LAPORAN KASUS
Appendicitis Akut
Disusun Oleh : dr. Dwiky Ananda Ramadhan
Pendamping : dr. Mutmainnah
PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RUMAH SAKIT DR AGUNG KOTA BIMA
BATCH IV PERIODE NOVEMBER 2023 – MEI 2024
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : dr. Dwiky Ananda Ramadhan
Asal Universitas : Universitas YARSI
Judul kasus :
Diajukan : Maret 2024
Dipresentasikan :
Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal ………..
Mengetahui,
Pendamping Direktur RS Dr. Agung Kota Bima
dr. Mutmainnah drg. Hj. Siti Hadjar Joenoes
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan atas kasih karunia dan rahmatNya kepada penulis sehingga laporan kasus ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.
Laporan kasus ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu tugas dalam rangkaian kegiatan Program Internship Dokter Indonesia.
Dalam penulisan laporan kasus ini penulis telah mendapat banyak bantuan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak maka pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada :
1. drg. Hj. Siti Hadjar Joenoes selaku Direktur RS Dr. Agung Kota Bima. 2. dr. Mutmainnah selaku pendamping dokter internship di RS Dr. Agung Kota
Bima.
3. Rekan – rekan dokter intership yang hadir dalam presentasi kasus
Penulis menyadari bahwa laporan kasus yang disusun ini juga tidak luput dari kekurangan karena kemampuan dan pengalaman penulis yang terbatas. Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.
Kota Bima, Maret 2024
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN... ii
KATA PENGANTAR... iii
DAFTAR ISI... iv
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang... 1
BAB II LAPORAN KASUS... 2
2.1 Identitas Pasien... 2
2.2 Anamnesis... 2
2.3 Pemeriksaan Fisik... 5
2.4 Pemeriksaan Penunjang... 13
2.5 Resume... 14
2.6 Diagnosa... 15
2.7 Tatalaksana... 15
2.8 Prognosis... 16
2.9 Follow Up... 17
BAB III TINJAUAN PUSTAKA... 19
3.1 Definisi... 19
3.2 Etiologi... 19
3.3 Faktor Resiko... 19
3.4 Patogenesis... 20
3.5 Gejala Klinis... 21
3.6 Pemeriksaan Penunjang... 21
3.7 Penatalaksanaan... 22
3.8 Komplikasi... 24
DAFTAR PUSTAKA... 26
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Apendisitis berasal dari bahasa Latin “appendix” dan “itis” yang berarti inflamasi pada apendiks.1 Proses inflamasi apendiks dapat berkembang dan menyebabkan komplikasi serius seperti ileus, peritonitis, abses, hingga kematian.2 Apendisitis merupakan keadaan emergensi bedah abdomen yang paling umum terjadi di seluruh dunia yang dapat menimbulkan biaya signifikan bagi sistem layanan kesehatan. Insiden apendisitis antara lain sekitar 233 per 100.000 penduduk per tahun, dengan risiko kejadian seumur hidup berkisar antara 6,7% pada perempuan hingga 8,6% pada laki-laki.3 Ketepatan waktu diagnosis berperan penting dalam mengurangi angka mortalitas terkait apendisitis. Diagnosis klinis terfokus pada manifestasi klinis dan modalitas pencitraan yang diklasifikasikan berdasarkan sistem skoring seperti sistem skoring Alvarado. Intervensi bedah dipertimbangkan sebagai baku emas tatalaksana apendisitis akut, sementara pemberian antibiotik telah menunjukkan efektivitas dalam jangka pendek namun kekambuhan mungkin terjadi dalam jangka panjang.1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien
Nama Lengkap : Tn. MS
Usia : 22 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Mahasiswa
Status Perkawinan : Belum menikah Pendidikan Terakhir : SMA
Agama : Islam
Alamat : Dena-Madapangga
Tanggal Masuk : 02 Desember 2023
Ruang Perawatan : Asoka
2.2 Anamnesis
Auto anamnesa & Allo anamnesa (19/11/22)
Keluhan Utama : Nyeri perut kanan bawah Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 4 hari SMRS, pasien mengaku nyeri perut awalnya berada pada ulu hati, lalu 1 hari SMRS pasien mengeluhkan nyeri hebat pada perut kanan bawah, keluhan disertai dengan mual tetapi tidak muntah. Mual dirasakan terutama pada saat makan yang berakibat nafsu makan pasien menurun. Keluhan juga disertai demam pada hari pertama dan pasien mengkonsumsi obat demam (paracetamol) dan demam turun pada hari berikutnya.
BAB (+), flatus (+), BAK tidak ada keluhan
Riwayat Penyakit Dahulu :
Tidak terdapat riwayat hipertensi, penyakit jantung, diabetes melitus, dan maag.
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak terdapat keluarga dengan keluhan serupa pada pasien.
Riwayat Kebiasaan Pribadi :
Pasien sering membeli makanan, cemilan dan minuman dari luar.
Merokok (+)
Alkohol (-)
Pasien mengaku tidak suka makan buah dan sayur
Riwayat Penggunaan Obat :
Pasien mengonsumsi obat Paracetamol tablet saat demam.
a. Keluhan keadaan umum : Panas badan : Tidak ada
Tidur : ada, keluhan sulit tidur karena nyeri
Edema : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Haus : Tidak ada
Nafsu makan : Ada, Penurunan nafsu makan Berat badan : Tidak ada
b. Keluhan organ kepala : Penglihatan : Tidak ada Hidung : Tidak ada
Lidah : Tidak ada
Gangguan menelan : Tidak ada Pendengaran : Tidak ada Mulut : Tidak ada
Gigi : Tidak ada Suara : Tidak ada c. Keluhan organ di leher :
Rasa sesak di leher : Tidak ada Pembesaran kelenjar : Tidak ada Kaku kuduk : Tidak ada d. Keluhan organ di thorax :
Sesak napas : Tidak ada Sakit dada : Tidak ada Nafas berbunyi : Tidak ada
Batuk : Tidak ada
Jantung berdebar : Tidak ada e. Keluhan organ di perut :
Nyeri lokal : Nyeri perut kanan bawah Nyeri tekan : Nyeri tekan d regio RLQ Nyeri berhubungan dengan :
- Makanan : Tidak ada
- BAB : Tidak ada
- Haid : Tidak ada
Perasaan tumor di perut: Tidak ada Muntah-muntah : Tidak ada
Diare : Tidak ada
Obstipasi : Tidak ada Tenesmi ad ani : Tidak ada Perubahan dalam BAB: Tidak ada Perubahan dalam miksi: Tidak ada Perubahan dalam haid : Tidak ada f. Keluhan tangan dan kaki :
Rasa kaku : Tidak ada Rasa lelah : Tidak ada Nyeri otot/sendi : Tidak ada
Kesemutan/baal : Tidak ada Patah tulang : Tidak ada Nyeri belakang sendi lutut: Tidak ada Nyeri tekan : Tidak ada
Luka/bekas luka : Tidak ada Bengkak : Tidak ada g. Keluhan-keluhan lain :
Kulit : Tidak ada
Ketiak : Tidak ada
Keluhan kelenjar limfe : Tidak ada Keluhan kelenjar endokrin :
1. Haid : Tidak ada
2. DM : Tidak ada
3. Tiroid : Tidak ada 4. Lain-lain : Tidak ada h. Anamnesis Tambahan
a. Gizi : kualitas : Cukup kuantitas : Cukup b. Penyakit menular : Tidak ada c. Penyakit turunan : Tidak ada d. Ketagihan : Tidak ada e. Penyakit venerik : Tidak ada
2.3 Pemeriksaan Fisik (19/11/22)
Keadaan Umum dan Tanda-tanda vital Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan umum : Tampak sakit sedang Tanda Vital :
TD : 120/80mmHg
HR : 95 x / menit
RR : 20 x / menit
Suhu : 36,6 °C Status Generalis
Kepala
1. Tengkorak
Inspeksi : Simetris, normocephal
Palpasi : Tidak ada kelainan
2. Muka
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada kelainan
3. Mata
Letak : Simetris
Kelopak Mata : Tidak ada kelainan
Kornea : Tidak ada kelainan
Refleks Kornea : + / +
Pupil : Bulat, isokor
Reaksi Konvergensi : + / +
Sklera : Ikterik - / -
Konjungtiva : Anemis -/-, injeksi konjungtiva -/-
Iris : Tidak ada kelainan
Pergerakan : Normal ke segala arah
Reaksi Cahaya : Tidak dilakukan pemeriksaan Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan 4. Telinga
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Palpasi : Tidak ada kelainan
Pendengaran : Tidak ada kelainan 5. Hidung
Inspeksi : Tidak ada kelainan
Sumbatan : Tidak ada
Ingus : Tidak ada
6. Bibir
Sianosis : Tidak ada
Kheilitis : Tidak ada
Stomatitis angularis : Tidak ada
Rhagaden : Tidak ada
Perleche : Tidak ada
a. Gigi dan gusi
8 7 6 5 4 3 2 1 | 1 2 3 4 5 6 7 8 X : Karies 8 7 6 5 4 3 2 1 | 1 2 3 4 5 6 7 8
b. Lidah
- Besar : Normal
- Bentuk : Simetris
- Pergerakan : Tidak ada kelainan - Permukaan : Basah, bersih
- Frenulum linguae: Tidak ada kelainan 7. Rongga Mulut
- Hiperemis : Tidak ada - Lichen : Tidak ada - Aphtea : Tidak ada - Bercak : Tidak ada 8. Rongga leher
- Selaput lendir : Tidak ada kelainan - Dinding belakang pharynx : Tidak ada kelainan - Tonsil : T1 – T1 tenang
9. Leher Inspeksi
Otot leher : Tidak ada kelainan Trachea : Tidak terlihat deviasi Kelenjar Tiroid : Tidak terlihat pembesaran Pembesaran vena : Tidak ada kelainan
Pulsasi vena leher : Tidak ada
Tekanan vena jugular : 5 + 2 cm H2O (normal) Hepatojugular reflux : (-)
Palpasi
· Kel. Getah bening : Tidak teraba membesar
· Kelenjar Tiroid : Tidak teraba
· Tumor : Tidak ada
· Otot leher : Tidak ada kelainan
· Kaku kuduk : Tidak ada 10. Axilla
Inspeksi :
· Rambut ketiak : Tidak ada
· Tumor : Tidak ada
Palpasi :
· Kel. Getah bening : Tidak teraba membesar
· Tumor : Tidak ada
11. Pemeriksaan thorax Thorax depan
Inspeksi
- Bentuk umum : Simetris
- Ø frontal & sagital : Ø frontal = Ø sagital
- Sela iga : normal
- Sudut epigastrium : < 90
- Pergerakan : Simetris
- Muskulatur : Tidak ada kelainan
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Tumor : Tidak ada
- Ictus cordis : Tidak terlihat
- Pulsasi lain : Tidak ada
- Pelebaran vena : Tidak ada P
alpasi
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Muskulatur : Tidak ada kelainan - Mammae : Tidak ada kelainan
- Sela iga : Normal
- Pergerakan : Simetris - Vocal fremitus : Normal Ictus cordis
- Lokalisasi : ICS V Linea Midclavicularis sinistra - Intensitas : cukup kuat
- Pelebaran : Tidak ada
- Thrill : Tidak ada
Perkusi - Paru
- Suara perkusi : Sonor/Sonor - Batas paru hepar: ICS VI - Peranjakan : 1 sela iga - Jantung
Batas atas : ICS II
Batas kanan : ICS IV Linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis sinistra Auskultasi
- Paru
Suara pernafasan : Vesikuler/Vesikuler Suara tambahan : Wheezing -/-, Ronchi -/-
Vocal resonansi : tidak ada kelainan , kanan = kiri - Jantung
· Irama : Regular
· bunyi jantung pokok : S1S2 tunggal
· Bunyi jantung tambahan : murmur (-), gallop (-)
· Bising jantung : Tidak ada
· Bising gesek jantung : Tidak ada
Thorax belakang Inspeksi
- Bentuk : Simetris - Pergerakan : Simetris
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Muskulatur : Tidak ada kelainan Palpasi
- Muskulatur : Tidak ada kelainan
- Sela iga : Tidak melebar dan tidak menyempit - Vocal fremitus : tidak ada kelainan , kanan = kiri
Perkusi
- Batas bawah : vertebra Th. X ‘/ vertebra Th. XI - Peranjakan : 1 sela iga
Auskultasi
- Suara pernapasan : Vesikuler/Vesikulrt - Suara tambahan : Wheezing -/-, Ronchi -/-
- Vocal resonansi : Tidak ada kelainan , kanan = kiri
12. Abdomen Inspeksi
- Bentuk : Datar
- Kulit : Normal
- Otot dinding perut : Tidak ada kelainan - Pergerakan waktu nafas: Tidak ada kelainan - Pergerakan usus : Tidak terlihat
- Pulsasi : Tidak ada
Palpasi
- Dinding perut : Soepel
- Nyeri tekan lokal : Nyeri tekan regio RLQ (+) - Nyeri tekan difus : Tidak ada
- Nyeri lepas : Ada - Defance muskulair : Tidak ada
- Hepar : Tidak Teraba
• Besar : tidak teraba
• Konsistensi : tidak teraba
• Permukaan : tidak teraba
• Tepi : tidak teraba
• Nyeri tekan : -
• Nyeri tekan LLQ (Rovsing’s sign) : Ada - Lien
• Pembesaran : -
• Kosistensi : -
• Permukaan : -
• Insisura : -
• Nyeri tekan : -
• Tumor/massa : Tidak teraba
• Ginjal : Tidak teraba, Nyeri tekan : - / - Perkusi
- Suara perkusi : Tympani
- Ascites : Tidak ada - Pekak samping : Tidak ada
- Pekak pindah : Tidak ada - Fluid wave : Tidak ada Auskultasi
- Bising usus : (+) - Bruit : Tidak ada
- Lain – lain : Tidak ada kelainan
13. CVA (Costo vertebral angle) : Nyeri ketok - / - 14. Lipat paha
Inspeksi
- Tumor : Tidak ada
- Kel. Getah bening : Tidak terlihat pembesaran - Hernia : Tidak ada
Palpasi
- Tumor : Tidak ada
- Kel. Getah bening : Tidak teraba pembesaran
- Hernia : Tidak ada - Pulsasi A. Femoralis : Ada Auskultasi
- A. Femoralis : Tidak ada kelainan
15. Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan 16. Sacrum : Tidak dilakukan pemeriksaan 17. Rectum & anus : Tidak dilakukan pemeriksaan 18. Ekstremitas ( anggota gerak ) atas bawah
Inspeksi
- Bentuk : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan - Pergerakan : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan - Kulit : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan - Otot – otot : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan - Edema : Tidak ada Tidak ada
- Clubbing finger : Tidak ada Tidak ada - Palmar eritem : Tidak ada Tidak ada - Liver nail : Tidak ada Tidak ada
Palpas i
- Nyeri tekan : Tidak ada Tidak ada - Tumor : Tidak ada Tidak ada - Edema (pitting/non pitting) : Tidak ada Tidak ada
- Pulsasi arteri : A. Brachial (+) A. Dorsum pedis (+)
19. Sendi-sendi Inspeksi
- Kelainan bentuk : Tidak ada - Tanda radang : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada kelainan Palpasi
- Nyeri tekan : Tidak ada - Fluktuasi : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada kelainan
20. Neurologik Refleks fisiologis
KPR : + / +
APR : + / +
Refleks patologis : - / - Rangsang meningen : Tidak ada
Sensorik : + / +
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19/11/2022
Hematologi Nilai Nilai normal
Hb 14.0 11.0 – 15.0 g/dL
Leukosit 11.6 4.000 – 10.000/ ul
Hct 43.5 37 – 47 %
Trombosit 272.000 150 – 450 ribu/uL
HITUNG JENIS
Lymph 2.7 0,8 – 4.0
Mid 0.9 0,1 – 1,5
Gran 8.0 2.0 - 7
Lymph% 22.9 20 - 40 %
Mid% 7,9 3 - 15 %
Gran% 69.2 50.0 – 70.0 %
Kimia Darah Nilai Nilai normal
Gula Darah Sewaktu 76.1 <140 mg/dl
2.5 Resume
Seorang pria berusia 22 tahun, mahasiswa, datang dengan keluhan nyeri hebat pada perut kanan bawah sejak 4 hari SMRS, keluhan disertai dengan mual, dan demam pada hari pertama keluhan muncul, Nafsu makan menurun, tidak ada keluhan BAB maupun BAK, Riwayat sering membeli makan di luar dan kurang makan buah dan sayur.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan:
Keadaan umum : Kesadaran : Compos mentis Kesan sakit : tampak sakit sedang Vital sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 95x/menit, regular, kuat angkat Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36.6 oC Keringat dingin : Tidak ada Kepala Muka : Edema periorbital (-)
Mata : Sklera : ikterik -/- Konjungtiva : anemis -/-
Mulut. : Tidak ada kelainan Lidah : Mukosa Basah, bersih,
Leher JVP : 5 + 2 cmH2O (normal), Hepatojugular reflux (-) Thorak : Bentuk dan gerak simetris
Pulmo : Inspeksi : bentuk dan gerak simetris Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri
paru kanan = paru kiri
sela iga kanan & kiri tidak melebar Perkusi : sonor paru kanan = paru kiri
Auskultasi : VBS kanan = kiri, wheezing -/-, ronchi -/- Jantung : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Bentuk : Datar
Kulit : Normal
Dinding perut : Lembut Nyeri tekan : Ada
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat - Hepar : Tidak Teraba
- Lien : Tidak teraba, Ruang Traube kosong
Ren : Tidak teraba
CVA : -/-
Genitalia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas (anggota gerak) : atas bawah Akral hangat kering Akral hangat kering
Pada pemeriksaan laboratorium tidak didapatkan kelainan Pada pemeriksaan widal didapatkan : positif 1/160
2.6 Diagnosa
Diagnosis Kerja : Appendicitis Akut
2.7 Tatalaksana
Terapi Non-medikamentosa:
- Pantau tanda-tanda vital - Tirah baring
- Diet lunak
- Edukasi: Banyak minum 2 L/hari Terapi Medikamentosa:
- IVFD Ringer Laktat 20tpm/24jam - Inj Ceftriaxone 1 gr vial/ 12 jam/ IV - Pro op appendektomi cito
2.8 Prognosis - Quo ad Vitam : Ad bonam - Quo ad Functionam : Ad bonam - Quo ad Sanationam : Ad bonam
2.9 Follow Up
Tanggal Subyektif Obyektif Assement Planning
02/12/2023 - Nyeri Post op (+) - Demam (-) - BAB (-) - Flatus (-)
- Keadaan umum:
Tampak sakit sedang
- Kesadaran : CM - TD : 110/70 mmHg - Nadi : 86 x/menit - RR : 20 x/menit - Suhu : 36,4 ℃
- Kepala : Normocephal - Mata : cekung -/-,
anemis -/-, ikterus -/- - Jantung : S1,S2
tunggal, regular - Pulmo : Vesikular
+/+, Rhonki -/- , Wheezing -/- - Abdomen :
Soepel, BU (+) normal
- Ektremitas : Hangat, CRT<2 detik, Edema (-)
Post Appendectomy
ec APP Gangrenosa H1
1. RL 20 tpm
2. Ceftriaxone 2x1 gr 3. Ketorolac 3x30 4. Ranitidine 2x50 5. Farbion 1x1 6. GV/3 hari
Tanggal Subyektif Obyektif Assement Planning
03/12/2023 - Nyeri post op (+) - Demam (-)
- Mual (-), Muntah (-) - BAB(+)
- Flatus (+)
- Keadaan umum:
Tampak sakit sedang
- Kesadaran : CM - TD : 110/70 mmHg - Nadi : 86 x/menit - RR : 20 x/menit - Suhu : 36,6 ℃
- Kepala : Normocephal - Mata : cekung -/-,
anemis -/-, ikterus -/- - Jantung : S1,S2
tunggal, regular - Pulmo : Vesikular
+/+, Rhonki -/- , Wheezing -/- - Abdomen :
Soepel, BU (+) normal
- Ektremitas : Hangat, CRT<2 detik, Edema (-)
Post Appendectomy
ec APP Gangrenosa H2
1. RL 20 tpm
2. Ceftriaxone 2x1 gr 3. Ketorolac 3x30 4. Ranitidine 2x50 5. Farbion 1x1 6. GV/3 hari
Tanggal Subyektif Obyektif Assement Planning 04/12/2022 - Nyeri post op (+)
- Demam (-)
- Mual (-), Muntah (-) - BAB(+)
- Flatus (+)
- Keadaan umum:
Tampak sakit sedang
- Kesadaran : CM - TD : 120/80 mmHg - Nadi : 80 x/menit - RR : 20 x/menit - Suhu : 36,6 ℃
- Kepala : Normocephal - Mata : cekung -/-,
anemis -/-, ikterus -/- - Jantung : S1,S2
tunggal, regular - Pulmo : Vesikular
+/+, Rhonki -/- , Wheezing -/- - Abdomen :
Soepel, BU (+) normal
- Ektremitas : Hangat, CRT<2 detik, Edema (-)
Post Appendectomy
ec APP Gangrenosa H3
1. BPL 2.
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Demam tifoid atau thypoid fever merupakan penyakit infeksi yang dapat menular, disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serovar typhi (Verliani dkk., 2022).
3.2 Etiologi
Penyebab penyakit demam tifoid adalah bakteri Salmonella thypi. Basil ini merupakan gram negatif, tidak berkapsul, tidak membentuk spora, memiliki fimbriae, bersifat aerob dan anaerob fakultatif. Basil ini dapat bertahan hidup sampai beberapa minggu dialam bebas seperti dalam air, es, sampah, dan debu. Reservoir satu-satunya adalah manusia yang sedang sakit atau karier (Kemenkes, 2020). Klasifikasi bakteri Salmonella thypi : (Nugraha & Purwanta, 2018)
- Kingdom : Bacteria - Phylum : Proteobacteria - Class : Proteobacteria - Ordo : Enterobacteriales - Family : Enterobacteriaceae - Genus : Salmonella
- Species : Salmonella enteric - Subspecies : Enterica - Serovar : Thypi
3.3 Faktor Resiko
Faktor penyebab terjadinya demam tifoid berkaitan dengan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta kualitas personal hygiene (kebiasaan mencuci tangan sebelum makan, kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar / BAB, kebiasaan mencuci bahan makanan mentah dan kebiasaan makan/jajan di luar rumah), personal hygiene penjamah makanan masih rendah, kebersihan rumah makan atau restaurant masih kurang sehat dan sanitasi lingkungan (lingkungan sekitar masih kumuh seperti
penyediaan air bersih belum memadai, pengelolaan sampah rumah tangga belum sesuai dan pembuangan tinja tidak memenuhi persyaratan atau belum mempunyai jamban sehat) serta perilaku masyarakat kurang mendukung untuk hidup yang lebih sehat (Kemenkes, 2020)
3.4 Patogenesis
Demam tifoid yang disebabkan oleh Salmonella typhi ditularkan melalui makanan atau minuman yang tercemar dengan feses manusia yang mengandung bakteri Salmonella typhi. Dosis infeksi dari bakteri Salmonella typhi hingga dapat menyebabkan penyakit demam tifoid berkisar antara 1000 sampai dengan 1.000.000 organisme. Bakteri yang telah melewati lambung akan menembus mukosa epitel usus dan invasi ke jaringan limfoid (peyer patch) yang merupakan tempat predileksi untuk berkembang biak. Melalui aliran limfe mesentrik, memasuki peredaran darah sehingga terjadi bakteremia pertama yang asimtomatis. Bakteri dalam peredaran darah masuk ke dalam organ terutama hepar dan sumsum tulang selanjutnya pelepasan bakteri dan endotoksin ke peredaran darah sehingga menyebabkan bakteremia kedua. Bakteri yang berada di hepar akan masuk kembali ke dalam usus kecil, sehingga terjadi infeksi seperti semula dan sebagian bakteri akan dikeluarkan bersamaan dengan keluarnya tinja.
Bakteri Salmonella typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan kompleks lipopolisakarida dan dianggap berperan penting pada patogenesis demam tifoid.
Endotoksin yang bersifat pirogenik akan menyebabkan reaksi inflamasi dimana tempat bakteri berkembang biak dan merupakan stimulator yang kuat untuk memproduksi sel sel makrofag serta leukosit pada jaringan yang mengalami inflamasi. Sitokin ini merupakan mediator untuk timbulnya gejala demam dan gejala toksikemia (proinflammatory).
Pada minggu pertama terjadi hyperplasia di peyer patch, kemudian berlanjut menjadi nekrosis pada minggu ke 2 dan ulserasi pada minggu ke 3, sehingga akhirnya terbentuk ulkus. Ulkus ini mudah menimbulkan pendarahan dan komplikasi lainnya berupa perforasi. Terjadi hepatomegaly akibat infiltrasi sel-sel limfosit dan sel-sel mononuclear serta nekrosis fokal, hal seperti ini juga dapat terjadi pada jaringan retikuloendotelial lainnya seperti lien, kelenjar mesentrik, tulang, usus, paru, ginjal, jantung. Pada pemeriksaan klinis sering ditemukan proses radang dan abses pada
banyak organ, sehingga dapat ditemukan bronkitis, arthritis septik, pielonefritik, meningitis, dll. Gall bladder merupakan tempat yang paling disenangi oleh bakteri ini sehingga apabila penyembuhan tidak sempurna, maka bakteri akan bertahan di gall bladder, mengalir ke usus, kemudian dapat menjadi carrier (Kemenkes, 2020).
3.5 Gejala Klinis
Manifestasi klinis demam tifoid dapat timbul dengan berbagai gejala dan tanda seperti demam, sakit perut, mual, muntah, sakit kepala, kelemahan, gangguan gastroinstesinal, hepatomegaly, splenomegaly, bradikadi relatif, feses berdarah.
Adanya gambaran klinis yang berat seperti demam tinggi atau hiperpireksia, febris remiten, dan tingkat kesadaran yang menurun (koma atau delirium), serta adanya komplikasi yang berat seperti dehidrasi dan asidosis menjadi dampak buruk pada kasus kejadian demam tifoid (Elon & Simbolon, 2019; Kemenkes, 2020).
3.6 Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosa demam tifoid sangat berkaitan dengan pemahaman patogenesis infeksi Salmonella typhi pada keadaan akut, kronis, dan fase penyembuhan. Pemeriksaan laboratorium yang dipilih harus disesuaikan.
Pemeriksaan laboratorium untuk diagnosa demam tifoid dibagi menjadi pemeriksaan baku emas (gold standard) dan pemeriksaan pendukung.
1. Kultur Bakteri
Mengembangbiakan bakteri Salmonella typhi dapat dilakukan dengan menggunakan media Mac Conkey. Media lain yang dapat digunakan adalah EMB (eosin methylene blue), deteksi bakteri Salmonella typhi juga dapat menggunakan medium Bismuth Sulfit Agar. Media yang lebih spesifik seperti Salmonella Shigella Agar (SSA). Media kultur yang direkomendasikan adalah media empedu (Gall) dari sapi karena dapat meningkatkan sensitivitas pemeriksaan karena hanya bakteri Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi yang dapat tumbuh di media ini. Pada media SSA hasil positif Salmonella typhi ditandai dengan terbentuknya koloni hitam (black jet) karena produksi H2S.
2. Pemeriksaan Serologi
Pemeriksaan serologi yang dapat digunakan adalah Widal Test, Tubex TF, ELISA, hingga SDS-PAGE Blotting. Pemeriksaan serologi pada umum nya adalah deteksi Antibodi (Ab) atau Antigen (Ag) bakteri Salmonella typhi. Reagen kit widal telah banyak diproduksi oleh perusahaan sehingga dapat menjadi pemeriksaan rutin yang dapat dikerjakan di laboratorium, namun yang perlu diperhatikan adalah perlu diperhatikan kualitas pengerjaan, karena belum ada kesepakatan nilai standar aglutinasi (cut-off point). Pada pemeriksaan Tubex TF menggunakan kit test Tubex.
Test ini menggunakan pemisahan partikel-partikel untuk mendeteksi antibody IgM dari serum pada antigen O- 9 LPS dari bakteri. Spesimen yang digunakan adalah serum atau plasma heparin.
1. Pemeriksaan Molekuler
Pemeriksaan berbasis molekuler dapat dilakukan dengan amplifikasi beberapa gene spesifik yang telah diketahui dan diakses melalui Gene Bank di NCBI (National Center for Biotechnology Information). Genome lengkap dari Salmonella typhi telah dimasukan kedalam basis data dan dapat dipergunakan sesuai dengan gen target.
Beberapa gene yang dapat dijadikan target identifikasi seperti 16sRNA, viaB, hiLa dan Flic dari bakteri Salmonella typhi dapat digunakan sebagai primer identifikasi bakteri Salmonella typhi.
4. Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan hematologis dilakukan secara rutin menggunakan Hematology Analyze, sampel terbaik yang digunakan adalah Plasma EDTA dari darah vena.
Pemeriksaan penunjang pengukuran AST dan ALT dapat dilakukan menggunakan metode kinetic enzymatic berdasarkan kesepakatan IFCC (International Federation of Clicical Chemistry and Laboratory Medicine) menggunakan sampel serum pada panjang gelombang 340 nanometer (Nurmansyah & Normaidah, 2020).
3.7 Penatalaksanaan 3.7.1 Nonfarmakologi
- Tirah baring
- Nutrisi : cairan dan diet lunak rendah serat - Pantau tanda-tanda syok
3.7.2 Farmakologi
- Simptomatik : sesuai dengan keadaan umum penderita seperti pemberian antipiretik, antiemetic
- Antibiotik (Kemenkes, 2020)
3.8 Komplikasi
Pada minggu ke 2 atau lebih sering timbul komplikasi dari yang ringan sampai berat, bahkan kematian. Beberapa komplikasi yang sering terjadi diantaranya :
1. Tifoid toksik (tifoid encelopathy)
Didapatkan gangguan atau penurunan kesadaran akut dengan gejala delirium sampai koma yang dapat disertai atau tanpa kelainan neurologis lainnya.
2. Syok septik
Merupakan akibat lanjut dari respon inflamasi sistemik. Disamping gejala-gejala tifoid diatas, pasien dapat jatuh dalam fase kegagalan vascular (syok) yang ditandai dengan tekanan darah turun, nadi cepat atau tidak teraba, akral basah dan dingin.
3. Pendarahan dan perforasi intestinal
Pendarahan dengan gejala feses berdarah (hematoschezia) atau dideteksi dengan tes occult blood test. Perforasi intestinal ditandai dengan nyeri abdomen akut, tegang, bising usus melemah, pekak hepar menghilang. Untuk memastikan perforasi perlu pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi. Perforasi intestinal merupakan komplikasi yang serius karena sering menyebabkan kematian.
4. Peritonitis
Biasanya sering disertai oleh perforasi intestinal. Gejalanya berupa nyeri perut hebat, defans muscular, nyeri lepas pada penekanan.
5. Hepatitis tifosa
Disertai gejala-gejala icterus, hepatomegaly, dan kelainan fungsi hepar seperti peningkatan SGOT,SGPT, dan bilirubin. Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan nodul tifoid dan hiperplasi sel-sel kuffer.
6. Pancreatitis tifosa
Jarang terjadi, gejala-gejalanya sama dengan gejala pancreatitis yaitu nyeri perut hebat, disertai dengan mual dan muntah kehijauan, meteorismus, bising usus menurun, enzim amilase dan lipase meningkat.
7. Pneumonia
Dapat disebabkan oleh basil Salmonella atau coinfeksi dengan mikroba lain yang sering menyebabkan pneumonia.
8. Komplikasi lain - Osteomielitis, artritis
- Miokarditis, perikarditis, endokarditis
- Pielonefritis, orkitis
- Inflamasi di tempat lain (Kemenkes, 2020)
DAFTAR PUSTAKA
Elon, Y., & Simbolon, U. (2019). Tindakan Kompres Hangat Pada Temporal Lobe dan Abdomen Terhadap Reaksi Suhu Tubuh Pasien Dengan Thphoid Fever. Jurnal Skolastik Keperawatan, 4(1), 73–81. https://doi.org/10.35974/jsk.v4i1.735
Kemenkes. (2020). Pedoman Pengendalian Demam Tifoid. Kemenkes.
https://persi.or.id/wp-content/uploads/2020/11/kmk3642006.pdf
Kemenkes. (2022a). Perawatan Penyakit Thypoid. Kemenkes.
https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1884/perawatan-penyakit-thypoid Kemenkes. (2022b). Tipus. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/1376/tipus Nugraha, J., & Purwanta, M. (2018). Deteksi IgM Anti Salmonella Enterica Serovar
Typhi Dengan Pemeriksaan Tubex TF dan TYPHIDOT-M. Jurnal Biosains Pascasarjana, 19(2).
Nurmansyah, D., & Normaidah. (2020). Patogenesis dan Diagnosa Laboratorium
Demam Tifoid. Jurnal Kesehatan Klinikal Sains.
https://doi.org/10.36341/klinikal_sains.v8i2.1406
Verliani, H., Laily Hilmi, I., & Salman. (2022). Faktor Risiko Kejadian Demam Tifoid di Indonesia 2018-2022. Jurnal Kesehatan Jompa, 1(2).
https://jurnal.jomparnd.com/index.php/jkj
WHO. (2018, Januari). Typhoid. https://www.who.int/news-room/fact- sheets/detail/typhoid