• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KESESUAIAN IKLAN PRODUK PANGAN DI MEDIA MASSA TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KESESUAIAN IKLAN PRODUK PANGAN DI MEDIA MASSA TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

KAJIAN KESESUAIAN IKLAN PRODUK PANGAN DI MEDIA MASSA

TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Studi Kasus pada Harian Kompas, Republika, Koran Tempo,

Pikiran Rakyat dan Radar Bogor Periode Agustus-Nopember 2007

HANIF SETO AJI KURNIAWAN

2008

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kajian Kesesuaian Iklan Produk

Pangan di Media Massa terhadap Peraturan Perundang-undangan : Studi Kasus pada Harian Kompas, Republika, Koran Tempo, Pikiran Rakyat dan Radar Bogor Periode Agustus-Nopember 2007 adalah karya saya sendiri dan belum diajukan

dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, 26 Mei 2008 Hanif Seto Aji Kurniawan NIM F24102064

(3)

Hanif Seto Aji Kurniawan. F24102064. 2008. Kajian Kesesuaian Iklan Produk Pangan di Media Massa dengan Peraturan Perundang-undangan : Studi Kasus pada Harian Kompas, Republika, Koran Tempo, Pikiran Rakyat dan Radar Bogor Periode Agustus-Nopember 2007. Skripsi. Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Di bawah Bimbingan Dr. Purwiyatno Hariyadi, MSc.

RINGKASAN

Salah satu hak konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk adalah memperoleh informasi yang benar. Terkait hal tersebut, iklan produk pangan dituntut untuk memberikan informasi tentang suatu produk secara benar, tidak menipu ataupun menyesatkan. Informasi tersebut mencakup identitas, kandungan, kegunaan maupun kelebihan suatu produk pangan.

Media cetak, dalam hal ini koran harian, merupakan media yang dianggap paling detail dalam menyampaikan informasi dibanding media-media yang lain sehingga masih disukai produsen dalam beriklan. Berdasarkan hal tersebut dilakukan penelitian perihal kesesuaian iklan produk pangan yang terbit pada harian Kompas, Republika, Koran Tempo, Pikiran Rakyat, dan Radar Bogor terhadap hukum positif (peraturan perundang-undangan) yang mengatur tentang periklanan produk pangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa kesesuaian iklan pangan pada media cetak dengan peraturan perundang-undangan, mengetahui variasi dan karakteristik jenis pelanggaran iklan yang banyak terjadi di media cetak dan mengetahui karakteristik pelanggaran iklan pada beberapa kategori produk pangan.

Dari 373 iklan yang teramati sebagian besar iklan didominasi oleh iklan produk minuman (54,4 %) serta produk suplemen makanan dan vitamin (27,15 %). Urutan selanjutnya ditempati oleh iklan produk susu dan turunannya (5,9%), iklan produk lemak, minyak dan turunannya (5,4 %). Kategori produk pangan yang tidak ditemukan iklannya pada pengamatan ini adalah 1) sayur, buah, dan turunannya, 2) confectionery, 3) ikan-ikanan dan turunannya, 4) telur dan turunannya, 5) snack, dan 6) pangan Komposit. Dari keseluruhan iklan, 312 iklan diantaranya melanggar peraturan perundang-undangan (83,6%) dan hanya 61 iklan diantaranya yang benar-benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan (16,4%). Total pelanggaran yang terjadi adalah sebanyak 576 pelanggaran dari total 312 iklan yang melanggar.

Kategori pelanggaran yang paling mendominasi adalah jenis iklan yang menyesatkan yaitu berjumlah 126 kasus (21,9%) menyusul iklan yang menjurus ke obat sebanyak 117 (20,3%), iklan produk olahan yang keterangan asal bahannya tidak benar sebanyak 110 kasus (19,1%), iklan yang keterangan produknya tidak lengkap sebanyak 75 kasus (13,0%), iklan suplemen yang menganjurkan dikonsumsi setiap saat atau tanpa anjuran berolahraga sebanyak 70 (12,2%), klaim pangan fungsional yang tidak sesuai ketentuan sebanyak 37 (6,4%) dan iklan yang berlebihan sebanyak 12 kasus (2,1%).

(4)

Khusus untuk iklan dengan klaim pangan fungsional maka pelanggaran yang terjadi (6,4%) dikarenakan : 1) klaim-klaim terhadap pangan fungsional tersebut belum terdaftar atau 2) klaim-klaim terhadap pangan fungsional telah terdaftar namun isi klaim tidak sesuai yang digariskan atau 3) klaim-klaim atas komponen pangan fungsional telah terdaftar namun komponen pangan fungsional tersebut tidak diperkenankan untuk mencantumkan klaim fungsi gizi ataupun klaim manfaat terhadap kesehatan.

(5)

KAJIAN KESESUAIAN IKLAN PRODUK PANGAN DI MEDIA MASSA

TERHADAP PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :

Studi Kasus pada Harian Kompas, Republika, Koran Tempo,

Pikiran Rakyat dan Radar Bogor Periode Agustus-Nopember 2007

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakutas Teknologi Pertanian

Oleh :

HANIF SETO AJI KURNIAWAN

F24102064

2008

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

KAJIAN KESESUAIAN IKLAN PRODUK PANGAN DI MEDIA MASSA

TERHADAP PERATURAN PERUNDANGAN-UNDANGAN :

Studi Kasus pada Harian Kompas, Republika, Koran Tempo,

Pikiran Rakyat dan Radar Bogor Periode Agustus-Nopember 2007

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh :

HANIF SETO AJI KURNIAWAN F24103127

Dilahirkan pada tanggal 14 April 1984 Di Karanganyar, Jawa Tengah Tanggal Lulus : Bogor, 27 Mei 2008 Menyetujui, Dr. Purwiyatno Hariyadi, MSc. Pembimbing Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah

(7)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT, dari-nya kita memohon pertolongan, memintakan ampunan, dan meminta perlindungan dari segala alpa dan kelemahan. Mudah-mudahan kita diberikan banyak petunjuk oleh-Nya. Adalah bagian dari nikmat dari-Nya pula akhirnya karya ilmiah yang berjudul Kajian Kesesuaian Iklan Produk Pangan di Media Massa terhadap Peraturan Perundang-undangan : Studi Kasus pada Harian Kompas, Republika, Koran Tempo, Pikiran Rakyat dan Radar Bogor Periode Agustus-Nopember 2007 ini berhasil dirampungkan. Sholawat serta salam juga penulis haturkan kepada suri tauladan ummat manusia, Rasulullah Muhammad SAW, beserta para pengikutnya yang setia hingga akhir penghujung zaman.

Karya Ilmiah ini didasarkan penelitian mandiri penulis terhadap iklan-iklan produk pangan yang beredar pada beberapa media yang dipilih dalam kurun waktu September hingga November 2007. Karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian

Dalam kesempatan yang berbahagia ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada beberapa pihak yang membantu dan memberi dorongan kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini, yaitu :

1. Ibu Wiwik Triwiarti dan Bapak Surachmin yang telah memberikan do’a dan limpahan kasih saying selama ini. Semoga Allah mengasihani mereka sebagaimana mereka telah mengasihi penulis di waktu kecil.

2. Adik-adikku; Rizky Amalia, Rizky Firmansyah, dan Nabila Annisa Rahmatika. 3. Bapak Dr. Purwiyatno Hariyadi, MSc. atas jerih payah beliau dalam

menyemangati, mengarahkan, dan membimbing penulis selama menempuh pendidikan sarjana di FATETA IPB.

4. Bapak Sutrisno Koswara, MSi dan Bapak Dr. Feri Kusnandar, MSi selaku dosen penguji.

(8)

5. Seluruh teman-teman seperjuangan di kampus IPB, terutama rekan-rekan BEM KM IPB Kabinet Pembaharu 2005-2006.

6. Teman-teman satu Asrama C1 TPB, Pondok Al-Muhandis, Pondok Al-‘Izzah, DPC PKS Dramaga dan Kantor DPP PPNSI atas bantuan dan kebersamaan selama ini.

7. Serta pihak-pihak lain yang tidak mungkin penulis sebutkan satu demi satu. Akhirnya, meski masih jauh dari kategori sempurna, penulis berharap semoga karya ilmiah yang sederhana ini bisa memberikan manfaat yang luas bagi pembaca yang budiman.

(9)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama lengkap Hanif Seto Aji Kurniawan. Lahir sebagai seorang muslim di kota Karanganyar-Surakarta pada hari Sabtu Legi, 14 April 1984, dari pasangan Wiwik Triwiarti (Ibu) dan Surachmin (Bapak) yang bersuku Jawa. Penulis merupakan anak pertama dan mempunyai dua orang adik yaitu Rizky Amalia dan Nabila Annisa Rahmatika.

Penulis memulai karir pendidikan di SDN Malaka Sari 03 Pagi Jakarta Timur pada tahun 1990 hingga tahun 1996. Kemudian dilanjutkan di SMPN 167 Jakarta Timur dan SMUN 103 Jakarta Timur, masing-masing lulus pada tahun 1999 dan 2002. Pada akhirnya penulis melanjutkan kuliah di Program Sarjana Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti perkuliahan, penulis tercatat pernah menjadi asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam dan terlibat di berbagai organisasi kemahasiswaan mulai dari tingkat pertama seperti Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (DPM-TPB) tahun 2002-2003 sebagai ketua, DPM KM IPB dan MPM KM IPB tahun 2003-2004 sebagai Ketua Bidang PEMIRA dan Kepartaian Mahasiswa, BEM FATETA IPB 2004-2005 sebagai Ketua Umum dan terakhir di BEM KM IPB sebagai Wakil Presiden Mahasiswa.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, pada tahun 2007-2008, penulis melakukan penelitian dan menyusun karya ilmiah berjudul “Kajian Kesesuaian Iklan Produk Pangan di Media Massa terhadap Peraturan Perundang-undangan : Studi Kasus pada Harian Kompas, Republika, Pikiran Rakyat dan Radar Bogor Periode Agustus-Nopember 2007” di bawah Bimbingan Dr. Purwiyatno Hariyadi, MSc.

(10)

x

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN PERNYATAAN……… i ABSTRAK……….. ii HALAMAN JUDUL……… iv HALAMAN PENGESAHAN……….. v KATA PENGANTAR……….. vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS………. viii

DAFTAR TABEL……….. xi

DAFTAR LAMPIRAN……… xii

BAB I . PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang………. 1

1.2 Tujuan………. 2

1.3 Manfaat………. 2

1.4 Ruang Lingkup dan Batasan………. 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Iklan Pangan……… 4

2.1.1 Definisi Iklan……….. 4

2.1.2 Media Iklan………. 5

2.2 Dasar-dasar Hukum terkait Iklan Produk Pangan………. 6

2.2.1 Undang-undang No. 7 tahun 1996 ………. 6

2.2.2 Undang-undang No. 8 tahun 1999……….. 6

2.2.3 Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999………. 7

2.2.4 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994……… 7

2.2.5 Peraturan Kepala BPOM RI No. HK00.05.52.0685 tahun 2005…….. 8

2.3 Klaim dan Pelanggaran Iklan……….. 8

2.3.1 Klaim Iklan………. 8

2.3.2 Pelanggaran Iklan ………..………. 9

2.3.3 Iklan Pangan yang Menyesatkan dan Mengelabui Konsumen……….. 14

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Media Cetak dan Waktu Penelitian………18

3.2 Metode Pemantauan Iklan Pangan………18

(11)

xi BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Frekuensi Iklan Pangan………. 20

4.2 Sebaran Iklan Berdasarkan Kategori Produk Pangan……….. 23

4.3 Sebaran Kategori Pelanggaran Iklan……… 26

4.3.1 Iklan Pangan yang Tidak Benar atau Menyesatkan………. 29

4.3.2 Iklan Pangan yang Menjurus ke Obat………. 31

4.3.3 Iklan Pangan yang Keterangan Asal Pangannya tidak Benar.………… 34

4.3.4 dengan Keterangan Produk Tidak Lengkap ………..……… 36

4.3.5 Iklan dengan Klaim Pangan Fungsional yang Tidak Tepat .………..37

4.3.6 Iklan Pangan yang Berlebihan……….………. 42

4.3.7 Iklan Pangan yang Mengiklankan Kata Halal ……….44

BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan………. 46

5.2 Saran……….. 47

DAFTAR PUSTAKA………48

(12)

xii

DAFTAR TABEL

halaman

1. Jenis klaim kandungan gizi dan persyaratannyamenurut BPOM RI………..…………. 13

2. Jumlah iklan yang diawasi berdasarkan media dan bulan terbit……… 20

3. Karakteristik jenis iklan dan pelanggaran di setiap media………. 21

4. Jumlah iklan berdasarkan kategori produk pangan……… 23

5. Jumlah iklan berdasarkan kategori dan jenis produk pangan………. 25

6. Kategori pelanggaran iklan dan frekuensinya ……… 27

7. Sebaran Pelanggaran Iklan pada Beberapa Kategori Produk Utama……….. 28

8. Daftar iklan produk pangan yang mencantumkan klaim yang menyesatkan... 30

9. Daftar iklan produk pangan dengan klaim yang menjurus ke obat………. 33

10. Daftar iklan produk pangan yang keterangan asal bahannya tidak benar…………. 35

11. Daftar iklan produk pangan yang keterangan produknya tidak lengkap ……... 37

12. Daftar iklan produk pangan dengan klaim pangan fungsional yang tidak tepat…. 40 13. Daftar iklan produk pangan yang mencantumkan klaim yang berlebihan…………. 44

(13)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

halaman

1. Jenis-jenis Pelanggaran Iklan Pangan ……… 51 50

2. Form Penilaian Iklan Pangan ………. 60

(14)

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengawasan terhadap produk pangan mencakup berbagai hal, salah satunya adalah pengawasan terhadap label iklan dan pangan. Hal ini dikarenakan semakin banyak produsen pangan yang mengiklankan produknya kepada masyarakat melalui berbagai media. Iklan-iklan yang beredar di berbagai media tersebut belum tentu memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh peraturan yang ada, yaitu UU No.7 Tahun 1996 tentang Pangan, UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah No. 69 tentang Label dan Iklan Pangan, Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 Tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Makanan-Minuman dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.52.0685 Tahun 2005 tentang Peraturan Teknis Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Berdasarkan hal tersebut diperlukan pemantauan terhadap iklan yang beredar baik secara legal-formal oleh BPOM dan instansi terkait ataupun secara swadaya masyarakat baik oleh kelompok atau LSM maupun individu sebagai salah satu bentuk pencerdasan konsumen.

Masyarakat merupakan konsumen dari berbagai produk pangan yang beredar dan diiklankan, yang juga adalah pihak yang dirugikan apabila terdapat iklan produk pangan yang tidak sesuai peraturan dan bahkan menyesatkan. Salah satu hak konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk adalah memperoleh informasi yang benar untuk konsumen (Sukmaningsih, 1997).

Iklan sebagai alat promosi produk senantiasa berupaya merangsang perhatian, sikap, dan perilaku konsumen sedemikian rupa sehingga diharapkan konsumen tertarik untuk mengkonsumsi produk yang diiklankan tersebut. Namun di sisi lain konsumen seringkali dalam posisi lemah karena informasi yang didapatnya tidak utuh, bias, terdapat unsur yang mengelabui (deceptive

(15)

2 Sejumlah hasil penelitian, seperti yang dilakukan oleh Pradnyawati (1997) dan Tresnawati (1997), menyimpulkan bahwa betapa kuat iklan mempengaruhi konsumen. Iklan seharusnya menjadi sumber informasi yang valid bagi konsumen, namun kenyataan membuktikan bahwa kehadiran iklan produk pangan justru banyak yang menyesatkan, mengelabui dan membingungkan konsumen. Total belanja iklan yang selalu meningkat dari t ahun ke tahun juga membuktikan betapa penting peran iklan bagi produsen sehingga mereka tidak ragu untuk membelanjakan keuntungannya untuk pemasangan iklan untuk memperoleh profit yang berlipat ganda.

Semua hal tersebutlah yang menjadi dasar untuk melakukan analisa kesesuaian iklan produk pangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai bentuk pemantauan swadaya masyarakat serta turut membantu mendidik konsumen dalam memilih produk pangan yang tepat.

1.2 Tujuan

1. Menganalisa kesesuaian iklan pangan pada media cetak dengan peraturan

perundang-undangan.

2. Mengetahui variasi dan karakteristik jenis pelanggaran iklan yang banyak terjadi di media cetak.

3. Mengetahui karakteristik pelanggaran iklan pada beberapa kategori produk pangan.

1.3 Manfaat

Dengan mengetahui kesesuaian iklan pangan dengan peraturan

perundang-undangan beserta jenis pelanggaran serta karakteristik

pelanggarannya maka diharapkan penelitian ini mampu memberikan edukasi bagi masyarakat umum agar lebih bersikap kritis pada iklan pangan yang beredar serta masukan bagi pemerintah dan industriawan pangan agar mampu menyajikan iklan-iklan pangan yang bertanggungjawab.

(16)

3 1.4 Ruang Lingkup dan Batasan

Ruang lingkup iklan yang dikaji dalam penelitian ini adalah iklan produk pangan dalam kemasan (packaged food), yaitu produk pangan yang dalam penyajiannya kepada konsumen membutuhkan kemasan. Tidak termasuk kajian dalam penelitian ini adalah sejumlah iklan pangan non kemasan (non packaged

food) yang tidak membutuhkan kemasan dalam penyajiannya kepada konsumen

seperti iklan restoran, makanan cepat saji (fast food) dan yang sejenisnya. Pembatasan ini dimaksudkan untuk memfokuskan penelitian pada klaim-klaim iklan yang berkaitan dengan fungsi gizi dan fungsi kesehatan yang sejauh ini biasanya banyak terdapat pada pangan kemasan.

(17)

4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Iklan Pangan 2.1.1 Definisi Iklan

Klepner (1986) menyatakan bahwa iklan (advertising) berasal dari bahasa Latin ad-verse yang berarti menghantarkan pikiran dan gagasan pada pihak lain. Iklan dalam hal ini merupakan komunikasi satu arah. Proses komunikasi ini penting sebagai alat pemasaran untuk membantu menjual barang, member layanan serta gagasan atau ide-ide melalui saluran tertetu dalam bentuk informasi persuasif.

Sumarwan (2006) mengatakan bahwa iklan terbukti sangat efektif bagi produsen karena memiliki jangkauan yang lebih luas. Konsumen seringkali lebih tertarik pada iklan daripada membaca label yang tertera pada kemasan. Iklan seharusnya menjadi alat berkompetisi yang sehat. Iklan adalah nadi sistem ekonomi pasar dengan persaingan yang sehat. Bagi konsumen, iklan seharusnya memudahkan pemilihan bukan mengandung informasi yang mengelabui.

Iklan adalah pesan-pesan yang disampaikan oleh perorangan, kelompok, perusahaan atau badan-badan pemerintah dalam suatu harian, penerbitan berkala atau barang cetakan yang diedarkan secara luas. Iklan menjelaskan kepada konsumen kapan suatu produk dapat digunakan, bagaimana menilai kualitas atau penampilan suatu produk dan bagaimana membandingkan merek produk atau institusi (Perbawaningsih, 1994).

Engel dkk (1995) membagi iklan atas tiga bagian berdasarkan keberpihakan peran, yaitu : 1). Iklan informatif adalah iklan yang pesannya bersifat memberikan informasi,; 2). Iklan komparatif adalah iklan yang pesannya berusaha merebut bisnis dari merek yang sudah ada; 3). Iklan transformasional adalah iklan yang pesannya berusaha membuat pengalaman produk lebih kaya, lebih hangat, lebih menggairahkan atau lebih menyenangkan daripada iklan yang diperoleh semata-mata dari uraian objektif dari merek yang diiklankan.

(18)

5 2.1.2 Media Iklan

Ada dua media yang biasa digunakan untuk menyampaikan pesan iklan, yaitu media lini atas dan media lini bawah. Media lini atas terdiri dari media cetak maupun elektronik atau biasa disebut media massa dan media luar ruang. Sedangkan media lini bawah terdiri atas pameran, direct mail, point of purchase (Zulkarnaen, 1993).

Media massa biasanya menjadi perhatian utama untuk digunakan sebagai media iklan, walaupun tidak menutup kemungkinan digunakannya media lain sebagai penunjang atau pelengkap iklan di media massa. Jangkauan media massa lebih luas dan media massa lebih berkembang ke arah spesialisasi khalayak. Dengan demikian pengiklan lebih mudah merencanakan dan mengoptimalkan penggunaan media massa (Susilo, 1993).

Jenis media utama berdasarkan urutan volume periklanan adalah : surat kabar, televisi, surat langsung (brosur), radio, majalah dan media luar ruangan. Masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan tertentu. Pilihan ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan seperti : kebiasaan media, audiens sasaran, produk, pesan dan biaya (Kotler dan Amstrong, 1996).

Adapun media cetak dalam hal ini koran harian dipilih sebagai media yang diteliti karena media cetak merupakan sumber media terbesar dalam pemantauan iklan pangan, yakni sebesar 78%. Hal ini dikarenakan media cetak merupakan media utama dalam periklanan produk pangan. Selain itu pemantauan di media cetak lebih mudah dilakukan dibanding media lain (Mahardika, 2002).

(19)

6 2.2 Dasar-dasar Hukum terkait dengan Iklan Produk Pangan

2.2.1 Undang-undang no 7. Tahun 1996 tentang Pangan

Terciptanya perdagangan yang jujur dan bertanggungjawab merupakan salah satu tujuan penting pengaturan, pembinaan dan pengawasan di bidang pangan sebagaimana dikehendaki dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Salah satu upaya untuk mencapai tata tertib pengaturan di bidang pangan adalah melalui pengaturan di bidang label dan iklan pangan.

Dalam melakukan pengawasan periklanan pangan, pemerintah mengacu pada peraturan yang berlaku, salah satu yang mendasarinya adalah Undang-undang ini. Pengaturan mengenai iklan pangan tercakup pada Bab IV tentang Label dan Iklan, pada pasal 30 sampai dengan pasal 35.

2.2.2 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang ini diharapkan dapat memberikan suatu jaminan kepastian hukum bagi konsumen untuk menuntut hak-hak perdatanya kepada pelaku usaha yang tidak benar atau menyesatkan informasinya atas barang yang diperdagangkan melalui label iklan.

Selanjutnya, undang-undang tersebut dimaksudkan menjadi landasan hukum yang kuat bagi pemerintah maupun lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat untuk melakukan upaya pemberdayaan konsumen melalui pembinaan dan pendidikan konsumen, sehingga tujuan dari perlindungan konsumen dapat tercapai, yaitu antara lain: mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari akibat negatif pemakaian barang dan jasa, serta menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen, sehingga timbul sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha.

Dalam undang-undang ini tidak dimuat secara khusus tentang label dan iklan, meskipun sebenarnya istilah atau sebutan tentang label berulang kali disebutkan dalam pasal 8 ayat (1) huruf b, d, e, f, I, demikian juga istilah atau sebutan iklan berulang kali disebutkan dalam pasal 9 ayat (1), 10, 12, 13, 17 dan pasal 20.

(20)

7 2.2.3 Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

Pemerintah menyadari perkembangan teknologi pangan sangat berpengaruh terhadap pelabelan dan periklanan pangan. Perkembangan tersebut harus diantisipasi dengan membuat suatu peraturan yang khusus mengatur tentang label dan iklan pangan. Dalam kondisi yang demikian, Peraturan Pemerintah ini sekaligus memerintahkan kepada instansi terkait untuk melakukan pengaturan sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangan yang melekat pada instansi yang bersangkutan.

Iklan pangan secara khusus diatur dan dikendalikan pada Peraturan Pemerintah ini, yaitu pada Bab III tentang Iklan Pangan, yang terdiri dari lima bagian yaitu : 1) Bagian umum (Pasal 44-47); (2) Iklan pangan yang berkaitan dengan gizi dan kesehatan (pasal 48-50); (3) Iklan tentang pangan untuk kelompok orang tertentu (pasal 51-53); (4) Iklan yang berkaitan dengan asal dan sifat bahan pangan (pasal 54-57); (5) Iklan tentang minuman beralkohol (pasal 58).

2.2.4 Peraturan Menteri Kesehatan No. 386 Tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Makanan dan Minuman.

Dalam peraturan ini diatur lebih khusus dan terperinci mengenai pedoman dalam mengiklankan produk pangan dengan mengacu pada dasar hukum yang ada. Pedoman ini terdiri dari : (1) Petunjuk teknis umum; (2) Petunjuk teknis khusus : untuk produk hasil olahan susu, PASI, susu bayi, infant formula, minuman beralkohol, vitamin atau mineral atau food supplement dan makanan diit.

(21)

8 2.2.5 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK00.05.52.0685 Tahun 2005 tentang Peraturan Teknis Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional.

Peraturan teknis yang diterbitkan oleh BPOM ini berisi tentang pengawasan produk pangan fungsional, yaitu produk pangan yang diklaim memiliki manfaat dalam mempertahankan dan meningkatkan kesehatan. Dalam peraturan ini juga dijelaskan secara jelas jenis-jenis klaim pangan fungsional yang telah diakui beserta persyaratan teknis pemuatan klaim dalam label dan iklan pangan.

2.3 Klaim dan Pelanggaran Iklan Pangan 2.3.1 Klaim Iklan

Engel dkk (1995) mengemukakan bahwa kuantitas dan kekuatan atau kualitas klaim yang dibuat dalam sebuah pesan iklan dapat mempengaruhi daya persuasi iklan bersangkutan. Berdasarkan obyektifitasnya, klaim terdiri atas klaim yang subyektif dan klaim yang obyektif. Klaim yang obyektif berfokus pada informasi faktual, yang tidak tunduk pada tafsiran individu, sebaliknya klaim yang subyektif adalah klaim yang mungkin menghasilkan tafsiran yang berbeda antar individu.

Iklan sering dijadikan media klaim atas sesuatu tanpa bukti. Ada empat jenis klaim yang digunakan untuk mengelabui konsumen, yaitu :

1) Klaim yang tampak obyektif; seperti klaim-klaim tentang kandungan gizi tertentu dalam suatu produk pangan, yang harus dibuktikan melalui pengujian atau dibandingkan dengan standar yang telah ada, hal ini tidak mungkin dilakukan oleh konsumen.

2) Klaim yang subyektif; seperti klaim yang menampilkan persepsi individu (kesukaan atau preferensi, pilihan, kepercayaan) yang mungkin menghasilkan tafsiran berbeda antar individu, klaim seperti ini sukar untuk dibuktikan. 3) Mendua; suatu klaim yang menampilkan dua sisi pesan yang bersifat pro dan

(22)

9 4) Tidak tidak rasional, sehingga klaim yang dibuat hanya ditujukan untuk kepentingan promosi yang lebih mengutamakan segi persuasi dibanding segi informasinya.

Klaim-klaim tanpa bukti tersebut akan mengarahkan konsumen membeli barang yang buruk atau produk bermutu sama dengan harga yang lebih mahal (Sumarwan, 2006).

2.3.2 Pelanggaran Iklan Pangan

Berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat disimpulkan bahwa pelanggaran iklan produk pangan ada yang berlaku pada semua jenis produk pangan tanpa terkecuali dan ada pula kategori pelanggaran iklan produk pangan yang hanya mengacu secara khusus pada produk pangan tertentu saja. Sebagai contoh jenis pelanggaran “mengiklankan kata halal” dapat berlaku untuk semua produk pangan tanpa terkecuali namun ada beberapa pelanggaran seperti tidak mencantumkan spot peringatan “tidak cocok untuk bayi”, yang dikhususkan pada produk susu skim atau susu kental manis. Disamping itu ada pula jenis-jenis iklan produk pangan yang dilarang atau dibatasi pengiklanannya di media seperti iklan minuman keras dan iklan produk bayi di bawah satu tahun. Iklan minuman keras dinyatakan terlarang untuk semua jenis media massa sedangkan iklan produk bayi di bawah satu tahun hanya boleh diiklankan di media kesehatan atas persetujuan menteri kesehatan.

Kategori pelanggaran tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut (penjelasan lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 1) :

A. Kategori pelanggaran iklan yang berlaku untuk semua jenis produk 1. Mengiklankan kata halal.

Secara jelas SK Menteri Kesehatan No. 386/Menkes/SK/IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan Makanan-Minuman Bagian Petunjuk Teknis poin 7 menyatakan larangan mengiklankan kata “halal” yang pasalnya berbunyi “Kata

(23)

10 2. Berlebihan

Dasar hukum jenis pelanggaran ini adalah Pasal 9 ayat 1 UU RI NO. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi “Pelaku usaha dilarang

menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan atau jasa secara tidak benar, dan atau seolah-olah : j) Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap”.

3. Menjurus ke obat

Ketentuan ini diatur dalam Pasal 53 PP RI No. 69 TAHUN 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan serta SK Menteri Kesehatan No. 386/MEN.KES/SK/iv/1994 Tentang Pedoman Periklanan Makanan dan Minuman. Dasar hukum tersebut menyatakan bahwa iklan produk pangan tidak boleh menyatakan keterangan bahwa pangan yang diiklankan dapat berfungsi sebagai obat. Kata-kata yang dilarang untuk digunakan adalah misalnya “menyembuhkan”, “mengobati”, “berkhasiat untuk”, “menyehatkan”, “membantu memulihkan” dan yang serupa dengan itu.

4. Tidak Benar dan atau Menyesatkan

Kata-kata “tidak benar” dan atau “menyesatkan” banyak diacu alam beberapa peraturan, seperti pasal 33 Ayat 1 UU No. 7 tahun 1996 tentang Pangan, pasal 45 ayat 1 PP RI NO. 69 TAHUN 1999 TENTANG LABEL DAN IKLAN PANGAN, pasal 10

UU Perlindungan Konsumen dan SK Menteri Kesehatan No.

386/MEN.KES/SK/IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan Makanan dan Minuman. Klaim ini mungkin benar namun dapat menimbulkan kesan yang salah di benak konsumen.

5. Keterangan asal bahan tidak benar

Mencantumkan klaim mengenai sifat asal bahan seperti segar, alami, murni, atau asli haruslah mengikuti kaidah-kaidah yang berlaku terutama dalam pasal 55 PP RI NO. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan dan SK Menteri Kesehatan No. 386/MEN.KES/SK/IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan Makanan dan Minuman.

(24)

11 6. Keterangan tentang produk tidak lengkap (tidak ada identitas produsen)

Dalam kaitan hak konsumen atas informasi yang benar dan jelas serta jujur mengenai kondisi suatu barang maka identitas produsen menjadi penting. Karena pada sisi yang lain, keterpercayaan produsen di mata konsumen juga merupakan salah satu pertimbangan memilih suatu produk. Pasal 45 Ayat 3 PP RI No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan menyatakan “untuk

kepentingan pengawasan, penerbit, pencetak, pemegang izin siaran radio atau televisi, agen dan atau medium yang dipergunakan untuk menyebarkan iklan dilarang merahasiakan identitas, nama dan alamat pemasang iklan”.

7. Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa seizing yang berwenang atau yang bersangkutan.

Dasar hukum poin pelanggaran ini adalah Pasal 17 ayat 1 poin e UU Perlindungan konsumen yang berbunyi “pelaku usaha periklanan dilarang

memproduksi iklan yang mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan”.

8. Mendiskreditkan atau menduplikasikan produk iklan pangan lain.

Pasal 47 ayat 1 PP RI No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan menyatakan “Iklan dilarang dibuat dalam bentuk apapun untuk diedarkan dan

atau disebarluaskan dalam masyarakat dengan cara mendiskreditkan produk pangan lainnya”. Salah satu klausul yang lebih detail yang diatur dalam SK Menteri Kesehatan No. 386/MEN.KES/SK/IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan Makanan dan Minuman bagian Petunjuk Teknis Umum, adalah larangan menyatakan makanan yang berlabel gizi seolah-olah mempunyai kelebihan dari makanan yang tidak berlabel gizi.

9. Menampilkan anak-anak balita dalam bentuk apapun kecuali produk pangan balita.

Dasar hukum aturan ini adalah Pasal 47 ayat 2 PP RI No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan yang berbunyi “Iklan dilarang semata-mata

(25)

12

kecuali apabila pangan tersebut diperuntukkan bagi anak-anak yang berusia dibawah 5 (lima) tahun”.

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari adanya pengeksploitasian anak dalam iklan pangan, khususnya yang semata-mata menampilkan anak-anak dibawah lima tahun namun bukan untuk pangan yang khusus anak-anak kelompok usia tersebut. Dalam konteks iklan pangan tersebut, dapat saja menampilkan anak-anak berusia dibawah lima tahun, namun ditampilkan dalam suatu konteks yang lebih luas, misalnya bersama keluarga.

10. Iklan produk umum berbahan tertentu dengan kadar tinggi mengiklankan pada media khusus anak.

Pasal 47 ayat 3 I PP RI No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan menyatakan “iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung

bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak dilarang dimuat dalam media apapun yang secara khusus ditujukan untuk anak-anak”. Ketentuan ini

dimaksudkan untuk mencegah meluasnya konsumsi pangan olahan tertentu yang mengandung bahan-bahan yang berkadar tinggi, misalnya monosodium glutamate (MSG), gula, lemak atau karbohidrat, yang dapat membahayakan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan anak-anak

11. Iklan mengklaim sumber energi unggul dan segera memberikan kekuatan. Ketentuan ini didasari oleh pasal 50 PP RI No. 69 Tahun 1999 yang berbunyi “Iklan dilarang memuat keterangan atau pernyataan bahwa pangan tersebut adalah sumber energi yang unggul dan segera memberikan kekuatan”.

12. Iklan produk pangan dengan klaim pangan fungsional yang tidak tepat. Menurut Peraturan Kepala BPOM RI No : HK 00.05.52.0685 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional suatu klaim pangan fungsional harus menaati ketentuan dari BPOM. Ketentuan yang dimaksud adalah menyangkut klaim kandungan gizi, klaim fungsi gizi dan klaim manfaat terhadap kesehatan.

(26)

13 Ketentuan umum klaim kandungan gizi dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini :

Tabel 1. Jenis klaim kandungan gizi dan persyaratannya menurut BPOM RI.

No. Klaim Syarat

1. Pangan Berkalori Minimum 300 kkal perhari 2. Pangan Rendah Kalori ≤ 40 kkal per saji

3. Kurang Kalori Sedikitnya mengandung kalori 25 % lebih rendah dari jumlah kalori dalam pangan sejenis per saji. Syarat ini berlaku untuk klaim”kurang…” semua jenis zat gizi

4. Tanpa Kalori < 5 kkal per saji

5. Rendah Lemak ≤ 3 gram lemak per saji atau per 50 g 6. Bebas Lemak < 0,5 gram lemak per saji

7. Rendah Lemak Jenuh ≤ 1 gram lemak jenuh per saji dan ≤ 15 % kalori yang berasal dari lemak lemak jenuh; untuk makanan kecil dan makanan utama ≤ 1 gram per 100 gram dan < 10 % dari kalori berasal dari asam lemak jenuh

8. Tanpa Lemak Jenuh < 0,5 gram lemak jenuh per 100 gram atau per 100ml 9. Rendah Kolesterol ≤ 20 mg kolestrol dan asam lemak jenuh per saji

Ket: klaim kolesterol hanya berlaku bila lemak jenuh 2 gr per saji

10. Bebas Kolesterol <2 mg kolesterol per saji

11. Protein Klaim tentang protein tidak boleh dinyatakan dalam label atau iklan pangan, kecuali bila 20 % kandungan kalorinya berasal dari protein, dan jumlah yang wajar dikonsumsi per hari mengandung > 10 gram protein

12. Rendah Natrium ≤ 140 mg natrium per saji atau per 50 gram untuk pangan de 13. Bebas Natrium < 5 mg natrium per saji

14. Bebas Gula < 0,5 gram gula per saji 15. “Diperkaya”, “Fortifikasi”,

“Ekstra”, ”Plus”, “Lebih”, “Ditambahkan”

Sedikitnya mengandung 10 % dari Angka Kecukupan Gizi lebih banyak dari kandungan zat tersebut dalam pangan sejenis per saji.

16. “Mengandung”,

“memberikan”, “merupakan sumber yang baik”

Sedikitnya mengandung 10-19 % dari AKG per saji, kecuali untuk karbohidrat total

17. “Tinggi”,”Kaya Akan”,

“Merupakan Sumber yang Sangat Baik”

Sedikitnya mengandung 20 % dari AKG per saji, kecuali untuk karbohidrat total

Sedangkan klaim fungsi gizi dan klaim manfaat terhadap kesehatan amat spesifik untuk setiap zat gizi yang diklaim. Secara lengkap klaim fungsi gizi dan klaim manfaat terhadap kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 5.

(27)

14 B. Kategori pelanggaran iklan yang berlaku untuk produk tertentu.

Keseluruhan kategori pelanggaran ini mengacu pada aturan SK Menteri Kesehatan No. 386/MEN.KES/SK/IV/1994 Tentang Pedoman Periklanan Makanan dan Minuman.

1. Diiklankan tidak di media kesehatan (khusus produk bayi di bawah satu tahun).

2. lklan produk pangan bayi atau balita tidak memuat keterangan peruntukan dan atau peringatan dampak negative bagi kesehatan.

3. Iklan Susu Skim, Kental Manis, Filled Milk tidak mencantumkan peringatan “TIDAK COCOK UNTUK BAYI”.

4. Iklan susu krim penuh tidak mencantumkan spot tidak cocok untuk bayi dibawah usia 6 bulan.

5. Mengiklankan minuman keras.

6. Iklan menganjurkan mengkonsumsi vitamin untuk segala kondisi atau menginformasikan bahwa vitamin dapat menjadi makanan substitusi atau menginformasikan pemeliharaan kesehatan dapat tercapai hanya dengan penggunaan vitamin atau menginformasikan vitamin dapat menimbulkan energy, peningkat nafsu makan, pertumbuhan,mengatasi stress, peningkatan kemampuan seks.

7. Mengiklankan produk suplemen makanan dengan iming-iming hadiah berupa barang atau jasa.

8. Iklan mencantumkan unsur khusus yang dimaksud bagi pangan diet khusus dan dampak bila dikonsumsi oleh bukan orang yang melakukan diet khusus tersebut.

2.3.3 Iklan yang Menyesatkan dan Mengelabui Konsumen

Garman (1990) di dalam Sumarwan (2006) membagi iklan ke dalam dua kategori , yaitu iklan informatif (informative advertisement), yaitu iklan yang menyampaikan klaim mengenai karakteristik atau atribut barang dan jasa secara khusus, mudah dipahami, relevan, dan dapat diverifikasi, misalnya menyampaikan informasi mengenai harga, tempat pembelian atau karakteristik

(28)

15 produk. Kedua, iklan yang membesar-besarkan (a puffery advertisement), yaitu iklan yang menyampaikan klaim secara berlebihan, memberikan pernyataan yang membesar-besarkan produk namun tidak diiringi dengan pemberian informasi mengenai atribut-atribut yang dibesarkan tersebut. Iklan tersebut cenderung bertujuan untuk membujuk konsumen bukan memberikan informasi. Kata-kata yang sering digunakan oleh iklan tersebut seringkali diawali dengan kata-kata “ter”, misalnya “terbaik”, “terunggul”, “terpopuler”, “terbesar”, dan lain-lain. Begitupun halnya dengan penggunaan kata-kata subjektif seperti nikmat, lezat, dan yang sejenisnya. Kata-kata subyektif tersebut dapat ditemukan pada klaim-klaim seperti “lebih nikmat”, “lebih harum”, “empuk bergizi, lezat

berisi”, “nikmatnya asli tak tertandingi”, atau “jelas terasa sedapnya”. Meskipun

tidak termasuk melanggar peraturan perundangan. Klaim ini sangat sulit untuk dibuktikan karena sukar diukur kriterianya secara objektif. Hal ini dikhawatirkan membuat konsumen terpengaruh dan bertindak secara irasional (Sumarwan, 2004).

Sebagai perbandingan, Federal Trade Commission (FTC: Komisi Perdagangan Amerika) melarang berbagai bentuk iklan yang mengelabui atau menyesatkan atau menipu atau memperdayakan (deceptive advertising). Iklan yang mengelabui adalah iklan yang menyatakan karakteristik produk secara sengaja dan sadar berusaha untuk memperdayakan atau menyesatkan konsumen, dan konsumen tersebut pun cenderung menaruh kepercayaan terhadap iklan yang mengelabui tersebut. FTC menyatakan bahwa deceptive

advertising adalah penyampaian fakta atau praktik-praktik (tindakan) yang akan

menyesatkan konsumen yang bertindak secara rasional dalam kondisi tersebut sehingga merugikan konsumen. Sebagian besar tindakan pengelabuan (deception) biasanya meliputi penyampaian informasi yang salah secara tertulis maupun lisan, atau penghilangan informasi. Pengelabuan dapat muncul dalam berbagai kegiatan transaksi.

(29)

16 FTC melarang beberapa tindakan pengelabuan seperti perbandingan harga yang menyesatkan, penjualan produk berbahaya atau produk cacat tanpa penyampaian informasi lengkap mengenai produk tersebut, penggunaan teknik penawaran produk berharga murah kemudian dinyatakan tidak tersedia dan dialihkan ke produk yang berharga mahal (bait and switch technique), tidak memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan, dan tidak dapat memenuhi kewajiban garansi atau jaminan yang telah dijanjikan.

Garman (1990) dalam Sumarwan (2006) juga menerangkan bahwa ada empat macam kebenaran dalam iklan (truth in advertising), yaitu:

1. Literal Truth 2. True Impression

3. Discernible exaggeration 4. False impression

Literal truth (kebenaran sesungguhnya) adalah klaim suatu produk yang

secara objektif didukung oleh suatu fakta. Misalnya suatu produk makanan mengandung 10 gram protein per 100 gram berat makanan tersebut. Pernyataan tersebut didukung oleh uji laboratorium dari lembaga riset yang independen. Informasi yang benar dalam iklan tersebut tentu sangat bermanfaat bagi konsumen untuk mengambil keputusan.

True impression advertising adalah suatu iklan yang memberikan

informasi yang benar secara harfiah tetapi menimbulkan atau menciptakan kesan/impresi yang keliru. Sebagai contoh, pada tahun 2001 salah satu produsen kacang DUA KELINCI menayangkan ilan dengan klaim sebagai berikut:

“Ada yang baru kacang garing bebas kolesterol”; “Baru sekarang kacang DUA KELINCI bebas kolesterol”;

“Makan kacang DUA KELINCI sebanyak-banyaknya, enggak takut kolestrol naik”.

Discerible exaggeration advertising (iklan yang berlebih-lebihan), yaitu

suatu iklan yang memberikan informasi yang tidak didukung oleh fakta. Sebagai contoh, sebuah iklan kecap merek ABC mengklaim “Tujuh dari Sepuluh ibu-ibu di

(30)

17 survey, berapa jumlah respondennya, nama kota asal responden, siapa yang melaksanakan survey, waktu survey. Iklan tersebut jelas sangat berlebihan dan cenderung mengelabui konsumen, tidak memberikan informasi yang benar dan hanya ingin menimbulkan kesan hebat, terbaik, terlaku, tanpa didukung oleh fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan.

False impression advertising adalah iklan yang secara sengaja atau tidak

sengaja atau tidak sengaja menciptakan salah impresi dibenak konsumen. Pada tahun 2004, teh Sari Wangi diiklankan di televisi. Iklan tersebut mengajak konsumen untuk minum teh Sari Wangi setiap hari karena khasiatnya sama dengan makan tujuh buah apel. Iklan tersebut menciptakan kesan yang begitu hebat dari secangkir teh Sari Wangi sehingga mampu menggantikan peranan dan manfaat dari mengkonsumsi tujuh buah apel. Hal tersebut sungguh suatu klaim yang tidak mendidik dan memberikan kesan yang salah di benak konsumen apalagi tanpa penjelasan lebih lanjut serta tanpa didukung uji klinis. Iklan tersebut sangat tidak masuk akal karena membandingkan dua hal yang berbeda dan keduanya memberikan manfaat yang berbeda bagi tubuh seseorang.

Saidi (2003) menyebutkan bahwa iklan seringkali memberikan keterangan yagn tidak benar (fraudulent misrepresentation) yang dapat dikategorikan menjadi dua macam:

1. False Statement (pernyataan yang salah) yaitu suatu iklan yang menyatakan

adanya sesuatu padahal tidak ada atau sebaliknya menyatakan ketiadaan padahal ada. Misalnya suatu produk yang mengklaim “mengandung

kalsium” padahal produk tersebut tidak mengandung kalsium, atau suatu

produk yang mengklaim “bebas kolesterol” padahal produk tersebut mengandung kolesterol.

2. Mislead Statement (pernyataan yang menyesatkan) yaitu pemberian

informasi yang mengelabui dan menyesatkan. Informasi yang disampaikan dapat bersifat samar-samar atau memiliki makna ganda.

(31)

18

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Media Cetak dan Waktu Penelitian

Nama media yang dijadikan objek penelitian adalah tiga media cetak utama nasional dan satu media cetak utama di regional Jawa Barat dan lokal Bogor, yaitu harian Kompas, Republika, Koran Tempo, Pikiran Rakyat dan Radar Bogor dalam kurun waktu 3 (tiga) bulan atau lebih kurang 90 (sembilan puluh) edisi harian.

3.2 Metode Pemantauan Iklan Pangan

Penelitian dilakukan dengan cara mengevaluasi secara post-market, yaitu mengambil seluruh iklan pangan kemasan yang telah diiklankan. Iklan yang telah dikoleksi tersebut kemudian divalidasi dengan cara mengecek nomor registrasi pangan yang tertera pada label atau iklan. Hanya iklan pangan yang benar-benar yang teregistrasi sebagai pangan pada BPOM atau dinas perindustrian saja yang akan dianalisa lebih lanjut. Gambar iklan pangan yang tervalidasi tersebut kemudian didokumentasikan atau dipindai menggunakan alat pemindai (scanner), dianalisis kelengkapan dan kesesuaiannya dengan peraturan perundang-undangan yang ada. Kemudian secara khusus pada produk pangan fungsional, dilakukan analisis klaim kandungan gizi, klaim fungsi gizi dan klaim fungsi kesehatan. Setelah menganalisis seluruh iklan produk pangan dalam kemasan maka kemudian digolongkan jenis pelanggaran yang ada berdasarkan kategori yang dijabarkan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal ini satu iklan pangan dapat saja melanggar satu jenis pelanggaran atau beberapa jenis pelanggaran sekaligus.

Untuk memudahkan proses analisis maka digunakan form analisis iklan pangan yang memuat kategori berikut : 1) Nama iklan, 2) Jenis produk, 3) Nomor registrasi produk, 4) Nama media penerbit, 5) Tanggal terbit media, 6) Identitas produsen, 7) Deskripsi verbal iklan, 8) Deskripsi visual iklan dan 9) Jenis pelanggaran iklan menurut referensi peraturan yang berlaku.

(32)

19 Pada akhirnya data kesesuaian iklan direkapitulasi dalam suatu bentuk database dengan menggunakan program Microsoft Access 2007 untuk memudahkan sortasi data untuk analisis lebih lanjut.

Secara skematik prosedur kegiatan pemantauan iklan dari dua media cetak utama dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Prosedur kegiatan pemantauan iklan pangan di media cetak.

3.3 Metode Tabulasi dan Analisis Data

Data akan dikelompokkan berdasarkan jenis media, waktu terbit dan frekuensinya dalam setiap bulan dan kemudian disajikan total pelanggaran yang terjadi dalam kurun waktu pengamatan. Selanjutnya disajikan secara mendetail data pelanggaran berdasarkan jenis produk pangan dalam kemasan serta berdasarkan kategori pelanggaran. Merek dagang dalam penelitian ini digantikan dengan nomor registrasi pangan BPOM RI atau Dinas Perindustrian.

Mendokumentasikan iklan produk pangan dari 5 media cetak utama nasional, regional Jawa Barat dan Kota

Bogor (3 bulan)

Pengelompokan iklan berdasarkan kelompok produk

Validasi iklan pangan melalui pengecekan nomor registrasi BPOM pada label produk

Pengamatan kesesuaian iklan berdasarkan peraturan perundang-undangan

Menganalisis klaim kandungan gizi melalui pengecekan label, analisis klaim fungsi gizi dan klaim fungsi

kesehatan iklan produk pangan

Penggolongan iklan berdasarkan jenis pelanggaran

(33)

20

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Frekuensi Iklan Pangan Pada Media Cetak dan Karakteristiknya.

Dari lima macam koran harian yang diteliti meliputi harian Kompas, Republika, Koran Tempo, Pikiran Rakyat dan Radar Bogor didapati frekuensi iklan produk pangan sebagaimana tersaji dalam Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah Iklan yang diawasi berdasarkan media dan bulan terbit

Nama Media Jumlah Iklan per-bulan Total per-media (persentase) September Oktober Nopember

REPUBLIKA 80 45 8 133 (35,7%) KOMPAS 54 17 12 83 (22,2%) RADAR BOGOR 30 21 16 67 (17,7%) PIKIRAN RAKYAT 19 14 27 60 (16,1%) KORAN TEMPO 17 10 3 30 (8,0%) TOTAL 200 107 66 373 (100,0%)

Secara umum frekuensi iklan produk pangan tertinggi terjadi pada bulan September dan mengalami penurunan pada bulan Oktober dan Nopember. Hampir pada semua media terjadi penurunan frekuensi iklan produk pangan kecuali pada harian Pikiran Rakyat yang justru mengalami kenaikan yang signifikan pada bulan Nopember setelah sebelumnya mengalami penurunan pada bulan Oktober. Dapat diduga bahwa hal ini berkaitan dengan jatuhnya bulan suci Ramadhan yang bertepatan pada bulan September-Oktober. Bulan Ramadan acapkali dijadikan ajang promosi makanan dan minuman di berbagai media, termasuk koran harian di dalamnya.

Berdasarkan jenis media penerbit, harian Republika menempati posisi teratas dalam hal frekuensi iklan produk pangan yang diiklankan (35,7%) menyusul harian Kompas (22,2%), Radar Bogor (17,7%), Pikiran Rakyat (16,1%) dan Koran Tempo (8,0%). Frekuensi yang dimaksud adalah jumlah iklan yang diiklankan tanpa mempertimbangkan luasan spot iklan yang bersangkutan. Pada

(34)

21 pengertian ini iklan dengan luasan spot iklan 6 X 5 mm2 akan terhitung sama dengan iklan satu halaman penuh.

Tabel 3. Karakteristik jenis iklan dan pelanggaran di setiap media

Nama Media

Jenis produk yang mendominasi media

(jumlah)

Jumlah Iklan yang melanggar (persentase)

Jenis pelanggaran yang mendominasi media (jumlah) RADAR BOGOR Minuman (65) 62 (92,5%) Menjurus ke obat (62)

Suplemen & Vitamin (2)

Tidak benar atau menyesatkan (62) Iklan yang keterangan asal bahannya tidak tepat

(62)

REPUBLIKA

Minuman (73)

122 (91,7%)

Keterangan produk tidak lengkap (tidak ada identitas produsen (50)

Suplemen & Vitamin (35)

Iklan suplemen dan vitamin yang menganjurkan konsumsi di segala kondisi atau pemeliharaan

kesehatan dapat tercapai hanya dengan penggunaan suplemen dan vitamin (35) Lemak dan Minyak (18) Tidak benar atau menyesatkan (33)

KORAN TEMPO

Suplemen & Vitamin (23)

27 (90,0%)

Iklan suplemen dan vitamin yang menganjurkan konsumsi di segala kondisi atau pemeliharaan

kesehatan dapat tercapai hanya dengan penggunaan suplemen dan vitamin (22) Minuman (4) Keterangan produk tidak lengkap (tidak ada

identitas produsen (5) PIKIRAN RAKYAT Minuman (35) 47 (78,3%) Menjurus ke obat (27) Suplemen & Vitamin

(12)

Iklan yang keterangan asal bahannya tidak tepat (25)

Susu (6) Tidak benar atau menyesatkan (23)

KOMPAS

Suplemen (29)

54 (65,1%)

Keterangan produk tidak lengkap (tidak ada identitas produsen (17)

Minuman (26) Iklan pangan fungsional yang tidak sesuai ketentuan (13)

Susu (15)

Iklan suplemen dan vitamin yang menganjurkan konsumsi di segala kondisi atau pemeliharaan

kesehatan dapat tercapai hanya dengan penggunaan suplemen dan vitamin (13)

TOTAL 313 (83,6%)

Jika dilihat lebih jauh karakteristik produk dan karakteristik pelanggaran pada masing-masing media maka akan didapati beberapa hal seperti yang disajikan pada Tabel 3.

(35)

22 Dapat dilihat secara umum bahwa hampir di semua media kategori minuman serta kategori suplemen dan vitamin mendominasi keseluruhan iklan pangan. Selebihnya ada produk susu yang juga turut mendominasi iklan pangan di harian Koran Tempo. Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan mencolok antara jenis media dengan jenis produk yang mereka pasarkan. Kenyataan ini juga menunjukkan bahwa harian-harian yang diteliti memiliki karakteristik segmentasi dan targeting yang mengarah pada konsumen ekonomi menengah kelas atas. Sebab sudah mahfum bahwa kategori produk suplemen dan vitamin serta susu, disamping minuman, adalah produk yang memang biasa dipasarkan untuk kalangan tersebut.

Selanjutnya teramati bahwa jenis pelanggaran iklan yang mendominasi di setiap media akan bergantung pada kategori produk yang mendominasinya. Jika yang mendominasi adalah produk suplemen dan vitamin maka pelanggaran yang mendominasi adalah klaim menjurus ke obat atau penganjuran konsumsi di segala kondisi atau penginformasian bahwa pemeliharaan kesehatan dapat tercapai hanya dengan penggunaan suplemen dan vitamin .

Sedangkan jika kategori produk umum yang mendominasi maka pelanggaran yang mendominasi akan berbeda-beda. Sebagai contoh, harian Radar Bogor, Republika dan Pikiran Rakyat, yang didominasi iklan minuman maka jenis pelanggaran yang mendominasi adalah klaim yang tidak benar atau menyesatkan serta iklan yang keterangan asal bahannya tidak benar. Lain halnya dengan harian Kompas yang sedikit berbeda. Meskipun sama-sama didominasi kategori produk minuman namun jenis pelanggaran yang mendominasi adalah keterangan produk yang tidak lengkap serta klaim pangan fungsional yang tidak tepat.

Dominasi pelanggaran iklan dengan klaim pangan fungsional yang tidak tepat di harian Kompas mengindikasikan bahwa produk-produk yang diiklankan di harian Kompas didominasi produk pangan yang menyasar kepada konsumen kelas menengah atas berpendidikan, yang telah menyadari pentingnya manfaat

(36)

23 kesehatan dari suatu produk pangan. Akan tetapi amat disayangkan banyak pula pelanggaran yang dilakukan oleh pengiklan produk pangan fungsional ini di harian Kompas.

4.2 Sebaran Iklan Berdasarkan Kategori Produk Pangan

Dari total iklan yang dapat teramati, sebagian besar didominasi oleh produk minuman (54,4%) serta produk suplemen makanan dan vitamin (27,2%). Urutan selanjutnya ditempati oleh produk susu dan turunannya (5,9%), Lemak, minyak dan turunannya (5,4%), dan seterusnya seperti yang ditampilkan pada Tabel 4. Kategori produk pangan yang tidak ditemukan iklannya pada pengamatan ini adalah 1) sayur, buah, dan turunannya, 2) confectionery, 3) ikan-ikanan dan turunannya, 4) telur dan turunannya, 5) snack, dan 6) pangan Komposit.

Tabel 4. Jumlah Iklan berdasarkan kategori produk pangan Kategori Produk Pangan Jumlah Per-kategori Produk (persentase)

Jumlah Iklan yang Melanggar (persentase)

Minuman 203 (54,4%) 171 (84,2%)

Suplemen Makanan 101 (27,2%) 88 (87,1 %)

Susu dan turunannya 22 (5,9%) 20 (90,9%)

Lemak, Minyak dan turunannya 20 (5,4%) 18 (90,0%)

Es (edible ice) 9 (2,4%) 6 (66,7%)

Serealia dan turunannya 5 (1,3%) 3 (60,0%)

Produk MPASI 3 (0,8%) 3 (100,0%)

Bakery 3 (0,5%) 2 (67,0%)

Produk Diet Khusus 2 (1,1%) 2 (100%)

Pemanis 2 (0,5%) 0 (0,0%)

Daging dan turunannya 1 (0,3%) 1 (100,0%)

Garam, rempah dan bumbu 1 (0,3%) 1 (100,0%)

(37)

24 Dominasi iklan minuman dalam hal ini dapat dijelaskan dengan fenomena produk minuman dalam dunia industri pangan dunia, termasuk Indonesia. Minuman telah lama memimpin penjualan dan inovasi dalam dunia industri pangan. Minuman menempati urutan keenam dari sepuluh besar keuntungan pasar pangan di Amerika Serikat (Sloan, 2007). Hal ini juga sejalan dengan laporan yang disampaikan dalam dokumen Status dan Laporan Kasus Badan Pengawas Periklanan PPPI 2006-2008 yang menyebutkan iklan produk pangan dalam kasus tersebut sejumlah 39 kasus iklan dan 17 diantaranya adalah iklan produk minuman (www.pppi.or.id)

Dominasi suplemen makanan dan vitamin dalam iklan yang diamati juga sudah terduga dari kecenderungan trend pangan kesehatan akhir-akhir ini.

Sebaliknya, ketiadaan iklan kategori produk pangan yang disebutkan di atas dapat dikaitkan dengan target pasar media yang mengiklankan produk tersebut. Koran harian yang menjadi cakupan pengamatan penelitian ini pada umumnya memiliki target pasar masyarakat menengah dan menengah ke atas dari kelompok orang dewasa. Sedangkan pasar yang tepat bagi produk sayuran, ikan dan telur adalah kelompok wanita atau ibu rumah tangga, dan pasar yang tepat bagi produk snack adalah kelompok umur anak-anak hingga remaja.

Dari iklan produk minuman jenisnya terdiri atas 1) susu kedelai (107 kali), 2) minuman isotonic (29), 3) produk teh (21), 4) Minuman Jelly (17), 5) air minum dalam kemasan (11), 6) Kopi (10), 7) Minuman tradisional (3),8) sirup (2), 9) sari buah (2), dan 10) minuman berkarbonasi (1). Jenis produk pangan di setiap kategori produk pangan ditampilkan dalam Tabel 5.

(38)

25 Tabel 5. Jumlah Iklan berdasarkan kategori dan jenis produk pangan

No. Kategori Pangan No. Jenis Produk Pangan Jumlah

1 Susu dan hasil olahan susu

1 Susu Segar 7 (3,4%)

2 Susu Bubuk Pertumbuhan 8 (3, %) 3 Susu Berkalsium 5 (2,5%)

4 Susu Sereal 1 (0,5%)

5 Susu Kental Manis 1 (0,5%)

2 Lemak dan minyak 1 Margarin 20 (9,8%)

3 Es untuk dimakan 1 Es krim 9 (4,4%)

4 Serealia 1 Mie Instan 3 (1,5%) 2 Agar-Agar 1 (0,5%) 3 Kecap 1 (0,5%) 5 Bakery 1 Wafer 2 (1,0%) 2 Roti Tawar 1 (0,5%)

6 Daging dan produk olahan daging 1 Nugget 1 (0,5%)

7 Pemanis 1 Gula Pasir 2 (1,0%)

8 Minuman

1 Sirup 2 (1,0%)

2 Air Minum dalam Kemasan 11 (5,4%)

3 Sari buah 2 (1,0%)

4 Kopi 10 (4,9%)

5 Teh 21 (10,3%)

6 Minuman Berkarbonasi 1 (0,5%) 7 Minuman Asam Jawa 2 (1,0%) 8 Minuman Kunyit-Asam 1 (1,0%) 9 Minuman isotonic 29 (14,3%) 10 Minuman Jelly 17 (8,4%) 11 Susu Kedelai 107 (52,7%)

9 Produk MPASI 1 Bubur Bayi 3 (1,5%)

10 Suplemen & Vitamin 1 Suplemen Makanan 21 (10,3%) 2 Vitamin/Multivitamin 80 (39,4%)

11 Produk diet khusus 1 Susu Ibu Hamil/Menyusui 3 (1,5%) Produk khusus diabetik 1 (0,5%)

(39)

26 4.3 Sebaran Kategori pelanggaran Iklan

Dari 373 iklan yang berhasil dipantau didapati 312 iklan diantaranya melanggar peraturan perundang-undangan (83,6%) dan hanya 60 iklan diantaranya yang benar-benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan (16,4%). Jika pelanggaran tersebut dikategorikan berdasarkan premis pelanggaran yang termaktub dalam berbagai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku maka akan didapati jenis dan frekuensi pelanggaran iklan produk pangan sebagaimana tersaji pada Tabel 5.

Total pelanggaran yang terjadi adalah sebanyak 576 pelanggaran dari total 312 iklan yang melanggar. Artinya dalam sebuah iklan yang dianalisis dimungkinkan adanya pelanggaran lebih dari satu kategori pelanggaran. Sebagai contoh ada sebuah iklan yang dianalisis yang memiliki empat kategori pelanggaran sekaligus.

Kategori pelanggaran yang paling mendominasi adalah jenis iklan yang menyesatkan yaitu berjumlah 126 kasus (21,9%) menyusul iklan yang menjurus ke obat sebanyak 117 (20,3%), iklan produk olahan yang keterangan asal bahannya tidak benar sebanyak 110 kasus (19,1%), iklan yang keterangan produknya tidak lengkap sebanyak 75 kasus (13,0%), iklan suplemen yang menganjurkan dikonsumsi setiap saat/tanpa anjuran berolahraga sebanyak 70 (12,2%), klaim pangan fungsional yang tidak sesuai ketentuan sebanyak 37 (6,4%) dan iklan yang berlebihan sebanyak 12 kasus (2,1%).

Iklan yang tidak benar atau menyesatkan menjadi kategori pelanggaran yang banyak terjadi dikarenakan definisi operasional dari kata “menyesatkan” yang memungkinkan banyak penafsiran. Petunjuk mengenai iklan yang menyesatkan tercantum pada pasal 5 ayat 1 PP No 69 Tahun 1999 yang berbunyi “keterangan yang menyesatkan adalah pernyataan yang berkaitan dengan hal-hal seperti sifat, harga, bahan, mutu, komposisi, manfaat atau keamanan pangan yang meskipun benar dapat menimbulkan gambaran yang menyesatkan pemahaman mengenai pangan yang bersangkutan”. Sedangkan keterangan “tidak benar” menurut penjelasan atas PP No. 69 Tahun 1999 adalah suatu keterangan yang

(40)

27 isinya bertentangan dengan kenyataan sebenarnya atau tidak memuat keterangan yang diperlukan agar keterangan tersebut dapat memberikan gambaran atau kesan yang sebenarnya tentang pangan.

Tabel 6. Kategori pelanggaran iklan dan frekuensinya

Kategori pelanggaran Jumlah (persentase)

Tidak Benar atau menyesatkan 126 (21,9%)

Menjurus ke obat 117 (20,3%)

Keterangan asal bahan tidak benar 110 (19,1%) Keterangan produk tidak lengkap 75(13,0%) Menganjurkan suplemen/vitamin dikonsumsi setiap saat/tanpa anjuran berolahraga 70 (12,2%) Klaim pangan fungsional yang tidak sesuai ketentuan 37 (6,4%)

Berlebihan 12 (2,1%)

Iklan susu tidak mencantumkan spot peringatan khusus 12 (2,1%)

Mengiklankan kata halal 8 (1,4%)

Iklan produk pangan bayi/balita tidak memuat keterangan peruntukan dan/atau peringatan dampak

negatif bagi kesehatan 6 (1,0%)

Iklan mengklaim sumber energi unggul 2 (0,3%)

Produk bayi < 1 tahun tidak diiklankan di media khusus kesehatan 1 (0,2%)

Total 576 (100%)

Jika diteliti lebih jauh kategori pelanggaran apa saja yang mendominasi di suatu kategori produk, terutama produk utama atau mayoritas, maka akan didapati beberapa temuan. Pada kategori minuman, kategori pelanggaran yang paling sering terjadi adalah iklan dengan kategori tidak benar atau menyesatkan. Hal ini dimungkinkan oleh karena varian iklan minuman yang tinggi dengan klaim-klaim yang begitu beragam pula. Kategori suplemen dan vitamin dengan pelanggaran terbanyak yaitu menganjurkan untuk dikonsumsi di segala kondisi dan kategori susu dan turunannya dengan pelanggaran terbanyak yaitu iklan susu krim penuh yang tidak mencantumkan spot peringatan “tidak cocok untuk

(41)

28 Pada kasus suplemen dan vitamin serta produk susu, pelanggaran yang sering terjadi lebih dikarenakan kendala teknis pengiklanan produk. Luasan iklan yang kecil seringkali menjadi kendala bagi produsen iklan untuk mencantumkan spot peringatan “tidak cocok untuk bayi di bawah usia enam bulan” (untuk produk susu) atau mencantumkan kalimat-kalimat yang menegaskan bahwa pemakaian suplemen dan vitamin tidaklah diperlukan untuk semua kondisi. Artinya perlu dana yang lebih besar bagi produsen untuk mengiklankan produk suplemen atau produk susu agar klaim yang sesuai dengan aturan itu dipenuhi. Tabel 7. Sebaran Pelanggaran Iklan pada Beberapa Kategori Produk Utama

Kategori Produk

Utama Kategori Pelanggaran

Freku ensi

Minuman

Tidak benar atau menyesatkan 123

Menjurus ke obat 107

Keterangan asal bahan tidak benar 107

Keterangan produk tidak lengkap 41

Berlebihan 4

Klaim pangan fungsional yang tidak tepat 2

Mengiklankan Kata Halal 1

Tidak melanggar 32

Suplemen &

Vitamin Menganjurkan untuk dikonsumsi di segala kondisi 70

Menjurus ke obat 10

Klaim pangan fungsional yang tidak tepat 10

Berlebihan 8

Keterangan produk tidak lengkap 5

Klaim sumber energi unggul 2

Tidak melanggar 13

Susu & Turunannya

Iklan susu krim penuh tidak mencantumkan spot peringatan “tidak cocok

untuk bayi di bawah usia enam bulan” 9

Keterangan produk tidak lengkap 7

Mengiklankan Kata Halal 6

Klaim pangan fungsional yang tidak tepat 6

Iklan Susu Skim/Kental Manis/”Filled Milk” tidak mencantumkan peringatan

“TIDAK COCOK UNTUK BAYI” 4

iklan produk bayi tidak mencantumkan peringatan khusus 4

Menyesatkan/Mengelabui 3

Keterangan asal bahan tidak benar 2

(42)

29 4.3.1 Iklan Pangan yang Tidak Benar atau Menyesatkan.

Pasal 44 ayat 1 PP RI NO. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan menyatakan “setiap Iklan tentang pangan yang diperdagangkan wajib memuat

keterangan mengenai pangan secara benar dan tidak menyesatkan, baik dalam bentuk gambar atau pernyataan dan atau bentuk apapun lainnya” . Sedangkan

pasal 5 ayat 1 PP RI NO. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan menyatakan “keterangan yang menyesatkan adalah pernyataan yang berkaitan dengan hal-hal seperti sifat, harga, bahan, mutu, komposisi, manfaat atau keamanan pangan yang meskipun benar dapat menimbulkan gambaran yang menyesatkan pemahaman mengenai pangan yang bersangkutan”.

Penjelasan yang lebih definitif diberikan oleh bagian penjelasan atas PP RI NO. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan seperti penjelasan atas pasal 5 ayat 1 yang menyatakan “keterangan tidak benar adalah suatu keterangan

yang isinya bertentangan dengan kenyataan sebenarnya atau tidak memuat keterangan yang diperlukan agar keterangan tersebut dapat memberikan gambaran atau kesan yang sebenarnya tentang pangan. Keterangan yang menyesatkan adalah pernyataan yang berkaitan dengan hal-hal seperti sifat, harga, bahan, mutu, komposisi, manfaat atau keamanan pangan yang meskipun benar dapat menimbulkan gambaran yang menyesatkan pemahaman mengenai pangan yang bersangkutan”.

Pun halnya dengan penjelasan atas pasal 6 Ayat (1) : “Yang dimaksud

dengan pernyataan (klaim) tentang manfaat kesehatan di dalam Peraturan Pemerintah ini adalah pernyataan bahwa produk pangan tertentu mengandung zat gizi dan atau zat non gizi tertentu yang bermanfaat jika dikonsumsi atau tidak boleh dikonsumsi bagi kelompok tertentu, misalnya untuk anak-anak berusia dibawah umur lima tahun, kelompok lanjut usia, ibu hamil dan menyusui, dan sebagainya. Yang dimaksud bahwa pernyataan tersebut hanya dapat dicantumkan pada label atau iklan apabila secara ilmiah hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan adalah, antara lain melalui uji laboratorium atau uji klinis”.

(43)

30 Sama halnya dengan kategori iklan pangan dengan klaim yang berlebihan, iklan pangan dengan kategori klaim yang menyesatkan mempunyai definisi atau pengertian yang luas. Akan tetapi untuk memudahkan analisis iklan, berdasarkan peraturan yang ada, maka disimpulkan definisi iklan pangan yang menyesatkan adalah :

1. Klaim mungkin benar tapi menimbulkan kesan atau pemahaman yang salah dibenak konsumen.

2. Iklan-iklan yang menggunakan visualisasi yang tidak masuk akal. 3. Klaim-klaim yang tidak mempunyai atau tidak didukung bukti ilmiah.

Dari semua pelanggaran iklan yang teramati, 126 kasus pelanggaran tergolong pada iklan pangan yang menyesatkan (21,9 %). Persentase ini adalah terbesar diantara semua kategori pelanggaran yang lain. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, hal ini dikarenakan banyaknya penafsiran yang mungkin timbul dari kata “menyesatkan” sehingga memperbanyak peluang pelanggaran iklan yang masuk kategori tersebut. Daftar iklan yang melanggar dalam kategori menyesatkan selengkapnya dijelaskan pada Tabel 8.

Contoh pelanggaran dalam kategori ini yang klaimnya mungkin benar akan tetapi menimbulkan kesan yang salah dibenak konsumen adalah klaim “tanpa

bahan kimia” menyesatkan dikarenakan makna bahan kimia itu sendiri adalah

segala sesuatu yang memiliki unsur kimia, yang berarti seluruh bahan baku yang alami pun pada dasarnya merupakan bahan kimia.

Sebagian besar kasus pelanggaran ini terjadi dikarenakan produsen membuat klaim yang belum mempunyai pembuktian ilmiah yang kuat, atau menghubungkan fungsi gizi suatu komponen terhadap hal-hal tertentu yang belum terbukti ada kaitannya secara langsung.

Gambar

Tabel 1. Jenis klaim kandungan gizi dan persyaratannya menurut BPOM RI.
Gambar 1. Prosedur kegiatan pemantauan iklan pangan di media cetak.
Tabel 2.  Jumlah Iklan yang diawasi berdasarkan media dan bulan terbit
Tabel 3. Karakteristik jenis iklan dan pelanggaran di setiap media
+7

Referensi

Dokumen terkait