• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karangan Asli. The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara 140

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Karangan Asli. The Journal of Medical School, University of Sumatera Utara 140"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Muhammad Eka Agusfansyah

1

, Syah Mirsya Warli

2

, Bungaran Sihombing

2

Departemen Ilmu Bedah Universitas Sumatera Utara1, Divisi Bedah Urologi2,

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik Medan

Abstract

Background : Lower urinary tract infection (LUTS) at benign prostate hyperplasia (BPH) patient commonly followed by sexual

dysfunction which include erectile dysfunction, at last study there was relation between LUTS/BPH and erectile dysfunction.

1a-adrenoceptors antagonists (Tamsulosin) is very selective adrenoceptor •1 antagonist. These drugs block a adrenaceptor 1a the prostate which further led to improvement of LUTS symptoms and also blocked the action of noradrenaline at the level

1a receptors on smooth muscle of the corpus cavernosum to enhance and improve erectile function. The purpose of this

study was to determine changes in the level of erection hardness in patients with BPH after administration •1a-adrenoceptors antagonists for 1 month.

Methods : This research is an experimental study. Anamnesis directly performed on 50 subjects who met the inclusion

criteria and did not meet the exclusion criteria. To assess the degree of erection hardness using a special instrument that used erection hardness score (EHS), where EHS is a diagram of the quality of erection hardness which consisted of grade 1 to 4. Patients will be assessed level of erection hardness using EHS before and after the intervention for 1 month with •1a-adrenoceptors antagonists

Result : Based on statistical analysis, after administration of •1a-adrenoceptors antagonists found there was a significant

increase in the value of EHS compared with before intervention, with P value = 0.001 (• = 0.005 CI = 95%). 36 subjects with EHS 2 before intervention, 16 subjects turned into EHS 3 after the intervention. 13 subjects with EHS 3 before the intervention, after the intervention did not change the value of EHS. One subject with EHS 4 before intervention also did not change after the intervention.

Conclusion : This study proved that •1a-adrenoceptors antagonists can improve erectile dysfunction in patients with BPH. Keywords : BPH; erectile dysfunction; •1a-adrenoceptors antagonists; LUTS; EHS

Abstrak

Latar belakang : Lower urinary tract symptoms (LUTS) pada pasien benign prostatic hyperplasia (BPH) seringkali diikuti

dengan adanya gangguan seksual termasuk disfungsi ereksi dan studi terbaru menunjukkan ada hubungan erat antara LUTS/BPH dan disfungsi ereksi. •1a-adrenoceptors antagonists (Tamsulosin) merupakan antagonis adrenoceptor •1 yang

sangat selektif. Obat ini akan memblokade adrenaceptor •1a pada prostat yang selanjutnya menyebabkan perbaikan gejala

LUTS dan juga memblokade aksi noradrenalin pada tingkat reseptor •1a pada otot polos corpus cavernosum sehingga

meningkatkan dan memperbaiki fungsi ereksi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan tingkat kekerasan

ereksi pada pasien BPH setelah pemberian •1a-adrenoceptors antagonists selama 1 bulan.

Metode : Penelitian ini merupakan studi eksperimental. Anamnesis langsung dilakukan pada 50 subjek yang memenuhi

kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Untuk menilai derajat kekerasan ereksi dipakai instrumen khusus dengan menggunakan erection hardness score (EHS), dimana EHS adalah diagram mengenai kualitas kekerasan ereksi yang terdiri dari grade 1 hingga 4. Pasien akan dinilai tingkat kekerasan ereksinya dengan menggunakan EHS sebelum dan

sesudah intervensi selama 1 bulan dengan •1a-adrenoceptors antagonists.

Hasil : Berdasarkan analisa statistik, didapatkan bahwa setelah pemberian •1a-adrenoceptors antagonists dijumpai

peningkatan nilai EHS yang bermakna dibandingkan sebelum intervensi dengan nilai P = 0.001(• = 0.005 CI = 95%). 36 subjek dengan EHS 2 sebelum intervensi , 16 subjek berubah menjadi EHS 3 setelah intervensi. 13 subjek dengan EHS 3 sebelum intervensi, setelah intervensi tidak mengalami perubahan nilai EHS. 1 subjek dengan EHS 4 sebelum intervensi juga tidak mengalami perubahan setelah intervensi.

Kesimpulan : Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa •1a-adrenoceptors antagonists dapat memperbaiki disfungsi ereksi

pada penderita BPH.

(2)

PENDAHULUAN

Pembesaran prostat jinak atau lebih dikenal sebagai benign prostate hyperplasia (BPH) dan disfungsi ereksi (DE) menunjukkan prevalensi yang meningkat dengan bertambahnya usia, dan banyak epidemiologi dan penelitian klinis telah dilakukan untuk mempelajari kedua proses ini.

Disfungsi seksual (disfungsi Ereksi, gangguan ejakulasi dan penurunan libido/ hypoactive dexual desire) lebih sering pada pasien pria dengan LUTS/BPH dibandingkan tanpa LUTS/BPH. Studi terbaru menunjukkan bahwa ada hubungan erat antara LUTS/BPH dan disfungsi ereksi.1

Oleh karena itu LUTS/BPH dianggap sebagai faktor risiko independen untuk disfungsi seksual. Maka tatalaksana penderita LUTS/BPH harus bertujuan setidaknya untuk mempertahankan atau jika mungkin meningkatkan fungsi seksual.2,3

Karena adanya hubungan tersebut maka memberi kesan pengobatan salah satu kondisi dapat mempengaruhi yang lainnya dan juga disarankan untuk mengevaluasi fungsi seksual pada pria usia lanjut dengan LUTS yang disebabkan oleh BPH.4,5

Tatalaksana BPH meliputi watchful waiting, pembedahan

dan medikamentosa, biasanya dengan •1-adrenoceptors

antagonists atau 5•-reduktase inhibitor.3 Salah satu obat

golongan •1a-adrenoceptors antagonists, tamsulosin,

dilaporkan efektif dan telah rutin digunakan untuk penanganan BPH dan juga dapat memperbaiki fungsi ereksi pada pasien dengan gejala ringan.1,6-9

Perbaikan gejala yang meliputi keluhan obstruksi dan iritasi sudah dirasakan sejak 48 hingga 96 jam setelah pemberian obat dan masih tetap aman dan efektif walaupun diberikan hingga 6 tahun.10

Alpha1a-adrenoceptors antagonists yang memblokade •1a

-adrenoceptors juga memperbaiki fungsi seksual dengan meningkatkan aliran darah ke penis dan akan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan dengan menghilangkan

gejala LUTS secara bersamaan.2

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan perubahan tingkat kekerasan ereksi pada pasien BPH setelah pemberian •1a-adrenoceptors antagonists.

METODE

Penelitian ini merupakan studi eksperimental untuk menilai tingkat kekerasan ereksi pada pasien BPH sebelum dan setelah pemberian •1a-adrenoceptors antagonists dari bulan September

2012 sampai dengan November 2012.

Yang menjadi kriteria inklusi pada penelitian ini adalah usia >50 tahun, pasien BPH dengan IPSS >7, dan mendapat informed consent. Sedangkan pasien retensi urin akut, pasien BPH yang diberikan terapi atau tindakan selain dari

•1aadrenoceptors antagonists, pasien yang dalam terapi

disfungsi ereksi dieksklusikan dari penelitian ini.

Data karakteristik yang dikumpulkan adalah usia, tingkat kekerasan ereksi sebelum dan pemberian •1a-adrenoceptors

antagonists. Tingkat kekerasan ereksi dinilai memalui EHS (Erection Hardness Score).

Analisa data bivariat dilakukan terhadap data sekunder dengan menggunakan perhitungan statistik (Uji Chi-Square).

HASIL

Karakteristik Sampel

Pada penelitian ini dari bulan September 2012 sampai dengan November 2012, dijumpai 50 pasien dengan benign

prostate hyperpalsia (BPH) yang mendapatkan pengobatan

dengan menggunakan Tamsulosin (•1a-adrenoceptors

antagonists).

Penderita dikelompokkan berdasarkan usia dengan kelompok usia terbanyak 60-69 tahun sebanyak 18 sampel. Hal ini dapat dilihat pada diagram 1.

Diagram 1. Distribusi pasien berdasarkan usia

Berdasarkan derajat kekerasan ereksi pada pasien BPH dengan menggunakan Erection Hardness Score (EHS) sebelum pemberian Tamsulosin, diperoleh hasil seperti yang ditampilkan pada diagram 2.

Diagram 2. Proporsi EHS sebelum pemberian

tamsulosin (•1a-adrenoceptors antagonists)

Berdasarkan derajat kekerasan ereksi pada pasien BPH dengan menggunakan erection hardness score (EHS) setelah pemberian Tamsulosin selama 1 bulan, diperoleh hasil yang ditampilkan pada diagram 3.

14

1

50-59 tahun 60-69 tahun 70-79 tahun > 80 tahun

Distribusi pasien berdasarkan umur 17 1 2 3 1 8 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 40 35 3 0 25 20 15 1 0 5 0

EHS 1 EHS 2 EHS 3 EHS 4

Erection Hardness Score (EHS) sebelum intervensi 0

3 6

1 3

(3)

Diagram 3. Proporsi EHS setelah 1 bulan pemberian

Tamsulosin (•1a-adrenoceptors antagonists)

Berdasarkan hasil uji chi-square test, didapatkan bahwa setelah pemberian •1a-adrenoceptors antagonists terdapat peningkatan

nilai erectile hardness score (EHS) yang bermakna bila

dibandingkan sebelum pemberian •1a-adrenoceptors

antagonists dengan nilai P = 0.001 (• = 0.005, CI= 95%). Karena P <0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perubahan yang bermankna secara statistik pada tingkat kekerasan ereksi berdasarkan EHS pada pasien BPH pasca pemberian Tamsulosin (•1a-adrenoceptors antagonists). Hal ini

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Perubahan tingkat kekerasan ereksi bedasarkan

EHS pada pasien BPH sebelum dan 1 bulan sesudah

pemberian Tamsulosin (•1a-adrenoceptors antagonists)

X2 = 16.66 df = 4 P = 0.001

DISKUSI

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan apakah ada perubahan tingkat kekerasan ereksi pada pasien BPH setelah pemberian •1a-adrenoceptors antagonists selama satu

bulan.

Seperti diketahui selama 1 dekade terakhir, ada 2 group

obat yang sering digunakan pada penanganan BPH yaitu •1-

adrenoceptors antagonists dan 5• reduktase inhibitor dimana obat-obatan •1-adrenoceptors antagonists merupakan pilihan

terapi lini pertama pada penanganan LUTS yang disebabkan oleh BPH.

Pada beberapa penelitian dapat diketahui bahwa ada hubungan yang bermakna antara BPH dengan angka kejadian DE setelah faktor- faktor lain seperti penyakit kardiovaskular, diabetes mellitus dan hipertensi disingkirkan. Hal ini membuk-tikan bahwa antara BPH dan DE bukanlah hanya disebabkan oleh faktor penuaan namun juga karena mereka memiliki patofisologi yang sama. Oleh karena itu penanganan salah satu penyakit juga akan mengurangi keluhan yang lainnya.2,3,11

Pada suatu studi yang dilaporkan oleh pada pertemuan tahunan American Urological Association lain yang melibatkan 12,815 pria diatas 50 tahun diketahui bahwa terdapat hubungan

yang bermakna antara BPH dan DE.12

Oleh sebab itu dapat diketahui bahwa usia dan LUTS merupakan faktor resiko terbesar untuk terjadinya DE dibandingkan komorbid lainnya seperti diabetes mellitus, hipertensi dan hyperlipidemia. Hal ini sesuai dengan hasil yang didapat peneliti bahwa pada sebagian besar penderita BPH dengan LUTS memiliki DE yang ditandai dengan 36 dari 50 subjek penelitian kami yang memiliki angka EHS skor 2.13-15

LUTS yang ditimbulkan oleh BPH dapat menyebabkan menurunnya kualitas hidup dan gangguan fungsi seksual

pada pria. Pemberian •1a-adrenoceptor antagonis telah

diketahui memberikan efek pada fungsi seksual.

Mekanisme efek, •1a -adrenoceptor antagonis pada

pengobatan DE salah satunya dimungkinkan oleh karena efek positif •1a -adrenoceptor antagonis yang dapat meningkatkan

kualitas hidup (QoL) pada pasien dengan LUTS sehingga dapat meningkatkan fungsi seksual. Sebagian lain berpendapat bahwa peningkatan fungsi seksual lebih disebabkan oleh efektifitas, •1a-adrenoceptor antagonis pada

relaksasi otot polos cavernosum.3,16,17

Penelitian ini berhasil membuktikan bahwa terdapat perubahan tingkat kekerasan ereksi menjadi lebih baik yang

bermakna pada pasien BPH setelah pemberian •1a

-adrenoceptors antagonis selama satu bulan. Adanya perubahan yang bermakna ini dinyatakan dengan didapatkannya derajat kemaknaan (•) yang lebih kecil dari 0.05 (P <0.05) yaitu nilai P = 0.001.

Hasil ini memperkuat hasil penelitian sebelumnya telah dilaporkan oleh yang menyimpulkan bahwa penanganan BPH juga akan meningkatkan fungsi seksual pada pria. Dimana penelitian tersebut juga diketahui bahwa pemberian alpha blocker setelah 3 bulan ditemukan perbaikan gejala LUTS yang juga meningkatkan fungsi seksual.3,18-20

Pada penelitian ini peneliti juga menemukan hal yang sama yaitu adanya hubungan bermakna antara peningkatan angka EHS setelah pemberian •1a-Adrenoceptors selama 1 bulan. Dimana dari 50 subjek penelitian, 36 subjek penelitian dengan nilai EHS sebelum intervensi 2, 16 subjek penelitian berubah menjadi EHS 3.

Sementara 13 subjek penelitian dengan nilai EHS sebelum intervensi 3, setelah intervensi tidak mengalami kemajuan menjadi EHS 4 ataupun kemunduran menjadi EHS 2. Satu subjek penelitian dengan nilai EHS sebelum intervensi 4 dan 35 30 25 20 15 10 5 0

EHS 1 EHS 2 EHS 3 EHS 4

Erection Hardness Score (EHS) setelah intervensi 0 2 0 2 9 1 1 2 3 4 Erection hardness score sebelum intervensi 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 2 0 0 0 0 1 1 0 3 6 1 3 1 5 0 T o ta l

Erection Hardness Score Setelah Intervensi Total

1 2 3 0 1 6 1 3 0 2 9 4

142

(4)

sesudah intervensi nilai EHS tetap 4.21-23

Tidak ada satupun dari subjek penelitian yang mempunyai nilai EHS 1. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa ada perubahan dan perbaikan dari nilai EHS setelah dilakukan intervensi dengan •1a-adrenoceptors antagonis selama satu

bulan.24-26

Dengan diketahuinya adanya perbaikan tingkat kekerasan ereksi pada pasien BPH setelah pemberian •1a

-adrenoceptors antagonists selama satu bulan, dapat menjadi suatu titik tolak untuk dilakukannya screening fungsi seksual dalam hal ini kekerasan ereksi pasien dengan menggunakan

perangkat EHS, pada pasien-pasien BPH.27-29

Screening awal ini diharapkan dapat mendeteksi adanya

gangguan fungsi seksual pada pasien-pasien BPH, dan memungkinkan untuk dilakukan tatalaksana yang lebih dini, sehingga diharapkan dapat meningkatkan QoL pada pasien.30- 32

KESIMPULAN

Berdasarkan analisa statistik, didapatkan bahwa setelah pemberian •1a-adrenoceptors antagonists dijumpai peningkatan

nilai EHS yang bermakna dibandingkan sebelum intervensi dengan nilai P = 0.001 (• = 0.005 CI = 95%). T

iga puluh enam subjek dengan EHS 2 sebelum intervensi,16 subjek berubah menjadi EHS 3 setelah intervensi.

Tiga belas subjek dengan EHS 3 sebelum intervensi, setelah intervensi tidak mengalami perubahan nilai EHS. Satu subjek dengan EHS 4 sebelum intervensi juga tidak mengalami perubahan setelah intervensi.

REFERENCES

1. Seracu FS, Bucuras V, Bardan R. The effects of medical therapy for BPH on the sexual function of the patients. TMJ. 2009;59:1.

2. Lowe FC. Treatment of lower urinary tract symptoms suggestive of benign prostatic hyperplasia: sexual function. BJU International. 2005;4:12-18.

3. Mc Vary KT. Sexual function and alpha-blockers. Rev Urol. 2005;8:3-11.

4. O’Leary MP. LUTS, ED, QoL: Alphabet soup or real concerns to aging men?. Urology 56. 2000;5:7-11. 5. Gacci M, Eardley I, Giuliano F, et al. Critical analysis of

the relationship between sexual dysfunction and lower urinary tract symptoms due to benign prostatic hyperplasia. J Euroru. 2011;60:809-25.

6. Ichioka K, Ohara H, Terada N, et al. Long-term treatment outcome of Tamsulosin for benign prostatic hyperplasia. International Jounal of Urology. 2004;11:870-5.

7. Muzzonigro G. Tamsulosin in the treatment of LUTS/BPH: an italian multicentre trial. Archivio Italiani di Urologia e Andrologia. 2005;77:13-7

8. Suzuki H, Yano M, Awa Y, et al. Clinical impact of Tamsulosin on generic and symptom-specific quality of life for benign prostatic hyperplasia patients: using international prostate symptom score and rand medical outcomes study 36-item health survey. International Journal of Urology. 2006;13:1202-6.

9. Muneer A, Borley N, Ralph DJ. Erectile dysfunction. The st Peter’s Andrology Centre. 2007.

10. Fine SR, Ginsberg P. Alpha-adrenergic receptors antagonist in older patients with BPH: issues and potential complication. JAOA. 2008;108:7.

11. Van Dijk MM. Balancing clinical outcomes and quality of life aspects in the treatment of LUTS/BPH. University of Amsterdam. 2010.

12. Chung W, Nehra A, Jacobsen S, Robert RO, Rhodes T, Girman, CJ, et al. Epidemiologic evidance evaluating lower urinary tract symtomp (LUTS) and sexual dysfunction in the Olmsted County Study of urinary tract symptom and health status among men (OCS). J Urol. 2003;169:323.

13. Barry MJ, Fowler FJ Jr, O'Leary MP, Bruskewitz RC, Holtgrewe HL, Mebust WK, et al. The american urological association symptom index for benign prostatic hyperplasia. J Urol. 1992;148:1549-57.

14. Dean RC, Lue TF. Physiology of penile erection and pathophysiology of erectile dysfunction. Urol Clin North Am. 2005;32:379.

15. El-Sakka AI, Lue TF. Physiology of penile erection. The Scientific World Journal. 2004;4:128-34.

16. El-Gamal OM. •1-Adrenoceptor subtype in isolation corporal

tissue from patients undergoing gender re-assignment. BJU International. 2006;97:329-32.

17. Ikatan Ahli Urologi Indonesia: Pedoman Penatalaksanaan BPH di Indonesia. [cited 07 april 2012] . Available from:

http://www.iaui.or.id/info/guid.php.

18. Kojima Y, Kubota Y, Sasaki S, Hayashi Y, Kohri K. Translational pharmacology in aging men with benign prostatic hyperplasia: molecular and clinical approaches to alpha1-adrenoreceptors. Current Aging Science. 2009;2:223-39.

19. Kirby RS. In: An atlas of erectile dysfunction. 2nd ed. The

Parthenon Publishing Group; 2005. p. 36-45.

20. Traish A, Kim NN, Moreland RB, Goldstein I. Role of alpha adrenergic receptor in erectile function. International Journal of Impotance Research. 2000;12:48-63.

21. Rosen R, Altwein J, Boyle P, Kirby R, Lukas B, Meuleman E. Lower urinary tract symptoms and male sexual dys-function: the multinational survey of the aging male (MSAM-7). Eur Urol. 2003;44:637–49.

22. Seo DH, Kam SC, Hyun JS. Impact of lower urinary tract symptoms/benign prostatic hyperplasia with tamsulosin and solifenacin combination therapy on erectile function. Korean J Urol. 2011;52:49-54.

23. Tjay TH, Rahardja K. In: Obat-obat penting: khasiat,

penggunaan, dan efek-efek sampingnya. 6th ed. 2007. p.

501.

24. Kim SW. Prostatic disease and sexual dysfunction. Korean J Urol. 2011;52:373-8.

25. Leungwattanakij S, Roongreungsilp U, Lertsithichai P, Ratana-olarn K. The association between erectile function and severity of lower urinary tract symptoms. J Med Assoc Thai. 2005;88:91-5.

(5)

26. Mc Nicholas TA, Kirby RS, Lepor H. Evaluation and nonsurgical management of benign prostatic hyperplasia. In: Campbell’s Urology. 10th ed. WB Saunders Co; 2011. p. 2611-54.

27. Mc Vary KT, Roehrborn CG, Avins AL. American urological association guideline: management of benign prostatic hyperplasia (BPH). American Urological Association Education and Research, Inc. 2010. 28. Narayan P, Evans CP, Moon T. Long term safety and

eficacy of tamsulosin for the treatment of lower urinary tract symptoms associated with benign prostatic hyperplasia. J Urol. 2003;170:498-502.

29. Ponholzer A, Madersbacher S. Lower urinary tract symptoms and erectile dysfunction: links for dioagnosis, management and treatment. International Journal of Impotence Research. 2007;19:544-50.

30. Praveen R. Tamsulosin – turn a round: a review. Int J Cur Bio Med Sci. 2011;1:39-40.

31. Pfizer inc. The erection hardness score (EHS). [cited 25 june 2012]. Available from: http:// www.pfizerpro.com . 32. Roehrborn CG. Benign prostatic hyperplasia: etiology,

pathophysiology, epidemiology, and natural history. In: Campbell’s Urology. 10th ed. WB Saunders Co. 2011. p. 2570-2610.

Gambar

Diagram 2. Proporsi EHS sebelum pemberian  tamsulosin (• 1a -adrenoceptors antagonists)
Diagram 3. Proporsi EHS setelah 1 bulan pemberian  Tamsulosin (• 1a -adrenoceptors antagonists)  Berdasarkan hasil uji chi-square test, didapatkan bahwa setelah  pemberian • 1a -adrenoceptors antagonists terdapat peningkatan  nilai  erectile  hardness  sco

Referensi

Dokumen terkait

Tidak Menerapkan GCG (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur dan Jasa yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)” adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai

Selain tugas dan wewenang Kejaksaan yang diatur dalam Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan tindak pidana (Pasal 109 ayat (1)) dan pemberitahuan baik

Keamanan pada suatu jaringan sangat diutamakan, karena berfungsi untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Saat ini, telah

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dilakukan terhadap 62 responden menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang perawatan paliatif berada dalam kategori baik yaitu sebanyak

Pada kultivar Granola Kembang, penambahan limbah biogas padat sebanyak 1/3 bagian pada media tanam menyebabkan tanaman mampu menghasilkan jumlah umbi berukuran besar lebih

Substantial asIPSC activity is present following stimulation of ever, this disparity could reflect the fact that synchronous the presynaptic neuron at 80 Hz for 1 s. The

Pada bagian proses, respon yang timbul dari pemilih pemula terhadap. proses pemilihan yang berlangsung adalah kurangnya pemahaman

Setelah adanya Aplikasi ini diharapkan membawa perubahan yang besar diantaranya dalam perhitungan penjualan dan pembelian supaya tidak terjadi banyak kesalahan, serta dalam