• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemilihan kepala daerah selalu menjadi peristiwa menarik terutama bagi masyarakat di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemilihan kepala daerah selalu menjadi peristiwa menarik terutama bagi masyarakat di"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Pemilihan kepala daerah selalu menjadi peristiwa menarik terutama bagi masyarakat di wilayah atau daerah pemilihan dilaksanakan. Peraturan pelaksanaan pemilihan kepala daerah diatur pelaksanaannya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 6 tahun 2005, dimana pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi dan/atau kabupaten/ kota berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk memilih kepala daerah. Selanjutnya dijelaskan bahwa kepala daerah dan wakil kepala daerah adalah gubernur dan wakil gubernur untuk Provinsi, Bupati dan wakil bupati untuk Kabupaten, serta Walikota dan Wakil Walikota untuk kota.

Peristiwa pemilihan gubernur (pilgub) salah satu yang menjadi perhatian khusus bagi hampir setiap elemen masyarakat di suatu provinsi. Berbagai kepentingan membuat banyak pihak menaruh harapan atas gubernur terpilih. Gubernur pada Orde Reformasi ini tidak lagi ditentukan oleh elit politik di Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPR/DPRD) seperti pada Orde Baru, tapi sudah dipilih secara langsung oleh masyarakat. Pemilihan yang bersifat langsung, membuat interaksi antara yang dipilih dengan yang memilih menjadi hal yang menarik untuk diamati, khususnya tentang bagaimana komunikasi politik calon gubernur (cagub) dalam meraih suara untuk terpilih sebagai gubernur.

Komunikasi politik adalah jalan bagi politikus atau komunikator politik, termasuk para cagub dalam menyebarkan makna atau pesan yang bercirikan politik kepada semua kelompok

(2)

atau warga, sebagai upaya untuk mencapai suatu pengaruh dalam rangka memperoleh kekuasaan. Secara umum dari hasil pengamatan peneliti, terdapat dua cara yang dilakukan para cagub dalam melakukan komunikasi politiknya, yaitu melalui kontak langsung dan kontak tidak langsung.

Komunikasi politik cagub pada kontak langsung dilakukan dengan mendatangi dan melakukan pertemuan dengan masyarakat pemilih untuk mensosialisasikan visi, misi dan program yang diusungnya sebagai cagub sekaligus untuk lebih mendekatkan dirinya selaku calon pemimpin kepada masyarakat yang akan dipimpinnya. Sementara komunikasi politik pada kontak tidak langsung dilakukan cagub dengan menggunakan berbagai sarana tertentu guna mengkomunikasikan maksudnya kepada para pemilih,. Baik lewat orang lain, tokoh masyarakat, tokoh agama ataupun lewat sarana media massa.

Media massa menjadi saluran yang sering dimanfaatkan dalam menyampaikan informasi politik, sebagaimana yang dilakukan para cagub di media massa saat berlangsungnya pilgub. Cagub mencari pengaruh lewat komunikasi politiknya di media massa dengan memainkan peran politik dalam suatu setting politik tertentu untuk memengaruhi warga dengan tujuan mendapatkan simpati untuk dipilih menjadi gubernur. Komunikasi politik cagub dilakukan baik melalui pemberitaan, rilis dan iklan politik, di satu atau beberapa media massa sekaligus.

Schacter pada Fisher (1986) dalam Rakhmat (1990) menuliskan bahwa komunikasi adalah mekanisme untuk melaksanakan kekuasaan sehingga komunikasi politik berisi pembicaraan mengenai politik. Pembicaraan politik menurut David VJ Bell dalam Arifin (2003), adalah pembicaraan kekuasaan, pengaruh dan otoritas. Pembicaraan kekuasaan menyangkut mempengaruhi orang dengan ancaman, janji, penyuapan dan pemerasan yang menekankan pada sanksi. Pembicaraan pengaruh menyangkut menasehati, mendorong, membuat permintaan dan

(3)

peringatan yang menekankan pada prestise, reputasi, kredibilitas dan kapabilitas. Pembicaraan otoritas menyangkut pemberian perintah oleh yang berkuasa, dimana penguasa yang sah ialah suatu otoritas dan memiliki hak untuk dipatuhi. Hal ini menekankan pada daya tarik pribadi penguasa, adat istiadat atau kedudukan resmi karena politik memiliki pusat perhatian pada kekuasaan, legitimasi dan kewenangan.

Para cagub menyampaikan komunikasi politiknya melalui pembicaraan politik terkait kekuasaan, pengaruh dan otoritas di media massa dengan harapan dapat memengaruhi dan menumbuhkan simpati dari para pembaca media massa tersebut.

Suryadi (1993) menyatakan bahwa sistem komunikasi politik terdiri dari elit politik, media massa dan khalayak. Posisi media massa dalam propaganda politik menjadi sangat penting, didukung karakteristik media massa yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, anonim dan pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat, sehingga persuasi politik yang mencoba memanipulasi psikologis khalayak dapat dilakukan melalui media massa.

Menurut Michael Rush & Phillip Althoff dalam Sartori (1993), objek material komunikasi politik adalah dimensi-dimensi komunikasi dari fenomena politik dan dimensi politis dari komunikasi sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Gurevitch & Blumler (1977), yang mengatakan empat komponen dalam aspek komunikasi politik, yaitu pertama lembaga-lembaga politik dalam aspek komunikasinya, kedua institusi media dalam aspek politiknya, ketiga orientasi khalayak terhadap komunikasi, dan ke empat aspek budaya politik yang relevan dengan komunikasi.

(4)

Ada adagium dalam komunikasi politik bahwa “politik adalah pembicaraan”. Pembicaraan tersebut menggunakan lambang-lambang tertentu demi tujuan dan kepentingan politik, baik lambang verbal maupun lambang nonverbal. Rogers, E. M. & Storey J. D. (1987) dalam Communication Campaigns menjelaskan hubungan antara media dengan kampanye dengan audiens yang tepat akan mempengaruhi hasilnya. Media massa dapat memainkan peran penting dalam menciptakan kesadaran pengetahuan, dalam mendorong komunikasi interpersonal, dan dalam merekrut individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan kampanye.

Menurut Abrar (1995), media massa sesuai fungsi dan perannya tentu saja tidak akan melewatkan begitu saja peristiwa yang memenuhi prinsip nilai berita secara umum, yakni adanya konflik, kemajuan, penting, kedekatan, aktual, unik, manusiawi dan berpengaruh. Peristiwa pilgub termasuk komunikasi politik cagub memenuhi kriteria layak untuk diberitakan dan relevan dengan fungsi media massa dalam memberikan informasi, mendidik dan memengaruhi. Ibarat gayung bersambut antara cagub dan media massa saling bersinergi, apalagi secara khusus UU Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah pasal 77 (1) pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125 telah mengatur agar media massa harus memberikan kesempatan yang sama kepada pasangan calon untuk menyampaikan tema dan materi kampanye.

Media massa ikut ambil bagian dalam membuat berbagai peliputan untuk menggambarkan perkembangan situasi dan kondisi terkait pilgub tersebut kepada masyarakat luas. Tujuannya secara umum untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada masyarakat tentang peristiwa tersebut agar masyarakat dapat mempertimbangkan siapa diantara kandidat kepala daerah yang paling tepat mereka pilih untuk memimpin wilayah tersebut lima tahun ke depan.

(5)

Peran media massa, menurut Stuart Hall dalam Sudibyo (2001) sebagai sumber dari kekuasaan hegemoni dimana kesadaran khalayak dikuasai dan sebagai sumber legitimasi, dimana lewat media pihak yang berkuasa dapat memupuk kekuasaannya tampak absah dan benar lewat pemberitaan dimana khalayak tanpa sadar terbentuk kesadaran tanpa paksa.

Hamad (2004) menuliskan bahwa media massa memiliki kemampuan memengaruhi bahasa dan makna, mengembangkan kata-kata baru serta makna assosiatifnya, memperluas makna dari istilah yang ada, mengganti makna lama sebuah istilah dengan makna baru, memantapkan konvensi makna yang telah ada dalam suatu sistem bahasa. Menurutnya, bahasa sebagai unsur penting dalam mengkonstruksi realitas, baik bahasa verbal (lisan dan tulisan) maupun nonverbal (gambar, foto, gerak-gerik, grafik, angka, tabel dan lain-lain). Bahasa juga menentukan citra atau gambaran pada khalayak atas realitas pada media massa, karena bahasa mengandung makna.

Media massa dalam melaksanakan perannya tidak terhindar dari pengaruh internal dan eksternal. Pengaruh internal seperti kebijakan redaksional, kepentingan pengelola media dan relasi media dengan kekuatan politik tertentu. Pengaruh eksternal mencakup tekanan pembaca, sistem politik yang berlaku dan kekuatan lainnya. Pengaruh internal dan eksternal tersebut diyakini membuat media massa tidak dapat objektif sepenuhnya karena tidak bebas nilai, sehingga media massa tidak merefleksikan realitas namun mengkonstruksikan serangkaian fakta di lapangan.

Hamad (2004) menjelaskan, dalam pembentukan opini publik, media massa umumnya melakukan tiga kegiatan sekaligus, yaitu menggunakan simbol-simbol politik (language of politics), melaksanakan strategi pengemasan pesan (framing strategies) dan melakukan fungsi

(6)

agenda media (agenda setting function). Ketiga tindakan tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai faktor internal seperti kebijakan redaksional tertentu mengenai suatu kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola media, relasi media dengan sebuah kekuatan politik tertentu dan faktor eksternal seperti tekanan pasar pembaca atau pemirsa, sistim politik yang berlaku dan kekuatan-kekuatan lainnya.

Pandangan positivisme hanya melihat apakah suatu berita sudah disampaikan secara benar menurut kaidah sintaksis dan semantik, berbeda dengan paradigma konstruktivis yang memandang berita merupakan hasil konstruksi sosial pekerja-pekerja media.

Pekerja media menceritakan peristiwa dengan mengkonstruksikan berbagai realitas yang ada. Isi media merupakan realitas yang telah dikonstruksikan dalam bentuk wacana yang bermakna. Khalayak mempunyai penafsiran tersendiri atas berita. Pandangan konstruksionis memandang khalayak bukanlah subjek yang pasif. Ia adalah subjek yang aktif dalam menafsirkan apa yang dibaca. Setiap media massa mempunyai konstruksi dan pembingkaian yang berbeda-beda atas suatu realitas atau peristiwa.

Althusser & Gramsci dalam Sobur (2004) menyebutkan media massa bukanlah sesuatu yang bebas (independen), tetapi memiliki keterkaitan dengan realitas sosial dimana ada berbagai kepentingan yang bermain dalam media massa seperti kebijakan redaksi, kepentingan kapitalisme pemilik modal, kepentingan politik bahkan ideologi wartawan yang menulis berita. Suatu realitas dapat saja ditonjolkan ataupun disamarkan dan bahkan dihilangkan dalam suatu berita yang telah dikonstruksikan.

Peneliti, dengan berbagai latar belakang di atas, tertarik untuk melakukan penelitian atas komunikasi politik cagub khususnya komunikasi politik cagub Sumatera Utara (cagubsu) pada

(7)

berita kampanye perdana yang diterbitkan pada rubrik “Pentas Pilkada Sumut 2013” di Harian Analisa dengan menggunakan Analisis Framing Pan dan Kosciki.

Komunikasi politik cagubsu yang menjadi objek penelitian peneliti adalah komunikasi politik cagubsu H Gus Irawan Pasaribu, Drs Effendi MS Simbolon, Dr H Chairuman Harahap, Drs H Amri Tambunan dan H Gatot Pujo Nugroho pada berita kampanye perdana di Harian Analisa. Kampanye perdana merupakan kampanye resmi pertama yang waktunya ditentukan serentak oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara pada tanggal 20 Pebruari 2013. Pilihan atas media ini didasarkan pada alasan bahwa Harian Analisa merupakan media umum yang juga menerbitkan berita-berita politik dan merupakan media cetak dengan oplah terbesar di Sumatera Utara dan memiliki rubrik khusus bernama “Pentas Pilkada Sumut 2013”, yang berisikan berita terkait pilgubsu, termasuk komunikasi politik cagubsu pada saat kampanye perdana.

Secara teknis sangat tidak mungkin seorang jurnalis memframing seluruh bagian berita, atau dalam kata lain hanya berita yang terpenting yang akan menjadi objek framing jurnalis. Menurut Abrar (2005) terdapat empat teknik yang bisa dipakai untuk memframing berita yaitu defining problem, diagnosing causes, making moral judgement dan suggesting remedies. Teknik defining problem digunakan hanya untuk memetakan dan mendefinisikan masalah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang berlaku secara umum, mulai dari nilai material, sosial hingga kultural. Teknik diagnosing causes, mendiagnosis akar permasalahan dengan mengidentifikasi kekuatan-kekuatan yang terlibat dalam menciptakan permasalahan. Teknik making moral judgement, memberikan penilaian moral terhadap permasalahan dan efek yang akan muncul. Sedangkan teknik suggesting remedies, dimana media menawarkan solusi dengan menunjukkan

(8)

Peneliti memilih menggunakan analisis framing Pan & Kosciki untuk mengetahui bagaimana pesan diartikan sehingga dapat diinterpretasikan secara efisien dalam hubungannya dengan ide penulis dalam membuat berita. Pendekatan dengan struktur sintaksis dapat diamati melalui bagan berita. Pendekatan dengan struktur skrip melihat bagaimana strategi bertutur atau bercerita wartawan dalam mengemas berita. Pendekatan dengan struktur tematik yaitu bagaimana seorang wartawan mengungkapkan suatu peristiwa dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Pendekatan pada struktur retoris adalah bagaimana seorang wartawan menekankan arti tertentu atau dalam kata lain penggunaan kata, idiom, gambar dan grafik yang digunakan untuk memberi penekanan arti tertentu.

Peneliti menyadari, nilai, etika dan pilihan moral peneliti menjadi bagian yang integral dalam penelitian. Salah satu sifat dasar dari penelitian yang bertipe konstruksionis adalah pandangan yang menyatakan peneliti bukanlah subjek yang bebas nilai. Pilihan, etika, moral atau keberpihakan peneliti menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari proses penelitian. Peneliti adalah entitas dengan berbagai nilai dan keberpihakan yang berbeda-beda. Karenanya, bisa jadi objek penelitian yang sama akan menghasilkan temuan yang berbeda di tangan peneliti yang berbeda. Peneliti dengan konstruksinya masing-masing akan menghasilkan temuan yang berbeda pula.

1.2. Fokus Masalah

Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana framing pemberitaan komunikasi politik cagubsu pada berita kampanye perdana pilgubsu 2013 di rubrik “Pentas Pilkada Sumatera Utara 2013” di Harian Analisa menurut Pan & Kosicki, meliputi :

(9)

a. Bagaimana Struktur Sintaksis berita komunikasi politik cagubsu di Harian Analisa yang diamati dari bagan berita?

b. Bagaimana Struktur skrip berita komunikasi politik cagubsu di Harian Analisa, termasuk strategi bertutur atau bercerita yang digunakan wartawan dalam mengemas berita?

c. Bagaimana Struktur tematik berita komunikasi politik cagubsu di Harian Analisa, yang digunakan wartawan dalam mengungkapkan suatu peristiwa dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan?

d. Bagaimana Struktur retoris berita komunikasi politik cagubsu di Harian Analisa, dimana wartawan menekankan arti tertentu atau dalam kata lain penggunaan kata, idiom, gambar dan grafik yang digunakan untuk memberi penekanan arti tertentu?

1.2.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana framing pemberitaan komunikasi politik cagubsu pada berita kampanye perdana pilgubsu 2013 di rubrik “Pentas Pilkada Sumatera Utara 2013” di Harian Analisa menurut Pan & Kosicki, mencakup :

a. Melihat struktur sintaksis dari bagan berita komunikasi politik cagubsu di Harian Analisa.

b. Melihat struktur skrip, termasuk strategi bertutur atau bercerita yang digunakan wartawan dalam mengemas berita komunikasi politik cagubsu di Harian Analisa.

(10)

c. Melihat struktur tematik yang digunakan wartawan dalam mengungkapkan suatu peristiwa dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan pada berita komunikasi politik cagubsu di Harian Analisa.

d. Melihat struktur retoris, dimana wartawan menekankan arti tertentu atau dalam kata lain penggunaan kata, idiom, gambar dan grafik yang digunakan untuk memberi penekanan arti tertentu pada berita komunikasi politik cagubsu di Harian Analisa.

1.3.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini mencakup :

a. Aspek teoritis, yakni mengkaji atau memberikan penjelasan teoritik tentang konstruksi media terhadap realitas dalam konteks komunikasi politik cagub yang berlaga dalam pilgub khususnya pilgubsu tahun 2013 melalui paradigma konstruktivis dan analisis Framing Pan & Kosciki dengan empat dimensi struktur teks meliputi struktur sintaksis, skrip, tematik dan retoris.

b. Aspek praktis, yakni memberikan informasi kepada khalayak tentang kepentingan media massa dalam kegiatan mengkonstruksikan realitas yang ada di lapangan dan memberikan pengetahuan kepada masyarakat luas tentang sifat media yang tidak bebas nilai. Termasuk kepentingan politik dan ekonomi yang akan berpengaruh terhadap isi produk media.

Referensi

Dokumen terkait

Sementara posisi kita berada pada layer yang terakhir dibuat yaitu vektor, untuk pindah ke layer jpeg cukup klik salah satu objek yang merupakan anggotanya (dalam hal ini

Ketiga tesis di atas secara substantif memang meneliti tentang pemasaran pendidikan di sebuah lembaga, baik pada sekolah tingkat menengah maupun sekolah tinggi. Akan

Bersamaan dengan hari jadinya yang ke 153, Telkom resmi mengadakan launching logo terbarunya yang sekaligus merupakan suatu transformasi dan perubahan landscape bisnis Telkom,

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, mahasiswa dengan stres berat lebih besar mengalami dispepsia fungsional yaitu sebanyak 32 orang (51,6%) sedangkan

Karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat penelitian ini dengan judul: Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi Belajar PAI Materi Iman Kepada Malaikat

Halaman Pilihan Kriteria adalah halaman yang digunakan untuk memilih data kriteria yang akan dibandingkan berdasarkan keinginan user dengan cara menceklis bagian yang di inginkan

Struktur mikro adalah makna dalam sebuah wacana yang dapat diamati dari bagian kecil suatu teks, yaitu kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase,