• Tidak ada hasil yang ditemukan

Landasan Filsafat Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Landasan Filsafat Pendidikan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

MAKALAH

“ LANDASAN FILSAFAT KEPENDIDIKAN”

MATA KULIAH LANDASAN KEPENDIDIKAN

DI SUSUN OLEH

HEDI ZULI ARYATO

NIM 0103514021

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR PGSD

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

TAHUN 2014

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Nikmatnya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah tentang landasan filsafat kependidikan. Sholawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin terbaik di dunia yang sekaligus menjadi inspirator bagi kita semua di dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

Makalah “ Landasan Filsafat Kependidikan “ ini penyusun tulis sebagai bahan di dalam perkuliahan Pascasarjana Unnes Program Dikdas PGSD dengan maksud membekali para Mahasiswa di dalam memahami dan menelaah tentang Pendidikan dari segi Filsafat secara keseluruhan. Di dalam Makalah ini penulis menyampaikan tentang pengertian dari filsafat, karakteristik dan berbagai asumsi – asumsi tentang kependidikan. Makalah ini menjadi sumber bagi penulis untuk melakukan presentasi di depan kelas sebagai wujud meningkatkan kemampuan mahasiswa sebagai pendidik dan untuk meningkatkan kemampuan di dalam menyampaiakan argumen yang di pegangnya.

Makalah ini sangatlah sederhana dan masih banyak kekurangan dan kelemahannya, untuk itu penulis memohon kepada para pembaca semua untuk memberikan kritik dan sarannya demi sempurnanya makalah ini dan agar makalah ini benar – benar bermanfaat di dalam dunia pendidikan.

Semarang, 25 September 2014

(3)

i DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...i DAFTAR ISI...ii BAB I : PENDAHULUAN...1 BAB II : PEMBAHASAN 1. Pengertian Filsafat Pendidikan...2

2. Filsafat Sebagai Induk Pengetahuan...2

3. Pendidikan Sebagai Cabang Ilmu Dari Filsafat...4

4. Aliran – Aliran Filsafat Pendidikan...6

5. Pancasila Sebagai Sistim Filsafat...7

6. Pancasila Sebagai Landasan Filosofis Sistim Pendidikan Nasional...9

BAB III : KESIMPULAN...11

(4)

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan kebutuhan bagi semua manusia, manusia yang melupakan pendidikan bagaiakan orang buta yang berjalan tanpa tongkat di tangannya. Pendidikan memberikan banyak arti bagi kehidupan manusia di dalam kehidupannya. Karena itulah manusia mempelajari filsafat pendidikan, landasan filsafat pendidikan perlu di kuasai oleh para pendidik, karena pendidikan bersifat normatif selain itu , pendidikan tidak hanya di pahami melalui pendekatan ilmiah yang bersifat parsial dan deskriptif saja, melainkan perlu dipandang secara holistiik, adapun kajian pendidikan secara holistik dapat dilakukan melalui pendekatan filosofis.

Ada berbagai aliran filsafat pendidikan, antara lain Idealisme, Realisme , Pragmatisme dan sebagainya. Namun demikian, bangsa Indonesia sesungguhnya memiliki filsafat pendidikan nasional sendiri yaitu filsafat pendidikan yang berdasarkan Pancasila. sehubungan dengan hal ini berbagai alairan filsafat pendidikan tetap kita pelajari guna menambah pengetahuan dan pemahaman kita tentang pendidikan. Pemahaman tentang filsdafat pendidikan ini akan membantu kita agar tidak terjerumus ke dalam filsafat lain yang menjerumuskan kita, di samping itu, dengan mempelajari filsafat pendidikan yang lain selama itu tidak bertentangan dengan pancasila kita dapat mengambil hikmahnya dari filsafat pendidikan tersebut guna memperkokoh landasan Filsafat pendidikan Negara kita.

(5)

BAB II PEMBAHASAN 1. PENGERTIAN FILSAFAT PENDIDIKAN

Definisi Filsafat secara Etimologis yaitu dari bahasa Inggris ( Phylosophy ) dan dalam bahasa arab ( falsafah ) dan yang berasal dari yunani kuno berasal dari kata Pilos (cinta), Sophos (kebijaksanaan), dengan demikian secara etimologis, philosopia ( filsafat ) berarti cinta kepada kebijaksanaan atau sahabat kebijaksanaan. Menurut Ciceros (106-43 SM) penulis Romawi, orang yang pertama memakai kata-kata filsafat adalah Phytagoras (497 SM), sebagai reaksi terhadap cendikiawan pada masanya yang menamakan dirinya ”Ahli pengetahuan”, Phytagoras mengatakan bahwa pengetahuan dalam artinya yang lengkap tidak sesuai untuk manusia . tiap-tiap orang yang mengalami kesukaran-kesukaran dalam memperolehnya dan meskipun menghabiskan seluruh umurnya, namun ia tidak akan mencapai tepinya. Jadi pengetahuan adalah perkara yang kita cari dan kita ambil sebagian darinya tanpa mencakup keseluruhannya. Oleh karena itu, maka kita bukan ahli pengetahuan, melainkan pencari dan pencinta pengetahuan.

Menurut Prof, I.R. PUDJAWIJATNA menerangkan juga ”Filo” artinya cinta dalam arti seluas-luasnya yaitu ingin dan karena ingin itu selalu berusaha mencapai yang diinginkannya . ”Sofia artinya kebijaksanaan artinya pandai, mengerti dengan mendalam. Datangnya hikmah bukan dari penglihatan saja, tetapi juga dari penglihatan dan hati, atau dengan kata-kata lain , dengan mata hati dan pikiran yang tertuju kepada alam yang ada disekeling kita, banyak orang yang melihat tetapi tidak memperhatikan.

2. FILSAFAT SEBAGAI INDUK ILMU PENGETAHUAN

Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dari rasa ragu-ragu dan filsafat dimulai dari keduanya .Dalam berfilsafat kita didorong untuk mengetahui apa yang kita tahu dan apa yang belum kita tahu. Filsafat dalam pandangan tokoh-tokoh dunia diartikan sebagai berikut:

 Plato (427 – 348 sm), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli

 Aristoteles (382 – 322 sm), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung dalam ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik dan

(6)

 Al Kindi (801 – ……m), filsafat adalah pengetahuan tentang realisasi segala sesuatu sejauh jangkauan kemampuan manusia

 Al Farabi (870 – 950 m), filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang alam wujud bagaimana hakikat sebenarnya.

 Prof. H. Muhammad Yamin, filsafat adalah pemusatan pikiran, sehingga manusia menemui kepribadiannya. Di dalam kepribadiannya itu dialami sesungguhnya.

Dalam kamus Bahasa Indonesia, filsafat dapat diartikan sebagai berikut

1. Teori atau analisis logis tentang prinsip-prinsip yang mendasari pengaturan, pemikiran pengetahuan, sifat alam semesta.

2. Prinsip-prinsip umum tentang suatu bidang pengetahuan.

3. Ilmu yang berintikan logika ,estetika, metafisika, dan epistemologi 4. Falsafah

Tujuan filsafat ialah mengumpulkan pengetahuan manusia sebanyak mungkin dan menerbitkan serta mengatur semua itu dalam bentuk sistematik. Dengan demikian filsafat memerlukan analisa secara hati-hati terhadap penalaran-penalaran sudut pandangan yang menjadi dasar suatu tindakan. Semua ilmu baik ilmu sosial maupun ilmu alam bertolak dari pengembangannya yaitu filsafat. Pada awalnya filsafat terdiri dari tiga segi yaitu (1)apa yang disebut benar dan apa yang disebut salah (logika); (2) mana yang dianggap baik dan mana yang dianggap buruk (etika); (3)apa yang termasuk indah dan apa yang termasuk jelek (estetika).

Kemudian ketiga cabang utama itu berkembang lagi menjadi cabang-cabang filsafat yang mempunyai bidang kajian yang lebih spesifik. Cabang-cabang filsafat tersebut antara lain mencakup:

1. Epistemologi (Filsafat Pengetahuan) 2. Etika (Filsafat Moral)

3. Estetika (Filsafat Seni) 4. Metafisika

5. Politik (Filsafat Pemerintahan) 6. Filsafat Agama

7. Filsafat Ilmu 8. Filsafat Pendidikan 9. Filsafat Hukum 10. Filsafat Sejarah

(7)

11. Filsafat Matematika

Ilmu tersebut pada tahap selanjutnya menyatakan diri otonom, bebas dari konsep-konsep dan norma-norma filsafat. Namun demikian ketika ilmu tersebut mengalami pertentangan-pertentangan maka akan kembali kepada filsafat sebagai induk dari ilmu tersebut.

3. PENDIDIKAN SEBAGAI CABANG ILMU DARI FILSAFAT

Sebagaimana cabang ilmu lainnya pendidikan merupakan cabang dari filsafat. Namun pendidikan bukan merupakan filsafat umum/murni melainkan filsafat khusus atau terapan. Dalam filsafat umum yang menjadi objeknya adalah kenyataan keseluruhan segala sesuatu, sedangkan filsafat khusus mempunyai objek kenyataan salah satu aspek kehidupan manusia.

Filsafat Pendidikan dapat diartikan juga upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Filsafat pendidikan dalam arti luas dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu (1) Filsafat Praktek Pendidikan dan (2) Filsafat Ilmu Pendidikan.

Filsafat Praktek Pendidikan diartikan sebagai analisis kritis dan komprehensif tentang bagaimana seharusnya pendidikan diselenggarakan dan dilaksanakan dalam kehidupan. Sedangkan Filsafat Ilmu Pendidikan secara konsepsional diartikan sebagai analisis kritis komprehensif tentang pendidikan sebagai salah satu bentuk teori pendidikan yang dihasilkan melalui riset baik kuantitatif maupun kualitatif .

Jika dalam Filsafat Praktek Pendidikan biasanya membahas mengenai 3 (tiga) masalah pokok yaitu (1) apakah sebenarnya pendidikan itu; (2) apakah tujuan pendidikan itu sebenarnya dan (3) dengan cara apa tujuan pendidikan dapat dicapai, maka dalam Filsafat Ilmu Pendidikan membahas mengenai (1) struktur ilmu dan (2) kegunaan ilmu bagi kepentingan praktis dan pengetahuan tentang kenyataan.

Objek dalam Filsafat Ilmu Pendidikan dapat dibedakan dalam 4 (empat) macam yaitu:

1. Ontologi Ilmu Pendidikan, yang membahas tentang hakikat subtansi dan pola organisasi Ilmu Pendidikan

(8)

2. Epistomologi Ilmu Pendidikan, yang membahas tentang hakikat objek formal dan material Ilmu Pendidikan

3. Metodologi Ilmu Pendidikan, yang membahas tentang hakikat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pengetahuan

4. Aksiologi Ilmu Pendidikan, yang membahas tentang hakikat nilai kegunaan teoritis dan praktis Ilmu Pendidikan

Pendidikan dihadapkan pada perumusan tujuan yang mendasar dan mendalam, sehingga diperlukan analisis dan pemikiran filosofis. Selain perumusan tujuan, seluruh aspek dalam pendidikan mulai dari konsep, perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi membutuhkan pemikiran filosofis.

Dalam perkembangan pendidikan menjadi cabang ilmu yang mandiri dipengaruhi oleh pandangan dan konsep yang dikemukan oleh para filosofi..

1. Plato (428-348 SM)

Plato merupakan filosofi yunani yang aktif mengembangkan filsafat dengan mendirikan sekolah khusus yang disebut ‘academia’. Plato berpandangan bahwa konsep ide merupakan pandangan terdapat suatu dunia di balik alam kenyataan, sebagai hakikat dari segala yang ada. Artinya apa yang diamati sehari-hari adalah ide tersebut, sebagai sumber segala yang ada: kebaikan dan keburukan. Ide merupakan suatu hal yang objektif yang didalamnya berpusat dan dikendalikan oleh puncak ide yang digambarkan sebagai ide tentang kebaikan yang diformulasikan sebagai tuhan

2. Aristoteles (384 – 348 SM)

Aristoteles yang merupakan bapak ilmu berpandangan bahwa ilmu pendidikan dibangun melalui riset pendidikan. Riset merupakan suatu gerak maju dan kegiatan-kegiatan observasi menuju prinsip-prinsip umum yang bersifat menerangkan dan kembali kepada observasi. Pandangan ini berkembang pada abad 13 – 14. Aristoteles berpandangan bahwa ilmuan hendaknya menarik kesimpulan secara induksi dan deduksi. Dalam tahapan induksi, generalisasi-generalisasi (kesimpulan-kesimpulan umum) tentang bentuk ditarik dari pengalaman pengindraan. Selanjutnya kesimpulan yang diperoleh dari tahapan induksi dipergunakan untuk premis-premis untuk deduksi dari pernyataan-pernyataan tentang observasi.

(9)

Aliran-aliran yang berkembang saat ini sangat dipengaruhi oleh pandangan dan teori-teori yang dikemukan oleh para filosofi-filosofi dunia. Aliran-aliran dalam Filsafat yang berkembang saat ini antara lain:

1. Filsafat Pendidikan Idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali

2. Filsafat Pendidikan Realisme merupakan filsafat yang memandang realitas secara dualitis. Realisme berpendapat bahwa hakekat realitas ialah terdiri atas dunia fisik dan dunia ruhani. Realisme membagi realitas menjadi dua bagian, yaitu subjek yang menyadari dan mengetahui di satu pihak dan di pihak lainnya adalah adanya realita di luar manusia, yang dapat dijadikan objek pengetahuan manusia. Beberapa tokoh yang beraliran realisme: Aristoteles, Johan Amos Comenius, Wiliam Mc Gucken, Francis Bacon, John Locke, Galileo, David Hume, John Stuart Mill.

3. Filsafat Pendidikan Materialisme berpandangan bahwa hakikat realisme adalah materi, bukan rohani, spiritual atau supernatural. Beberapa tokoh yang beraliran materialisme: Demokritos, Ludwig Feurbach

4. Filsafat Pendidikan Pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli. Namun sebenarnya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat bahwa manusia dapat mengetahui apa yang manusia alami. Beberapa tokoh yang menganut filsafat ini adalah: Charles sandre Peirce, wiliam James, John Dewey, Heracleitos.

5. Filsafat Pendidikan Eksistensialisme memfokuskan pada pengalaman-pengalaman individu. Secara umum, eksistensialisme menekankn pilihan kreatif, subjektifitas pengalaman manusia dan tindakan kongkrit dari keberadaan manusia atas setiap skema rasional untuk hakekat manusia atau realitas. Beberapa tokoh dalam aliran ini: Jean Paul Satre, Soren Kierkegaard, Martin Buber, Martin Heidegger, Karl Jasper, Gabril Marcel, Paul Tillich

6. Filsafat Pendidikan Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya

(10)

memfokuskan pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff

7. Filsafat Pendidikan Esensialisme adalah suatu filsafat pendidikan konservatif yang pada mulanya dirumuskan sebagai suatu kritik pada trend-trend progresif di sekolah-sekolah. Mereka berpendapat bahwa pergerakan progresif telah merusak standar-standar intelektual dan moral di antara kaum muda. Beberapa tokoh dalam aliran ini: william C. Bagley, Thomas Briggs, Frederick Breed dan Isac L. Kandell.

8. Filsafat Pendidikan Perenialisme Merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Mereka menentang pandangan progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah: Robert Maynard Hutchins dan ortimer Adler.

9. Filsafat Pendidikan rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari gerakan progresivisme. Gerakan ini lahir didasarkan atas suatu anggapan bahwa kaum progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah masyarakat yang ada sekarang. Rekonstruksionisme dipelopori oleh George Count dan Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang pantas dan adil. Beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline Pratt, George Count, Harold Rugg.

5.. PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT

Pancasila sebagai sistem filsafat adalah pengungkapan dan penelaahan dunia fisik dan dunia riil secara sistemik (menyeluruh) dan sistematis (teratur, tersusun rapi). Pancasila memberi ajaran tata hidup manusia budaya secara harmonis. Pancasila adalah filsafat keselarasan. Pancasila sebagai sistem filsafat juga mempunyai ajaran-ajaran tentang metafisika dan ontologi Pancasila, aksiologi Pancasila dan logika Pancasila.

Ajaran Metafisika dan Ontologi Pancasila

Asas-asas metafisika dan ontologi dalam filsafat Pendidikan Pancasila adalah sebagai berikut:

(11)

Asas monoteisme Merupakan realisasi dari sila I Pancasila Ketuhanan yang Maha Esa, Bangsa Indonesia hanya mengakui satu tuhan saja ialah Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia menganut asas kemerdekaan untuk memilih dan menganut agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan menjunjung toleransi antar pemeluk agama.

Asas makrokosmos-mikrokosmos Asas makrokosmos merupakan pengakuan kepada realita yang ada, ialah alam semesta ini, dunia dengan tata suryanya. Alam semesta raya mempunyai hukum-hukum alamnya dan menjadi sumber daya kehidupan semua makhluk hidup. Manusia sering dipandang sebagai mikrokosmos sebab pada manusia terdapat sifat-sifat atau unsur-unsur seperti yang ada pada makrokosmos.

Asas tata ada yang selaras, serasi, seimbang (harmoni) Bahwa yang ada di dunia merupakan hal yang serba berlawanan namun tetap dapat berlangsung secara selaras.

Asas tata hidup manusia budaya (asas kultural/religius) Cipta, rasa dan karsa manusia secara integratif mampu menciptakan perlengkapan-perlengkapan hidup yang secara keseluruhannya disebut kebudayaan.

Asas persatuan dan kesatuan Hidup budaya manusia membentuk kesatuan-kesatuan secara menyeluruh mulai dari tingkat terbawah yaitu keluarga sampai pada kehidupan berbangsa dan bernegara.

Asas tertib damai, kemerdekaan dan keadilan Hidup membudaya adalah hidup tertib, teratur dan damai menghindari pertengkaran dan perselisihan

Asas bhineka tunggal ika Asas ini memberi makna bahwa hidup budaya manusia menunjukan variasi-variasi, seperti adanya ras-ras manusia, macam-macam agama dan kebudayaan daerah dan sebagainya.

Asas idealisme, realistis dan pragmatis Hidup bangsa Indonesia tidak tanpa arah, tetapi mempunyai arah yang ideal yakni hidup masyarakat yang adil dan makmur.

Epistomologi Pancasila

Ajaran Pancasila dengan teorinya selaras, serasi dan seimbang, mengakui kebenaran pengetahuan rasio dan pengetahuan pengalaman. Baik rasio maupun pengalaman dapat menjadi sumber pengetahuan. Pengetahuan datang dari intuisi dan juga bersumber pada kebenaran agama. Logika yang dikembangkan dalam epistomologi Pancasila adalah logika formal (deduksi), logika induksi, logika ilmiah dan logika intuisi.

Aksiologi Pancasila

(12)

Prinsip nilai religius Prinsip nilai religius bersumber pada Sila I Pancasila (Ketuhanan Yang Maha Esa). Agama menjadi sumber-sumber nilai-nilai kebaikan dan juga kebenaran. Fungsi Pancasila terhadap agama adalah memberi fasilitas kepada hidup subur dan berkembangnya agama dan memberi situasi dan kondisi kerukunan dan kedamaian hidup di antara umat beragama.

Prinsip nilai alami Prinsip nilai alamia artinya alam semesta sebagai ciptaan Tuhan yang berisi kebaikan-kebaikan alamiah yang berupa nilai-nilai hukum alam.

Prinsip nilai manusia Prinsip nilai-nilai manusia yakni bahwa manusia adalah subjek penilai. Dalam mencapai nilai-nilai dalam hidupnya, maka manusia akan melaksanakan nilai-nilai: (1) nilai-nilai kemanusian; (2) nilai-nilai persatuan hidup bersama; (3) nilai-nilai kerakyatan atau demokrasi; (4) nilai-nilai keadilan.

Prinsip relativitas dan kemutlakan nilai Nilai-nilai hidup budaya manusia ada yang bersifat relatif, terbatas oleh kurun waktu dan tempat.

6. PANCASILA SEBAGAI LANDASAN FILOSOFIS SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989 bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Hal tersebut sejalan dengan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4 menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan dasar negara Indonesia. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut jelaslah bahwa pancasila adalah Landasan Filosofi Sistem Pendidikan Nasional.

Pendidikan nasional merupakan suatu sistem yang memuat teori praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan kepada bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya. Sedangkan Pendidikan Nasional Indonesia adalah suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh flisafat bangsa Indonesia yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia guna memperlancar mencapai cita-cita nasional Indonesia. Sehingga Filsafat pendidikan nasional Indonesia dapat didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat hidup bangsa “Pancasila” yang diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita bangsa dan negara Indonesia.

(13)

Pokok-pokok fikiran Pendidikan Nasional adalah:

1. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan disebut sistem Pendidikan Pancasila

2. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan, mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar dapat memperkuat kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan

3. Fungsi pendidikan nasional Indonesia adalah untuk mengembangkan warga negara Indonesia, baik sebagai pribadi maupun anggota masyarakat, mengembangkan bangsa Indonesia dan mengembangkan kebudayaan Indonesia

4. Unsur-unsur pokok pendidikan nasional adalah pendidikan pancasila, pendidikan agama, pendidikan watak dan kepribadian, pendidikan bahasa, pendidikan kesegaran jasmani, pendidikan kesenian, pendidikan ilmu pengetahuan, pendidikan keterampilan, pendidikan kewarganegaraan dan pendidikan kesadaran bersejarah.

5. Asas-asas pelaksanaan pendidikan nasional Indonesia adalah asas semesta, asas pendidikan seumur hidup, asas tanggung jawab bersama, asas pendidikan, asas keselarasan dan keterpaduan dengan ketahanan nasional dan wawasan nasional, asas Bhineka Tunggal Ika, Asas keselarasan, keseimbangan dan keserasian, asas manfaat adil dan merata.

(14)

BAB III KESIMPULAN

Pendidikan merupakan cabang dari filsafat. Namun pendidikan bukan merupakan filsafat umum/murni melainkan filsafat khusus atau terapan. Filsafat Pendidikan dapat diartikan juga upaya mengembangkan potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam perjalanan hidupnya.

Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan

Filsafat pendidikan dalam arti luas dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu : (1) Filsafat Praktek Pendidikan dan

(2) Filsafat Ilmu Pendidikan.

Filsafat Praktek Pendidikan biasanya membahas mengenai 3 (tiga) masalah pokok yaitu (1) apakah sebenarnya pendidikan itu; (2) apakah tujuan pendidikan itu sebenarnya dan (3) dengan cara apa tujuan pendidikan dapat dicapai

Filsafat Ilmu Pendidikan membahas mengenai : (1) struktur ilmu dan

(2) kegunaan ilmu bagi kepentingan praktis dan pengetahuan tentang kenyataan. Objek dalam Filsafat Ilmu Pendidikan dapat dibedakan dalam 4 (empat) macam yaitu:

1. Ontologi Ilmu Pendidikan, yang membahas tentang hakikat subtansi dan pola organisasi Ilmu Pendidikan

2. Epistomologi Ilmu Pendidikan, yang membahas tentang hakikat objek formal dan material Ilmu Pendidikan

3. Metodologi Ilmu Pendidikan, yang membahas tentang hakikat cara-cara kerja dalam menyusun ilmu pengetahuan

4. Aksiologi Ilmu Pendidikan, yang membahas tentang hakikat nilai kegunaan teoritis dan praktis Ilmu Pendidikan

Filsafat Pancasila yang muncul pada masa kemerdekaan tahun 1945 dicetuskan oleh tokoh-tokoh perjuangan bangsa. Sebagai sebuah filsafat pendidikan, Pancasila mengandung pemahaman nilai mengenai metafisika dan ontologi, epistomologi dan aksiologi sebagai mana

(15)

yang terkandung dalam filsafat pendidikan. Kedudukan Pancasila sebagai filsafat Pendidikan Indonesia diperkuat dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 1989.

DAFTAR PUSTAKA

Amien,A.M., ( 2005 ), Pendidikan Dari Perspektif Sains Baru : Belajar Merajut Realitas, Lembaga Penerbitan Unhas.

Callahan J.F., Clark,L.H., ( 1983 ), Foundation Of Education,Macmillan Publishing Co. Inc., New York.

Henderson, S. Van P., Introduction to Phylosopy of Education, The University Of Chicago Press, Chicago.

Kneller, G., ( Ed ), ( 1971 ) Foundation Of Education, John Wiley and Sons, New York. Noor, M., ( Ed), ( 1987 ) Filsafat dan Teori Pendidikan : Jilid I Filsafat Pendidikan, Sub

Koordinator Mata Kuliah Filsafat dan Teori Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, IKIP Bandung.

(16)

Oesman, O., Alfian, ( Penyunting ) ( 1992 ), pancasila sebagai Ideologi dalam Berbagai Bidang Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa dan Bernegara, BP 7 Pusat.

Syarifpudin,T. dan Kurniasih, ( 2008 ), Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung, Percikan Ilmu.

Makalah Mata Kuliah :

LANDASAN DAN PROBLEMATIKA KEPENDIDIKAN Oleh :

Fadli

A. Pendahuluan

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh instinknya, sedangkan manusia belajar berarti merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupan yang lebih berarti. Anak-anak menerima pendidikan dari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan mendidik anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru dan dosen.

Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga fungi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer nilai-nilai dalam rangka

memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga tersebut memberikan pengerian bahwa pandidikan bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi helper bagi umat manusia.

(17)

Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam berkaitannya dengan dunia pendidikan. Adapun cakupan landasan pendidkan adalah : landasan hukum, landasan filsafat, landasan sejarah, landasan sosial budaya, landasan psikologi, dan landasan ekonomi. Dalam makalah ini hanya akan dibahas mengenai landasan filsafat.

Filsafat ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya. Sesuatu dapat berarti terbatas dan dapat pula berarti tidak terbatas. filsafat membahas segala sesuatu yang ada di alam ini yang sering dikatakan filsafat umum.

sementara itu filsafat yang terbatas ialah filsafat ilmu, filsafat pendidikan, filsafat seni, filsafat agama, dan sebagainya.

Jadi berfikir filsafat dalam pendidikan adalah berfikir mengakar/menuju akar atau intisari pendidikan. Terdapat cukup alasan yang baik untuk belajar filsafat, khususnya apabila ada pertanyaan-pertanyaan rasional yang tidak dapat atau seyogyanya tidak dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu. Misalnya: apakah yang dimaksud dengan pengetahuan dan/atau ilmu? Dapatkah kita bergerak ke kiri dan kanan di dalam ruang tetapi tidak terikat oleh waktu? Masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah sekitar pendidikan dan ilmu pendidikan. Kiranya kegiatan pendidikan bukanlah sekedar gejala sosial yang bersifat rasional semata mengingat kita mengharapkan pendidikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia, lebih-lebih untuk anak-anak kita masing-masing; ilmu pendidikan secara umum tidak begitu maju ketimbang ilmu-ilmu sosial dan biologi tetapi tidak berarti bahwa ilmu pendidikan itu sekedar ilmu atau suatu studi terapan berdasarkan hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu-ilmu sosial dan atau ilmu perilaku.

B. Landasan Filsafat

Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: Apakah pendidikan itu ? Mengapa pendidikan itu diperlukan ? Apa yang seharusnya menjadi tujuanya, dan sebagainya. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat atau filsafat (falsafah, falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani, philien berarti mencintai, dan sophos atau sophis berarti hikmah, arif, atau bijaksana. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal, menyeluruh, dan konseptual yang menghasilkan konsepsi-konsepsi mengenai kehidupan dan dunia.

Konsepsi-konsepsi filosofis tentang kehidupan manusia dan dunianya pada umumnya bersumber dari dua faktor, yaitu :

1. Religi dan etika yang bertumpu pada keyakinan

2. Ilmu pengetahuan yang mengandalakan penelaran . Filsafat berada diantara keduanya : Kawasannya seluas dengan relegi, namun lebih dekat dengan ilmu

pengetahuan karena filsafat timbul dari keragua-raguan dank arena mengandalkan akal manusia.

Tinjauan filosofis tentang sesuatu, termasuk pendidikan, berarti berpikir bebas serta merentang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang sesuatu hal. Penggunaan istilah filsafat dapat diartikan dalam dua pendekatan, yakni :

(18)

1. Filsafat sebagai kelanjutan dari berpikir ilmiah, yang dapat dilakukan oleh setiap orang serta sangat bermanfaat dalam member makna kepada ilmu penegatahuan 2. Filsafat sebagai kajian khusus yang formal, yang mencakup logika, epistimologi

(tantang benar atau salah), etika (tentang baik dan buruk), estetika (tentang indah dan jelek), Metafisika (tentang hakikat yang ada, termasuk akal itu sendii), serta sosial dan politik (filsafat pemerintah)

C. Pengertian Tentang Landasan Filsafat

Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba merumuskan citra tentang manusia dan mayarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu. Rumusan tentang harkat dan martabat manusia beserta masyarakatnya ikut menentukan tujuan dan cara-cara penyelenggaraan pendidikan, dan dari sisi lain pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia. Filsafat pendidikan merupakan jawaban secara kritis dan mendasar berbagai pertanyaan pokok sekitar pendidikan, seperti apa mengapa, kemana, dan bagaimana, dan sebagainya dari pendidikan itu. Kejelasan berbagai hal itu sangat perlu untuk menjadi landasan berbagai keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam pendidikan. Hal itu sangat penting karena hasil pendidikan itu akan segera tampak, sehingga setiap keputusan dan tindakan itu harus diyakinkan kebenaran dan kete[patanya meskipun hasilnya belum dapat dipastikan.

Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat adalah kebenaran ilmu yang sifatnya relative. Karena kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang biasa diamati hanya sebagian kecil saja. Diibaratkan mengamati gunung es, kita hanya mampu melihat yang diatas permukaaan laut saja. Sementara itu filsafat mencoba menyelami sampai kedasar gunung es itu untuk meraba segala sesuatu yang ada melalui pikiran dan renungan yang kritis.

Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat yaitu metafisika, epistimologi, logika, dan etika, dengan kandungan materi masing-masing sebagai berikut :

1. Metafisika ialah filsafat yang meninjau tentang hakekat segala sesuatu yang terdapat di alam ini. Dalam kaitanya dengan manusia, ada dua pandangan yaitu :

2. Manusia pada hakekatnyanya adalah spiritual. Yang ada adalah jiwa atau roh,yang lain adalah semu. Pendidikan berkewajiban membebaskan jiwa dari ikatan semu.

Pendidikan adalah untuk mengaktualisasi diri. Pandangan ini dianut oleh kaum Idealis,Scholastik,dan bebrapa Realis.

3. Manusia adalah organism materi. Pandangan ini dianut kaum Naturalis,

Materialis,Eksperimentalis,Pragmatis,dan bebrap realism. Pendidikan adalah untuk hidup Pendidikan berkewajiban membuat kehidupan manusia menjadi menyenangkan.

1. Epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran, dengan rincian masing-masing sebagai berikut :

(19)

 Otoritas, yang terdapat dalam ensiklopedi

 Common sense,yang ada pada adat dan tradisi.

 Intuisi yang berkaitan dengan perasaan

 Pikiran untuk menyimpulkan hasil pengalaman

 Pengalaman yan terkontrol untuk mendapatkan pengetahuan secara ilmiah. 1. Ada empat teori kebenaran

 Koheren,sesuatu akan benar bila konsisten dengan kebenaran umum

 Koresponden, sesuatu akan benar bila ia tepat dengan fakta yang dijelaskan.

 Pragmatisme,,sesuatu dipandang benar bila konsekuensinya ber manfaat bagi kehidupan.

 Skeptivisme,kebenaran dicari secara ilmiah dan tidak ada kebenaran yang lengkap. 1. Logika ialah filsafat yang membahas tentang cara manusia berpikir dengan benar.

Dengan memahami filsafat logika di harapkan manusia bis aberpikir den mengemukakan pendapatnya secra tepat dan benar.

2. Etika ialah filasaft yang menguraikan tentang perilaku manusia nilai dan norma masyarakat serta ajaran agama menjadi pokok pemikiran dalam filsafat ini. Filsafat etika sangat besar mempengaruhi pendidikan sebab tujuan pendidikan untuk mengembangkan perilaku manusia, anatara lain afeksi peserta didik.

Kajian yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat diatas, akan besar pengaruhnya terhadap pendidikan, karena prinsip-prinsip dan kebenaran– kebenaran hasil kajian tersebut pada umumnya diterapkan dalam bidang pendidikan. Peranan filsafat dalam pendidikan tersebut berkaiatan dengan hasil kajian antara lain tentang :

1. Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makluk didunia ini, seperti yang disimpulkan sebagai zoo politicon,homo sapiens,animal educandum dan sebagainya. 2. Masyarakat dan kebudayaanya.

3. Keterbatasan manusia sebagai makluk hidup yang banyak menghadapi tantangan dan 4. Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat

pendidikan

(20)

Agar uraian tentang filsafat pendidikan itu menjadi lebih lengkap, berikut ini kan diuraikan bebrapa aliran filsafat pendidikan yang dominan di dunia ini. Aliran itu ialah :

1. Idealisme 2. Realisme 3. Perenialisme 4. Esensialisme

5. Pragmatisme dan progresivisme 6. Eksitensialisme

Filsafat Idealisme menegaskan bahwa hakekat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Apa yang dianggap kebenaran realitas hanyalah bayangan atau refleksi dari ide sebagai kebenaran berfilsafat spiritual atau mental.Ide sebagai gagasan kejiwaan itulah

sebagai kebenararan atau nilai sejati yang obsolut dan abadi.Terdapat variasi pendapat beserta namanya masing-masing dalam aliran ini seperti spiritualisme, rasionalisme, neokantianisme, dan sebagainya. Variasi itu antara lain menekankan pada akal dan rasio pada rasionalisme atau sebaliknya pada ilham untuk irasionalisme, dan lain-alain. Meskipun terjadi variasi pendapat tersebut, namun pada umunya aliran itu menekankan bahwa pendidikan merupakan kegiatan intelektual untuk membanglkitkan ide-ide yang masih laten, anatara lain melalui intropeksi dan Tanya jawab. Oleh karena itu sebagai lembaga pendidikan, sekolah berfungsi membantu siswa mencari dan menemukan kebenaran, keindahan dan kehidupan yang luhur.

Filsafat pendidikan Esensialisme bertitik tolak dari kebenaran yang telah terbukti berabad-abad lamanya. Kebenarana seperti itulah yang esensial, yang lain adalah suatu kebenaran secara kebetulan saja. Kebenaran yang esensial itu ialah kebudayaan klasik yang muncul pada zaman romawi yang menggunakan buku-buku klasik ditulis dengan bahasa latin yang dikenal dengan nama Great Book. Buku ini sudah berabad-abad lamanya mampu membentuk

manusia –manusia berkaliber internasional. Inilah bukti bahwa kebudayaan ini merupakan suatu kebenaran yang esensial. Tokohnya antara lain Brameld.

Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi kegunaan prgtis;dengan kata lain paham ini menyatakan yang berpaedah itu harus benar, atau ukuran kebenaran didasarkan pada kemanfaatan dari sesuatu itu kepada manusia .

Filsafat paranialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum tradisonal yang berpusat pada mata pelajaran yang pokok-pokok (subject centered). Perbedaanya ialah perenialisme menekankan keabadian teori kehikmatan yaitu :

 Pengetahuan yang benar (truth)

 Keindahan (beauty)

(21)

Oleh karena itu, dinamakan perenialisme karena kurikulumnya berisi materi yang konstan atau perennial. Prinsip pendidikan antara lain:

1. Konsep pendidikan itu bersifat abadai,karena hakekat manusia tak pernah berubah 2. Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhususkan makluk manusia yang uni,

yaitu kemampuan berpikir.

3. Tujuan belajar adalah mengenal kebenaran abadi dan universal 4. Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.

5. Kebenaran abadi itu ajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic subject).

Filasafat Rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresif dalam pendidikan. Individu tidak hanya belajar tentang pengalaman-pengalaman

kemasyarakatan masa kini disekolah. Tetapi haruslah memelopori masyarakat kearah

masyarakat baru yang diinginkan. Dengan demikian tidak setiap individu dan kelompok akan memecahkan kemasyarakatan secara sendirisendiri sebagai progresivisme.

Oleh karena itu, sekolah perlu mengembangakan suatu ideology kemasyarakatan yang demokratis. Keunikan konstruksionisme ini ialah teorinya. Mengenai peranan guru, yakni sebagai pemimpin dalam metode proyek yang memberi peranan kapada murid cukup besar dalam proses pendidikan.Namun sebagai pemimpin penelitian, guru dituntu supaya

menguasai sejumlah pengetahuan dan ilmu esensial demi keterarahan pertumbuhan muridnya. E. Pancasila sebagai Landasan Filsafat Sistem Pendidikan Nasional

Bangsa Indonesia memiliki filsafat umum atau filsafat Negara ialah pancasila sebagai falsafah Negara, Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada segala bidang. Pasal 2 UU-RI No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan

Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Rincian selanjutnya tentang hal itu tercantum dalam penjelasan UU-RI No. 2 Tahun 1989, yang menegaskan bahwa pembangunan nasioanal termasuk dibidang pendidikan adalah pengamalan pancasila, dan untuk itu pendidikan nasional mengusahakan antara lain: “ Pembentukan manusia Pancasila

sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri”. Sedangkan

ketetapan MPR-RI No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila menegaskan pula bahwa pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia,dan dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai sumber dari segala gagasan mengenai wujud bangsa manusia dan

masyarakat yang dianggap baik, sumber dari segala sumber nilai yang menjadi pangkal serta mauara dari setiap keputusan dan tindakan dalam pendidikan dengan kata lain : Pancasila sebagai sumber system nilai dalam pendidikan.

P4 Atau Ekaprasetya Pancakarsa sebagai petunjuk operasional pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari,termasuk dalam bidang pendidikan. Perlu ditegaskan bahwa

pengamalan Pancasila ituharuslah dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam pancasila itu, sebagai yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu Ketuhanan yang

(22)

dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan dalam permusyawaratan /perwakilan dan keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Belum ada upaya mengopersionalkan Pancasila agar mudah diterapkan dalam kegiatan – kegiatan di masyarakat,termasuk penerapanya dalam dunia pendidikan Kalaupun ada bidang studi menyangkut moral Pancasila, sebagan besar diterapkan seperti melaksanakan bidang-bidang studi lain. Pendidik mengajarkannya,peserta didik berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan pendidik dalam ujian-ujian.

Sementara itu dunia pendidikan di Indonesia belum punya konsep atau teori-teori sendiri yang cocok dengan kondisi, kebiasaan atau budaya Indonesia tentang pengertian dan cara –cara mencapai tujuan pendidikan.Sebagian besar konsep atau teori pendidikan diimpor dari luar negeri sehingga belum tentu valid untuk diterapkan di Indonesia.

Teori-teori biasa didapat dengan cara belajar diluar negeri, atau dengan cara melakukan studi banding. Dan yang paling banyak dilakukan adalah dengan mendatangkan buku atau membeli buku dari Negara lain. Inilah sumber konsep pendidikan di Indonesia. Kalaupun ada usaha menyususn sendiri konsep pendidikan sebagian besar juga bersumber dari buku-buku ini. Begitu pula tentang konsep-konsep pendidikan yang ditatarkan dalam penataran-penataran pendidikan jugaBersumber dari buku-buku. Dengan demikian dapat diibaratkan membuat manusia Indonesia yang dicita-citakan seperti menerpa patung dengan cetakan luar negeri.hasilnya tentu tidak précis seperti manusia yang dicita-citakan, karena cetakan itu sendiri belum ada di Indonesia.

F. Upaya Mewujudkan Filsafat Pendidikan di Indonesia

Pendidikan di Indonesia baru dalam tahap perhatian. Perhatian-perhatian terhadap perlunya filsafat pendidikan itupun baru muncul disana-sini belum terkoordinasi menjadi suatu perhatian besar untuk segera mewujudkanya. Kondisi seperti ini tidak terlepas dari kesimpangsiuran pandangan para pendidik terhadap pendidikan itu sendiri,seperti telah diungkapkan diatas.

Ada suatu hasil penelitian bertalian dengan hal diatas yang dilakukan oleh Jasin, dan kawan-kawanya (1994), dengan responden para mahasiswa PGSD, SI, S2, dan S3 IKIP Jakarta dan para ahli pendidikan di Jakarta, Bandung, dan Surabaya. Penelitian itu menemukan hal-hal sebagai berikut

1. Lebih dari separoh responden menginginkan penegasan kembali pengertian pendidikan dan pengajaran

2. Hampir separoh responden mahasiswa dan dosen berpendapat bahwa ilmu pendidikan kurang dikembangkan, sementara itu seperlima para ahli pendidikan menyatakan pendidikan kurang fungsional untuk menyiapkan para calon guru

3. Para mahasiswa dan dosen berpendapat ipendidikan adalah ilmu mandiri, sementara itu hampir sepertiga para ahli menyatakan ilmu pendidikan adalah ilmu terapan, dan 4. Semua responden menyatakan kurang mengenal struktur ilmu pendidikan.Karena

(23)

mendukung pernyataan guru tidak mendidik melainkan mengajar dan sebagian lagi menolak

Dari hasil penelitian tersebut di atas dapat ditarik sejumlah masalah bertalian dengan ilmu pendidikan,yaitu :

1. Belum jelas pengertian pendidikan dan pengajaran 2. Ilmu Pendidikan kurang dikembangkan

3. Ilmu Pendidikan kurang fungsional untuk menyiapkan para calon guru. 4. Belum jelas apakah ilmu Pendidikan merupakan ilmu dasar atau ilmu terapan. 5. Struktur ilmu pendidikan kurang dikenal.

6. Belum jelas apakah guru mendidik dan mengajar atau hanya mengajar saja. Keenam masalah tersebut di atas menunjukan bahwa pendidikan, khususnya pendidikan sebagai ilmu belum ditangani. Mulai dari pengertian, apakah sebagai ilmu dasar atau ilmu terapan, struktur ilmu itu, sampai dengan penerapannya pada para calon guru dan guru-guru masih belum jelas. Kondiosi ilmu pendidikan seperti ini terjadi karena memang ilmu itu belum digali dan dikembangkan.

Untuk mengembangkan ilmu Pendidikan yang bercorak Indonesia secara valid, terlebih dahulu dibutuhkan pemikiran dan perenungan itu adalah filsafat yang khusus membahas pendidikan yang tepat diterpkan dibumi Indonesia . Dengan kata lain, untuk menemukan teori-teori pendidikan yang bercorak Indonesia dibutuhkan terlebih dahulu rumusan filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia pula.

Bagaimana kiat untuk meningkatkan kegiatan usah merumuskan filsafat pendidikan Indonesiaini, yang kin baru falam tahap perhatian yang bersifat sporadic ? Tampaknya kiat itu perlu disesuaikan dengan alam kebiasaan bangsa Indonesia saat ini sesuatu akan terjadi secara relative lebih mudah bila gagasan itu bersumber dari dan disepakati atau disetujui oleh pemerintah. Filsafat pendidikan akan lebih mudah mendapat jalan dalam perkembanganya. Manakala pemrakarsa dapat mengugah hati pemerintah untuk menyetujuinya.

Upaya mendorong pemerintah untuk member isyarat akan pentingnya merumuskan filsafat pendidikan dan teori pendidikan yang bercorak Indonesia sudah pernah dilakukan menjelang sidang umum MPR (kompasa,27 Nopembert 1992), sebagai satu sumbangaan untukk bahan siding umum itu. Namun GBHN 1993 sebagai produk siding itu,tidak mencantumkan perlunya perumusan filsafat dan teori pendidikan itu.itu menunjukan kemauan politik pemerintah kearah itu belum ada. Mudah-mudahan di waktu-waktu yang akan datang kemauan itu akan muncul.

Di samping kunci utama untuk memulai kegiatan pengembangan filsafat pendidikan itu belum ada, ada lagi kunci kedua yang membuat sulitnya mengembangkan filsafat dan teori

(24)

penjabanran itu belum tentu sesuai dengan kebiasaan kerja para ahli pendidikan yang membuat hasil kerja mereka lebih mudah diterapkan di lapangan. Sampai sekarnag tidak setiap ahli diperkenankan menjabanrkan sila-sila Pancasila. Ynag diperbolehkan menjabarkan sila-sila itu hanya BP7 pusat, dengan maksud sangat mungkin unutk menghindari kesimpang-siuran makna sila-sila Pancasila itu sendiri

Tetapi bila para ahli pendidikan yang berwenang merumuskan filsafat pendidikan tidak diperkenankan menjabarkan atua menafsirkan sendiri sila-sila Pancasila itu akan membatasi kebebasan mereka berfikir dan mewujudkan filsafat itu. Bola hal itu tidak bias ditawar-tawar, mungkin dapat diambil jalan kompromi yaitu dengan dibentuk tim yang anggotanya beberapa ahli pendidikan dan beberapa anggota BP7 pusat. Dengan cara ini kemacetan salah satu faktor penghambat pengembangan filsafat pendidikan di Indonesia bias diatasi.

Andaikan isyarat untuk mewujudkan filsafat pendidikan sudah ada atau sudah ada suatu kelompok yang berupaya merumuskan filsafat itu, maka ada beberapa hal yang harus dipikirkan. Hal-hal yang dimaksud adalah:

1. Apakah filsafat pendidikan yang akan dibentuk, yang sesuai dengan kondisi dan budaya Indonesia akan diberi nama Filsafat Pendidikan Pancasila atau dengan nama lain ?

2. Apakah filsafat pendidikan itu diambil dari filsafat pendidikan internasional yang sudah ada yang sudah ada, dengan memilih salah satu dari Esensilais, Perenialis, Progesivise, Rekonstruksionis, dan Eksistensialis? Sehingga tinggal merevisi agar cocok dengan kondisi Indonesia.

3. Ataukah filsafat itu dimunculkan bersumber dari filsafdat-filsafat umum yang berlaku secara Internasional, seperti yang dilaksanakan oleh Negara Australia. Ahli pendidikan di Australia ,menyatakan filasfat yang mendasari pendidikan mereka adalah Liberal, Demokrasi, dam multicultural ( Made Pidarta, 1995 ). Seakan-akan mereka tidak memiliki filsafat khusus tentang pendidikan.

ISPI (1989) mengingatkan bahwa tugas utama para ahli ilmu Pendidikan adalah (1)

mengungkapkan pikiran yang sistematik dan mendasar mengenai implikasi filsafat Pancasila dalam filsafat pendidikan nasional yang akan dibentuk, dan (2) dalam mengungkapkan sumber-sumber dari luar termasuk teori pendidikan dan perlu diadakan saringan-saringan agar sesuai dengan filsafat negara kita.

G. Dampak Konsep Pendidikan

Pembahasan tentang landasan kependidikan dalam segi filsafat, yang mencakup filsafat pada umumnya, filsafat-filsafat pendidikan internasioanal, filsafat pancasila, dan kemungkinan terbentuknya filsafat pendidikan yang bercorak Indonesia, member dampak konsep tertentu. Karena filsafat pendidikan yang cocok dengan alam dan budaya Indonesia belum terbentuk, yang ada baru filsafat Negara yaitu pancasila, maka tidak banyak konsep pendidikan yang bias diturunkan dari sini. Memang benar ada sejumlah filsafat pendidikan internasional yang sudah tentu berdampak terhadap pendidikan,namun filsafat itu tidak mesti cocok bila

diterapkan di Indonesia. Oleh sebab itu dampak konsep pendidikan yang akan dituangkan dibawah adalah terbatas pada penjabaran sila-sila pancasila.

(25)

1. Filsafat pendidkan Indonesia perlu segera diwujudkan agar ilmu pendidikan bercorak Indonesia lebih mudah dibentuk. Kunci terielisasinya suatu kegiatan pada dewasa ini adalah pemerintah. sebab itu dibutuhkan kemauan pemerintah untuk menggerakan kegiatan ini

2. Peranan dan pengemabangn sila-sila Pancasila pada diri peserta didik pada hakekatnya adalah pengembangan afeksi.karena itu pendidikan afeksi tidak boleh dinomorduakan apalagi ditinggalakan. Pendidikan afeksi,kognisi,dan psikomotor haruslah

diperlakukan sama.

3. Pendidikan Pancaila dan pendidikan agama tidak bertentangan melainkan saling melengkapi satu dengan lain. Oleh sebab itu sebaiknya para pendidik sila-sila

pancasila dan para pendidik ajaran aga,ma bekerja sama dalam kegiatannya membina para peserta didik. Suatu kerjasama dalam tingkat operasioanal oendidikan moral dan mental anak-anak, agar saling mendukung dan saling memajukan satu dengan yang lain.

4. Materi pendidikan afeksi selain bersumber dari bidang studi yang membahas moral Pancasila dan ajaran-ajaran agama, sebaiknya dilengkapi dengan nilai-nilai dan adat istiadat yang masih hidup dimasyarakat Indonesia serta budi pekerti luhur yang tetap dijunjung dibumi Indonesia ini.

5. Metode mengembangkan afeksi bias dibagi dua yaiu :

6. Evaluais pendidikan afeksi haruslah dilakukan secara nyata, diberi skor, dan dimasukkan ke dalam rapor sepereti halnya dengan bidang study yang lain. Setaip ujian atau tes haruslah mengikutsertakan aspek afeksi. Untuk ujian-ujian intern di sekolah, hal ini cukup mudah dilakukan. Tetapi untuk ujian tingakat nasional cukup sulit sebab membutuhkan biaya dan tenaga banyak. Namun, dengan berkembangnya waktu dan perubahan system pendidikan, kesulitan itu bisa diatasi.

7. Dalam menggunakan materi pendidikan afeksi, sangat mungkin sumber materi itu berasal dari luar negeri. Bila hal itu terjadi, maka perlu dilakukan penyaringan terlebih dahulu agar bias diterima oleh kondisi dan budaya Indonesia, sebelum dimasukkan sebagai materi pendidikan.

8. Dalam rangka pengembangan afeksi peserta didik, ada baikanya kondisi ke arah itu sengaja diciptakan, antara lain dengan menghadirkan jauh lebih banyak budaya bangsa sendiri untuk menetralkan pengaruh budaya asing yang memang sulit dibendung dalam abad informasi dan global ini

1. Untuk pendidikan afeksi yang berbentuk bidang studi,tekanan proses belajarnya adalah pada aplikasi konsep-konsep yang dipelajari artinya sila-sila Pancasila dan ajaran-ajaran agama diberi dan dibahas secukupnya, kemudian diterpkan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik inilah yang menjadi pusat perhatian para pendidik afeksi.

(26)

mengajar atau tidak mengajar mendapat kesempatan yang baik untuk menyingguing afeksi, haruslah hal itu didiikan kepada anak-anak.

H. Implikasi Landasan Filsafat Pendidikan 1. 1. Implikasi Bagi Guru

Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat pendidikan merupakan landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini baru tercermin kompetensi seorang tukang.

Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya, seorang guru juga harus menguasai mengapa ia melakukan setiap bagian serta tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara yang lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada setiap tindakan seorang guru didalam menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu maka semua keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka penunaian tugas-tugas seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu dapat

dipertanggungjawabkan secara pendidikan (tugas professional, pemanusiaan dan civic) yang dengan sendirinya melihatnya dalm perspektif yang lebih luas dari pada sekedar pencapaian tujuan-tujuan instruksional khusus.

Perlu digarisbawahi di sini adalah tidak dikacaukannya antara bentuk dan hakekat. Segala ketentuan prasarana dan sarana sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang diharapkan mewadahi hakekat proses pembudayaan subjek didik. Oleh karena itu maka gerakan ini hanya berhenti pada “penerbitan” prasarana dan sarana sedangkan transaksi personal antara subjek didik dan pendidik, antara subjek didik yang satu dengan subjek didik yang lain dan antara warga sekolah dengan masyarakat di luarnya masih belum dilandasinya, maka tentu saja proses pembudayaan tidak terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang berlebihan kepada kedaulatan subjek didikakan melahirkan anarki sedangkan pemberian bobot yang berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan pembudayaan manusia.

1. 2. Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan

Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita belum punya teori tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Hal ini tidak mengherankan karena kita masih belum saja menyempatkan diri untuk menyusunnya. Bahkan salahsatu prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan sebagimaana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita masih belum berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah pearalatan luarnya bukan bangunan dasarnya.

Hal tersebut dikemukakan tanpa samasekali didasari oleh anggapan bahwa belum ada diantara kita yang memikirkan masalah pendidikan guru itu. Pikiran-pikiran yang dimaksud memang ada diketengahkan orang tetapi praktis tanpa kecuali dapat dinyatakan sebagi bersifat

fragmentaris, tidak menyeluruh. Misalnya, ada yang menyarankan masa belajar yang panjang (atau, lebih cepat, menolak program-program pendidikan guru yang lebih pendek terutama

(27)

yang diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ; ada yang menyarankan perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru dan tenaga kependidikan; ada yang menyoroti pentingnya prasarana dan sarana pendidikan guru; dan ada pula yang memusatkan perhatian kepada perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga bisa bersaing dengan jabtan-jabatan lain dimasyarakat. Tentu saja semua saran-saran tersebut diatas memiliki kesahihan, sekurang-kurangnya secara partial, akan tetapi apabila di implementasikan, sebagian atau seluruhnya, belum tentu dapat dihasilkan sistem pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang efektif. Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang produktif adalah yang memberi rambu-rambu yang memadai didalam merancang serta mengimplementasikan program pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas keguruan didalam konteks pendidikan (tugas professional, kemanusiaan dan civic). Rambu-rambu yang dimaksud disusun dengan mempergunakan bahan-bahan yang diperoleh dari tiga sumber yaitu: pendapat ahli, termasuk yang disangga oleh hasil penelitian ilmiah, analisis tugas kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat. Rambu-rambu yang dimaksud yang mencerminkan hasil telaahan interpretif, normative dan kritis itu, seperti telah diutarakan didalam bagian uraian dimuka, dirumuskan kedalam perangkat asumsi filosofis yaitu asumsi-asumsi yang memberi rambu-rambu bagi perancang serta implementasi program yang dimaksud. Dengan demikian, perangkat rambu-rambu yang dimaksud

merupakan batu ujian didalam menilai perancang dan implementasi program, maupun didalam “mempertahankan” program dari penyimpngan-penyimpangan pelaksanaan ataupun dari serangan-serangan konseptual.

REFERENSI

Bahri, Syamsul. 2007. Landasan Pendidikan. (http://www.wordpress.com/ syamsulbolg.html, diakses tanggal 22 Maret 2007).

Miarso, Yusufhadi. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Yakarta : Rineka Cipta.

Prawiradilaga, Dewi Salma dan Eveline Siregar. 2007. Mozaik Teknologi Pendidikan. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

PTS Online. 2007. Pentingnya Landasan Filsafat Ilmu Pendidikan. (http://www.pts.co.id/filsafat.asp, diakses tanggal 22 Maret 2007).

Seels, Barbara B dan Richey, Rita C. 1994. Teknologi Pembelajaran Definis dan

Kawasannya. Jakarta : Universitas Negeri Jakarta.

Setiawan, Muhammad. 2007. Filsafat Pendidikan dan Implikasinya. RBI-Online. ( www.rbi-online.com/filsafat-pendidikan-dan-implikasinya.html, diakses tanggal 22 Maret 2008). Tirtarahardja, Umar dan Sulo, S.L.La. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta.

Referensi

Dokumen terkait

Total Biaya Pembungkus Kubis, Peralatan, dan Kapur Petani Sampel yang Tidak Menggunakan Packing House Per Musim Tanam (Rp) di Daerah Penelitian No... Total Biaya Tenaga

Kebudayaan dan pendidikan: bersatulah Fakultas Sastra , Universitas Indonesia, 1987.. Badudu

DAFTAR NAMA PESERTA YANG LULUS TES/ UJIAN BEASISWA STUDI DIREKTORAT PENDIDIKAN TINGGI ISLAM. DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM

[r]

KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA DALAM PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA MATERI.. LIMIT FUNGSI ALJABAR DI KELAS X MIA 2 MAN TRENGGALEK SEMESTER GENAP

KBS01 menjelaskan bahwa masih bingung cara yang disubstitusikan persamaan yang mana, lalu KBS03 mencoba persamaan (1) tapi KBS03 ragu.. Selanjutnya peneliti membenarkan hasil

Kemungkinan kedua adalah senyawa organoklorin yang terkandung dalam air limbah klorinasi termasuk dalam kelompok yang memiliki berat molekul rendah dan bersifat

Konsep geopolitik sangat penting dalam merelasikan potensi dan tantangan yang dimiliki suatu negara, beserta hubungannya dengan negara lain dalam suatu kerjasama internasional..