• Tidak ada hasil yang ditemukan

RESOURCE BASED VIEW DAN PEMBERDAYAAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RESOURCE BASED VIEW DAN PEMBERDAYAAN"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

RESOURCE BASED VIEW DAN PEMBERDAYAAN

Kesi Widjajantid

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEMARANG

ABSTRACT

Resource Based View is an important issue correlate to funding source preferences in welfare of the society. There are research gap about the limited study to focus anteceden empowerment process toward increase ability society.The concept needs to be clarified by empirical fact. Therefore, this research proposed “a research problem”: how define the process of improving a society ability through developing human capital, empowerment process and subject ability.

The research object is the society Sumber Rahayu Central Java. The method sampling use the non-probability method. The sample of this research includes 104 person. Statistical analysis was used to analyse this data. Descriptive statistic used to describe specification of the characteristics being investigated. The Structural Equation Modeling (SEM) of Smart Partial Least Square statistical software package was used in modeling and hypothesis testing.

Result indicates resource potential changing into a source advantage. The implication from this research contributed in relationship between human capital, empowerment process and society ability.

Keyword : Resource, Empowerment, Human Capital, Society Ability

I.PENDAHULUAN

Resource Based View mengundang perhatian tentang strategi manajerial dan strategi praktis untuk pengembangan keunggulan daya saing dan penciptaan kekayaan yang baru (Ireland et al, 2003; Priem & Butler,2001;Teecee et al, 1997). Pendapat ini didukung oleh Ireland (2003) yang mengemukakan bahwa jika dapat mengatur sumber daya dan kapabilitas secara stratejik dan terstruktur maka keunggulan daya saing akan meningkat. Dengan berbasis sumber daya, dan perhatian yang memfokuskan pada proses penciptaan keunggulan daya saing ,pandangan ini sebagai

(2)

asas fundamental yang menentukan perbedaan dalam hal penciptaan kekayaaan (Galunic & Rodan, 1998; Teece et al,1997). Resource Based View menjadi titik tolak yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menjelaskan perbedaan ksesejahteraan. Sebagaimana pendapat Teecee (1997) bahwa keunggulan daya saing perusahaan mengalir dengan cara menyandarkan dari sumber dayanya.

Beberapa peneliti terdahulu mengemukakan bahwa keunggulan daya saing yang dibangun berdasarkan sumber daya merupakan sumber yang terpenting , dan Ireland (2003) berpendapat bahwa sumber daya yang lebih bernilai, langka, imperfectly imitable dan non substitutable dibandingkan pesaing merupakan sumber yang penting pada peningkatan keunggulan daya saing.

Unsur dasar resource base view khususnya mengidentifikasi sumber daya yang ada, yang tidak dapat ditiru (Schumpeter,1934). Sumber daya harus dikembangkan terus menerus untuk menghadapi perubahan pasar (Grant, 1991). Proses dinamik pengembangan sumber daya yang memberikan hasil secara terus menerus digambarkan memerlukan peningkatan kapabilitas (Cyert dan March 1963,Moorman dan Miner 1997). Beberapa kajian literatur mengemukakan bahwa sumber daya berhubungan pada keunggulan daya saing (Teece, Pisano,Schuen.1977).

Penelitian yang memfokuskan pada isu sumber daya dalam penciptaan keunggulan daya saing, yang mendasarkan pandangan resource base view belum cukup banyak digunakan pada pemberdayaan masyarakat menuju penciptaan kesejahteraan. Sebagaian besar penelitian tampaknya berkonsentrasi pada peningkatan keunggulan daya saing berbasis sumber daya yang ada pada perusahaan ( Wiklund, 1999; Zajac et al, 1991). Pertanyaan kritikal yang belum terjawab adalah bagaimana sumber daya dapat berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat melalui aktivitas aktivitas human capital. Untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan pandangan tidak hanya perhatian pada posisi ”sumber daya” nya sendiri, tetapi juga berkaitan dengan ”kualitas” dari sumber daya-nya. Secara mutlak, Resource Based View juga mengundang perhatian strategi untuk pengembangan keunggulan daya saing dan penciptaan kekayaan yang baru (Ireland et al, 2003; Priem & Butler,2001;Teecee et al, 1997). Sebagaimana pendapat penelitian terdahulu bahwa sumber daya yang langka merupakan sumber keunggulan daya saing.

Pandangan yang menekankan bahwa sumber daya dan kapabilitas adalah sebagai asas fundamental yang menentukan kesejahteraan masyarakat. Modal sosial yang berkaitan dengan modal manusia dan modal phisik akan menentukan proses pemberdayaan kearah penciptaan daya saing yang pada akhirnya pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kemampuan pelaku pemberdayaan ditentukan dari akumulasi berbagai macam modal yang ada yang pada hakekatnya dihubungkan dengan pandangan resource base. Sebagaimana pendapat Teecee (1997) bahwa keunggulan daya saing mengalir dengan menyandarkan dari sumber daya. Gagasan tersebut berasal dari stratejik manajemen, yang dihubungkan dengan pandangan Resource Based View untuk mengidentifikasi dan menjelaskan perbedaan keberdayaan di antara masyarakat yang dikaitkan dengan kemampuan pelaku

(3)

Karakteristik masyarakat sekitar kawasan hutan sampai saat ini, secara umum mempunyai keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan modal fisik dan keterbatasan modal sosial. Disamping itu sampai saat ini tetap teridentifikasi sebagai masyarakat marginal (terpinggirkan) dan tidak memiliki daya, kekuatan, dan kemampuan yang dapat diandalkan serta tidak memiliki modal yang memadai untuk bersaing dengan masyarakat kapitalis atau masyarakat pengusaha yang secara sosial dan politik memiliki daya, kekuatan dan kemampuan yang memadai. Secara ekonomis ketidakberdayaan masyarakat secara sosial, ekonomi menjadi salah satu ganjalan bagi masyarakat untuk berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah dengan sesame saudaranya yang telah berhasil.

Peningkatan produktifitas untuk mencapai efisiensi dapat dicapai melalui transfer sumber daya pengetahuan baru dan transfer keahlian baru yang berasal dari luar desa. Untuk menjustifikasi peranan sumberdaya modal manusia pada masyarakat sekitar hutan yang terkait dengan merubah perilaku kemampuan dalam memberdayakan masyarakat menjadi masyarakat yang berdaya saing yang dapat meningkatkan kemandirianya dalam mencapai kemakmuran, pendekatan Resource-based View relevan digunakan untuk mendasari penelitian ini.

Permasalahan penelitian ini berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat keberdayaan warga masyarakat dan merumuskan model pemberdayaan yang sesuai dengan kondisi lokasi. Dari uraian di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut; ”Bagaimana meningkatkan keberdayaan warga masyarakat, melalui proses pemberdayaan yang terwujud dari modal sosial, modal manusia, modal phisik dan kemampuan pelaku ?”

Diharapkan penelitian ini akan memiliki implikasi terhadap pandangan resource based dalam mensejahterakan masyarakat.

KAJIAN LITERATUR

2.1. Resource Based View

Teori pandangan Resource-based biasanya dinyatakan sebagai pendekatan strategi dengan dua pandangan yang berbeda, yaitu kecenderungan pandangan yang mengarah bahwa kapabilitas yang merupakan inti posisi competitive tetapi tetap dipengaruhi oleh kekuatan pasar (Prahalad&Hamel,1990). Pandangan resources-based secara tidak langsung menyarankan pada pemanfaatan sumber daya yang lebih efisien .

Pengembangan model penelitian ini menggunakan pendekatan Resource Based View yang mendasari penjelasan modal manusia dalam meningkatkan kemampuan pemberdayaan masyarakat.

(4)

Resource-based View digunakan untuk membahas sumber daya dan kapabilitas masyarakat sebagai pendekatan untuk menjustifikasi prediksi faktor faktor yang berperan dalam menciptakan kemampuan pemberdayaan masyarakat.

Kemandirian suatu masyarakat dapat ditingkatkan dengan mendasarkan pandangan tentang pentingnya sumberdaya yang ada di masyarakat. Proses pemberdayaan melibatkan peran dari pelaku pemberdayaan . Pandangan Resource-based biasanya dinyatakan sebagai pendekatan strategi dengan pandangan, kecenderungan yang mengarah bahwa kapabilitas merupakan inti posisi competitive (Prahalad&Hamel,1990). Pandangan resources-based secara tidak langsung menyarankan untuk memfokuskan pemanfaatan sumber daya yang lebih efisien.

Proses pemberdayaan masyarakat akan berhasil jika dapat mengatur sumberdaya dan kapabilitas secra stratejik dan terstruktur . Proses proses yang mengiringinya akan menentukan posisi daya saingnya. Sumber daya yang lebih bernilai, langka, imperfectly imitable dan non substitutable dibandingkan pesaing merupakan sumber yang penting pada peningkatan keunggulan daya saing (Ireland, 2003).

Perilaku masyarakat yang kurang kreatif dan inovatif, terutama dalam hal kurang proaktif, tidak menyukai risiko, dan kurang dalam hal pendidikan, menyebabkan mereka tidak mempunyai sifat sifat seperti rare, valuable , inimitable atau non sustitutabel, yang penting untuk daya saing ( Barney, 2002 ). Dalam meningkatkan kapabilitas kompetitif, masyarakat memungkinkan untuk berupaya lebih menuju perubahan, dari perilaku yang bersifat statis ke arah perilaku yang lebih bersifat dinamis dengan tetap memperhatikan kemampuan sumber daya-nya.

2.2. Pemberdayaan

Pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu pelimpahan atau pemberian kekuatan (power) yang akan menghasilkan hierarki kekuatan dan ketiadaan kekuatan, seperti yang dikemukakan Simon (1993) bahwa pemberdayaan suatu aktvitas refleksi, suatu proses yang mampu diinisiasikan dan dipertahankan hanya oleh agen atau subyek yang mencari kekuatan atau penentuan diri sendiri (self-determination). Sulistiyani (2004) menjelaskan lebih rinci bahwa secara etimologis pemberdayaan berasal dari kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai sebagai proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya kepada pihak yang kurang atau

(5)

Proses pember-dayaan yang dikemukan oleh (Pranarka & Vidhyandika,1996) mengandung dua kecenderungan. Kecenderungan tersebut adalah proses pemberdayaan yang menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuatan, kekuasaan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu lebih berdaya. Sementara Jamasy (2004) mengemukakan bahwa konsekuensi dan tanggung jawab utama dalam program pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan adalah masyarakat berdaya atau memiliki daya, kekuatan atau kemampuan.

Kekuatan yang dimaksud dapat dilihat dari aspek fisik dan material, ekonomi, kelembagaan, kerjasama, kekuatan intelektual dan komitmen bersama dalam menerapkan prinsip-prinsip pemberdayaan. Kemampuan berdaya mempunyai arti yang sama dengan kemandirian masyarakat.

Kemandirian masyarakat merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai dengan kemampuan memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang dihadapi dengan mempergunakan daya/-kemampuan yang dimiliki. Daya kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan kognitif, konatif, psikomotorik dan afektif serta sumber daya lainnya yang bersifat fisik/material. Terjadinya keberdayaan pada empat aspek tersebut (kognitif, konatif, afektif dan psikomotorik) akan dapat memberikan kontribusi pada terciptanya kemandirian masyarakat yang dicita-citakan. Karena dengan demikian, dalam masyarakat akan terjadi kecukupan wawasan, yang dilengkapi dengan kecakapan keterampilan yang memadai, diperkuat oleh rasa memerlukan pembangunan dan perilaku sadar akan kebutuhannya. Kemandirian masyarakat dapat dicapai tentu memerlukan sebuah proses belajar.

Masyarakat yang mengikuti proses belajar yang baik, secara bertahap akan memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan yang bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan secara mandiri. Berkaitan dengan hal ini, Sumodiningrat (2000) menjelaskan bahwa pemberdayaan tidak bersifat selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri, dan kemudian dilepas untuk mandiri, meskipun dari jauh tetap dipantau agar tidak jatuh lagi.

(6)

2.3. Kemampuan Pelaku Pemberdayaan

Tjokrowinoto (2001) menawarkan lima bentuk kemampuan yang dianggapnya sangat relevan dengan kualitas pelaku pemberdayaan, yakni: (1) kem am puan untuk melihat peluang-peluang yang ada, (2 ) kemampuan untuk mengambil keputusan dan langkah-langkah yang dianggap prioritas dengan mengacu pada visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai, ( 3) kemampuan mengidentifikasikan subjek-subjek yang mempunyai potensi memberikan input dan sumber bagi proses pembangunan, (4) kemampuan menjual inovasi dan memperluas wilayah penerimaan program-program yang diperuntukkan bagi kaum miskin; dan (5) kemampuan memainkan peranan sebagai fasilitator atau meningkatkan kemampuan masyarakat untuk tumbuh berkembang dengan kekuatan sendiri.

Keterpaduan kelima kemampuan pelaku pemberdayaan tersebut patut dijadikan rujukan atau pedoman oleh seluruh unsur stakeholders, terutama yang mempunyai tanggung jawab langsung terhadap keberhasilan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan. Keberhasilan pelaku pemberdayaan dalam memfasilitasi proses pemberdayaan juga dapat diwujudkan melalui peningkatan partisipasi aktif masyarakat. Pelaku pemberdayaan tidak hanya dituntut untuk memperkaya pengetahuannya, melainkan mereka dituntut meningkatkan ketrampilannya dalam mendesain program pemberdayaan.

2.4. Modal Manusia (Human Capital)

Pada era globalisasi seperti sekarang ini perhatian terhadap modal manusia semakin tinggi terkait dengan perkembangan dalam ilmu ekonomi pembangunan dan sosiologi. Para ahli kedua bidang tersebut umumnya sepakat pada satu hal, yakni modal manusia berperan secara signifikan, bahkan lebih penting dari pada faktor teknologi, dalam memacu pertumbuhan ekonomi.

Modal manusia (human capital) tersebut tidak hanya menyangkut kuantitas tetapi juga kualitas. Ada berbagai aspek yang dapat menjelaskan ukuran yang menentukan kualitas manusia seperti aspek kesehatan, pendidikan, kebebasan

(7)

berbicara dan lain sebagainya. Di antara berbagai aspek tersebut, pendidikan dianggap memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas manusia (Tobing, 2005). Lebih lanjut Romer (Tobing, 2005) menjelaskan bahwa modal manusia (human capital) merujuk pada stok pengetahuan dan keterampilan. Pendidikan adalah cara dimana individu meningkatkan modal manusianya.

Menurut Fukuyama (2002), bahwa dewasa ini modal untuk usaha tidak lagi melulu berwujud tanah, pabrik, alat-alat dan mesin. Bentuk modal-modal tersebut bahkan cenderung semakin berkurang dan akan segera didominasi oleh modal manusia (human capital) seperti; Coleman (1998) menambahkan bahwa selain pengetahuan dan ketrampilan porsi lain dari modal manusia (human capital) ini adalah kemampuan masyarakat untuk melakukan asosiasi (berhubungan) satu sama lain. Pengembangan sumberdaya manusia yang berkualitas dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan atau kemam puan kerja manusia dalam melakukan berbagai macam kegiatan dalam masyarakat. Pembinaan sumberdaya manusia berhubungan erat dengan usaha peningkatan taraf hidup. Pembinaan sumberdaya manusia dimulai dalam keluarga, ditingkatkan melalui pendidikan formal dan dikembangkan dalam masyarakat terutama di lingkungan pekerjaan.

Berdasarkan beberapa definisi modal manusia yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa Modal Manusia (human capital) adalah suatu aset yang berhubungan dengan intelektualitas dan kondisi seseorang yang diperoleh melalui pendidikan formal dan nonformal yang didukung oleh kesehatan jasmani dan rohani yang prima dan kemampuan melakukan hubungan/interaksi antar sesama secara baik, menguntungkan dan berkelanjutan.

2.5. Modal Sosial (Social Capital)

Konsep modal sosial muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak mungkin dapat secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Diperlukan adanya kebersamaan dan kerjasama yang baik dari segenap anggota masyarakat yang berkepentingan untuk mengatasi masalah tersebut. Menurut Hanifan, dalam modal sosial termasuk kemauan baik, rasa bersahabat; saling simpati serta hubungan sosial dan kerjasama yang erat antara individu dan

(8)

keluarga yang membentuk suatu kelompok sosial (Syabra, 2003).

Penting juga diketahui bentuk transaksi yang dalam teori ekonomi dianggap sebagai non-ekonomi karena tidak dapat secara langsung memaksimalkan keuntungan material. Padahal sebenarnya dalam setiap transaksi modal ekonomi selalu disertai oleh modal immaterial berbentuk modal budaya dan modal sosial. Bourdieu (Syabra, 2003) menjelaskan perbedaan antara modal ekonomi, modal budaya dan modal sosial, dan menggambarkan bagaimana ketiganya dapat dibedakan antara satu sama lain dilihat dari tingkat kemudahannya untuk dikonversikan.

Modal ekonomi, menurut Bourdieu memang dengan mudah dapat dikonversikan ke dalam bentuk uang, dan dapat dilembagakan dalam bentuk hak kepemilikan. Tetapi dalam kondisi tertentu modal budaya juga dapat dikonversikan menjadi modal yang memiliki nilai ekonomi, dan dapat dilembagakan, seperti kualifikasi pendidikan. Demikian pula modal sosial dalam kondisi tertentu dapat dikonversikan ke dalam modal ekonomi dan bahkan dapat dilembagakan dalam bentuk gelar kesarjanaan. Misalnya sekalipun diperoleh melalui perguruan tinggi yang sama dan dalam jangka waktu pendidikan yang sama, masing-masing gelar kesarjanaan dengan bidang keahlian yang berbeda memiliki "nilai jual ekonomi" yang berbeda. Bahkan gelar kesarjanaan dalam bidang sama tetapi diperoleh dari perguruan tinggi yangber beda akan mengandung nilai ekonomi yang berbeda. Seorang tamatan perguruan tinggi yang memiliki nilai akreditasi tinggi pada umumnya akan lebih mudah mendapat pekerjaan dengan penghasilan yang lebih besar dibandingkan dengan seorang tamatan perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta yang rendah nilai akreditasinya (Todaro & Smith, 2003).

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa modal sosial (social capital) merupakan fasilitator penting dalam pembangunan ekonomi. Modal sosial yang dibentuk berdasarkan kegiatan ekonomi dan sosial dimasa lalu dipandang sebagai faktor yang dapat meningkatkan dan jika digunakan secara tepat mampu memperkuat efektifitas pembangunan (Suharto dan Yuliani, 2005).

Modal sosial mulai berkembang dan banyak menyita waktu para ilmuwan sosial setelah manusia sadar bahwa keberhasilan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh modal ekonomi yang berbentuk material semata tetapi juga ada modal dalam bentuk

(9)

immaterial. Modal immaterial ini oleh banyak ilmuwan disebut sebagai modal sosial. Oleh karena itu mengenai pengertian atau definisi modal sosial sangat beragam tetapi tidak lepas dari dua obyek penekanan, pertama penekanan pada karakteristik yang melekat pada individu (misalnya, norma-norma, saling percaya, saling pengertian, kepedulian, dll) dan kedua penekanan pada jaringan hubungan sosial (misalnya adanya kerjasama, pertukaran informasi, dll). Berikut ini akan diuraikan beberapa pendapat para ilmuwan tentang modal sosial. Dari uraian ini akan diperoleh pemahaman yang komprehensif tentang modal sosial.

Oleh karena itu modal sosial dapat menghasilkan hubungan sosial secara langsung dan tidak langsung dan jangka pendek maupun jangka panjang. Hubungan ini dapat dilakukan dalam hubungan antar keluarga, tetangga, teman kerja, maupun masyarakat dalam arti luas. Modal sosial merupakan kumpulan sumberdaya yang dimiliki setiap anggota dalam suatu kelompok yang digunakan secara bersama-sama

Pengembangan hipotesis yang dibentuk dari telaah teori dan penelitian terdahulu dapat dijelaskan sebagai berikut :

(1) Modal sosial (social capital) masyarakat secara nyata dipengaruhi oleh modal fisik (physical capital), dan modal manusia (human capital). Adapun model konseptual hipotesis pertama disajikan pada gambar dibawah ini

Gambar Model Konseptual Pertama

(2) Proses pemberdayaan masyarakat secara nyata dipengaruhi oleh modal fisik (physical capital), modal manusia (human capital),

modal social (social capital), dan kemampuan pelaku pemberdayaan.

Modal Fisik (X1) Modal Manusi a (X2) Modal Sosial (X3)

(10)

Adapun model konseptual hipotesis kedua disajikan pada gambar dibawah ini.

(3) Tingkat keberdayaan masyarakat secara nyata dipengaruhi oleh modal fisik (physical capital), modal manusia (human capital), modal sosial (social capital), kemampuan pelaku pemberdayaan dan proses pemberdayaan. Adapun model konseptual hipotesis ketiga disajikan pada gambar dibawah ini .

Modal Manusi a (X2) Modal Fisik (X1) Modal Sosial (X3) Kemampuan Pelak. Pemberdayaan (X4) Proses Pemberdayaa n (Y1)

Gambar Model Konseptual Kedua

Modal Manusi a (X2) Modal Sosial (X) Proses Pemberdayaa n (Y1) Kemampuan Pelak. Pemberdayaan (X4) Keberdayaan Warga Masyarakat (Y2) Modal Fisik (X1)

(11)

Gambar Model Konseptual Ketiga

Berdasarkan pengembangan hipotesis dari konsep yang telah dijelaskan diatas, diajukan model penelitian empirik sebagaimana pada gambar berikut ini :

III. METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini mengukur hubungan antara variabel eksogen dan endogen. Konsep-konsep yang berperan sebagai variabel endogen meliputi modal manusia, modal sosial ,

proses pemberdayaan masyarakat dan keberdayaan warga masyarakat. Sedangkan konsep yang berperan sebagai variabel eksogen adalah modal fisik dan kemampuan pelaku pemberdayaan.

Masing-masing konstruk akan diukur dengan beberapa indikator pertanyaan penelitian yang disesuaikan dengan kondisi lapangan dan referensi beberapa studi jurnal. Penelitian ini memfokuskan pada integrasi dan identifikasi variabel yang diperlukan

12

H

Modal Sosial Proses

Pemberdayaan Keberdayaan Warga masyarakat H1 H2 H4 H7 H6 H10 H9 H3 H5 H8

Model Penelitian Empirik

Resource based Vew dan Pemberdayaan

Sumber

: Data Penelitian diolah

Modal Phisik Modal manusia Kemampuan Pelaku Pemberdayaan H11 H12

(12)

sebagai alat untuk mempercepat proses pemberdayaan masyarakat Limbangan menuju keberdayaan warga masyarakat yang mengkaitkan kemampuan pelaku dan modal sosial manusia.

Variabel yang diidentifikasi meliputi modal fisik, modal manusia, modal sosial, kemampuan pelaku, proses pemberdayaan masyarakat dan keberdayaan warga masyarakat. yang mengacu pada konsep dan penelitian terdahulu yakni Pranarka & Vidhyandika (1996), Kartasasmita (1995),Slamet (2003) dan Jamasy (2004)

3.2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Obyek penelitian ini adalah masyarakat Desa Sumber Rahayu Kecamatan Limbangan di Kendal Jawa Tengah. Populasi pada penelitian ini meliputi seluruh masyarakat Desa Sumber Rahayu.

Teknik pengambilan sampel yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah non probabilitas. Metode pemilihan sampel yang digunakan adalah Axidental sampling, dimana sampling dengan cara menentukan siapa saja yang ditemukan peneliti saat melakukan pengumpulan data (Samanu, 2004). Adapun pertimbangan tersebut adalah peneliti ingin mendapatkan informasi dari responden yang dapat memberikan penjelasan

yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat. Unit analisis dalam penelitian ini adalah

desa, sedangkan respondennya diwakili oleh penggerak pemberdayaan. Penggerak pemberdayaan terdiri dari pamong desa, tokoh masyarakat, dan petugas lapangan kehutanan. Penggerak pemberdayaan merupakan orang yang dapat mewakili desa atas seluruh aktivitas pemberdayaan masyarakat. Jumlah sampel dalam penelitian ini bejumlah 104 orang.

3.3. Pengumpulan data

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder dan primer. Data sekunder bersumber dari desa Sumber Rahayu serta data pendukung Biro Pusat Statistik . Data primer dikumpulkan dengan metode survei dengan cara memberikan kuesioner secara langsung.

Kuesioner pada penelitian ini terdiri atas kombinasi pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Disamping melalui kuesioner, data primer dikumpulkan melalui

(13)

wawancara. Wawancara dilakukan secara ”semi terstruktur” dengan maksud bahwa masyarakat dapat mengekspresikan secara bebas pikiran mereka dalam menjelaskan dampak modal fisik pada pemberdayaan. Data penelitian yang digunakan adalah data penelitian yang bersifat cross section.

3.4. Teknik Analisis Data

Pengujian hipotesis dengan menggunakan Partial Least Square meliputi beberapa langkah yaitu langkah. Pertama, menguji uni dimensional dari masing-masing konstruk. Uni dimensional diuji dengan memperhatikan convergen validity dari masing-masing indikator konstruk. Chin (1998) menyatakan suatu indikator dikatakan mempunyai validitas yang baik jika loading factor lebih besar 0.70. Namun demikian, indikator 0.50-0.60 masih dapat dipertahankan untuk model dalam tahap pengembangan.

Indikator -indikator konstruk dalam penelitian ini yang loading factor kurang 0.60, dikeluarkan dari analisis. Langkah kedua, melakukan estimasi kembali model, setelah beberapa indikator yang loading factor kurang dari 0.60 dikeluarkan dari analisis. Langkah ketiga, adalah membaca hasil outer model. Sebelum dilakukan analisis inner

model, dilakukan evaluasi model dengan analisis outer model (measurement model). Analisis yang digunakan untuk menilai outer model yaitu, convergent validity, discriminat validity, dan composite reliability. Convergent validity dinilai berdasarkan korelasi antara item score/ component score dan construct score yang dihitung dengan

Partial Least Square. Discriminat validity dinilai berdasarkan cross loading pengukuran dengan konstruk. Jika korelasi konstruk dengan item pengukuran lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya, hal ini menunjukkan bahwa konstruk laten memprediksi ukuran pada blok mereka lebih baik daripada ukuran pada blok lainnya.

Metode lain untuk menilai discriminat validity adalah membandingkan nilai

square root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dan konstruk lain dalam model. Jika nilai akar AVE setiap konstruk lebih besar daripada nilai korelasi antara konstruk dan konstruk lain dalam model, dikatakan memiliki nilai discriminat validity yang baik (Fornell dan Larcker, 1981).

(14)

dievaluasi dengan dua macam ukuran yaitu internal consistency yang dikembangkan oleh Werts, Linn dan Joreskog (1974) dan Cronbach’s alpha. Sedangkan langkah keempat adalah membaca inner model. Untuk mengevaluasi inner model dengan melihat presentase variance yang dijelaskan yaitu dengan melihat nilai R-square untuk konstruk laten dependen dengan menggunakan ukuran Stone-Geisser Q squares test (Stone, 1974; Geisser, 1975). Selain itu untuk mengevaluasi inner model dapat juga dilihat dari besarnya koefisien jalur struktural.

Stabilitas dari estimasi ini dievaluasi dengan menggunakan uji t-statistik yang didapat lewat prosedur bootsraping. Dalam menilai model dengan Partial Least Square

kita mulai dengan melihat R-square untuk setiap variabel laten dependen. Interpretasinya sama dengan interpretasi pada regresi. Perubahan nilai R-squares dapat digunakan untuk menilai pengaruh variabel laten independen tertentu terhadap variabel laten dependen apakah mempunyai pengaruh yang subtanstive. Salah satu indikator kekuatan prediktif model jalur adalah menguji nilai R square untuk konstruk endogen (Barcley et al, 1995; Chin dan Gopal, 1995).

R square diinterpretasikan sama seperti analisis regresi berganda yang mengindikasikan jumlah variance dalam konstruk yang dijelaskan oleh model jalur (Barclay, 1995). Selanjutnya langkah kelima sebagai tahapan terakhir dalam analisis

Partial Least Square adalah pengujian hipotesis.

Pengujian hipotesis dilakukan dengan memperhatikan nilai signifikansi dari estimasi jalur struktural. Pada penelitian ini pengujian hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 12 dapat diuraikan dalam bentuk persamaan matematis dengan struktur persamaan yang terdiri atas empat persamaan regresi berjenjang sebagai berikut:

Penerimaan hipotesis dilakukan jika probabilitas nilai critical ratio lebih kecil

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian

1.1. Pengujian Hipotesis

Modal Manusia = β1 Modal Phisik + ℓ1

Modal Sosial = β1 Modal Phisik + β2 Modal Manusia + ℓ2

Proses Pemberdayaan Masyarakat = β1 Modal Sosial+ β2 Modal Fisik+ β3Modal Manusia + β4

Kemamp pelaku pemberdayaan + ℓ3

Keberdayaan Warga Masyarakat = β1 Proses Pemberdayaan Masyarakat +β2 Modal sosial+

(15)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM) dengan menggunakan Partial Least Square (PLS) meliputi beberapa tahapan pengukukuran sebagai berikut :

4.1. Pengujian Model Pengukuran (Outer Model)

Pengukuran outer model dievaluasi dengan menggunakan convergent dan

discriminant validity. Convergent validity dapat dinilai dengan melihat reliabilitas indikator, composite reliability, dan average variance extracted. Pengujian validitas dan reliabilitas data dilakukan dengan menggunakan software Partial Least Square. Jumlah indikator atau item pertanyaan yang digunakan dalam kuesioner sebanyak 24 pertanyaan. Berdasarkan pengujian validitas dan reliabilitas pertanyaan, maka indikator yang dapat dinyatakan valid dan reliabel sebanyak 20 item pertanyaan.

4.1.1. Pengujian Convergent Validity

Menurut Chin (1998) suatu indikator dikatakan mempunyai reliabilitas yang baik jika nilainya lebih besar dari 0.70. Sedangkan loading factor 0,50 sampai 0,60 masih dapat dipertahankan untuk model yang masih dalam tahap pengembangan. Pada penelitian ini menggunakan criteria Chin dengan nilai batas loading factor yang digunakan 0,60. Pertimbangan menggunakan batas loading factor diatas 0.60 dengan harapan dengan pengujian hipotesis analisis SEM dengan PLS akan dapat menghasilkan model yang lebih fit. Sehubungan dengan itu, indikator-indikator yang mempunyai

loadingfactor lebih kecil dari 0,60 dan tidak signifikan dikeluarkan dari analisis.

Pengujian convergent validity tahap1 sampai dengan 3, dapat disimpulkan bahwa pada intinya indikator untuk masing-masing konstruk pada convergent validity yang ketiga semua signifikan, karena mempunyai nilai t statistik lebih besar 1.96 dan loading fator lebih besar dari 0,60. Hal ini menunjukkan bahwa konstruk modal fisik, modal manusia, modal sosial, kemampuan pelaku pemberdayaan, proses pemberdayaan dan keberdayaan masyarakat adalah valid.

(16)

Jumlah indikator awal yang diajukan dalam penelitian ini sebanyak 24 indikator. Namun, setelah dilakukan pengujian convergent validity I, terdapat 16 indikator yang representatif dan delapan indikator yang tidak representatif. Selanjutnya, model di re-estimasi kembali dengan mengeluarkan delapan indikator yang tidak representatif, hasil pengujian convergent validity II menunjukkan bahwa masih ada 1 indikator yang

laoding-nya di bawah 0.60 dan terdapat 15 indikator yang di atas 0.60 . Dengan menggunakan 15 indikator yang representatif pada pengujian convergent validity II dilakukan re-estimasi kembali, didapat hasil convergent validity III yang menunjukkan bahwa 15 indikator tersebut valid, karena semua mempunyai nilai t statistik yang signifikan pada p<0.05 dengan laoding factor di atas 0.60.

4.1.2 Pengujian Discriminant Validity

Discriminant validity dalam penelitian ini diuji dengan cara membandingkan nilai akar dari Average Variance Extracted (AVE) setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk dan konstruk lainnya. Konstruk dinyatakan valid jika nilai akar dari average variance extract lebih besar dari korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya. Tabel 1 menunjukkan average variance extract dan akar dari average variance extract. Sedangkan tabel 2 menunjukkan tentang korelasi antara konstruk dan konstruk lainnya.

Tabel 1

Average Variance Extracted (AVE) dan Akar Average Variance Extracted (AVE) Nama Variabel Average variance extracted

(AVE) Average variance extracted Akar (AVE) Modal Fisik 0.302 0.5495 Modal Manusia 0.402 0.6340 Modal Sosial 0.411 0.6411 Kemampuan Pelaku Pemberdayaan 0.557 0.7463 Proses Pemberdayaan 0.748 0.8649

(17)

Keberdayaan Masyarakat 0.805 0.8972 Tabel 2

Korelasi antar Konstruk

Modal

Fisik ManusiaModal Modal Sosial Proses Pemberda yaan Kemam puan Pelaku Pember dayaan Keberda yaan Masya rakat Modal Fisik 1.00 0 Modal Manusia 0.345 1.000 Modal Sosial 0.412 0.525 1.000 Proses Pember Dayaan 0.265 0.553 0.505 1.000 Kemam puan Pelaku Pember dayaan 0.189 0.353 0.395 0.670 1.000 Keberda yaan Masya rakat 0.370 0.438 0.430 0.598 0.377 1.000

Tabel 1 menunjukkan nilai akar average variance extracted (AVE) untuk konstruk modal fisik sebesar 0,5495. Sedangkan, korelasi antara konstruk “modal fisik” dan “konstruk lainnya” ditunjukkan pada tabel 2 adalah sebagai berikut: korelasi antara modal fisik dan modal manusia sebesar 0.345, dengan modal sosial sebesar 0,412, dengan proses pemberdayaan sebesar 0.265, dengan kemampuan pelaku pemberdayaan sebesar 0,189, dan dengan keberdayaan masyarakat sebesar 0,370 Hasil ini menunjukkan bahwa nilai akar AVE lebih besar dari korelasi antar konstruk (0.5495 > 0.345; 0.412; 0.265; 0.189;dan 0.370). Oleh karena itu, konstruk modal fisik dapat dikatakan valid (Imam Ghozali, 2006).

(18)

0,6340. Sedangkan korelasi antara modal manusia dan keberdayaan masyarakat sebesar 0.4388, modal manusia dengan modal sosial sebesar 0.525, modal manusia dengan kemampuan pelaku pemberdayaan 0.353 dan modal manusia dengan proses pemberdayaan sebesar 0.553, serta modal manusia dengan modal fisik 0.345. Oleh karena nilai akar AVE lebih besar dari korelasi antar konstruk, maka konstruk modal manusia valid (0.6340> 0.4388; 0.525; 0.353; 0.553 dan 0.345 ).

Nilai akar AVE untuk konstruk modal sosial sebesar 0.6411. Sementara itu, korelasi antara konstruk modal sosial dan kemampuan pelaku pemberdayaan sebesar 0.395, dengan proses pemberdayaan sebesar 0.505, dengan keberdayaan masyarakat sebesar 0.430 dengan modal fisik sebesar 0.412 dan dengan modal manusia sebesar 0.525. Dari hasil tersebut, jelas bahwa akar AVE lebih besar dari korelasi masing-masing konstruk (0.6411> 0.395; 0.505; 0.430;0.412 dan 0.525), maka konstruk modal sosial dapat dinyatakan valid.

Hasil yang dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2 menunjukkan bahwa konstruk kemampuan pelaku pemberdayaan mempunyai nilai akar AVE lebih besar dari korelasi antar konstruk (0.7463 > 0.377; 0.670; 0.395; 0.353 dan 0.189). Dari hasil tersebut konstruk kemampuan pelaku pemberdayaan valid.

Uji discriminant validity konstruk proses pemberdayaan menunjukkan bahwa nilai akar AVE sebesar 0.8649 sementara korelasi antar konstruk dengan konstruk lain sebagai berikut: proses pemberdayaan dengan keberdayaan masyarakat sebesar 0.598, dengan modal fisik sebesar 0.265, dengan modal manusia sebesar 0.553, dengan modal sosial sebesar 0.505, ddan engan kemampuan pelaku pemberdayaan sebesar 0.670. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa konstruk proses pemberdayaan valid karena akar AVE lebih besar daripada korelasi antara masing-masing konstruk (0.8649> 0.598; 0.265; 0.553;0.505 dan 0.670).

Berdasarkan tabel 1 dan 2 dapat disimpulkan bahwa semua konstruk dalam penelitian ini yaitu modal fisik, modal manusia, modal sosial, kemampuan pelaku pemberdayaan, proses pemberdayaan dan keberdayaan masyarakat mempunyai nilai akar AVE lebih besar dari korelasi antar konstruk, yang berarti bahwa semua konstruk dalam model yang diestimasi memenuhi kriteria discriminant validity.

(19)

4.1.3 Pengujian Composite Reliability

Evaluasi mesuarement (Outer) model juga dapat dilihat dari uji lainnya yaitu

composite reliability dari blok indikator yang mengukur konstruk. Hasil composite reliability untuk masing-masing konstruk terlihat pada table 3 di bawah ini:

Tabel 3

Composite Reliability

Nama Variabel Composite Reliability

Modal Fisik 0.682 Modal Manusia 0.664 Modal Sosial 0.787 Kemampuan Pelaku Pemberdayaan 0.925 Proses Pemberdayaan 0.772 Keberdayaan Masyarakat 0.992

Tabel 3 menunjukkan bahwa seluruh konstruk reliable. Hal ini ditunjukkan oleh nilai composite reliability dimana nilai untuk konstruk modal fisik 0.682, untuk konstruk modal manusia 0.664 untuk konstruk modal sosial, 0.787 untuk konstruk kemampuan pelaku pemberdayaan 0.925,untuk konstruk proses pemberdayaan 0.772, dan 0.992 untuk konstruk keberdayaan masyarakat. Selain itu, reliabilitas konstruk juga didukung oleh nilai t statistik hitung lebih besar dari t tabel dimana semua indikator mempunyai t statistik lebih tinggi dari 1.96 (nilai t > 1.96).

4.2. Pengujian Model Struktural (Inner Model)

Model struktural (inner) dievaluasi menggunakan R-square untuk konstruk dependen. Menilai model adalah mengevaluasi hubungan antar konstruk laten yang telah dihipotesiskan dalam penelitian ini dengan hasil seperti pada tabel 4 berikut ini:

(20)

Tabel 4 Nilai R- Square Variabel R-square Modal Fisik Modal Manusia 0.089 Modal Sosial 0.444 Kemampuan Pelaku Pemberdayaan Proses Pemberdayaan 0.610 Keberdayaan Masyarakat 0.424

Hasil pengujian dengan Partial Least Square model penelitian merupakan model persamaan regresi berjenjang dengan pengujian hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 12 dapat dijelaskan pada tabel 5

Tabel 5

HasilInner Model dan T Statistik

estimate subsamplesMean of Standard deviation T-Statistic Keterangan

H1 MF => MM 0.345 0.364 0.134 2.574 *Diterima H2 MF=> MS 0.262 0.275 0.126 2.078 *Diterima H3 MM=> MS 0.434 0.427 0.133 3.273 *Diterima H4 MF>PP 0.007 -0.008 0.103 0.064 Tidak Diterima H5 MM>PP 0.295 0.277 0.130 2.258 *Diterima H6 MS=> PP 0.148 0.179 0.128 1.163 Tidak Diterima H7 KPP=> PP 0.506 0.517 0.113 4.458 *Diterima H8 MF>KM Diterima Tidak

(21)

H9 MM>KM 0.070 0.092 0.144 0.484 Tidak Diterima H10 MS>KM 0.083 0.088 0.124 0.669 Tidak Diterima H11 PP=> KM 0.503 0.490 0.165 3.044 *Diterima H12 KPP>KM -0.053 -0.063 0.206 0.258 Tidak Diterima Sumber : Data yang diolah

Hipotesis 1, 2, 3,4,5 dan 6 digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian 1, yaitu apakah kondisi modal fisik, modal manusia dan modal sosial mampu mendukung proses pemberdayaan? Sementara pertanyaan penelitian kedua, adalah apakah kemampuan pelaku pemberdayaan mempengaruhi proses pemberdayaan ? dijawab dengan hipotesis 7. Sedangkan pertanyaan penelitiaan ketiga, yaitu apakah proses peningkatan keberdayaan masyarakat dapat dicapai oleh pengembangan modal fisik, modal manusia, modal sosial secara langsung atau secara tidak langsung melalui proses pemberdayaan dan kemampuan pelaku pemberdayaan? dijawab dengan hipotesis 8,9,10,11 dan 12.

Pembahasan Hipotesis 1

Modal fisik berpengaruh positif terhadap modal manusia

Hasil pengujian empirik untuk hipotesis 1, menunjukkan bahwa hipotesis 1 diterima. Hasil ini memberi makna bahwa modal fisik berpengaruh positif terhadap pengembangan modal manusia. Dengan arti lain dapat dinyatakan semakin tinggi tingkat pengembangan modal fisik semakin tinggi tingkat pengembangan modal manusia

Bukti empiris ini mendukung konsep yang dikemukakan Azua pada Huseini (1999) tentang hubungan modal fisik dan modal manusia pada suatu masyarakat. Hasil pengujian empirik penelitian ini menunjukkan bahwa modal manusia semakin tinggi terkait dengan perkembangan modal fisik. Hal ini membuktikan bahwa perubahan modal

(22)

fisik di suatu desa dapat membantu mendorong pengembangan modal manusia Bukti empirik penelitian ini memperluas penjelasan penelitian Huseini karena penelitian ini menjelaskan “perubahan modal fisik yang dicerminkan dengan peningkatan sarana dan prasarana pendiikan” sebagai bagian yang penting untuk menjelaskan perubahan modal manusia. Hubungan ini berarti bahwa suatu desa yang mempunyai sarana dan prasarana pendidikam akan mempermudah masyarakat untuk meningkatkan pendidikannya dalam mengembangkan, mengintergrasikan, dan menerapkan pengetahuan baru yang mengarah pada peningkatan kemampuan berinteraksi antar sesama.

Perubahan aliran informasi dapat mengindikasikan adanya transformasi pendidikan dalam menambah pengetahuaan baru tentang kondisi yang akan membuka

mindset untuk menciptakan ide ide baru. Oleh karena itu, bukti empiris penelitian ini menyimpulkan bahwa perubahan sarana dan prasarana pendidikan pada desa Sumber Rahayu akan memudahkan absorpsi knowledge dalam penningkatan modal manusia. Pembahasan Hipotesis 2

Modal fisik berpengaruh positif terhadap modal sosial

Hasil pengujian empirik untuk hipotesis 2 diterima. Hasil ini memberi arti bahwa modal fisik berpengaruh pada modal sosial. Hal ini membuktikan bahwa terdapat hubungan secara langsung antara ”modal fisik” dan modal sosial sesuai dengan konsep Syabra (2003) yang mengemukakan adanya dampak secara langsung dari modal fisik terhadap modal sosial.

Hasil ini mengilustrasikan bahwa desa Sumber Rahayu dapat memperbaiki modal fisiknya dengan mengembangkan sarana dan prasarana pendidikan untuk memperluas jaringan sosial/kerja. Masyarakat yang berupaya memperbaiki pendidikannya ternyata dapat memperkuat ketaatannya terhadap norma yang berlaku dan dapat mendorong tingkat kepeduliannya terhadap sesama.

Pembahasan Hipotesis 3

(23)

Hasil pengujian empirik untuk hipotesis 3 diterima. Hasil signifikansi ini menyimpulkan bahwa semakin tinggi pengembangan modal manusia semakin tinggi derajat modal sosial. Hasil ini menunjukkan bahwa suatu desa yang mempunyai masyarakat yang mampu memperbaiki tingkat pendidikan dan interaksinya terhadap sesama dapat mendorong perluasan jaringan sasial/kerja.

Hasil pengujian hipotesis ini mendukung penelitian yang dilakukan Syabra (2003) yang menemukan bahwa kemampuan masyarakat untuk mengembangkan jaringannya berhubungan dengan tingkat pendidikan dan kemampuan interaksinya. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa aktivitas yang berorietasi pada pendidikan seperti pengkayaan wawasan pengetahuan dapat ditingkatkan melalui proses pengembangan sarana dan prasarana pendidikan. Selain itu, penelitian ini juga menjelaskan bahwa untuk dapat memilki jaringan yang luas, dibutuhkan pengetahuan dengan memperbanyak interaksi terhadap sesama dalam melakukan kegiatan. Sesuai penemuan Smith (2003) bahwa tingkat pendidikan akan memberikan peluang pada masyarakat untuk belajar skil dan kapabilitas baru .

Penelitian ini melengkapi penelitian terdahulu yang telah menguji kemampuan berinteraksi terhadap sesama sebagai salah indikator modal manusia merupakan menuju

network. Ditemukan pada penelitian mereka bahwa tingkat interaksi antar sesama berdampak pada kepedulian terhadap sesama. Penelitian ini menambah penjelasan temuan mereka bahwa selain kemampuan melakukan interaksi antar sesama, masyarakat juga perlu melakukan perbaikan tingkat pendidikan dalam penyebaran pengetahuan.

Disamping itu, penelitian terdahulu hanya menjelaskan hubungan antara interaksi antar sesama dengan pengembangan network. Pada penelitian ini lebih menjelaskan hubungan prediksi tingkat pendidikan terhadap network.

Peningkatan pendidikan masyarakat akan terkait dengan pengembangan prasarana dan sarana pendidikan yang dilakukan pemerintah. Dengan demikian, hasil ini menjelaskan bahwa modal sosial akan berhasil jika sebelumnya pemerintah melakukan peningkatan modal fisik dalam proses meningkatkan modal manusia melalui penyebaran

(24)

pengetahuan untuk melakukan percobaan dalam rangka mendukung menciptakan network.

Pembahasan Hipotesis 4

Modal fisik berpengaruh positif terhadap proses pemberdayaan

Hasil pengujian empirik hipotesis empat tidak diterima, artinya bahwa modal fisik belum mampu mempengaruhi secara langsung proses pemberdayaan. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa proses pemberdayaan yang hanya mengandalkan modal fisik tidak akan berhasil. Penelitian ini selain menjelaskan konsep yang dikemukakan Jamasy (2004) tentang konsep pemberdayaan, dimana masyarakat dapat berdaya sebagai proses kemandirian yang dapat mengevaluasi suatu hasil penyelesaian masalah yang ada di desanya. Penelitian ini menandaskan bahwa perubahan sarana dan prasarana pendidikan memberikan fasilitas untuk meningkatkan analisis masalah, perencanaan, pelaksanan dan evaluasi.

Penemuan peneltian ini juga mendukung penelitian Peneliti Sulistiyani (2004) yang menunjukkan bahwa untuk meningkatkan pemberdayaan faktor yang paling menentukan adalah modal fisik sarana dan prasarana pendidikan . Penelitian ini lebih memfokuskan pada pengetahuan sebagai sumber keunggulan untuk mampu menganalisis masalah. Sesuai pendapat Sumodiningkrat (2000) bahwa perubahan tingkat pendidikan akan berdampak pada perubahan dalam hal merencanakan kegiatan yang berkaitan dengan mengatasi suatu masalah yang ada. Untuk dapat mengatasi masalah pada suatu desa masyarakat harus memperhatikan kapabilitas pendidikannya sebagai penggerak menuju peningkatan pemberdayaan.

Penelitian ini konsisten dengan penelitian terdahulu yang menunjukkan bahwa kesuksesan proses pemberdayaan ditentukan oleh kemampuan masyarakat dalam meningkatkan pendidikannya.

(25)

Modal manusia berpengaruh positif terhadap proses pemberdayaan

Hasil pengujian empirik untuk hipotesis 5, menunjukkan bahwa hipotesis 5 diterima. Hasil ini memberi makna bahwa modal manusia mampu meningkatkan proses pemberdayaan. Hal ini membuktikan bahwa tingkat pendidikan dam kemampuan berinteraksi antar sesama merupakan suatu pendorong untuk memperkuat analisis masalah, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Selain itu, penelitian ini juga menjelaskan pandangan Jamasy (2004) tentang hubungan proses pemberdayaan dan “kapabilitas” kompetensi dengan interaksi masyarakat. Bukti empirik penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya pembelajaran, masyarakat dapat meningkatkan “knowledge” yang berkaitan dengan pengembangan “menganalisis masalah”, sebagai determinan penting untuk kesuksesan pemberdayaan. Oleh karena itu, hasil empirik penelitian ini menandaskan bahwa pembelajaran yang mengarah pada peningkatan pengembangan tingkat pendidikan dapat meningkatkan pemberdayaan.

Penelitian ini memberi tambahan penjelasan penelitian sebelumnya bahwa orientasi masyarakat dalam meningkatkan pemberdayaan harus memperhatikan pembelajaran organisasional yang dapat menambah pengetahuan baru untuk menganalisis masalah. Pengetahuan dengan beberapa tambahan pengalaman ke arah orientasi perencanaan akan mampu meningkatkan proses pemberdayaan.

Masyarakat yang mempertimbangkan pengembangan knowledge secara global yang berhubungan dengan pengetahuan baru berhubungan positif dengan pemberdayaan. Proses pemberdayaan pada desa Sumber rahayu dapat ditingkatkan secara langsung oleh modal manusia.

Pembahasan Hipotesis 6

(26)

Hasil pengujian empirik untuk hipotesis 6 menunjukkan bahwa hipotesis ini tidak diterima. Hasil ini memberi makna bahwa modal sosial belum mampu mempengaruhi secara langsung terhadap proses pemberdayaan.

Penelitian ini menggunakan jaringan sosial/kerja , ketaatan terhadap norma dan kepedulian terhadap sesama indikator pengembangan modal sosial yang dapat meningkatkan proses pemberdayaan. Modal Sosial melalui pengembangan modal fisik dan modal manusia dapat menciptakaan kemampuan dalam merencanakan suatu program. Penelitian ini lebih menekankan bahwa tindakan tindakan kepedulian terhadap sesama akan mempertajam analisis suatu masalah.

Penelitian ini menambah penjelasan penelitian sebelumnya bahwa proses pemberdayaan dapat ditingkatkan jika masyarakat desa tersebut melakukan ketaatan terhadap norma yang ada dengan melibatkan tingkat kepedulian sesama dan perluasan

network. Penelitian ini menunjukkan bahwa pengembangan network dan sikap peduli terhadap sesama di masayarakat desa Sumber Rahayu dapat memungkinkan sebagai fasilitas untuk meningkatkan pelaksanaan program yang dapat mengembangkan pemberdayaan masyarakat. Pengembangan modal sosial pada masyarakat desa Sumber Rahayu penting dalam memainkan perannnya dalam memperbesar akses akses jaringan bisnis .

Pembahasan Hipotesis 7

Kemampuan pelaku pemberdayaan berpengaruh positif terhadap proses pemberdayaan.

Hasil pengujian empirik untuk hipotesis 7 tidak diterima. Hal ini memberi makna bahwa secara empirik perspektif yang mengarah pada harapan kemampuan pelaku pemberdayaan secara langsung bermanfaat terhadap proses pemberdayaan belum dapat dibuktikan. Sebagaimana konsep dan penelitian empirik yang dilakukan penelitian sebelumnya diantaranya konsep yang dikemukakan oleh Pranarka dan Vidyaandika yang menyatakan bahwa perbedaan keberhasilan pemberdayaan disebabkan adanya perbedaan kompetensi pelaku pemberdayaan. Pandangan yang sama dikemukakan oleh Prijono dan

(27)

Pranarka (1996) yang menyatakan bahwa faktor pelaku dapat mendukung kesuksesan pemberdayaan.

Penelitian mereka secara umum hanya menjelaskam bahwa pelaku pemberdayaan sebagai komponen penting dalam keberhasilan pemberdayaan. Namun, mereka tidak menjelaskan indikator yang menentukan dalam variabel kemampuan pelaku tersebut sebagai sumber keberhasilan pembeedayaan.

Penelitian ini mengkaji ulang penelitian terdahulu dengan menambah penjelasan secara rinci “indikator” variabel kemampuan pelaku pemberdayaan. Indikator yang digunakan sebagai cerminan kemampuan pelaku adalah tingkat pengetahuan/kognitif dan tingkat ketrampilan/physikomotorik masyarakat. Penelitian ini lebih memfokuskan core competency yang terdiri dari knwoledge pelaku yang dipadukan dengan aspek skill yang menghasilkan “kemampuan” yang lebih baik dalam merencanakan program berdasarkan identifikasi masalah yang ada dan dimungkinkan akan lebih terarah dalam pelaksanaannya.. Penekanan pada “kemampuan dalam hal pengetahuan ” pelaku pemberdayaan lebih diperhatikan sebagai kapabilitas pelaku tersebut. Proses pemberdayaan akan diukur sebagai variabel intervening yang memfasilitasi perubahan yang berhubungan dengan “perilaku” yang diperlukan untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat. Pada penelitian terdahulu tidak menjelaskan “perubahan perilaku” yang dapat mendorong peningkatan keberdayaan masyarakat.

Hasil penelitian empirik menandaskan bahwa konsekuensi kemampuan pelaku pemberdayaan di desa Sumber rahayu adalah pengembangan pengetahuan dan ketrampilan . Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat memperjelas hasil penelitian terdahulu yang dilakukan yang menunjukkan bahwa peningkatan proses pemberdayaan untuk dapat menganalisis masalah dalam membuat perencanaan program akan mengarahkan pelaksanaan program Penelitian ini menjelaskan bahwa peningkatan proses pemberdayaan tidak hanya dipengaruhi karena peningkatan pengetahuan saja, tetapi tergantung juga pada “tingkat ketrampilan” masyarakat dalam melaksanakan program

(28)

Pembahasaan Hipotesis 8

Modal fisik berpengaruh positif terhadap keberdayaan masyarakat

Hasil pengujian empirik untuk hipotesis 8 tidak diterima. Hal ini memberi makna bahwa secara empirik perspektif yang mengarah pada harapan modal fisik secara langsung bermanfaat terhadap keberdayaan masyarakat belum dapat dibuktikan. Sebagaimana konsep dan penelitian empirik yang dilakukan penelitian sebelumnya diantaranya konsep yang menyatakan bahwa perbedaan keberhasilan keberdayaan masyarakat tidak hanya ditentukan oleh modal fisik yang ada namun lebih ditentukan oleh adanya partisipasi aktif masyarakat sebagai pelaku pemberdayaan

Penelitian mereka secara umum hanya menjelaskam bahwa pelaku pemberdayaan sebagai komponen penting dalam keberhasilan keberdayaan masyarakat. Namun, mereka tidak menjelaskan variabel lain sebagai pendukung keberhasilan tersebut.

Penelitian ini akan memperjelas penelitian terdahulu dengan menambah “variabel modal fisik” sebagai modal awal yang harus dimiliki dalam membangun kesejahteraan masyarakat. Variabel tambahan yang digunakan sebagai mediasi adalah modal sosial dan modal manusia. Penelitian ini lebih memfokuskan “modal yang ada” yang dipadukan dengan aspek core competency pelaku pemberdayaan dalam menghasilkan keberdayaan masyarakat. Penekanan pada outcome proses pemberdayaan lebih diperhatikan sebagai variabel intervening yang memfasilitasi perubahan yang berhubungan dengan “modal ” yang diperlukan untuk meningkatkan keberdayaan masyarkat. Pada penelitian mereka tidak menjelaskan konsekuensi modal fisik terhadap “keberdayaan masyarakat” Penelitian ini menjelaskan bahwa perubahan modal fisik pada desa Sumber Rahayu belaum dapat secara langsung mengembangkan keberdayaan masyarakat.

Pembahasan Hipotesis 9

Modal manusia berpengaruh positif terhadap keberdayaan masyarakat

Hasil pengujian empirik untuk hipotesis 9, tidak diterima. Hal ini sebagai bukti bahwa konsep modal manusia berpengaruh positif terhadap keberdayaan masyarakat belum dapat didukung secara empirik pada masyarakat desa Sumber Rahayu di Kecamatan Limbangan Kabupaten Kendal Jateng

(29)

Adanya temuan yang berbeda pada penelitian ini dimungkinkan karena pada penelitian terdahulu sebagaian besar hanya berfokus pada konsekuensi modal manusia pada kemampuan secara fisik. Sedangkan pada penelitian ini selain menjelaskan konsekuensi modal manusia terhadap tingkat pendidikannya, juga menekankan kemampuannya dalam berinteraksi antar sesama terhadap pengambilan keputusan masyarakat termasuk aspek kemandiriannya.

Hasil penelitian ini menjelaskan penelitian Sumodiningkrat (2000), yang menunjukkan bahwa keberhasilan keberdayaan masyarakat akan ditingkatkan melalui pengembangan proses pemberdayaan yang lebih respon ke arah kemampuan kompetitif pelaku pemberdayaan. Penelitian ini lebih memfokuskan pada penekanan variabel mediasi yang berdaya saing ke arah peningkatkan posisi kompetitif masyarakat. Secara empirik menunjukkan bahwa kemampuan dalam menganalisis masalah sebagai jalur yang menghantarkan perwujudan modal manusia untuk kemandirian masyarakat.. Pengembangan modal manusia yang ditandai adanya peningkatan tingkat pendidikan belum dapat meningkatkan kemandirian secara langsung, namun secara tidak langsung melalalu perencanaan dan pelaksanaan yang lebih terarah tersebut dapat menambah kesuksesan keberdayaan masyarakat.

Hal ini karena berdasarkan hasil deskripsi, tingkat pendidikan masyarakat desa Sumber Rahayu masih tergolong “rendah ke arah sedang”. Pemerintah walaupun gencar melakukan sosialisasi, tetapi dalam pelaksanaannya masih ragu ragu dan tidak begitu berani dalam mengambil keputusan sehingga akan mempengaruhi tingkat keberhasilan pemberdayaan. Selain itu masyarakat masih jarang melakukan tindakan interaksi diluar desanya (eksternal) dalam hubungannya dengan orientasi masa depan. Masyarakat jarang memanfaatkan peluang baru untuk menciptakan kegiatan baru, sehingga belum dapat meningkatkan keberdayaan masyarakat..

Pembahasan Hipotesis 10

Modal sosial berpengaruh positif pada keberdayaan masyarakat

Hasil pengujian empirik penelitian ini ternyata tidak dapat diterima. Kesimpulannya adalah modal sosial belum mampu secara langsung mengembangkan keberdayaan masyarakat. Hal ini karena

(30)

modal sosial yang ada di masyarakat desa Sumber ahayu masih tergolong rendah sampai sedang dimana masyarakat belum sepenuhnya melakukan kepedulian terhadap sesama. Selain itu jaringan sosial/kerja yang hanya sebatas tingkat individu belum bisa melibatkan semua orang secara ke semua wilayah . Jaringan sosial/kerja yang kebanyakan secara internal dari masyarakat tidak selalu berhubungan dengan usaha untuk masa depan. Begitu juga masyarakat masih jarang menciptakan jaringan kerja di luar desanya. Masyarakat jarang menerima usaha dari daerah lain. Usaha yang ada masih terbatas pada ketergantungan hasil hutan dan pertanian yang ada di desanya. Mereka belum dapat mengembangkan usahanya di masa depan ke arah sektor lain .

Hasil pengujian empirik hipotesis 10 tidak diterima. Artinya hubungan modal sosial berpengaruh positif terhadap keberdayaan masyarakat sebagaimana yang didasarkan pada konsep dan penelitian penelitian terdahulu yang telah diuji secara konseptual dan empirikal tidak dapat dibuktikan. Hal ini membuktikan bahwa modal sosial yang ada pada masyarakat belum memberikan dampak secara langsung pada peningkatan keberdayaannya.

Pembahasan Hipotesis 11

Proses pemberdayaan berpengaruh positif pada keberdayaan masyarakat

Hasil pengujian empirik untuk hipotesis 11 menunjukkan bahwa hipotesis ini diterima. Hal ini memberi bukti dukungan konsep bahwa proses pemberdayaan berpengaruh positif terhadap keberdayaan masyarakat. Hasil pengujian hipotesis ini mendukung konsep yang dikemukakan oleh Tobing dan Romer (2005 ) yang menyatakan bahwa keberdayaan masyarakat dapat diharapkan dengan meningkatkan proses pemberdayaannya.

Hasil pengujian empirik telah membuktikan signifikansi prediksi proses pemberdayaan terhadap keberdayaan masyarakat. Kesimpulannya adalah keberdayaan masyarakat desa Sumber Rahayu ditentukan oleh proses pemberdayaannya. Secara empirik menunjukkan bahwa masyarakat selain dapat mandiri dan memanfaatkan usaha untuk masa depan, juga dapat mengambil keputusan.

Hasil ini konsisten dengan konsep Fukuyama (2002) yang menyatakan bahwa keberdayaan suatu masyarakat adalah masyarakat yang mampu menunjukkan kemandirian dalam bidang ekonomi. Pada penelitian ini secara empirik menunjukkan

(31)

bahwa perluasan network masyarakat akan meningkatkan economies of scope. Hal ini akan meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menangkap peluang usaha di masa depan. Penelitian ini menandaskan bahwa dengan perencanaan yang baik, masyarakat mempunyai kesempatan keterlibatannya dalam mengambil keputusan. Selain itu, peningkatan usaha juga dapat ditentukan oleh ketajaman dalam mengevaluasi program melalui kepeduliannya terhadap sesama. Masyarakat tidak hanya mampu dan berani mengambil keputusan saja, tetapi juga dapat mandiri . Oleh kerena itu, secara empirik dapat membuktikan keberdayaan akan berhasil karena adanya proses proses pemberdayaan yang mengiringinya.

Pembahasan Hipotesis 12

Kemampuam pelaku pemberdayaan berpengaruh positif pada keberdayaan masyarakat

Hasil pengujian empirik penelitian ini ternyata tidak dapat membuktikan hipotesis penelitian, kesimpulannya adalah kemampuan pelaku pemberdayaan secara langsung belum mampu meningkatkan keberdayaan masyarakat. Hal ini karena kemampuan pelaku pemberdayaan yang meliputi tingkat pengetahuan dan ketrampilannya masih tergolong rendah sampai sedang. Namun jika di mediasi dengan proses pemberdayaan dalam hal kesempatan untuk dapat mengidentifikasi masalah dan merencanakan program memungkinkan dapat memperbaiki kemandiriannya. Tingkat pengetahuan yang tergolong rendah ini belum dapat memanfaatkan usaha untuk masa depan. Untuk itu perlu diperbaiki tingkat pengetahuannya sehingga dapat mengambil keputusan untuk meningkatkan usahanya. Pengetahuaan yang dimiliki masyarakat sebatas informasi tentang kegiatan yang bersifat internal tentang usaha pertanian yang ada di daerah hutan mereka. sehingga pengembangan usaha baru yang dapat dikembangkan di luar desanya belum meningkat. Selain itu pengetahuan yang hanya sebatas teknikal dan belum melibatkan semua masyarakat di wilayah desa ini tidak dilakukan penambanhan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) secara rutin. Usaha yang ada di kebanyakan masyarakat baru sebatas mengambil hasil dari area hutan dan pertanian sekitar desanya. Begitu juga pelaku pemberdayaan dalam hal ini tokoh tokoh masyarakat yang ada di

(32)

desa masih jarang melakukan usaha baru yang dapt memberikan tambahan pendapatannya. Kemampuan pelaku pemberdayaan sebagai penggerak keberdayaan masyarakat masih belum mampu memberi contoh sebagai pelopor membuka usaha baru untuk masa depan, sehingga belum dapat meningkatkan motivasi masyarakat dalam meningkatkan keberdayaannya.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Temuan penelitian ini dapat membantu menjelaskan permasalahan berdasarkan gap yang ada, bahwa masih sedikit penelitian yang membahas tentang anteseden dari proses pemberdayaan. Penelitian ini memberikan solusi yang lebih baik karena dapat menambah penjelasan bahwa proses pemberdayaan masyarakat dapat didukung dari modal fisik dan dan pengembangan modal manusia.

Penelitian ini dapat menghasilkan ”dua pola jalur” untuk memberikan solusi yang lebih baik tentang permasalahan bagaimana meningkatkan keberdayaan masyarakat, yaitu sebagai berikut: Cara pertama, adalah ”pola jalur langsung” yang dapat dilalui untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat melalui proses pemberdayaan karena adanya peran ”pelaku pemberdayaan” secara langsung. Sementara cara kedua, adalah pola jalur bertahap yang dapat dilalui untuk meningkatkan keberdayaan masyarakat. dapat dicapai melalui proses pemberdayaan karena adanya peran ”modal manusia dan modal fisik”.

Pengembangan modal fisik akan menstimulasi pengembangan modal manusia yang akan mendukung proses pemberdayaan yang pada akhirnya akan meningkatkan keberdayaan masyarakat .

Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian ini membawa implikasi bahwa

resource based view sebagaimana dikemukakan oleh Barney (2002 ) dapat mendasari hubungan antara ”pelaku pemberdayaan ke proses pemberdayaan” dan hubungan ” modal manusia ke proses pemberdayaan”. Kontribusi yang besar dari resource based view dapat dibuktikan pada besarnya nilai pengaruh langsung dari kemampuan pelaku

(33)

pemberdayaan dalam memainkan peranannya untuk mensukseskan keberhasilan pemberdayaan yaitu 0.506. Selain itu, peranan dari modal manusia pada masyarakat desa Sumber Rahayu juga dapat membawa sumber daya yang berkualitas menuju peningkatan pemberdayaan yaitu 0.295. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan kualitas manusia berkontribusi besar dalam melakukan orientasi stratejik yang berbasis sumber daya.

Keterbatasan Penelitian Dan Agenda Penelitian yang Akan Datang

Penelitian in sudah mengembangkan model teoritikal dasar pemberdayaan, namun hanya dapat menguji hubungan terbaik antar variabel, yang lebih bersifat prediksi. Penelitian yang akan datang sebaiknya melakukan analisis dengan menggunakan AMOS atau LISREL, yang diharapkan dapat memperbaiki penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Agusty Tae Ferdinan. 2002. Structural Equation Modelling dalam Penelitian Manajemen Jurnal, vol 24, 433-60

Barney, J. B. 1986. ‘Strategic factor markets’: Expectations, luck, and business strategy. Management Science, 32, 10, 1231-41.

_____________, 1991, Firm resources and sustained competitive advantage”. Journal of management _____________, 2001, Gaining and Sustaining Competitive Advantage.2nd Ed. Prentice Hall

Bharadwaj, S. G., Varadarajan, P. R., & Fahy, J. 1993. “Sustainable Competitive Advantage in Service Industries : A Conceptual Model and Research Propositions”. Journal of Marketing

_______________, 1997. ”Sustainable Competitive Advantage in Service Industries: A Conceptual Model and Research Proportions. Journal of Marketing, Vol. 57, 83-99

Black, JA & Boal, K. 1994. Strategic recources : Traits, configuration and paths to Sustainabel Competitive advantage. Strategi Management Journal,. 15.

(34)

131-148

Ghozali, I. 2006. Structural Equation Modelling , Metode alternatif Dengan Partial Least Square PLS, Badan Penerbit Undip. Indonesia

Hikmat, H. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Humaniora: Bandung.

Huseini, M. 1999. Mencermati Misteri Globalisasi: Menata Ulang Strategi Pemasaran Internasional Indonesia Melalui Pendekatan Resource-Based. Depok: Fisip Universitas Indonesia.

Jamasy, O. 2004. Keadilan, Pemberdayaan, & Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta Selatan: Blantika.

Kartasasmita, G. 1996. Power and Empowermant: Sebuah Telaah Mengenal Konsep Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Mahoney, J. T. 1995. ‘The management of resources and the resources of management’. Journal of Business Research, 33, 91-02.

Makadok, R. 2001.’ Toward a Synthesis of The Resources-Based and Dynamic-Capability Viewes of Rent Creation’, Strategic Managemnt Journal,22, 387-401.

Priyono, O.S. & A.M.W. Pranarka, 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan

Implementasi. Jakarta: Center for Strategic and International Studies

(CSIS).

Schumpeter, Ja. 1934. the Theory of Economic Developtment, Harvard university Press. Bsoton, MA.

Simon, H. 1993. Hutan Jati dan Kemakmuran. Problematika dan Strategi Pemecahannya. Yogyakarta: Aditya Media.

Slamet, M. 2003. Pemberdayaan Masyarakat. Dalam Membetuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Disunting oleh Ida Yustina dan Adjat Sudradjat. Bogor: IPB Press.

Suharto, E. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat: Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: Rafika Aditama.

Suharto, E. & Yuliani. 2005. “Analisis Jaringan Sosial: Menerapkan Metode Asesmen Cepat dan Partisipatif (MACPA) Pada Lembaga Sosial Lokal di Subang, Jawa Barat”. (Article on-line). Didapat dari http://www.

(35)

Sulistiyani, A.T. 2004. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta: Gaya Media. Sumardjo. 1999. ”Transformasi Model Penyuluhan Pertanian Menuju Pengembangan Kemandirian Petani: Kasus di Propinsi Jawa Barat”. Disertasi Doktor. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sumodiningrat, G. 2000. Visi dan Misi Pembangunan Pertanian Berbasis Pemberdayaan.

Yogyakarta: IDEA.

Syabra, R. 2003. ”Modal Sosial: Konsep dan aplikasi”. Jurnal Masyarakat dan Budaya. Vol.V. N0.1:1-5.

Tjokrowinoto, M. 2001. Pembangunan Dilema dan Tantangan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gambar

Gambar Model   Konseptual Pertama
Gambar  Model   Konseptual  Kedua
Tabel 3 Composite Reliability
Tabel 4 Nilai R- Square Variabel R-square Modal Fisik  Modal Manusia  0.089 Modal Sosial 0.444 Kemampuan Pelaku  Pemberdayaan Proses Pemberdayaan 0.610 Keberdayaan Masyarakat  0.424

Referensi

Dokumen terkait

Fase 2 dan Fase 3 (+ 40 menit) guru menyampaikan informasi tentang pengaruh cuaca terhadap masyarakat dan Guru menyiapkan siswa untuk membaca materi yang

Perancis juga dijadikan sasara penyerangan oleh jaringan terorisme internasional di sekitar wilayah Timur Tengah pada tahun 1980-an oleh kelompok GIA ( Groupe

Berdasarkan dari “Penguna Line di Indonesia Duduki Peringkat 2 Terbanyak di Dunia” (2014, Para 1 dan 2), pada tanggal 12 September 2014 lalu, telah terjadi peningkatan pengguna

Berdasarkan hasil uji hipotesis terlihat bahwa variabel independen yang berpengaruh paling besar terhadap kebijakan hutang berturut-turut adalah: ROA dengan koefisien beta

Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, dapat disimpulkan bahwa daya ledak otot lengan merupakan kemampuan otot lengan untuk menampilkan kekuatan maksimum dan kecepatan

Berdasarkan uraian dari berbagai teori dan hasil-hasil penelitian yang mendukung penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada interaksi antara model

www.ugm.ac.id Locally Rooted, Globally Respected.. A SURVEILANCE MODEL IN

The state of the art of text analysis goes well beyond removing superficial differ- ences between terms to address more complex issues like language-specific parsing, part-of-speech