Edited by....
Igun’z
Oleh : Suwarno
PERENCANAA ULANGA BASEMENT
GEDUNG HI-TECH CENTRE
SURABAYA DENGAN DINDING
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konstruksi struktur bawah tanah bukan merupakan barang baru bagi dunia teknik sipil, namun dalam membuat sebuah struktur bawah tanah diperlukan kriteria tersendiri dalam desainnya maupun pada tahap pengerjaanya nanti.
Pada proyek pembangunan gedung Hi-Tech Centre Surabaya. Selain mempunyai struktur gedung 7 lantai keatas, direncanakan pula gedung ini mempunyai 2 lantai di bawah tanah (basement) sampai kedalaman -7 m di bawah muka tanah, yang digunakan sebagai lahan parkir.
Sistim secant piles memiliki kelemahan utama, yaitu pada saat penggalian terdapat banyak kebocoran air tanah pada bagian pile bentonite sehingga diperlukan adanya pekejaan dinding pelapis tambahan untuk membuat sistim ini kedap air. Metode kombinasi antara dinding penahan tanah model secant piles dengan sistem top-down merupakan salah satu dari alternatif yang dapat dikerjakan dalam kasus ini, namun ada beberapa metode kombinasi lain yang cukup tepat untuk kasus pembangunan basement di proyek HTC. Metode yang dimaksud ini lebih umum dilaksanakan, yaitu perbedaannya pada sistim penahan tanahnya menggunakan sistim diaphragm wall. Sedangkan sistem pendukungnya (support system) tetap menggunakan top-down. Pada diaphragm wall yang akan direncanakan ini diadakan sedikit modifikasi dari sistim
PERENCANAAN ULANG BASEMENT GEDUNG HI-TECH CENTRE SURABAYA DENGAN DINDING PENAHAN TANAH MODEL MODIFIED DIAPHRAGM WALL DAN PONDASI UTAMA BELL-SHAPED BORED PILE
Oleh :
Suwarno*)
Abstrak
Semula Basement gedung Hitech Centre Surabaya direncanakan memakai dinding penahan basement model secant pile. System ini memiliki kelemahan yaitu rentan terhadap kebocoran air tanah, oleh sebab itu diusulkan desain ulang dinding penahan tanahnya dan pondasi utamanya. Type yang diusulkan adalah dinding diafragma yang dimodifikasi (modified diaphragm wall), dan pondasi utama type bell-shaped bored pile berukuran 2.5x Dshaft diujungnya. Modified diaphragm wall adalah inovasi kecil pada dinding diafragma konvensional yaitu dengan menaruh tiang pancang diantara panel-panel dinding diafragma untuk mentransfer semua beban aksial pada lapisan tanah kuat melalui pile. Dengan kata lain, panel-panel dinding diafragma akan lebih pendek dari dinding diafragma konvensional. Hasil perencanaan ulang adalah dinding diafragma dengan panel berdimensi 0.5 x 1.5 x 15 m3 dan PC pile persegi ukuran 50x50 cm2 yang dipancang sampai kedalaman 23m MT, serta bellshaped bored pile dengan kedalaman -19 m dengan dimensi shaft 1.5 m dan dimensi bell 3.5 m. Ujung bell harus ditempatkan pada layer stiff clay, karena pembentukan bell hanya bisa pada clayey soil atau tanah lempung, dan tidak bisa dibuat pada lapisan pasir sepadat apapun.
Kata kunci : basement, HTC, modified diaphragm wall, bell shaped bored pile, tiang straight, shaft PC pile.
*) Dosen Jurusan Teknik Sipil FTSP-ITS dan Kepala Laboratorium Mekanika Tanah dan Batuan
diaphragm wall yang konvensional, begitu juga dengan sistim pondasi utamanya juga diadakan redesign. Dengan ini maka penulis bermaksud mendesain ulang dua komponen utama yang ada dalam desain basement yaitu pondasi dan sistem penahan tanahnya untuk mengetahui perbandingan kemudahan pelaksanaan dari desain lama dengan desain baru yang diusulkan.
RUMUSAN PERMASALAHAN
Permasalahan-permasalahan di lapangan yang tercatat adalah sebagai berikut :
x Kondisi site yang terletak di tengah-tengah bangunan yang permanent, sehingga tidak memungkinkan pemakaian angker
x Kondisi lingkungan yang ramai dengan orang
x Site tidak terlalu luas
x Muka air tanah yang cukup tinggi
x Dinding penahan tanah harus juga mampu menerima gaya aksial dari kolom yang cukup besar.
x Sistim penahan tanah harus merupakan dinding permanen yang sekaligus dapat digunakan sebagai dinding basement. Sehingga perumusan masalah yang ingin dipecahkan yaitu :
1. Menentukan disain struktur bawah tanah lain yang dapat menggantikan desain lama dengan kelebihan kemudahan pelaksanaannya serta dapat menjawab permasalahan-permasalahan di lapangan. 2. Mendapatkan sebuah disain yang tidak
hanya lebih mudah dalam pelaksanaannya namun juga memiliki kestabilan dan kekuatan.
TUJUAN
1. Mendisain ulang struktur bawah tanah (basement) pada proyek gedung HTC Surabaya, yang meliputi diaphragm wall yang dimodifikasi dengan penanaman tiang pancang beton, pondasi utama berupa tiang bor, dan pelat lantai basement
2. Menganalisa kestabilan diaphragm wall, dan tiang bor utama dan pelat-pelat lantai penunjang terhadap semua kemungkinan gaya yang bekerja.
3. Menganalisis defleksi pada tiang-tiang dan dinding yang telah direncanakan.
4. Hasil akhir disain akan dibandingkan dengan disain yang sudah ada dalam hal kemudahan pelaksanaan dan spesifikasi disain.
LINGKUP PEMBAHASAN
1. Perencanaan dilakukan di Proyek HTC Surabaya.
2. Data yang digunakan adalah data sekunder 3. Perencanan ulang meliputi :
x Perhitungan desain basement x Dilakukan perhitungan penulangan x Menganalisa kestabilan tiga komponen
utama basement dari desain baru x Gambar desain
x RAB tidak dihitung.
x Direncanakan juga metode pelaksanaan dinding penahan tanah, pondasi tiang bor, serta metode top-down.
Ringkasan pembahasan yang dilakukan disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Desain yang Sudah Ada dengan Desain yang Baru.
Desain yang sudah ada
Desain yang baru
Sistim penahan tanah
Secant Pile Diphragm Wall dengan modifikasi penanaman tiang pancang beton untuk daya dukung pondasi.
Pondasi Utama Tiang Bor dengan tulangan
memanjang dan tulangan lateral berbentuk spiral
Tiang bor dengan pelebaran penampang di ujung tiang (bell-shaped). Support System Top Down Construction
Top down Down construction (lihat metode pelaksanaan top-down pada sub bab 6.4)
DASAR TEORI.
Tekanan Lateral Tanah Keadaan Diam Bila suatu dinding tidak bergerak membatasi suatu massa tanah ,maka massa tanah tersebut akan berada pada suatu keadaaan keseimbangan elastis (elastic equilibrium), rasio antara tekanan arah vertikal dan horizontal dinamakan koefisien tekanan tanah dalam keadaan diam (ko)
v h
Ko
V
V
Menurut Jaky (1944)T
sin
1
Ko
(untuk tanah berbutir) Menurut Brooker dan Ireland (1965)T
sin
95
.
0
Ko
(untuk tanah lempung terkonsolidasi secara normal) Tekanan Tanah Aktif dan Pasif
Namun jika suatu dinding vertikal licin yang membatasi suatu massa tanah tersebut diijinkan bergerak,maka tekanan tanah horizontal dalam elemen tanah tersebut akan berkurang secara terus menerus. Dan akhirnya dicapai suatu keseimbangan plastis. Kondisi tersebut dinamakan sebagai kondisi aktif menurut rankine (1857) “Rankine’s active state”. Tekanan tanah yang bekerja pada dinding tersebut (ıa) dinamakan tekanan tanah aktif.
Ka
c
Ka
v aV
u
2
V
dimana Ka = koefisien tekanan tanah aktif ¸ ¹ · ¨ © § 2 45 tan2 $ T Ka
Sedangkan keadaan tanah pasif adalah apabila suatu dinding vertikal licin tak terhingga didorong masuk secara perlahan-lehan kearah dalam tanah ,maka tegangan horizontal (ıh)akan bertambah secara terus menerus. Pada keadaan ini, keruntuhan tanah akan terjadi yang kita kenal sebagai kondisi tanah pasif menurut Rankine (1857) “Rankine’s passive state”. Tekanan tanah yang bekerja pada dinding tersebut adalah tekan tanah pasif (ıp).
Kp
c
Kp
v pV
u
2
V
dimana Kp = koefisien tekanan tanah pasif ¸ ¹ · ¨ © § 2 45 tan2 $ T Kp
Koefisien Tanah Aktif dan Pasif menurut
Coulomb (1776)
Anggapan-anggapan dasar dalam teori tekan tanah Coulomb adalah sebagai berikut :
1. Tanah adalah isotropic dan homogen yang mempunyai gesekan dan kohesi.
2. Bidang runtuh permukaan urugan balik adalah bidang datar
3. Adanya gesekan tanah dengan dinding. Sudut gesekan ini dinamakan į
kondisi keruntuhan yang dianggap oleh Coulomb diilustrasikan seperti Gambar 2.1
Gambar 2.1 : Kondisi Menurut Coulomb
2 2 2 sin sin sin sin 1 sin sin sin » » ¼ º « « ¬ ª E D G D E I G I G D D I D Ka
2 2 2 sin sin sin sin 1 sin sin sin » » ¼ º « « ¬ ª E D G D E I G I G D D I D Ka
Perhitungan dinding turap dengan
metode free earth support
Asumsi dari metode ini adalah :
1. Tiang turap dianggap kaku jika dibandingkan dengan tanah sekitarnya 2. Dinding turap dapat bergerak dengan
cukup untuk menimbulkan tekanan tanah minimum aktif dan pasif. Langkah langkah perhitungan :
Langkah 1
Besar kedalaman turap diwakili dengan variabel D, yang kemudian akan dicari nilainya. Pada akhir perhitungan dengan metode ini, harga D
akan didapatkan dalam bentuk persamaan 0
2
3bD cDd
aD , yang kemudian bisa diselesaikan dengan trial & error.
Langkah 2
Menentukan tekanan tanah aktif dan pasif yang bekerja pada dinding turap. Dari sisi tanah pasif, dipergunakan faktor keamanan sebesar 1.5 – 2. yaitu untuk tanah cohesionless digunakan sudut geser I’ .
SF
I
I
'
tan
tan
dimana I’ = sudut geser efektifSF = faktor keamanan (1.5-2)
Gambar 2.2. Tekanan Aktif dan Pasif pada Tanah Kohesif pada Kondisi Short-therm dimana : r = faktor adhesi = c Cw 1
Cw = adhesi antara lempung dan sheet pile Cw = 0.56
C = nilai kohesi tanah
Ka = koefisien tanah aktif (menurut rankine dan Coulomb)
Kp = koefisien tanah pasif (menurut rankine dan Coulomb)
Cu = cohesion undrained
Langkah 3
Menghitung kedalaman (D) turap
Dengan cara MT = 0, atau dengan Mo = 0
bila tanpa jangkar Langkah 4
Mencari gaya angker (T) Dengan cara Fx = 0
T =Ea - Ep Dimana :
Ea = total gaya aktif yang bekerja akibat tanah maupun surcharge
Ep = total gaya pasif yang bekerja.
Tekanan lateral tanah pada braced
evcavation wall
Dinding yang diperkuat oleh bracing ataupun tie back difungsikan untuk menahan tekanan lateral tanah, namun dengan adanya bracing atau tie back yang menahan pergerakan dinding, tanah yang terdapat dibalik dinding tidak dalam keadaan aktif. Tekanan tanah lebih seperti pada keadaan diantara aktif dan at rest (Bowles 1982).
Tekanan lateral tanah pada dinding yang diperkuat dengan bracing ataupun tie back lebih tampak berbentuk trapezium daripada segitiga, lihat Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Tekanan Lateral Tanah pada Dinding yang Diperkuat Bracing (Bowles,
1982)
Gambar 2.4. Apparent diagram menurut Peck dan Tschebotariof (1973)
Pemilihan bentuk dan jenis pondasi Ada berbagai macam bentuk pondasi yang dapat digunakan. Untuk memilih bentuk pondasi yang memadai, perlu diperhatikan apakah pondasi itu cocok untuk berbagai keadaan di lapangan dan apakah pondasi itu memungkinkan untuk diselesaikan secara ekonomis sesuai dengan jadwal kerjanya. Bila
keadaan tersebut ikut dipertimbangkan maka dalam menentukan jenis pondasi, hal-hal berikut harus dipertimbangkan :
1. Keadaan Tanah pondasi
2. Batasan akibat konstruksi diatasnya (susperstructure)
3. Batasan-batasan dari sekelilingnya (lokasi proyek)
4. Waktu dan biaya pekerjaan.
Berikut ini akan diuraikan jenis-jenis pondasi yang sesuai dengan keadaan tanah pondasi yang bersangkutan.
1. Bila tanah pendukung pondasi terletak pada permukaan tanah atau 2-3 meter di bawah permukaan tanah , maka pondasi yang digunakan adalah pondasi telapak
2. Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 10 meter di bawah permukaan tanah maka yang digunakan adalah pondasi tiang atau pondasi tiang apung (sumuran). Jika menggunakan tiang maka tiang baja atau tiang beton akan kurang ekonomis, karena tiang-tiang tersebut kurang panjang.
3. Bila tanah pendukung pondasi terletak pada kedalaman sekitar 20-40 meter dibawah permukaan tanah maka yang digunakan adalah pondasi tiang, baik baja maupun beton.
Analisa pemilihan desain
Tabel Kombinasi I, yaitu kombinasi antara sistem penahan tanah dengan pondasi dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Matrik I (Kombinasi antara Pondasi dengan Retaining Wall)
Tiang Bor Tiang Pancang
Secant Pile/ Continous Pile C1(T.Bor & Sec. Pile) C5( T. Pancang + Sc. Pile) Diaphragm Wall C2( T.Bor &
D. Wall)
C6 ( T.Pancang + D. Wall) Sheet Pile C3(T. Bor &
Sheet Pile)
C7( T. Pancang+Sheet Pile)
Soldier Pile C4 (T.Bor & Soldier P.)
C8(T. Pancang+ Soldier P.)
Kemudian disusun Tabel kombinasi II, yaitu kombinasi antara Matrik I diatas dipasangkan dengan sistem penunjang yang ada. Kombinasi II diberikan dalam Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Matrik kombinasi II (Kombinasi Matrik I dengan Sistem Penunjang)
Top Down (A)
Internal Bracing (B)
C1 C1-A C1-B(tidak layak) C2 C2-A C2-B(tidak layak) C3 C3-A(tidak layak) C3-B(tidak layak) C4 C4-A(tidak mungkin) C4-B(tidak layak) C5 C5-A(tidak mungkin) C5-B(tidak layak) C6 C6-A(tidak mungkin) C6-B(tidak layak) C7 C7-A(tidak mungkin) C7-B(tidak layak) C8 C8-A(tidak mungkin) C8-B(tidak layak) Sistem penunjang Hasil pada Matrik I Pondasi Retaining Wall
Keterangan : - C1,C2,C3, C4….dst dapat dilihat pada Tabel 2.1
- Alasan tidak layak atas dasar sewa strut yang mahal
Analisa terhadap 16 hasil kombinasi Tabel 2.2 :
1. Kombinasi desain yang menggunakan tiang pancang sebagai pondasi untuk superstructure, sebenarnya mungkin dilaksanakan namun jika dikombinasikan dengan support sistem top down menjadi tidak mungkin untuk dilakukan.
2. Internal bracing mungkin dilaksanakan, namun ada beberapa alasan yang membuat metode ini tidak layak untuk dilaksanakan :
x Biaya sewa strut yang mahal
x Bahaya lendutan strut yang terlalu besar
3. Dinding turap sheet pile tidak mungkin untuk dilaksanakan karena kebanyakan sheet pile didesain untuk tidak menerima beban aksial super structure yang besar serta diperlukan sheet pile yang cukup panjang.
4. Dinding turap soldier pile tidak mungkin dilaksanakan karena pada umumnya soldier pile mempunyai kelemahan dalam waterproofing antar soldier pile (rawan bocor).
Oleh karena itu, metode yang diambil adalah 2 (dua) metode yang sangat berpotensi layak dilaksanakan untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang ada.
Pondasi Tiang Pancang
Pondasi tiang pancang merupakan salah satu bentuk pondasi dalam, dimana pada
dasarnya adalah kolom langsing yang digunakan unutk mentransfer beban dari super structure ke lapisan tanah keras. Tiang pancang pada umumnya memiliki diameter 750 mm atau kurang, dimana ukuran inilah yang membedakan dengan pondasi tiang bor ataupun caisson. Tiang pancang bervariasi menurut jenis materialnya, antara lain tiang beton, tiang baja, ataupun kayu.
Daya dukung tiang pancang didasarkan pada tahanan kulit tiang, tahanan ujung tiang, ataupun kombinasi dari keduanya.
Perumusan kapasitas tiang pancang bedasarkan Metode Luciano Decourt (1982)
Qs Qp
QL
Dimana :
QL = kapasitas tiang ultimit / maksimum
Qp = kapasitas ujung tiang Qs = kapasitas gesekan tiang
p p p p L q A N K A Q u u u Dimana :
QL = Daya dukung tanah maksimum (ton)
Np = Harga SPT disektar 4B diatas hingga 4B
dibawah dasar tiang pondasi(B=diameter pondasi)
K = Koefisien karakteristik tanah :
x
Untuk lempung = 12 t/m2
x
Untuk lanau berlempung = 20 t/m2
x
Untuk lanau berpasir = 25 t/m2
x
Untuk pasir = 40 t/m2 Ap = Luas penampang ujung tiang qp = Tegangan diujung tiang
Dimana :
Qs = Tegangan akibat tekanan lateral dalam
(t/m2)
Ns = Harga rata-rata sepanjang tiang tertanam , dengan batasan : 3 N 50
As = Keliling x panjang tiang yang terbenam (luas selimut tiang)
Pondasi Tiang Bor
Pada dasarnya tiang bor atau drilled piers , digunakan untuk mengistilahkan tiang yang dicor di tempat (cast in place pile) dengan cara mengebor lubang kemudian mengecornya dengan beton. Pada umumnya tiang bor berdiameter diatas 750mm. Badan tiang pada umumnya berdiameter sama atau straight shaft atau terdapat pembesaran di dasar tiang.
Ada beberapa keunggulan tiang bor jika dibandingkan dengan tiang pancang yaitu: 1. Karena memiliki kapasitas beban yang
lebih besar, maka dibutuhkan tiang bor yang lebih sedikit jumlahnya dari pada tiang pancang untuk menahan beban yang bekerja dari suatu struktur.
2. Tidak seperti halnya tiang pancang, pada konstruksi tiang bor tidak dibutuhkan adanya pile cap. Karena ukuran diameter tiang bor yang cukup besar dapat lang sung dihubungkan dengan kolom.
3. Untuk kedalaman yang tidak terlalu besar, dapat diadakan inspeksi untuk melihat keadaan didasar pondasi
4. Tiang bor dapat didesain untuk menahan beban lateral dan momen yang lebih besar. Perhitungan daya dukung tiang pada didasarkan pada dua hal, yaitu tahanan ujung tiang (end bearing capacity) dan tahanan gesekan tiang
(friction bearing capacity). Secara umum dirumuskan sebagai berikut :
Qs Qp
Qu
Dimana :
Qu = kapasitas tiang ultimit / maksimum Qp = kapasitas ujung tiang
Qs = kapasitas gesekan tiang
Formula daya dukung Tiang Bor menurut Reese (1978).
Pada tanah lempung (I = 0)
Q ult =
¦
Qsi Qp Dimana :¦
Qsi =¦
Dsusup'u'L Qp = NccAp = 9 su.p Apǹ = faktor reduksi berdasarkan proses konstruksi tiang bor
Su,s = Kuat geser undrained rata-rata sepanjang
tiang ǻL
p’ = Keliling tiang L
' = Kedalaman tiang
Su,p = Kekuatan geser tanah undrained rata-rata
pada 0.5B diatas dasar tiang sampai 3B dibawah dasar tiang.
Tabel 2.3. Nilai Į untuk memperkirakan tahanan kulit tiang bor ditanah lempung. Metode Konstruksi Į Metode kering menggunakan
lightweight slurry 0.5 Dibor dengan menggunakan
Lumpur bentonite 0.3
Tiang bell yang ujungnya terletak pada tanah yang kekerasannya hampir sama dengan tanah disekitar kulit tiang
0.3
Dengan metode pengeboran kering
Dengan pengeboran mengguna-kan Lumpur bentonite
0.15
Ujung tiang bor tertumpu pada tanah yang memiliki kekerasan yang jauh melebihi tanah disekitar kulit tiang
0
Pada tanah pasir
Qu = Qs + Qp Qs = K po’tan į x As
Dimana
K = faktor tekanan lateral tiang
po’ = tegangan overburden efektif rata-rata į = I untuk tiang bor dalam pasir As = Luas area kulit tiang.
Tabel 2.4. Faktor Tekanan Lateral Tiang Kedalaman dampai dasar K
< 7.5m 7.5m < L > 12m L>12m 0.7 0.6 0.5 Qp = p pAp q D dimana :
qp= tekanan ujung maksimum, didasarkan pada
loading test.
Tabel 2.5. Nilai qp Tanah Pasir Kepadatan pasir qp (kPa) Pasir lepas Pasir dengan kepadatan sedang Pasir padat 0 1600 4000 Įp = 2 x B (diameter tiang)
Formula lain untuk penghitungan daya dukung tiang bor
Formula Hansen (1970).
Untuk ujung pondasi pada pasir :
Qa =
)
5
.
0
'
(
cNcs
d
L
J
Nqs
d
B
N
Js
JSF
Ap
p q q c cUntuk ujung pondasi lempung I = 0
Qa = 5.14 Su (1 s ' d ') L'J SF Ap c c u u Formula Terzaghi (1943). Untuk ujung pondasi pada pasir :
Qa = (L'JNq 0.4JBpNJ) SF
Ap
Untuk ujung pondasi lempung I = 0 Qa = SF c Apu9u ANALISA
Analisa data tanah
Dari hasil penyelidikan pada kelima titik bor, maka pada umumnya (rata-rata) lapisan tanah pada lokasi proyek dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pada bagian atas terdapat lapisan lunak dari jenis silt dan fine sand , sebagian mengandung clay (N-SPT = 1.2) , berwarna coklat , hingga kedalaman 2-3 meter di bawah permukaan tanah setempat.
2. Selanjutnya ditemukan lapisan pasir, dengan kepadatan sedang (N-SPT = 12-18), berwarna abu-abu, hingga kedalaman 5-8 meter.
3. Setelah lapisan tersebut, ditemukan lapisan sangat lunak dari silty clay (N-SPT=1), berwarna abu -abu, hingga kedalaman 16-17 m.
4. Selanjutnya didapatkan lapisan yang agak keras dari silty clay , berwarna abu-abu denan ketebalan 2-3 meter.
5. Dibawah lapisan tersebut, ditemukan lapisan silty clay yang lebih keras lagi (N-SPT =22-40) , berwarna abu-abu, hingga kedalaman sekitar 22 meter dari permukaan tanah setempat.
6. Pada bagian bawah dari pengeboran, ditemukan lapisan pasir dan lanau yang padat hingga sangat padat (N-SPT = 30-50), berwarna coklat dan abu-abu kehijauan hingga kedalaman sekitar 30 meter atau kedalaman akhir pengeboran.
7. Muka air tanah cukup tinggi yaitu berada sekitar 1 meter dibawah permukaan tanah setempat.
Analisa data pembebanan
Analisa beban untuk turap dinding.
1. Beban luar : Berupa beban dari luar yang
bekerja pada turap saat proses awal konstruksi dinding diafragma (surcharge = 1 t/m2)
2. Beban Dalam : Berupa beban yang
ditimbulkan dari tekanan tanah aktif, serta air tanah.
Analisa data beban struktur atas.
Analisa gaya-gaya reaksi pada struktur atas gedung HTC yang dibebankan pada struktur pondasi dan dinding diafragma dihitung dengan menggunakan program komputer SAP 2000 V.9.03. Gaya-gaya reaksi tersebut dihitung pada perletakan jepit yang didesain terletak pada kolom-kolom dilantai basement. Pada perhitungan gaya-gaya reaksi tersebut digunakan beberapa kombinasi pembebanan sesuai SNI 2847-2002. 1. Kombinasi 1 : 1.4D 2. Kombinasi 2 : 1.2D + 1.6L 3. Kombinasi 3 : 1.2D + 1 L + 1.6W 4. Kombinasi 4 : 1.2D + 1L + 1E-X +0.3E-Y 5. Kombinasi 5 : 1.2D + 1L + 1E-Y + 0.3E-X
PERHITUNGAN PERENCANAAN
Perencanaan Dinding Diafragma.
Gambar 4.1. Pemodelan Dinding Penahan Tanah.
Gambar 4.2. Gaya-gaya pada Dinding Penahan Tanah
P1 sampai dengan P7 = tekanan tanah kesamping
P8 = tekanan kesamping akibat air tanah P9, P10 dan P11 = tekanan kesamping akibat beban surcharge.
P12 sampai dengan P14 = tekanan tanah pasif. F1 dan F2 = gaya reaksi strut.
Kesetimbangan momen di posisi strut :
¦
MF2 0 (momen di posisi strut F2). 0 = -0.9D2 -8.62 + 73.150 = D2 +10D -84.86
Dengan cara coba-coba didaptkan D = 5.48 D’ = 5.48 x 1.2 = 6.577 m Panjang total dinding yang tertanam dari muka tanah harus minimal 7m + 7.577 m = 14.577 m
|
15 m Perhitungan kedalaman dinding berdasarkan hydrodynamic dan kontrol terhadap bahaya heaving
Perhitungan kedalaman berdasar
Hydrodinamic
Gambar 4.3. Permodelan Perhitungan Hydrodinamic
Kedalaman yang aman terhadap hydrodynamic berarti konstruksi dinding aman pada saat dilakukan dewatering, sehingga pada saaat proses penggalian nantinya aliran air tanah tidak akan menjadi masalah yang serius dan dewatering aman dilakukan.
Kedalaman Dc aman dapat dihitung dengan mengontrol rasio antara nilai gradien hidrolis i dengan gradien hidrolis kritis.
i (gradien hidrolis ) * SF < icr (gradien hidrolis
kritis) iexit x 1.2 < i critical 2 . 1 u ' Dc h < w J J' 2 . 1 6 u Dc < 1 2 32 . 1 712 . 0 ¸ ¹ · ¨ © § 7.2 < 1.016 Dc Dc > 7.0866 m
Kontrol terhadap bahaya heaving
Karena berkurangnya tegangan efektif atau overburden pressure akibat proses ekskavasi, maka ditakutkan lapisan lempung lunak akan mengalir kedalam lubang galian dan terjadi heave. Sehingga dengan keadaaan yang demikian perlu adanya kontrol kedalaman dinding terhadap bahaya heave.
Gambar 4.4. Permodelan Heaving
qult = vertical overburden pressure
SF =
1
.
27
94
.
15
3
.
20
uplif
qult
V
>1.25 .. Ok. Perhitungan gaya dalam pada dinding
dan analisa defleksi dinding
Perhitungan gaya dalam dinding
Momen maksimum terletak pada bagian bawah dinding (-11.00 m), 4.00 meter dibawah galian basement dengan nilai 19.21 ton-m. Gaya geser maksimum = 18.43 ton/
m
Gaya aksial maksimum = 5.7 ton/m
Gambar 4.5. Bidang Momen pada Dinding
Analisa defleksi dinding
Digunakan program Plaxis 7.2 untuk mengecek defleksi yang terjadi pada dinding. Total displacement dinding di ujung atas yang terjadi sebesar 18.33 mm, menunjukkan angka yang cukup aman untuk displacement dinding.
Perencanaan Daya Dukung Dinding
Diafragma.
Spesifikasi dari dinding difragma yang akan direncanakan:
Tebal : 50 cm
Panjang/kedalaman : 15 m dari muka tanah Mutu beton (fc) : 30 Mpa
Metode Pengerjaan : Penggalian dengan clampshell dan bentonite slurry
Untuk perencanaan daya dukung keempat dinding tersebut dianalisa secara terpisah. Untuk memudahkan perhitungan, satu bentang dinding tersebut dianggap seperti elemen struktur pondasi dalam yang mempunyai tahanan ujung dan tahanan kulit seperti pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6. Tahanan Ujung dan Kulit pada Elemen Dinding
Tabel 4.1. Daya Dukung Dinding pada Kedalaman -15m MT
Dinding Daya dukung Dinding Pu (beban aksial) SF Dinding Utara 2311 ton 4929 ton 0.37 Dinding Timur 1254 ton 3113 ton 0.35 Dinding Barat 1224 ton 2895 0.37
Jelas terlihat bahwa SF daya dukung dinding dinding tersebut tidak memenuhi syarat. Dari kondisi tersebut, diadakan analisis agar desain dinding memenuhi daya dukungnya. Didapatkan 2 (dua) alternatif yang bisa dilakukan untuk memperbaharui desain dinding yaitu :
1. Memperdalam kedalaman dinding dengan perkiraan sampai lapisan tanah keras yaitu kurang lebih pada kedalaman 20-25 m.
2. Menanam tiang pancang didalam dinding diafragma sampai kedalaman tanah keras.
Alternatif dengan memperdalam dinding
Dari perhitungan daya dukung tanah diperoleh hasil besarnya tahanan kulit (skin friction) serta tahanan ujungnya, bahwa kedalaman -22 meter merupakan kedalaman yang aman untuk dibangun dinding dengan angka keamanan rata-rata pada setiap dinding lebih besar 3 (tiga).
Alternatif dengan Menanam Tiang Pancang di dalam Dinding (Modified Diaphragm Wall)
Mempertahankan kedalaman dinding difragma sedalam 15 meter namun untuk menambah daya dukung dinding tersebut ditanam tiang pancang sebanyak yang diperlukan di dalam dinding tersebut.
Langkah-langkah analisa perhitungan kedalaman pemancangan:
1. Dibuat permodelan struktur pada program SAP 2000 Ver 9.3
2. Diasumsikan panel dinding diafragma tidak menerima beban aksial yang disebarkan oleh pile cap.
3. Reaksi vertikal axial (Rz) yang terbesar pada titik-titik pancang dijadikan patokan sebagai Pmax.
4. Dihitung daya dukung pile tunggal menurut kedalamannya, sampai ditemukan daya dukung yang aman dengan angka keamanan diatas 3 (tiga). Angka daya dukung yang dipakai adalah angka yang telah dikalikan dengan faktor efisiensi pondasi group. ¸ ¹ · ¨ © § 3 max P Qu
Tabel 4.2. Rzmax pada tiap Dinding
Dinding Rz(max)
Dinding utara 241 ton Dinding selatan 241 ton Dinding Timur 259 ton Dinding Barat 245 ton
Untuk mengetahui kedalaman aman, diperiksa safety factor hingga sebesar 3 sebagai hasil bagi kapasitas dukung ultimit single pile yang telah dikalikan faktor efisiensi dengan Pmax. Rata-rata kedalaman pemancangan pada setiap dinding adalah -23m MT.
Hasil spesifikasi disain adalah sebagai berikut : x Kedalaman panel dinding -15m MT, dengan
ukuran panel 0.5 x 1.5 m2 x Tiang pancang 50x50 cm2
WIKA PC Pile solid dengan kedalaman pemancangan -23m MT
Perencanaan Tulangan Dinding
Diafragma
Mmaks = 19. 21 ton-m Geser maks = 18.43 ton/m
Dengan perumusan tulangan lentur pelat dan penulangan geser pelat didapatkan
Tabel 4.3. Penulangan Satu Panel Dinding Tulangan memanjang D19-200
Tulangan sengkang 3D13-200
Perencanaan Struktur Pile Cap
Merupakan struktur yang mengikat antara panel dinding diafragma dengan tiang pancang beton.
b = 1 meter h = 0.7 meter ĭ = 22 mm fy = 400 MPa fc’ = 30 MPa
Mu-tumpuan max = 49.2 T-m (dari SAP 2000) Mu-lap max = 21.553 T-m (dari SAP 2000)
Tabel 4.4. Penulangan Struktur Caping Beam
Tul. Tumpuan 9D22 Tul. lapangan 9D22 Sengkang sendi plastis 3D13-125 Sengkang setelah sendi plastis 3D13-300
PERENCANAAN PONDASI UTAMA DAN PELAT BASEMENT
Perencanaan pondasi bell-shaped bored
pile
Gambaran umum
Bertujuan untuk mengadakan penghematan pada penggunaan volume beton serta memperbesar daya dukung pondasi. Disain ulang yang dimaksud adalah memperbesar base
area dari tiang bor tersebut yaitu sampai 2.5 x Dshaft.
Perencanaan struktur pondasi bell-shaped bored pile
x Perencanaan Dshaft dipakai 1.5 m
x Dbelldigunakan 2.5 Dshaft = 3.75 m , dengan
hbell= 2 m
Tulangan tiang bor dihitung dengan program PCACol (Portland Cement Association, 1988), dihasilkanU=1% dari Agross, sehingga dipakai
22D30 dengan tulangan spiral D10-200.
Perencanaan daya dukung bell-shaped bored pile.
Kapasitas dukung bell shaped bored pile dihitung dengan menggunakan formula dari Reese (1976). Karena pembesaran ujung tiang hanya dapat dilakukan dilakukan pada non-caving soil atau tanah kohesif, maka pada kasus ini bell-shaped hanya dapat dilakukan pada lapisan lempung berlanau yang kaku di kedalaman antara 17 m – 22 m.
Kontrol Uplift
Adanya beban uplift dari air tanah mengakibatkan gedung terkena beban angkat keatas. Keadaan ini sangat berbahaya ,karena dapat mempengaruhi kestabilan gedung, terutama pada saat pembangunan pelat basement telah selesai , dan beban bangunan yang bekerja hanya 4 lantai. Untuk itu diadakan analisis kesetimbangan beban antara uplift dengan beban mati gedung yang hanya 4 lantai. Resultante(max-karena uplift) = -178.81 ton (keatas)
Perhitungan kapasitas uplift tiang bor berdasar Das (1980)
Qu = (Cu x Bc +
J
u
L
) x Ap Qu = (74.58 x 6.12 + 125.6) x 9.61625= 5596.942 kN = 570.53 Ton > 178.81 Ton ….OK
Kontrol Ground Loss
Kontrol dilakukan untuk mengecek bahaya penyusutan lubang (pengurangan diameter lubang), sebagai akibat tanah disekitar lubang menyusut kedalam lubang.
Berdasar Lukas dan Baker , bahaya ini dapat diukur dari rasio antara tegangan overburden efektif dengan tegangan geser undrained.
Rs = Su Po'
Jika Rs < 6 maka penyusutan berjalan lambat. Jika Rs > 6 maka penyusutan berjalan cepat. Po’ pada kedalaman 22 m = 133 kPa
Su rata-rata sampai kedalaman 22 m = 137 kPa Rs = kPa kPa 11 . 47 06 . 98 = 2.08 (penyusutan berjalan lambat).
Perencanaan Pelat Basement.
Pelat basement merupakan pelat dibawah tanah yang langsung berhubungan dengan tanah dibawah galian basement. Pelat ini didesain untuk menerima gaya uplift dari air tanah dimana pada kondisi normal berada pada -1m dibawah muka tanah dan gaya hidup berupa kendaraan yang parkir, karena lantai ini difungsikan sebagai lantai parkir. Selain itu pelat basement ini merupakan struktur penopang dari dinding diafragma. Namun untuk mengetahui momen terbesar yang mungkin terjadi , dianggap beban kendaraan belum ada,sehingga yang bekerja beban merata dari
uplift pressure yang cukup besar. Ilustrasi
kondisi tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar permodelam perhitungan pelat basement
Data-data beban uplift dan beban lateral pada pelat tersebut dimasukkan analisa struktur SAP 2000 sehingga menghasilkan hasil output momen sebagai berikut :
Mux = 38.29 ton-m Muy = 54.10 T-m
Tabel 5. Hasil penulangan pelat
Tulangan arah X D19-200
Tulangan arah Y D19200
HASIL PERENCANAAN.
Modified diaphragm wall
a. Hasil perencanaan panel-panel dinding berukuran 0.5 x 1.5 x 15 m3.
b. Tiang pancang yang digunakan adalah tiang pancang prestress solid dengan ukuran 50x50cm2, dan dipancang sampai kedalaman -23m.
c. Hasil perhitungan penulangan dinding, pada tiap panel dipakai tulangan vertikal / memanjang D19-200 tulangan geser 3D13-200.
d. Penggalian panel dinding diafragma dilakukan dengan clampshell yang dipasang pada crawler crane. dan pada saat penggalian digunakan bentonite slurry dengan berat jenis sebesar 1.4 gr/cc untuk menjaga kestabilan lubang saat penggalian.
e. Pemancangan dilakukan dengan
hydraulic hammer kapasitas 9 Ton
Bell-shaped bored pile
a. Hasil perencanaan ujung tiang bor dibesarkan sampai 2.5Dshaft yaitu 3.50 meter, sedangkan Dshaft tiang sebesar 1.50 m.
b. Tiang dibangun sampai kedalaman -19m, dan pembesaran ujung tiang
hanya bisa dilakukan sampai
kedalaman -22.00 m karena setelah kedalaman tersebut terdapat lapisan pasir dimana pemebesaran ujung tidak dapat dilakukan.
c. Tulangan tiang dipakai 18D25 dan sengkang spiral D10-200,
d. Pengeboran dilakukan dengan auger
tool, drilling bucket dan underreamer.
e. Pada saat pengeboran digunakan casing 12.00 meter sampai kedalaman -11.50 m MT dan digunakan juga
bentonite slurry untuk menjaga
kestabilan lubang dinding.
Perbedaan antara desain lama dan baru diberikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Perbedaan Disain Lama dan Baru.
METODE PELAKSANAAN UMUM DAN REVIEW PERBEDAAN DISAIN LAMA DAN DISAIN BARU
Umum
Urutan pelaksanaan pengerjaan 3 hal, yaitu :
1. Urutan pelaksanaan Modified
diaphragm wall
2. Urutan pelaksanaan Bell-shaped bored
pile
Spesifikasi Dinding Penahan tanah
Desain lama Desain baru
Model Secant pile
Modified Diaphragm wall Dimension Primary Pile D = 60 cm Wall panel : 50x150 cm2 Secondary Pile D = 80 cm Tiang pancang : 50x50cm2 Depth Primary Pile = -15m MT Wall panel = -15m MT Secondary Pile = -26m MT Tiang pancang = -23m Mutu beton fc' = 30 Mpa fc' = 30 Mpa
Slump = 15-18 cm
Slump = 15-18 cm
Tools Drilling tool Grabber/clamshell Drilling
bucket Pile driver
Casing 10 m
Cost Lebih murah Lebih mahal
Pondasi Utama Model Straight shaft bored pile Bell-shaped bored pile Dimension Dshaft =1.5 m Dshaft=1.5m L= 18m Dbell = 3.5 m L= 12m
Mutu beton fc' = 30 Mpa fc' = 30 Mpa Slump =
15-18 cm
Slump = 15-18 cm
Tools Drilling tool Drilling tool Drilling
bucket Drilling bucket
Vibro
hammer Vibro hammer
3. Urutan pelaksanaan Top-down construction
Urutan Pelaksanaan Modified diaphragm
wall
Pengerjaan dinding diafragma terdiri dari 3 (tiga) pekerjaan yang mendasar, yaitu : a. Pekerjaan persiapan
b. Pekerjaan pemancangan ,penggalian dan pemasangan besi tulangan
c. Pekerjaan pengecoran
Urutan pelaksanaan bell-shaped bored pile
D 1500 mm
Pengerjaan bell-shaped bored pile terdiri dari 3 (tiga) pekerjaan yang mendasar, yaitu :
a. Pekerjaan persiapan
b. Pekerjaan pengeboran dan
pemasangan besi tulangan c. Pekerjaan pengecoran
Urutan Pelaksanaan Top-down.
a. Pemasangan modified diafragma wall yang dilengkapi dengan tiang pancang, b. Pengerjaan bell shaped bored pile, c. Penggalian tanah didalam basement
dan sekaligus dapat dilakukan pengerjaan lantai dasar (ground) secara bersamaan,
d. Pengecoran pelat dasar basement, sekaligus pengerjaan lantai 1 dan seterusnya secara bersamaan.
KESIMPULAN.
1. Dinding penahan basement model
modified diaphragm wall ternyata lebih
efisien dan lebih murah dibandingkan dengan model secant pile,
2. Dimensi panel dinding adalah 50 cm x 150 cm, panjang 15.00 meter dan tiang pancang 50 cm x 50 cm panjang 23 meter. 3. Pondasi utama type bell-shaped bored pile berdiameter 1.50 m dan diameter bell 3.50 m dengan kedalaman 12.00 meter ternyata lebih efisien dibandingkan dengan type
straight shaft bored pile berdiameter 1.50
meter (tanpa bell).
DAFTAR PUSTAKA
Bowles, J.E. , 1996. ”Foundation Analysis and Design”, 5thEdition, New York, McGraw-Hill.
Cernica,`John N., 1995. “Geothecnical Engineeering & Foundation Design”, New York, John Wiley & Sons.
Coduto, Donald P., 1994. ”Foundation Design : Principles and Practices”, New Jersey, Prentice-Hall
Das, Braja M. 1998. ”Mekanika Tanah (Prinsip Rekayasa Geoteknis)”, Jakarta, Erlangga.
Das, Braja M., 1990. ”Priciples of Foundation Engineering”, Second Edition, Boston, PWS-KENT Publishing Company.
Nakazawa M, Kazuto.2000. ”Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi”. Cetakan 7, Jakarta, Pradnya Paramita.
Nawy P.E, Edward G., 1998. “Beton Bertulang”, Bandung, PT Refika Aditama