• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI A. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar - INTERAKSI SOSIAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS KELAS I DI SEKOLAH INKLUSI MI SALAFIYAH KEBARONGAN - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI A. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar - INTERAKSI SOSIAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS KELAS I DI SEKOLAH INKLUSI MI SALAFIYAH KEBARONGAN - repository perpustakaan"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Setiap individu yang lahir akan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Perbedaan itu dapat dilihat dari segi karakteristik orang tersebut. Menurut Desmita (2014: 56) karakteristik individu adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada individu sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungannya. Dalam dunia pendidikan pasti setiap anak didik yang ada di sekolah memiliki karakteristiknya masing-masing. Guru sebagai seorang pembimbing harus mampu memahami berbagai karakteristik peserta didiknya. Pemahaman tentang karakteristik individu peserta didik ini memiliki arti penting dalam interaksi belajar-mengajar. Khususnya bagi seorang guru, informasi mengenai karakteristik individu peserta didik ini akan sangat berguna dalam memilih dan menentukan pola-pola pengajaran yang lebih baik atau yang lebih tepat, yang dapat menjamin kemudahan belajar bagi setiap peserta didik. Menurut Desmita (2014: 35) menyatakan bahwa “tahapan perkembangan anak usia sekolah berada dalam dua masa

perkembangan, yaitu masa kanak tengah (6-9 tahun) dan masa kanak-kanak akhir (10-12 tahun)”. Menurut Djamarah (2008: 123) pernyataan

(2)

8

1. Masa Kelas Rendah Sekolah Dasar

Sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain:

a. Terdapat hubungan antara kesehatan jasmani dengan prestasi sekolah. b. Sikap mematuhi peraturan-peraturan permainan yang tradisional. c. Ada kecenderungan memuji diri sendiri.

d. Suka membanding-bandingkan dirinya dengan anak lain kalau hal itu dirasanya menguntungkan untuk meremehkan orang lain.

e. Kalau tidak dapat menyelesaikan sesuatu soal, maka soal itu dianggapnya tidak penting.

f. Pada masa ini anak menghendaki nilai (angka rapor) yang baik, tanpa mengingat apakah prestasinya memang pantas diberi nilai baik atau tidak.

2. Masa Kelas Tinggi Sekolah Dasar

Sifat khas anak-anak pada masa ini antara lain: a. Mulai muncul minat terhadap suatu hal. b. Rasa ingin tahu yang tinggi.

c. Rasa minat terhadap suatu pembelajaran mulai menonjol. d. Membutuhkan bimbingan seorang guru ataupun orang dewasa. e. Mulai membentuk kelompok bermain.

Selain beberapa sifat khas anak didik tersebut, Desmita (2014: 35) tugas perkembangan anak usia sekolah dasar meliputi:

(3)

9

c. Belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok.

d. Belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin. e. Belajar membaca, menulis, dan berhitung agar mampu berpartisipasi

dalam masyarakat.

f. Memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif. g. Mengembangkan kata hati, moral dan nilai-nilai.

h. Mencapai kemandirian pribadi.

Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa pada dasarnya setiap peserta didik sekolah dasar memiliki perkembangan dan ciri khas sebagai karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut jika dikerucutkan terbagi menjadi 2 masa yaitu masa kanak-kanak tengah/masa kelas rendah sekolah dasar (6-9 tahun) dan masa kanak-kanak akhir/masa kelas tinggi sekolah dasar (10-12 tahun).

B. Interaksi Sosial

1. Pengertian Interaksi Sosial

(4)

10

interaksi sosial adalah suatu hubungan antara individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial merupakan hubungan timbal balik antara dua atau lebih individu dimana dalam hubungan tersebut perilaku setiap individu mempengaruhi, mengubah dan memperbaiki perilaku individu lainnya.

2. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Soerjono (2009 : 59) Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi.

a. Kontak Sosial

Kontak sosial merupakan hubungan satu pihak dengan pihak lain yang merupakan awal terjadinya interaksi sosial. Kontak sosial tidak perlu berarti hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa menyentuhnya. Sebagai contoh dalam berhubungan atau berbicara dengan orang lain bisa melalui surat, radio, telepon, dan sebagainya. Muin (2013 : 57) Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu:

1) Antar individu

Contoh kontak sosial antara individu yaitu kontak antar anak dan orang tuanya, kontak antara seorang siswa dengan siswa lainnya.

2) Antar individu dengan kelompok atau sebaliknya

(5)

11

3) Antar kelompok dengan kelompok lainnya

Contoh kontak sosial antar kelompok dengan kelompok yaitu antara dua kelas di sekolah sedang memperebutkan kejuaraan tertentu.

Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontak sosial positif dan negatif. Kontak sosial positif adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu kerjasama, sedangkan kontak sosial negatif mengarah kepada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan kontak sosial. Selain itu kontak sosial juga memiliki sifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan perantara.

b. Komunikasi

(6)

12

sikap sinis dan sikap ingin menunjukkan kemenangan. Muin (2013 : 57) Agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik, sedikitnya dibutuhkan komponen sebagai berikut:

1) Pengirim atau komunikator, adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.

2) Penerima atau komunikan, adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain.

3) Pesan adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.

4) Umpan balik, adalah tanggapan dari penerima pesan atas isi pesan yang disampaikan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kontak sosial dan komunikasi memungkinkan kerjasama antara individu dengan individu atau antara kelompok-kelompok. Akan tetapi, kontak sosial dan komunikasi tidak selalu menghasilkan kerjasama bahkan suatu pertikaian mungkin akan terjadi karena salah paham atau karena masing-masing tidak mau mengalah. Berdasarkan beberapa hal di atas dapat dibentuk suatu indikator untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial siswa berkebutuhan khusus di sekolah inklusi MI Salafiyah Kebarongan.

3. Bentuk Interaksi Sosial

Muin (2013 : 62) membagi bentuk-bentuk interaksi sosial menjadi proses asositif dan proses disosiatif.

a. Proses Asosiatif

(7)

13

Interaksi sosial dengan proses asosiatif bersifat positif, artinya mendukung seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun bentuk-bentuk proses asosiatif adalah sebagai berikut:

1) Kerjasama

Menurut Burhan Bungin (2006 : 59) Kerjasama adalah usaha bersama antara individu atau kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Kerjasama muncul ketika manusia berinteraksi dengan sesamanya, baik dalam kehidupan keluarga maupun dalam kelompok sosial yang lebih luas. Muin (2013 : 62) Kerjasama akan bertambah erat bila ada bahaya dari luar yang mengancam.

2) Akomodasi

Menurut Muin (2013 : 64) Akomodasi adalah suatu proses penyesuaian diri individu atau kelompok manusia yang semula saling bertentangan sebagai upaya untuk mengatasi ketegangan. Akomodasi berarti adanya keseimbangan interaksi sosial dalam kaitannya dengan norma dan nilai yang ada dalam masyarakat. Akomodasi seringkali merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan pertentangan, entah dengan cara menghargai kepribadian yang berkonflik atau dengan cara paksaan (tekanan). 3) Asimilasi

(8)

14

dalam masyarakat dengan mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan menuju tujuan bersama. Menurut Soerjono (2012 : 73) proses asimilasi ditandai dengan adanya usaha-usaha untuk mengurangi perbedaan-perbadaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia.

b. Proses Disosiatif

Burhan Bungin (2016 : 62) Proses disosiatif disebut pula proses oposisi (proses perlawanan) yang dilakukan oleh individu-individu dan kelompok-kelompok dalam proses sosial diantara mereka pada suatu masyarakat. Oposisi dapat diartikan bertentangan dengan seorang ataupun kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut Muin (2013 : 70) Proses disosiatif dapat dibedakan menjadi tiga bentuk sebagai berikut:

1) Persaingan

Persaingan merupakan suatu proses sosial ketika ada dua pihak atau lebih saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai kemenangan tertentu.

2) Kontroversi

(9)

15

3) Pertentangan atau pertikaian

Pertikaian merupakan proses sosial sebagai tindak lanjut dari kontroversi. Pertikaian muncul apabila individu atau kelompok berusaha memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan jalan menentang pihak lain lewat ancaman atau kekerasan.

4. Jenis Interaksi Sosial

Menurut Soerjono (2009 : 59) interaksi sosial terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Interaksi antara individu dan individu

Pada saat dua individu bertemu, interaksi sosial sudah mulai terjadi. Walaupun kedua individu itu tidak melakukan kegiatan apa-apa, namun sebenarnya interaksi sosial telah terjadi apabila masing-masing pihak sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan dalam diri masing-masing.

b. Interaksi antara kelompok dan kelompok

Interaksi jenis ini terjadi pada kelompok sebagai satu kesatuan bukan sebagai pribadi-pribadi anggota kelompok yang bersangkutan. c. Interaksi antara individu dan kelompok

(10)

16

5. Faktor-faktor Interaksi Sosial

Menurut Gerungan (2004 : 62) kelangsungan interaksi sosial sekalipun dalam bentuknya yang sederhana ternyata merupakan proses yang kompleks akan tetapi berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor, yaitu:

a. Imitasi

Imitasi adalah tindakan sosial meniru sikap, tindakan, tingkah laku, atau penampilan fisik seseorang secara berlebihan. Faktor imitasi mempunyai peranan penting dalam proses interaksi sosial. Salah satu segi positifnya bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Akan tetapi, imitasi mungkin pula mengakibatkan terjadinya hal-hal negatif jika yang ditiru tindakan-tindakan yang menyimpang. Imitasi yang berlebihan juga dapat melemahkan perkembangan daya nalar dan daya kreasi seseorang.

b. Sugesti

Sugesti adalah pemberian pengaruh atau pandangan dari satu pihak ke pihak lain. Akibatnya, pihak yang dipengaruhi akan tergerak mengikuti pengaruh atau pandangan itu dan menerimanya secara sadar atau tidak sadar tanpa berpikir panjang. Cepat atau lambatnya proses sugesti sangat bergantung pada usia, kepribadian, kemampuan intelektual, dan keadaan fisik seseorang.

(11)

17

Identifikasi adalah kecenderungan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan orang lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar proses ini. Proses identifikasi dapat berlangsung dengan sendirinya (secara tidak sadar) maupun dengan disengaja. d. Simpati

Simpati adalah suatu proses seseorang merasa tertarik dengan orang lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerjasama dengannya. Proses simpati lebih lambat, namun pengaruhnya lebih mendalam dan mampu bertahan dalam jangka waktu lama.

Berdasarkan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa interaksi sosial sebagai syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial membentuk hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar perorangan, antar kelompok maupun perorangan dengan kelompok.

C. Anak Berkebutuhan Khusus

(12)

18

karakteristik ataupun potensi yang ada. Perbedaan yang ada dalam diri anak biasanya terlihat karena bentuk perbedaan yang tidak dimiliki oleh anak pada umumnya. Terlebih lagi jika anak tersebut memiliki gangguan dan membutuhkan penanganan yang khusus dimana perbedaan tersebut sering diartikan sebagai jenis Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

Delphie (2006: 1) anak berkebutuhan khusus (ABK) merupakan istilah lain untuk menggantikan kata “Anak Luar Biasa (ALB)” yang menandakan

adanya kelainan khusus. Menurut Wiyani (2014: 17) anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan kepemilikan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak lain pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi, atau fisik. Menurut Ratih dan Afin (2016: 16) anak berkebutuhan khusus ada yang sifatnya temporer, tetapi ada pula yang sifatnya menetap. Anak berkebutuhan khusus permanen yaitu anak yang memiliki karakteristik unik atau berbeda dengan anak normal yang disebabkan kelainan bawaan atau yang diperoleh kemudian serta menimbulkan hambatan dalam pembelajaran. Anak berkebutuhan khusus permanen antara lain tunanetra, tunawicara, tunarungu, tunadaksa, tunagrahita, autis, ADHD dan kesulitan belajar. Anak berkebutuhan khusus yang sersifat temporer adalah anak yang memiliki kelainan atau karakteristik unik yang tidak sama dengan anak normal disebabkan ketidakmampuan diri dalam menyesuaikan dengan perubahan sosial. Contohnya anak-anak yang menjadi ABK karena bencana alam.

(13)

19

1. Tuna Wicara

Kelainan berbicara dan berbahasa umumnya terjadi pada anak-anak. Gangguan bicara atau biasa disebut dengan bisu diartikan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk berbicara. Sardjono (2005: 14) mengatakan “kelainan atau gangguan bicara/wicara/tuna wicara adalah

suatu kerusakan atau gangguan dari suara, artikulasi dari bunyi wicara, dan/atau kelancaran wicara”. Sardjono (2005: 14) ada tiga macam

gangguan bicara yaitu: a. Gangguan Artikulasi

Gangguan artikulasi yaitu abnormalitas dari bunyi bicara. Kelainan artikulasi atau kelainan ucapan disebabkan karena kelainan-kelainan pada alat-alat bicaranya. Misalnya lidah (pendek, tremor, pasif, athetoid), bibir (sumbing, terlalu menonjol kemuka, bentuknya terlalu kecil), langit-langit sumbing dan juga disebabkan karena fungsi daripada alat-alat bicara kurang sempurna.

b. Gangguan Suara

(14)

20

c. Gangguan kelancaran bicara

Gangguan kelancaran bicara yaitu abnormalitas aliran ekspresi verbal, yang ditandai oleh adanya gangguan atau kerusakan kecepatan atau ritme yang mungkin disertai dengan perilaku perjuangan keras untuk mengatasi.

2. Tuna Grahita

Tunagrahita, demikianlah istilah yang dikenalkan bagi mereka yang memiliki keterbelakangan mental. Banyak sekali istilah lain yang dikaitkan dengan tunagrahita, antara lain lemah pikiran, keterbelakangan mental, mampu didik, mampu latih, ketergantungan penuh, mental subnormal, defisit mental, dan defisit kognitif, cacat mental atau defisiensi mental, dan gangguan intelektual.

Ratih dan Afin (2016: 46) menjelaskan bahwa ada beberapa ciri yang mengikuti keterbelakangan mental, sebagai berikut:

a. Memiliki IQ dibawah normal, yaitu sekitar dibawah 80.

b. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan (adaptasi rendah).

c. Tidak mampu memikirkan permasalahan yang berbelit dan abstrak.

d. Lemah dalam pelajaran yang bersifat akademik, seperti menulis, membaca, berhitung, dan turunannya.

Ratih dan Afin (2016: 46-48) juga memasukkan anak-anak yang mengalami tunagrahita kedalam beberapa tahapan yaitu:

a. Tunagrahita Ringan

(15)

21

50-80. Dengan tingkat intelegensi tersebut, anak tuna grahita ringan bisa melakukan kegiatan dengan tingkat kecerdasan anak-anak normal usia 12 tahun. Cukup bagus apabila dilatih dan dibiasakan untuk belajar dan berpikir, asalkan tidak terlampau dipaksakan sehingga mereka merasa sangat terbebani.

b. Tunagrahita Sedang

Anak-anak yang tergolong tunagrahita sedang disebut juga anak-anak yang mampu latih atau di istilahkan sebagai imbesil. Anak-anak ini minimal mampu dilatih untuk mandiri, menjalankan aktivitas keseharian sendiri tanpa bantuan orang lain. Mandi, makan, berpakaian, berjalan dan mampu mengungkapkan keinginan dalam pembicaraan sederhana. Namun, untuk memahami pelajaran yang bersifat akademis, anak-anak ini kurang mampu melakukannya. Anak-anak tunagrahita sedang rata-rata memiliki tingkat intelegensi antara 30-50. Dengan tingkat intelegensi tersebut, anak-anak tunagrahita sedang bisa mencapai kecerdasan maksimal setara dengan anak normal usia 7 tahun. Latihan dan kesabaran diperlukan agar anak-anak ini tetap mampu menolong dirinya sendiri dalam melakukan kegiatan sehari-hari.

c. Tunagrahita Berat

Anak-anak yang tergolong tunagrahita berat diistilahkan sebagai idiot atau perlu rawat. Anak-anak golongan ini sulit diajarkan mandiri karena keterbatasan mental dan pemikiran ke arah kemandirian. Untuk menolong dirinya sendiri dalam bertahan hidup, rasanya sulit bagi anak-anak golongan ini. Kadang berjalan, makan, dan membersihkan diripun perlu dibantu orang lain. Anak tunagrahita berat memiliki tingkat intelegensi dibawah 30. Dengan tingkat intelegensi tersebut, anak tunagrahita berat hanya mampu memiliki kecerdasan optimal setara dengan anak normal usia 3 tahun.

3. ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)

(16)

22

Ratih dan Afin (2016: 55) ADHD disebut sebagai gangguan perilaku. ADHD dikatakan sering menjangkiti anak-anak di usia 5-11 tahun. Ratih dan Afin (2016: 55-57) Ciri-ciri anak ADHD dengan karakteristik sebagai berikut:

a. Sulit Berkonsentrasi

Anak penyandang ADHD terlihat sulit untuk fokus pada satu kegiatan dan apabila melakukan satu tugas cenderung sulit untuk selesai.

b. Hiperaktif

Sulitnya anak ADHD untuk berkonsentrasi membuat mereka cenderung hiperaktif karena perilakunya di luar batas kewajaran yang bisa dikerjakan anak umumnya. Misalnya, berlari tanpa henti, memanjat, berguling, dan cenderung merusak serta menyerang teman sekelasnya apabila keinginannya tidak terpenuhi.

c. Mudah lupa dan Kehilangan Sesuatu

(17)

23

d. Sulit Berpikir dan Mengatur Tindakan

Perilaku anak ADHD cenderung spontan, tanpa perencanaan, dan tidak dipikirkan akibat yang akan diperolehnya. Kecenderungan ini membuat anak-anak ADHD semakin sulit melakukan kegiatan dengan tuntas dan sulit diberi tanggung jawab tertentu.

e. Sulit Beradaptasi Dengan Pekerjaan dan Tanggung Jawab

Bukan hanya sulit untuk diberikan satu tanggung jawab saja, anak ADHD cenderung kurang bisa memulai satu tugas yang telah disepakati. Mereka suka menunda-nunda pekerjaan sehingga terbengkalai dan tidak terselesaikan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus memang memiliki keunikan tersendiri. Pemahaman menyeluruh harus dimiliki oleh setiap orang tua maupun pendidik atau guru ABK. Jika anak diibaratkan dengan permata, anak berkebutuhan khusus adalah permata yang bersinar secara berbeda dengan permata-permata yang lain. Peran orang tua dan guru harus senantiasa mengasah keterampilan dan kemampuan ABK agar permata yang dimilikinya selalu bersinar dalam diri ABK.

D. Sekolah Inklusi

1. Pengertian Sekolah Inklusi

(18)

24

bahwa sesungguhnya setiap individu yang ada memiliki hak untuk dapat memperoleh pendidikan yang sama dengan yang lain tanpa melihat bagaimana individu tersebut menjadi tolak awal sebagai pergerakan usaha membantu mereka khususnya yang berkebutuhan khusus untuk dapat memperoleh pendidikan yang sama. Menurut Smith (2009: 45) menyatakan bahwa “Inklusi dapat berarti penerimaan anak-anak yang

memiliki hambatan kedalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial dan konsep diri (visi-misi) sekolah”. Pernyataan lain terkait inklusi juga dikemukakan oleh Ellis (2008: 227) yang menyatakan bahwa “Inklusi

merupakan praktik mendidik semua siswa, termasuk siswa yang mengalami hambatan yang parah dan majemuk di sekolah-sekolah umum yang biasanya dimasuki anak-anak normal.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sekolah inklusi menjadi salah satu usaha mewujudkan makna bahwa setiap orang berhak memperoleh pendidikannya terutama anak berkebutuhan khusus. Sekolah inklusi merupakan sekolah pada umumnya yang ditunjuk oleh dinas pendidikan setempat yang dipercaya memiliki kesiapan baik guru, kepala sekolah, dab lain-lainnya untuk memberikan peluang bagi anak yang berkebutuhan khusus agar dapat memperoleh pendidikan bersama dengan murid yang lain dalam satu lingkungan yang sama dengan anak normal lainnya.

2. Tujuan Pendidikan Inklusi

(19)

25

tersendiri dalam melaksanakan pendidikan. Berdasarkan Permendiknas nomor 70 tahun 2009 disebutkan bahwa:

“Pendidikan inklusi bertujuan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental dan emosi atau memiliki kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya dan mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.”

Tanpa meninggalkan tujuan utama dari adanya satuan pendidikan, sekolah inklusi menjalankan kegiatan pembelajaran sama seperti sekolah lain pada umumnya yaitu adanya pemberian pengarahan, pemberian ilmu, pengembangan dan juga pembinaan kemampuan yang dimiliki siswa seperti kemampuan berinteraksi melalui berbagai wadah yang dikemas sedemikian rupa oleh sekolah dengan tujuan agar mampu mencetak generasi yang lebih baik lagi.

Tujuan pendidikan inklusi juga disebutkan dalam ketentuan penyelenggaraan pendidikan inklusi di Provinsi Jawa Tengah yang menyebutkan bahwa pendidikan inklusi diselenggarakan dengan tujuan sebagai berikut:

a. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua anak (termasuk anak berkebutuhan khusus) mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kebutuhannya.

b. Membantu mempercepat program wajib belajar pendidikan dasar. c. Membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah

(20)

26

d. Menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman, tidak diskriminatif, serta ramah terhadap pembelajaran.

e. Memenuhi amanat Undang-undang Dasar 1945 khususnya Ps. 32 ayat 1 yang berbunyi „setiap warga negara berhak mendapat pendidikan‟,

dan ayat 2 berbunyi „setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya‟. UU No. 20/2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional, khususnya Ps. 5 ayat 1 yang berbunyi „setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

pendidikan yang bermutu‟. UU No. 23/2002 tentang perlindungan anak, khususnya Ps. 51 yang berbunyi „anak yang menyandang cacat

fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa‟.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan inklusi sebagai perwujudan makna dari setiap peraturan perundangan yang ada. Pendidikan inklusi memiliki makna lebih yaitu memberikan kesempatan bagi mereka yang memiliki kebutuhan khusus untuk dapat memperoleh perlakuan yang sama dengan anak yang tidak memiliki kebutuhan khusus, sehingga diharapkan akan menjadikan sebuah pengalaman dan juga kesempatan untuk mereka dapat bersosialisasi bersama.

3. Prinsip Dasar Pendidikan Inklusi

(21)

27

dicapai. Namun dalam praktiknya memiliki beberapa prinsip yang menjadi dasar pada pendidikan inklusi. Menurut Sunaryo (2009 : 2) “Prinsip dasar dari sekolah inklusif adalah bahwa, selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama, tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada diri mereka. Sekolah inklusif harus mengenal dan merespon terhadap kebutuhan yang berbeda-beda dari para siswanya, mengakomodasi berbagai macam gaya dan kecepatan belajarnya, dan menjamin diberikannya pendidikan yang berkualitas kepada semua siswa melalui penyusunan kurikulum yang tepat, pengorganisasian yang baik, pemilihan strategi pengajaran yang tepat, pemanfaatan sumber dengan sebaik-baiknya, dan penggalangan kemitraan dengan masyarakat sekitarnya. Seyogyanya terdapat dukungan dan pelayanan yang berkesinambungan sesuai dengan sinambungnya kebutuhan khusus yang dijumpai di tiap sekolah”.

Budiyanto (2005: 41) menyebutkan bahwa terdapat 3 prinsip dalam pendidikan inklusi yaitu sebagai berikut:

a. Setiap anak termasuk dalam suatu komunitas setempat dan dalam satu kelas atau kelompok, yang artinya setiap anak yang lahir sesungguhnya mereka sudah termasuk dalam bagian suatu komunitas dimana mereka berada baik dilingkungan rumah, kelas atau kelompok bermain.

(22)

28

membangun antara satu dengan yang lainnya. Bukan menjadi sebuah pembelajaran kompetitif yang menjadikan satu dengan yang lain saling menjadikan yang terbaik.

c. Guru bekerjasama dan mendapat pengetahuan pendidikan umum, khusus, dan teknik belajar individu serta keperluan-keperluan pelatihan dan bagaimana mengapresiasikan keanekaragaman dan perbedaan individu dalam pengorganisasian kelas. Artinya setiap guru berusaha untuk dapat mendampingi berbagai perbedaan yang dimiliki setiap individu anak melalui berbagai ilmu yang dimiliki.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bawa dalam pelaksanaan pendidikan inklusi didasarkan pada prinsip yang menganggap bahwa semua anak sesungguhnya merupakan suatu komunitas yang sama tanpa membedakan antara satu anak dengan yang lainnya, mereka menjadi satu kesatuan yang memiliki hubungan antara satu dengan yang lainnya dan melalui komunitas tersebut berbagai kegiatan dilakukan secara bersama yang diharapkan mampu membangun kebersamaan antara mereka. Kegiatan yang berlangsung tersebut dilakukan dengan dampingan seorang guru.

4. Elemen-elemen Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi tidak akan berjalan dengan lancar apabila elemen yang ada didalamnya tidak bekerja dengan baik. Menurut Ambar (2005: 115) terdapat 10 elemen yang memungkinkan pendidikan inklusi dapat dilaksanakan yaitu:

(23)

29

Sikap positif terhadap keragaman merupakan sikap bagi seorang yang berkecimpung dalam dunia pendidikan seperti guru sebagai tenaga pendidik untuk senantiasa menerima semua siswanya dalam kondisi apapun dan menjadikan sebuah perbedaan yang ada menjadi sebuah keberagaman dalam hidup serta keunikan bagi setiap individu.

b. Interaksi promotif

Interaksi promotif merupakan interaksi yang didalamnya terdapat kegiatan saling mendorong, yaitu kegiatan saling memberikan kata motivasi yang disertai dengan sikap saling menghargai, menghormati antara satu dengan lainnya.

c. Kompetensi akademik dan sosial yang seimbang

Pendidikan yang berlangsung dalam sekolah inklusi tidak hanya terfokus pada kompetensi akademik para siswa namun juga memperhatikan berbagai kompetensi atau kemampuan sosial siswa dengan orang lain.

d. Pembelajaran adaptif

Pendidikan yang dilakukan dalam sekolah inklusi dilakukan dengan menggabungkan mereka yang berkebutuhan khusus dengan tidak dalam satu wadah pembelajaran. Dalam pendidikan inklusi juga berusaha untuk dapat memberikan berbagai fasilitas yang dapat menunjang kemampuan dan kebutuhan anak yang memiliki kebutuhan khusus.

(24)

30

Konsultasi kolaboratif yaitu serangkaian kegiatan yang didalamnya terdapat koordinasi antara berbagai pihak yang terkait dengan siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Semua kegiatan yang dilakukan terkait koordinasi dimaksudkan dengan tujuan agar dapat menjadi bahan koreksi maupun juga refleksi dari kegiatan yang telah terkonsep sebelumnya terkait siswa berkebutuhan khusus.

f. Hidup dan belajar dalam masyarakat

Pendidikan inklusi berlangsung dengan konsep bentuk kehidupan masyarakat yang mini. Semua yang dilakukan dalam pendidikan inklusi dilakukan kegiatan yang kooperatif yang mampu membuat para siswa saling memiliki sikap baik dalam berkehidupan di masyarakat yaitu saling tenggangrasa, menghargai, menghormati.

g. Hubungan kemitraan antara sekolah, keluarga, dan masyarakat

Pendidikan inklusi akan dapat berjalan dengan baik apabila semua kegiatan mendapatkan dukungan dari berbagai pihak yang terkait. Dukungan tersebut dapat diperoleh baik dari keluarga maupun masyarakat mengingat bahwa semua anak merupakan bagian dari setiap satuan masyarakat juga kelompok yang ada.

h. Pemahaman kebutuhan individual siswa

(25)

31

i. Belajar dan berpikir independen

Pendidik dalam pendidikan inklusi harus mampu mendorong para siswanya agar dapat lebih berkembang melalui berbagai kegiatan pembelajaran dengan tujuan agar mereka dapat berfikir dengan mandiri.

j. Prinsip belajar sepanjang hayat

Pendidikan inklusi merupakan bagian dari pembelajaran yang dialami seseorang semasa hidupnya, dimana setiap manusia yang hidup merupakan suatu proses belajar sepanjang hayatnya.

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti menyimpulkan bahwa dalam prosesnya semua elemen-elemen pendidikan inklusi harus mampu berjalan bersama mengingat semua elemen tersebut saling berhubungan antara satu dengan lainnya guna terciptanya kegiatan pembelajaran yang inklusi yang baik.

5. Jenis Kurikulum

(26)

32

tersebut dilakukan atau dirancang oleh tim pengembang kurikulum yang ada disekolah tersebut dengan tujuan agar dapat menyesuaikan dengan kondisi siswa yang ada disekolah tersebut sehingga pada prosesnya nanti diharapkan akan mampu mempermudah semua elemen yang ada dalam pelaksanaan proses pendidikan inklusi.

6. Tenaga Pendidik

Tenaga pendidik merupakan mereka yang mempunyai tugas untuk membimbing dan mengajar siswa agar lebih baik lagi dari sebelumnya. Bila dalam sekolah umum lainnya tenaga pendidik biasanya terdiri dari kepala sekolah dan guru kelas saja dalam pendidikan inklusi terdapat tenaga pendidik tambahan yaitu guru khusus atau guru pendamping yang memiliki tanggung jawab untuk menangani ABK meski pada dasarnya mereka memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama. Meski demikian koordinasi antara sesama guru baik reguler maupun khusus tetap penting dilaksanakan melalui pengawasan dari kepala sekolah.

E. Peran Guru dalam Mengembangkan Kemampuan Berinteraksi Anak Guru merupakan sebutan lain untuk seseorang yang memiliki tugas sebagai pendidik. Menurut Al-Ghazali (2013: 112) “Guru merupakan orang tua yang sejati yaitu yang membimbing, mengarahkan dan mendidik anak, tidak hanya sebatas sampai usia dewasa tapi lebih dari itu, tidak hanya memberikan ilmu tetapi guru adalah sosok yang bertanggung jawab akan keberhasilan anak di dunia sekaligus di akhirat kelak sehingga padanya

(27)

33

sekolah figur guru merupakan pribadi kunci. Guru memiliki tanggung jawab dalam membentuk karakter peserta didiknya. Sebagai pribadi yang digugu dan ditiru, semua sikap dan perilaku guru akan dilihat, didengar, dan ditiru oleh peserta didik. Guru memiliki hak otoritas untuk membimbing dan mengarahkan anak didik agar menjadi manusia yang berilmu pengetahuan dan memiliki sikap atau perilaku yang baik dalam interaksi dengan sesamanya tanpa melihat latar belakang dari siswa. Guru membimbing siswa dengan setulus hati tanpa menimbulkan suatu keadaan dimana siswa merasa terganggu dan kurang nyaman. Hal tersebut menjadi sangat penting dan wajib untuk dilaksanakan bagi seorang guru terlebih untuk guru di sekolah inklusi yang memiliki berbagai macam jenis anak yang memiliki kebutuhan khusus.

Guru di sekolah inklusi dalam menjalankan perannya harus mampu memberikan perlakuan baik, menciptakan lingkungan yang nyaman dan menyenangkan tanpa adanya rasa saling membedakan antara satu dengan yang lain. Dalam proses pembelajaran guru tidak hanya bertanggung jawab dalam pemberian ilmu, mendidik dan membimbing peserta didik kearah yang lebih baik saja. Guru juga harus memiliki kompetensi, UU No. 16 Tahun 2007 menerangkan berbagai aspek penilaian kompetensi guru yang harus dimiliki yaitu:

Tabel 2.1 Kompetensi Guru

NO KOMPETENSI

A. Pedagogik

1. Menguasai karakteristik peserta didik

2. Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik

(28)

34

NO KOMPETENSI

4. Kegiatan pembelajaran yang mendidik 5. Pengembangan potensi peserta didik 6. Komunikasi dengan peserta didik 7. Penilaian dan evaluasi

B. Kepribadian

8. Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial dan kebudayaan nasional

9. Menunjukkan pribadi yang dewasa dan teladan

10. Etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru C. Sosial

11. Bersikap inklusi, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif 12. Komunikasi dengan sesama guru, tenaga kependidikan, orang tua,

peserta didik, dan masyarakat D. Profesional

13. Penguasaan materi, struktur, konsep dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu

14. Membina keprofesionalan melalui tindakan yang relatif

Berdasarkan uraian di atas terkait kompetensi guru terlebih lagi pada guru di sekolah inklusi mereka harus dapat menjalankan berbagai kompetensi guru tersebut dengan baik mengingat bahwa peserta didiknya memiliki karakteristik yang beraneka ragam. Kompetensi guru yang sangat patut untuk digaris bawahi bagi seorang guru khusus yang ada disekolah inklusi dengan berbagai macam anak berkebutuhan khusus yaitu menguasai karakteristik peserta didik, komunikasi dengan peserta didik, bersikap inklusi, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif.

Beberapa peran guru pendamping khusus menurut Skjorten dkk, dalam pengantar pendidikan inklusif (2003) yaitu:

1. Mendampingi guru kelas dalam menyiapkan kegiatan yang berkaitan dengan materi belajar.

2. Mendampingi anak berkebutuhan khusus dalam menyelesaikan tugasnya dengan memberikan instruksi yang singkat dan jelas. 3. Memilih dan melibatkan teman seumur untuk kegiatan

sosialisasinya.

(29)

35

5. Mempersiapkan anak berkebutuhan khusus pada kondisi rutinitas yang berubah positif.

6. Menekankan keberhasilan anak berkebutuhan khusus dan pemberian reward yang sesuai dan pemberian konsekwensi terhadap perilaku yang tidak sesuai.

7. Meminimalisasi kegagalan anak berkebutuhan khusus.

8. Memberikan pengajaran yang menyenangkan kepada anak berkebutuhan khusus.

9. Menjalankan individual program pembelajaran yang terindividualkan (PPI).

Selain peran guru pendamping khusus tersebut, Al-Ghazali (2013: 116) juga mengemukakan bahwa guru harus memberikan peranan yang dibutuhkan oleh peserta didik dan juga masyarakat sebagai berikut:

1. Sebagai korektor atau evaluator; guru bisa membedakan mana nilai yang baik dan nilai yag buruk.

2. Sebagai informator; guru harus dapat memberikan informasi perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, selain bahan pembelajaran yang telah di programkan dalam mata pelajaran dalam kurikulum.

3. Sebagai inspirator; guru harus memberikan ilham (petunjuk) yang baik atas kemajuan anak didik.

4. Sebagai organisator; guru harus mampu mengorganisasikan segala sesuatu yang berkaitan dengan proses belajar mengajar demi tercapainya efektifitas dan efisiensi dalam belajar pada diri anak didik.

5. Sebagai motivator; guru harus mampu mendorong anak didiknya agar bergairah dan aktif dalam belajar.

6. Sebagai inisiator; guru harus mampu menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidikan dan pengajaran.

7. Sebagai fasilitator; guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang memudahkan belajar anak didik.

8. Pembimbing; guru hendaknya mengarahkan anak didiknya terhadap potensinya sehingga mereka menjadi manusia dewasa yang sempurna, baik ilmu dan akhlaknya.

9. Supervisor; guru hendaknya dapat membantu dan memperbaiki serta menilai terhadap proses pengajaran secara kritis. Dan juga peranan lain yang dapat mendukung dan mewujudkan kedudukan guru sebagai manusia terhormat dan mulia.

(30)

36

sekolah inklusi. Kompetensi kinerja guru harus mampu dilaksanakan dengan baik mengingat peran guru menempati posisi yang sangat penting yang merupakan pribadi kunci bagi mereka para siswa yang berkebutuhan khusus.

F. Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian terkait dengan anak berkebutuhan khusus (ABK) telah dilakukan, diantaranya penelitian oleh Rina Diahwati, Hariyono, Fattah Hanurawan (2016) tentang “Keterampilan Sosial Siswa Berkebutuhan Khusus di Sekolah Dasar Inklusi”. Penelitian tersebut merupakan penelitian dengan

pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk mengungkapkan secara mendalam keterampilan sosial siswa berkebutuhan khusus di sekolah dasar inklusi. Hasil penelitian ini secara umum yaitu keterampilan sosial siswa berkebutuhan khusus berbeda-beda. Siswa autis cenderung memiliki keterampilan sosial yang rendah, siswa ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorder) cenderung memiliki beberapa aspek keterampilan sosial yang rendah. Siswa tunagrahita cenderung memilki keterampilan sosial yang sedang.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Saiful Malak (2013) tentang “Inclusive Education Reform in Bangladesh: Pre-Service Teachers‟ Responses

(31)

37

dapat dikatakan bahwa dalam proses pendidikan inklusi sangat membutuhkan berbagai persiapan mengingat melalui pendidikan inklusi ini menjadi sebuah harapan baru bagi ABK untuk dapat memaksimalkan berbagai potensi yang ada. Artikel tersebut termuat dalam International Journal of Instruction.

Penelitian relevan yang lainnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Lori Desautels (2017) tentang “Emotional Regulation for Kids With ADHD”. Hasil dari penelitian tersebut yaitu enam strategi brain-aligned yang diterapkan untuk membantu anak-anak dengan attention-deficit/hyperactivity disorder membangun kepercayaan diri, keterlibatan, dan fokus. Strategi

tersebut adalah (1) Diskusi kelas keseluruhan, (2) Membawa desa, (3) Saya memperhatikan, (4) Cerita otak, (5) Pekerjaan rumah untuk guru, (6) Chunking/cara terbaik untuk membangun kesuksesan kecil.

G. Kerangka Pikir

Sekolah inklusi merupakan sekolah ramah untuk semua. Inklusi dapat berarti penerimaan anak-anak yang memiliki hambatan atau berkebutuhan khusus ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial dan konsep diri (visi dan misi) sekolah. Dalam pelaksanaan sekolah inklusi diharapkan semua elemen-elemen yang ada didalamnya mampu berkontribusi secara langsung dalam melakukan tugasnya mendidik dan mengembangkan interaksi sosial peserta didiknya khususnya yang memiliki kebutuhan khusus (ABK).

(32)

38

peran yang sangat penting terlebih pada sekolah inklusi yang merupakan satuan pendidikan yang diadakan oleh pemerintah sebagai perwujudan usaha membantu ABK dalam bidang pendidikan melalui prinsip menerima semua bentuk siswa baik yang memiliki kebutuhan khusus maupun tidak untuk dapat melakukan pembelajaran bersama-sama. Peran guru dalam sekolah inklusi selain guru bertanggung jawab mengajar peserta didiknya, guru harus mampu menjadi konsultan bagi peserta didiknya diberbagai bidang yang ada baik konsultan dalam hal menemukan serta pengembangan berbagai potensi yang dimiliki oleh peserta didiknya tanpa melihat latar belakang siswa tersebut.

Maka dari itu penelitian ini dilakukan untuk mencari tahu bagaimana interaksi sosial ABK dan peran guru dalam mengembangkan keterampilan berinteraksi anak berkebutuhan khusus kelas I di sekolah inklusi MI Salafiyah Kebarongan. Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Pelaksanaan sekolah inklusi

Interaksi sosial siswa ABK kelas I

Peran guru dalam mengembangkan kemampuan interaksi sosial siswa ABK kelas I

Gambar

Tabel 2.1 Kompetensi Guru
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

“Komunikasi Instruksional Guru pada Siswa Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) di Sekolah Menengah Kejuruan Inklusi, Studi Kasus Komunikasi Instruksional Guru Pada Siswa ABK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan: 1) implementasi kebijakan pengelolaan asesmen anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi Dinas

Seluruh guru di sekolah inklusi harus memiliki kemampuan untuk mengajar siswa-siswa berkebutuhan khusus. Mereka harus sabar dan telaten membimbing anak-anak yang unik, karena

Beberapa aspek kesiapan sekolah (school readiness) yang harus dipenuhi siswa inklusi adalah aspek kognitif, sosial, emosi, motivasi dan bahasa. Tujuan penelitian ini

mengadakan penelitian dengan judul “Kesiapan Sekolah Dasar Dalam Penerapan Pendidikan Inklusi Untuk Anak Berkebutuhan

Dari delapan aspek kesiapan sekolah inklusi yang menunjukkan kondisi paling siap ialah aspek peserta didik, dilanjutkan aspek dana pada urutan ke-dua, aspek menejemen

Meskipun pada implementasi pendidikan inklusi di sekolah dasar masih ditemukan beberapa kendala, akan tetapi kepala sekolah, guru, dinas pendidikan dan masyarakat terus berupaya

Skripsi dengan judul “ Problematika Guru Dalam Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Di Sekolah Inklusi SDN Sumbersari I Malang” adalah hasil karya saya, dan dalam