloksan diisolasi secara murni pada tahun 1818 oleh Brugnatelli,
kemudian diberi nama oleh Friedrich Wöhler dan Justus von Liebig pada tahun
1838. Nama aloksan diambil dari kata “Allantoin” dan “Oxalsaure”atau oxaluric
acid. Aloksan merupakan analog toksik terhadap glukosa, secara selektif bisa
merusak sel yang memproduksi insulin dalam pankreas pada tikus dan beberapa
spesies hewan lainnya. Hal ini menyebabkan diabetes melitus yang tergantung
dengan insulin yang disebut “Alloxan Diabetes” pada hewan ini, dengan
karakteristik yang mirip dengan diabetes melitus tipe I pada manusia. Aloksan
secara selektif bersifat toksik terhadap sel beta pankreas yang memproduksi
hormon insulin karena aloksan terakumulasi di sel beta yang masuk melalui
GLUT2 glukosa transporter. Aktifitas toksik aloksan pada sel beta dipicu oleh
radikal bebas yang terbentuk melalui reaksi redoks (Waspandji dalam Syafira
Riske, 2008). Aloksan adalah senyawa kimia tidak stabil dan senyawa hidrofilik.
Waktu paruh aloksan pada pH 7,4 dan suhu 37ºC adalah 1,5 menit ( Lenzen,
2008).
Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi
diabetes pada binatang percobaan. Pemberian aloksan adalah cara yang cepat
untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada binatang
percobaan. Aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitoneal, atau
subkutan pada binatang percobaan. Aloksan bereaksi dengan merusak substansi
esensial di dalam sel beta pankreas sehingga menyebabkan berkurangnya
granula-granula pembawa insulin di dalam sel beta pankreas. Aloksan meningkatkan
pelepasan insulin dan protein dari sel beta pankreas tetapi tidak berpengaruh pada
sekresi glukagon. Efek ini spesifik untuk sel beta pankreas sehingga aloksan
dengan konsentrasi tinggi tidak berpengaruh terhadap jaringan lain (Watkins et
2.9. Hewan Percobaan
Percobaan mengenai diabetes melitus dengan menggunakan hewan percobaan
didasarkan pada patogenesis penyakit tersebut pada manusia, namun kondisi
patologis hewan percobaan tersebut tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi
patologis secara nyata pada manusia. Hal ini disebabkan kondisi fisiologi,
perbedaan patologis dari beberapa tipe diabetes melitus, ragamnya penyakit
diabetes melitus, serta adanya komplikasi yang menyertai dari penyakit tersebut.
Menurut Cheta (1998), berdasarkan cara pembuatannya, hewan percobaan
diabetes melitus dibedakan menjadi dua yaitu: (1) terinduksi (induced), misalnya
melalui pankreaktomi, senyawa kimia (diabetogenik) dan virus; (2) spontan
(spontaneous), misalnya menggunakan tikus BB (bio breeding) atau mencit NOD
(non-obese diabetic) yang mempunyai karakteristik yang relatif sama dengan
kondisi diabetes melitus pada manusia meliputi gejala-gejala penyakit, imunologi,
genetik maupun karakteristik klinik lainnya.
Mencit dipilih menjadi subjek eksperimental sebagai bentuk relevansinya
pada manusia. Walaupun mencit mempunyai struktur fisik dan anatomi yang jelas
berbeda dengan manusia, tetapi mencit adalah hewan mamalia yang mempunyai
beberapa ciri fisiologi dan biokomia yang hampir menyerupai manusia terutama
dalam aspek metabolisme glukosa melalui perantaraan hormon insulin.
Disamping itu, mempunyai jarak gestasi yang pendek untuk berkembang biak
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2012 sampai Juli 2013 di Laboratorium Struktur Hewan, Departemen Biologi, dan Laboratorium Kimia Bahan Alam, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara Medan.
3.2. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeliharaan hewan percobaan adalah: kandang hewan, timbangan digital dan mencit (Mus musculus L.) jantan. Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan ekstrak adalah : rotary evaporator, botol gelap, penangas air, etanol 96%, karboksil metil selulosa (CMC). Alat dan bahan yang digunakan untuk penginduksian mencit DM dan perlakuan adalah: aloksan jenis serbuk, ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahogani Jack.), jarum gavage,. Alat yang digunakan untuk memeriksa kadar gula darah adalah : Glukometer (EasyTouch® GCU), EasyTouch® blood glucose test strip. Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan sediaan mikrostruktur adalah : bak bedah dandissecting set, mikrotom, plat parafin, mikroskop cahaya, alkohol bertingkat, larutan Bouin, pewarna Hematoxylin dan Phloxine, Canada balsam, xylol, parafin.
3.3. Pemeliharaan Hewan Percobaan
Percobaan menggunakan mencit (Mus Musculus L.), jenis kelamin jantan yang sehat, umur mencit ± 3 bulan, belum pernah digunakan untuk percobaan lain dan mempunyai berat badan antara 25–35 g. Mencit percobaan diperoleh dari peternakan mencit enterpreneurship D tik pop, Medan. Mencit ditempatkan di dalam kandang yang terbuat dari bahan plastik ukuran (30x20x10 cm) yang
0,5-1 cm dan diganti setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol persis 12 jam
terang (pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00) dan 12 jam gelap (pukul 18.00
sampai dengan pukul 06.00), sedangkan suhu dan kelembaban ruangan
dibiarkan berada pada kisaran alamiah. Pakan dan air minum disuplai setiap hari
secara berlebihan.
3.3.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan lima kali ulangan. Jumlah hewan uji perkelompok ditentukan dengan rumus :
Pada rumus tersebut, jika adalah perlakuan (dalam penelitian 5 kelompok perlakuan), dan adalah jumlah ulangan per kelompok, maka jumlah yang di harapkan (teoriditis) adalah 5 (Fereder, 1963 dalam Fidzaro, 2010). Sehingga jumlah hewan uji untuk penelitian berjumlah 25 ekor.
[image:31.595.111.513.562.719.2]Kontrol yang digunakan adalah kontrol negatif dan kontrol hiperglikemia (pemberian aloksan) 180 mg/kg bb dengan satu kali pemberian (Etuk, 2010). Sedangkan perlakuan yang diberikan adalah dengan pemberian aloksan dan diberi ekstrak biji mahoni dengan dosis yang berbeda. Ekstrak etanol biji mahoni diberikan dengan dosis bertingkat, yaitu dengan dosis 1,4 mg/kg bb dan 2,8 mg/kg bb dan 4,2 mg/bb secara oral dengan pencekokan sekali sehari selama 12 hari dengan volume pemberian 0,1 ml/ 10 g bb .
Tabel 1. Rancangan Penelitian
No Perlakuan Jumlah
mencit Keterangan
1 Kontrol negatif 5 Diberi pakan dan minum tanpa ada perlakuan
2 Kontrol positif 5 Induksi aloksan
3 P1 5 Induksi aloksan 5,04 mg + ekstrak
etanol biji mahoni dosis 1,4 mg
4 P2 5 Induksi aloksan 5,04 mg + ekstrak
etanol biji mahoni dosis 2,8 mg
5 P3 5 Induksi aloksan 5,04 mg + ekstrak
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Persiapan dan pembuatan mencit DM
Mencit dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol mencit normal (tidak diabetes) dan kelompok mencit diabetes. Tikus diinduksi diabetes aloksan sebanyak 180 mg/kg BB (Etuk, 2010). Berdasarkan angka konversi, maka untuk membuat diabetes pada mencit, diinduksi aloksan 5,04 mg yang dilarutkan dalam 1 ml NaCl dan diberikan secara intraperitoneal dengan satu kali pemberian.
Sebelum pemberian aloksan mencit dipuasakan selama 16 jam dan sekam
dikeluarkan dari kandang, agar tidak dimakan oleh mencit (Rahim, 2008).
Perlakuan fisiologis (hiperglikemia), yaitu berdasarkan pemberian volume
intraperitoneal sebanyak 1 ml (Ritshel, 1974dalamSulastry, 2009)
3.4.2. Pengambilan dan pengolahan ekstrak
3.4.2.1. Pengambilan ekstrak
Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa
membandingkannya dengan tumbuhan serupa dari daerah lain, sampel diambil
dari hutan Tridharma Universitas Sumatera Utara. Sampel yang diambil adalah
biji yang sudah tua yang telah jatuh dari pohonnya dan warna kulit biji hitam
kecokelatan.
3.4.2.2. Pengolahan Ekstrak
Biji mahoni dibersihkan dari kulit yang membungkusnya, lalu ditimbang
dan diperoleh berat basah, kemudian dikeringkan (tidak pada sinar matahari
langsung), biji dianggap kering apabila ditumbuk tidak menggumpal lagi,
kemudian diblender hingga menjadi serbuk.
3.4.2.3 . Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut
etanol 96%, cara kerjanya sebagai berikut: 500 g serbuk biji kering mahoni yang
diperoleh dimasukkan ke dalam wadah botol berwarna gelap, kemudian
ditambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 2 L. Ditutup dan dibiarkan selama dua
hari terlindung dari cahaya sambil diaduk, disaring sehingga dapat maseratnya.
sama, maserasi dilakukan sampai diperoleh maserat yang jernih. Semua maserat
etanol digabungkan dan diuapkan dengan menggunakan alat vakum putar pada
temperatur sekitar 40oC sampai diperoleh ekstrak etanol kental kemudian
dikeringkan menggunakan penangas air (Maksum, 2008 dalam Lumban Raja,
2009).
3.4.2.4. Pembuatan suspensi ekstrak etanol biji mahoni 2%
Sebanyak 0,5 g CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi akuades
panas sebanyak 10 ml. Didiamkan 15 menit hingga diperoleh massa yang
transparan, dan digerus hingga terbentuk gel. Kemudian ekstrak etanol biji
mahoni (2 g) digerus, dan ditambahkan gel CMC sedikit demi sedikit dan terus
digerus hingga terbentuk suspensi. Kemudian dimasukkan ke dalam labu takar
100 ml. Volumenya dicukupkan dengan akuades 100 ml (Lumban Raja, 2009).
3.4.2.5. Pembuatan Preparat Sayatan Limpa
Pembuatan preparat limpa dilakukan dengan metode paraffin (Suntoro,
1983) dan pewarnaan Gomori (Robb, 1960), sebagai berikut:
a. Persiapan organ
Mencit (Mus musculus L.) didislokasi dan dibedah. Limpa diambil dan
dicuci dengan larutan NaCl 0,9%. Limpa difiksasi selama 1 hari dengan larutan
Bouin. Limpa dicuci dengan alkohol 70% dengan cara dishaker sampai jernih
dan direndam selama 1 malam dengan alkohol 70 %. Dehidrasi dilakukan dengan
merendam limpa sambil dishaker dengan alkohol bertingkat yaitu dari alkohol
30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 96% dan 100% selama 1 jam dalam
masing-masing konsentrasi. Clearing (penjernihan) dilakukan dengan merendam limpa
ke dalam xylol dalam botol balsem selama 1 malam. Infiltrasi dilakukan dengan
merendam limpa ke dalam xylol selama 1 jam kemudian dipindahkan ke dalam
xylol yang baru yang berada di dalam oven pada suhu 560C selama 1 jam.
Direndam limpa dalam parafin murni I, II, III masing-masing selama 1 jam pada
suhu 560C.
b. Embedding (penanaman organ)
Limpa diletakkan pada kotak berbentuk segi empat yang telah
diletakkan diatas hot plate. Parafin yang telah cair dituangkan ke dalam kotak
tersebut, Limpa ditanam dan diatur posisinya lalu diberi label. Dibiarkan sampai
dingin dan membeku sehingga membentuk blok parafin dan dimasukkan ke dalam
freezer. Kemudian blok-blok tersebut dirapikan dengan menggunakan pisau
cutter. Blok-blok parafin diletakkan padaholderyang terbuat dari kayu berukuran
1x1 cm yang berbentuk persegi,
c. Pembuatan pita parafin
Blok parafin yang telah ditempel diholderdipotong dengan menggunakan
mikrotom sehingga membentuk pita-pita parafin dengan ukuran ketebalan 6-10
µm. Pita parafin diletakkan pada objek glass, dan dicelupkan pada air dingin dan
kemudian pada air hangat. Lalu diletakkan di atashot platebeberapa detik untuk
merekatkan pita parafin pada objek glass dan membersihkan sebagian parafin
yang melekat pada organ. Sediaan disimpan selama 2-3 hari di dalam freezer
untuk persiapan pewarnaan.
d. Pewarnaan sediaan
Sediaan limpa diwarnai dengan Pewarnaan Gomori.Deparafinasidilakukan
dengan cara sediaan dicelupkan pada xylol, sampai parafin habis yaitu kira-kira
selama 1 jam. Sediaan dicuci dengan air mengalir selama 15 menit lalu direndam
dalam Bouin selama 16-24 jam, dicuci dalam air mengalir selama 15 menit.
Kemudian pewarnaan dilakukan dengan cara sediaan dimasukkan ke dalam
larutan pewarna Potassium permanganate selama 1 menit kemudian dimasukkan
ke dalam Sodium Bisulfit selama 2 menit dan dimasukkan ke dalam air mengalir
selama 10 menit. Sediaan dimasukkan ke dalam pewarna Chromium Hematoxilin
selama ± 30 menit, lalu direndam dalam Acid alcohol selama 1 menit. Sediaan
dicuci dengan dengan air mengalir 10 menit dan direndam dalam pewarna
Phloksin selama 15 menit diamati di bawah mikroskop, selanjutnya dimasukkan
ke dalamakuades, lalu dimasukkan ke dalam larutan pewarna Phloksin selama 1
jam dan laru direndam dalam akuades dan dimasukkan ke dalam larutan
Phospotungstic acidselama 1 menit kemudian dicuci dalam air mengalir selama 7
menit dan kemudian preparat dimasukkkan berturut-turut ke dalam alkohol 30%,
40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 96%, dan alkohol absolut, lalu direndam dalam
canada balsam, diusahakan supaya tidak terdapat gelembung udara dan diberi
label lalu diamati di bawah mikroskop.
3.5. Parameter Pengamatan
3.5.1. Pengukuran Kadar Gula Darah Mencit
Pengukuran kadar gula darah mencit diukur dengan menggunakan glukometer pada hari ke-1, ke-4, dan k e-16. Pengambilan darah dilakukan pada pembuluh darah ekor hewan coba. Mencit dikatakan DM bila KGD≥ 200 mg/dl. Jika kadar glukosa mencit menunjukkan kenaikan yang berarti, maka diujikan ekstrak biji mahoni, tetapi jika belum menunjukkan kenaikan yang berarti, maka diinduksi aloksan kembali sampai menunjukkan kenaikan yang berarti.
3.5.2. Pengukuran Berat Badan
Mencit ditimbang dengan menggunakan timbangan digital sebelum dan sesudah diberi perlakuan, untuk melihat perubahan yang terjadi pada berat badan mencit pada masing-masing perlakuan.
3.5.3. Pengamatan Histologis Limpa
Pengamatan mikrostruktur limpa modifikasi dari Prasetiyo et al., (2010).
Preparat histologis limpa diamati di bawah mikroskop cahaya untuk mengetahui
perubahan yang terjadi pada limpa dilakukan melalui penghitungan tingkat
kerusakan limpa pada lima luas bidang pandang yang berbeda, dengan perbesaran
40 x 10 kali setiap satu ekor mencit.
3.6. Analisis Statistik
Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan
disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang
didapatkan, diuji kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan (variabel
independen) dengan bantuan program statistik komputer yakni program SPSS
release 15. Urutan uji untuk berat pankreas diawali dengan uji normalitas dan uji
homogenitas. Apabila hasil uji menunjukkan p<0,05 maka data tersebut
ditransformasi dan dilanjutkan dengan uji non parametrik. Untuk melihat
perbedaan dari 2 perlakuan dilanjutkan uji Mann-Whitney. Apabila hasil uji
ragam (ANOVA) satu arah untuk data dengan pengamatan berulang (lebih dari 2
kali) atau lebih dari 2 perlakuan. Jika berbeda nyata (p<0,05) maka dilanjutkan
dengan uji analisis Post Hoc-Bonferroni taraf 5%. Sebagai sumber keragaman
dari uji sidik ragam (ANOVA) yaitu perbedaan pengamatan berat limpa
berdasarkan perbedaan konsentrasi perlakuan yang diberikan. Kemudian data skor
tingkat kerusakan limpa dianalisis dengan non-parametrik Kruskal Wallis
(membedakan >2 perlakuan) dan uji Mann-Whitney (membedakan 2 perlakuan)
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap efek hipoglikemia ekstrak etanol
biji mahoni (Swietenia mahogani Jack.) pada mencit yang diinduksi diabetes
dengan aloksan diperoleh hasil sebagai berikut:
4.1. Pengaruh ekstrak biji mahoni (Swietenia mahogani Jack.) terhadap kadar gula darah pada mencit yang diindulsi diabetes dengan aloksan 4.1.1. Grafik rerata Kadar Gula Darah (KGD) hari ke-1 yang dipuasakan
Hasil pengamatan terhadap rerata kadar gula darah mencit pada hari pertama
dimana mencit dipuasakan selama kurang lebih 16 jam, yang kemudian akan
diinduksi diabetes dengan aloksan menunjukkan adanya pengaruh terhadap
penurunan KGD mencit. Secara statistik, perlakuan mencit yang dipuasakan
menyebabkan penurunan KGD yang berbeda nyata (P<0,05) pada KP, P1 dan P3
dibandingkan dengan KN. Sedangkan jika dibandingkan dengan P2, KN memiliki
penurunan yang tidak berbeda nyata. Dari data dapat dilihat bahwa rata-rata
jumlah KGD pada KN (128,8); KP(76,6); P1(71,4); P2(93,2) dan P(72,6). Hasil
[image:37.595.142.507.519.659.2]selengkapnya disajikan pada Gambar 2.
Penurunan KGD yang dialami oleh mencit tersebut kemungkinan
disebabkan oleh perbedaan pola makan setiap mencit perlakuan. Mencit KN
kemungkinan mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang lebih banyak
dibandingkan dengan mencit pada kelompok yang akan diperlakukan. Menurut
Niza (2013), mengatur pola makan atau diet yang tepat sangat penting bagi
penderita diabetes. Walaupun berolahraga juga penting, namun makanan yang
dikonsumsi merupakan faktor paling penting dalam mengontrol diabetes.
4.1.1. Data Rerata KGD hari ke-4
Hasil pengamatan terhadap rerata kadar gula darah mencit pada hari keempat
dimana mencit sudah diinduksi diabet dengan aloksan pada hari pertama
menunjukkan bahwa aloksan berpengaruh terhadap peningkatan KGD. Secara
statistik pemberian aloksan menyebabkan peningkatan KGD yang nyata (P<0,05)
pada KP, P1, P2 dan P3 dibandingkan dengan KN. Dari hasil statistik
menunjukkan bahwa KP mengalami peningkatan yang berbeda nyata jika
dibandingkan dengan P1, namun pada P2 dan P3 menunjukkan peningkatan yang
tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan KP. Perlakuan P1 menunjukkan
peningkatan yang tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan P2 dan P3. Dari
data dapat dilihat rata-rata KGD pada KP(254,8), P1(261,4), P2(250,4), P3(187,2)
yang mengalami peningkatan yang nyata jika dibandingkan dengan KN (145,4
[image:38.595.137.513.508.717.2]mg/dl). Hasil selengkapnya disajikan pada Gambar 3.
Dari Gambar 3. di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan rerata
KGD mencit mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan hari ke-1. Hal ini
mungkin disebabkan oleh penginduksian aloksan yang dapat meningkatkan KGD
mencit dimana diduga bahwa aloksan dapat menghasilkan radikal bebas yang
dapat menghambat sistem kerja pankreas sebagai penghasil insulin. Menurut
Yuriska (2009), meningkatnya kadar glukosa darah pada pemberian aloksan
diduga dapat disebabkan oleh dua proses yaitu terbentuknya radikal bebas dan
kerusakan permeabilitas membran sel sehingga terjadi kerusakan sel beta pankreas
yang berfungsi menghasilkan insulin.
Menurut Watkins et al., (2008) dan Filippono et al. (2008), aloksan
bereaksi dengan merusak substansi esensial di dalam sel beta pankreas sehingga
menyebabkan berkurangnya granula-granula pembawa insulin di dalam sel beta
pankreas. Aloksan meningkatkan pelepasan insulin dan protein dari sel beta
pankreas tetapi tidak berpengaruh pada sekresi glukagon. Efek ini spesifik untuk
sel beta pankreas sehingga aloksan dengan konsentrasi tinggi tidak berpengaruh
terhadap jaringan lain. Hal ini disebabkan oleh aloksan dapat merusak secara
selektif sel-sel yang terdapat pada pankreas sehingga menyebabkan berkurangnya
insulin yang berperan sebagai sentral dalam pengaturan konsentrasi glukosa darah
(Szkudelski, 2001).
Peningkatan KGD yang diamati dari hasil penelitian bervariasi. Salah satu
faktornya adalah adanya daya tahan individu tikus yang berbeda terhadap aloksan
sehingga menyebabkan kondisi awal keadaan diabetes tidak seragam (Kim et al.,
2006), Perbedaan KGD yang terdapat di antara masing-masing perlakuan
mungkin disebabkan oleh perbedaan respon masing-masing mencit terhadap
penyuntikan aloksan. Menurut Setiawan (2010), respon tubuh masing-masing
tikus putih tidak sama terhadap penyuntikan aloksan. Peningkatan kadar gula
darah yang bervariasi ini mungkin disebabkan oleh faktor endogen
masing-masing tikus putih yang bersifat individual dan banyak dipengaruhi oleh beberapa
4.1.2. Data rerata KGD hari ke-16 setelah pemberian ekstrak etanol biji mahoni
Hasil pengamatan terhadap rerata kadar gula darah mencit pada hari ke 16 setelah
pemberian ekstrak biji mahoni setiap hari yang dimulai dari hari kelima perlakuan
berpengaruh terhadap penurunan KGD mencit diabetes. Dari hasil uji statistika
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol biji mahoni pada dosis P1 dan P3
memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) dibandingkan dengan KP dalam
menurunkan kadar gula darah mencit diabetes, dan pada P2 dapat menurunkan
KGD mencit diabetes secara tidak nyata bila dibandingkan dengan KP.
Sedangkan jika dibandingkan dengan KN, P1, P2 dan P3 menunjukkan penurunan
KGD yang berbeda nyata. Dari data dapat dilihat hasil bahwa rata-rata KGD pada
KN (127,6); KP(263,2); P1(184,4); P2(213,6); P3(161,6). Hasil selengkapnya disa
[image:40.595.115.505.353.532.2]jikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Kadar Gula Darah Mencit pada hari ke-16. Keterangan: KN=Kontrol Negatif (Kontrol Normal); KP= Kontrol Positif (Kontrol DM), P1= Diabetes+ekstrak etanol biji mahoni 1,4 mg/kg BB; P2= Diabetes+ekstrak etanol biji mahoni 2,8 mg/kg BB; P3= Diabetes+ekstrak etanol biji mahoni 4,2 mg/kg BB Dari hasil pengamatan di atas dapat kita lihat bahwa terjadi penurunan
KGD mencit perlakuan. Dosis optimal yang dapat menurunkan KGD yaitu pada
dosis 1,4 mg/kg BB. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji mahoni dapat
menurunkan KGD mencit diabetes yang kemungkinan disebabkan oleh senyawa
yang dikandung oleh ekstrak biji mahoni dapat menghasilkan antioksidan yang
dapat mencegah radikal bebas. Penurunan KGD yang dialami oleh masing-masing
perlakuan kemungkinan disebabkan oleh ekstrak biji mahoni yang mengandung
Menurut Djuanda (2011), senyawa aktif flavonoid yang terkandung di
dalam buah makasar diduga mempunyai peran dalam memulihkan kerusakan pada
pankreas. Pada penelitian ini pemberian aloksan merupakan hal yang cepat untuk
membuat kondisi diabetes (hiperglikemik) pada hewan percobaan. Efek
diabetogenik aloksan ini dapat dicegah oleh senyawa penangkap radikal hidroksil,
pernyataan ini juga sesuai dengan penelitian (Ocktarini, 2010) menyatakan bahwa
hiperglikemia juga terlibat dalam proses pembentukan radikal bebas oleh karena
itu kandungan senyawa kimia flavonoid pada biji mahoni yaitu sebagai
antioksidan sangat berpengaruh dalam penangkapan radikal bebas.
Penurunan kadar gula darah seperti hal tersebut di atas sama halnya
dengan hasil penelitian yang berjudul pengaruh pemberian graecum dan
gambaran yang terpapar ekstrak biji kablet (Trigonella foenum) terhadap kadar
glukosa darah dan histologi pankreas mencit induksi streptozotocin (Fidzaro,
2010).
4.2. Data rerata berat badan mencit setelah pemberian ekstrak etanol biji mahoni
Pemberian ekstrak etanol biji mahoni tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap berat
badan mencit. Pemberian ekstrak etanol biji mahoni tidak dapat meningkatkan
berat badan mencit pada kelompok P1, P2 dan P3. Dari hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata terhadap peningkatan berat
badan mencit antara KN dibandingkan dengan KP, P1, P2 dan P3. Dari data dapat
dilihat bahwa rata-rata berat badan pada KN (31,8), KP(32,2), P1(30,8), P2(29,6),
[image:41.595.106.493.587.717.2]P3(28,9).
Table 2. Data rerata berat badan
NO PERLAKUAN BERAT BADAN
1 KN 31,814 ± a
2 KP 32,224 ± a
3 P1 30,81 ± a
4 P2 29,668 ± a
5 P3 28,928 ± a
Dari Tabel 2 di atas diperoleh bahwa ekstrak biji mahoni berbeda secara
analisis selengkapnya disajikan pada lampiran analisis statistik pada halaman 53.
Hal ini berbeda dengan hipotesis awal yang harapannya bahwa pemberian ekstrak
biji mahoni dapat memperbaiki berat badan mencit sama seperti proses pemulihan
kadar gula darah mencit. Hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan ekstrak
etanol biji mahoni memiliki kemampuan untuk menurunkan berat badan, yang
juga didukung oleh penurunan berat badan mencit akibat diabetes.
Menurut Ganong (2003), efek hiperglikemia dapat menimbulkan gejala
yang terjadi akibat hipermolaritas darah dan terjadi glikosuria (kehilangan banyak
cairan). Dehidrasi yang terjadi mengaktifkan mekanisme yang mengatur asupan
air sehingga timbul polidipsia. Terjadi pengeluaran Na+dan K+melalui urin yang
juga cukup banyak. Untuk setiap gram glukosa yang dikeluarkan, tubuh
kehilangan 4,1kkal. Peningkatan asupan kalori untuk menutupi pengeluaran ini
akan menyebabkan peningkatan gukosa plasma lebih lanjut dan memperparah
glukosuria, sehingga mobilisasi protein endogen dan simpanan lemak serta
penurunan berat tidak terhambat.
4.3. Gambaran mikrostruktur limpa mencit pengaruh ekstrak etanol biji mahoni
Limpa merupakan suatu organ yang berperan sebagai stem sel bagi sel β
pankreas yang dapat memperbaiki penghasilan insulin bagi penderita DM
(Kodama et al., 2005). Pada penelitian ini, dengan menggunakan pewarnaan
Gomori dan perbesaran 400x, pada sediaan limpa belum didapatkan sel yang
spesifik berperan sebagai stem sel pankreas, akan tetapi gambaran mikrostruktur
yang terlihat adalah sekelompok penumpukan sel yang menunjukkan adanya
infeksi pada jaringan yang sering disebut dengan sel raksasa (Yanet al., 2008).
Sel raksasa di dalam limpa dibentuk sebagai pertahanan tubuh untuk
radikal bebas. Adanya radikal bebas di dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya reaksi oksidasi yaitu untuk penangkapan radikal bebas sehingga akan
terjadi pengurangan radikal bebas di dalam tubuh, oleh karena itu, senyawa
aloksan mungkin berpengaruh terhadap kerusakan limpa karena mempengaruhi
sistem imunitas di dalam tubuh. Oleh karena itu, masuknya benda asing
pada limpa sebagai pertahanan bagi tubuh atau antibodi untuk mengurangi radikal
bebas. Salah satu organ yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh adalah
limpa. Selain berfungsi sebagai pertahanan dalam melawan mikroorganisme,
limpa juga merupakan tempat utama destruksi sel-sel eritrosit tua oleh makrofag
dan dapat bereaksi terhadap antigen-antigen yang dibawa dan memfiltrasi darah
secara imunologis (Irawan, 2006). Hasil lebih jelas terdapat pada Gambar 5.
SR SR
SR
[image:43.595.131.518.205.586.2]SR
Gambar 5.Gambaran Mikrostruktur Limpa Mencit (Mus musculus L.) yang Dipengaruhi oleh Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahogani Jack.). Pewanaan Gomori dan Perbesaran 4x10. Keterangan: SR: Sel Raksasa, KN= kontrol Negatif (Kontrol Normal); KP= Kontrol Positif (Kontrol DM); P1=Diabetes+ekstrak etanol biji mahoni 1,4 mg/kg BB; P2= Diabetes+ekstrak etanol biji mahoni 2,8 mg/kg BB.
Limpa sebagai organ limfoid sekunder terbesar mengandung
bermacam-macam sel-sel imunitas. Peningkatan jumlah sel-sel tersebut tercermin dari
KN KP
perubahan struktur limpa itu sendiri, baik secara makroskopis atau
mikroskopisnya (Prasetyoet al., 2010).
Menurut Efendi (2003), apabila cukup dirangsang sel-sel dapat bertumbuh
besar, membentuk sel epiteloid (yn epi=diatas + th ele = putting + eidos = seperti
sel) atau beberapa melebur menjadi sel datia (sel raksasa) multinukleus,
jenis-jenis sel yang ditemukan dalam keadaan patologis.
4.4. Tingkat perbandingan jumlah sel raksasa yang terdapat pada Limpa masing-masing perlakuan
Hasil pengamatan terhadap jumlah sel raksasa pada masing-masing perlakuan
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol biji mahoni berpengaruh terhadap
peningkatan jumlah sel raksasa. Pemberian ekstrak etanol biji mahoni dapat
meningkatkan jumlah sel raksasa yang signifikan (P<0,05) pada dosis P1, P2 dan
P3 bila dibandingkan dengan perlakuan KN. Pada perlakuan penginduksian
aloksan juga dapat menyebabkan peningkatan jumlah sel raksasa yang tidak
berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan kontrol normal (KN). Dari data
dapat dilihat hasil rata-rata jumlah sel raksasa pada KN(28), KP(56), P1(61),
[image:44.595.147.506.443.598.2]P2(66), P3(67). Hasil selengkapnya disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6. Tingkat Kerusakan Mikrostruktur Limpa yang dilihat dari jumlah sel raksasa pada masing-masing perlakuan ; KN=Kontrol blank (tanpa pemeberian perlakuan), KP= Kontrol diabetes (diinduksi aloksan), dan P1, P2,P3 (diinduksi aloksan dan diberi ekstrak biji mahoni dengan dosis bertingkat 1,4 mg, 2,8 mg, 4,2 mg.
Berdasarkan Gambar 5 tersebut di atas dapat dilihat bahwa pemberian
aloksan dapat meningkatkan jumlah sel raksasa pada mencit secara tidak nyata.
yang mempengaruhi sel-sel beta dalam pankreas tidak mampu secara normal
menghasilkan insulin yang akan mengubah gula darah menjadi gula otot.
Sehingga hal itu menyebabkan organ tubuh yang lain pun seperti limpa menjadi
bekerja tidak normal dan untuk mengantisipasinya, maka sel-sel yang terdapat
dalam limpa membentuk sel-sel raksasa.
Menurut Efendi (2003), bila cukup dirangsang sel-sel ini dapat bertumbuh
besar, membentuk sel epiteloid (yn epi=diatas + thele = putting + eidos = seperti
sel) atau beberapa melebur menjadi sel datia (sel raksasa) multinukleus,
jenis-jenis sel yang ditemukan dalam keadaan patologis.
Sel raksasa di dalam limpa dibentuk sebagai pertahanan tubuh untuk
radikal bebas yang berasal dari virus, bakteri, jamur maupun senyawa kimia.
Adanya radikal bebas di dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya reaksi
oksidasi yaitu untuk penangkapan radikal bebas sehingga akan terjadi
pengurangan radikal bebas di dalam tubuh, oleh karena itu, senyawa aloksan
mungkin berpengaruh terhadap kerusakan limpa karena mempengaruhi sistem
imunitas di dalam tubuh. Oleh karena itu, masuknya benda asing kemungkinan
akan menyebabkan meningkatnya pembentukan jumlah sel raksasa pada limpa
sebagai pertahanan bagi tubuh atau antibodi untuk mengurangi radikal bebas.
Salah satu organ yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh adalah limpa.
Selain berfungsi sebagai pertahanan dalam melawan mikroorganisme, limpa juga
merupakan tempat utama destruksi sel-sel eritrosit tua oleh makrofag dan dapat
bereaksi terhadap antigen-antigen yang dibawa dan memfiltrasi darah secara
imunologis (Irawan, 2006).
Pada pemberian ekstrak biji mahoni yang ditunjukkan pada perlakuan P1,
P2 dan P3 jumlah sel raksasa juga meningkat bila dibandingkan dengan kontrol
negatif maupun kontrol positif. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh waktu dari
penginduksian biji