• Tidak ada hasil yang ditemukan

Anatomi Mata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Anatomi Mata"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Anatomi Mata

Mata adalah suatu struktur sferis berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam, lapisan–lapisan tersebut adalah : (1) sklera/kornea, (2) koroid/badan siliaris/iris, dan (3) retina. Sebagian besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar, sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina. Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam. Retina

mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls syaraf.4

Struktur mata manusia berfungsi utama untuk memfokuskan cahaya ke retina. Semua komponen–komponen yang dilewati cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas

berwarna gelap untuk meminimalisir pembentukan bayangan gelap dari cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk mengumpulkan cahaya yang akan difokuskan ke retina,

cahaya ini akan menyebabkan perubahan kimiawi pada sel fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang impuls–impuls syaraf ini dan menjalarkannya ke otak.5

1.1.1 Struktur Mata Tambahan

Mata dilindungi dari kotoran dan benda asing oleh alis, bulu mata dan kelopak mata. Konjungtiva adalah suatu membran tipis yang melapisi kelopak mata (konjungtiva palpebra), kecuali darah pupil. Konjungtiva palpebra melipat kedalam dan menyatu dengan konjungtiva bulbar membentuk kantung yang disebut sakus konjungtiva. Walaupun konjungtiva transparan, bagian palpebra tampak merah muda karena pantulan dari pembuluh – pembuluh darah yang ada didalamnya, pembuluh – pembuluh darah kecil dapat dari konjungtiva bulbar diatas sklera mata. Konjungtiva melindungi mata dan mencegah mata dari kekeringan.4

Kelenjar lakrimalis teletak pada sebelah atas dan lateral dari bola mata. Kelenjar lakrimalis mengsekresi cairan lakrimalis. Air mata berguna untuk membasahi dan melembabkan kornea, kelebihan sekresi akan dialirkan ke kantung lakrimalis yang terletak pada sisi hidung dekat mata dan melalui duktus nasolakrimalis untuk ke hidung.4

1.1.2 Bola Mata

Bola mata terbenam dalam corpus adiposum orbitae, namun terpisah darinya oleh selubung fascia bola mata. Bola mata terdiri atas tiga lapisan dari luar ke dalam, yaitu : 3-5

(2)

Tunica fibrosa terdiri atas bagian posterior yang opaque atau sklera dan bagian anterior yang transparan atau kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat fibrosa dan tampak putih. Daerah ini relatif lemah dan dapat menonjol ke dalam bola mata oleh perbesaran cavum subarachnoidea yang mengelilingi nervus opticus. Jika tekanan intraokular meningkat, lamina fibrosa akan menonjol ke luar yang menyebabkan discus menjadi cekung bila dilihat melalui oftalmoskop.

Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris dan pembuluh balik yang terkait yaitu

vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung dengan kornea di depannya pada batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai fungsi utama merefraksikan cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke dalam sama dengan: (1) epitel kornea (epithelium anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva. (2) substansia propria, terdiri atas jaringan ikat transparan. (3) lamina limitans posterior dan (4) endothel (epithelium posterius) yang berhubungan dengan aqueous humour.

2. Lamina vasculosa

Dari belakang ke depan disusun oleh sama dengan : (1) choroidea (terdiri atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam yang sangat vaskular) (2) corpus ciliare (ke belakang

bersambung dengan choroidea dan ke anterior terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri atas corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris (adalah diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu pupil) iris membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi camera anterior dan posterior, serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas serat-serat sirkuler dan radier. 3. Tunica sensoria (retina)

Retina terdiri atas pars pigmentosa luar dan pars nervosa di dalamnya. Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan permukaan dalamnya berkontak dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior retina merupakan organ reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak, yaitu ora serrata, di tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan lapisan epitel silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi procesus ciliaris dan bagian belakang iris.

Di pusat bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan, macula lutea, merupakan daerah retina untuk penglihatan paling jelas. Bagian tengahnya berlekuk disebut fovea sentralis.

Nervus opticus meninggalkan retina lebih kurang 3 mm medial dari macula lutea melalui discus nervus optici. Discus nervus optici agak berlekuk di pusatnya yaitu tempat dimana ditembus oleh a. centralis retinae. Pada discus ini sama sekali tidak ditemui coni dan bacili, sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut sebagai bintik buta. Pada pengamatan dengan oftalmoskop, bintik buta ini tampak berwarna merah

(3)

muda pucat, jauh lebih pucat dari retina di sekitarnya. 1.1.3 Ruang Mata

Bagian dalam bola mata terdiri dari 2 rongga, yaitu anterior dan posterior. Rongga anterior teletak didepan lensa, selanjutnya dibagi lagi kedalam dua ruang, ruang anterior (antara kornea dan iris) dan ruang posterior antara iris dan lensa ). Rongga anterior berisi cairan bening yang dinamakan humor aqueous yang diproduksi dalam badan ciliary, mengalir ke dalam ruang posterior melewati pupil masuk ke ruang anterior dan dikeluarkan melalui saluran schelmm yang menghubungkan iris dan kornea ( sudut ruang anterior).6

Iris struktur berwarna, menyerupai membran dan membentuk lingkaran ditengahnya. Iris mengandung dilator involunter dan otot – otot spingter yang mengatur ukuran pupil. Pupil adalah ruangan ditengah – tengah iris, ukuran pupil bervariasi dalam merespon intensitas cahaya dan memfokuskan objek ( akomodasi ) untuk memperjelas penglihatan, pupil mengecil jika cahaya terang atau untuk penglihatan dekat. Lensa mata merupakan suatu kristal, berbentuk bikonfek ( cembung ) bening, terletak

dibelakang iris, terbagi kedalam ruang anterior dan posterior. Lensa tersusun dari sel – sel epitel yang dibungkus oleh membran elastis, ketebalannya dapat berubah – ubah menjadi lensa cembung bila refraksi lebih besar.4

1.1.4 Orbita dan Otot-otot Ekstra-okular

Volume rongga orbita orang dewasa 30 mL, sedangkan bola mata hanya mengisi 1/5 rongga orbita. Rongga orbita berbentuk limas segi empat dengan puncak ke arah dalam. Dinding orbita terdiri dari :7

1. Atap orbita, yaitu tulang frontal (terdapat sinus frontalis)

2. Dinding lateral, yaitu tulang sphenoidal dan tulang zygomatikus

3. Dinsing medial, yaitu tulang eithmoidal yang tipis (terdapat sinus eitmoidal dan sphenoidal)

4. Dasar orbita, yaitu tulang maksilaris dan Zygomatukus. Pada tulang maksilaris terdapat sinus maksilaris. Kelenjar makrinalis terdapat dalam fossa lakrimalis dibagian anterior atap orbita.

Otot-otot ekstraokular terdiri dari empat muskuli yang berorigo pada dinding belakang dan m. Oblukus superior yang berorigo pada tepi foramen optikum menempel pada dinding depan atas orbita. Seluruh otot-otot tersebut berinsersi pada dinding sklera.4 1.2 Trauma Tumpul Bola Mata

(4)

Bola mata terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh bubungan bertulang yang kuat. Kelopak mata bisa segera menutup untuk membentuk penghalang bagi benda asing dan mata bisa mengatasi benturan yang ringan tanpa mengalami kerusakan.

Meskipun demikian, mata dan struktur di sekitarnya bisa mengalami kerusakan akibat cedera, kadang sangat berat sampai terjadi kebutaan atau mata harus diangkat.

Cedera mata harus diperiksa untuk menentukan pengobatan dan menilai fungsi penglihatan.8

Trauma tumpul, meskipun dari luar tidak tampak adanya kerusakan yang berat, tetapi transfer energi yang dihasilkan dapat memberi konsekuensi cedera yang fatal.

Kerusakan yang terjadi bergantung kekuatan dan arah gaya, sehingga memberikan dampak bagi setiap jaringan sesuai sumbu arah trauma. Trauma tumpul dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:9

1. Kontusio, yaitu kerusakan disebabkan oleh kontak langsung dengan benda dari luar terhadap bola mata, tanpa menyebabkab robekan pada dinding bola mata

2. Konkusio, yaitu bila kerusakan terjadi secara tidak langsung. Trauma terjadi pada jaringan di sekitar mata, kemudian getarannya sampai ke bola mata.

Baik kontusio maupun konkusio dapat menimbulkan kerusakan jaringan berupa kerusakan molekular, reaksi vaskular, dan robekan jaringan. Menurut Duke-Elder, kontusio dan konkusio bola mata akan memberikan dampak kerusakan mata, dari palpebra sampai dengan saraf optikus.9

Pemeriksaan paska-cedera bertujuan menilai ketajaman visus dan sebagai prosedur diagnostik, antara lain:10

1. Kartu mata snellen (tes ketajaman pengelihatan) : mungkin terganggu akibat kerusakan kornea, aqueus humor, iris dan retina.

2. Lapang penglihatan : penurunan mungkin disebabkan oleh patologi vaskuler okuler, glukoma.

3. Pengukuran tonografi : mengkaji tekanan intra okuler ( TIO ) normal 12-25 mmHg. 4. Tes provokatif : digunakan untuk menentukan adanya glukoma bila TIO normal atau meningkat ringan.

5. Pemerikasaan oftalmoskopi dan teknik imaging lainnya (USG, CT-scan, x-ray): mengkaji struktur internal okuler, edema retine, bentuk pupil dan kornea.

6. Darah lengkap, laju sedimentasi LED : menunjukkan anemia sistemik/infeksi. 7. Tes toleransi glokosa : menentukan adanya /kontrol diabetes

(5)

1.3 Berbagai Kerusakan Jaringan Mata Akibat Trauma 1.3.1 Orbita

Trauma tumpul orbita yang kuat dapat menyebabkan bola mata terdorong dan menimbulkan fraktur orbita. Fraktur orbita sering merupakan perluasan fraktur dari maksila yang diklasifikasikan menurut Le Fort, dan fraktur tripod pada zygoma yang akan mengenai dasar orbita. Apabila pintu masuk orbita menerima suatu pukulan, maka gaya-gaya penekan dapat menyebabkan fraktur dinding inferior dan medial yang tipis, disertai dengan prolaps bola mata beserta jaringan lunak ke dalam sinus maksilaris (fraktur blow-out). Mungkin terdapat cedera intraokular terkait, yaitu hifema, penyempitan sudut, dan ablasi retina. Enoftalmos dapat segera terjadi setelah trauma atau terjadi belakangan setelah edema menghilang dan terbentuk sikatrik dan atrofi jaringan lemak.6

Pada soft-tissue dapat menyebabkan perdarahan disertai enoftalmus dan paralisis otot-otot ekstraokular yang secara klinis tampak sebagai strabismus. Diplopia dapat

disebabkan kerusakan neuromuskular langsung atau edema isi orbita. Dapat pula terjadi penjepitan otot rektus inferior orbita dan jaringan di sekitarnya. Apabila terjadi

penjepitan, maka gerakan pasif mata oleh forseps menjadi terbatas.6 1.3.2 Palpebra

Meskipun bergantung kekuatan trauma, trauma tumpul yang mengenai mata dapat berdampak pada palpebra, berupa edema palpebra, perdarahan subkutis, dan erosi palpebra.11

1.3.3 Konjungtiva

Dampak trauma pada konjungtiva adalah perdarahan sub-konjungtiva atau khemosis dan edema. Perdarahan subkonjungtiva umumnya tidak memerlukan terapi karena akan hilang dalam beberapa hari. Pola perdarahan dapat bervariasi, dari ptekie hingga

makular. Bila terdapat perdarahan atau edema konjungtiva yang hebat, maka harus diwaspadai adanya fraktur orbita atau ruptur sklera.9

1.3.4 Sklera

Ruptur sklera ditandai oleh adanya khemosis konjungtiva, hifema total, bilik depan yang dalam, tekanan bola mata yang sangat rendah, dan pergerakan bola mata terhambat terutama ke arah tempat ruptur. Ruptur sklera dapat terjadi karena trauma langsung mengenai sklera sampai perforasi, namun dapat pula terjadi pada trauma tak langsung.9,11

(6)

Kontusio dan konkusio bola mata menyebabkan vitreus menekan koroid ke belakang dan dikembalikan lagi ke depan dengan cepat (contra-coup) sehingga dapat

menyebabkan edema, perdarahan, dan robekan stroma koroid. Bila perdarahan hanya sedikit, maka tidak akan menimbulkan perdarahan vitreus. Perdarahan dapat terjadi di subretina dan suprakoroid. Akibat perdarahan dan eksudasi di ruang suprakoriud, dapat terjadi pelepasan koroid dari sklera.11

Ruptur koroid secara oftalmoskopik terlihat sebagai garis putih berbatas tegas, biasanya terletak anterior dari ekuator dan ruptur ini sering terjadi pada membran Bruch.

Kontusio juga dapat menyebabkan reaksi inflamasi, nekrosis, dan degenerasi koroid.9 1.3.6 Kornea

Edema superfisial dan aberasi kornea dapat hilang dalam beberapa jam. Edema interstisial dalah edema yang terjadi di substania propria yang membentuk kekeruhan seperti cincin dengan batas tegas berdiameter 2 – 3 mm.6,11

Lipatan membrana Bowman membentuk membran seperti lattice. Membrana descement bila terkena trauma dapat berlipat atau robek dan akan tampak sebagai kekeruhan yang berbentuk benang. Bila endotel robek maka akan terjadi inhibisi humor aquous ke dalam stroma kornea, sehingga kornea menjadi edema. Bila robekan endotel kornea ini kecil, maka kornea akan jernih kembali dalam beberapa hari tanpa terapi.1,9 Deposit pigmen sering terjadi di permukaan posterior kornea, disebabkan oleh adanya segmen iris yang terlepas ke depan. Laserasi kornea dapat terjadi di setiap lapisan kornea secara terpisah atau bersamaan, tetapi jarang menyebabkan perforasi.9 1.3.7 Iris dan Korpus Siliaris

Segera setelah trauma, akan terjadi miosis dan akan kembali normal bila trauma ringan. Bila trauma cukup kuat, maka miosis akan segera diikuti dengan iridoplegi dan spasme akomodasi sementara. Dilatasi pupil biasanya diikuti dengan paralisis otot akomodasi, yang dapat menetap bila kerusakannya cukup hebat. Penderita umumnya mengeluh kesulitan melihat dekat dan harus dibantu dengan kacamata.9,12

Konkusio dapat pula menyebabkan perubahan vaskular berupa vasokonstriksi yang segera diikuti dengan vasodilatasi, eksudasi, dan hiperemia. Eksudasi kadang-kadang hebat sehingga timbul iritis. Perdarahan pada jaringan iris dapat pula terjadi dan dapat dilihat melalui deposit-deposit pigmen hemosiderin. Kerusakan vaskular iris, akar iris, dan korpus siliaris dapat menyebabkan terkumpulnya darah di kamera okuli anterior, yang disebut hifema.12

Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamar okuli anterior. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam kamera anterior, mengotori permukaan dalam kornea. Tanda dan

(7)

gejala hifema, antara lain:10,12 - Pandangan mata kabur

- Penglihatan sangat menurun

- Kadang – kadang terlihat iridoplegia & iridodialisis - Pasien mengeluh sakit atau nyeri

- Nyeri disertai dengan efipora & blefarospasme - Pembengkakan dan perubahan warna pada palpebra - Retina menjadi edema & terjadi perubahan pigmen - Otot sfingter pupil mengalami kelumpuhan

- Pupil tetap dilatasi (midriasis)

- Tidak bereaksi terhadap cahaya beberapa minggu setelah trauma. - Pewarnaan darah (blood staining) pada kornea

- Kenaikan TIO (glukoma sekunder ) - Sukar melihat dekat

- Silau akibat gangguan masuknya sinar pada pupil - Anisokor pupil

- Penglihatan ganda (iridodialisis)

Hifema primer dapat cepat diresorbsi dan dalam 5 hari bilik mata depan sudah bersih. Komplikasi yang ditakutkan adalah hifema sekunder yang sering terjadi pada hari ke-3 dan ke-5, karena viskositas darahnya lebih kental dan volumenya lebih banyak. Hifema sekunder disebabkan lisis dan retraksi bekuan darah yang menempel pada bagian yang robek dan biasanya akan menimbulkan perdarahan yang lebih banyak.9,10

1.3.8 Lensa

Kerusakan yang terjadi pada lensa paska-trauma adalah kekeruhan, subluksasi dan dislokasi lensa. Kekeruhan lensa dapat berupa cincin pigmen yang terdapat pada kapsul anterior karena pelepasan pigmen iris posterior yang disebut cincin Vosslus. Kekeruhan lain adalah kekeruhan punctata, diskreta, lamelar aau difus seluruh massa lensa.9,11

(8)

Akibat lainnya adalah robekan kapsula lensa anterior atau posterior. Bila robekan kecil, lesi akan segera tertutup dengan meninggikan kekeruhan yang tidak akan mengganggu penglihatan. Kekeruhan ini pada orang muda akan menetap, sedangkan pada orang tua dapat progresif menjadi katarak presenil. Dengan kata lain, trauma dapat mengaktivasi proses degeneratif lensa.11

Subluksasi lensa dapat aksial dan lateral. Subluksasi lensa kadang-kadang tidak mengganggu visus, namun dapat juga mengakibatkan diplopia monokular, bahkan dapat mengakibatkan reaksi fakoanafilaktik. Dislokasi lensa dapat terjadi ke bilik depan, ke vitreus, subskleral, ruang interretina, konjungtiva, dan ke subtenon. Dislokasi ke bilik depan sering menyebabkan glaukoma akut yang hebat, sehingga harus segera diekstraksi. Dislokasi ke posterior biasanya lebih tenang dan sering tidak menimbulkan keluhan, tetapi dapat menyebabkan vitreus menonjol ke bilik depan dan menyebabkan blok pupil dan peninggian TIO.11

1.3.9 Retina

Edema retina terutama makula sering terjadi pada kontusio dan konkusio okuli. Bila hebat dapat meninggalkan bekas yang permanen. Edem retina bisa terjadi pada tempat kontusio, tetapi yang paling sering terjadi mengenai sekeliling diskus dan makula. Dapat pula terjadi nekrosis dan perdarahan retina yang pada proses penyembuhan akan meninggalkan atrofi dan sikatrik.6

Pada edem makula, tampak retina di sekeliling makula berwarna putih ke abu-abuan dengan bintik merah di tengahnya, menyerupai gambaran oklusi arteri retina sentralis. Edema dapat berkembang menjadi kistik atau macular hole. Bila edema tidak hebat, hanya akan meninggalkan pigmentasi dan atrofi. Segera setelah trauma, terjadi vasokonstriksi yang diikuti oleh vasodilatasi, menyebabkan edema dan perdarahan. Perdarahan dapat terjadi di retina, subhyaloid, atau bahkan dapat ke vitreus, sehingga pada penyembuhannya menyebabkan retinopati proliferatif.6,9,11

Robekan retina jarang terjadi pada mata sehat. Biasanya robekan retina terjadi pada mata yang memang telah mengalami degenerasi sebelumnya, sehingga trauma yang ringan sekalipun dapat memicu robekan. Ruptur retina sering disertai dengan ruptur koroid. Dialisis ora serata sering terjadi pada kuadran inferotemporal atau nasal atas, berbentuk segitiga atau tapal kuda, disertai dengan ablasio retina. Ablasio retina pada kontusio dan konkusio dapat terjadi akibat:3,11

- Kolaps bola mata yang tiba-tiba akibat ruptur - Perdarahan koroid dan eksudasi

- Robekan retina dan koroid

(9)

- Adanya degenerasi retina sebelumnya, trauma hanya sebagai pencetus. 1.3.10 Nervus Optikus

Kontusio dan konkusio dapat menyebabkan edem dan inflamasi di sekitar diskus optik berupa papilitis, dengan sekuele berupa papil atrofi. Keadaan ini sering disertai pula dengan kerusakan koroid dan retina yang luas. Kontusio dan konkusio yang hebat juga mengakibatkan ruptur atau avulsi nervus optikus yang biasanya disertai kerusakan mata berat.3,6

1.4 Penatalaksanaan Trauma Tumpul Bola Mata

Prinsip penanganan trauma tumpul bola mata adalah apabila tampak jelas adanya ruptur bola mata, maka manipulasi lebih lanjut harus dihindari sampai pasien mendapat

anestesi umum. Sebelum pembedahan, tidak boleh diberikan sikloplegik atau antibiotik topikal karena kemungkinan toksisitas obat akan meningkat pada jaringan intraokular yang terpajan. Antibiotik dapat diberikan secara parenteral spektrum luas dan pakaikan pelindung fox pada mata. Analgetik, aneiemetik, dan antitoksin tetanus diberikan sesuai kebutuhan, dengan restriksi makan dan minum. Induksi anestesi umum harus

menghindari substansi yang dapat menghambat depolarisasi neuromuskular, karena dapat meningkatkan secara transien tekanan bola mata, sehingga dapat memicu terjadinya herniasi isi intraokular.3,6

Pada trauma yang berat, ahli oftalmologi harus selalu mengingat kemungkinan

timbulnya kerusakan lebih lanjut akibat manipulasi yang tidak perlu sewaktu berusaha melakukan pemeriksaan mata lengkap. Anestetik topikal, zat warna, dan obat lainnya yang diberikan ke mata yang cedera harus steril.6

Kecuali untuk cedera yang menyebabkan ruptur bola mata, sebagian besar efek kontusio-konkusio mata tidak memerlukan terapi bedah segera. Namun, setiap cedera yang cukup parah untuk menyebabkan perdarahan intraokular sehingga meningkatkan risiko perdarahan sekunder dan glaukoma memerlukan perhatian yang serius, yaitu pada kasus hifema.6,9

Kelainan pada palpebra dan konjungtiva akibat trauma tumpul, seperti edema dan perdarahan tidak memerlukan terapi khusus, karena akan menghilang sendiri dalam beberapa jam sampai hari. Kompres dingin dapat membantu mengurangi edema dan menghilangkan nyeri, dilanjutkan dengan kompres hangat pada periode selanjutnya untuk mempercepat penyerapan darah. Pada laserasi kornea , diperbaiki dengan jahitan nilon 10-0 untuk menghasilkan penutupan yang kedap air. Iris atau korpus siliaris yang mengalami inkarserasi dan terpajan kurang dari 24 jam dapat dimasukkan ke dalam bola mata dengan viskoelastik. Sisa-sisa lensa dan darah dapat dikeluarkan dengan aspirasi dan irigasi mekanis atau vitrektomi. Luka di sklera ditutup dengan jahitan 8-0 atau 9-0 interrupted yang tidak dapat diserap. Otot-otot rektus dapat secara sementara dilepaskan dari insersinya agar tindakan lebih mudah dilakukan.6

(10)

Prognosis pelepasan retina akibat trauma adalah buruk, karena adanya cedera makula, robekan besar di retina, dan pembentukan membran fibrovaskular intravitreus.

Vitrektomi merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah kondisi tersebut.3 Pada hifema, bila telah jelas darah telah mengisis 5% kamera anterior, maka pasien harus tirah baring dan diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit selama 5 hari. Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat pigmentasi hemosiderin. Penanganan hifema, yaitu :12

1. Pasien tetap istirahat ditempat tidur (4-7 hari ) sampai hifema diserap. 2. Diberi tetes mata antibiotika pada mata yang sakit dan diberi bebat tekan. 3. Pasien tidur dengan posisi kepala miring 60º diberi koagulasi.

4. Kenaikan TIO diobati dengan penghambat anhidrase karbonat. (asetasolamida). 5. Di beri tetes mata steroid dan siklopegik selama 5 hari.

6. Pada anak-anak yang gelisah diberi obat penenang

7. Parasentesis tindakan atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan bila ada tanda-tanda imbibisi kornea, glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang. 8. Asam aminokaproat oral untuk antifibrinolitik.

9. Evakuasi bedah jika TIO lebih 35 mmHg selama 7 hari atau lebih 50 mmH selama 5 hari.

10. Vitrektomi dilakukan bila terdapat bekuan sentral dan lavase kamar anterior. 11. Viskoelastik dilakukan dengan membuat insisi pada bagian limbus.

Pada fraktur orbita, tindakan bedah diindikasikan bila:6

- Diplopia persisten dalam 30 derajat dari posisi primer pandangan, apabila terjadi penjepitan

- Enoftalmos 2 mm atau lebih

- Sebuah fraktur besar (setengah dari dasar orbita) yang kemungkinan besar akan menyebabkan enoftalmos.

(11)

Penundaan pembedahan selama 1 – 2 minggu membantu menilai apakah diplopia dapat menghilang sendiri tanpa intervensi. Penundaan lebih lama menurunkan kemungkinan keberhasilan perbaikan enoftalmos dan strabismus karena adanya sikatrik. Perbaikan secara bedah biasanya dilakukan melalui rute infrasiliaris atau transkonjungtiva.

Periorbita diinsisi dan diangkat untuk memperlihatkan tempat fraktur di dinding medial dan dasar. Jaringan yang mengalami herniasi ditarik kembali ke dalam orbita, dan defek ditutup dengan implan.3,6

DAFTAR PUSTAKA

1. Soemarsono. Contusio Oculi. Cermin Dunia Kedokteran 1999;15:32-4

2. Colby K. Blunt injuries to the eye. The Merck Manuals.2007 (diakses dari website www.merckmanuals.com, pada tanggal 8 Juli 2009

3. Rubsamen PE. Trauma in Ophthalmology. Edisi II. Editor: Yanoff M, Duker JS, Augsburger JJ. Mosby, 2004

4. Sidarta, Ilyas. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cet. 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ; 1998

5. Tucker, Susan Martin et al. Standar Perawatan Pasien : proses keperawatan, diagnosis dan evaluasi. Alih bahasa Yasmin Asih dkk. Ed. 6. Jakarta : Egc ; 2003 6. Asbury T, Sanitato JJ. Trauma dalam Oftalmologi Umum edisi 14. Editor Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Alih Bahasa: Tambajong J, Pendit BU. Jakarta: Widyamedika, 2000.

7. Sjukur BA, Yogiantoro M. Lensa. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/UPF Ilmu Penyakit Mata. Surabaya, RSUD Dokter Soetomo: 1994; 37 – 4

8. Prihatno AS. Cedera Mata. 2007

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Mata merupakan salah satu indra yang sangat penting untuk kehidupanmanusia. Terlebih lagi dengan majunya teknologi, indra penglihatan yang baik merupakan kebutuhan yang tidak dapat diabaikan. Mata merupakan bagian yangsangat peka. Meskipun mata telah mendapat perlindungan dari tulang orbita, bantalanlemak retrobulber, kelopak mata dengan bulu matanya, juga dengan telah dibuatnyamacam-macam alat untuk melindungi mata, tetapi frekuensi kecelakaan masih sangattinggi.

1

Kemajuan teknologi dan bertambah banyaknya kawasan industrimeningkatkan kecelakaan akibat pekerjaan, kecelakaan akibat kepadatan lalu lintas,belum terhitung kecelakaan akibat perkelahian, yang kesemuanya dapat mengenaimata. Pada anak-anak kecelakaan mata biasanya terjadi akibat alat dari permainanyang biasa dimainkan seperti panahan, ketapel, senapan angin, tusukan dari gagangmainan dan lain-lain.

2

Trauma tajam mata sering merupakan penyebab kebutaan unilateral padadewasa muda. Kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang parah.Dewasa muda, terutama pria, merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami cedera tembus mata. Kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan api, cederaakibat olahraga, dan kecelakaan lalu lintas merupakan keadaan-keadaan yang palingsering menyebabkan trauma mata.

(12)

3

Struktur wajah dan mata sangat sesuai untuk melindungi mata dari cedera.Bola mata terdapat di dalam sebuah rongga yang dikelilingi oleh hubungan tulangyang kuat. Kelopak mata bisa segera menutup untuk membentuk penghalang bagibenda asing dan mata bisa mengatasi benturan yang ringan tanpa mengalamikerusakan. Trauma tajam dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan

kelopak, saraf mata dan rongga orbita. Trauma pada mata memerlukan perawatanyang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat ataupun kebutaan.

3,4

Perforasi bola mata merupakan keadaan yang gawat untuk bola mata karenapada keadaan ini kuman mudah masuk ke dalam bola mata selain dapatmenyebabkan kerusakan susunan anatomi dan fungsional jaringan intraokuler.Trauma tembus dapat berbentuk perforasi sklera, prolaps badan kaca maupun prolapsbadan siliar.

4 1.2 Tuju an A

dapun tujuan dari pembuatan tinjauan kepustakaan ini adalah membahasmengenai trauma yang terjadi pada mata khususnya trauma tajam pada mata danbagaimana

penatalaksanaannya.

Pasien Dengan Trauma Tumpul Mata (Hifema). Hifema adalah darah dalam bilik mata depan sebagai akibat pecahnya pembuluh darah pada iris, akar iris dan badan silia.

Tanda dan Gejala • Mata merah • Rasa sakit

• Mual dan muntah karena kenaikan Tekanan Intra Okuler (TIO). • Penglihatan kabur

• Penurunan visus • Infeksi konjunctiva

(13)

• Pada anak-anak sering terjadi somnolen Patofisiologi

Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu trauma yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan hidraulis yang dapat menyebabkan hifema dan iridodialisis, serta merobek lapisan otot spingter sehingga pupil menjadi ovoid dan non reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu trauma diperkirakan akan terus ke dalam isi bola mata melalui sumbu anterior posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta menegangkan bola mata ke lateral sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi dalam beberapa hari akan berhenti, oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam bilik mata depan akan diserap sehingga akan menjadi jernih kembali.

Pemeriksaan Penunjang

- Laboratorium (tes fungsi hati, prothombin, trombosit dan waktu perdarahan) - Pemeriksaan visus

- Pemeriksaan lampu celah

- Pemeriksaaan goneoskopi (untuk mencari pembuluh darah yang rusak dan resesif sudut) Manajemen Terapi

Sampai sekarang masih terdapat konsep yang berbeda tapi yang penting dalam penaganan hifema memberi pertolongan dan pengobatan secara cepat dan tepat sehingga dapat mencegah atau mengurangi komplikasi. Istirahat total selama 5 hari untuk melihat terjadinya hifema ulangan.

Posisi berbaring 30-45° akan menyebabkan darah berkumpul di bawah dan akan menurunkan tekanan darah sistemik sehingga mengurangi resiko hifema ulangan.

Pemberian tetes mata:

1. Xicloplegi (obat parasimpatolitik). 2. Medriatikum

3. Miotik lebih baik dihindari karena menyebabkan inflamasi

4. Tetes mata steroid untuk mengurangi rasa tidak enak akibat evitis dan untuk mencegah terjadinya hifema ulangan.

5. Pencucian bilik mata depan dianjurkan jika TIO naik lebih dari 24 jam. 6. Tindakan operatif (untuk mencegah kenaikan TIO).

Trauma pada mata membutuhkan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.

Trauma mata dibedakan : 1. trauma tumpul

2. luka akibat benda tajam 3. luka bakar

Trauma Tumpul

1. Perdarahan di palpebra

(14)

perdarahan palpebra dini, bisa diberikan kompres dingin untuk menghentikan perdarahan dan menghilangkan sakit. Kalau sudah lama, diberikan kompres hangat untuk memudahkan absorbsi darah

2. Emfisema palpebra

teraba sebagai pembengkakan dengan kripitasi, karena ada udara didalam jaringan palpebra yang longgar.

3. Hifema 4. Edema kornea

keluhannya visus menurun disertai sakit dan silau. Dapat sembuh spontan. 5. Iridoplegia

pupil midriasi, akibat parese serabut saraf yang mengurus otot sfingter pupil 6. Iridodialisis

merupakan robekan pada akar iris, sehingga pupil agak ke pinggir letaknya 7. Kelainan lensa

karena ruptur nya zonula Zinnii 8. Perdarahan badan kaca 9. Kelainan Retina

dapat berupa edem retina dan ruptur retina 10. Perdarahan retina

dapat timbul jika menyebabkan pecahnya pembuluh darah 11. Robekan sclera

12. Eksoftalmus

BAB I PENDAHULUAN

(15)

I. Latar Belakang

Trauma mata oleh benda tumpul merupakan peritiwa yang sering terjadi. Kerusakan jaringan yang terjadi akibat trauma demikian bervariasi mulai dari yang ringan hingga berat bahkan sampai kebutaan. Untuk mnegetahui kelainan yang ditimbulakan perlu diadakan pemeriksaan yang cermat, terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan. Trauma dapat menyebabkan kerusakan pada bola mata yang dapat mengakibatkan atau memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. Oleh karena itu memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan. Trauma tumpul merupakan peristiwa yang sering terjadi. Meski mata merupakan organ yang sangat terlindung dalam orbita, kelopak dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam atau mengedip, mata masih sering mengalami cedera dari dunia luar. Cedera yang dapat terjadi antara lain :

1. Benda asing yang menempel di bawah kelopak mata atas atau pada pemukaan mata, terutama pada kornea.

2. Trauma tumpul

3. Trauma tembus bola mata

4. Trauma kimia dan radiasi

Untuk mengetahui kelainan yang ditimbulkan akibat trauma perlu diadakan pemeriksaan yang cermat, yang terdiri atas anamnesis dan pemeriksaan. Sehingga kita dapat mengetahui jaringan mata mana yang mengenai trauma tersebut. Hifema merupakan keadaan dimana terjadi perdarahan pada bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul pada mata. Darah ini berasal dari iris atau badan siliar yang robek. Menurut Duke Elder (1954), hifema disebabkan oleh robekan pada segmen anterior bola mata yang kemudian dengan cepat akan berhenti dan darah akan diabsorbsi dengan cepat. Hal ini disebut dengan

(16)

hifema primer. Bila oleh karena sesuatu sebab misalnya adanya gerakan badan yang berlebihan, maka timbul perdarahan sekunder atau hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang.

II. Tujuan

Setelah mempelajari makalah ini diharapkan dapat mengetahui tinjauan pustaka dari penyakit dengan trauma tumpul yaitu hifema sehingga nantinya jika menemui kasus di tempat praktek dapat melakukan tata laksana yang baik mengenai penyakit tersebut dan penyakit mata lainnya.

(17)

BAB II PEMBAHASAN

I. Definisi

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul dibawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.

Penglihatan pasien akan sangat menurun. Kadang-kadang teriha iridoplegia dan iridodialisis. Pasien akan mengeluh sakit disertai dengan epifora dan blefarospasme.

(18)

Gaya-gaya kontusif sering merobek pembuluh darah di iris dan merusak sudut bili mata depan. Darah di dalam aqueous dapat membentuk suatu lapisan yang dapat terlihat (hifema). Glaukoma akut terjadi bila anyaman trabekular tersumbat oleh fibrin dan sel atau bila pembentukan bekuan darah menimbulkan bokade pupil.

II. Klasifikasi

Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi:

• Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang

disebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.

• Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi

mata).

• Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga

pembuluh darah pecah.

• Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya

juvenile xanthogranuloma).

• Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).

Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu:

• Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2.

• Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

Hifema dibagi menjadi beberapa grade menurut Sheppard berdasarkan tampilan klinisnya:

(19)

• Grade I: darah mengisi kurang dari sepertiga COA (58%)

• Grade II: darah mengisi sepertiga hingga setengah COA (20%)

• Grade III: darah mengisi hampir total COA (14%)

• Grade IV: darah memenuhi seluruh COA (8%)

III. Penyebab

Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu, peluru senapan angin, dll. Selain itu, hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat menyebabkan hifema namun jarang terjadi adalah adanya tumor mata (contohnya retinoblastoma), dan kelainan pembuluh darah (contohnya juvenile xanthogranuloma).

Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Perdarahan di dalam bola mata yang berada di kamera anterior akan tampak dari luar. Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada di bagian terendah

(20)

Gambar 1. Ilustrasi Hifema

IV. Patofisiologi

Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu trauma yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan hidraulis yang dapat menyebabkan hifema dan iridodialisis, serta merobek lapisan otot spingter sehingga pupil menjadi ovoid dan non reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu trauma diperkirakan akan terus ke dalam isi bola mata melalui sumbu anterior posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta menegangkan bola mata ke lateral sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi dalam beberapa hari akan berhenti, oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam bilik mata depan akan diserap sehingga akan menjadi jernih kembali.

V. Gejala Klinis

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair. Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Selain itu, dapat terjadi peningkatan tekanan intra ocular, sebuah keadaan yang harus diperhatikan untuk menghindari terjadinya glaucoma.

(21)

Gambar 2. Hifema pada 1/3 bilik mata depan

Gambar 3. Hifema pada ½ bilik mata depan

Akibat langsung terjadinya hifema adalah penurunan visus karena darah mengganggu media refraksi. Darah yang mengisi kamera okuli ini secara langsung dapat mengakibatkan tekanan intraokuler meningkat akibat bertambahnya isi kamera anterior oleh darah. Kenaikan tekanan intraokuler ini disebut glaukoma sekunder. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi akibat massa darah yang menyumbat jaringan trabekulum yang berfungsi membuang humor aqueous yang berada di kamera anterior. Selain itu akibat darah yang lama

(22)

berada di kamera anterior akan mengakibatkan pewarnaan darah pada dinding kornea dan kerusakan jaringan kornea.

Terdapat pula tanda dan gejala yang relative jarang: penglihatan ganda, blefarospasme, edema palpebra, midriasis, dan sukar melihat dekat.

VI. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata

Snellen; visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.

- Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi

vaskuler okuler, glaukoma.

- Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler.

- Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA

dan iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior.

- Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler.

- Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaukoma

bila TIO normal atau meningkat ringan.

VII. Tatalaksana

Pasien dengan hifema yang tampak mengisi lebih dari 5% bilik mata depan sebaiknya diistirahatkan. Pemberian steroid tetes harus segera dimulai. Aspirin dan antiinflamasi nonsteroid harus dihindari. Dilatasi pupil dapat meningkatkan risiko perdarahan kembali sehingga mungkin ditunda sampai hifema reda

(23)

dengan penyerapan spontan. Oleh karena itu, pemeriksaan dini untuk mencari kerusakan segmen posterior mungkin memerlukan pemeriksaan ultrasonografi. Mata sebaiknya diperiksa secara berkala untuk mencari adanya perdarahan sekunder, glaukoma, atau bercak darah di kornea akibat pigmen besi. Perdarahan ulang terjadi pada 16-20% kasus dalam 2-3 hari. Komplikasi ini memiliki risiko tinggi menimbulkan glaukoma dan pewarnaan kornea. Beberapa penelitian mengisyaratkan bahwa penggunaan asam aminokaproat oral (100 mg/kg setiap 4 jam sampai maksimum 30 g/hari selama 5 hari) untuk menstabilkan pembentukan bekuan darah sehingga menurunkan risiko perdarahan ulang. Tatalaksana glaukoma meliputi terapi topikal dengan penyekat-β (mis, timolol 0,25% 2 kali sehari), analog prostaglandin (mis, latanoprost 0,005% malam hari), dorzolamide 2% dua atau tiga kali sehari, atau apraclonidine 0,5% tiga kali sehari. Terapi oral dengan acetazolamide 250 mg per oral empat kali sehari, dan obat hiperosmotik (manitol, gliserol, dan sorbitol) dapat pula digunakan bila terapi topikal tidak efektif. Bedah drainase glaukoma mungkin diperlukan pada kasus-kasus yang sangat berat.

Hifema harus dievakuasi secara bedah bila tekanan intraokular tetap tinggi (> 35 mmHg selama 7 hari atau 50 mmHg selama 5 hari) untuk menghindari kerusakan nervus optikus dan pewarnaan kornea, tetapi terdapat risiko terjadinya perdarahan kembali. Jika pasien mengidap hemoglobulinopati, besar kemungkinan terjadi atrofi optik glaukomatosa dan pengeluaran bekuan darah secara bedah harus dipertimbangkan lebih dari awal. Instrumen-instrumen vitrektomi digunakan untuk mengeluarkan bekuan di sentral dan membilas (levage) bilik mata depan. Dimasukkan alat irigasi dan probe mekanis di sebelah anterior limbus melalui bagian kornea yang jernih untuk menghindari kerusakan iris dan lensa. Jangan mencoba mengeluarkan bekuan yang terdapat di sudut bilik mata depan atau di jaringan iris. Di sini, dilakukan iridektomi perifer. Cara lain untuk membersihkan bilik mata depan adalah dengan evakuasi viskoelastik. Dibuat sebuah insisi kecil di limbus untuk menyuntikkan bahan

(24)

viskoelastik, dan sebuah insisi yang lebih besar berjarak 180 derajat (dari insisi pertama) untuk memungkinkan hifema di dorong keluar.

Glaukoma onset lambat dapat timbul setelah beberapa bulan atau tahun, terutama bila terdapat penyempitan sudut bilik mata depan lebih dari satu kuadran. Pada sejumlah kasus yang jarang, bercak darah di kornea menghilang secara perlahan-lahan dalam jangka waktu hingga satu tahun.

Bedah pada hifema Parasentesis

Parasentesis merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah atau nanah dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut: dibuat insisi kornea 2 mm dari limbus ke arah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulum dari bilik mata depan keluar. Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam fisiologik.

Iridosiklitis

Pada trauma tumpul dapat terjadi reaksi jaringan uvea sehingga menimbulkan iridosiklitis atau radang uvea anterior.

Pada mata akan terlihat mata merah, akibat adanya darah dalam bilik mata depan akan terdapat suar dan pupil yang mengecil dengan tajam penglihatan menurun.

Pada uveitis anterior diberikan tetes midriatik dan steroid topikal. Bila terlihat tanda radang berat maka dapat diberikan steroid sistemik.

(25)

Sebaiknya pada mata ini diukur tekanan bola mata untuk persiapan memeriksa fundus dengan midriatika.

VIII. Pencegahan

Hifema dapat terjadi bila terdapat trauma pada mata. Gunakan kacamata pelindung saat bekerja di tempat terbuka atau saat berolahraga.

IX. Komplikasi

Kadang-kadang sesudah hifema hilang atau 7 hari setelah trauma dapat terjadi perdarahan atau hifema baru yang disebut hifema sekunder yang pengaruhnya akan lebih hebat karena perdarahan lebih sukar hilang.

Glaukoma sekunder dapat pula terjadi akibat kontusi badan siliar berakibat suatu reses sudut bilik mata sehingga terjadi gangguan pengaliran cairan mata.

Zat besi di dalam bola mata dapat menimbulkan siderosis bulbi yang bila didiamkan akan dapat menimbulkan fisis bulbi dan kebutaan.

Hifema pada anak sebaiknya dipikirkan kemungkinan leukimia dan retinoblastoma.

X. Prognosis

Prognosis tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami

(26)

glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila tajam penglihatan telah mencapai 1/60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan.

Referensi

Dokumen terkait

Trauma tumpul merupakan trauma pada mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang

Trauma kimia basa menembus dengan cepat kornea, bilik mata depan, dan sampai pada jaringan retina. Bahan kimia alkali bersifat koagulasi sel dan terjadi proses penyabunan, disertai

Mengingat pada lebam mayat darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan ini digunakan untuk membedakannya dengan resapan...darah akibat trauma (eks-travasasi). Bila

Trauma vaskuler merupakan trauma pada pembuluh darah yang bisa disebabkan oleh trauma tembus dan trauma tumpul terhadap ektremitas yang jika tidak diketahui dan tidak

Salah satu komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma kimia alkali pada mata adalah defek epitel kornea persisten yang disebabkan oleh limbal stem cell

depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar. Tekanan bola mata sangat tinggi. Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa posterior akibat

Aqueous humor tersebut merupakan media yang jernih yang menghubungkan kornea dengan lensa mata, membantu untuk mempertahankan bentuk konveks dari kornea

Iris dapat mengalami prolaps setelah operasi (operasi katarak, transplantasi kornea), trauma (laserasi kornea, laserasi sklera), akibat perforasi ulkus kornea dan