BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Fondasi adalah suatu konstruksi bagian dasar bangunan yang berfungsi meneruskan beban dari struktur atas ke lapisan tanah di bawahnya. Tiang (Pile) adalah bagian dari suatu bagian konstruksi pondasi yang berbentuk batang langsing yang dipancang hingga tertanam dalam tanah dan berfungsi untuk menyalurkan beban dari struktur atas melewati tanah lunak dan air kedalam pendukung tanah yang keras yang terletak cukup dalam. Penyaluran beban oleh tiang pancang ini dapat dilakukan melalui lekatan antara sisi tiang dengan tanah tempat tiang dipancang (tahanan samping), dukungan tiang oleh ujung tiang
(end bearing). Besar kapasitas tahanan ujung dan tahanan samping akan bergantung dari:
1. Kondisi pelapisan tanah dasar pendukung tempat fondasi bertumpu beserta parameter tiap lapisan tanahnya masing-masing. Parameter tanah dasar yang mendukung daya dukung fondasi adalah :
a. Index properties: Berat volume Angka pori Porositas Kadar air Derajat kejenuhan
Atterberg Limit: LL, PL, dan PI b. Engineering Properties:
Sudut geser dalam: φ Kohesi: C
Koefisien konsolidasi: Cc
2. Bentuk geometri fondasi: bentuk, dimensi, dan elevasi 3. Beban Fondasi
Penyelidikan tanah dasar dalam mendesain bangunan geoteknik sangat penting sebab seorang engineer harus memahami kondisi geologi tanah, sifat tanah dan kekuatan tanah setempat. Jenis investigasi disesuaikan dengan jenis proyek, kepentingan proyek, dan kondisi tanah asli dan tes lapangan menjadi sangat penting bila dilakukan pada tanah yang sangat sensitif terhadap gangguan.
Jenis penyelidikan tanah yang biasanya dilakukan dalam merencanakan suatu sistem fondasi adalah :
1. Boring Investigasi (tangan atau mesin) 2. CPT (sondir)
3. SPT (Standard Penetration Test) 4. Vane Shear
5. Sampling: Undisturbed (UDS) dan Disturbed (DS) Sample
6. Uji laboratorium: untuk menentukan parameter index dan engineering properties Untuk kondisi tanah yang memiliki lapisan atas yang kurang baik, penggunaan pondasi dangkal biasanya akan memberikan daya dukung yang rendah, maka untuk kondisi seperti ini pondasi tiang sebagai alternatif banyak digunakan.
Beberapa kondisi dimana pondasi tiang dibutuhkan (Gambar 2.1), kondisi itu antara lain sebagai berikut :
a. Untuk lapisan tanah atas yang terlalu lunak untuk menahan beban struktur atas.Untuk kondisi seperti ini tiang dibutuhkan untuk mentransfer beban struktur atas kelapisan bawah yang lebih keras. (Gambar 2.1 a dan b)
b. Pondasi yang direncanakan untuk menahan beban horizontal. Pondasi tiang menahan beban horizontal dengan kapasitas momen nominalnya, dan masih tetap dapat menahan beban axial. (Gambar 2.1 c)
c. Untuk tanah-tanah yang expansif, pondasi tiang menjadi alternatif yang sangat baik. Karena pondasi dapat diteruskan hingga melewati lapisan yang ekspansif ini. (Gambar 2.1 d)
d. Pondasi yang diperuntukkan untuk menahan beban Uplift.(Gambar 2.1 e) e. Pondasi di tanah yang lapis atasnya beresiko terkena erosi air. (Gambar 2.1 f)
Gambar 2.1 Beberapa kondisi dimana pondasi tiang digunakan dalam praktek (Das, 1999)
Di dalam rekayasa pondasi juga dipelajari mengenai beberapa klasifikasi pondasi tiang. Berikut klasifikasi tiang berdasarkan pergerakan pada tanah (displacement):
1. Large displacement piles
Jenis tiang yang termasuk dalam kategori ini adalah tiang massif ataupun tiang berlubang dengan ujung tertutup. Pelaksanaan di lapangan dapat dilakukan dengan dipancang atau ditekan sampai elevasi yang dituju sehingga terjadi perpindahan tanah yang cukup besar dari tempatnya semula.
2. Small displacement piles
Tiang dipancang atau ditekan ke dalam tanah sampai pada elevasi yang diinginkan. Perbedaan dengan tipe tiang yang pertama adalah tiang tipe small displacement mempunyai penampang yang lebih kecil. Contoh yang termasuk dalam kategori ini adalah tiang baja penampang H atau I, tiang pipa atau box dengan ujung terbuka yang memungkinkan tanah masuk melalui penampang yang berlubang. Jenis tiang pancang berulir juga termasuk dalam kategori ini.
3. Non displacement piles
Tiang tipe ini ditanam ke dalam tanah dengan cara pemindahan tanah terlebih dahulu (dibor atau digali secara manual atau dengan mesin). Setelah lubang selesai dibuat
baru dilaksanakan pengisian lubang dengan tiang (dicor). Dengan demikian mobilisasi friksi tidak sebesar friksi pada displacement piles. Contoh: tiang bor pile. 4. Composit pile
Tiang komposit merupakan gabungan dari berbagai jenis tiang di atas. Sebagai contoh adalah tiang komposit tipe displacement. Tiang ini memiliki tiang baja profil H yang tergabung hingga ujung bagian bawah dari tiang beton pracetak (precast). Sebagai contoh jenis displacement dan non-displacement adalah pada tahap pertama dilakukan pemancangan dengan tiang pipa ujung terbuka kemudian tanah di dalam pipa dikeluarkan (dibor). Setelah itu, dibuatlah tiang bor dan tiang cast in place pada lubang tersebut.
2.2 Pemancangan Tiang
Pada umumnya pondasi tiang dipancang ke dalam tanah menggunakan hammer ataupun berupa alat penggetar (vibratory drivers). Untuk kasus khusus, pondasi tiang juga dapat dimasukkan ke dalam tanah dengan jetting ataupun dibor terlebih dahulu.
Pada pemancangan tiang hal-hal yang sangat penting untuk diketahui adalah sebagai berikut:
1. Jenis alat pemancang yang digunakan.
Jenis hammer sangat menentukan energi yang akan diterima oleh tiang dan juga tanah pada saat pemancangan. Ketika pemancangan tiang, suara yang ditimbulkan juga sangat keras sehingga dapat mengganggu aktivitas lingkungan disekitarnya. Tiap jenis hammer menimbulkan efek suara yang berbeda. Semakin keras lapisan tanah tempat pemancangan juga akan menimbulkan efek suara yang semakin keras. Energi pemancangan yang ditimbulkan oleh berat ram dan tinggi jatuh akan menentukan besar energi yang akan diterima oleh tiang pancang pada saat pemancangan. Jenis hammer yang biasa digunakan diantaranya:
A. External Combustion Hammers
Gambar 2.2 External Combustion Hammers (GRL, 1988)
B. Diesel Hammer
Umumnya ada dua tipe diesel hammer, yaitu: i. Open end diesel hammers
ii. Close end diesel hammers
Gambar 2.3 Diesel Hammer (GRL, 1988)
C. Vibrator Hammer
Gambar 2.4 Vibrator Pile Drivers (Irsyam, 2004)
2. Properti hammer, hammer cushion, helmet, pile cushion.
Dalam proses pemancangan, hammer cap dipasang pada kepala tiang. Pile Cushion digunakan diantara tiang dan cap. Pile cushion ini mempunyai kegunaan untuk mereduksi beban tumbukan dan menyebarkannya. Sedangkan hammer cushion diletakkan di pile cap. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.5 Properti Hammer, Hammer Cushion, Helmet, Pile Cushion (GRL, 1988)
3. Properti tiang pancang
Biasanya tiang pancang yang digunakan dipilih berdasarkan kriteria sebagai berikut: a. Jenis, ukuran dan berat struktur yang akan didukung.
b. Sifat fisik lapisan tanah.
c. Kedalaman lapisan yang mampu mendukung tiang pancang. d. Perbedaan kedalaman terhadap lapisan pendukung.
e. Ketersediaan material untuk tiang pancang. f. Jumlah tiang pancang yang diperlukan. g. Peralatan pemancang.
h. Perbandingan biaya.
i. Ketahanan yang disyaratkan. j. Jenis struktur proyek.
k. Gangguan konstruksi, terutama kebisingan dan getaran yang ditimbulkan akibat pemancangan tiang.
2.3 Kapasitas Daya Dukung Aksial
Kapasitas daya dukung aksial statik dapat dihitung dengan persamaan-persamaan kapasitas daya dukung statik dari Meyerhof, Terzaghi, Tomlinson, American Petroleum Institute (API) 1986, based on N-SPT dan lain-lain. Dalam tugas akhir ini, pembahasan daya dukung aksial statik dibatasi menggunakan metoda yang dianjurkan American Petroleum Institute (API) 1986 dan metoda based on N-SPT.
Kapasitas daya dukung dibedakan atas daya dukung ujung dan daya dukung geser. Apabila daya dukung keduanya dimobilisasikan akan didapatkan:
∑
+
= e f
ult Q Q
Q (2.1)
Dari kapasitas daya dukung aksial ultimate maka kita bisa mendapatkan kapasitas daya dukung aksial izin sebagai berikut:
SF Q
Q ult
all = (2.2)
dimana:
Qult = Kapasitas daya dukung maksimum atau ultimate
Qe = Kapasitas daya dukung ujung (end bearing) yang didapat dari tanah dibawah ujung pondasi tiang
Qf = Kapasitas daya dukung gesek (skin friction) yang didapat dari gaya geser atau gaya adhesi antara tiang dengan tanah
Qall = Kapasitas daya dukung izin tiang pancang SF = Faktor keamanan (safety factor) yang digunakan
2.3.1 Daya Dukung Aksial Berdasarkan Metode API (1986) 2.3.1.1 Kapasitas Daya Dukung Ujung
Berdasarkan metoda yang disarankan oleh American Petroleum Institute (API) 1986, perhitungan daya dukung ujung tiang secara umum dirumuskan seperti berikut:
Qe =qb +Ap (2.3)
dimana:
Qe = End bearing Capacity qb = Unit end Bearing Ap = Section Area of pile
Untuk tanah berbutir halus atau clay soil (c-soils) Secara umum qb dirumuskan sebagai berikut:
u c b N .C q = (2.4) dimana: Nc = 9
Cu = average undrained Shear Strength of clay on base of end bearing pile Untuk tanah berbutir kasar atau pasir (φ-soils)
Secara umum qb dirumuskan sebagai berikut:
q ' v b σ .N q = (2.5) dimana:
σ
v’
= overburden pressure Nq = bearing capacity factorUntuk nilai Nq tertentu, metoda API 1986 memberi batasan nilai unit end bearing yang boleh dihasilkan pada penggunaan rumus daya dukung ujung untuk tanah pasir, seperti berikut :
Tabel 2.1 Batas nilai unit end bearing untuk jenis-jenis tanah pasir dengan nilai Nq tertentu (API,
1987)
Soil Nq Limiting q (Kpa)
Very Loose To Medium, Sand To Silt 8 1900 Loose To Dense Sand, Sand To Silt 12 2900 Medium To Dense, Sand To Sand-Silt 20 4800 Dense To Very Dense , Sand To Sand silt 40 9600 Dense To Very Dense, Gravel To Sand 50 12000
2.3.1.2 Kapasitas Daya Dukung Skin Friction
Berdasarkan metoda yang disarankan oleh American Petroleum Institute (API) 1986 ,perhitungan daya dukung skin friction tiang secara umum dapat dirumuskan seperti berikut:
Qs =
∑
fs.p.ΔL (2.6)dimana:
Qs = total skin friction fs = unit skin resistances
p = perimeter dari tiang pancang ΔL = panjang unit tiang
Untuk tanah lempung (c-soils)
Secara umum fs dapat dirumuskan sebagai berikut:
u
C
.
fs =α (2.7)
dimana:
α = adhesion factor, Gambar 2.6 Cu = undrained shear strength
Gambar 2.6 Hubungan antara kuat geser (Cu) dengan faktor adhesi (α ) (API, 1987)
Untuk tanah pasir (φ-soils)
Secara umum fs dapat dirumuskan sebagai berikut:
fs = K σv’ tan δ (2.8)
dimana:
σv’ = overburden pressure
δ = friction angle between soil and pile ( using 2/3 φ ) K = Lateral earth pressure
Pada jenis tanah berpasir untuk parameter teknik seperti (δ) tertentu yang besar nilainya berasal dari sudut geser tanah, metoda API 1986 memberikan batas-batas nilai unit skin friction yang dihasilkan seperti berikut:
Tabel 2.2 Batas nilai unit skin friction untuk jenis-jenis tanah pasir untuk nilai (δ) tertentu (API, 1987)
Soil δ, Degrees Limiting f (Kpa)
Very Loose To Medium, Sand To Silt 15 47.8 Loose To Dense Sand, Sand To Silt 20 67 Medium To Dense, Sand To Sand-Silt 25 83.1 Dense To Very Dense , Sand To Sand silt 30 95.5 Dense To Very Dense, Gravel To Sand 35 114.8
2.3.2 Daya Dukung Aksial Berdasarkan Metode Based On N-SPT 2.3.2.1 Kapasitas Daya Dukung Ujung
Berdasarkan metoda Based on N-SPT, perhitungan daya dukung ujung tiang secara umum dapat dirumuskan seperti berikut:
Q
e= q
b. A
P (2.9)dimana:
Qe = End Bearing Capacity qb = Unit End Bearing Ap = Section Area of pile
Untuk tanah berbutir halus atau clay soil (c-soils) Secara umum qb dirumuskan sebagai berikut:
q
b= N
c. Cu
(2.10)dimana: Nc = 9,
Cu = undrained shear strength
Untuk tanah berbutir kasar atau pasir (φ-soils) Secara umum qb dirumuskan sebagai berikut:
qb = 40 × N-SPTav× ≤ 400 × N-SPTav (2.11)
dimana:
N-SPTav = (N1+N2)/2
N1 = harga rata-rata dari dasar ke 10 D ke atas N2 = harga rata-rata dari dasar ke 4 D ke bawah l = tebal lapisan tanah
D = diameter tiang pancang
2.3.2.2 Kapasitas Daya Dukung Skin Friction
Berdasarkan metoda Based on N-SPT, perhitungan daya dukung skin friction tiang secara umum dapat dirumuskan seperti berikut:
Q
s= Σf
s. p . ΔL
(2.12)dimana:
Qs = total skin friction fs = unit skin resistances
p = perimeter dari tiang pancang ΔL = panjang unit tiang
Untuk tanah lempung (c-soils)
Secara umum fs dapat dirumuskan sebagai berikut:
f
s= α . Cu
(2.13)dimana:
α = adhesion factor, Gambar 2.7 Cu = undrained shear strength Untuk tanah pasir (φ-soils)
Secara umum fs dapat dirumuskan sebagai berikut:
fs = 2 × N-SPT (2.14)
dimana: N-SPT = Nilai N-SPT pada lapisan tanah
2.4 Kapasitas Daya Dukung Lateral
Tiang vertikal yang menanggung beban lateral akan menahan beban ini dengan memobilisasi tahanan tanah pasif yang mengelilinginya. Pendistribusian tegangan tanah pasif akibat beban lateral akan mempengaruhi kekakuan tiang, kekakuan tanah, dan kondisi ujung tiang. Secara umum tiang yang menerima beban lateral dapat dibagi dalam dua bagian besar, yaitu tiang pendek (rigid pile) dan tiang panjang (elastic pile). Berdasarkan kondisi ujung atas maka dikenal istilah free head dan fixed head. Jika Kepala tiang dapat bertranslasi dan berotasi akibat beban geser dan/atau momen maka tiang tersebut dikatakan berkepala bebas (free head) sedangkan jika kepala tiang hanya bertranslasi maka disebut tiang dengan kepala jepit (fixed head).
(a) Free Head (b) Fixed Head
Gambar 2.7 Tiang pendek dikenai beban lateral (Tomlinson, 1977)
(a) Free Head (b) Fixed Head
Gambar 2.8 Tiang panjang dikenai beban lateral (Tomlinson, 1977)
LAPORAN TUGAS AKHIR Hal. II - 14 Langkah pertama untuk memperkirakan kapasitas tiang tunggal adalah menentukan perilaku tiang tersebut, apakah perilakunya sebagai tiang pendek ataukah sebagai tiang panjang yang fleksibel. Hal ini dilakukan dengan menentukan faktor kekakuan R dan T.
Faktor kekakuan ini bergantung pada kekakuan tiang (EI) dan kompresibilitas tanah. Faktor kekakuan ini nantinya akan dinyatakan dalam istilah soil modulus, yang tidak tetap tetapi bergantung pada lebar tiang dan kedalamannya. Soil modulus (K) ini dapat dihubungkan dengan modulus horizontal subgrade reaction dari konsep Terzaghi. Untuk tanah keras lempung OC, nilai dari modulus tanah biasanya diasumsikan konstan terhadap kedalaman.
Faktor Kekakuan 4
KB EI
R= (2.15)
K = k1 / 1.5 dan B = lebar tiang
k1 = subgrade modulus yang ditentukan dari pengukuran uji beban lapangan -penurunan dengan pelat bujur sangkar 30 x 30 cm
[m] horizontal lendutan ] N/m [ plat beban k 2 1 =
Tabel 2.3 Hubungan modulus of subgrade reaction (k1) dengan nilai Cu tanah lempung OC yang
keras (Terzaghi, 1955)
Parameter Stiff Very stiff Hard
Undrained Cohesion (Cu) kN/m2 100 - 200 200 – 400 > 400
Kisaran nilai ks MN/m3 18 - 36 36 - 72 > 72
Recommended ks MN/m3 27 54 > 108
Untuk tanah lempung NC dan untuk tanah butiran (pasir) maka modulus tanah dianggap meningkat secara linear terhadap kedalaman, maka :
Faktor kekakuan 5 h EI T η = (2.16)
Dimana modulus tanah adalah
D K =ηh⋅x
Nilai koefisien modulus variasi ηh diperoleh secara langsung dari loading test pada tiang tanah yang terendam air di mustang Island, Texas (Reese):
Tabel 2.4 Faktor untuk menghitung nilai dari koefisien modulus variasi (ηh) untuk tanah tak nonkohesif dalam [MN/m3] (Tomlinson, 1977)
Relative density Loose Medium Dense
ηh for dry or moist soil [Terzaghi] 2.5 7.5 20
ηh for submerged soil/ jenuh 1.4 5 12
ηh for submerged soil [Reese] 5.3 16.3 34
Nilai lain ηhyang diamati adalah seperti berikut ini : Lempung NC lunak : 350 to 700 kN/m3
Lanau organic silts : 150 kN/m3
Setelah perhitungan faktor kekakuan R dan T, kriteria penentuan kekakuan tiang sebagai tiang panjang atau tiang pendek berkaitan dengan kedalaman penetrasi tiang sebgai berikut ini :
Tabel 2.5 Kriteria penentuan kekakuan tiang sebagai tiang panjang atau tiang pendek (Tomlinson, 1977)
Soil Modulus ( Faktor Kekakuan ) Pile Type
Linearly Increasing (NC) Constant (OC) Pendek / Rigid ( free head ) L ≤ 2T L ≤ 2R Panjang / Elastic ( free head ) L ≥ 4T L ≥ 3,5R
2.4.1 Kapasitas Ultimit Tiang Pendek
Metode yang dikembangkan oleh Brinch Hansen dapat digunakan untuk menghitung kapasitas ultimit lateral tiang pendek. Metoda ini dapat digunakan untuk kondisi tanah homogen dan untuk kondisi tanah berlapis. Lihat Gambar 2.9 berikut, titik X adalah titik rotasi tiang.
Diagram tahanan pasif tanah dibagi menjadi n bagian dengan bagian horizontal sepanjang L/n. Tahanan pasif dari elemen pada kedalaman z dibawah permukaan tanah diberikan oleh :
P
z= P
ozK
qz+ c K
cz (2.17)dimana :
Poz adalah nilai tekanan efektif pada kedalaman z. C adalah nilai kohesi tanah pada kedalaman z.
Kqz ,Kcz adalah koefisien tekanan pasif untuk komponen friksi dan kohesi menurut Brinch
Hansen.
(a) soil reaction (b) Shearing Force Diagram (c) Bending Moment Diagram Gambar 2.9 Metode Brinch Hansen, memperkirakan kekuatan tiang pendek yang dikenai beban
lateral (Tomlinson, 1977)
Lokasi titik X (titik rotasi) dari tiang dilakukan dengan trial and error sampai tahanan diatas titik X dan dibawahnya mencapai keseimbangan.
∑
∑
∑
= = = = + − + = z L x z z x z z z n e z B L p B z e n L p M ( ) ( ) 0 (2.18)Setelah lokasi dari X ditemukan, maka nilai Hu ( gaya horizontal ultimit) diperoleh dengan jalan menghitung momen terhadap X, sebagai berikut :
∑
∑
= = = = − + − = + z L x z z x z z z u B z x n L p z x B n L p x e H ( ) ( ) ( ) 0 (2.19)
Gambar 2.10 Koefisien tekanan pasif menurut Brinch Hansen (Tomlinson, 1977)
Untuk pembebanan short-term pada tanah kohesif yang homogen ( = 0), maka metode Broms baik untuk digunakan. Untuk tanah seperti demikian Broms mengasumsikan bahwa reaksi dari tanah dapat disederhanakan seperti gambar berikut.
Gambar 2.11 Tahanan tanah dan bidang momen pada tiang pendek ( freehead & fixed head ) yang dikenai beban lateral pada lempung (Broms, 1964)
Broms menganggap daerah dimana terletak zero pressure adalah hingga kedalaman 1.5B , yang menunjukkan efek susut tanah dari tiang. Nilai Hu ultimit diperoleh dari grafik
(Gambar 2.12). Nilai Hu ini berhubungan dengan nilai cu , lebar tiang B dan perbandingan kedalaman tiang dengan lebar tiang. Dari Gambar 2.11 sebelumnya terlihat bahwa posisi f (posisi momen maksimum) dapat diperoleh dengan persamaan :
B c H f u u . . 9 = (2.20) dan Mmax =Hu(e+1,50B+0,50f) (2.21)
Bagian bawah tiang sepanjang g berfungsi menahan momen Mmax, dan dari prinsip kesetimbangan diperoleh untuk tiang pendek rigid :
2 max 2,25.c .B.g
M = u (2.22)
Tiang pendek yang ujungnya terjepit (Gambar 2.11 b) dapat dianggap berlaku seperti balok yang terjepit salah satu ujungnya, dan beban bekerja sepanjang tiang sehingga diperoleh : ) . 25 , 2 .( . . 9 . 2 1 2 2 max c B L B M = u − (2.23)
Kapasitas ultimit tiang pendek dengan kepala terjepit juga dapat ditentukan dari grafik (Gambar 2.13). Untuk tanah pasir ( cu = 0 ) distribusi tahanan tanah dan bidang momen digambarkan seperti Gambar 2.14. Untuk tiap kedalaman z maka besarnya tanahan tanah yang termobilisasi diberikan oleh:
p oz
z
B
p
K
p
= 3
×
×
(2.24)
Nilai B adalah lebar tiang yang tegak lurus terhadap arah rotasi tiang. Sedangkan poz
adalah nilai tekanan tanah efektif pada kedalaman z, Kp adalah Koefisien tekanan lateral
pasif Rankine, yaitu Kp = ( 1 + sin ) / ( 1-sin ). Maka nilai tahanan lateral ultimit, Hu dapat ditentukan dengan cara yang sama pada metoda Brinch Hansen. Untuk kondisi tanah pasir yang homogen, Broms juga telah membuat grafik (Gambar 2.14) hubungan H/KpB3γ dengan L/B, dari grafik ini kemudian dapat ditentukan nilai tahanan lateral ultimit Hu. Nilai Hu juga dapat ditentukan dari persamaan berikut :
L e K L B L e L K L B Hu p p + = + = 3 2 0,5 ) ( 3 5 , 1 γ γ (2.25)
Gambar 2.12 Kapasitas Lateral ultimit tiang pendek pada lempung dihubungkan dengan kedalaman penetrasi tiang (Broms,1964)
Gambar 2.13 Tahanan tanah dan bidang momen pada tiang pendek ( freehead & fixedhead ) yang dikenai beban lateral pada pasir (Broms,1964)
Untuk tiang pendek dengan kepala terjepit pada tanah terjepit pada tanah pasir maka mekanisme keruntuhannya adalah pergerakan kepala tiang yang melampaui batas toleransi. Sehingga nilai Hu dapat ditentukan dari rumus sebagai berikut :
p
u B L K
H =1,5 γ 2
(2.26)
Gambar 2.14 Kapasitas lateral ultimit tiang pendek pada tanah pasir dihubungkan dengan kedalaman penetrasi tiang (Broms,1964)
Nilai persamaan tersebut diatas akurat jika momen negatif maksimum yang termobilisasi dikepala tiang lebih kecil dari tahanan momen ultimit Mu pada tiang di titik ini. Persamaan momen untuk tiang diberikan oleh :
p K L B M 3 max = γ (2.27)
2.4.2 Kapasitas Ultimit Tiang Panjang
Tahanan pasif yang dapat dimobilisasi oleh tanah hingga tiang yang tak berhingga panjangnya mencapai titik lelehnya juga tak hingga. Karena itu kapasitas lateral tiang panjang akan ditentukan oleh kapasitas tiang itu menahan momen.
Broms mendefinisikan keruntuhan tiang panjang akan tercapai apabila kapasitas lelah momen penampang tiang sudah dicapai. Pada penampang tiang diperkirakan akan terbentuk sendi plastis, yang masih mampu menahan geser. Reaksi tanah lempung dan momen pada tiang menurut Broms dapat dilihat pada Gambar 2.15. Nilai momen positif maksimum untuk tiang dengan kepala bebas (free head) sama dengan persamaaan berikut:
) 50 , 0 50 , 1 ( max H e B f M = u + + (2.28)
dimana B c H f u u . . 9 = (2.29) Nilai ultimit dari Hu, diambil ketika nilai Mmax sama dengan nilai momen ultimit dari penampang tiang itu sendiri. Sehingga untuk tiang dengan kepala bebas nilai Hu dinyatakan oleh: ) 50 , 0 50 , 1 (e B f M H u u = + + (2.30) Dari Gambar 2.15 b untuk kondisi kepala tiang yang terjepit maka nilai Hu dapat
dinyatakan sebagai: ) 50 , 0 50 , 1 ( 2 f B M H u u = + (2.31)
Gambar 2.15 Tahanan tanah dan bidang momen pada tiang panjang (freehead & fixedhead) yang dikenai beban lateral pada lempung (Broms,1964)
Broms membuat grafik yang menghubungkan nilai Hu / Cu B2 dan Mu / Cu B3 untuk tanah lempung, ditunjukkan oleh Gambar 2.16 untuk kasus dimana kepala tiang terjepit dan kepala tiang bebas. Nilai dari tahanan ultimit lateral Hu, dapat ditentukan dengan melihat grafik dan mendapatkan nilai Hu / Cu B2 yang bersesuaian dengan Mu / Cu B3.
Gambar 2.16 Tahanan tanah lateral ultimit untuk tiang panjang pada lempung dihubungkan dengan tahanan momen ultimit tiang (Broms,1964)
Reaksi tanah pasir akibat penetrasi tiang panjang dan momen yang terjadi pada tiang di tanah berpasir menurut Broms dapat digambarkan seperti Gambar 2.18. Untuk tiang dengan kepala bebas Gambar 2.17 a momen maksimum terjadi pada posisi dimana gaya gesernya sama dengan nol. Untuk tiang berkepala bebas, maka nilai f dapat ditentukan dengan persamaan: p u BK H f γ 82 , 0 = (2.32)
Nilai maksimum momen diberikan oleh
) 67 , 0 ( max H e f M = u + (2.33)
Untuk momen bernilai nol pada kepala tiang, nilai tahanan lateral ultimit diberikan oleh persamaan berikut ini:
p u u u BK H e M H γ 54 , 0 + = (2.34)
Broms juga telah membuat grafik hubungan antara Hu / γ B3 Kp dengan Mu / γ B4 Kp seperti terlihat pada Gambar 2.18, dengan bantuan grafik ini maka dapat ditentukan nilai dari kapasitas lateral ultimit tiang, Hu, untuk tiang dengan ujung terjepit seperti pada Gambar 2.17 b. Nilai maksimum momen negatif terjadi pada kepala tiang dan nilai ultimit lateral tiang dicapai ketika tercapai momen ultimit.
Gambar 2.17 Reaksi tanah dan bidang momen untuk tiang panjang di tanah pasir (Broms,1964)
Nilai tahanan lateral ultimit dari tiang dengan kepala terjepit pada tanah pasir diberikan oleh persamaan berikut:
54 , 0 ) ( ) ( p u u u u BK H e M M H γ + − + + = (2.35)
Untuk tiang yang penampangnya tetap sepanjang kedalaman penetrasi maka nilai Mu (+) sama dengan Mu (-) sama dengan Mu.
Gambar 2.18 Tahanan tanah lateral ultimit untuk tiang panjang pada tanah pasir dihubungkan dengan tahanan momen ultimit tiang (Broms,1964)
2.4.3 Defleksi Tiang Vertikal akibat beban Lateral
Cara sederhana untuk mengontrol defleksi yang diakibatkan oleh beban lateral apakah masih dalam batas toleransi yang diijinkan adalah dengan mengasumsikan bahwa pada kedalaman tertentu tiang terjepit sehingga defleksi dihitung seperti perhitungan kantilever. Kepala tiang dapat bebas dan dapat pula terjepit sehingga defleksi dihitung seperti perhitungan kantilever. Kepala tiang dapat bebas dan dapat pula terjepit dengan kebebasan gerak translasi, untuk lebih jelasnya lihat Gambar 2.20.
e zf Hu e zf Hu
Gambar 2.19 Tiang yang dikenai beban lateral disederhanakan sebagai kantilever sederhana (Tomlinson, 1977)
Dari gambar diatas dapat diturunkan persamaan defleksi pada tiang akibat pemberian beban lateral, sebagai berikut :
Defleksi pada kepala tiang yang bebas :
(2.36) EI z e H y f 3 ) ( + 3 =
Defleksi pada kepala tiang yang terjepit :
(2.37) EI z e H y f 12 ) ( + 3 =
Dimana zf adalah kedalaman dari permukaan tanah ke titik virtual fixity. Kedalaman Zr untuk desain praktisnya diambil 1.5 m untuk tanah berbutir yang padat dan lempung keras, 3m untuk lempung lunak dan lanau.
Broms juga membuat metode menghitung defleksi dengan konsep modulus of subgrade reaction. Metoda ini dibedakan untuk tanah lempung dan tanah pasir sebagai berikut:
Tiang Pada Tanah Lempung
Tiang pada tanah lempung, defleksi tiang dipengaruhi oleh besaran panjang tak berdimensi βL, dimana : (2.38) 4 4EI B Kh = β
Untuk tiang pendek nilai βL jika kondisi kepala tiang bebas adalah lebih kecil 1.5 dan jika kondisi kepala tiang terjepit nilainya lebih kecil 0.5, sehingga nilai defleksi lateralnya dapat didekati.
Lateral defleksi pada permukaan tanah (kepala bebas),
(2.39) Bl k L e H y h ) 5 , 1 1 ( 4 0 + =
Lateral defleksi pada permukaan tanah (kepala terjepit)
(2.40) BL k H y h = 0
Nilai k dalam persamaan diatas adalah koefisien subgrade reaction, untuk tanah yang memiliki modulus yang konstan maka nilai k diambil sama dengan k1 (tabel 2.3). Sedangkan untuk tanah yang modulusnya meningkat secara linear, hingga kedalaman 0.8 βL maka nilai k1 yang diambil nilai rata-rata.
Untuk kasus tiang panjang, dapat juga diturunkan pendekatan untuk memperkirakan defleksi lateralnya pada permukaan tanah sebagai berikut :
Tiang dengan kepala bebas (βL > 2.5 )
(2.41) B K e H y ∞ + =2 ( 1) 0 β β
Tiang dengan kepala terjepit (βL < 1.5 ) (2.42) B K H y ∞ = β 0
Koefisien Subgrade reaction untuk tiang yang sangat panjang, didapat dari persamaan
(2.43) β αK0 k∞ = Dimana (2.44) 12 4 0 52 , 0 EI E K = α
Nilai α dapat ditentukan dari α = n1 * n2
Faktor n1 dan n2 berhubungan dengan nilai kuat geser tanah dan dengan material tiang yang dipakai. Nilai tahanan geser lempung diasumsikan 1.5 kali dari hasil uji unconfined compression test.
Menurut Broms, nilai dari Ko diperoleh dari nilai secant modulus tanah, Modulus secant E50, dikaitkan dengan tekanan pada tanah 50% dari tekanan runtuhnya.
Ko = 1.67 E50 (2.45) Tabel 2.6 Nilai Koefisien n1 (Broms,1964)
Kekuatan Geser (kN/m2) Koefisien n1
< 27 0.32 27 -107 0.36
>107 0.40
Tabel 2.7 Nilai Koefisien n2 (Broms,1964)
Material Tiang Koefisien n2
Steel 1 Concrete 1.15
Wood 1.30
Tiang Pada Tanah Pasir
Tiang pada tanah pasir, defleksi tiang dipengaruhi oleh besaran panjang tak berdimensi ηL, dimana : 5 EI h η η = (2.46)
Harga defleksi yo dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut ini: - Short pile ηL < 2 free head:
h L L e H y η 2 0 33 . 1 1 18 ⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛ + = (2.47) - Short Pile Fixed Head
h L H y η 2 0 2 = (2.48) - Long Pile ηL > 4 free head
(
)
( )
3/5 5 / 3 0 67 . 0 1 4 . 2 EI e H y h η η + = (2.49) - Long Pile Fixed Head
( )
2/5 5 / 3 0 93 . 0 EI H y h η = (2.50)2.5 Uji Pembebanan Statik ( Static Loading Test)
Selain metoda statik API 1987 dan based on N-SPT digunakan untuk mencari daya dukung aksial ultimate tiang pancang di beberapa lokasi di dalam proyek PLTGU Tambak Lorok maka analisis juga dilakukan dengan cara uji pembebanan tiang ( Pile Loading Test). Uji pembebanan (loading test) adalah suatu metode yang digunakan dalam pemeriksaan terhadap sejumlah beban yang dapat didukung oleh suatu struktur dalam hal ini adalah pondasi. Uji pembebanan dilakukan untuk mengetahui secara nyata bagaimana kondisi tanah di lapangan bila diberikan beban sesuai dengan yang direncanakan.
Namun kelemahan metoda ini adalah waktu yang digunakan relatif lama dan memakan biaya yang cukup mahal sehingga tidak ekonomis pada kondisi-kondisi tertentu. Uji pembebanan yang cukup populer digunakan yaitu static loading test. Data uji pembebanan tersebut dapat diolah secara manual maupun dianalisa dengan bantuan program komputer.
2.5.1 Cara Uji Pembebanan Tiang
Dalam praktek biasanya dilakukan dua cara uji pembebanan tiang, yaitu: 1. Test Pile
• Desain awal tiang dilakukan berdasarkan data penyelidikan tanah. • Uji pembebanan tiang dilakukan untuk desain akhir.
• Uji pembebanan dilakukan hingga tiang mengalami keruntuhan. 2. Test on Working Pile
• Dilakukan apabila sudah ada pengalaman desain sebelumnya.
• Dilakukan secara acak terhadap pondasi tiang untuk mengetahui kapasitas desain pondasi tiang.
• Uji pembebanan dilakukan dengan memberikan beban hingga 200% dari beban rencana.
2.5.2 Prosedur Pembebanan
Dalam prosedur pembebanan banyak pilihan prosedur yang mau digunakan tergantung kebutuhan perencanaan dan juga kemampuan finansial proyek. Berikut ini adalah prosedur pembebanan yang biasa digunakan :
• Standard Loading Test ASTM • Cyclic Loading Test ASTM
• Slow Maintanance Load Test Method ( SM Test ) • Quick Maintanance Load Test Method ( QM Test ) • Swedish Cyclic Test Method ( SC Test )
Gambar 2.20 Load test yang digunakan dengan metoda Kentledge (Kubus Beton) (ASTM D3689-83, 1989)
Pada proyek PLTGU Tambak Lorok ini, pihak pelaksana mengggunakan prosedur yang dianjurkan oleh ASTM yaitu Cyclic Loading Test.
Adapun ketentuan dari Cyclic Loading Test adalah sebagai berikut:
• Setelah beban yang diberikan sama dengan 50, 100, dan 150% dari beban desain, biarkan masing-masing beban tersebut untuk 1 jam dan angkat kembali beban dengan pengurangan yang sama besarnya dengan pada saat increment pemberian beban. Biarkan beban selama 20 menit untuk tiap tahap pengurangannya.
• Cyclic loading procedure, loading-unloading Cycle 1: 0% 25% 50% 25% 0%
Cycle 2: 0% 50% 75% 100% 75% 50% 0%
Cycle 3: 0% 50% 100% 125% 150% 125% 100% 50% 0% Cycle 4: 0% 50% 100% 150% 175% 200% 150% 100% 50%
• Setelah beban yang diberikan diangkat semua untuk tiap tahapnya, berikan kembali beban dengan increment sebesar 50% dari beban desain sampai dengan sebesar tahap sebelum diangkat. Jarak antar increment tersebut adalah selama 20 menit. Kemudian beban tambahan untuk tahap berikutnya diberikan sesuai dengan prosedur yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya.
• Setelah beban total yang disyaratkan telah diberikan, tahan dan angkat beban tersebut seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya.
2.5.3 Hasil Uji Pembebanan
Setelah uji pembebanan dilakukan di lapangan maka hasil uji pembebanan disajikan dalam bentuk:
1. Hubungan antara Beban dengan waktu
Gambar 2.21 Contoh kurva hubungan beban dengan waktu (ASTM D3689-83, 1989)
2. Hubungan beban dan penurunan
Gambar 2.22 Contoh kurva hubungan beban dengan penurunan (ASTM D3689-83, 1989)
2.5.4 Interpretasi Hasil Uji Pembebanan
Setelah hasil uji pembebanan diperoleh maka tahap selanjutnya adalah menginterpretasikan data dengan metoda-metoda yang biasa digunakan dalam proyek proyek konstruksi. Metoda – metoda yang biasa digunakan untuk menginterpretasikan data hasil uji pembebanan adalah sebagai berikut:
1. Metoda Davisson (1972)
Prosedur untuk menentukan beban ultimate menggunakan metoda ini adalah sebagai berikut:
a. Gambarkan kurva beban - penurunan.
b. Tentukan penurunan elastis, Δ = (Qva) L / AE dari tiang dimana Qva adalah beban yang digunakan, L adalah panjang tiang, A adalah luas potongan melintang tiang dan E adalah modulus elastisitas tiang.
c. Gambarkan sebuah garis OA berdasarkan persamaan di atas.
d. Gambarkan sebuah garis BC yang sejajar dengan OA pada jarak sejauh dimana x = 0.15 + D /120 in, dengan D adalah diameter tiang dalam in.
e. Beban runtuh ditentukan dari perpotongan garis BC pada kurva beban-penurunan.
Gambar 2.23 Kurva interpretasi beban dengan penurunan metoda Davisson (Davisson, 1972)
2. Metoda De Beer
Prosedur untuk menentukan beban ultimate menggunakan metoda ini adalah sebagai berikut:
a. Plot hubungan beban-penurunan dalam skala logaritma b. Harga pada item a akan membentuk 2 garis lurus
c. Beban runtuh didefinisikan sebagai beban yang terletak pada perpotongan dua garis lurus tersebut
Gambar 2.24 Contoh kurva interpretasi beban dengan penurunan metoda De Beer (de Beer, 1967)
2.6 Analisis Dinamik Dengan Program GRL WEAP87
WEAP 87 merupakan kepanjangan dari Wave Equation Analysis of Pile Driving. WEAP 87 merupakan solusi dari persamaan gelombang yang dikembangkan secara numerik oleh Goble Rausche Likins (GRL) and Associates, Inc., (1976). WEAP 87 merupakan pengembangan dari teori perambatan gelombang yang diturunkan oleh Smith. Program ini mampu memasukkan data hammer yang baru dan modern. GRL WEAP 87 merupakan program yang dapat mensimulasikan sebuah pondasi tiang yang mengalami impak dari proses pemancangan.
Dengan menggunakan program GRL WEAP87 dihitung:
1. Jumlah pukulan (jumlah pukulan per satuan panjang dari permanen set) untuk mencapai tahanan ultimate tertentu.
2. Tegangan aksial di dalam tiang yang berkaitan dengan hitungan jumlah pukulan.
Gambar 2.25 Sistem Pemancangan menggunakan hammer (GRL, 1988)
Gambar 2.26 Pile Drivings Models (GRL, 1988)
Berdasarkan hasil program komputer GRL WEAP87 dapat dicari: 1. Daya dukung tiang saat pemancangan.
2. Tegangan maksimum selama pemancangan tiang.
3. Jumlah pukulan yang diperkirakan jika daya dukung statik aktual dari tiang diketahui (contoh: dari analisis tanah statik).
2.6.1 Tahapan pengoperasian dari program komputer GRL WEAP87
Ada 2 (dua) cara yang dapat dilakukan untuk menjalankan atau mengoperasikan program GRL WEAP87. Kedua metoda untuk memasukkannya seperti berikut ini:
1. Dengan memasukkan data yang diminta pada menu yang tersedia.
2. Dengan menggunakan editor (DOS Editor atau NC Editor) dengan menuliskan data masukkan dalam file dengan jenis batch.
Setelah pemasukkan input selesai perlu dilakukan pengeditan pada files.dat untuk nama input yang kita berikan dan nama hasil yang kita inginkan.
Tabel berikut sebagai contoh nama masukkan adalah A1.IN dan nama keluaran adalah A1.OUT kemudian langkah terakhir adalah menjalankan program WEAP87.
Tabel 2.8 Proses PengeditanNama Input dan Output Pada Program WEAP87
0 <--- USE I4 FORMAT TO ENTER ICOL IN THIS PLACE C:\WEAP87\A1.IN <-- NAME OF DATA INPUT FILE C:\WEAP87\A1.OUT <-- NAME OF OUTPUT FILE
C:\WEAP87\HAMMER.DAT <-- NAME OF HAMMER DATA FILE
C:\WEAP87\FILE21.DAT <-- NAME OF BEARING GRAPH OUTPUT FILE C:\WEAP87\FILE22.DAT <-- NAME OF VARIABLES VS TIME OUTPUT FILE
2.6.2 Data Masukan program WEAP87
Keterangan berikut merupakan data masukan yang harus diisikan untuk menghasilkan Output:
Baris 1
Tittle = Judul dari data yang diisikan Baris 2
IOUT = Hasil keluaran yang dikehendaki
= -100 Merupakan minimum keluaran, hanya menyediakan model yang sederhana dan tabel akhir
= 0 Merupakan pilihan yang dianjurkan, terdapat informasi-informasi yang diperlukan tanpa harus mengkonsumsi jumlah kertas
= 1 Tambahan dari pilihan 0, juga terdapat dua gaya pada hammer dan tiga belas pada tiang yang merupakan fungsi dari waktu untuk tiap - tiap Rult.
= 2 Sama seperti pilihan 1 dengan tambahan informasi kecepatan = 3 Sama seperti pilihan 1 dengan tambahan informasi tegangan = 4 Sama seperti pilihan 1 dengan tambahan informasi percepatan = 5 Sama seperti pilihan 1 dengan tambahan informasi perpindahan = 6 Sama seperti pilihan 1 dengan tambahan informasi seperti tekanan,
pembakaran, jumlah gaya tahanan, kecepatan dan perpindahan
IHAMR = 0 Masukkan informasi hammer satu persatu
>0 Hanya memasukkan kode dari hammer yang dipergunakan sesuai data file hammer.
N = 0.1 Jumlah dari segmen tiang, pada pilihan ini panjang elemen dihitung secara otomatis, biasanya sekitar (1.65m)
>1 Memasukkan jumlah segmen yang diinginkan
IPERCS = 1-100 Nilai skin friction sebenarnya untuk perhitungan Rult ITYS = 0 Memasukkan distribusi skin friction yang diinginkan Baris 3
CAPW = Berat dari semua elemen yang terletak diantara hammer dan tiang.kips ACAP = Luas dari hammer cushion, jika tidak diisikan dianggap ACAP =
113in 2
ECAP = Modulus elastisitas dari hammer cushion, jika tidak diisikan maka Dianggap ECAP = 400ksi
TCAP = Tebal dari hammer cushion, in.
CORCAP = Koefisien restitusi dari hammer cushion, jika tidak diisikan maka dianggap menggunakan default CORCAP= 1. Umumnya bila tidak ada data yang ikehendaki maka direkomendasikan CORCAP= 0.8 DRCAP = Nilai round-out deformation (compressive slack) dari hammer cushion
yang besarnya diambil 0.001ft (3mm) Baris 4
ACUS = Luas dari pile cushion, in 2
ECUS = Modulus elastisitas dari pile cushion, jika tidak diisikan maka dianggapbahan dari plywood, ECUS= 30 ksi
TCUS = Tebal dari pile cushion, in
CORCUS = Koefisien restitusi dari pile cushion, jika tidak diisikan maka dianggap
CORCUS= 1
DRCU = Nilai round-out deformation dari piel cushion yang besarnya diambil
0.01ft (3mm)
Baris 5
XPT = Panjang tiang, ft.
AP(1) = Luas cross-section tiang, in 2 . EP(1) = Modulus elastisitas tiang, ksi. WP(1) = Berat spesifik tiang, lbs/ ft 3 .
CORPTP = Koefisien restitusi dari ujung tiang atas. Nilainya adalah 0.85 untuk tiang dari baja, 0.5 untuk tiang kayu. Sedangkan untuk defaultnya adalah 1 untuk tiang dari beton yang menggunakan pile cushion. DRPT = Nilai round-out deformation (compressive slack) dari ujung atas tiang
yang besarnya diambil 0.01ft (3mm) Baris 6
QS(1) = Tahanan quake untuk sisi, biasanya= 0.1 in QS(N1) = Tahanan quake pada ujung, biasanya= 0.1 in SJ(1) = Tahanan damping untuk sis
SJ(N1) = Tahanan damping untuk ujung.