• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Keamanan Nasional Perancis Ter

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Kebijakan Keamanan Nasional Perancis Ter"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Adhe Nuansa Wibisono

Kajian Terorisme FISIP UI NPM : 1206299023

Kebijakan Keamanan Nasional Terhadap Terorisme :

Perancis

Paper Akhir_Kebijakan Keamanan Nasional Terhadap Terorisme

Latar Belakang

Perancis adalah sebuah negara yang memiliki jumlah penduduk sekitar 62 juta jiwa. Secara latar belakang keagamaan agama Katolik adalah agama mayoritas dengan jumlah penganut sebesar 64 persen atau 40 juta jiwa, Kemudian agama Islam menjadi minoritas terbesar di Perancis dengan perkiraan jumlah muslim sebesar 5 juta jiwa atau sekitar 8 – 9 persen dari jumlah penduduk Perancis. Keberadaan jumlah muslim ini cukup besar jika dibandingkan dengan minoritas lainnya yaitu penganut Kristen Protestan sekitar 800 ribu jiwa, Yahudi sekitar 600 ribu jiwa, dan Buddha sekitar 150 ribu hingga 500 ribu jiwa. 1 Populasi muslim di

Perancis sebagian besar berasal dari para imigran negara-negara Afrika Utara seperti Aljazair, Maroko dan Tunisia. Para imigran ini kemudian pindah, menetap dan mendapatkan kewarganegaraan Perancis. Keberadaan para imigran ini kemudian memberikan dampak bagi permasalahan tingkat pengangguran dan kemiskinan yang semakin meningkat, selain itu imigran muslim juga memberikan pengaruh pada budaya-budaya sekularisme yang telah diterapkan pada ruang publik dan keagamaan di Perancis. Kebijakan pelarangan penggunaan simbol-simbol keagamaan termasuk hijab di sekolah-sekolah Perancis kemudian memicu respon keras dari kalangan imigran muslim.2

Sejak pertengahan tahun 1970-an, Perancis telah menjadi sasaran dari serangan terorisme, baik di dalam maupun di luar negeri. Diantara negara-negara Eropa lainnya, Perancis adalah salah satu negara yang menjadi sasaran bagi terorisme internasional. Diantara tahun 1986-1996 terdapat 23 serangan

1The Steady Integration of France’s Most Recent and Largest Minority”, dalam “Muslim In France”, hal 15

2 BBC News Online, “Muslims in Europe: Country Guide”, http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/4385768.stm , diakses

(2)

pengeboman melanda Perancis yang dilakukan oleh kelompok Islam radikal. Kemudian terdapat juga rencana penyerangan dan pengeboman yang bisa digagalkan, terhitung tiga serangan dapat digagalkan yaitu rencana penyerangan Stade de France (1998), rencana penyerangan perayaan Natal di Strasbourg (2000) dan rencana penyerangan kedutaan besar Amerika Serikat di Paris (2001).3

Perancis juga dijadikan sasara penyerangan oleh jaringan terorisme internasional di sekitar wilayah Timur Tengah pada tahun 1980-an oleh kelompok GIA (Groupe Islamique Armee) di Aljazair, kemudian setelah peristiwa 9/11 di Amerika Serikat, kelompok-kelompok radikal baru yang berafiliasi kepada Al Qaeda bermunculan ditandai dengan adanya beberapa insiden seperti penyerangan terhadap bus milik Angkatan Laut Perancis di Karachi, dan operasi militer terhadap kapal induk Limbourg di perairan Aden pada tahun 2002. Selain itu juga terjadi pembunuhan dan penculikan terhadap warganegara Perancis di beberapa negara Timur Tengah seperti Arab Saudi, Mauritania, Mali, Aljazair, Afghanistan di sepanjang tahun 2007, 2008 dan 2009.4

Di Perancis kelompok Islam radikal memiliki akar yang bersifat eksternal yaitu jaringan ekstremis Aljazair, GIA (Groupe Islamique Armee). GIA kemudian menyebar ke Perancis dipengaruhi juga oleh diaspora imigran-imigran asal Aljazair yang kemudian datang dan menetap di Perancis. Terdapat sekitar 1,5 juta orang keturunan Aljazair, 700 ribu orang keturunan Maroko, dan sekitar 350 ribu orang keturunan Tunisia yang bermigrasi dan menetap di Perancis, dan sebagian kecil dari basis populasi ini kemudian terlibat aktif dalam jaringan GIA. Kelompok radikal kemudian memperkuat jaringannya dengan cara melakukan rekrutmen terhadap anak-anak muda di kalangan miskin pinggiran perkotaan. Selain masalah kemiskinan masalah diskriminasi dan rasialisme juga berpengaruh terhadap meningkatnya radikalisme di kalangan muda imigran di Perancis.5

3Overview Of The French Anti-Terrorism Strategy”, dalam “General Overview Of The French Anti-Terrorism Strategies : NCTB Project”, hal 1

4 France Diplomatie, “Fight Against Terrorism”, http://www.diplomatie.gouv.fr/en/global-issues/defence-security/terrorism/ , diakses pada 27 Desember 2012

5 Farhad Khosrokhavar, “Terrorism in Europe and the Middle East”, Centre for Studies in Islamism and Radicalisation

(3)

Perancis kemudian melihat bahwa ancaman terorisme didorong oleh maraknya radikalisasi agama. Selain itu, bertumbuhnya ancaman terorisme di negara-negara tetangga seperti Jerman, membuat Perancis melihat pentingnya sebuah tindakan pencegahan bagi tumbuhnya terorisme di Perancis, terutama dengan kenyataan sekularisme dan perlawanan dari komunitas muslim di Perancis. Dalam makalah ini akan membahas mengenai strategi pemerintah Perancis dalam menghadapi terorisme. Strategi yang akan dibahas lebih kepada bagaimana kebijakan yang dirumuskan oleh pemerintah Perancis untuk menanggulangi penyebaran ideologi radikalisme dan aksi terorisme di Perancis?

Kerangka Konsep

Pendekatan Penegakan Hukum, Pendekatan Militer dan Indirect Strategy

Dalam penanggulangan permasalahan terorisme terdapat beberapa pendekatan yang digunakan dalam merumuskan kebijakannya. Pendekatan penegakan hukum, militer dan indirect strategy adalah tiga pendekatan yang akan digunakan oleh penulis untuk mengidentifikasi kebijakan terorisme yang ada di Singapura. Pada dasarnya ketiga pendekatan ini tidak bergerak sendiri-sendiri namun harus saling berjalan seirama antara satu dengan yang lain. Terdapat keterbatasan yang dimiliki oleh masing-masing pendekatan ini, sehingga perlunya perumusan kebijakan yang dapat mengatur semua instrumen yang ada sehingga dapat menghasilkan kebijakan penanggulangan teror yang komprehensif.

Pendekatan penegakan hukum lebih mengarah kepada keterlibatan kepolisian dalam penanggulangan terorisme. Menurut Bayley dan Weisburd membedakan aktivitas kepolisian menjadi high policing dan low policing.6 High

policing mengacu pada tujuan pencegahan aksi pelanggaran hukum dengan mengunakan taktik intelejen, penyamaran, dan pencegahan aksi.7 Sedangkan low

policing merupakan tindakan pencegahan aksi pelanggaran hukum dengan

6 “Strategi dan Kebijakan Kontra Terorisme: Penegakan Hukum “, Modul Pengajaran Mata Kuliah Terorisme Di

Indonesia, Program Magister Terorisme Dalam Keamanan Internasional, Departemen Hubungan Internasional, FISIP UI 2011, hal 64

(4)

menggunakan patroli dan penangkalan (detterence) dengan melakukan sosialisasi konsekuensi dari pelanggaran hukum.8

Terdapat beberapa komponen utama dalam high policing yang menjadi fokus dari kepolisian. Pertama, peningkatan kualitas intelejen yang harus terus dikembangkan hingga menyebabkan peningkatan penggagalan aksi/plot terorisme.9

Kedua, analisa atas resiko sosial politik, dan estimasi korban juga harus menjadi faktor kunci dalam setiap pengambilan keputusan.10 Ketiga, peningkatan

pengawasan atas target teror, perlindungan tokoh serta infrastruktur penting, serta mobilisasi komunitas untuk pencegahan aksi teror untuk meminimalisir korban jiwa dan penggunaan kekerasan. Keempat, pertolongan saat kejadian dan pengendalian saat aksi terorisme terjadi.11

Militer adalah instrumen kekerasan milik negara yang diberi otoritas untuk menggunakan senjata dalam mempertahankan negara dari serangan militer negara lain, dan juga untuk tugas lain seperti mengatasi bencana dan penanggulangan terorisme.12 Sedangkan kepolisian pada umumnya didefinisikan sebagai institusi

penegakan hukum yang melindungi masyarakat didalamnya serta menciptakan ketertiban umum namun juga dipersenjatai dalam rangka penegakan hukum.

Secara teoritis dalam konsep bantuan militer kepada kekuasaan sipil (military aid to the civil power-MACP), militer dapat berperan dalam kontra-terorisme dengan cara mendukung kekuatan kepolisian dan otoritas sipil. Tentunya sesuai dengan karakternya, model militer memandang peperangan dengan kelompok teroris sebagai perang asimetris, namun tentunya dengan identifikasi musuh, garis depan (frontline) dan medan pertempuran (battlefield) yang jelas untuk mencapai kemenangan mutlak. Pada umumnya kemampuan satuan penanggulangan teror militer lebih tinggi daripada kepolisian, tapi secara hukum kepolisian lebih

8 Ibid 9 Ibid hal 65 10 Ibid hal 66 11 ibid

12 “Strategi danKebijakan Kontra Terorisme: Pendekatan Militer“, dalam Modul Pengajaran Mata Kuliah Terorisme Di

(5)

berwenang.13 Dalam penggunaan pendekatan militer cara-cara yang digunakan

akan cenderung menggunakan hard power karena pada prinsipnya pendekatan militer akan melihat permasalahan terorisme dalam konteks perang.

Dalam penaggulangan terorisme penggunaan senjata atau hard power saja tidaklah cukup untuk mengatasi permasalahan akar terorisme yang berakar pada kondisi depriviasi dan ideologi radikal. Ideologi bahkan sering disebut sebagai

center of gravity atau kekuatan penggerak utama terorisme. Oleh karena itu strategi pendekatan lunak (soft approach) juga perlu digunakan dalam strategi penanggulangan terorisme. Dalam pendekatan lunak terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk penanganan masalah terorisme diantaranya adalah deradikalisasi, disenggangement, dan kontra-radikalisasi atau yang sering juga disebut dengan kontra-ideologi.14

Aksi Terorisme di Perancis

Pada awal tahun 1990-an, kelompok radikal Aljazair, GIA (Groupe Islamique

Armee) mulai mengumpulkan pendanaan dan melakukan rekrutmen sukarelawan

untuk mengembalikan pemerintahan Islamis yang dikudeta oleh militer. Pemerintahan junta militer Aljazair meminta dukungan Perancis untuk memotong aliran dana dan logistik GIA yang berasal dari Perancis, sebaga dampaknya adalah GIA melakukan aksi pembalasan kepada Perancis. Rangkaian pengeboman kemudian dilakukan oleh kelompok ini dalam rentang tahun 1995 – 1996. Serangan ini membunuh 8 orang dan menyebabkan 150 orang lainnya luka-luka. Kemudian menjelang penyelenggaraan Piala Dunia 1998, pemerintah Perancis berhasil menggagalkan rencana pengeboman yang telah direncanakan oleh GIA, sekitar 100 orang anggota GIA ditangkap pasca kejadian tersebut. Sebagai dampaknya pada 11 Juni 1999, GIA mengumumkan jihad dalam wilayah Perancis.15

Pada 25 Juli 1995, terjadi peledakan di stasiun Saint-Michael, line B dari jaringan kereta regional Perancis, dalam insiden ini sekitar 8 orang meninggal dunia

13 ibid

14 “Strategi dan Kebijakan Kontraterorisme: Inderect Strategy & Soft Approach “, dalam Modul Pengajaran Mata

Kuliah Terorisme Di Indonesia, Program Magister Terorisme Dalam Keamanan Internasional, Departemen Hubungan Internasional, FISIP UI 2011., Hal hal 73

15 Kimberley L. Thachuk, Marion E. Bowman, and Courtney Richardson , “Homegrown Terrorism : The Threat Within”,

(6)

dan 80 orang lainnya mengalami luka-luka. Pada 17 Agustus 1995 terjadi pengeboman di Arc de Triomphe yang menyebabkan sekitar 17 orang terluka. Pada 26 Agustus 1995 ditemukan sebuah rangkaian bom di lintasan kereta api di daerah Lyon. Pada 3 September 1995 telah terjadi peledakan di alun-alun kota Paris yang melukai 4 orang. Pada 7 September sebuah bom mobil meledak di lingkungan sekolah komunitas Yahudi di Lyon yang melukai 14 orang. Kemudian diketahui pimpinan dari aksi pengeboman ini adalah Khaled Kelkal, yang teridentifikasi melalui sidik jari, kemudian Kelkal terbunuh dalam operasi penangkapan yang dilakukan oleh unit kepolisian Perancis EPIGN pada 29 September 1995. Pada 6 Oktober 1995 terjadi peledakan kembali di stasiun Maison Blanche di Paris Metro yang melukai 13 orang. Pada 17 Oktober 1995 kembali lagi terjadi peledakan yang berlokasi diantara stasiun Musee d’Orsay, Saint Michael dan Notre Dame dari line C jaringan kereta regional Perancis yang melukai 29 orang.

Insiden lainnya adalah peristiwa perencanaan pengeboman pada pasar festival Natal di Strasbourg, Perancis. Insiden ini dilakukan oleh empat orang keturunan Aljazair yang merencanakan pengeboman di sekitar pasar dan pemukiman padat tidak jauh dari katedral Strasbourg pada malam tahun baru 2000. Para pelaku akhirnya berhasil ditangkap dan kemudian didakwa di pengadilan Jerman atas tuduhan rencana pengeboman dan kepemilikan senjata api. Diduga keempat pelaku ini berasal dari gerakan Mojahedin Afrika Utara yang memiliki keterkaitan dengan Al Qaeda.16 Insiden lain yang cukup menarik perhatian adalah

terungkapnya aksi perencanaan serangan bom bunuh diri yang dilakukan enam orang keturunan Aljazair kepada kedutaan besar Amerika Serikat di Paris pada tahun 2001, seminggu sebelum adanya serangan 9/11 di Amerika Serikat. Djamel Beghal yang dianggap sebagai pimpinan serangan mendapat hukuman maksimum selama 10 tahun penjara, kemudian Kamel Daoudi, insinyur dan ahli informatika yang berperan sebagai operator komunikasi kelompok mendapat hukuman 9 tahun penjara. Sedangkan empat orang lainnya mendapatkan hukuman penjara antara 1 sampai 6 tahun.17

16 The Guardian Online, Four Convicted of Strasbourg Bomb Plot ”,

http://www.guardian.co.uk/world/2003/mar/10/germany.france , diakses pada 27 Desember 2012

(7)

Aksi terorisme paling baru yang terjadi di Perancis adalah insiden penembakan Toulouse yang dilakukan oleh pemuda keturunan Aljazair berusia 23 tahun yang diklaim sebagai anggota Al Qadea bernama Mohammed Merah. Insiden ini kemudian menewaskan tujuh orang pada tiga insiden berbeda. Korban pertamanya adalah tentara Perancis yang ditembak pada 11 Maret 2012 di Toulouse. Merah kemudian menargetkan tiga orang tentara Perancis lainnya di luar barak militer di Montauban pada 15 Maret 2012, menewaskan dua orang diantaranya dan melukai satu orang lainnya. Terakhir, pada 19 Maret 2012, Mohammed Merah menyerang sekolah Yahudi “Ozar Hatorah” di wilayah pinggiran kota Toulouse, pada serangan terakhirnya ini menewaskan tiga orang anak-anak yang berusia 3, 6 dan 8 tahun, selain itu juga menewaskan rabbi pengajar sekolah Yahudi tersebut.18

Kebijakan Kontraterorisme di Perancis

Respon Perancis atas aksi terorisme tidaklah direspon dengan pendekatan militer seperti yang dilakukan seperti ketika menghadapi perang dengan Aljazair dimana Perancis menerapkan darurat militer dalam skala besar. Respon yang diberikan Perancis terhadap aksi terorisme adalah melalui tindakan penegakan hukum. Tata perundangan terhadap aksi terorisme yang merupakan cabang dari hukum kriminal , kemudian memperkenalkan mekanisme perundangan baru yang berbeda dengan prosedur kriminal pada umumnya, sebagai contohnya bisa dilihat dari lamanya penahanan dan komposisi pengadilan.19

Otoritas Untuk Memberhentikan, Mencari dan Menanyakan Individu di Perbatasan

Aparat penegak hukum diizinkan untuk melakukan pemeriksaan atas identitas administrasif pada setiap individu dalam area pelabuhan, bandara, stasiun kereta api dan stasiun bus yang melayani tujuan internasional, untuk memastikan bahwa setiap orang membawa dokumen yang dibutuhkan. Ketika pemeriksaan identitas dilakukan di dalam kereta internasional, pemerikasaan itu dapat dilakukan sampai stasiun kereta api pertama di dalam wilayah Prancis (Pasal 78-2, CPP).20

18 Raphaelle Camilleri, “Impact Of Counter-Terrorism On Communities: France Background Report”, Institute For

Strategy Dialogue, hal 3

19 Olivier Dutheillet De Lamothe, “French Legislation Against Terrorism : Constitutional Issues”, 2006, hal 2

20 Raphaelle Camilleri, “Impact Of Counter-Terrorism On Communities: France Background Report”, Institute For

(8)

Otoritas Untuk Menahan Seseorang Dalam Tindak Terorisme

Tidak seperti penjahat biasa, yang dapat ditahan di tahanan polisi sebelum dikenakan hingga 48 jam (garde à vue), tersangka teroris dapat ditahan di tahanan polisi tanpa biaya sampai enam hari. Pada contoh pertama, jika penyelidikan menuntut hal itu, 48 jam dapat diperpanjang dua kali dengan jangka waktu 24 jam (atau satu kali 48 jam). Untuk mendapatkan ekstensi ini, permintaan tertulis harus disampaikan kepada hakim investigasi, dan bukti harus disediakan untuk mendukung permintaan. Sebelum dimulainya perpanjangan 24 jam pertama, tersangka harus menjalani pemeriksaan medis sehingga untuk membuktikan bahwa dia fit untuk berdiri penahanan lebih lanjut (Pasal 706-88, CPP). Undang-undang baru memperpanjang periode garde à vue untuk sampai 6 hari ketika ada bahaya nyata dan terbukti bahwa aksi terorisme akan segera dilakukan.21

Selain itu, tidak seperti penjahat umum yang diizinkan untuk memiliki akses ke pengacara dari awal masa penahanan mereka (Pasal 63-4, CPP), dalam kasus tersangka teroris, akses ke pengacara dapat ditunda untuk jangka waktu hingga 48 jam, jika perlu untuk mengumpulkan atau menyimpan bukti yang memberatkan, atau untuk menjamin keselamatan publik. Hal ini dapat diperpanjang untuk sampai dengan 72 jam untuk pelanggaran yang lebih serius (Pasal 706-88, CPP). Setelah diisi, tersangka dapat ditahan di tahanan pra-pengadilan hingga empat tahun (dua atau tiga tahun tanpa pengadilan non-teroris kasus, tergantung pada beratnya pelanggaran) (Pasal 145-2, CPP). Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa telah mengutuk Perancis untuk periode-periode waktu yang panjang dalam kedua kasus. Sebagai contoh, Prancis dikutuk pada tanggal 26 Januari 2012 untuk menahan anggota kelompok Basque ETA teroris, diduga mempersiapkan untuk melakukan tindakan teroris, dalam penahanan pra-sidang untuk jangka waktu sampai lima tahun.22

Otoritas Untuk Mendeportasi Individu Dalam Tindak Terorisme

21 Raphaelle Camilleri, “Impact Of Counter-Terrorism On Communities: France Background Report”, Institute For

Strategy Dialogue, hal 23

22 Raphaelle Camilleri, “Impact Of Counter-Terrorism On Communities: France Background Report”, Institute For

(9)

Hukum Perancis memberikan ukuran tertentu perlindungan terhadap imigran dan pencari suaka yang menunggu keputusan otoritas imigrasi tentang status mereka. Namun, menurut dua hukum yang disahkan pada tahun 2003, ketentuan yang biasa terkandung dalam hukum imigrasi tidak lagi berlaku jika “ada persepsi bahwa kehadiran seseorang di wilayah Prancis merupakan ancaman serius bagi ketertiban umum, keselamatan umum, atau keamanan nasional” (dalam kasus pencari suaka). Demikian pula, sedangkan imigran yang telah hidup dalam wilayah Prancis untuk jangka waktu yang panjang, atau dapat menunjukkan kewarganegaraan Perancis, tidak bisa diusir, mereka yang diduga “perilaku rentan membahayakan kepentingan mendasar bangsa, terkait dengan kegiatan teroris, atau dicurigai melakukan diskriminasi, kebencian atau kekerasan atas dasar asal etnis atau agama” dapat dideportasi.

Kedua undang-undang ini membuat pemerintah ebih mudah untuk mendeportasi orang-orang yang perilakunya dianggap “mengancam ketertiban umum”. Kebijakan ini diterapkan oleh Presiden Prancis Nicolas Sarkozy setelah kasus penembakan yang dilakukan oleh Mohammed Merah di Toulouse dan Montauban, ketika Perancis mengambil langkah-langkah untuk mengusir lima Islamis radikal. Selain itu, sesuai dengan Pasal 25 dari Kode Sipil (KUH Perdata, selanjutnya disebut CC), orang yang - baik sebelum memperoleh kewarganegaraan Perancis, atau dalam 15 tahun memperoleh kewarganegaraan Perancis - yang didakwa dengan pelanggaran teroris atau pelanggaran apapun penargetan 'kepentingan fundamental bangsa dapat dilucuti kewarganegaraan mereka (Pasal 25, CC).

Pada Sisi Represif23

 Penahanan terduga teroris tanpa proses mereka selama enam hari, bukan

empat hari.

 Ini ditujukan untuk pengeboman yang bertujuan membunuh, merupakan

keadaan yang memberatkan terdakwa (penciptaan memberatkan pidana tertentu)

(10)

 Hukuman untuk kasus-kasus teroris : 30 tahun untuk kepala perencana aksi

terorisme, dan 20 tahun jika hanya membantu dalam sebuah jaringan terorisme.

 Menteri Ekonomi akan meluncurkan prosedur cepat untuk membekukan aset,

sampai 6 bulan;

 Sentralisasi di Paris yurisdiksi pelaksanaan kalimat

 Pasal naturalisasi dan hilangnya kewarganegaraan: warga negara asing akan

harus menunggu selama 2 tahun untuk terlibat prosedur naturalisasi. Seorang terpidana naturalisasi bisa kehilangan kewarganegaraan Perancis selama tahun-tahun ke-15 setelah naturalisasi nya (10 tahun sebelumnya).

 Bagian anti-terorisme dari kantor Negara Konsulat Paris akan menghitung 8

hakim pada tahun 2006 (seorang hakim investigasi 7 tiba pada bulan September 2005).

Pada Sisi Preventif24

 Pengaturan pemerintah pada umumnya, dan pengaturan individu bepergian

ke negara-negara berisiko (yaitu Irak, Pakistan, Suriah, Iran) pada khususnya. Pesawat terbang, kereta api dan pengiriman perusahaan harus memberikan data pribadi (nama, alamat, telepon, tanggal lahir dan profesi) kepada Negara. Mobil akan secara otomatis mengawasi (fotografi pelat pendaftaran dan penumpang) dan file ini akan dikaitkan dengan mobil curian. Pemeriksaan identitas akan lebih meningkat di kereta api antar negara.

 Cyber kafe, internet dan penyedia telekomunikasi pada umumnya diperlukan

untuk menjaga selama satu tahun semua sambungan data mereka dan untuk memberikan informasi terkait kepada pihak berwenang yang berhak, tuntutan harus dibenarkan dan terpusat oleh kepribadian, di bawah Komisi Nasional untuk Penaggulangan dan Keamanan (Komisi nationale des interceptions de sécurité);

 Ekspansi utama dari video surveillance: badan hukum akan diizinkan untuk

film sekitar bangunan mereka, di jalan raya umum, dan berhak peneliti untuk melihat gambar ini. Dalam keadaan darurat, Pengawas mungkin menyiapkan video surveillance selama empat bulan, tanpa melalui komisi yang diketuai

(11)

oleh seorang hakim. Pengawas akan dapat memaksakan perusahaan atau lembaga yang akan diberikan bahan videosurveillance di tempat-tempat berisiko (lokasi industri atau nuklir, stasiun kereta api).

 Anti-teroris penyidik, pelayanan kepolisian, akan mendapatkan akses lebih

mudah untuk berbagai file (pendaftaran, paspor, izin tinggal) dan untuk informasi yang spesifik seperti kereta, pesawat atau data kapal penumpang atau terkait dengan jaringan internet.

Pembentukan Unit Anti Teror

Pada Kementerian Dalam Negeri, sebagian besar layanan khusus bertanggung jawab untuk tindakan melawan terorisme yang melekat pada Direktorat Kepolisian Nasional (Direction générale de la polisi nationale - DGPN). Serta melakuka peran tradisional kontraspionase, Direktorat Wilayah Nasional Surveillance (Direction de la surveilans du territoire - DST) secara langsung membantu untuk mencegah dan menghukum kegiatan teroris, menggunakan kekuatan hukum dan administrasi polisi untuk tujuan itu. Direktorat Pusat Informasi (Direction centrale des renseignements généraux - DCRG) terus menonton pada kelompok yang dianggap radikal dan berpotensi melakukan aksi terorisme. Kepolisian Pusat Direktorat (Arah centrale de la polisi judiciaire - DCPJ) melakukan investigasi berbagai via Nasional Divisi AntiTeroris (Divisi nationale antiterroriste -DNAT). Dalam bidang kejahatan keuangan, salah satu kantor pusat khusus mengelolanya.25

Unit Koordinasi AntiTerorisme (Unité de koordinasi de la Lutte antiterroriste -UCLAT) memusatkan informasi yang diberikan oleh berbagai layanan jawab kepada Departemen Dalam Negeri, Departemen Pertahanan, dan Departemen Ekonomi, Keuangan dan Industri. Hal ini juga pertukaran informasi secara teratur dengan otoritas yudisial. RAID polisi (Penelitian, Bantuan, Intervensi dan penasihatan jangan) unit selalu tersedia untuk membantu DGPN dalam keadaan darurat. Polisi perbatasan (Polisi aux Frontieres - PAF) kedatangan tersangka monitor dan keberangkatan. Polisi Paris memiliki spesialisasi unit polisi administratif dan peradilan. The Gendarmerie Nasional, yang bertanggung jawab kepada Menteri

25Committee Of Experts On Terrorism (Codexter) Profiles On Counter-Terrorist Capacity France”, Council Of Europe,

(12)

Dalam Negeri, memberikan kontribusi untuk tindakan terhadap terorisme melalui cakupan luas wilayah domestik nasional dan kemampuannya untuk memobilisasi layanan peradilan berbagai, yang dikoordinasi oleh Kantor Anti-Teroris di Umum Direktorat.26

Dalam Departemen Pertahanan, Direktorat Jenderal Keamanan Eksternal (Direction générale de la sécurité extérieure - DGSE) memainkan peran penting dengan menyediakan informasi yang dikumpulkan di luar Perancis. Direktorat Intelijen Militer (Arah du renseignement militaire - DRM) memiliki fasilitas untuk deteksi (termasuk pengawasan satelit) dan analisis. Berdasarkan kekuatan militer, terutama dalam hubungannya dengan operasi eksternal, Gendarmerie Nasional juga memainkan peran penting. Selain itu, Keamanan dan Action Group (GSIGN) secara permanen siap untuk bergerak melawan teroris. Akhirnya, Direktorat Pertahanan, Perlindungan dan Keamanan (Arah de la perlindungan et de la sécurité de la défense - DPSD) melindungi pertahanan-sektor personil dan tempat dalam arti luas (negara dan industri) melawan terorisme.27

Beberapa departemen di Kementerian Ekonomi, Keuangan dan Industri juga terlibat dalam memerangi terorisme. Direktorat Nasional Informasi Kepabeanan dan Investigasi (Arah nationale du renseignement et des enquêtes douanières - DNRED) mengumpulkan, menganalisis dan beredar informasi pada pendanaan terorisme. The TRACFIN (Traitement du renseignement et tindakan contre les sirkuit pemodal clandestins) unitprocesses data pada sirkuit keuangan melanggar hukum dan mengambil tindakan terhadap mereka. Ini mengumpulkan data, membandingkan mereka dengan data dari departemen lain, dan melewati temuannya ke pengadilan. Unit FINATER (didirikan pada bulan Oktober 2001 untuk merancang dan menerapkan pedoman menteri pada tindakan untuk mengekang pendanaan terorisme) yang terlibat, antara lain, dalam pembekuan aset teroris.28

26Committee Of Experts On Terrorism (Codexter) Profiles On Counter-Terrorist Capacity France”, Council Of Europe,

June 2006, hal 4

27Committee Of Experts On Terrorism (Codexter) Profiles On Counter-Terrorist Capacity France”, Council Of Europe,

June 2006, hal 4

28Committee Of Experts On Terrorism (Codexter) Profiles On Counter-Terrorist Capacity France”, Council Of Europe,

(13)

Spesialisasi departemen informasi dan polisi 29:

 Mengembangkan DGSE (Direction générale de la sécurité extérieure atau

eksternal keamanan ditjen) staf counter terorisme departemen dan sumber daya.

 Menciptakan, melalui keputusan tanggal 27 Juni 2008, para DCRI (Arah

Centrale du Renseignement Intérieur atau interior intelijen pusat direktorat) dengan penggabungan DST (Direction de la Surveillance du Territoire atau nasional surveilans departemen) dan DCRG (Arah Centrale des Renseignements Généraux atau umum intelijen pusat direktorat) yang memerangi terorisme adalah salah satu dari empat prioritas utama.

 Koordinasi antara polisi dan gendarmerie nasional, dengan kedua memiliki

brigade terorisme sendiri counter (BLAT) disediakan oleh unit koordinasi kontra terorisme (UCLAT).

 Pembuatan koordinator intelijen nasional, di bawah tanggung jawab Presiden

Republik.

The Gendarmerie dan polisi Nasional (yang terakhir ini juga memiliki sendiri kontra-terorisme skuad, yang BLAT) dikoordinasikan oleh Unit Koordinasi Anti-Terorisme (UCLAT)30.

 departemen pencegahan (DST berfungsi baik sebagai layanan informasi dan

departemen investigasi kriminal) dan hakim bertanggung jawab atas penindasan memiliki instrumen hukum yang efektif, sehingga memungkinkan untuk membongkar jaringan sebelum serangan bahkan dilakukan: sindikat kejahatan dengan maksud untuk melakukan tindak teroris bertindak;

 Hukum Januari 2006 memungkinkan Perancis untuk membuat daftar nasional

orang dan entitas yang terlibat dalam aksi terorisme, di samping daftar PBB dan Eropa yang ada, memungkinkan untuk pembekuan aset keuangan.

 Rencana Vigipirate, yang berkembang sesuai dengan penilaian departemen

khusus 'dari ancaman.

29 France Diplomatie, “Fight Against Terrorism”, http://www.diplomatie.gouv.fr/en/global-issues/defence-security/terrorism/ , diakses pada 27 Desember 2012

(14)

Kesimpulan

Melihat penanganan permasalahan terorisme di Perancis dapat terlihat bahwa proses pemberantasan terorisme di Perancis bersifat Law Enforcement dengan didirikannya Unit Koordinasi Anti-Teroris (Unité de koordinasi de la Lutte antiterroriste - UCLAT) untuk menguatkan kerja sama dan integrasi antar lembaga dalam upaya menangani ancaman terorisme. UCLAT memiliki tanggung jawab langsung kepada Presiden. Tindakan penanganan terhadap ancaman terrorisme yang dilakukan oleh Perancis juga bersifat tersentralisasi di bawah UCLAT.

Secara umum, jelas terlihat bahwa baik itu aktor militer, polisi maupun intelijen, ketiga aktor saling berperan satu sama lain. Intelijen memberikan informasi terkait isu-isu dan juga penilaian terhadap situasi yang dihadapi oleh Perancis terkait terorisme. Tugas intelijen ini berguna untuk memfasilitasi kebijakan dan tujuan kebijakan yang akan diambil oleh Perancis. Sedangkan dua aktor lain yaitu polisi dan juga militer, lebih kepada langkah aktif dalam usaha implementasi kebijakan seperti langkah pencegahan dan perlindungan yang sudah disebut sebelumnya. Polisi dalam tugasnya banyak bekerja sama dengan militer untuk melindungi infrastruktur penting yang ada dalam Perancis serta juga melindungi berbagai pintu masuk dan keluar serta perbatasan dari Perancis. Tempat-tempat seperti pelabuhan, bandara, terminal dan juga stasiun menjadi tempat diproritaskan untuk dijaga dan dilindungi dari serangan terorisme. Dengan mekanisme seperti ini, dapat dikatakan bahwa dalam upaya anti terorisme, Perancis tidak hanya fokus pada satu aktor saja, namun juga memiliki langkah komprehensif karena masing-masing aktor keamanan memiliki fungsi dan tugas yang jelas dan saling bekerja sama.

Referensi

 Camilleri, Raphaelle, “Impact Of Counter-Terrorism On Communities: France

Background Report”, Institute For Strategy Dialogue

 De Lamothe , Olivier Dutheillet, “French Legislation Against Terrorism : Constitutional

Issues”, 2006

 Khosrokhavar, Farhad, “Terrorism in Europe and the Middle East”, Centre for Studies

(15)

 Thachuk, Kimberley L., Marion E. Bowman, and Courtney Richardson , “Homegrown

Terrorism : The Threat Within”, Center for Technology and National Security Policy National Defense University, (Washington DC : 2008)

 “Committee Of Experts On Terrorism (Codexter) Profiles On Counter-Terrorist

Capacity France”, Council Of Europe, June 2006

 “The Steady Integration of France’s Most Recent and Largest Minority”, dalam

Muslim In France

 “Overview Of The French Anti-Terrorism Strategy”, dalam “General Overview Of The

French Anti-Terrorism Strategies : NCTB Project”,

 “Strategi danKebijakan Kontra Terorisme: Pendekatan Militer“, dalam Modul

Pengajaran Mata Kuliah Terorisme Di Indonesia, Program Magister Terorisme Dalam Keamanan Internasional, Departemen Hubungan Internasional, FISIP UI 2011

Situs Online

 BBC News Online, “Muslims in Europe: Country Guide”,

http://news.bbc.co.uk/2/hi/europe/4385768.stm , diakses pada 27 Desember 2012

 The Guardian Online, “Four Convicted of Strasbourg Bomb Plot ”,

http://www.guardian.co.uk/world/2003/mar/10/germany.france , diakses pada 27 Desember 2012

 The Washington Post Online, “Six Guilty of Targeting U.S. Embassy in Paris”,

http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/articles/A37035-2005Mar15.html , diakses pada 27 Desemebr 2012

 France Diplomatie, “Fight Against Terrorism”,

Referensi

Dokumen terkait

Sekaitan dengan perkara tersebut, artikel ini bertujuan untuk mengenal pasti sama ada berlaku atau tidak proses gerimander dalam pilihan raya di Malaysia dengan rujukan khas

Panitia 9 merupaka panitian yang melahirkan pancasila yang ada sekarang dirumuskn dan kemudian disahkan sebagai dasar negara pada 18 Agustus 1945 dengan mengganti

Proses Pelaksanaan RitualMemburu Giok di Kawasan Pegunungan Singgah Mata Berikut ini adalah uraian tentang proses pelaksanaan ritual memburu giok di kawasan Pegunungan

over protective yang diberikan orang tua kepada anaknya adalah anak akan mengalami perasaan tidak aman, agresif dan dengki, mudah merasa gugup, melarikan diri dari

b Para pihak yang berkontrak dalam kontrak elektronik tidak bertatap wajah secara langsung, bahkan bisa saja tidak akan pernah bertemu.. Terobosan baru atas suatu hal

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bahwa Dana Desa merupakan dana yang

Pengobatan yang biasa diberikan untuk pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif stadium dini adalah beberapa jadwal kemoterapi, kombinasi, dengan lebih dari satu obat kemoterapi

dengan realisasi fisik sebesar 100 %. Terlaksananya pendampingan pembangunan jalan produksi di Desa Ngrandah Kecamatan Toroh dengan realisasi fisik sebesar 100 %. Terlaksananya