• Tidak ada hasil yang ditemukan

Management of Spontaneous Pneumothorax Sinistra in Elderly

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Management of Spontaneous Pneumothorax Sinistra in Elderly"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Management of Spontaneous Pneumothorax Sinistra in Elderly

Sanggiani Diah Aulia

Faculty of Medicine, Universitas Lampung

Abstract Spontaneous pneumothorax is defined as presence of air in the pleural cavity with secondary lung collapse, even it is total or partial without trauma before. Spontaneous pneumothorax is divided into primer and secondary based in the underlying disease of the lung, primarly spontaneous pneumothorax if it does not have the underlying disease of the lung, and secondary spontaneous pneumothorax is if it has underlying disease of the lung. Primary spontaneous pneumothorax remains a significant global problem, occurring in healthy subjects with a reported incidence of 18-28/100.000 per year for men and 1,2-6/100.000 per year for women. In the case, patient had complaints, such as heavy breathing, chest pain, and dry chough. Intercostal muscle retraction, increasing size of intercostal space, the weakness of vesiculer sounds and hypersonor sounds on the collaps lung were found. Chest radiograph in PA position showed the hiperluscent area, so the diagnosis of the pneumothorax is true. The management of pneumothorax was based on the area from the collapse lung, it was having an WSD in the collapse lung because the area was more than 2 cm. Keywords: pneumothorax, spontaneous pneumothorax, underlying disease Abstrak Pneumothoraks spontan adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps baik total maupun sebagian tanpa didahului adanya trauma sebelumnya. Pneumothoraks spontan dibagi menjadi primer dan sekunder berdasarkan adanya penyakit paru yang mendasari, pneumothoraks spontan primer jika tidak terdapat latar belakang penyakit paru yang mendasari dan disebut pneumothoraks spontan sekunder bila terdapat latar belakang penyakit paru yang mendasari. Pneumothoraks spontan primer merupakan masalah global, di mana dilaporkan terdapat 18-28/100.000 per tahun pada pria dan 1,2-6/100.000 per tahun pada wanita. Pada kasus penderita mengeluh sesak nafas, nyeri dada, dan batuk non produktif. Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan retraksi otot interkostal, dengan sela iga yang melebar, vesikuler yang melemah dan suara hipersonor pada paru yang kolaps. Dilakukan foto rontgen dada posisi PA, di mana diagnosis pneumothoraks akan tegak karena didapatkan daerah yang hiperlusen dibandingkan daerah yang sehat. Penatalaksanaan yang dilakukan sesuai dengan luas permukaan paru yang kolaps, yaitu pemasangan WSD karena luas paru yang kolaps lebih dari 2 cm. Kata kunci: pneumothoraks, pneumothoraks spontan, underlying disease ... Korespondensi: Sanggiani Diah Aulia | Jln. Bumi Manti 3, Asrama Danyca |085789618441|sanggianidiahaulia28@gmail.com Pendahuluan

Pneumothoraks spontan adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura yang dapat menyebabkan paru kolaps baik total maupun sebagian tanpa didahului adanya trauma pada dada sebelumnya.1-3 Pneumothoraks spontan dibagi

menjadi primer dan sekunder berdasarkan adanya penyakit paru yang mendasari, pneumothoraks spontan primer jika tidak terdapat latar belakang penyakit paru yang mendasari dan disebut pneumothoraks spontan sekunder bila terdapat latar belakang penyakit paru yang mendasari.3-5

Berdasarkan penyebabnya, pneumothorakas dibagi menjadi pneumothoraks spontan, traumatik, dan iatrogenik.4,6 Pneumothoraks spontan

merupakan jenis pneumothoraks yang paling banyak ditemukan dengan kecenderungan semakin meningkat dan merupakan

kegawatdaruratan paru.7,8 Angka kejadian primary spontaneous pneumothorax(PSP) di

Inggris adalah 24 per 100.000 penduduk untuk laki-laki dan 9,8 per 100.000 penduduk per tahun untuk perempuan.8

Kasus pneumothoraks lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan.8-10 Pada penelitian di Pakistan didapatkan kasus pneumothoraks pada laki-laki sebanyak 63,58% dan perempuan sebanyak 36,42%, sesuai penelitian dapatkan kasus pneumothoraks laki-laki 64,10% dan perempuan 35,90% dengan rerata umur 49,13 tahun pada penelitian Khan.10 Sedangkan

angka kejadian pneumothoraks di Indonesia sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui, terjadi spontan dan tiba-tiba. Pria mempunyai risiko lebih besar terkena pneumothoraks spontan daripada wanita dengan perbandingan kurang lebih 5:1. Pada

(2)

suatu penelitian yang dilakukan oleh Nugroho tahun 2007, di RS dr. Karyadi Semarang ditemukan 79 kasus pneumothoraks spontan tipe primer dan 59 kasus pneumothoraks spontan tipe sekunder.9,11

Pneumothoraks spontan dijumpai pada rentang usia yang bervariasi. Pneumothoraks familial sering juga menimbulkan pneumothoraks spontan, diduga berhubungan dengan HLA haplotipe A2, B40 dan alfa-1 antitripsin fenotip M1M2, namun menurut penelitian, pneumothoraks familial ini justru lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria.11-13 Terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi timbulnya pneumothoraks spontan, diantaranya usia, jenis kelamin, pneumonia, sarkoidosis, penyakit membran hialin pada neonatus, abses paru, tumor paru, asma, kistik fibrosis, benda asing, dan adanya bula paru. 5,11,13

Gejala klinis yang timbul dapat bervariasi, mulai dari yang paling ringan sampai yang paling berat, tergantung dari masing-masing individu. Penderita mengeluh sesak nafas, nyeri dada, batuk non produktif, bahkan sampai batuk darah. Oleh karena itu diperlukan terapi yang bervariasi, mulai dari observasi sampai tindakan bedah.5,7,11,14

Kasus

Pasien laki-laki 36 tahun datang ke UGD RSUD Abdoel Moeloek pada tanggal 27 Maret 2015. Pasien ditemani oleh istrinya menceritakan bahwa sejak 6 hari yang lalu mengeluhkan adanya sesak napas dan memburuk sejak 3 hari SMRS, sesak napas tidak dipengaruhi oleh udara, aktivitas, namun dipengaruhi oleh posisi tidur, pasien mengaku kesulitan bernapas saat posisi tidur menghadap ke sebelah kiri, namun akan terasa tidak sesak bila bernapas ke sebelah kanan atau dalam keadaan terlentang. Kesulitan bernapas tidak diperburuk apabila menaiki tangga. Selain keluhan ini pasien juga mengeluhkan adanya nyeri pada dada sejak 6 hari yang lalu bersamaan dengan adanya sesak pada dada, nyeri dada dirasakan seperti tertusuk dan seperti tertindih, nyeri dada tidak menjalar ke bahu sebelah kiri, ke dagu, maupun tidak menembus ke punggung. Nyeri pada dada dirasakan memberat saat pasien batuk, pasien mengaku mengalami batuk sejak 3 hari yang lalu, batuk dirasakan jarang-jarang dan batuk merupakan batuk kering, tidak ada

dahak, tidak ada darah. Pasien menceritakan bahwa tanggal 27 Maret 2015 pasien sudah melakukan pengobatan ke praktik dokter umum, lalu disarankan untuk dilakukan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan foto rontgen, kemudian pada tanggal 28 Maret 2015 pasien melakukan pengobatan ke RSU Kota Bandar Lampung, dan dilakukan EKG dan foto rontgen, kemudian pasien dirujuk ke RSUD Abdoel Moeloek. Di RSUD Abdoel Moeloek, pasien dirawat di ruang paru. Pasien menceritakan tidak pernah dirawat di ruang paru sebelumnya, pasien juga tidak pernah mengalami hal ini sebelumnya, tidak pernah menderita batuk yang lama, batuk darah, dan batuk berdahak, pasien juga mengaku tidak pernah melakukan pengobatan TB, selain itu pasien mengaku tidak ada penurunan berat badan dan tidak pernah berkeringat pada malam hari. Pasien mengaku seorang perokok aktif sejak usia 15 tahun, dan menghabiskan rata-rata 1 bungkus rokok per hari.

Pasien mengaku dalam keluarga tidak ada menderita penyakit yang sama, tidak ada di keluarga yang melakukan pengobatan TB, dan mengalami batuk lama. Selain itu pasien mengaku tidak ada penyakit hipertensi dan diabetes melitus dalam keluarga, namun pasien mengaku adanya riwayat hiperkolesterol dalam keluarga.

Pasien merupakan wiraswasta dan mengaku 3 bulan yang lalu dadanya pernah tertimpa oleh balok kayu ketika sedang bekerja, saat itu kayu menimpa pada bagian dada kiri, dan hanya meninggalkan memar saja, namun tidak ada keluhan saat itu, oleh karena itu tidak melakukan pengobatan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaaan umum tampak sakit sedang, terlihat sesak, tekanan darah 120/70 mmHg, suhu 36,6oC, nadi teraba kuat, isi dan tegangan cukup, reguler, equal kanan dan kiri, frekuensi 100x/menit, tipe pernapasan abdominothorakal dengan bantuan otot pernapasan dengan frekuensi 28x/menit, berat badan 62 kg, tinggi badan 172 cm, status gizi baik.

Kepala bentuk normochepal, hitam, rambut tersebar merata, mengkilat, dan tidak mudah tercabut. Mata tak tampak konjungtiva pucat, sklera anikterik. Telinga dan hidung dan mulut dalam batas normal. Leher tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.

(3)

Pada pemeriksaan thoraks, pada inspeksi didapatkan pergerakan tidak simetris antara paru kanan dan paru kiri di mana didapatkan paru kiri tampak tertinggal dan terlihat tidak dapat mengembang, tampak adanya retraksi dari otot-otot pernapasan, yaitu otot interkostal. Pada palpasi didapatkan fremitus taktil kanan normal, sedangkan fremitus taktil kiri menurun. Pada perkusi didapatkan pada thoraks sebelah kanan didapatkan suara sonor, sedangkan pada paru sebelah kiri didapatkan hipersonor. Suara paru dasar vesikular kanan terdengar kuat dan suara paru dasar vesikuler pulmo kiri menurun. Pada jantung ictus cordis tidak terlihat dan tidak teraba, batas jantung normal, bunyi jantung pada pemeriksaan auskultasi reguler, tidak terdengar bunyi jantung melemah, ataupun tidak terdengar bunyi jantung tambahan. Abdomen dalam batas normal. Ekstremitas superior dan inferior dalam batas normal, tidak edema, dan akral hangat. Status neurologis, refleks fisiologis normal, refleks patologis negatif. Lalu dilakukan pemeriksaan foto rontgen thoraks PA dan didapatkan hasil yaitu pada paru kiri terlihat sela iga melebar dibandingkan paru sebelah kanan, pada paru kiri terlihat daerah yang lebih lusen dari paru kanan, di mana corakan vaskuler pada paru sebelah kiri menghilang, dan didapatkan daerah paru yang kolaps mendekati hilus, dan ketika dihitung luas paru yang kolaps lebih dari 2 cm, jantung dalam batas normal. Hasil pemeriksaan EKG dalam batas normal.

Gambar 1. Foto rontgen thoraks PA

Pasien didiagnosis sebagai pneumothoraks spontan kiri, dan kemudian

dilakukan pemasangan water seal drainage (WSD).

Pemasangan WSD dilakukan pada sela iga 5 di depan garis midaksila, kemudian dilihat apakah terdapat adanya undulasi ataupun darah yang menandakan keberhasilan WSD.15-17 Kemudian dilakukan

terapi yaitu berupa meniup balon untuk latihan mengembangkan paru yang kolaps.18,19

Pada pasien diberikan tindakan fisioterapi meniup balon untuk mengembangkan paru, dan juga sebagai terapi suportif diberikan pemberian antibiotik ceftriakson 1 gram/12 jam dan analgetik asam mefenamat 500 mg per oral saat terasa nyeri.

Pembahasan

Diagnosis penyakit pada pasien ini adalah pneumothoraks spontan kiri. Dasar diagnosis secara teori ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.15

Dari anamnesis kita akan menemukan bahwa gejala yang ditimbulkan dan ada atau tidaknya penyakit paru yang mendasari, sedangkan pada pemeriksaan fisik akan didapatkan pergerakan napas yang tertinggal pada paru yang sakit, kemudian akan terlihat adanya retraksi, suara napas dasar vesikuler akan melemah pada sisi yang sakit, dan akan didapatkan fremitus taktil yang juga akan menghilang, pada perkusi akan ditemukan suara hipersonor pada paru yang kolaps.14-16

Pada pasien didapatkan keluhan sesak napas sejak 6 hari SMRS yang makin lama makin memberat, tidak dipengaruhi oleh aktivitas dan cuaca, disertai adanya nyeri dada sejak 6 hari yang sama dan makin memberat sejak 3 hari ini, nyeri dada dirasakan seperti tertusuk dan tertekan namun tidak menjalar ke bahu sebelah kiri dan tidak menjalar ke bahu dan tidak menembus ke punggung yang menggugurkan diagnosis pembanding penyakit jantung, keluhan nyeri pada dada diperberat dengan adanya batuk, batuk dirasakan sejak 3 hari SMRS tidak ada dahak, ataupun darah sehingga hal ini akan menyingkirkan diagnosis pneumothoraks akibat penyakit paru seperti TB.

Pemeriksaan fisik thoraks, pada inspeksi didapatkan pergerakan tidak simetris antara paru kanan dan paru kiri, paru kiri tertinggal dari paru kanan dan terlihat tidak dapat mengembang. Pada palpasi diadapatkan

(4)

fremitus taktil kanan normal, sedangakan fremitus taktil kiri menurun. Pada perkusi didapatkan pada thoraks sebelah kanan didapatkan suara sonor sedangkan pada paru sebelah kiri didapatkan hipersonor. Suara paru dasar vesikular kanan terdengar kuat dan suara paru dasar vesikuler pulmo kiri menurun.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan rontgen dada PA, akan didapatkan daerah yang lebih lusen pada paru yang kolaps.20 Kemudian dari hasil

rontgen dapat dihitung luas paru yang kolaps untuk menentukan adanya tindakan yang akan dilakukan selanjutnya apakah akan dilakukan tindakan observasi dan pemasangan WSD atau needle decompression.14,15 Pada

kasus, foto rontgen didapatkan adanya gambaran hiperlusen pada paru sebelah kiri, gambaran corakan bronkovaskuler yang menghilang dan adanya paru sebelah kiri yang kolaps mendekati hilus pada paru sebelah kiri.

Pemeriksaan lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan BTA sputum sewaktu pagi sewaktu, untuk mengeliminasi apakah penumothoraks merupakan pneumothoraks sekunder yang disebabkan karena adanya TB.20,21

Manajemen penatalaksanaan pneumothoraks adalah dengan melakukan aspirasi untuk tindakan awal bila didapatkan luas pneumothoraks >2 cm, yaitu dengan cara menghitung antara jarak apeks dan cupula14,22

dan jarak antara dinding thoraks dengan tepi paru yang kolaps.14,23 Aspirasi dilakukan

dengan melakukan needle decompression pada ICS 2 midklavikula pada dinding thoraks yang mengalami kolaps pada paru kemudian untuk menstabilkan supaya paru tidak kembali kolaps dilakukan pemasangan WSD pada paru yang kolaps.24 Pemasangan WSD dilakukan dengan menusukkan aboket 8, 14, 24 Fr pada ICS 5 depan garis midaksila paru yang kolaps, pemasangan WSD ini bertujuan untuk membuat tekanan negatif pada cavum pleura (normalnya 7 mmHg) sehingga paru dapat mengembang.11,22-25 Pada pasien ini dilakukan pemasangan aboket nomor 24 pada paru sebelah kiri ICS 5 depan garis midaksila sinistra. Kemudian terapi suportif lainnya adalah dengan menggunakan obat anti nyeri dan juga menggunakan antibiotik untuk mencegah adanya infeksi sekunder pada pneumothoraks yang telah dilakukan WSD.

Pada pasien ini diberikan antibiotik ceftriakson 1 gram/12 jam. Pemberian antibiotik pada kasus pemasangan WSD pada pneumothoraks tidak terdapat dalam guideline pneumotoraks menurut British Guideline of Pneumothoraks 2010, namun pemberian antibiotik yang dilakukan pada setiap rumah sakit berfungsi untuk mencegah adanya suatu infeksi nosokomial sehingga pemberian ini diperbolehkan. Pemberian analgetik juga tidak terdapat pada guideline, pemberian ini hanya ditujukan untuk kenyamanan pasien. Kemudian dilakukan terapi batuk dan tiup balon untuk menjaga agar paru dapat mengembang.25 Pada guideline, terapi batuk

dianjurkan untuk mengembalikan pengembangan paru, dengan cara membuat tekanan negatif pada cavum pleura.9,11,24,25,27

Terapi tiup balon merupakan salah satu aplikasi dari terapi pursed lip breathing, yaitu latihan pernapasan dengan menghirup udara melalui hidung dan mengeluarkan udara dengan cara bibir lebih dirapatkan atau dimonyongkan dengan waktu ekshalasi lebih diperpanjang, dengan tujuan membantu pasien memperbaiki transpor oksigen, mengiduksi pola napas lambat dan dalam, membantu pasien untuk memperpanjang ekshalasi dan meningkatkan tekanan jalan napas selaam ekspirasi, dan mengurangi jumlah udara yang terjebak.27 Pada pasien ini

juga dilakukan terapi tiup balon untuk pengembangan paru dilakukan selama setidaknya 1 minggu, untuk mencegah terjadinya paru kembali kolaps.

Simpulan

Pneumothoraks merupakan salah satu kegawatdaruratan dalam sistem respirasi. Diagnosis pada kasus sudah sesuai dengan beberapa yang ada. Peumothoraks terjadi akibat faktor risiko internal dan eksternal yang memicu terjadinya pneumothoraks dan hal ini telah dinyatakan oleh beberapa teori yang menjadi sumber acuan. Manajemen pneumothoraks dilakukan dengan tatalaksana medikamentosa dan non-medikamentosa.

Daftar Pustaka

1. Hisyam B, Budiono E. Pneumothoraks spontan. Di dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 2. Edisi IV. Jakarta: Pusat

(5)

Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. Hlm. 1073-8.

2. Stewart M, Scott, Takaro T. The pleura and empyema. In: Sabiston DC, editor. Sabiston textbook of surgery the biological basis of modern surgical practice: disorder of the lungs, pleura, and chest wall. 15th edition. Philadelphia: WB Saunders Company; 1997. Hlm. 1830-8.

3. Klaran HR. Pneumothoraks spontan. Di dalam: Kumpulan karya ilmiah residen bagian bedah sub bagian thoraks vaskuler rumah sakit dr. Kariadi Semarang. 2006. 4. Chang AK, Barton ED. Pneumothorax

iatrogenic, spontaneous, and pneumomediastinum [internet]. 2012 [Disitasi 2015 May 12]. Tersedia dari: http://www.emedicine.com/.

5. Butler K Frank, Dubose J Joseph, et al. Management of Open Pneumothorax in tactical Combat Casualty Caare: TCCC Guideline Change 13-02. 2012. Hlm 81-86.

6. Bascom R, Alam S. Pneumothoraks [internet]. 2010 [Disitasi 2015 May 12].

Tersedia dari:

http://www.emedicine.com/.

7. Bauman MH, Strange C, Heffner JE, Light R, Kirby TJ, Klein J, et al. Management of spontaneous pneumothoraks. An American College of Chest Physicians Delphi Consensus Statement. 2015 2010 [Disitasi 2015 May 12]. Tersedia dari: http://www.chestnet.org/.

8. Gupta D, Hansell A, Nichols T, Duong T, Ayres JG, Strachan D. Epidemiology of pneumothoraks in England. Thorax. 2000; 55: 666-71.

9. Weissberg D, Refaely Y. Pneumothoraks experience with 1,199 patients. Chest Journal, Official Publication of the american College of Chest Physicians. 2000; 117:1279-85.

10. Khan N, Jadoon H, Zaman M, Subhani A, Khan AR, Ihsanullah M. Frequency and management outcome of pneumothoraks patients. J Ayub Med Coll Abbottabad. 2009; 21(1):122-424.

11. Nugroho APA. Pengelolaan penderita pneumothoraks spontan yang dirawat inap di rumah sakit di Semarang selama periode 2000-2006. Artikel Karya Ilmiah.

Fakultas kedokteran universitas Diponegoro. 2007.

12. Light RW, Lee YCG. Pneumothoraks, chylothorax, hemothorax, and fibrothorax. In: Murray and Nadel’s textbook of respiratory medicine. Editors: Mason RJ, Broaddus VC, Murray JF, Nadel JA. 4th Eds. Pennsylvania: Elsevier Saunders; 2005. p. 1961-82.

13. Wilson LM. Penyakit pernafasan restriktif. Di dalam: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi konsep klinis perjalanan penyakit volume 2. Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2006. Hlm. 800-1.

14. Wiedemann K, Tuengerthal SJ. Iatrogenic chest injuries. In: Webb WR, Besson A, editors. International trends in general thoracic surgery volume 7th. Toronto: CV Mosby Company; 1991. p. 480-2.

15. Henry M, Arnold T, Harvey J. Bts guidelines for the management of spountaneous pneumothoraks [internet]. 2003 [disitasi 2015 Feb 12]. Tersedia dari: www.thoraxjnl.com.

16. Colavita D, Paul MD, Ronald DO FACS. Prehospital needle decompression for suspected tension pneumothoraks. Trauma Topic of the mont. Metrolina Trauma Advisory Committee. 2011. 17. Tschopp JM, Porta RR, Noppen M, Astoul

P. Management of spontaneous pneumothoraks: State of the art. Eur Respir J. 2006; 28: 637-50.

18. Sahn SA, Heffner JE. Spontaneous pneumothoraks. NEJM. 2000; 342(12):868-74.

19. Hesham A. Thoracic trauma. Robert Wood Johnshon University Hospital. 2012.

20. Rachmatullah P. Pneumothoraks. Di dalam: Rachmatullah P. Buku ajar ilmu penyakit paru. Semarang: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Diponegoro, 1997.

21. Health consequences of smoking. 2015 [Disitasi 2015 May 15]. Tersedia dari: http://sprojects. mmi.mcgill.ca/.

22. Pneumothoraks pleural disorders [Internet]. Merck Manual Home Edition. 2015 [disitasi 2015 May 12]. Tersedia dari: http://www.merck.com/.

23. Eijgelaar A. Intrathoracic gas collections. In: Webb WR, Besson A, editors. International trends in general thoracic

(6)

surgery volume 7th. Toronto: CV Mosby Company; 1991. p. 34-9.

24. Schwartz SI, Shires GT, Spencer FC, Daly JM, Fischer JE, Galloway AC. Principles of surgery volume 1. 7th edition. Singapore: McGrawHill Company; 1999.

25. Karnadiharja W, Djojosugito MA, Lukitto P, Rachmad KB, Manuaba TW, editor. Dinding thoraks dan pleura. Di dalam: Sjamsuhidajat R, de Jong W, editor. Buku ajar ilmu bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC, 2005.

26. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, editor. Kapita selekta kedokteran jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. Hlm. 295-6.

27. Fregonezi, GA. De F., resqueti, VR, rous, Guel. 2004. Pursed Lips Breathing.

Tersedia dari:

http://www.archbroconeumol.org.

Gambar

Gambar	1.	Foto	rontgen	thoraks	PA

Referensi

Dokumen terkait

Pasien datang dengan sesak napas sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, disertai batuk. Nyeri perut (+) terutama pada ulu

Klien mengeluh seak sejak 2 bulan yang lalu dan dirasakan makin hari makin memberat, sesak dirasakan bertambah bila klien jalan sekitar 10 meter dan timbul nyeri pada dada serta saat

Hasil pengkajian pada pasien Tn. W.B didapatkan data pasien mengatakan bahwa ia sesak napas, disertai batuk dan nyeri dada. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan

Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan

Pasien pertama usia 52 tahun diagnosa awal pyopneumothorax datang dengan keluhan sesak napas dan rasa nyeri dibagian dada sebelah kanan pasien tersebut masih kuat

Seorang laki-laki usia 19 tahun datang ke IRD dengan keluhan sesak napas, dirasakan sejak 1 hari yang lalu setelah batuk keras, saat ini sesak dirasakan semakin memberat, pasien

2.5 Resume Seorang pria berusia 22 tahun, mahasiswa, datang dengan keluhan nyeri hebat pada perut kanan bawah sejak 4 hari SMRS, keluhan disertai dengan mual, dan demam pada hari