SISTEM PENDIDIKAN TAUHID DI PONDOK PESANTREN
DARUL MUTTAQIN DESA BUKATEJA, KECAMATAN
BALAPULANG, KABUPATEN TEGAL TAHUN AJARAN
2016/2017
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh:
ANIMATUL AFIYAH
NIM 111-12-185
JURUSAN PENDIDIKAN AGAM ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA (IAIN
MOTTO
memberi pelajaran kepadanya, “Wahai anakku! Janganlah engkau
menyekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah
PERSEMBAHAN
Yang utama dari segalanya. Sembah sujud serta syukur kepada Allah
SWT. Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikan kekuatan,
membekaliku dengan ilmu, serta memperkenalkanku dnegan cinta, atas karunia
dan serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi ini dapat
terselesaikan.
Persembahan karya sederhana ini kepada orang-orang yang telah
membantu mewujudkan mimpiku:
1. Almarhum kedua orang tuaku tercinta, Bapak Maulud (Alm) dan Ibu
Patosah (Almh) yang telah memberiku semangat dalam setiap langkah,
do‟a-do‟a yang telah menjulang tinggi ke langit untuk kesuksesan putri
kecilnya ini, dan kasih sayang yang tentunya tak bisa tergantikan oleh
siapapun yang membuatku sekuat dan setabah ini dalam menjalani
rintangan yang ada di depanku demi mewujudkan impian yang dulu
kalian impikan.
2. Kakak-kakakku tercinta mbak Khotiroh, kang Marno, mas M.Tauhid,
mbak Eli Sosiawati, mas Edi Prayogi, mbak Malia Ari Andriani, mas
Teguh Muji Primono, mas Ukhrowiyatul Fauzi yang telah menjadi
pengganti peran dari Bapak (Alm) dan Ibu (Almh), yang selalu
memotivasi, memberi dukungan dan do‟a yang selalu kalian berikan,
mungkin yang kalian berikan kepadaku dalam mengarungi perjalanan
hidup ini.
3. Bapak H. Dr. Sa‟adi, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam
upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Sri Guno Najib Chaqoqo, M.Ag dan Istrinya Ibu Ukhti Nur
Fajariyah, S.Pd yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian
skripsi ini.
5. Abah Mahfudz Ridwan, Lc dan Ibu Hj. Nafisah beserta keluarga yang
senantiasa memberikan petuah, do‟a, dan ilmunya yang patut dijadikan
tauladan untuk masa depanku kelak.
6. Ponakanku Husni Abdani yang selalu memberi semangat.
7. Kawan-kawanku seperjuangan Indah Asfaradina, S.Pd, Windawati
S.Pd, Selvi Alviana Rafida S.Pd, Wahyu Rahma Zulaeha S.Pd, Laili
Agustini S.Pd, teman-teman PAI E dan semua teman-teman PAI
angkatan 2012 yang selalu memotivasi, membantu serta menjadi
sahabat terbaikku hingga 4,5 tahun di kampus tercinta ini.
8. Keluarga Besar BIDIKMISI IAIN Salatiga angkatan 2012 dan keluarga
besar YA BISMILLAH semua angkatan, yang telah menjadi keluarga
dan memberikan banyak pengalaman.
9. Semua adik-adikku kamar 15 PP.Edi Mnacoro yanng selalu memberi
semangat dan motivasi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur yang tak lupa ku panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga bisa menikmati indahnya Islam di
dunia ini. Shalawat serta salam selalu terlimpahkan kepada baginda Rasulullah
SAW sebagai tauladan bagi kita untuk mencapai kebahagiaan kita di dunia dan di
akhirat.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Fakultas
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Institut Agama
Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini
berkat motivasi, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Penulis
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Dr. H. Rahmat Haryadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua jurusan Pendidikan Agama
Islam.
4. Bapak H. Dr. Sa‟adi, M.Ag. selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah mencurahkan pikiran, tenaga, dan pengorbanan waktunya dalam
upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Sri Guno Najib Chaqoqo, M.Ag dan Istrinya Ukhti Nur
Fajariyah yang telah memberikan arahan dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Seluruh dosen dan karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
7. Bapak, ibu, keluarga, dan seluruh pihak yang selalu mendorong dan
memberikan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IAIN Salatiga.
8. KH. Mahfudz Ridwan, Lc yang telah memberikan ridho dan bimbingan
dalam menuntut ilmu.
9. Keluarga besar Pondok Pesantren Edi Mancoro, para asatidz dan para
santri yang telah mendewasakan penulis setiap harinya dalam
warna-warni kehidupan.
10.Teman-teman Jurusan S1 Pendidikan Agama Islam angkatan 2012,
terutama Kelas PAI E yang telah memberikan banyak cerita dan canda
selama menempuh pendidikan di IAIN Salatiga.
11.Pondok Pesantren Darul Muttaqin yang telah memberikan izin serta
membantu penulis dalam melakukan penelitian skripsi ini.
12.Keluarga besar Tahfidz Pondok Pesantren Edi Mancoro dan
teman-teman Pondok Pesantren Edi Mancoro yang selalu memberikan
dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya
dan bagi semua orang pada umumnya. Saran dan kritik yang membangun sangat
diperlukan dalam kesempurnaan skripsi ini.
Salatiga, 1 Februari 2017
Penulis
ABSTRAK
Afiyah, Animatul. 2017. Sistem Pendidikan Tauhid di Pondok Pesantren Darul
Muttaqin, Desa Bukateja, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal
Tahun Ajaran 2016/2017. Skripsi. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.
Jurusan Pendidikan Agama Islam. Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Dr. H. Sa‟adi M.Ag.
Kata kunci: Sistem Pendidikan, Tauhid.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara runtut sistem pendidikan tauhid yang ada di Pondok Pesantren Darul Muttaqin Tahun Ajaran 2016/2017. Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana sistem pendidikan tauhid di PP. Darul Muttaqin Desa Bukateja, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal?, (2) Apa faktor pendukung pendidikan tauhid di PP. Darul Muttaqin Desa Bukateja, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal?, (3) Apa permasalahan/faktor penghambat yang muncul dalam sistem pendidikan tauhid di PP. Darul Muttaqin Desa Bukateja, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal?.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan datanya antara lain: observasi, wawancara, dan dokumentasi dengan analisis data yaitu reduksi data, kategorisasi, dan interpretasi data.
Temuan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa yaitu (1) sistem pendidikan tauid yang ada di pesantren ini yaitu terdiri dari unsur-unsur dasar pendidikan tauhid, tujuan pendidikan tauhid, masjid, pondok, kurikulum,
kyai/ustadz, santri, metode, dan evaluasi. (2) faktor pendukung pendidikan tauhid
yaitu adanya partisipasi ustadz dan santri dalam mengaji, pengurus, masjid
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………... i
HALAMAN BERLOGO... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING... iii
HALAMAN PENGESAHAN... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... v
MOTTO... ... vi
PERSEMBAHAN... vii
KATA PENGANTAR... ix
ABSTRAK... xi
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR LAMPIRAN... xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...………... 1
B. Fokus Penelitian ………... 7
C . Tujuan Penelitian ………... 7
D. Manfaat Penelitian ………... 8
E. Penegasan Istilah ………... 9
F. Telaah Pustaka………... 11
G. Metode Penelitian………... 12
H. Sistematika Penulisan………... 17
B.Sistem Pendidikan Tauhid…... 26
. C. Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan... 34
BAB III PAPARAN DATA DAN HASIL TEMUAN
A.Gambaran Umum Pondok Pesantren Darul Muttaqin... 37
B. Hasil temuan………... 50
BAB IV PEMBAHASAN
A. Sistem Pendidikan Tauhid di Pondok Pesantren Darul Muttaqin... 66
B. Faktor Pendukung Pendidikan Tauhid ……... ... 74
C.Permasalahan Yang Muncul/Faktor Penghambat Pendidikan Tauhi.... 76
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ………... 79
B. Saran... ………... 83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
1. Nota Pembimbing Skripsi
2. Surat Permohonan Izin Melakukan Penelitian
3. Surat Keterangan Melakukan Penelitian
4. Daftar SKK
5. Lembar Konsultasi
6. Pedoman Wawancara
7. Hasil Wawancara
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Manusia merupakan salah satu jenis makhluk yang sudah ribuan abad
lamanya ditakdirkan Allah SWT menjadi penghuni bumi, sebagai satu-satunya
planet yang paling sesuai untuk dijadikan tempat tinggalnya (Nawawi,
1993:40).
Menurut Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah, ia tidaklah
muncul dengan sendirinya atau berada oleh dirinya sendiri. Al-Quran surat
al-„Alaq ayat 2 menjelaskan bahwa manusia itu diciptakan Tuhan dari segumpal
darah, Al-Quran surat al-Thariq ayat 5 menjelaskan bahwa manusia dijadikan
oleh Allah, Al-Quran surat al-Rahman ayat 3 menjelaskan bahwa Al-Rahman
(Allah) itulah yang menciptakan manusia. Masih banyak lagi yang menjelaskan
bahwa yang menjadikan manusia adalah Allah. Jadi manusia adalah makhluk
ciptaan Allah (Tafsir, 2008:34).
Allah SWT itu Esa dalam segala penciptaannya. Ia tidak membutuhkan
perantara dalam membuatnya. Manusia dalam mengenali Tuhannya harus
bertauhid terlebih dahulu yaitu “bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Dia,
dan bersaksi bahwa Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah SWT “.
Kalimat tauhid mengandung nilai iman. Umat Islam wajib mengimani
adanya Allah SWT sebagai sang pencipta. Kalimat tauhid yang telah diucapkan
mengandung arti bahwa manusia itu sudah tergolong sebagai umat Islam, yang
Esensi iman kepada Allah SWT adalah Tauhid yaitu mengesakan-Nya,
baik dalam zat, asma‟ washifat, maupun af‟al (perbuatan-perbuatan-Nya).
Secara sederhana Tauhid dibagi dalam tiga tingkatan atau tahapan yaitu: 1.
Tauhid Rububiyah (mengimani Allah SWT sebagai satu-satunya Rabb), 2.
Tauhid Mulkiyah (mengimani Allah SWT sebagai satu-satunya Malik), dan 3.
Tauhid Ilahiyah (mengimani Allah SWT sebagai satu-satunya Illah) (Ilyas,
1993:18-19).
Mengesakan Allah (tauhid) dan menolak penyekutuan (syirik)
terhadap-Nya merupakan doktrin terpenting yang mendominasi pemahaman-pemahaman
dan ajaran-ajaran samawi. Hal itu juga merupakan asas segala macam ilmu dan
ajaran Ilahiyah yang dibawa para Nabi dan Rasul, sebagaimana tercantum
dalam kitab-kitab suci yang diwahyukan kepada mereka. Selain itu tauhid dan
syirik termasuk di antara masalah-masalah yang disepakati oleh seluruh kaum
muslimin (Subhani, 1996: 13).
Seorang muslim meyakini ketuhanan Allah bagi mereka yang terdahulu
dan yang akan datang, ketuhananNya bagi seluruh alam. Bahwasannya tidak
ada Tuhan melainkan Allah, tiada Tuhan selain Dia. Oleh karena itu, dia hanya
menyembah Allah dengan seluruh penyembahan yang telah disyariatkan Allah
kepada hamba-hamba-Nya agar mereka menyembah dengan tata cara tersebut
(El-Jazair, 1990: 115).
Manusia mengenal Allah harus melalui suatu proses pendidikan, yang
mana pendidikan itu sangatlah penting untuk menunjang pemahaman manusia
Dalam suatu pendidikan terdapat sebuah tujuan yang akan dicapai,
yaitu sebagaimana dijelaskan dalam bukunya Prof. Dr. Umar Tirtarahardja dan
Drs. S. L. La Sulo (2010:37) bahwa, tujuan pendidikan memuat gambaran
tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.
Sebagai suatu komponen pendidikan, tujuan pendidikan menduduki
posisi penting di antara komponen-komponen pendidikan lainnya. Dapat
dikatakan bahwa segenap komponen dari seluruh kegiatan pendidikan
dilakukan semata-mata terarah kepada atau ditujukan untuk pencapaian tujuan
tersebut.
Sasaran pendidikan adalah manusia. Pendidikan bermaksud membantu
peserta didik untuk menumbuh kembangkan potensi-potensi kemanusiaannya.
Potensi kemanusiaan merupakan benih kemungkinan untuk menjadi manusia
(Tirtarahardja & Sulo, 2010:1).
Fungsi dari peserta didik adalah sebagai objek yang sekaligus sebagai
subjek pendidikan. Sebagai objek, peserta didik tersebut menerima
perlakuan-perlakuan tertentu, tetapi dalam pandangan pendidikan modern, peserta didik
lebih dekat dikatakan sebagai subjek atau pelaksanaan pendidikan (Hasbullah,
2012:123).
Pendidikan tidak akan berjalan maju tanpa adanya para pendidik (guru).
Dalam pengertian yang dimaksud pendidik adalah orang yang
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta
Secara umum dikatakan bahwa, setiap orang dewasa dalam masyarakat
dapat menjadi pendidik, sebab pendidikan merupakan suatu perbuatan sosial,
perbuatan fundamental yang menyangkut keutuhan perkembangan pribadi
anak didik menuju pribadi dewasa susila (Hasbullah: 2012:17).
Pendidik berfungsi sebagai pembimbing pengaruh, untuk
menumbuhkan aktivitas peserta didik dan sekaligus sebagai pemegang
tanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan (Hasbullah, 2012:124).
Zaman akan terus berubah dan berkembang, demikian halnya
pendidikan. Hal ini dikarenakan pendidikan menyesuaikan dengan keadaan
zaman, serta berbagai persoalan yang dihadapinya. Perlu adanya perubahan
maupun pergantian kurikulum di Indonesia tentu tidak terlepas dari persoalan
perubahan zaman. Sebab, hakikat penyelenggaraan pendidikan adalah untuk
menjadi solusi terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi negara. Oleh
karena itu, pendidikan perlu diselenggarakan secara optimal supaya
menghasilkan lulusan-lulusan berkualitas yang memiliki kompetensi sikap,
kemampuan, dan pengetahuan sesuai standar nasional yang telah disepakati.
Untuk mewujudkan itu semua, salah satu upaya yang dapat dilakukan
ialah dengan mengembangkan kurikulum. Karena berhasil dan tidaknya sebuah
pendidikan sangat dipengaruhi oleh kurikulum yang ada (Fadillah, 2014:17).
Kurikulum yang digunakan di pondok pesantren dalam melaksanakan
pendidikannya tidak sama dengan kurikulum yang dipergunakan dalam
lembaga pendidikan formal, bahkan tidak sama antara satu pondok pesantren
pesantren yang menjadi arah pembelajaran tertentu (manhaj), diwujudkan
dalam bentuk penetapan kitab-kitab tertentu sesuai dengan tingkatan ilmu
pengetahuan santri (Faiqoh, 2003:10).
Pondok pesantren pada dasarnya adalah lembaga pendidikan Islam
yang dilaksanakan dengan sistem asrama (pondok), kiai atau mushalla sebagai
pusat lembaganya. Lembaga ini merupakan salah satu bentuk kebudayaan asli
pendidikan nasional, sebab lembaga ini telah lama hidup dan tumbuh
ditengah-tengah masyarakat Indonesia yang tersebar diseluruh tanah air dan dikenal
dalam kisah serta cerita rakyat Indonesia khususnya di pulau Jawa (Haryanto,
2012:39).
Pesantren ialah tempat santri-santri atau murid-murid yang belajar ilmu
Agama Islam. Pondok ialah tempat penginapan mereka seperti asrama masa
sekarang.
Menurut riwayat yang mula-mula mengadakan pondok pesantren itu
ialah Maulana Malik Ibrahim. Di pondok pesantren itulah beliau mendidik
guru-guru Agama dan muballigh-muballigh Islam yang menyiarkan agama
Islam keseluruh pulau Jawa.
Biasanya pesantren itu terdiri dari sekumpulan pondok (surau
kecil-kecil) yang terletak dekat sebuah masjid. Pondok-pondok itu didirikan dengan
uang wakaf atau sedekah yang diberikan oleh orang-orang yang mampu,
bahkan ada juga dengan kemauan dan ongkos sendiri dari santri-santri yang
Sejak awal kelahirannya, pesantren tumbuh, berkembang dan tersebar
di berbagai pedesaan. Keberadaan pesantren sebagai lembaga keislaman yang
sangat kental dengan karakteristik Indonesia ini memiliki nilai-nilai strategis
dalam pengembangan masyarakat Indoesia. Realitas menunjukan pada satu sisi
sebagian besar penduduk Indonesia terdiri dari umat Islam, dan pada sisi lain
mayoritas dari mereka tinggal di pedesaan.
Berdasarkan realita tersebut, pesantren sampai saat ini memiliki
pengaruh cukup kuat pada hampir seluruh aspek kehidupan di kalangan
masyarakat muslim pedesaan yang taat (A‟la,2006:1).
Salah satu upaya seorang ulama dalam mempersiapkan generasi muda
yang beriman ialah dengan bagaimana ia mengajak generasi muda tersebut
untuk belajar mengenal keesaan Allah SWT melalui pendidikan tauhid.
Dengan dibekali tentang ketauhidan diharapkan setiap generasi muda akan
lebih mengenali Allah SWT sebagai Tuhan yang Esa.
Pondok Pesantren Darul Muttaqin merupakan satu-satunya lembaga
pendidikan Islam yang berdiri di Desa Bukateja, Kecamatan Balapulang,
kabupaten Tegal. Pondok pesantren ini banyak mempelajari berbagai macam
kitab salah satunya adalah kajian tentang ketauhidan yang dikaji dari sebuah
kitab klasik yaitu kitab Tijanu Durori karya Syaikh Ibrahim Al-Bajuri, kitabus
sa‟adah karya „Abdurrahim Manaf, dan kitab Jawahirul Kalamiyah karya
Syaikh Thahir bin Shalih Al-Jazair dengan metode penyampaiannya
bandongan/wetonan. Penerapan metode tersebut diharapkan agar senantiasa
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul: “Sistem Pendidikan Tauhid Di Pondok Pesantren
Darul Muttaqin Desa Bukateja, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal Tahun Ajaran 2016/2017”.
B.Fokus Penelitian
Ada beberapa hal yang menjadi permasalahan dan akan dikaji melalui
penelitian ini. Beberapa masalah itu adalah:
1. Bagaimana sistem pendidikan tauhid di PP. Darul Muttaqin Desa Bukateja,
Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal?
2. Apa faktor pendukung pendidikan tauhid di PP. Darul Muttaqin Desa
Bukateja, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal ?
3. Apa permasalahan/faktor penghambat yang muncul dalam sistem
pendidikan tauhid di PP. Darul Muttaqin Desa Bukateja, Kecamatan
Balapulang, Kabupaten Tegal ?
C.Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang dikaji, maka peneliti memiliki
tujuan antara lain:
1. Untuk menemukan bagaimana sistem pendidikan tauhid di PP. Darul
Muttaqin Desa Bukateja, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal.
2. Untuk menemukan faktor pendukung pendidikan tauhid di PP. Darul
3. Untuk menemukan permasalahan /faktor penghambat yang muncul dalam
sistem pendidikan tauhid di PP. Darul Muttaqin Desa Bukateja, Kecamatan
Balapulang, Kabupaten Tegal.
D.Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun
secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Secara akademik penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya
kajian bidang Pendidikan Agama Islam, terutama dalam ruang lingkup
ketauhidan di setiap individu muslim.
b. Memberikan informasi yang jelas tentang bagaimana sistem pendidikan
tauhid di Pondok Pesantren Darul Muttaqin Desa Bukateja, Kecamatan
Balapulang, Kabupaten Tegal.
2. Manfaat Praktis
a. Tulisan ini dapat menjadi masukan bagi semua pihak terkait yang ingin
mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai sistem pendidikan tauhid di
Pondok Pesantren Darul Muttaqin Desa Bukateja, Kecamatan
Balapulang, Kabupaten Tegal.
b. Tulisan ini menjadi sumbangan alternatif mengenai sistem pendidikan
tauhid di Pondok Pesantren Darul Muttaqin Desa Bukateja, Kecamatan
E.Penegasan Istilah
1. Sistem
Dalam pengertian umum, yang dimaksud dengan sistem adalah
jumlah keseluruhan dari bagian-bagiannya yang saling bekerja sama untuk
mencapai hasil yang diharapkan berdasarkan kebutuhan yang telah di
tentukan (Hasbullah, 2012:123).
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sistem adalah
seperangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk
suatu totalitas (Dpartemen Pendidikan Naional, 2007: 1076).
2. Pendidikan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses,
cara, perbuatan, mendidik (Departemen Pendidikan Nasional, 2007:263).
3. Tauhid
Asal makna tauhid, ialah:
ُهَل َكْيِرَش َلاٌدِحاَو َللها َّنَاِبُداَقِتْعِلاَا
“Beri‟tikad bahwa Allah itu Esa, tak ada sekutu bagi-Nya” (Ash Shiddieqy, 1971:92).
Kesesatan yang sering dilakukan manusia bukanlah tidak percaya
terhadap keberadaan Allah, tetapi syirik kepada-Nya. Manusia sering
menyembah sesuatu atau tuhan selain-Nya. Mereka berpendapat bahwa
tuhan-tuhan tersebut bisa mendekatkan mereka kepada Allah atau memberi
Semenjak zaman dahulu manusia sering jatuh ke dalam “lubang”
syirik. Syirik adalah kesalahan yang sangat besar. Dengan demikian, hal
pertama yang dibutuhkan oleh manusia adalah tauhid. Demi tauhidlah Allah
mengutus para nabi dan menurunkan kitab suci (Al-Qaradhawi, 2006:11).
4. Pesantren
Pesantren merupakan lembaga pendidikan agama yang umumnya
bersifat tradisional, tumbuh dan berkembang di masyarakat pedesaan
(Haedari, 2010:37).
Pondok pesantren merupakan institusi lembaga pendidikan agama
Islam tertua di Indonesia dengan segala keunikan dan kekhasannya
tersendiri. Institusi ini selain dikenal dengan lembaga pendidikan Islam,
juga menonjol sebagai lembaga sosial keagamaan yang didalamnya terdapat
interaksi di antara orang-orang dan menjadi pusat pemberdayaan
masyarakat di bidang sosial, budaya, dan ekonomi. Di dalam institusi ini
ada kiai sebagai top figure yang memiliki peran signifikan dalam
menggerakan semua aktivitas di dalamnya. Sehingga kiai tidak dapat
terlepaskan sebagai pusat perhatian maupun suri tauladan di segala aspek
kehidupan para santri yang mengitari.
Keberadaan kiai dan pondok pesantren merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat dipisahkan, karena figur ini sangatlah dominan dalam
menentukan segala arah kebijakan, pengelolaan, dan pengembangan pondok
F.Telaah Penelitian Yang Relevan
Terkait dengan penelitian ini, yakni dalam pembahasan tentang seputar
sistem pendidikan tauhid di Pondok Pesantren Darul Muttaqin Desa Bukateja,
Kecamatan Balapulang Kabupaten Tegal tahun ajaran 2016/2017, maka
peneliti merasa penting untuk menelaah penelitian terdahulu yang relevan
dengan penelitian ini sebagai acuan dan bahan untuk melihat sisi perbedaan
dari tulisan-tulisan yang mengulas tentang ketauhidan. Beberapa hasil
penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini.
Skripsi Siti Sukrilah tentang konsep pendidikan tauhid dalam keluarga
studi analisis Qur‟an surat al-Baqarah ayat 132-133 dalam tafsir Ibnu Katsir.
Penelitian ini menunjukan bahwa konsep pendidikan tauhid dalam keluarga
yang terdapat dalam Al-Quran surat al-Baqarah ayat 132-133 berupa proses
membimbing manusia untuk tetap teguh kepercayaannya bahwa, Allah Maha
Esa dan hanya tunduk kepada-Nya sampai akhir hayat. Sedangkan konsep
pendidikan tauhid dalam keluarga menurut Ibnu Katsir adalah sebuah upaya
dalam membina manusia untuk menyerahkan diri secara mutlak kepada Allah
SWT dan tidak menyekutukan Allah SWT dengan sesuatu apapun sepanjang
hayatnya pada suatu kelompok dimana manusia hidup dan menetap secara
berkesinambungan sampai keturunannya di masa depan kelak.
Skripsi Sri Imtikhani tentang nilai-nilai ketauhidan dalam Al-Quran
surat Luqman ayat 12-19 (studi tafsir Al-Quran al-„Adzim Ibnu Katsir dan Al
-Misbah M. Quraish Shihab) skripsi ini menunjukan bahwa, nilai-nilai
untuk mengesakan Allah SWT dan menyuruh untuk menyembahNya,
mengandung nilai-nilai tauhid yaitu: tauhid uluhiyah, tauhid rububiyah, dan
tauhid ubudiyah.
Penelitian Siti Nur Rohmawati tentang nilai-nilai tauhid pada mata
pelajaran sains di SDIT Hidayatulloh Balong Yogyakarta. Penelitian
menunjukan bahwa, dengan menggunakan verifikasi untuk mengungkapkan
hasil-hasil penelitian ilmiah yang menunjang dan membuktikan
kebenaran-kebenaran ayat-ayat Al-Quran dan nilai-nilai tauhid yang terkandung
didalamnya meliputi tauhid uluhiyah, tauhid rububiyah, dan tauhid asma‟ wa
sifat.
Dari beberapa penelitian di atas, peneliti terinspirasi untuk meneliti
tentang Sistem Pendidikan Tauhid di Pondok Pesantren Darul Muttaqin Desa
Bukateja, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal tahun ajaran 2016/2017,
yang belum pernah diteliti. Dengan demikian masalah yang diangkat dalam
penelitian ini merupakan penelitian yang memenuhi unsur peneltian terbaru.
G.Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Disebut kualitatif karena ditujukan untuk memahami
fenomena-fenomena sosial dari sudut atau persepektif partisipan. Partisipan adalah
orang-orang yang diajak berwawancara, diobservasi, diminta memberikan
Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan multi
strategi. Strategi-strategi yang bersifat interaktif, seperti observasi langsung,
wawancara mendalam, dokumen-dokumen, teknik-teknik pelengkap seperti
foto, rekaman, dan lain-lain (Sukmadinata, 2012:94-95).
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengumpul data dan
sebagai instrumen aktif dalam upaya mengumpulkan data-data di lapangan,
sedangkan instrumen pengumpulan data yang lain selain manusia adalah
berbagai bentuk alat-alat bantu dan berupa dokumen-dokumen lainnya yang
dapat digunakan untuk menunjang keabsahan hasil penelitian, namun
berfungsi sebagai instrumen pendukung.
Oleh karena itu, kehadiran peneliti secara langsung di lapangan
sebagai tolok ukur keberhasilan untuk memahami kasus yang diteliti,
sehingga keterlibatan peneliti secara langsung dan aktif dengan informan
atau sumber data lainnya di sini mutlak dilakukan. Peneliti mengadakan
komunikasi dengan objek penelitian memakai bahasa Indonesia, yang
memungkinkan komunikasi lebih akrab dan mudah dipahami sehingga akan
terjalin baik antara peneliti dengan responden.
3. Lokasi Penelitian
Peneliti mengambil lokasi penelitian di Pondok Pesantren Darul
Muttaqin dengan asuhan Bapak KH. Ahmad Fakhruri dengan alamat di
4. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan
atau tempat penelitian. Kata-kata dan tindakan merupakan sumber data
yang diperoleh dari lapangan dengan mengamati atau mewawancarai.
Peneliti menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung
tentang sistem pendidikan tauhid di Pondok Pesantren Darul Muttaqin
Desa Bukateja, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal tahun ajaran
2016/2017. Adapun sumber data langsung peneliti dapatkan dari
pengasuh, asatidz, dan santri di pondok pesantren tersebut.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang didapat dari sumber bacaan dan
berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat pribadi,
buku harian, dan notula rapat perkumpulan. Data ini bisa dapat berupa
buletin, majalah, publikasi dari berbagai organisasi, hasil-hasil studi,
hasil survei, studi historis dan sebagainya. Peneliti menggunakan data
sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan melengkapi informasi
yang telah dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan para
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi
Observasi (observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik
atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan
terhadap kegiatan yang sedang berlangsung. Kegiatan itu bisa berkenaan
dengan cara guru mengajar, siswa belajar, kepala sekolah yang sedang
memberikan pengarahan, personil bidang kepegawaian yang sedang
rapat, dsb. Observasi dapat dilakukan secara partisipatif ataupun non
partisipatif. Dalam observasi partisipatif (participatory observation)
pengamat ikut sebagai peserta rapat atau peserta pelatihan. Sedangkan
dalam observasi nonpartisipatif (nonparticipatory observation) pengamat
tidak ikut dalam kegiatan, dia hanya berperan mengamati kegiatan, tidak
ikut dalam kegiatan (Sukmadinata, 2012: 220).
b. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interview)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2005:186).
Adapun teknik ini peneliti gunakan untuk mencari data tentang sistem
pendidikan tauhid di Pondok Pesantren Darul Muttaqin Desa Bukateja,
c. Dokumentasi
Sejumlah besar fakta dan data tersimpan dalam bahan yang
berbentuk dokumentasi. Sebagian data yang tersedia adalah berbentuk
surat-surat, catatan harian, cenderamata, laporan, artefak, foto dan
sebagainya. Sifat utama data ini tak terbatas pada ruang dan waktu
sehinga memberi peluang kepada peneliti untuk mengetahui hal-hal yang
pernah terjadi di waktu silam. Teknik ini penulis gunakan untuk memuat
data atau gambar tentang sistem pendidikan tauhid di Pondok Pesantren
Darul Muttaqin Desa Bukateja, Kecamatan Balapulang, Kabupaten Tegal
tahun ajaran 2016/2017.
6. Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang
tersedia dari berbagai sumber, yaitu dari wawancara, pengamatan yang
sudah dituliskan dalam catatan lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi,
gambar, foto, dan sebagainya.
Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan
bekerja dengan data, mengorganisasikan data , memilah-milahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
Tahap-tahap penelitian (Moleong, 1988:63-69):
a. Reduksi Data
Reduksi data adalah identifikasi satuan yaitu bagian terkecil yang
ditemukan dalam data yang memiliki makna apabila dikaitkan dengan
fokus penelitian. Setelah itu langkah berikutnya adalah membuat coding
atau pemberian kode pada setiap satuan agar ditelusuri setiap satuan
berasal dari mana.
b. Kategorisasi
Kategorisasi adalah upaya memilah-milah satuan ke dalam bagian
yang memiliki kesamaan. Kategori nama dikodekan dengan tabel.
c. Interpretasi data
Interpretasi data adalah menyusun dan merakit unsur yang ada
dengan cara merumuskan hubungan baru antar unsur lama, mengadakan
projeksi melewati yang ada dan berani bertanya.
H.Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi merupakan suatu cara menyusun dan
mengolah hasil penelitian dari data-data serta bahan-bahan yang disusun
menurut susunan tertentu, sehingga menghasilkan kerangka skripsi yang
sistematis dan mudah dipahami. Adapun sistematika akan peneliti jelaskan
sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, pada bab ini berisi latar belakang masalah, fokus
penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, metode
pustaka, pada bab ini berisi uraian berbagai pembahasan teori yang menjadi
landasan teoritik penelitian yang berkaitan dengan variable penelitian yaitu
tentang sistem pendidikan tauhid dan Pondok Pesantren. Diantara sub-sub yang
akan di bahas dalam bab ini yaitu: pengertian sistem pendidikan pesantren,
sistem pendidikan tauhid, dan faktor pendukung dan penghambat pendidikan.
Bab III membahas tentang paparan data dan hasil temuan, pada bab ini
dilaporkan hasil pengumpulan data yang berkaitan dengan gambaran umum
objek penelitian yang meliputi profil Pesantren, serta bagaimana sistem
pendidikan tauhid di Pondok Pesantren Darul Muttaqien. Bab IV membahas
tentang pembahasan, pada bab ini berisi tentang pembahasan yang merupakan
bagian yang menjelaskan temuan peneliti tentang sistem pendidikan tauhid di
Pondok Pesantren Darul Muttaqien. Bab V membahas tentang penutup, ada
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Dalam bab II ini peneliti lebih fokus kepada pembahasan yang
bersangkutan dengan sistem pendidikan tauhid. Dimana dalam bab ini peneliti
mengutip dari teori-teori yang sesuai dengan sub-sub pembahasan penelitian.
Diantara sub-sub pembahasan tersebut yaitu sistem pendidikan pesantren dan
sistem pendidikan tauhid.
A.Sistem Pendidikan Pesantren
1. Sejarah Pesantren di Indonesia
Pondok pesantren adalah gabungan dari pondok dan pesantren.
Istilah pondok, mungkin berasal dari kata funduk, dari bahasa Arab yang
berarti rumah penginapan atau hotel. Akan tetapi di dalam pesantren
Indonesia, khususnya pulau Jawa, lebih mirip dengan pemondokan dalam
lingkungan padepokan, yaitu perumahan sederhana yang dipetak-petak
dalam bentuk kamar-kamar yang merupakan asrama bagi santri.
Pondok pesantren adalah salah satu bentuk lembaga pendidikan dan
keagamaan yang ada di Indonesia. Secara lahiriah, pesantren pada umumnya
merupakan suatu komplek bangunan yang terdiri dari rumah kiyai, masjid,
pondok tempat tinggal para santri dan ruangan belajar (Nasir, 2005:80-81).
Pesantren atau pondok adalah lembaga yang bisa dikatakan
merupakan wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional.
tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia, sebab lembaga yang
serupa pesantren ini sebenarnya sudah ada sejak masa kekuasaan
Hidu-Budha. Sehingga Islam tinggal meneruskan dan mengislamkan lembaga
pendidikan yang sudah ada (Madjid, 1997:3).
Secara umum pesantren dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni
pesantren salaf atau pesantren tradisonal dan pesantren khalaf atau modern.
Sebuah pesantren disebut pesantren salaf jika dalam kegiatan
pendidikannya semata-mata berdasarkan pada pola-pola pengajaran klasik
atau lama, yakni berupa pengajian kitab kuning dengan metode
pembelajaran tradisional serta belum dikombinasikan dengan pola
pendidikan modern. Sedangkan pesantren khalaf atau modern adalah
pesantren yang di samping tetap dilestarikannya unsur-unsur utama
pesantren, memasukan juga ke dalamnya unsur-unsur modern yang ditandai
dengan sistem klasikal atau sekolah dan adanya materi ilmu-ilmu umum
dalam muatan kurikulumnya. Pada pesantren ini sistem sekolah dan adanya
ilmu-ilmu umum digabungkan dengan pola pendidikan pesantren klasik
(Maksum, 2003:7-8).
Pesantren adalah lembaga pendidikan asli Indonesia (indigenous)
yang merupakan lembaga keagamaan. Beberapa peneliti berpendapat bahwa
pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang merupakan kelanjutan dari
tradisi Hindu-Budha (Madjid, 1993:3). Proses transformasi model
pesantren, dari Hindu ke Islam berlangsung dalam model yang tidak jauh
seperti adanya pimpinan kharismatik, tata asrama, gedung tempat ibadah,
kelas-kelas untuk pembelajaran, disinyalir sama persis antara model
pesantren setelah di-Islamkan dari sebelumnya.
2. Komponen-komponen Pesantren
Dalam bukunya M. Bahri Ghazali (2003:17) mengajukan delapan
komponen pondok pesantren yang melekat atas dirinya yang meliputi:
pondok, masjid, pengajaran kitab-kitab klasik, santri dan kiyai, metode dan
evaluasi.
a. Masjid
Masjid pada hakekatnya merupakan sentral kegiatan kaum
muslimin baik dalam dimensi ukhrowi maupun duniawi dalam ajaran
Islam, karena pengertian yang lebih luas dan maknawi masjid
memberikan ciri-ciri sebagai kemampuan seorang abdi dalam mengabdi
kepada Allah yang disimbolkan dengan adanya masjid (tempat sujud)
(Ghazali, 2003:18).
Di dunia pesantren masjid dijadikan ajang sentral kegiatan
pendidikan Islam. Dalam konteks yang lebih jauh masjidlah yang
menjadi pesantren pertama, tempat berlangsungnya proses belajar
mengajar adalah masjid (Ghazali, 2003:19).
b. Pondok
Setiap pesantren pada umumnya mempunyai pondokan. Pondok
dalam pesantren pada dasarnya merupakan dua kata yang sering
berarti keberadaan pondok dalam pesantren merupakan wadah
penggemblengan, pembinaan dan pendidikan serta pengajaran ilmu
pengetahuan (Ghazali, 2003:19-20).
c. Kurikulum dan Materi Pembelajaran
Kurikulum adalah rencana tertulis berisi ide dan gagasan yang
dirumuskan oleh institusi pendidikan. Kurikulum dapat diartikan sebagai
sebuah dokumen perencanaan yang berisi tujuan yang harus dicapai, isi
materi, dan pengalaman belajar yang harus dilakukan peserta didik,
strategi dan cara yang dapat dikembangkan, evaluasi yang dirancang
untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta
implementasi dari dokumen yang dirancang dalam kehidupan nyata.
Komponen-komponen kurikulum saling berkaitan dan saling
mempengaruhi, terdiri dari tujuan yang menjadi arah pendidikan,
komponen pengalaman belajar, komponen strategi pencapaian tujuan,
dan komponen evaluasi. Singkatnya kurikulum berfungsi sebagai
pedoman yang memberikan arah dan tujuan pendidikan (Fahham,
2015:20-21.
Secara umum, kurikulum pondok pesantren dapat dipilah menjadi
dua, yakni kurikulum studi keagamaan dan kurikulum studi umum.
Dalam pondok pesantren tradisional, ada pemisahan antara kurikulum
pesantren dan kurikulum sekolah dan/atau madrasah. Kurikulum
pesantren merupakan kurikulum khas pesantren berupa ilmu-ilmu
ushul fikih, tafsir, hadits, tasawuf, nahwu/sharaf, dan akhlak serta sirah
(sejarah) nabi. Sementara kurikulum sekolah merupakan kurikulum yang
berasal dari kementrian pendidikan nasional, jika pesantren tersebut
memiliki sekolah semisal SMP dan SMU. Selanjutnya jika pesantren
memiliki madrasah semisal Tsanawiyah dan Aliyah, maka ia
menggunakan kurikulum yang berasal dari Kementerian Agama.
Sementara dalam pesantren modern, pada umumnya menggunakan
kurikulum terpadu, yakni tidak memisahkan antara kurikulum pesantren
yang berupa kurikulum studi keagamaan dan kurikulum
sekolah/madrasah yang berupa studi umum.
Untuk meningkatkan kemampuan santri di bidang-bidang
tertentu, selain materi-materi agama, diajarkan juga materi keterampilan
khusus yang disesuaikan dengan tujuan dan orientasi pesantren, seperti
yang dilaksanakan Pesantren Gontor dengan materi muhadlarah
(ceramah), bahasa Arab, dan Inggris (Fahham, 2015:21) .
d. Kiyai
Keberadaan kyai dalam pesantren sangat sentral sekali. Suatu
lembaga pendidikan Islam disebut pesantren apabila memiliki tokoh
sentral yang disebut kiyai. Jadi kiyai dalam dunia pesantren sebagai
penggerak dalam mengemban dan mengembangkan pesantren sesuai
dengan pola yang dikehendaki. Bahkan kyiai bukan hanya pemimpin
pondok pesantren tetapi juga pemilik pondok pesantren (Ghazali,
e. Santri (Peserta didik)
Istilah santri hanya terdapat di pesantren sebagai perwujudan
adanya peserta didik yang haus akan ilmu pengetahuan yang dimiliki
oleh seorang kiyai yang memimpin sebuah pesantren (Ghazali,
2003:22-23).
Dalam bukunya Jasa Ungguh Muliawan (2005:154-156)
dikatakan bahwa, santri terdiri dari dua kelompok yaitu:
1) Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah jauh dan
menetap dalam pondok pesantren.
2) Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di
sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap dalam pesantren.
Untuk mengikuti pelajarannya di pesantren, mereka bolak-balik dari
rumahnya sendiri.
f. Metode
Selain dari unsur-unsur tersebut, pesantren juga memiliki ciri
khas yang unik lainnya, yaitu metode pengajaran kitab dengan wetonan
atau bandongan, sorogan, dan hafalan. Wetonan atau bandongan adalah
metode pengajaran dengan cara santri mengikuti pelajaran dengan duduk
di sekeliling kiai, kemudian kiai membacakan kitab yang akan dipelajari
saat itu, santri menyimak kitab masing-masing dan membuat catatan.
Sedangkan sorogan adalah metode pengajaran dengan cara santri
menghadap guru seorang demi seorang dengan membawa kitab yang
keseluruhan sistem pendidikan di pesantren. Sebab sistem ini menuntut
kesabaran, kerajinan, ketaatan, dan disiplin pribadi dari murid.
Metode hafalan adalah metode yang paling umum dalam
pesantren, terutama untuk hafalan al-Quran dan Hadits (Muliawan,
2005:159).
g. Evaluasi
Istilah evaluasi atau penilaian (evalution), merupakan suatu
proses untuk menentukan nilai dari suatu kegiatan tertentu, dengan tujuan
untuk mengetahui seberapa jauh hasil belajar yang dicapai selama proses
pendidikan atau pembelajaran yang telah dilaksanakan, dan apakah hasil
yang dicapai sesuai dengan yang diharapkan atau standarisasi (Masyhud,
2004:104).
Evaluasi belajar dilakukan oleh guru/tutor/ustadz pondok
pesantren penyelenggara selama proses pembelajaran sesuai dengan
kemajuan santri dalam belajar yaitu melalui evaluasi belajar tahap akhir
(EBTA). Proses evaluasi ini dilakukan sendiri oleh pihak pondok
pesantren yang bersangkutan (Faiqoh, 2003:80).
h. Pengajaran Kitab-kitab Islam Klasik
Kitab-kitab klasik biasanya dikenal dengan istilah kitab kuning
yang terpengaruh oleh warna kertas. Kitab-kitab itu ditulis oleh ulama
zaman dahulu yang berisikan tentang ilmu keislaman seperti: fiqih,
B.Sistem Pendidikan Tauhid
1. Pengertian Pendidikan Tauhid
Dalam ajaran islam tauhid itu berarti keyakinan akan ke-Esaan
Allah. Kalimat tauhid ialah “Laa Ilaaha Illallah”, yang berarti tidak ada
Tuhan selain Allah. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT surat
Al-Baqarah ayat 163 dan surat Muhammad ayat 19 sebagai berikut:
segala ketentuan untuk seluruh makhluk, yang memiliki kebesaran,
kesucian, ketinggian dan hanya kepada-Nya manusia muslim menyembah
dan memohon pertolongan. Dialah Allah yang menentukan syariah bagi
umat manusia dengan wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad
SAW sebagai agama (Sadali, 1987:9).
Artinya:”Maka ketauhilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan
melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi (dosa) orang-orang muslim, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat
Tauhid merupakan inti dan dasar dari seluruh tata nilai dan norma
Islam, sehingga oleh karenanya Islam dikenal sebagai agam tauhid yaitu
agama yang mengesakan Allah (Sadali dkk, 1987:23-24).
Kata tauhid adalah awal dan akhir dari seruan Islam. Ia adalah suatu
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Suatu kepercayaan yang
menegaskan bahwa hanya Tuhanlah yang menciptakan , memberi
hukum-hukum, mengatur dan mendidik alam semesta ini (Tauhid Rububiyah).
Sebagai konsekuensinya, maka hanya Tuhan itulah yang satu-satunya yang
wajib disembah, dimohon petunjuk dan pertolongannya serta yang harus
ditakuti (Tauhid Uluhiyah). Bahwa Tuhan itu dzat yang luhur dari
segala-galanya, Hakim yang maha tinggi, yang tiada terbatas, yang kekal, yang
tiada berubah-ubah. Yang tiada kesamaannya sedikit pun di alam ini,
sumber segala kebaikan dan kebenaran, yang maha adil dan suci. Tuhan itu
bernama Allah SWT (Subhanahu Wa Ta‟ala = Maha Suci Dia dan Maha
Tinggi) (Razak, 1996:39).
Tauhid dapat membebaskan manusia dari seribu satu macam
belenggu-belenggu kejahatan duniawi. Tauhid membebaskan manusia dari
penjajahan, perbudakan dan penghambaan, baik oleh sesama manusia,
maupun oleh hawa nafsu dan harta benda. Karena tauhid, manusia hanya
akan menghambakan diri kepada Allah semata (Razak, 1996: 43).
Islam mengakui bahwa Allah itu mempunyai sifat keesaan yang
oleh karena itu tidak ada Tuhan yang menjadikan, yang mengatur dan yang
melaksanakan segala sesuatu, melainkan Dia. Di samping itu Allah juga
memiliki sifat keesaan ke-Tuhanan (sebagai dzat yang disembah/
Al-Uluhiyah). Oleh karena itu tidak boleh ada dzat yang disembah dan yang
diharapkan kepadanya segala permohonan atau yang diharapkan
pertolongannya, kecuali Dia (Syaltout, 1975:44-45).
Artinya:”Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan
orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu Mengadakan sekutu-sekutu
bagi Allah Padahal kamu mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah: 21-22) .
Islam telah menjadikan tanda bukti aqidah pada manusia dengan
pengakuan, bahwa Allah itu Esa dan bahwa Muhammad adalah Rasul-Nya
serta syahadat merupakan kunci, yang dengannya manusia masuk kedalam
pengakuan terhadap keesaan Allah mengandung kesempurnaan kepercayaan
kepada Allah dari dua aspek, yakni aspek rububiyah (penciptaan dan
pendidikan/pengelolaan) dan aspek uluhiyah (peribadatan) (Syaltut,
1986:17).
Ucapan syahadat harus disertai dengan perbuatan yang meniadakan
peribadatan kepada selain Allah SWT dan menetapkan ibadah hanya karena
Allah semata, sehingga haramlah harta dan darahnya di dunia ini. Adapun
hasilnya nanti di akhirat, kalau dia benar dan syahadatnya dinyatakan
dengan perbuatan yang wajib, ia bisa mendapat keridhoan Allah. Kalau
tidak itu adalah terserah kepada Allah semata, sebab Allah Maha
mengetahui segala-galanya (Wahhab, 1984:43).
Dengan jiwa tauhid yang tinggi, seseorang akan bebas dari
belenggu-belenggu ketakutan dan duka cita dalam kemiskinan harta benda,
karena yakin bahwa tiap binatang melata di bumi ini, dari Allah jualah
rezekinya. Kewajiban bagi manusia ialah bekerja dan berusaha sambil
berdo‟a, hasilnya di tangan Allah sendiri (Razak, 1993:43).
Singkatnya, kita percaya bahwa tauhid adalah akar seluruh keimanan
dan seluruh nilai, dan kita tidak ragu dalam hal ini (Misbah, 1996:6)
Keseluruhan, Islam adalah suatu tubuh yang terbentuk dari berbagai anggota
dan bagian, yang jiwanya adalah tauhid (Misbah, 1996:11).
2. Pembagian Tauhid
Secara sederhana tauhid dapat dibagi dalam tiga tingkatan atau
satu-satunya Rabb), Tauhid Mulkiyah (mengimani Allah SWT sebagai sebagai
satu-satunya malik), dan Tauhid Ilahiyah (mengimani Allah SWT sebagi
satu-satunya Ilah) (Ilyas, 1993:19).
a. Tauhid Rububiyah
Dalam hubungannya dengan Rububiyatullah (Tauhid Rububiyah),
maka tauhid ini memiliki beberapa arti yaitu mencipta, memberi rizki,
memelihara, mengelola dan memiliki (Ilyas, 1993:20).
Tauhid Rububiyah ialah mengesakan dalam pengaturan kerajaan.
Itu adalah pernyataan bahwa sesungguhnya Allah ialah Tuhan pengatur
segala sesuatu, Dia pemiliknya, Dia pencipta aturannya dan pemberi
rezekinya. Sesungguhnya Dia yang menghidupkan, yang mematikan,
yang memberi manfaat, yang mendatangkan hukum mudharat, Dia
menerima doa terutama dalam kesukaran, Dia berkuasa apa yang telah
Dia kehendaki, tidak ada sekutu bagiNya dalam hal apapun (Soedjarwo,
1986:45).
Tauhid rububiyah terbagai menjadi dua bagian Yakni:
1). Rububiyah Takwini
Tauhid yang menyangkut rububiyah takwini ialah
mempercayai bahwa pengurusan dan pengaturan dunia ini, dalam
realitas penciptaan, berada di tangan Allah yang Maha Kuasa, bahwa
peredaran bulan dan matahari, munculnya siang dan malam,
membawa kehancuran, berada pada Allah, dan Dialah yang
memelihara langit dan bumi.
Perubahan dan pengaruh apapun yang ditimbulkan makhluk
adalah atas izin Allah dan dengan kekuasaan yang Allah berikan
kepada mereka, mereka tidak mempunyai kebebasan sendiri dalam
melaksanakan suatu tindakan, menimbulkan suatu fenomena atau
menciptakan suatu perubahan dunia. Kehendak Allah dalam
penciptaan menguasai seluruh dunia, dan segala sesuatu terletak pada
kehendak-Nya (Misbah, 1996:20).
Rububiyah takwini menuntut manusia untuk percaya bahwa
pengelolaan urusan dunia dan manusia dalam hal-hal yang bersifat
penciptaan, yang berada di luar kemauan bebasnya, dinisbahkan pada
Allah (Misbah, 1996:22).
2). Rububiyah tasyri‟i
Bagian lain dari rububiyah ialah menyangkut kehendak dan
pilihan bebas manusia. Di antara makhluk ciptaan Allah, ada
sekelompok yang gerakan, pengaruh dan evolusinya tunduk pada
tindakan yang diambil berdasarkan kemauan bebasnya sendiri.
Mereka itu adalah manusia. Untuk mencapai kesempurnaan sejati,
manusia harus bergerak dengan kehendak dan pilihan bebasnya.
Tauhid dalam rububiyah tasyri‟i menuntut manusia untuk
mengambil pengarahan hidupnya hanya dari Allah, memandang hak
memiliki hak yang independen dalam menetapkan hukum (Misbah,
1996:22).
b. Tauhid Mulkiyah
Kata malik yang berarti raja dan malik yang berarti memiliki
berakar dari akar kata yang sama yaitu “malaka”. Keduanya mempunyai
relevansi makna yang kuat. Allah SWT sebagai Rabb yang memiliki
alam semesta adalah Raja dari alam semesta tersebut. Dia bisa dan bebas
melakukan apa saja yang dikehendakiNya terhadap alam semesta. Dalam
hal ini Allah SWT adalah Malik (Raja) dan alam semesta adalah
“mamluk” (yang dimiliki atau hamba) (Ilyas, 1993:3).
c. Tauhid Uluhiyah
Tauhid Uluhiyah atau tauhid ubudiyah itu ialah tauhid ibadah,
yaitu beribadah, berdoa,meminta dalam hal yang ghaib,tunduk,merendah
hanya kepada Allah SWT, tidak kepada yang lainnya dan tidak menerima
hukum agama dan ketetapan dalam perkara ghaib kecuali dari Allah
(Ya‟qub, 1987:14-15).
Keimanan bahwa Allah itu Tuhan (Rabb) alam semesta dan
pemilik jagad raya ini adalah salah satu bentuk amalan hati, yaitu
keyakinan yang dimiliki manusia. Adapun keimanan bahwa Allah itu
Ilah (sesembahan), tidak cukup hanya dengan keyakinan saja, tetapi juga
harus dibuktikan dengan perilaku dan perbuatan, meliputi pelaksanaan
ibadah dan pengesaan Allah. Ibadah adalah berdzikir, shalat, puasa,
kepada Allah. Akan tetapi, ibadah tidak terbatas pada ini saja, bahkan
setiap amalan yang bermanfaat yang tidak dilarang oleh syariat, yang
dikerjakan oleh seorang mukmin dalam rangka mencari pahala Allah,
maka amalan tersebut merupakan ibadah.
Seseorang makan untuk memperkuat dirinya dalam melaksanakan
perintah-perintah Allah, maka amalan tersebut juga merupakan ibadah.
Jadi makna ibadah itu sangat luas, meliputi seluruh perbuatan manusia
yang bermanfaat (Thanthawi, 2004:47).
Tauhid Ilahiyah menjadikan Allah sebagai Tuhan yang harus
disembah dan diminta pertolongan. Tidak ada yang berhak disembah dan
diminta pertolongan kecuali Dia. Allah SWT berfirman:
Engkaulah kami mohon pertolongan (Q.S. Al-Fatihah:5).
Oleh karena itu, tugas pertama para Nabi adalah mengajak
manusia kepada ajaran tauhid (terutama tauhid ibadah (Ilahiyah), bukan
mengakui keberadaan Allah. Karena pengakuan tentang keberadaan
Allah adalah hal yang tidak diragukan lagi oleh seluruh umat manusia.
tugas yang dibawa oleh para Nabi adalah memerangi kemusyrikan.
Seruan pertama yang dilakukan oleh para Nabi adalah “Wahai
kaumku, sembahlah Allah yang Maha Esa.” Seruan tersebut dilakukan
oleh Nuh, Hud, Saleh, Syu‟aib, dan seluruh Nabi lainnya (Al-Qaradhawi,
Tauhid al-Uluhiyah dibangun di atas keikhlasan dalam beribadah
kepada Allah ta‟ala. Dalam kecintaan, khauf (takut), raja‟ (harapan),
tawakkal, raghbah (permohonan dengan sungguh-sunggguh), dan rahbah
(perasaan cemas), dan doa hanya kepada Allah serta memurnikan
ibadah-ibadah seluruhnya, baik ibadah-ibadah yang lahir maupun yang batin hanya
kepada Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Tauhid ini merupakan puncak awal dan akhir dari agama, baik
secara lahir maupun batinnya, dan merupakan awal serta akhir dari
dakwah para Rasul. Ini juga merupakan makna dari kalimat “Laa Ilaaha
Illallah” (tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah).
Karena Allah artinya sesuatu yang disembah dan diibadahi dengan rasa
cinta takut, penghormatan, pengagungan, serta dengan seluruh jenis
peribadatan (Al-Abbad, TT: 2).
C.Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan
Proses belajar melibatkan berbagai faktor yang sangat kompleks. Oleh
karen itu, masing-masing faktor perlu diperhatikan agar proses belajar dapat
berhasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Belajar tidak hanya
ditentukan oleh potensi yang ada dalam individu tetapi juga dipengaruhi oleh
faktor lain berasal dari luar diri yang belajar. Keberhasilan belajar sangat
dipengaruhi oleh banyak faktor. Secara umum, keberhasilan belajar
dipengaruhi oleh faktor eksternal dan faktor internal. Masing-masing faktor
1. Faktor Eksternal
Faktor eksternal adalah faktor yang bersumber dari luar individu
yang bersangkutan, misalnya ruang belajar yang tidak memenuhi syarat,
alat-alat pelajaran yang tidak memadai, dan lingkungan sosial maupun
lingkungan alamiahnya. Faktor-faktor eksternal terdiri dari faktor nonsosial
dan faktor sosial (Djamal: 198539).
a) Faktor Nonsosial
Faktor nonsosial adalah faktor-faktor di luar individu yang berupa
kondisi fisik yang ada di lingkungan belajar. Faktor nonsosial merupakan
kondisi fisik yang ada di lingkungan sekolah, keluarga maupun
masyarakat, aspek fisik tersebut bisa berupa peralatan sekolah, sarana
belajar, gedung dan ruang belajar, kondisi geografis, gedung dan runag
belajar, kondisi geografis sekolah dan rumah serta sejenisnya (Sriyanti:
2011:223).
b) Faktor Sosial
Faktor sosial adalah faktor-faktor di luar individu yang berupa
manusia. Faktor eksternal yang bersifat sosial, bisa dipilah menjadi faktor
yang berasal dari keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat (termasuk teman pergaulan anak) (Sriyanti, 2011:23-24).
2. Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor-faktor yang ada dalam diri individu
yang sedang belajar. Faktor internal terdiri dari faktor fisiologis dan faktor
a) Faktor Fisiologis
Faktor fisiologis adalah kondisi fisik yang terdapat dalam diri
individu. Faktor fisiologis terdiri dari:
1) Keadaan tonus (tegangan otot) jasmani pada umumnya
Keadaan tonus (tegangan otot) jasmani secara umum yang ada
dalam diri individu sangat mempengaruhi hasil belajar. Keadaan tonus
(tegangan otot) jasmani secara umum ini misalnya tingkat kesehatan
dan kebugaran fisik individu (Sriyanti, 2011:24).
2) Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu
Keadaan fungsi-fungsi jasmani tertentu yaitu terkait dengan
fungsi panca indra yang ada dalam diri individu. Panca indra
merupakan pintu gerbang masuknya pengetahuan dalm diri individu
(Sriyanti, 2011:24).
b) Faktor psikologis
Faktor psikologis adalah faktor psikis yang ada dalam diri
individu. Faktor-faktor psikis tersebut antara lain tingkat kecerdasan,
motivasi, minat, bakat, sikap, kepribadian, kematangan dan lain
BAB III
PAPARAN DATA DAN HASIL TEMUAN
A.Gambaran Umum Pondok pesantren Darul Muttaqin
1. Sejarah Pondok Pesantren Darul Muttaqin
Pondok pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam indigenous
Indonesia, selama berabad-abad telah memberikan kontribusi nyata dalam
pengembangan dakwah dan pendidikan Islam di Indonesia. Sebagai wadah
pembentukan generasi muslim yang tangguh, pondok pesantren berdiri
kokoh membentengi aqidah umat, menanamkan akhlakul karimah,
membangun karakter dan menjadi media transformasi nilai-nilai luhur serta
ilmu pengetahuan.
Pondok pesantren Darul Muttaqin merupakan salah satu pondok
pesantren yang turut mewarnai dunia pendidikan Indonesia. Seluruh potensi
dan kemampuan dicurahkan untuk merealisasikan misi tersebut.
Pada tanggal 21 Maret 1921 di sebuah desa yang sangat terpencil
dan sepi dari keramaian telah lahir seorang tokoh yang ulet, disiplin dan
berfikir maju serta peduli dengan nasib generasinya di masa mendatang,
beliau adalah bapak KH. Dimyati (Wawancara dengan Ust. IN pada tanggal
24 November 2016).
Ilmu pengetahuan yang dimilikinya sangat minim, tetapi beliau
mempunyai tekad yang kuat untuk menyebarkan syi‟ar Islam di desanya.
Pendidikan beliau hanya sampai kelas 2 SR (Sekolah Rakyat) di masa
sangat mendalam terhadap generasi muslim di desanya dalam menghadapi
tantangan di masa yang akan datang, sehingga KH. Dimyati memiliki
i‟tiqad yang kuat untuk menyebarkan ajaran Islam dan membantu para
generasi muslim di desanya untuk mempelajari agama Islam. Akhirnya
dengan modal rasa percaya dan keprihatinannya beliau mendirikan sebuah
surau kecil yang berukuran 6 x 4 m2. Tiga bulan setelah pendirian surau
tersebut, kemudian difungsikan surau tersebut untuk kegiatan sholat
berjamaah bersama santri. Selain digunakan sebagai tempat shalat, surau
juga digunakan sebagai tempat belajar santri untuk menimba ilmu agama
yaitu Madrasah Diniyah Awaliyah sebagai awal tumbuhnya pondok
pesantren dengan murid pertama yaitu 7 siswa putra putri dan 2/3 dari siswa
tersebut adalah putra putranya sendiri. Tidak berhenti di situ saja beliau
bertekad untuk menanam tunas-tunas muslim sebagai generasi penerus
perjuangannya sehingga beberapa putra dan cucu-cucunya dimasukan ke
beberapa pesantren yaitu Pondok Pesantren Babakan Tegal, Lirboyo Kediri
dan Gontor Ponorogo dan Lainnya (Wawancara dengan Ust. IN pada
tanggal 24 November 2016).
Pada tahun 1965 beberapa anaknya telah lulus dari pondoknya,
mereka di antaranya H. Fakhruri, Muid, H. Maksudin dan dibantu tokoh
lainnya akhirnya mulai dibentuklah Yayasan Pendidikan Islam
MIFTAKHUL ULUM sebagai wadah untuk menjembatani proses dan
cita-cita pendiri tokoh utama (Wawancara dengan Ust. IN pada tanggal 24
Pada tahun 1988 Tokoh termasyhur Almarhum KH. Dimyati wafat
sebelum cita-citanya membangun sebuah pondok pesantren terwujud.
Namun lembaga pendidikan Miftahul Ulum terus maju menyiarkan Islam di
desa walau di sana-sini kendala dan kesulitan selalu dihadapinya terutama
modal yang sangat minim (Wawancara dengan Ust. IN pada tanggal 24
November 2016).
Pada tahun 1991 salah seorang cucu Abah KH. Dimyati, Drs. Ibnu
Nashori juga telah menyelesaikan masa studinya di pondok Modern Gontor
dengan ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya serta kepatuhan terhadap
wasiat Abah KH. Dimyati untuk merintis sebuah pondok, beliau pun sangat
optimis untuk bergerak dan bercita-cita keras untuk mendirikan sebuah
Pondok Pesantren sebagai wujud penerus perjuangan abah tercintanya,
sehingga pada tahun 1993 berdirilah sebuah lembaga Qur‟an sebagai cikal
bakal generasi muda yang qur‟ani dan berdirilah Taman Pendidikan Al
-Qur‟an (Wawancara dengan Ust. IN pada tanggal 24 November 2016).
Pada tanggal 14 Maret 2002 terbentuklah sebuah Yayasan Balai
Pendidikan Pondok Pesantren Darul Muttaqin, yang mana Darul Muttaqin
itu sendiri memiliki arti yaitu “Tempat orang yang bertaqwa”. Darul
Muttaqin itu merupakan ubahan nama Yayasan Pendidikan Miftahul Ulum,
yang kemudian disahkan oleh badan hukum dengan akta Notaris No 24
tanggal 14 Maret 2002 (Wawancara dengan Ust. IN pada tanggal 24
Pada tahun 2005 berdirilah sebuah lembaga KB (Kelompok
Bermain) Darul Muttaqin yaitu sebuah lembaga pendidikan di bawah
naungan Pondok Pesantren Darul Muttaqin sebagai tempat untuk mendidik
anak usia dini. Lembaga ini didirikan sebagai sebuah solusi pengasuh dalam
mengatasi era globalisasi. Lembaga tersebut dikelola langsung oleh Kyai
Drs. Ibnu Nashori dengan jumlah guru 5 orang termasuk istri dari sang kyai.
Pada tanggal 10 Maret 2007 / 20 Shafar 1428 H datang 9 orang wali
murid menitipkan putra-putrinya di pondok pesantren. Tiga hari kemudian
datanglah santri-santri baru dengan jumlah sangat meningkat mencapai 67
orang santri, namun karena minimnya fasilitas asrama maka satu per satu
santri memilih untuk tetap tinggal di rumahnya masing-masing. Akan tetapi
tiga di antara mereka tetap memilih untuk tinggal di pondok.
Dengan menurunnya jumlah santri yang ada dan salah satu dewan
asatidz pulang ke kampung halamannya, maka Kyai Drs. Ibnu Nashori
turun tangan langsung membimbing, membina serta mengajari kepada 3
santri tersebut selama kurun waktu 5 tahun. Ketiga santri tersebut M.
Fasikhudin, Kandri Diana, M. Ozan. Kyai Drs. Ibnu Nashori dengan uletnya
dan semangat kepada tiga santri tersebut beliau mengajarkan ilmu-ilmu
agama, sehingga kemudian berhasilah beliau menjadikan kedua santri dari
ketiga santri tersebut menjadi salah satu dari dewan asatidz yang
membimbing santri.
Setelah kiyai Drs. Ibnu Nashori berhasil mengajari ketiga santrinya
yang mukim sedikit bertambah yaitu santri putra 8 orang dan santri putri 5
orang.
Di tengah perjalanan tersebut munculah gagasan pemikiran guna
mendirikan sebuah lembaga formal jenjang TK, maka pada tahun 2011
berdirilah sebuah lembaga TK Islam Terpadu Darul Muttaqin dan langsung
dikelola langsung oleh kyai Drs. Ibnu Nashori sendiri. Beliaulah seorang
sosok pejuang sekaligus seorang tokoh muda yang gigih dan ulet untuk
mendirikan lembaga–lembaga yang ada di bawah naungan Yayasan Balai
pendidikan Pondok Pesantren Darul Muttaqin (Wawancara dengan Ust. IN
pada tanggal 24 November 2016).
Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2012 datanglah 42 santri
putra/putri untuk ikut belajar di pesantren. Tidak lama kemudian
santri-santri tersebut pun mulai keluar dari pesantren. Sehingga selama 3 tahun
berturut-turut jumlah santri hanya mencapai 9 orang santri, dan setelah itu
kyai Drs. Ibnu Nashori memutuskan untuk setiap santri yang belajar di
pondok wajib mukim 24 jam. Akhirnya tinggalah santri yang mukim
berjumlah 6 santri putri dan 11 santri putra (Wawancara dengan Ust. IN
pada tanggal 24 November 2016).
Pada Tahun 2014 Kyai Drs. Ibnu Nashori setelah menyelesikan
pengabdian di Yayasan Pendidikan Islam Al Muawanah ( YPIA ) selama 14
tahun. Pada malam tanggal 14 Mei 2014 beliau didampingi istrinya
berkumpul bersama keluarga besar KH. Dimyati, (KH. A. Fakhruri, Hj.