• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek Hipoglikemia Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahogani Jack.) Dan Gambaran Mikrostruktur Limpa Pada Mencit (Mus musculus L.) Yang Telah Diinduksi Diabetes Dengan Aloksan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Efek Hipoglikemia Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahogani Jack.) Dan Gambaran Mikrostruktur Limpa Pada Mencit (Mus musculus L.) Yang Telah Diinduksi Diabetes Dengan Aloksan"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK HIPOGLIKEMIA EKSTRAK ETANOL BIJI MAHONI (Swietenia mahoganiJack.) DAN GAMBARAN MIKROSTRUKTUR LIMPA PADA

MENCIT (Mus musculusL.) YANG DIINDUKSI DIABETES DENGAN ALOKSAN

SKRIPSI

DESTRIANI NOVITA HASIBUAN

080805059

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

EFEK HIPOGLIKEMIA EKSTRAK ETANOL BIJI MAHONI (Swietenia mahoganiJack.) DAN GAMBARAN MIKROSTRUKTUR LIMPA PADA

MENCIT (Mus musculusL.) YANG DIINDUKSI DIABETES DENGAN ALOKSAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

DESTRIANI NOVITA HASIBUAN

080805059

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : EFEK HIPOGLIKEMIA EKSTRAK ETANOL

BIJI MAHONI (Swietenia mahogani Jack.) DAN GAMBARAN MIKROSTRUKTUR LIMPA PADA MENCIT (Mus musculus L.) YANG DIINDUKSI DIABETES DENGAN ALOKSAN

Kategori : SKRIPSI

Nama : DESTRIANI NOVITA HASIBUAN

Nomor Induk Mahasiswa : 080805059

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, Oktober 2013

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Dra. Emita Sabri, M.Si Dr. Salomo Hutahaean

NIP. 19560712 198702 2 002 NIP. 19651011 199501 1 001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

EFEK HIPOGLIKEMIA EKSTRAK ETANOL BIJI MAHONI (Swietenia

mahoganiJack.) DAN GAMBARAN MIKROSTRUKTUR LIMPA PADA MENCIT (Mus musculusL.) YANG DIINDUKSI DIABETES DENGAN

ALOKSAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwaskripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2013

(5)

PENGHARGAAN

Segala pujian syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang hanya karena anugerah dan kasih karuniaNyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hasil penelitian yang berjudul ‘Efek Hipoglikemia Ekstrak Etanol Biji Mahoni

(Swietenia mahogani Jack.) Dan Gambaran Mikrostruktur Limpa Pada Mencit (Mus musculus L.) Yang Telah Diinduksi Diabetes Dengan Aloksan’

sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Sains (S.Si) pada Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Salomo Hutahaean selaku dosen pembimbing pertama dan Ibu Dra. Emita Sabri, M.Si selaku dosen pembimbing kedua yang telah membimbing penulis dan memberikan banyak masukan, motivasi dan arahan dengan penuh kesabaran dari awal hingga akhir penulisan hasil penelitian ini.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Ibu Dra. Isnaini Nurwahyuni, M.Sc selaku Dosen Penasehat Akademik, Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M. Sc selaku Ketua Departemen Biologi FMIPA USU dan Bapak Drs. Kiki Nurtjahja, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Biologi FMIPA USU. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Mizarwati, S. Si selaku Ketua Panitia Seminar Departemen Biologi FMIPA USU, Ibu Roslina Ginting dan Bang Hendra Raswin selaku Staff Administrasi Departemen Biologi FMIPA USU serta Ibu Nurhasni Muluk selaku Analis dan Laboran di Laboratorium Struktur Hewan dan Fisiologi Hewan.

Teristimewa penulis ucapkan terimakasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta (Alben Hasibuan dan Roselin Butar-Butar) yang begitu luar biasa telah mencurahkan cinta kasihnya lewat doa, perhatian bahkan dukungan baik secara moral dan materiil kepada penulis, juga kepada Abangda Lamhot dan Iwan, juga Adinda Desi dan Yan serta seluruh keluarga besar atas segala doa dan dukungannya.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada sahabat-sahabat terbaikku; KTB Holy Grail (Bang Ferdinand, Kak Melva, Hanna, Rohana, Rosima). KTB Stenos Filos (Ariee, Dina, Erwin, Febri, Putri, Sengli), dan KTB Electus (Alfred, Dengsi, Wirda) atas setiap doa dan motivasi dari kalian semua dalam meresponi setiap keluh kesah penulis, juga kepada teman-teman koordinasi dan tim di UKM KMK USU UP FMIPA periode 2011, 2012, 2013 atas segla doa serta dukungannya.

(6)

menyampaikan terimakasih kepada sahabat terbaikku Rani, Yanti, Desi, Nina tempat berbagi cerita. Kepada kakak asuhku Kak Deni dan adik asuhku Elfrida serta kepada teman-teman seperjuanganku mahasiswa Biologi stambuk 2008 Mela, Asmitra, Sister, Indri, Pinta, Eka, Jhon, Jack, Albert, Frans dan yang lain yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu. Adik-adik penulis di Biologi Maria, Northon, Annisa Willy, Yantika, Noni, Anita serta rekan-rekan Asisten genetika dan Bioteknologi. Juga kepada semua orang yang senantiasa mendukung penulis dalam merampungkan hasil penelitian ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun pada hasil penelitian ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat.

Medan, Oktober 2013

(7)

Efek Hipoglikemia Ekstrak Etanol Biji Mahoni (

Swietenia

mahogani

Jack.) dan Gambaran Mikrostruktur Limpa Mencit

(

Mus musculus

L.) yang Diinduksi Diabetes dengan Aloksan

Abstrak

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas antidiabetes ekstrak etanol biji mahoni terhadap mencit yang diinduksi diabetes dengan aloksan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Mencit diinduksi diabetes dengan terlebih dahulu dipuasakan selama 16 jam yang kemudian diinjeksikan secara intraperitoneal sebanyak 5,04 mg aloksan. Duapuluh lima ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu KN (normal); KP (mencit diabetes); dan P1, P2, P3 merupakan mencit diabetes yang diberi perlakuan secara berurut 1,4; 2,8; dan 4,4 mg/kg bb ekstrak etanol biji mahoni. Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak biji mahoni dengan dosis 4,2 mg/kg bb mampu menurunkan kadar gula darah (P<0,05), namun tidak dapat memulihkan penurunan berat badan yang disebabkan oleh penyakit diabetes. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji mahoni berpengaruh terhadap gambaran mikrostruktur limpa mencit diabetes. Kesimpulan dari penelitian ini adalah diduga bahwa ekstrak etanol biji mahoni dapat memulihakan kadar gula darah mencit diabetes.

(8)

The Effect Hypoglicemia of Ethanol Extract from the Seed of

Mahogany

(

Swietenia mahogani

Jack.

) and Microstructur Spleen

of Mice (

Mus musculus

L.) was Inducted Diabetic with Alloxan

Abstract

A research was conducted to investigate antidiabetic activity of ethanol extracts from the seed of mahogani (Swietenia mahogany Jack.) and microstruktur in the mice was inducted diabetic with alloxan. The experiment used completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 5 replications. Diabetes mellitus was induced in 16 hours fasted animals by a single intraperitoneal injection of 5,04 mg alloxan. Twenty five mice were divided into 5 groups., i.e. KN (normal mice); KP (diabetic mice); and P1, P2, and P3 were diabetic mice treated respectively with 1.4, 2.8, and 4.2 mg/kg bw Mahogany seed extract. The result showed that the extract of 2,8 mg/kg bw and 4,2 mg/kg bw was able to decrease blood glucose level (P<0,05), but the extract was not able recovery decreasing body weight of diabetic mice. The extract also was able impact on microstructure of spleen. In conclusion, we suggested that ethanol extracts of

Swietenia mahogany seed is able to decrease blood glucose level in alloxan inducted diabetic mice.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI ix

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang 1

1.2. Perumusan masalah 3

1.3. Hipotesis 3

1.4. Tujuan penelitian 3

1.5. Manfaat penelitian 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mahoni (Swietenia mahogani) 5

2.2. Simplisia dan ekstraksi 7

2.3. Diabetes melitus 7

2.4. Glukosa 8

2.5. Pengaruh hormonal dalam pengaturan glukosa darah 9

2.5.1. Insulin 9

2.5.2. Glukagon 10

2.6. Pankreas 11

2.7. Limpa 11

2.8. Aloksan 13

2.9. Hewan percobaan 14

BAB 3. METODOLOGI PERCOBAAN

3.1. Tempat pelaksanaan 15

3.2. Alat dan bahan 15

3.3. Pemeliharaan hewan percobaan 15

3.3.1. Rancangan penelitian 16

3.4. Pelaksanaan penelitian 17

3.4.1. Persiapan dan pembuatan mencit DM 17 3.4.2. Pengambilan dan pengolahan ekstrak 17

(10)

3.4.2.2. Pengolahan ekstrak 17

3.4.2.3. Pembuatan ekstrak 17

3.4.2.4. Pembuatan suspensi 18

3.4.2.5. Pembuatan preparat sayatan limpa 18

3.5. Parameter pengamatan 20

3.5.1. Pengukuran kadar gula darah mencit 20

3.5.2, Pengukuran berat badan 20

3.5.3. Pengamatan histologis limpa 20

3.6. Analisis statistik 20

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data rerata kadar gula darah (KGD) mencit 22

4.2. Data rerata berat badan mencit 26

4.3. Gambaran mikrostruktur limpa mencit 27

4.4. Tingkat perbandingan jumlah sel raksasa 29

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 31

5.2. Saran 31

DAFTAR PUSTAKA 32

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Rancangan penelitian 18

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.Swietenia mahogani 5

Gambar 2. Data rerata kadar gula darah hari ke-1 24

Gambar 3.Data rerata kadar gula darah hari ke-4 25

Gambar 4.Data rerata kadar gula darah hari ke-16 27

Gambar 5.Gambaran mikrostruktur limpa mencit 29

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A.Surat rekomendasi kode etik penelitian kesehatan 35 Lampiran B. Tabel konversi perhitungan dosis ekstrak dan aloksan 36

Lampiran C. Penentuan dosis aloksan 37

Lampiran D. penentuan dosis ekstrak etanol biji mahoni 38

Lampiran E. Volume maksimum larutan sediaan uji 39

Lampiran F. Data mentah hasil pengamatan 40

Lampiran G. Analisis statistik rerata kadar gula darah 41

Lampiran H. Analisis statistik rerata berat badan 53

Lampiran I. Analisis statistik tingkat perbandingan jumlah sel raksasa 55

Lampiran J. Alur penelitian 60

Lampiran K. Prosedur pengolahan ekstrak biji mahoni 61

(14)

Efek Hipoglikemia Ekstrak Etanol Biji Mahoni (

Swietenia

mahogani

Jack.) dan Gambaran Mikrostruktur Limpa Mencit

(

Mus musculus

L.) yang Diinduksi Diabetes dengan Aloksan

Abstrak

Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas antidiabetes ekstrak etanol biji mahoni terhadap mencit yang diinduksi diabetes dengan aloksan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 5 ulangan. Mencit diinduksi diabetes dengan terlebih dahulu dipuasakan selama 16 jam yang kemudian diinjeksikan secara intraperitoneal sebanyak 5,04 mg aloksan. Duapuluh lima ekor mencit dibagi menjadi 5 kelompok, yaitu KN (normal); KP (mencit diabetes); dan P1, P2, P3 merupakan mencit diabetes yang diberi perlakuan secara berurut 1,4; 2,8; dan 4,4 mg/kg bb ekstrak etanol biji mahoni. Hasil percobaan menunjukkan bahwa ekstrak biji mahoni dengan dosis 4,2 mg/kg bb mampu menurunkan kadar gula darah (P<0,05), namun tidak dapat memulihkan penurunan berat badan yang disebabkan oleh penyakit diabetes. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji mahoni berpengaruh terhadap gambaran mikrostruktur limpa mencit diabetes. Kesimpulan dari penelitian ini adalah diduga bahwa ekstrak etanol biji mahoni dapat memulihakan kadar gula darah mencit diabetes.

(15)

The Effect Hypoglicemia of Ethanol Extract from the Seed of

Mahogany

(

Swietenia mahogani

Jack.

) and Microstructur Spleen

of Mice (

Mus musculus

L.) was Inducted Diabetic with Alloxan

Abstract

A research was conducted to investigate antidiabetic activity of ethanol extracts from the seed of mahogani (Swietenia mahogany Jack.) and microstruktur in the mice was inducted diabetic with alloxan. The experiment used completely randomized design (CRD) with 5 treatments and 5 replications. Diabetes mellitus was induced in 16 hours fasted animals by a single intraperitoneal injection of 5,04 mg alloxan. Twenty five mice were divided into 5 groups., i.e. KN (normal mice); KP (diabetic mice); and P1, P2, and P3 were diabetic mice treated respectively with 1.4, 2.8, and 4.2 mg/kg bw Mahogany seed extract. The result showed that the extract of 2,8 mg/kg bw and 4,2 mg/kg bw was able to decrease blood glucose level (P<0,05), but the extract was not able recovery decreasing body weight of diabetic mice. The extract also was able impact on microstructure of spleen. In conclusion, we suggested that ethanol extracts of

Swietenia mahogany seed is able to decrease blood glucose level in alloxan inducted diabetic mice.

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Diabetes adalah suatu penyakit yang telah menjadi salah satu penyebab utama

kematian di kebanyakan negara. Diabetes melitus, penyakit gula atau kencing

manis adalah suatu gangguan kronis yang khususnya menyangkut metabolisme

glukosa di dalam tubuh (Beaglenhole et al., 2004; Tjay & Rahardja, 2007). Di

seluruh dunia, 3,2 juta kematian disebabkan oleh diabetes setiap tahunnya.

Setidaknya, satu dari sepuluh kematian di antara orang dewasa antara 35 sampai

64 tahun disebabkan karena diabetes. Sedikitnya 171 juta orang di seluruh dunia

mengidap penyakit diabetes, dan kemungkinan akan meningkat lebih dari dua kali

lipat pada 2030. Peningkatan global dalam diabetes akan terjadi karena populasi

penuaan dan pertumbuhan, dan karena meningkatnya tren terhadap obesitas, diet

tidak sehat dan gaya hidup yang tidak baik (Beaglenhole et al., 2004). Indonesia

juga telah menduduki rangking keempat jumlah penyandang diabetes terbanyak

setelah Amerika Serikat, China dan India (Burhani, 2011). Diduga terdapat sekitar

5 juta kasus diabetes dan penderita penyakit pankreas di Indonesia (Riyadi, 2008).

Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang kompleks yang

melibatkan kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak dengan efek

lanjutan berkembangnya komplikasi makrovaskuler dan neurologis. Diabetes

melitus ditandai dengan adanya gangguan pada toleransi glukosa yaitu

peningkatan kadar glukosa dalam darah yang berkaitan dengan penurunan

kemampuan individu dalam memberi respon terhadap insulin. Gangguan toleransi

glukosa merupakan resiko terjadinya aterosklerosis dan sering berkaitan dengan

penyakit kardiovaskular, hipertensi, serta dislipidemia (Riyadi, 2008). PERKENI

(Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) menyatakan bahwa gejala khas DM

terdiri dari : poliuria (banyak pipis), polidipsia (banyak minum), polifagia (banyak

(17)

Meningkatnya prevalensi penyakit diabetes melitus dari tahun ke tahun

memerlukan perhatian yang sangat besar dalam pengobatannya. Selain itu,

penyakit diabetes melitus memerlukan pengobatan jangka panjang dan biaya yang

mahal, sehingga perlu dicari obat antidiabetes yang relatif murah dan terjangkau

oleh masyarakat. Sebagai salah satu alternatif adalah dengan melakukan penelitian

tentang obat tradisional yang mempunyai efek hipoglikemia. Pada tahun 1980

WHO merekomendasikan agar dilakukan penelitian terhadap tanaman yang

memiliki efek menurunkan kadar gula darah karena pemakaian obat modern

kurang aman (Kumaret al., 2005).

Bahan kimia yang sering digunakan untuk menginduksi diabetes suatu

hewan percobaan adalah aloksan. Aloksan diperkenalkan sebagai hidrasi aloksan

pada larutan encer (Wakins et al., 2008). Aloksan murni diperoleh dari oksidasi

asam urat oleh asam nitrat. Pemberian aloksan adalah hal yang cepat untuk

membuat kondisi diabetes (hiperglikemik) pada hewan percobaan. Hal ini

disebabkan oleh aloksan dapat merusak secara selektif sel-sel yang terdapat pada

pankreas sehingga menyebabkan berkurangnya insulin (Szkudelski, 2001) yang

berperan sebagai sentral dalam pengaturan konsentrasi glukosa darah.

Dalam penelitian Kodama et al., 2005 menyatakan bahwa tikus memiliki

suatu bagian populasi stem sel yang ada di limpa yang apabila dimasukkan ke

dalam inang yang sakit dapat bermigrasi ke pankreas dan menjadi pulau-pulau

yang fungsional yang dapat memperbaiki kadar gula darah menjadi normal.

Akhir-akhir ini, masyarakat banyak yang beralih kepada pengobatan

tradisional atau sering diistilahkan dengan kembali ke alam atau back to nature,

yaitu dengan mengkonsumsi makanan ataupun obat-obatan yang berasal atau

dibuat dari tumbuhan. Salah satu tumbuhan yang digunakan masyarakat untuk

pengobatan diabetes melitus ialah mahoni (Swietenia mahogani Jack). Bagian

yang digunakan dari tumbuhan tersebut adalah bijinya (Nafri, 2007). Pengaruh

biji mahoni terhadap gambaran mikrostruktur limpa mencit belum pernah

(18)

1.2. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini yaitu:

a. Apakah ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahogani Jack.) dapat

menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan berat badan pada mencit

(Mus musculusL.) yang telah diinduksi diabetes dengan aloksan.

b. Berapakah dosis optimal ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahogani

Jack.) yang dapat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan berat

badan pada mencit (Mus musculus L.) yang telah diinduksi diabetes

dengan aloksan.

c. Bagaimanakah pengaruh pemberian ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia

mahogani Jack.) terhadap gambaran mikrostruktur limpa pada mencit

(Mus musculusL.) yang telah diinduksi diabetes dengan aloksan.

1.3. Hipotesis

Dalam penelitian ini diduga bahwa :

a. Pemberian ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahogani Jack.) dapat

menurunkan kadar glukosa darah dan menaikkan berat badan pada mencit

(Mus musculusL.) yang telah diinduksi diabetes dengan aloksan.

b. Semakin tinggi dosis ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahogani

Jack.) yang diberikan, semakin rendah kadar gula darah mencit dan

semakin meningkat berat badan pada mencit ( Mus musculus L.) yang

telah diinduksi diabetes dengan aloksan.

c. Pemberian ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahogani Jack.) dapat

mempengaruhi gambaran mikrostruktur limpa pada mencit ( Mus

musculusL.) yang telah diinduksi diabetes dengan aloksan.

1.4. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia

mahogani Jack.) terhadap kadar gula darah dan berat badan pada mencit

(19)

b. Untuk mengetahui dosis optimal ekstrak biji mahoni (Swietenia mahogani

Jack.) terhadap penurunan kadar gula darah dan berat badan pada mencit

(Mus musculusL.)yang diinduksi diabetes dengan aloksan.

c. Untuk melihat pengaruh ekstrak biji mahoni (Swietenia mahogani Jack.) terhadap perubahan gambaran mikrostruktur limpa pada mencit (Mus

musculusL.) yang diinduksi diabetes dengan aloksan.

1.5. Manfaat Penelitian

a. Menjadi bahan informasi kepada masyarakat tentang efek dari ekstrak biji

mahoni (Swietenia mahoganiJack.) dalam menurunkan kadar gula darah.

b. Mendapatkan dosis dari ekstrak biji mahoni yang dapat menurunkan kadar

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mahoni (Swietenia mahogani)

Mahoni (Swietenia mahogani Jack.) adalah spesies tanaman dari suku Meliaceae,

yang berasal dari Hindia Barat dan Afrika. Mahoni banyak ditanam di tepi jalan

sebagai pohon pelindung, juga dapat tumbuh subur bila tumbuh di pasir dekat

dengan pantai. Di Indonesia, pada awalnya mahoni tumbuh secara liar di

hutan-hutan, di kebun maupun di mana saja, namun sejak 20 tahun terakhir sudah

dibudidayakan karena kualitas kayunya keras dan sangat baik untuk bahan mebel

dan kerajinan tangan (Anonim, 2009).

Gambar 1.Swietenia mahogani

Tanaman mahoni termasuk jenis tanaman pohon tinggi, percabangannya

banyak, tingginya dapat mencapai kira-kira 10-30 meter. Daun majemuk menyirip

genap. Daun duduk tersebar. Helaian anak daun bulat telur, elips memanjang,

(21)

tua. Buahnya bertangkai, panjang tangkai kira-kira 1-3 cm, berbentuk bola atau

bulat telur memanjang, berwarna cokelat, panjang 8-15 cm, lebar 7-10 cm

(Suryowinoto, 1997).

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan mahoni diklasifikasikan sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Rutales

Famili : Meliaceae

Genus : Swietenia

Spesies :Swietenia mahagoniJack

(Tjitrosoepomo, 2009)

Selama ini, pohon mahoni dikenal sebagai penyejuk jalanan. Selain itu,

kayunya yang dikenal sebagai kayu yang sangat bagus yang juga digunakan

sebagai bahan untuk membuat berbagai macam perabot rumah atau furniture.

Berdasarkan penelitian di laboratorium, pohon mahoni (Swietenia mahagoni

Jack.), termasuk pohon yang bisa mengurangi polusi udara sekitar 47% - 69%.

Pohon mahoni yang ditanam di hutan kota atau sepanjang jalan berfungsi sebagai

filter udara dan daerah tangkapan air. Daun-daunnya berfungsi untuk menyerap

polutan-polutan di sekitarnya. Pada tahun 1970-an banyak orang mencari biji

mahoni, untuk dijadikan sebagai obat. Orang-orang mengonsumsi biji mahoni

hanya dengan menelan bijinya setelah membuang bagian yang pipih (Nafri,

2007).

Kandungan kimia mahoni ada dua macam yaitu flavonoid dan saponin.

Manfaat flavonoid yang dikandungnya antara lain adalah untuk melancarkan

peredaran darah, mengurangi tingkat kolesterol, mengurangi penimbunan lemak

pada dinding saluran darah, membantu pengurangan rasa sakit, pendarahan dan

leba m, dan bertindak sebagai antioksidan, juga berfungsi menyingkirkan radikal

bebas. Sedangkan, saponin befungsi sebagai pencegah penyakit sampar,

mengurangi lemak badan, meningkatkan sistem kekebalan, mencegah pembekuan

darah, mengerem tingginya tingkat gula dalam darah, menguatkan fungsi hati dan

(22)

2.2. Simplisia dan ekstraksi

Simplisia merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam

yang berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk

(Gunawan & Mulyani, 2002) Ekstrak adalah sediaan yang diperoleh dengan

mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan

pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Ditjen

POM, 2000dalamLumban Raja, 2009).

Ekstraksi dapat dilakukan dengan metode maserasi, perkolasi, dan

sokletasi. Sebelum ekstraksi dilakukan, biasanya serbuk tumbuhan dikeringkan

lalu dihaluskan dengan derajat kehalusan tertentu, kemudian diekstraksi dengan

salah satu cara di atas. Ekstraksi dengan metode sokletasi dapat dilakukan secara

bertingkat dengan berbagai pelarut berdasarkan kepolarannya. Untuk

mendapatkan larutan ekstrak yang pekat biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan

menggunakan alat rotary evaporator (Lumban Raja, 2009).

2.3. Diabetes melitus

Diabetes adalah kumpulan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh defisiensi

insulin yang menyebabkan suatu gangguan kronis yang bercirikan hiperglikemia

dan menyangkut metabolisme glukosa, lemak dan protein dalam tubuh terganggu

(Drury, 1986; Ganong, 2005; Tjay, 2007). Pada tahun 1674, Thomas Willis

menyatakan bahwa kencing si penderita penyakit ini berasa madu sehingga

penyakit ini diberi nama diabetes melitus (melitus=madu) (Soehadi, 1996).

Penyakit diabetes melitus memiliki gejala 3P, yaitu poliuria (banyak

berkemih), polidipsia (banyak minum), dan polifagia (banyak makan). Di samping

naiknya kadar gula darah, diabetes bercirikan adanya gula dalam kemih

(glycosuria) dan banyak berkemih karena glukosa yang diekskresikan banyak

mengikat air. Banyak berkemih akan menimbulkan rasa sangat haus, kehilangan

energi, turunnya berat badan serta rasa letih. Tubuh mulai membakar lemak untuk

memenuhi kebutuhan energinya, yang disertai pembentukan zat-zat perombakan

antara lain aseton, asam hidroksibutirat dan diasetat, yang membuat darah menjadi

asam. Keadaan ini yang disebut ketoacidosis dan terutama timbul pada tipe 1,

sangat berbahaya karena pada akhirnya dapat menyebabkan pingsan (coma

(23)

aseton. Keluhan dan gejala yang khas disertai hasil pemeriksaan glukosa darah

sewaktu > 200 mg/dl atau glukosa darah puasa > 126 mg/dl sudah cukup untuk

menegakkan diagnosis diabetes melitus. (Ganong, 2005; Mansjoer, 2007).

American Diabetes Association (ADA) menetapkan konsentrasi glukosa

darah normal saat puasa kurang dari 100 mg/dL. Glukosa plasma terganggu jika

konsentrasi glukosa saat puasa antara 100-125 mg/dL, sedangkan toleransi

glukosa terganggu jika konsentrasi glukosa darah setelah pembebanan glukosa

75g, antara 140-199 mg/dL. Seseorang dikatakan menderita diabetes jika

konsentrasi glukosa darah saat puasa lebih dari 126 mg/dL atau bila konsentrasi

glukosa darah setelah pembebanan 75 g lebih dari 200 mg/dL (Djuanda, 2011).

2.4. Glukosa

Glukosa tersebar di alam yaitu di dalam sayur, buah, sirup jagung, sari pohon, dan

bersamaan dengan fruktosa dalam madu. Tubuh hanya dapat menggunakan

glukosa dalam bentuk dekstro. Glukosa merupakan hasil akhir pencernaan pati,

sukrosa, maltosa, dan laktosa pada hewan dan manusia. Dalam proses

metabolisme, glukosa merupakan bentuk karbohidrat yang beredar di dalam tubuh

dan di dalam sel merupakan sumber energi. Dalam keadaan normal sistem syaraf

pusat hanya dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Glukosa dalam

bentuk bebas hanya terdapat dalam jumlah terbatas dalam bahan makanan.

Glukosa dapat dimanfaatkan untuk energi tinggi. Tingkat kemanisan glukosa

hanya separuh sukrosa, sehingga dapat digunakan lebih banyak untuk tingkat

kemanisan yang sama (Almatsier, 2004).

Pada keadaan setelah penyerapan makanan, kadar glukosa darah pada

manusia dan mamalia berkisar antara 4,5–5,5 mmol/L. Setelah ingesti makanan

yang mengandung karbohidrat, kadar tersebut naik hingga 6,5–7,2 mmol/L. Saat

puasa kadar glukosa darah akan turun menjadi sekitar 3,3 – 3,9 mmol/L.

Penurunan mendadak kadar glukosa darah akan menyebabkan konvulsi, seperti

terlihat pada keadaan over dosis insulin, karena pengaturan otak secara langsung

pada pasokan glukosa. Namun, kadar yang jauh lebih rendah dapat ditoleransi

asalkan terdapat adaptasi yangprogressif(Stryer, 2000).

Glukosa adalah pengendali terpenting sekresi insulin. Meskipun beberapa

(24)

sekresi insulin adalah efek umpan balik glukosa darah pada sel beta pankreas. Jika

konsentrasi glukosa darah meningkat melebihi ambang puasa, sekresi insulin

meningkat. Akibat efek insulin yang merangsang penyerapan glukosa oleh hati

dan jaringan perifer, konsentrasi glukosa darah akan pulih ke tingkat normal.

Keadaan ini merupakan mekanisme umpan balik negatif penting untuk

mengendalikan konsentrasi glukosa darah (Guyton & Hall, 2007).

Glukosa darah manusia pada kondisi normal memiliki konsentrasi yang

seimbang. Banyak faktor yang mempengaruhi sirkulasi tingkatan glukosa seperti

makanan, pencernaan, metabolisme, ekskresi, gerak badan atau latihan tubuh,

kondisi fisiologis dan kondisi reproduksi. Glukosa darah akan menurun ketika

terjadi aktivitas tubuh, terutama jika asupan makanan terbatas. Kekurangan

glukosa darah dapat dikenali oleh sel pada pankreas yaitu sel alpha. Sel ini yang

kemudian akan melepas glukagon, yang merupakan suatu hormon yang

merangsang sel hati untuk melepaskan glukosa sehingga kadar glukosa dalam

darah akan kembali normal. Dalam hal lain, jika glukosa dalam darah meningkat,

yang sering terjadi pada saat setelah makan, sel pankreas lain, yaitu sel beta akan

melepaskan hormon insulin, yang akan menginduksi glukosa dari darah ke hati

dan sel lain, sehingga kadar glukosa turun dan kembali normal (Simon &

Schuster, 1996).

2.5. Pengaruh hormonal dalam pengaturan glukosa darah 2.5.1. Insulin

Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam amino yang

dihubungkan oleh jembatan disulfida. Insulin dibentuk oleh sel beta yang terdapat

pada pulau-pulau Langerhans. Satu hari bisa dihasilkan 30-40 unit. Insulin

manusia memiliki berat molekul dan berisi 51 asam amino yang disusun oleh 21

rantai A dan 30 rantai B yang membentuk ikatan disulfida (Drury, 1986; Ganong,

2005). Sekali insulin memasuki sirkulasi, maka insulin diikat oleh reseptor khusus

yang terdapat pada membran sebagian besar jaringan sehingga memudahkan

glukosa menembus membran sel (Katzung, 2002 dalamLumban Raja, 2009).

Menurut Guyton (1990), insulin berperan dalam: 1) menghambat

fosforilase, enzim yang menyebabkan glikogen hati pecah menjadi glukosa, 2)

(25)

meningkatkan aktivitas enzim glukokinase, yaitu enzim yang menyebabkan

fosforilase awal glukosa setelah ia berdifusi ke dalam sel-sel hati. Sekali

terfosforilasi, glukosa tertangkap di dalam sel-sel hati, karena glukosa yang telah

terfosforilasi tak dapat berdifusi kembali melalui membran sel, 3) meningkatkan

aktifitas enzim yang meningkatkan sintesis glikogen. Efek bersih dari kerja di atas

adalah meningkatkan jumlah glikogen di dalam hati. Glikogen dapat meningkat

sampai total sekitar 5-6 persen dari massa hati, yang hampir sama dengan

penyimpanan 100 g glikogen.

Selain pengaruh langsung hiperglikemia dalam meningkatkan ambilan

glukosa baik ke hati maupun jaringan perifer, hormon insulin juga mempunyai

peranan sentral dalam pengaturan konsentrasi glukosa darah. Hormon ini

dihasilkan oleh sel–sel beta pada pulau Langerhans pankreas sebagai reaksi

langsung terhadap keadaan hiperglikemia. Konsentrasi glukosa darah menentukan

aliran lewat glikolisis, siklus asam sitrat dan pembentukan ATP. Peningkatan

konsentrasi ATP akan menghambat saluran K+ yang sensitif terhadap ATP

sehingga menyebabkan depolarisasi membran sel beta, keadaan ini akan

meningkatkan aliran masuk Ca2+lewat saluran Ca2+yang sensitif terhadap voltase

dan dengan demikian menstimulasi eksositosis insulin (Stryer, 2000).

2.5.2. Glukagon

Glukagon merupakan hormon yang dihasilkan oleh sel-sel alfa pada pulau-pulau

Langerhans pankreas, yang tersusun oleh asam-asam amino. Sekresinya

dirangsang oleh keadaan hipoglikemia. Pada saat mencapai hati (lewat vena

porta), glukagon menimbulkan glikogenolisis dengan mengaktifkan enzim

fosforilase. Sebagian besar glukagon endogen (dan insulin) dibersihkan dari

sirkulasi darah oleh hati. Glukagon juga meningkatkan glukoneogenesis dari asam

amino dan laktat (Drury, 1986; Stryer, 2000).

Glukosa adalah pengendali terpenting sekresi glukagon dan insulin.

Namun glukosa memiliki efek yang berlawanan dengan kedua hormon ini.

Hipoglikemia meningkatkan sekresi glukagon; akibat efek hiperglikemik

glukagon, konsentrasi glukosa dalam darah kembali normal. Sebaliknya

(26)

dan insulin menghasilkan efek yang penting, tetapi bertentangan untuk mengatur

konsentrasi glukosa darah (Guyton & Hall, 2009).

2.6. Pankreas

Pankreas adalah suatu organ lonjong kira-kira sepanjang 15 cm yang terletak di

belakang lambung dan sebagian di belakang hati. Organ ini terdiri dari 98%

sel-sel dengan sekresi ekstern yang memproduksi enzim-enzim cerna yang

disalurkan ke duodenum. Sisanya terdiri dari kelompok sel (pulau langerhans)

dengan sekresi intern, yakni hormon-hormon yang disalurkan langsung ke aliran

darah, yang terdiri atas dua jenis jaringan: 1) asini, yang mengeluarkan getah

pencernaan melalui duktus pankreatikus ke dalam duodenum atau fungsi

eksokrin; dan 2) pulau atau islet Langerhans, yang tidak mengeluarkan sekresinya

ke dalam duktus tetapi mengalirkannya ke dalam darah atau fungsi endokrin

(Guyton & Hall, 2009; Tjay & Rahardja, 2007).

Menurut Tjay & Rahardja (2007) dalam pankreas terdapat empat jenis sel

endokrin, yaitu:

a. Sel alfa, yang memproduksi hormon glukagon

b. Sel beta, dengan banyak granula yang berdekatan membran selnya, yang

berisi insulin, yang akan disekresikan dengan bantuan aliran darah

diangkut ke hati.

c. Sel delta, memproduksi somatostatin

d. Sel PP, memproduksi PP (pancreatic polypeptide), yang mungkin berperan

pada sekresi endokrin dan empedu.

2.7. Limpa

Limpa merupakan salah satu dari organ limpoid pertama yang muncul pada

kehidupan embrio, yang aktif pada pembentukan darah selama bagian pertama

fetus hidup. Fungsi ini berkurang sampai pada bulan kelima ataupun keenam

hidup fetus limpa mencapai karakter yang matang tanpa aktivitas pembentukan

darah (Robbins, 1962). Tubuh makhluk hidup memiliki kemampuan melawan

berbagai jenis organisme atau toksin yang dapat merusak jaringan dan organ

tubuh. Kemampuan ini disebut kekebalan yang merupakan hasil produksi dari

(27)

Fungsi utama limpa ialah menyimpan darah yang tidak ikut dalam

peredaran darah. Pengeluaran darah dari limpa disebabkan oleh kontraksi alat

tubuh yang dapat ditimbulkan oleh emosi, kekurangan zat asam (kenaikan kadar

CO2 darah, gerak badan ataupun kehilangan darah) dan pada perangsangan nervus

simpatikus pada umumnya (Ressang 1984). Selain itu, beberapa fungsi limpa bagi

tubuh manusia adalah sebagai sistem pertahanan tubuh terhadap partikel atau

benda asing yang masuk ke dalam darah, mendegradasi sel darah merah yang

rusak, penghasil antibodi. Limpa dilindung oleh kapsula yang terdiri dari dua

lapisan, yaitu lapisan jaringan penyokong dan lapisan otot halus. Melihat dari

fungsi limpa sebagai pertahanan melawan penyakit serta sebagai penghancur

sel-sel darah yang tidak normal. Limpa sangat beresiko terserang berbagai penyakit,

mulai dari infeksi virus atau bakteri yang masuk ke dalam tubuh, racun yang

mengkontaminasi sel-sel darah abnormal, maupun gangguan dari fungsi jaringan

dalam organ tersebut.

Tikus memiliki suatu bagian populasi stem sel yang ada di limpa yang

apabila dimasukkan ke dalam inang yang sakit dapat bermigrasi ke pankreas dan

menjadi pulau-pulau yang fungsional yang dapat dapat memperbaiki kadar gula

darah menjadi normal. Donor sel limpa setelah ditransfer secara intravena,

ditempatkan ke pankreas inang dan akan berdiferensiasi tanpa tanpa pemasukan

sel inang ke dalam sel β (Kodama,et al.,2005)

Menurut Alexandra, et al., (2007) menyatakan bahwa, stem sel sumsum

tulang dan stem sel-sel limpa pada mencit diabetes sudah dilaporkan pada

penelitian sebelumnya bahwa stem sel sumsum tulang dan stem sel-sel limpa ini

akan berdegenerasi untuk menghasilkan sel β pada pankreas atau sebagai sumber

potensial untuk menghasilkan sel β pada pankreas akan tetapi pada mencit normal

stem sel sumsum tulang dan stem sel-sel limpanya ini tidak akan menghasilkan

atau tidak akan berdegenerasi menjadi sel β pada pankreas.

Pada penelitian yang pernah dilakukan oleh Lonyai et al., (2007)

menyatakan bahwa, pada mencit yang diinduksi diabetes dengan STZ, yang

menyebabkan diabetes tipe-1 (kekurangan hormon insulin akibat sel β pada

pankreas rusak) dan stem sel-sel limpa ini sangat penting karena berpengaruh

(28)

2.8. Aloksan

Aloksan (2,4,5,6-tetraoxypyrimidine; 2,4,5,6-pyrimidinetetrone) merupakan suatu

zat yang bersifat diabetagonik. Zat kimia yang memiliki nama lain Mesoxalylurea

dan 5-Oxobarbituric acid ini mempunyai rumus kimia C4H2N2O4, yang larut

bebas dalam air. Aloksan diisolasi secara murni pada tahun 1818 oleh Brugnatelli,

kemudian diberi nama oleh Friedrich Wöhler dan Justus von Liebig pada tahun

1838. Nama aloksan diambil dari kata “Allantoin” dan “Oxalsaure”atau oxaluric

acid. Aloksan merupakan analog toksik terhadap glukosa, secara selektif bisa

merusak sel yang memproduksi insulin dalam pankreas pada tikus dan beberapa

spesies hewan lainnya. Hal ini menyebabkan diabetes melitus yang tergantung

dengan insulin yang disebut “Alloxan Diabetes” pada hewan ini, dengan

karakteristik yang mirip dengan diabetes melitus tipe I pada manusia. Aloksan

secara selektif bersifat toksik terhadap sel beta pankreas yang memproduksi

hormon insulin karena aloksan terakumulasi di sel beta yang masuk melalui

GLUT2 glukosa transporter. Aktifitas toksik aloksan pada sel beta dipicu oleh

radikal bebas yang terbentuk melalui reaksi redoks (Waspandji dalam Syafira

Riske, 2008). Aloksan adalah senyawa kimia tidak stabil dan senyawa hidrofilik.

Waktu paruh aloksan pada pH 7,4 dan suhu 37ºC adalah 1,5 menit ( Lenzen,

2008).

Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi

diabetes pada binatang percobaan. Pemberian aloksan adalah cara yang cepat

untuk menghasilkan kondisi diabetik eksperimental (hiperglikemik) pada binatang

percobaan. Aloksan dapat diberikan secara intravena, intraperitoneal, atau

subkutan pada binatang percobaan. Aloksan bereaksi dengan merusak substansi

esensial di dalam sel beta pankreas sehingga menyebabkan berkurangnya

granula-granula pembawa insulin di dalam sel beta pankreas. Aloksan meningkatkan

pelepasan insulin dan protein dari sel beta pankreas tetapi tidak berpengaruh pada

sekresi glukagon. Efek ini spesifik untuk sel beta pankreas sehingga aloksan

dengan konsentrasi tinggi tidak berpengaruh terhadap jaringan lain (Watkins et

(29)

2.9. Hewan Percobaan

Percobaan mengenai diabetes melitus dengan menggunakan hewan percobaan

didasarkan pada patogenesis penyakit tersebut pada manusia, namun kondisi

patologis hewan percobaan tersebut tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi

patologis secara nyata pada manusia. Hal ini disebabkan kondisi fisiologi,

perbedaan patologis dari beberapa tipe diabetes melitus, ragamnya penyakit

diabetes melitus, serta adanya komplikasi yang menyertai dari penyakit tersebut.

Menurut Cheta (1998), berdasarkan cara pembuatannya, hewan percobaan

diabetes melitus dibedakan menjadi dua yaitu: (1) terinduksi (induced), misalnya

melalui pankreaktomi, senyawa kimia (diabetogenik) dan virus; (2) spontan

(spontaneous), misalnya menggunakan tikus BB (bio breeding) atau mencit NOD

(non-obese diabetic) yang mempunyai karakteristik yang relatif sama dengan

kondisi diabetes melitus pada manusia meliputi gejala-gejala penyakit, imunologi,

genetik maupun karakteristik klinik lainnya.

Mencit dipilih menjadi subjek eksperimental sebagai bentuk relevansinya

pada manusia. Walaupun mencit mempunyai struktur fisik dan anatomi yang jelas

berbeda dengan manusia, tetapi mencit adalah hewan mamalia yang mempunyai

beberapa ciri fisiologi dan biokomia yang hampir menyerupai manusia terutama

dalam aspek metabolisme glukosa melalui perantaraan hormon insulin.

Disamping itu, mempunyai jarak gestasi yang pendek untuk berkembang biak

(30)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2012 sampai Juli 2013 di Laboratorium Struktur Hewan, Departemen Biologi, dan Laboratorium Kimia Bahan Alam, Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara Medan.

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam pemeliharaan hewan percobaan adalah: kandang hewan, timbangan digital dan mencit (Mus musculus L.) jantan. Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan ekstrak adalah : rotary evaporator, botol gelap, penangas air, etanol 96%, karboksil metil selulosa (CMC). Alat dan bahan yang digunakan untuk penginduksian mencit DM dan perlakuan adalah: aloksan jenis serbuk, ekstrak etanol biji mahoni (Swietenia mahogani Jack.), jarum gavage,. Alat yang digunakan untuk memeriksa kadar gula darah adalah : Glukometer (EasyTouch® GCU), EasyTouch® blood glucose test strip. Alat dan bahan yang digunakan untuk pembuatan sediaan mikrostruktur adalah : bak bedah dandissecting set, mikrotom, plat parafin, mikroskop cahaya, alkohol bertingkat, larutan Bouin, pewarna Hematoxylin dan Phloxine, Canada balsam, xylol, parafin.

3.3. Pemeliharaan Hewan Percobaan

Percobaan menggunakan mencit (Mus Musculus L.), jenis kelamin jantan yang sehat, umur mencit ± 3 bulan, belum pernah digunakan untuk percobaan lain dan mempunyai berat badan antara 25–35 g. Mencit percobaan diperoleh dari peternakan mencit enterpreneurship D tik pop, Medan. Mencit ditempatkan di dalam kandang yang terbuat dari bahan plastik ukuran (30x20x10 cm) yang

(31)

0,5-1 cm dan diganti setiap tiga hari. Cahaya ruangan dikontrol persis 12 jam

terang (pukul 06.00 sampai dengan pukul 18.00) dan 12 jam gelap (pukul 18.00

sampai dengan pukul 06.00), sedangkan suhu dan kelembaban ruangan

dibiarkan berada pada kisaran alamiah. Pakan dan air minum disuplai setiap hari

secara berlebihan.

3.3.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan lima kali ulangan. Jumlah hewan uji perkelompok ditentukan dengan rumus :

Pada rumus tersebut, jika adalah perlakuan (dalam penelitian 5 kelompok perlakuan), dan adalah jumlah ulangan per kelompok, maka jumlah yang di harapkan (teoriditis) adalah 5 (Fereder, 1963 dalam Fidzaro, 2010). Sehingga jumlah hewan uji untuk penelitian berjumlah 25 ekor.

[image:31.595.111.513.562.719.2]

Kontrol yang digunakan adalah kontrol negatif dan kontrol hiperglikemia (pemberian aloksan) 180 mg/kg bb dengan satu kali pemberian (Etuk, 2010). Sedangkan perlakuan yang diberikan adalah dengan pemberian aloksan dan diberi ekstrak biji mahoni dengan dosis yang berbeda. Ekstrak etanol biji mahoni diberikan dengan dosis bertingkat, yaitu dengan dosis 1,4 mg/kg bb dan 2,8 mg/kg bb dan 4,2 mg/bb secara oral dengan pencekokan sekali sehari selama 12 hari dengan volume pemberian 0,1 ml/ 10 g bb .

Tabel 1. Rancangan Penelitian

No Perlakuan Jumlah

mencit Keterangan

1 Kontrol negatif 5 Diberi pakan dan minum tanpa ada perlakuan

2 Kontrol positif 5 Induksi aloksan

3 P1 5 Induksi aloksan 5,04 mg + ekstrak

etanol biji mahoni dosis 1,4 mg

4 P2 5 Induksi aloksan 5,04 mg + ekstrak

etanol biji mahoni dosis 2,8 mg

5 P3 5 Induksi aloksan 5,04 mg + ekstrak

(32)

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Persiapan dan pembuatan mencit DM

Mencit dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol mencit normal (tidak diabetes) dan kelompok mencit diabetes. Tikus diinduksi diabetes aloksan sebanyak 180 mg/kg BB (Etuk, 2010). Berdasarkan angka konversi, maka untuk membuat diabetes pada mencit, diinduksi aloksan 5,04 mg yang dilarutkan dalam 1 ml NaCl dan diberikan secara intraperitoneal dengan satu kali pemberian.

Sebelum pemberian aloksan mencit dipuasakan selama 16 jam dan sekam

dikeluarkan dari kandang, agar tidak dimakan oleh mencit (Rahim, 2008).

Perlakuan fisiologis (hiperglikemia), yaitu berdasarkan pemberian volume

intraperitoneal sebanyak 1 ml (Ritshel, 1974dalamSulastry, 2009)

3.4.2. Pengambilan dan pengolahan ekstrak

3.4.2.1. Pengambilan ekstrak

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif yaitu tanpa

membandingkannya dengan tumbuhan serupa dari daerah lain, sampel diambil

dari hutan Tridharma Universitas Sumatera Utara. Sampel yang diambil adalah

biji yang sudah tua yang telah jatuh dari pohonnya dan warna kulit biji hitam

kecokelatan.

3.4.2.2. Pengolahan Ekstrak

Biji mahoni dibersihkan dari kulit yang membungkusnya, lalu ditimbang

dan diperoleh berat basah, kemudian dikeringkan (tidak pada sinar matahari

langsung), biji dianggap kering apabila ditumbuk tidak menggumpal lagi,

kemudian diblender hingga menjadi serbuk.

3.4.2.3 . Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut

etanol 96%, cara kerjanya sebagai berikut: 500 g serbuk biji kering mahoni yang

diperoleh dimasukkan ke dalam wadah botol berwarna gelap, kemudian

ditambahkan pelarut etanol 96% sebanyak 2 L. Ditutup dan dibiarkan selama dua

hari terlindung dari cahaya sambil diaduk, disaring sehingga dapat maseratnya.

(33)

sama, maserasi dilakukan sampai diperoleh maserat yang jernih. Semua maserat

etanol digabungkan dan diuapkan dengan menggunakan alat vakum putar pada

temperatur sekitar 40oC sampai diperoleh ekstrak etanol kental kemudian

dikeringkan menggunakan penangas air (Maksum, 2008 dalam Lumban Raja,

2009).

3.4.2.4. Pembuatan suspensi ekstrak etanol biji mahoni 2%

Sebanyak 0,5 g CMC ditaburkan dalam lumpang yang berisi akuades

panas sebanyak 10 ml. Didiamkan 15 menit hingga diperoleh massa yang

transparan, dan digerus hingga terbentuk gel. Kemudian ekstrak etanol biji

mahoni (2 g) digerus, dan ditambahkan gel CMC sedikit demi sedikit dan terus

digerus hingga terbentuk suspensi. Kemudian dimasukkan ke dalam labu takar

100 ml. Volumenya dicukupkan dengan akuades 100 ml (Lumban Raja, 2009).

3.4.2.5. Pembuatan Preparat Sayatan Limpa

Pembuatan preparat limpa dilakukan dengan metode paraffin (Suntoro,

1983) dan pewarnaan Gomori (Robb, 1960), sebagai berikut:

a. Persiapan organ

Mencit (Mus musculus L.) didislokasi dan dibedah. Limpa diambil dan

dicuci dengan larutan NaCl 0,9%. Limpa difiksasi selama 1 hari dengan larutan

Bouin. Limpa dicuci dengan alkohol 70% dengan cara dishaker sampai jernih

dan direndam selama 1 malam dengan alkohol 70 %. Dehidrasi dilakukan dengan

merendam limpa sambil dishaker dengan alkohol bertingkat yaitu dari alkohol

30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 96% dan 100% selama 1 jam dalam

masing-masing konsentrasi. Clearing (penjernihan) dilakukan dengan merendam limpa

ke dalam xylol dalam botol balsem selama 1 malam. Infiltrasi dilakukan dengan

merendam limpa ke dalam xylol selama 1 jam kemudian dipindahkan ke dalam

xylol yang baru yang berada di dalam oven pada suhu 560C selama 1 jam.

Direndam limpa dalam parafin murni I, II, III masing-masing selama 1 jam pada

suhu 560C.

b. Embedding (penanaman organ)

Limpa diletakkan pada kotak berbentuk segi empat yang telah

(34)

diletakkan diatas hot plate. Parafin yang telah cair dituangkan ke dalam kotak

tersebut, Limpa ditanam dan diatur posisinya lalu diberi label. Dibiarkan sampai

dingin dan membeku sehingga membentuk blok parafin dan dimasukkan ke dalam

freezer. Kemudian blok-blok tersebut dirapikan dengan menggunakan pisau

cutter. Blok-blok parafin diletakkan padaholderyang terbuat dari kayu berukuran

1x1 cm yang berbentuk persegi,

c. Pembuatan pita parafin

Blok parafin yang telah ditempel diholderdipotong dengan menggunakan

mikrotom sehingga membentuk pita-pita parafin dengan ukuran ketebalan 6-10

µm. Pita parafin diletakkan pada objek glass, dan dicelupkan pada air dingin dan

kemudian pada air hangat. Lalu diletakkan di atashot platebeberapa detik untuk

merekatkan pita parafin pada objek glass dan membersihkan sebagian parafin

yang melekat pada organ. Sediaan disimpan selama 2-3 hari di dalam freezer

untuk persiapan pewarnaan.

d. Pewarnaan sediaan

Sediaan limpa diwarnai dengan Pewarnaan Gomori.Deparafinasidilakukan

dengan cara sediaan dicelupkan pada xylol, sampai parafin habis yaitu kira-kira

selama 1 jam. Sediaan dicuci dengan air mengalir selama 15 menit lalu direndam

dalam Bouin selama 16-24 jam, dicuci dalam air mengalir selama 15 menit.

Kemudian pewarnaan dilakukan dengan cara sediaan dimasukkan ke dalam

larutan pewarna Potassium permanganate selama 1 menit kemudian dimasukkan

ke dalam Sodium Bisulfit selama 2 menit dan dimasukkan ke dalam air mengalir

selama 10 menit. Sediaan dimasukkan ke dalam pewarna Chromium Hematoxilin

selama ± 30 menit, lalu direndam dalam Acid alcohol selama 1 menit. Sediaan

dicuci dengan dengan air mengalir 10 menit dan direndam dalam pewarna

Phloksin selama 15 menit diamati di bawah mikroskop, selanjutnya dimasukkan

ke dalamakuades, lalu dimasukkan ke dalam larutan pewarna Phloksin selama 1

jam dan laru direndam dalam akuades dan dimasukkan ke dalam larutan

Phospotungstic acidselama 1 menit kemudian dicuci dalam air mengalir selama 7

menit dan kemudian preparat dimasukkkan berturut-turut ke dalam alkohol 30%,

40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 96%, dan alkohol absolut, lalu direndam dalam

(35)

canada balsam, diusahakan supaya tidak terdapat gelembung udara dan diberi

label lalu diamati di bawah mikroskop.

3.5. Parameter Pengamatan

3.5.1. Pengukuran Kadar Gula Darah Mencit

Pengukuran kadar gula darah mencit diukur dengan menggunakan glukometer pada hari ke-1, ke-4, dan k e-16. Pengambilan darah dilakukan pada pembuluh darah ekor hewan coba. Mencit dikatakan DM bila KGD≥ 200 mg/dl. Jika kadar glukosa mencit menunjukkan kenaikan yang berarti, maka diujikan ekstrak biji mahoni, tetapi jika belum menunjukkan kenaikan yang berarti, maka diinduksi aloksan kembali sampai menunjukkan kenaikan yang berarti.

3.5.2. Pengukuran Berat Badan

Mencit ditimbang dengan menggunakan timbangan digital sebelum dan sesudah diberi perlakuan, untuk melihat perubahan yang terjadi pada berat badan mencit pada masing-masing perlakuan.

3.5.3. Pengamatan Histologis Limpa

Pengamatan mikrostruktur limpa modifikasi dari Prasetiyo et al., (2010).

Preparat histologis limpa diamati di bawah mikroskop cahaya untuk mengetahui

perubahan yang terjadi pada limpa dilakukan melalui penghitungan tingkat

kerusakan limpa pada lima luas bidang pandang yang berbeda, dengan perbesaran

40 x 10 kali setiap satu ekor mencit.

3.6. Analisis Statistik

Data yang didapat dari setiap parameter (variabel) pengamatan dicatat dan

disusun ke dalam bentuk tabel. Data kuantitatif (variabel dependen) yang

didapatkan, diuji kemaknaannya terhadap pengaruh kelompok perlakuan (variabel

independen) dengan bantuan program statistik komputer yakni program SPSS

release 15. Urutan uji untuk berat pankreas diawali dengan uji normalitas dan uji

homogenitas. Apabila hasil uji menunjukkan p<0,05 maka data tersebut

ditransformasi dan dilanjutkan dengan uji non parametrik. Untuk melihat

perbedaan dari 2 perlakuan dilanjutkan uji Mann-Whitney. Apabila hasil uji

(36)

ragam (ANOVA) satu arah untuk data dengan pengamatan berulang (lebih dari 2

kali) atau lebih dari 2 perlakuan. Jika berbeda nyata (p<0,05) maka dilanjutkan

dengan uji analisis Post Hoc-Bonferroni taraf 5%. Sebagai sumber keragaman

dari uji sidik ragam (ANOVA) yaitu perbedaan pengamatan berat limpa

berdasarkan perbedaan konsentrasi perlakuan yang diberikan. Kemudian data skor

tingkat kerusakan limpa dianalisis dengan non-parametrik Kruskal Wallis

(membedakan >2 perlakuan) dan uji Mann-Whitney (membedakan 2 perlakuan)

(37)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang telah dilakukan terhadap efek hipoglikemia ekstrak etanol

biji mahoni (Swietenia mahogani Jack.) pada mencit yang diinduksi diabetes

dengan aloksan diperoleh hasil sebagai berikut:

4.1. Pengaruh ekstrak biji mahoni (Swietenia mahogani Jack.) terhadap kadar gula darah pada mencit yang diindulsi diabetes dengan aloksan 4.1.1. Grafik rerata Kadar Gula Darah (KGD) hari ke-1 yang dipuasakan

Hasil pengamatan terhadap rerata kadar gula darah mencit pada hari pertama

dimana mencit dipuasakan selama kurang lebih 16 jam, yang kemudian akan

diinduksi diabetes dengan aloksan menunjukkan adanya pengaruh terhadap

penurunan KGD mencit. Secara statistik, perlakuan mencit yang dipuasakan

menyebabkan penurunan KGD yang berbeda nyata (P<0,05) pada KP, P1 dan P3

dibandingkan dengan KN. Sedangkan jika dibandingkan dengan P2, KN memiliki

penurunan yang tidak berbeda nyata. Dari data dapat dilihat bahwa rata-rata

jumlah KGD pada KN (128,8); KP(76,6); P1(71,4); P2(93,2) dan P(72,6). Hasil

[image:37.595.142.507.519.659.2]

selengkapnya disajikan pada Gambar 2.

(38)

Penurunan KGD yang dialami oleh mencit tersebut kemungkinan

disebabkan oleh perbedaan pola makan setiap mencit perlakuan. Mencit KN

kemungkinan mengkonsumsi makanan dalam jumlah yang lebih banyak

dibandingkan dengan mencit pada kelompok yang akan diperlakukan. Menurut

Niza (2013), mengatur pola makan atau diet yang tepat sangat penting bagi

penderita diabetes. Walaupun berolahraga juga penting, namun makanan yang

dikonsumsi merupakan faktor paling penting dalam mengontrol diabetes.

4.1.1. Data Rerata KGD hari ke-4

Hasil pengamatan terhadap rerata kadar gula darah mencit pada hari keempat

dimana mencit sudah diinduksi diabet dengan aloksan pada hari pertama

menunjukkan bahwa aloksan berpengaruh terhadap peningkatan KGD. Secara

statistik pemberian aloksan menyebabkan peningkatan KGD yang nyata (P<0,05)

pada KP, P1, P2 dan P3 dibandingkan dengan KN. Dari hasil statistik

menunjukkan bahwa KP mengalami peningkatan yang berbeda nyata jika

dibandingkan dengan P1, namun pada P2 dan P3 menunjukkan peningkatan yang

tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan KP. Perlakuan P1 menunjukkan

peningkatan yang tidak berbeda nyata jika dibandingkan dengan P2 dan P3. Dari

data dapat dilihat rata-rata KGD pada KP(254,8), P1(261,4), P2(250,4), P3(187,2)

yang mengalami peningkatan yang nyata jika dibandingkan dengan KN (145,4

[image:38.595.137.513.508.717.2]

mg/dl). Hasil selengkapnya disajikan pada Gambar 3.

(39)

Dari Gambar 3. di atas menunjukkan bahwa secara keseluruhan rerata

KGD mencit mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan hari ke-1. Hal ini

mungkin disebabkan oleh penginduksian aloksan yang dapat meningkatkan KGD

mencit dimana diduga bahwa aloksan dapat menghasilkan radikal bebas yang

dapat menghambat sistem kerja pankreas sebagai penghasil insulin. Menurut

Yuriska (2009), meningkatnya kadar glukosa darah pada pemberian aloksan

diduga dapat disebabkan oleh dua proses yaitu terbentuknya radikal bebas dan

kerusakan permeabilitas membran sel sehingga terjadi kerusakan sel beta pankreas

yang berfungsi menghasilkan insulin.

Menurut Watkins et al., (2008) dan Filippono et al. (2008), aloksan

bereaksi dengan merusak substansi esensial di dalam sel beta pankreas sehingga

menyebabkan berkurangnya granula-granula pembawa insulin di dalam sel beta

pankreas. Aloksan meningkatkan pelepasan insulin dan protein dari sel beta

pankreas tetapi tidak berpengaruh pada sekresi glukagon. Efek ini spesifik untuk

sel beta pankreas sehingga aloksan dengan konsentrasi tinggi tidak berpengaruh

terhadap jaringan lain. Hal ini disebabkan oleh aloksan dapat merusak secara

selektif sel-sel yang terdapat pada pankreas sehingga menyebabkan berkurangnya

insulin yang berperan sebagai sentral dalam pengaturan konsentrasi glukosa darah

(Szkudelski, 2001).

Peningkatan KGD yang diamati dari hasil penelitian bervariasi. Salah satu

faktornya adalah adanya daya tahan individu tikus yang berbeda terhadap aloksan

sehingga menyebabkan kondisi awal keadaan diabetes tidak seragam (Kim et al.,

2006), Perbedaan KGD yang terdapat di antara masing-masing perlakuan

mungkin disebabkan oleh perbedaan respon masing-masing mencit terhadap

penyuntikan aloksan. Menurut Setiawan (2010), respon tubuh masing-masing

tikus putih tidak sama terhadap penyuntikan aloksan. Peningkatan kadar gula

darah yang bervariasi ini mungkin disebabkan oleh faktor endogen

masing-masing tikus putih yang bersifat individual dan banyak dipengaruhi oleh beberapa

(40)

4.1.2. Data rerata KGD hari ke-16 setelah pemberian ekstrak etanol biji mahoni

Hasil pengamatan terhadap rerata kadar gula darah mencit pada hari ke 16 setelah

pemberian ekstrak biji mahoni setiap hari yang dimulai dari hari kelima perlakuan

berpengaruh terhadap penurunan KGD mencit diabetes. Dari hasil uji statistika

menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol biji mahoni pada dosis P1 dan P3

memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) dibandingkan dengan KP dalam

menurunkan kadar gula darah mencit diabetes, dan pada P2 dapat menurunkan

KGD mencit diabetes secara tidak nyata bila dibandingkan dengan KP.

Sedangkan jika dibandingkan dengan KN, P1, P2 dan P3 menunjukkan penurunan

KGD yang berbeda nyata. Dari data dapat dilihat hasil bahwa rata-rata KGD pada

KN (127,6); KP(263,2); P1(184,4); P2(213,6); P3(161,6). Hasil selengkapnya disa

[image:40.595.115.505.353.532.2]

jikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Kadar Gula Darah Mencit pada hari ke-16. Keterangan: KN=Kontrol Negatif (Kontrol Normal); KP= Kontrol Positif (Kontrol DM), P1= Diabetes+ekstrak etanol biji mahoni 1,4 mg/kg BB; P2= Diabetes+ekstrak etanol biji mahoni 2,8 mg/kg BB; P3= Diabetes+ekstrak etanol biji mahoni 4,2 mg/kg BB Dari hasil pengamatan di atas dapat kita lihat bahwa terjadi penurunan

KGD mencit perlakuan. Dosis optimal yang dapat menurunkan KGD yaitu pada

dosis 1,4 mg/kg BB. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol biji mahoni dapat

menurunkan KGD mencit diabetes yang kemungkinan disebabkan oleh senyawa

yang dikandung oleh ekstrak biji mahoni dapat menghasilkan antioksidan yang

dapat mencegah radikal bebas. Penurunan KGD yang dialami oleh masing-masing

perlakuan kemungkinan disebabkan oleh ekstrak biji mahoni yang mengandung

(41)

Menurut Djuanda (2011), senyawa aktif flavonoid yang terkandung di

dalam buah makasar diduga mempunyai peran dalam memulihkan kerusakan pada

pankreas. Pada penelitian ini pemberian aloksan merupakan hal yang cepat untuk

membuat kondisi diabetes (hiperglikemik) pada hewan percobaan. Efek

diabetogenik aloksan ini dapat dicegah oleh senyawa penangkap radikal hidroksil,

pernyataan ini juga sesuai dengan penelitian (Ocktarini, 2010) menyatakan bahwa

hiperglikemia juga terlibat dalam proses pembentukan radikal bebas oleh karena

itu kandungan senyawa kimia flavonoid pada biji mahoni yaitu sebagai

antioksidan sangat berpengaruh dalam penangkapan radikal bebas.

Penurunan kadar gula darah seperti hal tersebut di atas sama halnya

dengan hasil penelitian yang berjudul pengaruh pemberian graecum dan

gambaran yang terpapar ekstrak biji kablet (Trigonella foenum) terhadap kadar

glukosa darah dan histologi pankreas mencit induksi streptozotocin (Fidzaro,

2010).

4.2. Data rerata berat badan mencit setelah pemberian ekstrak etanol biji mahoni

Pemberian ekstrak etanol biji mahoni tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap berat

badan mencit. Pemberian ekstrak etanol biji mahoni tidak dapat meningkatkan

berat badan mencit pada kelompok P1, P2 dan P3. Dari hasil analisis statistik

menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata terhadap peningkatan berat

badan mencit antara KN dibandingkan dengan KP, P1, P2 dan P3. Dari data dapat

dilihat bahwa rata-rata berat badan pada KN (31,8), KP(32,2), P1(30,8), P2(29,6),

[image:41.595.106.493.587.717.2]

P3(28,9).

Table 2. Data rerata berat badan

NO PERLAKUAN BERAT BADAN

1 KN 31,814 ± a

2 KP 32,224 ± a

3 P1 30,81 ± a

4 P2 29,668 ± a

5 P3 28,928 ± a

Dari Tabel 2 di atas diperoleh bahwa ekstrak biji mahoni berbeda secara

(42)

analisis selengkapnya disajikan pada lampiran analisis statistik pada halaman 53.

Hal ini berbeda dengan hipotesis awal yang harapannya bahwa pemberian ekstrak

biji mahoni dapat memperbaiki berat badan mencit sama seperti proses pemulihan

kadar gula darah mencit. Hal ini mungkin disebabkan oleh kandungan ekstrak

etanol biji mahoni memiliki kemampuan untuk menurunkan berat badan, yang

juga didukung oleh penurunan berat badan mencit akibat diabetes.

Menurut Ganong (2003), efek hiperglikemia dapat menimbulkan gejala

yang terjadi akibat hipermolaritas darah dan terjadi glikosuria (kehilangan banyak

cairan). Dehidrasi yang terjadi mengaktifkan mekanisme yang mengatur asupan

air sehingga timbul polidipsia. Terjadi pengeluaran Na+dan K+melalui urin yang

juga cukup banyak. Untuk setiap gram glukosa yang dikeluarkan, tubuh

kehilangan 4,1kkal. Peningkatan asupan kalori untuk menutupi pengeluaran ini

akan menyebabkan peningkatan gukosa plasma lebih lanjut dan memperparah

glukosuria, sehingga mobilisasi protein endogen dan simpanan lemak serta

penurunan berat tidak terhambat.

4.3. Gambaran mikrostruktur limpa mencit pengaruh ekstrak etanol biji mahoni

Limpa merupakan suatu organ yang berperan sebagai stem sel bagi sel β

pankreas yang dapat memperbaiki penghasilan insulin bagi penderita DM

(Kodama et al., 2005). Pada penelitian ini, dengan menggunakan pewarnaan

Gomori dan perbesaran 400x, pada sediaan limpa belum didapatkan sel yang

spesifik berperan sebagai stem sel pankreas, akan tetapi gambaran mikrostruktur

yang terlihat adalah sekelompok penumpukan sel yang menunjukkan adanya

infeksi pada jaringan yang sering disebut dengan sel raksasa (Yanet al., 2008).

Sel raksasa di dalam limpa dibentuk sebagai pertahanan tubuh untuk

radikal bebas. Adanya radikal bebas di dalam tubuh akan mengakibatkan

terjadinya reaksi oksidasi yaitu untuk penangkapan radikal bebas sehingga akan

terjadi pengurangan radikal bebas di dalam tubuh, oleh karena itu, senyawa

aloksan mungkin berpengaruh terhadap kerusakan limpa karena mempengaruhi

sistem imunitas di dalam tubuh. Oleh karena itu, masuknya benda asing

(43)

pada limpa sebagai pertahanan bagi tubuh atau antibodi untuk mengurangi radikal

bebas. Salah satu organ yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh adalah

limpa. Selain berfungsi sebagai pertahanan dalam melawan mikroorganisme,

limpa juga merupakan tempat utama destruksi sel-sel eritrosit tua oleh makrofag

dan dapat bereaksi terhadap antigen-antigen yang dibawa dan memfiltrasi darah

secara imunologis (Irawan, 2006). Hasil lebih jelas terdapat pada Gambar 5.

SR SR

SR

[image:43.595.131.518.205.586.2]

SR

Gambar 5.Gambaran Mikrostruktur Limpa Mencit (Mus musculus L.) yang Dipengaruhi oleh Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni (Swietenia mahogani Jack.). Pewanaan Gomori dan Perbesaran 4x10. Keterangan: SR: Sel Raksasa, KN= kontrol Negatif (Kontrol Normal); KP= Kontrol Positif (Kontrol DM); P1=Diabetes+ekstrak etanol biji mahoni 1,4 mg/kg BB; P2= Diabetes+ekstrak etanol biji mahoni 2,8 mg/kg BB.

Limpa sebagai organ limfoid sekunder terbesar mengandung

bermacam-macam sel-sel imunitas. Peningkatan jumlah sel-sel tersebut tercermin dari

KN KP

(44)

perubahan struktur limpa itu sendiri, baik secara makroskopis atau

mikroskopisnya (Prasetyoet al., 2010).

Menurut Efendi (2003), apabila cukup dirangsang sel-sel dapat bertumbuh

besar, membentuk sel epiteloid (yn epi=diatas + th ele = putting + eidos = seperti

sel) atau beberapa melebur menjadi sel datia (sel raksasa) multinukleus,

jenis-jenis sel yang ditemukan dalam keadaan patologis.

4.4. Tingkat perbandingan jumlah sel raksasa yang terdapat pada Limpa masing-masing perlakuan

Hasil pengamatan terhadap jumlah sel raksasa pada masing-masing perlakuan

menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol biji mahoni berpengaruh terhadap

peningkatan jumlah sel raksasa. Pemberian ekstrak etanol biji mahoni dapat

meningkatkan jumlah sel raksasa yang signifikan (P<0,05) pada dosis P1, P2 dan

P3 bila dibandingkan dengan perlakuan KN. Pada perlakuan penginduksian

aloksan juga dapat menyebabkan peningkatan jumlah sel raksasa yang tidak

berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan kontrol normal (KN). Dari data

dapat dilihat hasil rata-rata jumlah sel raksasa pada KN(28), KP(56), P1(61),

[image:44.595.147.506.443.598.2]

P2(66), P3(67). Hasil selengkapnya disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Tingkat Kerusakan Mikrostruktur Limpa yang dilihat dari jumlah sel raksasa pada masing-masing perlakuan ; KN=Kontrol blank (tanpa pemeberian perlakuan), KP= Kontrol diabetes (diinduksi aloksan), dan P1, P2,P3 (diinduksi aloksan dan diberi ekstrak biji mahoni dengan dosis bertingkat 1,4 mg, 2,8 mg, 4,2 mg.

Berdasarkan Gambar 5 tersebut di atas dapat dilihat bahwa pemberian

aloksan dapat meningkatkan jumlah sel raksasa pada mencit secara tidak nyata.

(45)

yang mempengaruhi sel-sel beta dalam pankreas tidak mampu secara normal

menghasilkan insulin yang akan mengubah gula darah menjadi gula otot.

Sehingga hal itu menyebabkan organ tubuh yang lain pun seperti limpa menjadi

bekerja tidak normal dan untuk mengantisipasinya, maka sel-sel yang terdapat

dalam limpa membentuk sel-sel raksasa.

Menurut Efendi (2003), bila cukup dirangsang sel-sel ini dapat bertumbuh

besar, membentuk sel epiteloid (yn epi=diatas + thele = putting + eidos = seperti

sel) atau beberapa melebur menjadi sel datia (sel raksasa) multinukleus,

jenis-jenis sel yang ditemukan dalam keadaan patologis.

Sel raksasa di dalam limpa dibentuk sebagai pertahanan tubuh untuk

radikal bebas yang berasal dari virus, bakteri, jamur maupun senyawa kimia.

Adanya radikal bebas di dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya reaksi

oksidasi yaitu untuk penangkapan radikal bebas sehingga akan terjadi

pengurangan radikal bebas di dalam tubuh, oleh karena itu, senyawa aloksan

mungkin berpengaruh terhadap kerusakan limpa karena mempengaruhi sistem

imunitas di dalam tubuh. Oleh karena itu, masuknya benda asing kemungkinan

akan menyebabkan meningkatnya pembentukan jumlah sel raksasa pada limpa

sebagai pertahanan bagi tubuh atau antibodi untuk mengurangi radikal bebas.

Salah satu organ yang berperan dalam sistem kekebalan tubuh adalah limpa.

Selain berfungsi sebagai pertahanan dalam melawan mikroorganisme, limpa juga

merupakan tempat utama destruksi sel-sel eritrosit tua oleh makrofag dan dapat

bereaksi terhadap antigen-antigen yang dibawa dan memfiltrasi darah secara

imunologis (Irawan, 2006).

Pada pemberian ekstrak biji mahoni yang ditunjukkan pada perlakuan P1,

P2 dan P3 jumlah sel raksasa juga meningkat bila dibandingkan dengan kontrol

negatif maupun kontrol positif. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh waktu dari

penginduksian biji

Gambar

Gambar 1. Swietenia mahogani
Tabel 1. Rancangan Penelitian
Gambar 2. Kadar Gula Darah Mencit pada hari ke-1. Keterangan:KN=Kontrol Negatif (Kontrol Normal); KP= Kontrol Positif(Kontrol DM), P1= Diabetes+ekstrak etanol biji mahoni 1,4mg/kg BB; P2= Diabetes+ekstrak etanol biji mahoni 2,8mg/kg BB; P3= Diabetes+ekstrak etanol biji mahoni 4,2mg/kg BB
Gambar 3. Kadar Gula Darah Mencit pada hari ke-4. Keterangan:KN=Kontrol Negatif (Kontrol Normal); KP= Kontrol Positif(Kontrol DM), P1= Diabetes+ekstrak etanol biji mahoni 1,4mg/kg BB; P2= Diabetes+ekstrak etanol biji mahoni 2,8 mg/kgBB; P3= Diabetes+ekstrak etanol biji mahoni 4,2 mg/kg BB
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gambaran Histopatologi Organ Hati dan Ginjal pada Tikus Model Diabetes dengan Pemberian Ekstrak Etanol Biji Mahoni

- Menggunakan beberapa dosis agar dapat diketahui efek yang optimal dari serbuk biji mahoni terhadap penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik - Melakukan penelitian dengan

JUDUL TESIS : EKSTRAK BIJI MAHONI ( Swietenia mahagoni jacq ) DAPAT MEREGENERASI SEL ß PANKREAS DAN MENURUNKAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA PADA TIKUS (

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi simplisia, skrining fitokimia dan uji efek antimutagenik ekstrak etanol biji petai terhadap mencit jantan yang diinduksi

Hiprglikemia atau tingginya kadar gula darah, adalah efek tidak terkontrol dari Diabetes dan dalam kurun waktu yang panjang dapat terjadi kerusakan pada beberapa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi simplisia, skrining fitokimia dan uji efek antimutagenik ekstrak etanol biji petai terhadap mencit jantan yang diinduksi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi simplisia, skrining fitokimia dan uji efek antimutagenik ekstrak etanol biji petai terhadap mencit jantan yang diinduksi

25 UJI EFEK ANALGETIK EKSTRAK ETANOL BUNGA KECOMBRANG Etlingera elatior .jack TERHADAP MENCIT PUTIH JANTAN Mus musculus ANALGESIC EFFECT TEST OF KECOMBRANG FLOWER ETHANOL