• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSIDING SEMINAR SEHARI HASIL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROSIDING SEMINAR SEHARI HASIL PENELITIAN"

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ISBN 978-602-71618-0-1

PROSIDING

SEMINAR SEHARI HASIL PENELITIAN

BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI

HASIL HUTAN BUKAN KAYU

Tema :

“Peningkatan Kapasitas Tenaga Penyuluh Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan Pada Badan Pelaksana

Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

Kabupaten Sumbawa”

Sumbawa, 27 November 2013

KEMENTERIAN KEHUTANAN

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN

(3)

Prosiding Seminar Sehari Hasil Penelitian Balai Penelitian Teknologi

Hasil Hutan Bukan Kayu

ISBN

978-602-71618-0-1

PENYUNTING

Dr. Sitti Latifah, S.Hut, M.Sc.F Dr. Husni Idris, S.P, M.Sc Budhy Setiawan, S.Hut, M.Si DIPUBLIKASIKAN

Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

Jl. Dharma Bhakti no. 7 Langko-Lingsar, Lombok Barat – NTB Telp. (0370) 6573874, Fax. (0370) 6573841

Email :bpkmataram@yahoo.co.id Website : bpthhbk.litbang.dephut.go.id

(4)

KATA PENGANTAR

Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu (BPTHHBK), Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan telah menyelenggarakan Seminar Sehari Hasil Penelitian Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu pada tanggal 27 November 2013 di

Sumbawa dengan tema “Peningkatan Kapasitas Tenaga Penyuluh

Pertanian, Perikanan dan Kehutanan pada Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Sumbawa”.

Seminar ini dimaksudkan untuk menyampaikan informasi hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu sampai tahun 2013. Disamping itu seminar ini diharapkan pula untuk memperoleh masukan baik dari para pengambil kebijakan maupun para pengguna di lapangan. Sedangkan tujuannya adalah mendapatkan informasi mengenai isu dan fakta-fakta baru di bidang kehutanan yang merupakan hasil-hasil penelitian dari BPTHHBK dan agar para penyuluh sebagai peserta seminar mendapatkan solusi dari masalah-masalah yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha berkaitan dengan hasil hutan bukan kayu.

Prosiding ini berisi rumusan masalah, laporan panitia, makalah, hasil diskusi dan lain-lain yang erat kaitannya dengan penyelenggaraan seminar.

Keberhasilan penyelenggaraan seminar hingga selesainya prosiding ini tidak terlepas dari bantuan dan kerjasama semua pihak terkait. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya disertai harapan semoga prosiding ini dapat bermanfaat.

Mataram, Oktober 2014 Kepala BPTHHBK

Ttd

Ir. Harry Budi Santoso, M.P NIP. 19590927 198903 1 002

(5)
(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Lampiran ... vii

Rumusan Hasil Seminar ... ix

Laporan Panitia Penyelenggara ... xiii

Sambutan Kepala Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Sumbawa ... xv MAKALAH DAN DISKUSI ... I. Peran BPTHHBK dalam Peningkatan Kualitas Madu Alam di Batu Dulang, Sumbawa ... 3 II. Mengenal Lebah Madu Trigona sp dan Usaha Pembudidayaannya ... 16 III. Peningkatan Pengusahaan Madu di Klaster Madu Sumbawa ...25

IV. Budidaya Tanaman Penghasil Gaharu ...36

V. Teknik Produksi Gaharu Budidaya di Nusa Tenggara Barat ...49

VI. Potensi dan Manfaat Nyamplung sebagai Bahan Baku Energi di Sumbawa ... 56 VII. Pemanfaatan Mimba dalam Rehabilitasi Lahan Kritis di Daerah Kering ... 69 VIII. Diskusi ...83

(7)
(8)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 : Daftar Hadir Peserta ... 89

(9)
(10)

RUMUSAN SEMINAR SEHARI

HASIL-HASIL KAJIAN BALAI PENELITIAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN BUKAN KAYU DI KABUPATEN SUMBAWA

TANGGAL 27 NOPEMBER 2013

Berdasarkan makalah yang dipaparkan oleh narasumber serta diskusi yang berkembang, seminar sehari hasil-hasil kajian Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu di Sumbawa, yang dilaksanakan di Sumbawa Besar tanggal 27 Nopember 2013, menghasilkan rumusan sebagai berikut :

1. Seminar sehari ini merupakan sarana untuk mengkomunikasikan hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan BPT HHBK kepada para penyuluh pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan di Kabupaten Sumbawa, sehingga dapat diimplementasikan di tingkat lapangan. Hal ini juga merupakan kontribusi BPT HHBK beserta seluruh peserta seminar untuk mendukung pengembangan HHBK dalam rangka pembangunan kehutanan khususnya di Kabupaten Sumbawa.

2. HHBK potensial yang dapat dikembangkan di Kabupaten Sumbawa diantaranya adalah madu hutan termasuk madu yang dihasilkan oleh jenis Trigona sp, Gaharu (Gerinops verstegii), mimba (Azadirachta

indica) dan jenis sumber Bahan Bakar Nabati (BBN) yaitu

Nyamplung (Callophylum inophyllum).

3. Sumbawa sebagai kluster pengembangan madu hutan di Indonesia, memerlukan dukungan baik teknis maupun kelembagaan pengusahaan madu hutan sehingga dapat meningkatkan nilai tambah bagi

(11)

masyarakat pengumpul madu. Beberapa hasil penelitian yang dapat mendukung upaya pemantapan kluster madu di Sumbawa adalah : - Peningkatan kualitas madu hutan melalui penurunan kadar air

madu yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) kualitas madu. Penurunan kadar air tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan bangunan penurun kadar air madu. Bangunan penurun kadar air madu yang ada di Sumbawa merukan kerjasama antara BPT HHBK dengan petani pengumpul madu hutan di Sumbawa.

- Potensi usaha perlebahan lainnya yang potensial adalah produk perlebahan yang berasal dari lebah Trigona sp. Lebah ini lebih banyak memproduksi propolis dari pada madu. Upaya budidaya lebah ini telah banyak dilakukan di pulau Lombok, namun demikian pulau Sumbawa juga mempunyai potensi untuk mengembangkan lebah ini.

- Kajian kelembagaan pengusahaan madu di Sumbawa menunjukkan bahwa Sumbawa mempunyai kelembagaan yang lebih baik dari tempat lainnya di Nusa Tenggara Barat (NTB). Namun demikian masih perlu dilakukan peningkatan kapasitas kelembagan yang ada, peningkatan nilai tambah produk madu dan ekspansi pasar. 4. Gaharu merupakan salah satu HHBK unggulan di NTB, dan di

Sumbawa sendiri sudah banyak pembudidaya gaharu yang memerlukan dukungan teknologi budidaya gaharu. BPT HHBK telah melakukan penelitian berkaitan dengan gaharu, diantaranya adalah :

(12)

- Teknik budidaya gaharu dari mulai pembibitan sampai dengan penanaman termasuk didalamnya pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan biopestisida. Adapun biopestisida yang digunakan berasal dari tanaman mimba.

- Salah satu upaya untuk menghasilkan produk gaharu adalah melalui injeksi jamur pembentuk gaharu. Teknik bioinduksi merupakan teknik yang dipercaya paling efektif dalam pembentukan gaharu hingga saat ini. Fusarium spp merupakan fungi yang ditemukan berasosiasi pada pembentukan gaharu pada jenis Gyrinops spp dan berfungsi sebagai agen biologi pada teknik bioinduksi.

5. Sumbawa juga berpotensi menjadi lokasi pengembangan HHBK sumber BBN yaitu nyamplung yang banyak ditemukan di daerah dataran rendah pesisir pantai. Seluruh bagian tanaman nyamplung berdayaguna dan menghasilkan bermacam produk bernilai ekonomi terutama buah/biji dan kayunya. Penelitian yang telah dilakukan juga telah mencapai tahap pengolahan biji nyamplung menjadi biokerosin melalui proses pengukusan, pengeringan biji, penggilingan, pengempaan, penyaringan, degumming, netralisasi, pencucian, dan pengeringan.

6. Upaya pengembangan HHBK juga dapat dilakukan dalam kerangka rehabilitasi lahan. Jenis potensial yang dapat digunakan dalam rehabilitasi lahan kritis di daerah kering seperti Sumbawa adalah mimba. Untuk mengatasi keterbatasan lahan kritis berupa air dan unsure hara, telah dilakukan penelitian pemanfaatan hidrogel dan pupuk organik sebagai bahan pembenah tanah sehingga mampu

(13)

mendukung pertumbuhan mimba. Namun demikian pemanfaatan kedua bahan ini diprioritaskan pada bahan-bahan yang murah dan banyak tersedia secara lokal.

Sumbawa Besar, 27 Nopember 2013. Tim Perumus :

1. Ogi Setiawan,S.Hut, M.Sc 2. Ir. I Wayan Wdhana Susila, M.P 3. Nugraha Firdaus, S.Hut, M.Env

(14)

LAPORAN PANITIA PENYELENGGARA KEGIATAN SEMINAR SEHARI HASIL-HASIL KAJIAN BPTHHBK (BALAI

PENELITIAN TEKNOLOGI HASIL HUTAN BUKAN KAYU) PROPINSI NTB KEGIATAN PENINGKATAN KAPASITAS TENAGA

PENYULUH PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN,

DAN KEHUTANAN KABUPATEN SUMBAWA TAHUN ANGGARAN 2013

TANGGAL 27 NOPEMBER 2013

Yang terhormat, Bapak Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP4K) Kab. Sumbawa.

Yang terhormat, Bapak Kepala BPTHHBK Prop. NTB beserta rombongan. Yang terhormat, Kepala Dinas Kehutanan Kab. Sumbawa.

Yang terhormat, Bapak dan Ibu Kabid daan Kasubid Lingkup BP4K Kab. Sumbawa.

Yang terhormat, koordinator BP3K beserta Penyuluh Kehutanan se-Kab. Sumbawa.

Singkatnya, Bapak-bapak dan Ibu-ibu tamu undangan dan peserta seminar yang sama-sama kami hormati.

Bismillahirrahmannirrahim Assalamualaikum Wr.Wb.

Pertama-tama marilah kita memanjatkan puja dan puji syukur kita kehadirat Allah SWT karena sampai saat ini Alhamdulillah kita masih dikaruniai kesehatan dan kesempatan sehingga kita bisa menyelesaikan salah satu hajat mulia kita yaitu melaksanakan kegiatan Seminar Sehari Hasil-hasil

Kajian BPTHHBK PROPINSI NTB Kegiatan Peningkatan Kapasitas Tenaga Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan pada Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kabupaten Sumbawa Tahhun Anggaran 2013.

Selanjutnya ijinkanlah saya, sebagai penyelenggara kegiatan melaporkan

(15)

A. Dasar Pelaksanaan

Dokumen Pelaksanaan Anggaran BP4K Kabupaten Sumbawa Tahun 2013. Program Pemberdayaan Penyuluh Pertanian/Perkebunan Lapangan Kegiatan Peningkatan Kapasitas Tenaga Penyuluh Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan.

B. Tujuan Pelaksanaan

1. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai isu dan fakta-fakta baru dibidang kehutanan yang merupakan hasil-hasil kajian dari BPTHHBK Prop. NTB.

2. Penyuluh sebagai peserta seminar mendapatkan solusi dari masalah-masalah yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha berkaitan dengan hasil hutan bukan kayu sehingga nantinya diperoleh pemahaman tentang strategi yang menguntungkan hingga memperoleh keberhasilan.

C. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 27 Nopember 2013 bertempat di Aula Hotel Dewi Sumbawa Besar.

D. Peserta berjumlah 150 orang terdiri dari : Koordinator BP3K, Penyuluh Kehutanan Pegawai Negeri Sipil Se-Kabupaten Sumbawa, PKSM (Penyuluh Kehutanan Swadaya Masyarakat) Kabid dan Kasubid Lingkup BP4K Kab. Sumbawa

E. Sumber Dana

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD BP4K Kabupaten Sumbawa Tahun Anggaran 2013

Demikian hal-hal yang dapat kami laporkan, selanjutnya pada saatnya nanti kami mohon kepada bapak Kepala BP4K Kab. Sumbawa untuk memberikan sambutan dan pengarahan sekaligus membuka secara resmi Kegiatan ini.

Semoga apa yang kita lakukan saat ini akan membawa berkah dan

rahmat bagi kita semua….. Amin…Amin… Ya Rabbal Alamin

Billahi taufik wal hidayah Wassalamualaikum Wr. Wb. Terimakasih.

(16)

SAMBUTAN

KEPALA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN SUMBAWA

PADA “SEMINAR SEHARI HASIL-HASIL KAJIAN BPTHHBK

PROPINSI NTB KEGIATAN PENINGKATAN KAPASITAS TENAGA PENYULUH PERTANIAN, PERIKANAN, DAN

KEHUTANAN”

Sumbawa, 27 Nopember 2013

Yang saya hormati,

Bapak Kepala BPTHHBK Propinsi NYB beserta Rombongan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sumbawa

Bapak dan Ibu Kabid dan Kasubid Lingkup BP4K Kabupaten Sumbawa Koordinator BP3K beserta penyuluh Kehutanan se-Kabupaten Sumbawa Serta seluruh tamu undangan dan peserta seminar

Assalamualaikum Wr. Wb. Salam sejahtera untuk kita semua

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena ridho dan

hidayah-Nya kita dapat bertemu dalam rangka “SEMINAR SEHARI HASIL-HASIL

KAJIAN BPTHHBK PROPINSI NTB KEGIATAN PENINGKATAN KAPASITAS TENAGA PENYULUH PERTANIAN, PERIKANAN, DAN

KEHUTANAN PADA BADAN PELAKSANA PENYULUHAN

PERTANIAN, PERIKANAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN

SUMBAWA”

Seminar ini merupakan salah satu bentuk pemberdayaan penyuluh pertanian/perkebunan Lapangan untuk meningkatkan kapsitas tenaga penyuluh peertanian, perikanan, dan kehutanan. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai isu dan fakta-fakta baru dibidang kehutanan yang merupakan hasil-hasil kajian dari BPTHHBK Propinsi NTB Melalui Seminar SEhari ini diharapkan para penyuluh yang hadir dalam

(17)

acara ini mendapatkan solusi dari masalah-masalah yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha berkaitan dengan hasil hutan bukan kayu sehingga nantinya diperoleh pemahaman tentang strategi yang menguntungkan hingga memperoleh keberhasilan.

Saudara-saudara yang saya hormati, demikianlah beberapa hal yang dapat saya sampaikan, semoga semua peserta dapat memperoleh pengetahuan baru untuk menunjang tugas masing-masing. Sebagai penutup, saya mengucapkan terima kasuh kepada semua pihak yang membantu dalam pelaksanaan seminar sehari ini.

Wabillahitaufiq wal hidayah,

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Sumbawa, 27 Nopember 2013 Kepala Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan

(18)
(19)
(20)

PERAN BPTHHBK DALAM PENINGKATAN KUALITAS MADU ALAM DI BATUDULANG, SUMBAWA

Oleh :

YMM Anita Nugraheni, Saptadi Darmawan, Nurul Wahyuni, Retno Agustarini

Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

Jl. Dharma Bhakti No.7 Ds. Langko, Kec. Lingsar, Kab. Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat

I. PENDAHULUAN

Madu telah banyak dikenal oleh masyarakat sebagai salah satu produk hasil hutan bukan kayu yang memiliki berbagai macam manfaat. Madu pada umumnya terbuat dari nektar yakni cairan manis yang terdapat di dalam mahkota bunga yang dihisap oleh lebah kemudian dikumpulkan dan disimpan didalam sarangnya untuk diolah menjadi madu (Purbaya, 2002). Menurut Aliyasa (2009), manfaat madu antara lain : mudah dicerna, karena molekul gula pada madu dapat berubah menjadi gula lain (misalnya fruktosa menjadi glukosa), madu mudah dicerna oleh perut yang paling sensitif sekalipun, walau memiliki kandungan asam yang tinggi.

Madu dapat dibagi menurut asal nektar, maupun menurut bentuk madu yang umum terdapat dalam istilah pemasaran. Berbagai jenis madu dapat dihasilkan dari berbagai sumber nektar yang dikenal dengan nama sebagai berikut:

a. Madu flora, madu yang dihasilkan dari nektar bunga. Bila nektar tersebut berasal dari beraneka ragam bunga, maka madu yang dihasilkan disebut madu poliflora dan bila dari satu jenis tanaman disebut madu monoflora.

b. Madu ekstra flora, madu yang dihasilkan dari nektar yang terdapat diluar bunga yaitu dari bagian tanaman lain, seperti daun, cabang atau ranting.

c. Madu embun, madu yang dihasilkan dari cairan hasil sekresi serangga Family Lachanidae, Psyllidae atau Lechnidae yang diletakkan eksudatnya pada bagian-bagian tanaman. Cairan ini

(21)

4 |

kemudian dihisap dan dikumpulkan oleh lebah madu dibagian tertentu yang disebut sarang madu (Winarno, 2001).

Sumbawa merupakan salah satu daerah penghasil madu yang cukup potensial di Indonesia. Madu yang dihasilkan dari Sumbawa didominasi oleh madu alam, yang dipanen langsung dari hutan alam Sumbawa. Kualitas madu yang berasal dari Dompu, Sumbawa dan Lombok Timur kandungan airnya masih belum memenuhi SNI, yaitu masih di atas 22% (Handoko, 2006). Waktu panen juga berpengaruh pada tingginya kadar air madu, apabila panen dilakukan pada musim penghujan, maka kadar air madu yang diperoleh akan semakin tinggi. Kadar air madu perlu diturunkan karena semakin rendah kadar air, kontaminasi semakin rendah, tingkat keawetan madu lebih terjaga.

Penurunan kadar air madu dapat dilakukan dengan metode pemanasan dan penguapan. Penurunan kadar air madu dengan metode pemanasan langsung dapat menurunkan kadar air dan membunuh mikroba (khamir) penyebab fermentasi. Pemanasan harus dilakukan secara terkontrol, karena apabila tidak justru akan menurunkan kualitas madu. Pemanasan pada suhu di atas 40ºC menyebabkan aktivitas enzim diastase menurun bahkan pada suhu tinggi menyebabkan enzim tersebut mati. Pemanasan juga menyebabkan kerusakan pada madu yang dicirikan dengan meningkatnya indikator HMF (Hidroxy Methyl

Furfural) yang terjadi akibat terdegradasinya gula madu. Penelitian

yang dilakukan oleh beberapa peneliti BPTHHBK merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas madu alam Sumbawa dengan menurunkan kadar air madu khususnya di lokasi penelitian di Batudulang Sumbawa, yaitu dengan metode penguapan, dengan membuat bangunan kedap udara yang dilengkapi dengan dehumidifier dan AC.

II. METODOLOGI PENELITIAN 1. Lokasi Penelitian

Kegiatan perekayasaan bangunan penurun kadar air madu hutan alam dilakukan di Sumbawa NTB. Lokasi pembangunan di Sumbawa dilaksanakan di desa Batudulang.

(22)

Bahan untuk pembuatan bangunan penurun kadar air madu : semen, pasir, batu, besi, atap, alumunium, porselen untuk lantai dan tembok dalam, triplek dan bahan bangunan lainnya. Alat-alat yang beroperasi di dalam bangunan : AC, dehumidifier, rak simpan madu, exhouse fan, higrometer, bak simpan madu dan timbangan, refraktometer kadar air dan refraktometer kadar gula madu.

3. Kondisi Ruangan Bangunan

Pada penelitian ini dirancang suatu bangunan dengan dua ruangan (Gambar 1). Ruangan pertama atau utama diupayakan kedap udara yang berfungsi sebagai ruangan penurun kadar air madu. Di dalam ruangan tersebut diletakkan alat dehumidifier, pendingin ruangan, alat penyaring madu, pengukur suhu udara, pengukur kelembaban udara, rak dan wadah penyimpan madu serta madu yang diturunkan kandungan airnya.

Ruangan kedua (ruang penyangga) dimaksudkan agar saat pintu ruangan utama dibuka, tidak terlalu banyak dipengaruhi oleh kondisi atmosfir diluar yang memiliki kelembaban tinggi. Ruangan penyangga ini juga berfungsi sebagai tempat menyimpan peralatan atau kelengkapan lainnya, untuk mengurangi kelembaban udara di ruangan penyangga ini maka dipasang exhouse fan.

4. Uji Coba Penurunan Kadar Air Madu

Proses pengurangan kadar air madu dilakukan untuk mendapatkan kondisi yang optimum. Ujicoba alat pada kondisi suhu AC 25ºC dengan kelembaban dehumidifier 40% sebanyak 3 ulangan dan 1 kontrol.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Bangunan Penurun Kadar Air Madu

Pada penelitian ini telah dilakukan perekayasaan bangunan penurun kadar air madu dengan bangunan seperti disajikan pada Gambar 1 dan 2.

(23)

6 |

2,5 m 0,6 m 2 m 1,5 m 0,6 m 0,8 m 1b 1a 2 5 3 4 6 0,5 m mm 4 3 m

Gambar 1. Bentuk bangunan penurun kadar air madu di Sumbawa.

Gambar 2. Bangunan di Sumbawa Keterangan :

1. Rak penyimpan madu 2. Meja Penyaringan madu 3. AC dan Dehumidifier 4. Pembotolan madu 5. Exhouse Fan 6. Ruang Penyangga

Catatan:

- Permukaan dinding bagian dalam keseluruhannya dilapisi keramik

- Pada bagian atas langit-langit dilapisi busa

- Langit-langit dari bahan kayu lapis yang bermelamin

- Didalam ruangan dipasang alat pengukur kelembaban dan suhu ruangan

- Rak penyimpanan madu sebaiknya dari bahan tidak berkarat

(24)

Prosedur Penurunan Kadar Air Madu 1. Pengkondisian ruangan

Ruangan penurun kadar air madu yang telah dibangun dikondisikan terlebih dahulu untuk mengurangi kelembaban yang bersumber dari dinding-dinding dan langit-langit ruangan yang baru dibangun serta menguragi polusi atau bau akibat penggunaan cat pada beberapa bahan bangunan yang digunakan. Pengkondisian tersebut dilakukan dengan memberikan ventilasi atau pergerakan udara keluar ruangan sebesar mungkin, caranya dengan membuka pintu bagian dalam dan luar hingga kelembaban dan bau dalam ruangan berkurang. Selanjutnya pintu bagian dalam tetap dibuka dan pintu bagian luar ditutup diikuti dengan menghidupkan exhouse fan.

2. Penurunan kadar air madu

Sebelum dimasukkan pada rak di dalam bangunan penurun kadar air madu, madu yang telah dikumpulkan disaring terlebih dahulu untuk memisahkan kotoran-kotoran yang tersimpan pada madu dengan menggunakan saringan bertahap. Selanjutnya madu diletakkan pada wadah-wadah yang memiliki permukaan lebar untuk memudahkan proses dehumidifikasi (Gambar 3). Prinsip kerja penurunan kadar air madu yang dilakukan adalah dengan penguapan menggunakan alat dehumidifier dan AC. Dehumidifier mampu mengubah molekul udara yang lembab menjadi tetesan air menggunakan koil pendingin dan kipas kecil. Hal ini terjadi akibat tekanan udara yang tinggi karena menurunnya suhu udara. Kegunaan AC salah satunya adalah untuk menurunkan suhu udara di dalam ruang bangunan penurun kadar air madu. Dengan proses dehumidifikasi, kandungan air di udara akan berubah menjadi tetesan air yang masuk ke dalam wadah penampung.

(25)

8 |

Gambar 3. Proses penurunan kadar air madu di dalam ruangan Pada penelitian yang dilakukan, pada perlakuan suhu 25oC, kadar air awal madu rata-rata mencapai 26,46%. Kadar air yang sesuai dengan standar SNI 01-3545 2004 yaitu maksimal 22% dapat dicapai setelah dilakukan proses penurunan kadar air madu selama 8 hari. Pada hari ke 8 kadar air madu yang diperoleh rata-rata sebesar 19,88% dengan laju penurunan sebesar 24,89%, atau dengan kata lain rata-rata kadar air turun 0,82% per harinya. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa bahwa secara keseluruhan perlakuan penurunan kadar air pada perlakuan suhu 25oC telah memenuhi standar SNI.

26,45 26,41 26,53 20,02 19,86 19,75 6,43 6,55 6,78 0 5 10 15 20 25 30 2 3 4 Ketebalan Madu (cm) K ad ar A ir ( % )

Hari 0 Hari 8 Pengurangan

(26)

Keberadaan bangunan penurun kadar air madu Sumbawa ini dirasakan cukup memberikan dampak positif bagi koperasi madu yang ada di Desa Batudulang, Kabupaten Sumbawa. Penurunan kadar air yang berarti meningkatkan kualitas madu mampu meningkatkan keuntungan nilai jual madu. Keuntungan bersih penjualan madu pada awalnya sebesar Rp. 6.350 per botol dan setelah diturunkan kadar airnya keuntungan bersih meningkat menjadi Rp. 9.550 per botol sehingga terjadi peningkatan nilai tambah sebesar Rp. 3.200 per botol atau sekitar 50,39%. Meskipun dengan diturunkannya kadar air madu, berat madu secara keseluruhan juga akan turun, akan tetapi keawetan madu yang dihasilkan akan semakin meningkat, yang tentunya berdampak pada meningkatnya kualitas madu.

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil pengujian madu berdasarkan SNI 2 3 4 Kontrol Aktifitas enzim diastase DN min. 3 0 0 1,65 5,49

HMF mg/kg maks. 50 0 0 0 0

Air % maks. 22 20,8 20 21,4 22,8

Abu % maks. 0,5 0,1 0,1 0,27 0,77

Gula Pereduksi % min. 65 73,1 75 71,2 71,7

Sukrosa % maks. 5 4,7 6,9 2,4 0

Keasaman ml N NaOH 1N/kgmaks. 50 48,3 49,8 55,7 32,4 Padatan yg tak larut air % maks. 0,5 0,05 0,05 0,08 0,14 Cemaran Logam:

- Timbal (Pb) mg/kg maks. 1 <0,048 <0,048 <0,048 <0,048 - Tembaga (Cu) mg/kg maks. 5 0,39 0,28 0,54 0,45 - Arsen (As) mg/kg maks 0,5 <0,003 < 0,003 <0,003 <0,003 Cemaran Mikroba: - Angka lempeng total 30°C 72 jam - Coliform APM/gram < 3 - < 3 <3 < 3 - Kapang koloni/gram < 1 x 10¹ - <10 <10 <10 - Khamir koloni/gram < 1 x 10¹ - <10 <10 <10 koloni/gram < 5 x 10³ - 25 <10 1,4 x 104 Parameter Satuan SNI

Suhu 25ºC

Berdasarkan penelitian berkelanjutan yang telah dilakukan oleh BPTHHBK, diperoleh SOP untuk proses penurunan kadar air madu, sebagai berikut :

(27)

10 |

PROSEDUR PENURUNAN KADAR AIR MADU

1. Personel 1.1. Umum :

1.1.1. Petugas yang akan melakukan penurunan kadar air madu harus mempunyai pengetahuan mengenai sifat-sifat madu. 1.1.2. Melakukan tahapan prosedur penurunan kadar air madu

sesuai dengan pedoman. 1.2. Pakaian :

1.2.1. Pakaian yang dikenakan petugas harus bersih dan bebas bau karena dikhawatirkan akan mempengaruhi kualitas madu yang diproses

1.2.2. Jika memungkinkan menggunakan pakaian khusus laboratorium (jas lab).

1.2.3. Sarung tangan karet sekali pakai bagi petugas untuk meminimalisir kontak langsung dengan madu.

2. Perlengkapan penurunan kadar air

2.1. Jenis perlengkapan di ruangan penyangga

2.1.1. Exhaust fan kipas yang berfungsi sebagai penyedot udara,

sehingga terjadi sirkulasi udara yang baik dalam ruangan 2.1.2. Saringan nylon untuk menyaring madu dari kotoran paska

pemanenan

2.1.3. Botol yang akan digunakan sebagai pengemas madu 2.1.4. Gelas ukur berbahan dasar gelas pyrex, tahan panas,

sebagai alat untuk mengukur volume madu

2.1.5. Kain pembersih untuk membersihkan peralatan terutama bak simpan madu

2.2. Jenis perlengkapan di ruangan penurun kadar air

2.2.1. Air Conditoner (AC) berfungsi untuk mengkondisikan

suhu ruangan penurun kadar air

2.2.2. Dehumidifier merupakan alat yang berfungsi menurunkan

kelembaban udara dengan menggunakan listrik untuk mengkondensasi air dari udara. Cara kerja dehumidifier ini adalah dengan merubah molekul udara yang lembab menjadi tetesan air menggunakan koil pendingin dan kipas kecil. Ini terjadi akibat tekanan udara yang tinggi karena

(28)

menurunnya suhu udara. Kandungan air di udara mengental dan menjadi tetesan air yang jatuh di satu wadah yang disebut collecting bucket atau wadah penampung (Merk itech).

2.2.3. Bak simpan untuk menyimpan madu saat proses penurunan kadar air

2.2.4. Rak simpan berfungsi untuk meletakkan bak simpan sat proses penurunan

2.2.5. Kain pembersih untuk membersihkan peralatan terutama bak simpan madu.

3. Prosedur penurunan kadar air 3.1. Informasi umum

Madu bersifat higroskopis artinya mampu menyerap air dan bau dari lingkungan dengan mudah. Oleh karena itu diperlukan kehati-hatian dalam proses penurunan kadar air tersebut, terutama pada kegiatan pengkondisian ruangan dan persiapan alat. Diupayakan kegiatan tersebut dalam kondisi steril dan higienis agar madu yang disimpan dapat memenuhi standar sesuai SNI. 3.2. Pengkondisian ruangan

3.2.1. Ruangan dibersihkan dari kotoran dengan disapu dan di pel. Rak penyimpan juga dibersihkan agar tidak ada kotoran yang jatuh saat proses penurunan.

3.2.2. Pintu bagian dalam menuju ruangan penurun dan pintu keluar dari ruangan penyangga dibuka sampai bau berkurang/hilang

3.2.3. Pintu bagian dalam menuju ruangan penurun tetap terbuka 3.2.4. Hidupkan Exhaust fan ke arah luar

3.2.5. Tutup pintu bagian luar, biarkan berlangsung sampai bau berkurang atau hilang.

3.3. Persiapan

3.3.1. Bersihkan dan keringkan bak simpan madu

3.3.2. Madu disaring terlebih dahulu menggunakan saringan nylon secara berulang-ulang sehingga tidak ada kotoran sisa pemanenan

(29)

12 |

3.3.4. Masukan madu ke dalam bak simpan plastik dengan ketebalan 4 cm

3.3.5. Susun bak simpan pada rak simpan

3.3.6. Tentukan kadar air menggunakan refraktometer kadar air 3.3.7. Tempatkan alat pengukur suhu dan kelembaban di

ruangan utama pada tempat yang mudah dilihat/dibaca dari kaca pintu bagian dalam.

3.4. Prosedur Penurunan kadar air 3.4.1. Hari ke -0

1. Catat meteran listrik

2. Hidupkan AC pada suhu 25OC dan aktifkan ion plasma

clusternya

3. Hidupkan dehumidifier pada kelembaban 40 persen (wadah penampung air harus dalam keadaan kosong) : baca dan pahami cara penggunaan dehumidifier

4. Catat waktu, suhu dan kelembaban (ditetapkan sebagai hari ke 0)

5. Tutup pintu di ruangan utama

6. Proses penurunan kadar air madu berjalan

7. Catat kelembaban, suhu, keadaan diluar ruangan (hujan, berawan, cerah) dan amati air yang tertampung pada wadah dehumidifier setiap hari pada:

a. Pagi hari jam 07.00 b. Malam hari jam 19.00

8. Jika wadah air pada dehumidifier telah mencapai 3/4 dari volume, air dibuang (perhatikan cara mengeluarkan dan memasukan wadah air dehumidifier):

9. Masukkan kembali wadah penampung air dalam dehumidifier

10. Hidupkan dehumidifier 11. Tutup pintu bagian dalam 12. Catat jam, suhu, dan kelembaban 13. Tutup pintu luar

14. Pengamatan selanjutnya dilakukan pada hari ke – 5 3.4.2. Hari ke -5

(30)

1. Pengamatan kadar air dilakukan pada jam yang sama pada saat proses penurunan kadar air madu dimulai di hari ke-0 2. Hidupkan kipas kearah luar selama 30 menit dan tutup

pintu luar

3. Setelah 30 menit, catat jam, suhu, dan kelembaban 4. Masuk ke dalam ruangan utama dan tutup pintu dalam,

a. Lakukan pengamatan kadar air (Jika kadar air telah

mencapai sekitar 19%) maka proses dihentikan tetapi

jika belum maka proses pengurangan kadar air dilanjutkan hingga 2 hari kedepan.

b. Catat waktu, suhu dan kelembaban di ruangan utama setelah pengamatan selesai

c. Ukur dan buang air dalam wadah dehumidifier, kondisikan dehumidifier hingga siap pakai (perhatikan cara mengeluarkan dan memasukan wadah air dehumidifier).

d. Jalankan dehumidifier 5. Tutup pintu di ruangan utama 6. Catat waktu, suhu, dan kelembaban 7. Catat meteran listrik

8. Dihitung sebagai hari ke 5

9. Ulangi prosedur 3.4.1 langkah 6–13

10. Apabila Pengamatan selanjutnya dilakukan pada hari ke -7

3.4.3. Hari ke -7

1. Ulangi/lihat prosedur 3.4.2 langkah 1 – 7

2. Jika kadar air madu telah mencapai sekitar 19% maka proses dihentikan, tetapi apabila belum maka proses dilanjutkan

3. Jika kadar air madu yang diinginkan telah tercapai, proses penurunan kadar air madu selesai

4. Masukan madu dalam botol atau jerigen didalam ruangan utama dalam kondisi AC dan dehumidifier berjalan 3.4.4. Proses penurunan kadar air selesai

(31)

14 |

2. Matikan AC 3. Bersihkan ruangan 4. Bersihkan wadah madu

IV. KESIMPULAN

1. Bangunan penurun kadar air madu dapat dioperasikan dengan cukup baik, sehingga diharapkan petani madu Sumbawa khususnya di Batudulang dapat terbantu dalam mengurangi kadar air madu hasil panen mereka.

2. Pengaturan suhu AC sebesar 25oC dan alat dehumidifier (kelembaban) 40% mampu menurunkan kadar air madu sebesar 0,82% per hari. Hasil penurunan tersebut didukung dengan hasil pengujian sampel madu di laboratorium yang telah menunjukkan penurunan kadar air sesuai standar SNI (< 22%).

DAFTAR PUSTAKA

Aliyasa. 2009. Keajaiban madu royal. http://blog.unila.ac.id/ aliyasa/2009/10/15/keajaiban-madu-royal-jelly/. Diakses tanggal 3 Januari 2011.

Darmawan S, Nurul Wahyuni, YMM. Anita Nugraheni, 2010. Perekayasaan Bangunan Penurun Kadar Air Madu Hutan Alam Sumbawa Laporan Penelitian . BPTHHBK. NTB

Darmawan S, Nurul Wahyuni, Retno Agustarini, 2011. Teknik Penurun Kadar Air Madu Hutan Alam Di Sumbawa dan Dompu. Laporan Penelitian . BPTHHBK. NTB

Handoko C. 2006. Teknologi peningkatan kualitas madu di NTB. Laporan Penelitian (Publikasi Terbatas). Balai Penelitan dan Pengembangan Kehutanan Bali dan Nusa Tenggara. Kupang.

Purbaya JR. 2002. Mengenal & Memanfaatkan Khasiat Madu Alami. Bandung: Pionir Jaya.

(32)

Standar Nasional Indonesia. 2004. SNI 01-3545-2004 : Madu. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Winarno FG. 1982. Madu: Teknologi Khasiat dan Analisa. Jakarta. Ghalia Indonesia.

(33)

16 |

MENGENAL LEBAH MADU TRIGONA sp DAN USAHA PEMBUDIDAYAANNYA

Oleh : Septiantina Dyah Riendriasari Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

Jl. Dharma Bhakti No.7 Ds. Langko, Kec. Lingsar, Kab. Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat

I. PENDAHULUAN

Lebah madu diketahui mempunyai banyak kegunaan bagi kehidupan manusia. Fungsi lebah madu itu antara lain sebagai penghasil madu yang mempunyai beragam manfaat bagi kesehatan tubuh ( Murtidjo, 1991). Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, semakin banyak pertanyaan yang muncul dan membuat manusia menjadi penasaran dan melakukan beragam penelitian ilmiah untuk mengetahui segala sesuatu tentang lebah madu dan produknya. Lebah madu dapat dibedakan menjadi 2 yaitu lebah madu bersengat dan tidak bersengat (stingless bee). Salah satu jenis lebah mau tak bersengat adalah Trigona sp. Trigona sp selain menghasilkan madu, dapat menghasilkan propolis dan bee polen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Murtidjo, 1991 produk lebah madu meliputi madu, propolis, royal jelly dan bee polen.

Trigona sp menghasilkan madu dengan mengkonsumsi nektar dari bunga, dan memproduksi propolis dari mengkonsumsi getah serta memproduksi bee polen dari serbuk sari bunga (Riendriasari et al, 2013). Pakan yang dikonsumsi trigona juga merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam usaha pembudidayaannya, karena dari pakan dapat menentukan kualitas produk perlebahan yang dihasilkan (Bankova et al, 2000).

Faktor lain yang menentukan keberhasilan pembudidayaan lebah madu trigona adalah proses pemeliharaannya. Pemeliharaan lebah madu trigona tidak sulit, kandang lebah (stup) diletakkan di tempat yang teduh dan tidak terkena sinar matahari langsung serta dibersihkan dari predator seperti sarang semut, sarang laba-laba dan

(34)

cicak. Tidak perlu pemberian pakan secara berkala karena pakan trigona banyak tersedia di alam ( Trubus, 2010)

II. METODOLOGI PENELITIAN a. Lokasi Penelitian

Lokasi pengambilan data dilakukan di desa Lendang Nangka, Kecamatan Masbagik, Kab. Lombok Timur; Desa Karang Bayan, Kecamatan Lingsar, Kab. Lombok Barat; Desa Sigar Penjalin, Kecamatan Tanjung, dan Desa Genggelang, Kecamatan Gangga, Kab. Lombok Utara.

b. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan adalah alat tulis, kamera, botol spesimen, pinset. Bahan yang digunakan adalah alkohol 70% dan spesimen Trigona sp.

c. Metode

Metode pengambilan datanya adalah dengan metode observasi langsung dan dianalisis dengan analisis deskriptif.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Lebah madu di dunia dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu lebah madu bersengat dan tidak mempunyai sengat (stingless bee).

Trigona sp merupakan salah satu genus lebah madu yang tidak

bersengat. Berdasarkan hasil penelitian Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu (BPTHHBK) tahun 2012, di pulau Lombok teridentifikasi 2 jenis trigona yaitu Trigona clypearis dan Trigona

sapiens. Kedua jenis trigona mempunyai ukuran yang sangat kecil,

panjang tubuhnya antara 3 mm sampai dengan 4,5 mm saja. Karena ukuran tubuh yang sangat kecil, trigona hanya dapat diidentifikasi jenisnya dengan menggunakan mikroskop.

T. clypearis ditemukan di Desa Lendang Nangka

(Kab.Lombok Timur), T. sapiens ditemukan Desa Genggelang dan Desa Sigar Penjalin (Kab. Lombok Utara) dan di Desa Karang Bayan (Kab. Lombok Barat) ditemukan kedua jenis tersebut (Trigona

clypearis dan Trigona sapiens). Pada tahun 2012 dan 2013, penelitian

(35)

18 |

Gb 1. Madu trigona yang sudah dipisahkan dari penutup madu

informasi pembudidayaan trigona di Pulau Sumbawa. Dari ke 4 lokasi diatas, mempunyai karakteristik habitat yang berbeda. Desa Lendang Nangka berada di wilayah dengan topografi dataran tinggi, Desa Genggelang mempunyai karakteristik dataran yang cukup tinggi, Desa Sigar Penjalin terletak di dataran rendah (pantai) dan Desa Karang Bayan merupakan wilayah pemukiman dan kebun masyarakat dengan didominasi tanaman buah. Dari perbedaan habitat yang tergambar diatas, maka dapat dijelaskan bahwa trigona dapat hidup dan beradaptasi di wilayah dengan karakteristik apapun. Dari habitat dataran rendah (pantai) sampai dengan dataran tinggi (pegunungan), trigona dapat bertahan hidup dan berkembang biak.

Lebah trigona yang diteliti merupakan trigona hasil budidaya oleh masyarakat. Masyarakat di Pulau Lombok telah menyadari nilai ekonomi yang dapat dihasilkan dari budidaya trigona ini. Nilai ekonomi yang dimaksud adalah produk perlebahan yang dihasilkan oleh trigona, antara lain madu, propolis, bee polen dan royal jelly. Ketika membicarakan produk perlebahan yaitu madu, yang terlintas adalah madu yang rasanya manis dan dihasilkan oleh lebah madu yang berukuran besar dan menyengat. Lebah penghasil madu tersebut adalah Apis sp. Apis sp dapat teridentifikasi dengan jenis Apis cerana,

Apis mellifera dan Apis dorsata. Namun lain halnya dengan Trigona

sp, madu yang dihasilkan oleh trigona mempunyai keunikan yaitu rasanya yang asam dan tingkat keasamannya tergantung dari nektar yang dikonsumsi pada saat mereka menghinggapi bunga tertentu. Dari sisi produksi madu, Apis sp menghasilkan lebih banyak madu bila dibandingkan trigona. Dari 1 stup madu trigona dapat dihasilkan 200-1000 ml madu/panen tiap 3 bulan (komunikasi pribadi, 2013).

(36)

Selain madu, trigona dapat menghasilkan propolis. Propolis atau lem lebah merupakan suatu zat yang dihasilkan oleh lebah madu, dikumpulkan oleh lebah dari pucuk daun-daun yang muda untuk kemudian dicampur dengan air liurnya, digunakan untuk menambal dan mensterilkan sarang. Propolis bersifat antibakteri yang membunuh semua kuman yang masuk ke sarang lebah. Propolis yang dihasilkan oleh lebah madu dilaporkan berfungsi sebagai antibakteri, virus, jamur, maupun protozoa. Propolis juga memacu system imun dan memperbaiki kerusakan jaringan pada berbagai organ (Ghisaberti, 1979 dalam Wijayanti et al, 2003). Jadi fungsi propolis tak kalah penting jika dibandingkan dengan madu bagi kesehatan manusia. Pada umumnya, propolis mentah mempunyai bentuk dan warna yang berbeda-beda. Ada yang lembek, remah dan kering, warnanya pun ada yang kuning kehitaman, coklat kehitaman, coklat tua.

Gb 2. Propolis dengan warna coklat kehitaman

Photo by : Septiantina DR

Gb 3. Propolis dengan warna Kuning kehitaman

Photo by : Septiantina DR

Gb 4. Propolis dengan warna hitam Gb 5. Propolis dengan warna coklat tua Photo by : Septiantina DR

Photo by :

Septiantina DR

Photo by : Septiantina DR

(37)

20 |

Gb 6. Beepolen yang letaknya menyatu dengan madu

Selain madu dan propolis, trigona menghasilkan bee polen. Bee polen adalah kumpulan serbuk sari yang diambil oleh lebah yang diletakkan pada tempat khusus dan merupakan makanan pokok bagi koloni lebah tersebut (Travaga, 2012). Letak bee polen biasanya berdampingan dengan letak madu di dalam sarang. Rasa bee polen sangat asam karena merupakan kumpulan serbuk sari dari bunga.

Produk perlebahan selanjutnya yang dapat dihasilkan oleh trigona adalah royal jelly. Royal jelly adalah cairan yang berbetuk jelly/ kental dan berwarna putih yang dimanfaatkan sebagai bahan makanan khusus ratu lebah sepanjang hidupnya. (Travaga, 2012). Royal jelly masih sulit ditemukan di sarang trigona, biasanya karena letaknya yang berada di dalam kumpulan madu.

Dari keempat produk yang dihasilkan oleh trigona, beberapa diantara sudah dapat dihitung nilai ekonominya. Di Pulau Lombok, budidaya Trigona sp saat ini masih memanfaatkan madunya saja. Untuk propolis, bee polen dan royal jelly belum dimanfaatkan secara optimal. Hal itu dikarenakan karena belum ada jaringan pemasaran untuk propolis, bee polen maupun royal jelly trigona. Beberapa daftar harga produk perlebahan trigona yang disajikan dalam tabel berikut :

(38)

Gb 7. Trigona di celah batu Gb 8. Trigona di kotak trafo Tabel 1. Daftar Harga Madu, Propolis dan Bee polen di berbagai daerah

Nama Peternak

Asal Hasil Budidaya Trigona

Madu Propolis

Mentah

Bee Polen Sukandar Luwu Utara 60.000/liter 60.000/kg 60.000/kg

Hariyono Malang 70.000/liter -

-Ajid Pandeglang 170.000/liter -

-Amiq Wir Sengkukun 100.000/botol -

-Haji Hakim Sira Lauk 100.000/botol -

-Suhaedi Lendang Nangka 150.000/botol - -Suadi Karang Bayan 150.000/botol - -Edi Kurniawan Rembiga 150.000/botol -

-Triko Slamet Gunung Sari 100.000/botol -

-Dari data diatas, hasil budidaya trigona terbukti dapat menghasilkan nilai ekonomi. Budidaya trigona tak lepas dari kondisi koloni trigona secara alami di alam. Di alam, trigona dapat ditemukan di kayu-kayu lapuk, bambu, celah batu, kotak trafo dan tiang penyangga rumah.

(39)

22 |

Pembudidayaan lebah madu trigona cukup mudah, beberapa proses yang dilakukan untuk membudidayakan sampai dengan proses menjadi propolis mentah cair adalah (Riendriasari,2013) :

a. Proses Pengambilan Koloni Di Alam

Berdasarkan keterangan narasumber, trigona biasanya ditemukan di pohon lapuk, bambu, bebatuan, bahkan di rumah penduduk. Tim BPTHHBK menemukan trigona bersarang di pohon kelapa, celah bebatuan, dan kotak listrik. Setelah ditemukan koloni, maka lokasi tempat koloni itu bersarang akan diambil untuk kemudian di pindahkan ke dalam stup (kotak). Pemindahan koloni juga ada waktunya, lebih baik memindahkan koloni pada malam hari, ketika semua koloni sudah kembali ke dalam sarangnya. Pemindahan koloni menggunakan cara tradisional yaitu dengan dipisah menggunakan pisau kikis dan secara perlahan memindahkan telur ke stup yang baru. Telur yang dipindahkan diyakini ada ratu lebah, sehingga lebah yang lain secara otomatis akan mengikuti berpindah ke tempat yang baru.

b. Pemindahan Koloni di Stup

Setelah koloni dipindahkan ke stup yang baru, diamkan stup selama kurang lebih 5 bulan agar koloni kembali sehat dan dapat membentuk pertahanan dirinya. Khusus untuk trigona, tahap awal yang dilakukan setelah berada di tempat yang baru adalah membentuk propolis. Karena trigona tak bersengat maka akan menggunakan propolis sebagai senjata dan pertahanan dirinya. Propolis akan selalu dibentuk sampai sarang dianggap aman dan tertutup semua, sehingga predator tidak dapat masuk ke dalam sarang. Setelah propolis sudah dirasa cukup, kemudian trigona akan terkonsentrasi untuk memproduksi madu.

c. Pemanenan

Propolis akan terbentuk kembali minimal 5 bulan (BPTHHBK, 2012), semakin lama didiamkan maka semakin banyak propolis yang dihasilkan. Pemanenan pada lebah trigona dapat dilakukan untuk pemanenan madu dan pemanenan propolisnya. Pemanenan madu dilakukan dengan cara diambil dengan sendok kemudian diletakkan ditempat tertutup, kemudian

(40)

diperas sehingga madu yang diharapkan keluar. Selanjutnya sebelum dikemas di dalam botol, madu yang didapatkan disaring kembali agar terpisah dengan kotoran-kotoran hasil pemanenan. Untuk pemanenan propolis, dilakukan dengan menggunakan pisau kikis. Setiap bagian sarang yang terdapat propolis maka akan dikikis dan diambil untuk kemudian diproses kembali. d. Proses Ekstraksi Propolis

Dalam memproduksi propolis, dibutuhkan teknik tertentu dalam proses produksinya. Krell (1996) telah menerangkan beberapa metode ekstraksi propolis yang telah banyak dilakukan, metode tersebut menggunakan air (Aquoeus

Extracted Propolis) dan menggunakan alkohol (Ethanol Extracted Propolis). BPTHHBK pada penelitian di tahun 2012

mengekstraksi propolis dengan cara direndam dengan menggunakan air selama 7 dan 14 hari. Setelah dilakukan perendaman, hasil perendaman dibekukan di dalam freezer, dan dihancurkan. Setelah hancur, hasil perendaman tersebut disaring dengan menggunakan kertas saring dan didapatkan propolis mentah dalam bentuk cair. Propolis mentah cair kemudian dianalisis di Balitro untuk mendapatkan kandungan flavonoidnya. Flavonoid adalah senyawa fenol yang berfungsi untuk melancarkan aliran darah, antibiotik, dan untuk pengobatan berbagai jenis penyakit.

IV. KESIMPULAN

Hasil penelitian menemukan 2 jenis trigona di Pulau Lombok, yaitu Trigona sapiens dan Trigona clypearis. Kedua jenis trigona ini bisa menghasilkan produk perlebahan berupa madu, propolis, bee polen dan royal jelly. Di Pulau Lombok baru sebatas memproduksi madu, propolis, bee polen dan royal jelly belum dipasarkan. Untuk menghasilkan produk perlebahan dan menghasilkan nilai ekonomi, maka diperlukan usaha budidaya trigona secara optimal.

(41)

24 |

DAFTAR PUSTAKA

Bankova, V.S., Solange, L. D. C., Maria, C. M. 2000. Propolis: Recent Advances In Chemistry And Plant Origin. Jurnal Apidologie. 31: 3–15

Komunikasi Pribadi. 2013. Wawancara dengan peternak Trigona di Desa Karang Bayan

Krell, R. 1996. Value-Added Products from Beekeeping. FAO Agricultural

Services Bulletin No. 124. Roma: FAO

Murtidjo, B. A. 1991. Memelihara Lebah Madu. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Riendriasari, S.D. 2013. Budidaya Lebah Madu Trigona sp Mudah Dan

Murah. Makalah Seminar Alih Teknologi “Budidaya Lebah Madu Trigona”. Balai Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu. Mataram

Riendriasari, S.D., Krisnawati, Edi, K. 2013. Teknik Produksi Propolis Lebah Madu Trigona sp di NTB. Laporan Hasil Penelitian. Balai Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu. Mataram. Tidak dipublikasikan

Travaga. 2012. Diakses dari http://mlmpropolis.com pada tanggal 23 Nopember 2013

Trubus EXO. 2010. Propolis Dari Lebah Tanpa Sengat. Trubus Swadaya. Jakarta

Wahyuni, N., Septiantina, D.R., Edi, K. 2012. Teknik Produksi Propolis Lebah Madu Trigona spp di NTB. Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu. Laporan Hasil Penelitian. Mataram

Wijayanti, M. A., Elsa Herdiana M., dan Sugeng Yuwono M. 2003. Efek Bee Propolis terhadap infeksi Plasmodium berghei pada Mencit Swiss. Berkala Ilmu Kedokteran, 35(2): 81-89.

(42)

PENINGKATAN PENGUSAHAAN MADU DI KLASTER MADU SUMBAWA

Oleh : Yumantoko

Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

Jl. Dharma Bhakti No.7 Ds. Langko, Kec. Lingsar, Kab. Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat

I. PENDAHULUAN

Madu merupakan salah satu jenis HHBK unggulan NTB. Kriteria yang digunakan untuk menilai menjadi HHBK unggulan yaitu dari aspek ekonomi, biofisik dan lingkungan, kelembagaan, sosial, dan teknologi. Madu dicari karena mampu memberikan penghasilan tambahan yang berarti untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Di masyarakatsendiri, madu miliki nilai ekonomi, sosial, dan budaya. Dari sisi ekonomi madu memberikan penghasilan yang berarti bagi petani, dan pedagang-pedangan madu. Dari sisi sosial madu banyak memberikan pekerjaan bagi masyarakat sekitar hutan. Sedangkan dari sisi budaya karena masyarakat mengkonsumsi madu untuk tujuan kesehatan yang sudah diturunkan dari pengetahuan nenek moyang.

Madu alam banyak terdapat di hutan-hutan di Pulau Sumbawa. Pohon yang digunakan oleh lebah untuk bersarang yaitu pohon boan. Madu banyak diusahakan oleh masyarakat disekitar hutan. Masyarakat memiliki kemampuan berburu madu yang diwariskan secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Untuk saat ini, masyarakat menganggap mencari madu adalah pekerjaan sambilan sehingga banyak dari mereka yang tidak menjaga kualitas pengusahaan yang dilakukan. Petani lebih terfokus pada bidang pertanian, perkebunan, dan peternakan(Yumantoko,2014).

Penetapan Sumbawa sebagai klaster madu nasional oleh Kementerian Kehutananikut mengangkat nilai madu Sumbawa di level nasional. Masyarakat perlu mendapat dukungan dari banyak pihak, agar

(43)

26 |

hasil yang didapatkan setelah penetapan klaster menjadi lebih optimal.Penetapan klaster perlu didukung dengan kebijakan lain yang mampu meningkatkan kemampuan kelembagaan lokal untuk berkembang.

Pengembangan pengusahaan madu perlu memperhatikan pembangunan kelembagaan. Selama ini pemerintah lebih banyak mementingkan pembangunan ekonomi yang bisa dilihat dari jumlah infrastruktur yang terus bertambah. Akan tetapi untuk pembangunan kelembagaan minim. Pembangunan ekonomi akanlebih berhasil jika kelembagaan berjalan dengan baik. Dalam pembangunan, kelembagaan memainkan peran penting sebagai bagian yang dapat menjaga pembangunan itu sendiri.

Kelembagaan dalam pengusahaan madu di Sumbawa memiliki keragaman yang berbeda-beda. Walaupun telah ditetapkan sebagai klaster nasional, namun disejumlah daerah di Sumbawa yang menjadi sentral penghasil madu seperti di Lantung, Klungkung, Moyo Hilir dan lainnya kondisinya belum maksimal. Di Lantung misalnya, kelompok tani belum terbentuk, sehingga, koordinasi yang dilakukan oleh instansi terkait pembinaan dalam pengusahaan madu mengalami kendala. Masalah lain misalnya terkait daya tahan organisasi yang sudah terbentuk hanya dapat bertahan dalam waktu singkat, misalnya di Klungkung. Meskipun sudah berdiri koperasi madu, namun kegiatan operasionalnya berjalan singkat. Hal ini disebabkan oleh permasalahan internal dimana dalam pembentukan koperasi lebih pada kegiatan keproyekan semata yang berasal dari inisiatif pihak luar desa. Sementara itu anggota kurang mengetahui tanggung jawab, hak dan kewajiban di dalam organisasi(Yumantoko, 2013). Membangun kelembagaan di tingkat petani membutuhkan kesabaran, konsisten serta niat baik dari semua pihak yang terlibat agar hasil yang dicapai lebih komprehensif.

Sebagian pakar kelembagaan memberi garis besar pada kodeetik, aturan main, atau organisasi denganstruktur, fungsi dan manajemennya. Para pakar kelembagaan saat inimemadukan organisasi dan aturan main. Logika analisis institusi bisa dipakai

(44)

untukmenjelaskan kegagalan pemerintah dan negara atau kegagalan pasar ataukegagalan berbagai model pembangunan(Djogo, 2003).

Unsur kelembagaan meliputi insentif, organisasi, hak milik, pasar, kontrak, kode etik, aturan, peraturan, dan penegakan hukum, institusi.Pengembangan kelembagaan dapat terjamin, jika 1) ada insentifbagi orang atau organisasi yang melaksanakannya; 2) sasaran pengembangan:siapakah yang diuntungkan; 3) ada keseimbangan kepemilikan dan aksesterhadap informasi; 4) kepemilikan dan akses atas sumber daya terjamin; 5) adausaha pengendalian atas tingkah laku opportunistik, 6) ada aturan yangditegakkan dan ditaati(Djogo, 2003).

II. PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT

Banyaknya pihak yang terlibat dalam pengusahaan madu di Sumbawa mulai dari petani sampai pedagang baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten menjadikan pengusahaan madu merupakan kegiatan yang menguntungkan bagi rakyat. Sumbawa kaya akan potensi madu yang perlu dijaga agar masyarakat sekitar hutan dapat terus mendapatkan manfaat ekonomi yang besar dari pengusahaan madu. Sebagian besar usaha yang dilakukan masih skala ekonomi rakyat. Ekonomi rakyat menurut Krisnamurthi (Amanah, 2002) adalah kegiatan ekonomi rakyat banyak dan pengertian dariekonomi rakyat (banyak) adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh orangbanyak dengan skala kecil-kecil, bukan seorang pengusaha besar atau perusahaan besar tetapi lebih pada usaha yang dilakukan rakyat kebanyakan. Usaha yang dilakukan dalam pengusahaan madu di Sumbawa mulai dari memanen, mengolah, hingga memasarkan masih dalam sebatas kemampuan alami yang dimiliki secara turun temurun.

Menurut Ismawan (Amanah,2009)ekonomi rakyat memiliki karakteristik informalitas, mobilitas, beberapa pekerjaan dilakukan oleh satu keluarga, kemandirian, dan hubungan dengan sektor formal. Dalam kaitannya dengan pengusahaan madu dapat dilihat sebagai berikut :

1. Informalitas. Usaha ekonomi yang dijalankan masyarakat berdiri sendiri tanpa ada campur tangan instansi pemerintah. Kegiatan

(45)

28 |

yang dijalankan semata dilakukan untuk menambah penghasilan keluarga.

2. Mobilitas, karakteristik seperti ini lumrah terjadi ketika usaha yang dijalankan tidak menguntungkan maka seorang pengusaha akan beralih ke bidang yang lain. Misalnya karena keterbatasan modal, seorang pengusaha tidak mampu untuk membeli madu dari petani dan bisa jadi saat itu petani mengganti dengan usaha yang lain. 3. Beberapa pekerjaan dilakukan oleh satu keluarga, keluarga

memberi peran penting dalam kehidupan sosial, budaya dan ekonomi dalam masyarakat perdesaan. Karakteristik keluarga di perdesaan yaitu gotong royong untuk mengerjakan pekerjaan bersama. Begitu pula ketika menjalankan pengusahaan madu, usaha banyak dilakukan oleh anggota keluarga.

4. Kemandirian, usaha yang dijalankan adalah kemauan dari pelaku itu sendiri. Usaha yang dijalankan minim bantuan dari pihak luar. Bantuan dari luar sedikit karena tidak menguntungkan secara perhitungan ekonomi.Usaha yang dilakuakan masyarakat berdiri sendiri tanpa ada campur tangan instansi terkait.

5. Hubungan dengan sektor formal. Hubungan dengan sektor informal memberi kemungkinan-kemungkinan terjadinya keuntungan pada pelakuk sector ekonomi rakyat. Misalnya, pasar terbesar petani madu adalah karyawan yang bekerja di sektor pemerintah maupun swasta.

III. LINI DALAM PENGELOLAAN KLASTER MADU

Kelembagaan dalam kaitannya dengan pengembangan madu, identik dengan melihat bagaimana pemerintah mengatur tataorganisasi di kementerian yang mandatnya berkaitan dengan komponenpenyusun pengusahaan madu dalam hal ini yaitu Kementerian Kehutanan. Tetapi tidak menutup kemungkinan keterlibatan pihak lain untuk menangani madu. Menurut permenhut No 19 Tahun 2009 Tentang Grand Strategi Pengembangan HHBK, Kementerian Kehutanan berusaha untuk mengembangkan kelembagaan pengusahaan madu mulai dari tingkat atas sampai tingkat bawah di masyarakat. Tabel 1. Hubungan antara lini dalam Pengembangan HHBK

(46)

Tabel 1: Lini Pengembangan HHBK

NO LINI INSTITUSI KEGIATAN

OPERASIONAL

KELUARAN (OUTPUT)

1 Litbang Badan litbang

Universitas R&D dlm negeri R&D luar negeri 1Kajian prosesing Kajian budidaya Kajian sosek Kajian nilai tambah Kajian kriteria dan standar Paket-paket teknologi produksi Paket teknologi budidaya Paket-paket konsep pemberdayaan masyarakat Kriteria dan standar pengembangan HHBK 2 Fasilitasi Dephut Dep. Terkait (Dep. Perindustrian, Dep. Perdagangan Penguatan kelembagaan Pemberian insentif berupa pilot proyek, kemudahan pendanaan, dll Pemberdayaan masyarakat Penyiapan regulasi yg kondusif Kebijakan pemanfaatan lahan Kebijakan pemberian insentif (HTR, Bank, dll) Kebijakan kepastian pasar para pihak terkait

Asosiasi pelaku usaha dan kelembagaan kelompok tani pengembangan HHBK Bertambah masyarakat pengembang HHBK 3 Produksi Bahan Baku Pelaku usaha (BUMN, BUMS), koperasi Kelompok tani Budidaya Terapan teknologi seperti stek, kultur jaringan, dll

HHBK sebagai bahan baku industri HHBK sebagai bahan pangan, serat, obat (konsumsi langsung)

(47)

30 |

4 Industri 1. Pelaku usaha (BUMN, BUMS), koperasi 2. Kelompok tani Proses untuk peningkatan nilai tambah Ketersediaan bahan baku sesuai kapasitas industri Desain produksi sesuai pasar 1.Produksi olahan untuk:

a. Pasar dalam negeri b. Pasar luar negeri

5 Pemasar an Dephut Dep. Perindustrian, Dep. Perdagangan Penyebarluasan informasi Promosi Melakukan analisis pasar Munculnya unit-unit usaha Pemahaman oleh masyarakat Permintaan HHBK

Sumber : Permenhut No 19 Tahun 2009

Secara formal kebijakan klaster lebah madu pada tahun 2009. Namun secara kelembagaan pengusahaan madu di Sumbawa sebenarnya sudah eksis. Kelembagaan yang berjalan di Sumbawa, terlepas dari adanya kebijakan klaster madu tersebut antara lain ditunjukkan dengan telah berjalannya tata niaga madu baik pada level lokal Sumbawa maupun NTB, bahkan sampai pada tingkat nasional. Permintaan produk madu sumbawa dari luar pulau, terutama dari Jawa sangatlah besar. Data tahun 2009 menurut Dinas Kehutanan NTB menunjukkan produksi madu dari pulau Sumbawa mencapai 94.966 botol atau setara dengan 56.979 liter madu (Hasan, 2011). Besarnya potensi madu mendorong terwujudnya rantai tata niaga madu yang melibatkan banyak pihak. Sesuai dengan Permenhut No. 19 Tahun 2009 pengembangan madu sumbawa dilaksanakan dengan model klaster. Salah satu yang penting dalam upaya pelaksanaan kebijakan klaster adalah terkait aspek kelembagaan. Elemen untuk mengetahui kelembagaan dalam pengusahaan madu antara lain: (1) pihak yang terlibat dalam pengusahaan, (2) unit pengelolaan yang berjalan, (3) pola kemitraan yang berjalan, (4) dan insentif yang dikembangkan.

(48)

Stakeholder yang berperan dalam pengembangan pengusahaan madu di Sumbawa sesuai dengan bidang tugasnya antara lain: (1) lini fasilitasi/regulasi adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Diskoperindag; (2) lini litbang adalah BPT HHBK dan lembaga litbang lain; (3) lini produksi: koperasi, pengusaha lokal dan kelompok tani; (4) lini industri: koperasi, pengusaha lokal; (5) lini pemasaran: JMHS, pengusaha lokal dan koperasi; (6) lini pengembangan SDM: JMHS, koperasi, kelompok tani; (7) lini inkubasi bisnis: JMHS, Diskoperindag.

Jika merujuk pada Permenhut No. 19 Tahun 2009, unit pengelolaan dapat berbentuk unit bentangan lahan, unit satuan berbentuk desa, dan unit satuan berbentuk kelompok. Pada unit yang berbentuk desa madu diusahakan oleh petani yang mencari madu dari hutan di daerah Sumbawa. Hal ini karena sifat kelompok sangat beragam dan jangkauan geografisnya juga cukup variatif. Ada unit kelompok yang hanya ada pada cakupan wilayah sangat kecil, yakni beberapa individu pada satu desa, ada juga kelompok yang memiliki jangkauan lintas desa.

Pada kasus di Kabupaten Sumbawa unit kelompok yang berjalan terdapat beberapa bentuk. Di Desa Klungkung misalnya unit pengelolaan yang ada terdiri dari dua bentuk yakni kelompok tani dan koperasi. Kelompok tani merupakan paguyuban dimana petani dari Desa Klungkung mendapat pelatihan dan pembinaan dari instansi terkait. Kelompok tani memiliki ikatan informal dimana mereka tidak begitu terikat dengan aturan. Modal dalam membentuk kelompok yaitu kepercayaan diantara petani untuk saling bantudengan lain. Sedangkan koperasi berperan untuk membeli madu dari anggota dengan harga yang telah disepakati bersama. Di Klungkung terdapat satu buah koperasi yang bergerak di bidang pengusahaan madu. Akan tetapi kondisinya tidak seperti yang diharapkan, yakni kesulitan modal untuk membeli madu dari petani. Selain itu, koordinasi diantara angora tidak berjalan baik yang ditandai dengan usaha yang dijalankan anggota terkesan berjalan sendiri-sendiri. Koperasi idealnya membina dan mampu

(49)

32 |

memengaruhi anggota untuk meningkatkan kualitas pengusahaan sesuai dengan standar yang disepakati bersama.

Pola kemitraan yang ada memiliki beberapa bentuk. Pola kemitraan dalam bentuk pemberian bantuan modal usaha misalnya dilakukan oleh PLN di Semongkat Desa Klungkung. Bantuan modal usaha diwujudkan dalam dua bentuk. Pertama, pemberian bantuan alat pemanenan dan produksi madu. Kedua, bantuan modal dalam bentuk dana pinjaman. Hasil kemitraan dengan PLN telah berhasil meningkatkan volume pembelian madu dari petani. Ketua komunitas pemburu madu di Semongkat menyatakan bahwa dari hasil bantuan modal PLN dapat meningkatkanvolume pembelian madu dari petani sampai dengan 23 ton (tahun 2009), dan 18 ton (tahun 2010). Penurunan volume itu sendiri disebabkan oleh menurunnya hasil panen karena musim yang tidak menentu pada tahun 2010 yang lalu (Hasan, 2012).

Insentif yang dikembangkan dalam rangka pengembangan usaha madu cukup beragam. Misalnya saja dalam bentuk pemberian pelatihan teknis pemanenan madu yang dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan Provinsi. Disamping itu juga diberikan bantuan peralatan baik dalam bentuk peralatan pemanenan madu maupun produksi dan pengemasan madu.

Pengembangan usaha yang dilakukan masyarakat perlu mendapat dukungan dari semua pihak agar menghasilkan pengusahaan madu yang berkualitas. Pengembangan yang dilakukan dapat melihat Gambar 1. Usaha yang perlu mendapat penekanan yaitu pengaturan ekonomi rumah tangga (ERP), menabung bersama, modal bersama, dan pengembangan usaha produktif. Skema tersebut lebih mirip dengan pola koperasi yang selama ini dilakukan. Anggota koperasi terdiri dari petani madu yang berada di wilayah setempat yang secara bersama-sama membentuk modal bersama guna dilakukan pengembangan usaha misalnya simpan pinjam untuk modal pergi mencari madu atau modal untuk memberli peralatan berburu. Tidak menutup kemungkinan, petani menggunakan fasilitas pinjaman untuk kegiatan yang mendesak seperti pendidikan maupun kesehatan. Kelompok dituntut untuk memiliki usaha dibidang

(50)

perlebahan seperti pembelian maupun pemasaran madu dan bahkan mengembangkan nilai tambah dari produk selain madu seperti polen, lilin, dan propolis.

Sumber : Gugus Tugas II Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dalam Amanah (2009)

Gambar 1. Skema Daur Hidup Pengembangan Usaha Produktif dalam Kelembagaan Kelompok Orang Miskin

IV. KESIMPULAN

Di NTB, Kabupaten Sumbawa salah satu daerah yang memiliki kelembagaan yang baik jika dibandingkan dengan Kabupaten Bima dan Dompu. Walaupun demikian, pengusahaan madu di Sumbawa masih perlu untuk dilakukan perbaikan yaitu : 1. Menjaga keberlanjutanprogram perlebahan.Selama ini, program

dalam perlebahan berjalan sesaat karena biasanya hanya bersifat proyek tahun anggaran tertentu. Setelah kegiatan dilaksanakan tidak ditindaklanjuti dalam bentuk follow up dan pendampingan. Maka perlu kegiatan yang berkelanjutan agar pembangunan dapat tuntas tidak setengah-setengah.

2. Pemberian sarana produksi yang dibutuhkan oleh petani. Petani masih terkendala dengan terbatasnya sarana produksi. Dengan

(51)

34 |

memberikan bantuan sarana produksi akan meringankan petani untuk berburu mencari madu di hutan.

3. Ketersediaan bahan baku agar sesuai dengan permintaan maka perlu dilakukan pengamanan terhadap habitat lebah agar lebah betah dan tetap untuk berproduksi. Misalnya perlu dilakukan penanaman pohon yang nectar bunganya menjadi sumber pakan lebah.

4. Peningkatan nilai tambah di tingkat pentanidengan menggarap produk selain madu.Selama ini produk unggulan petani dari perlebahan lebih mengutamakan produksi madu. Sementara itu lilin, polen, dan royal jelly belum diusahakan untuk tambahan penghasilan.

5. Peningkatan kapasitas lembaga/organisasi masyarakat. Kapasitas lembaga /organisasi masyarakat dalam mengelola pengusahaan madu dari sisi teknik budidaya, pengolahan, modal, dan pemasaran masih perlu untuk ditingkatkan. Lembaga tingkat petani di desa-desa masih tergantung dengan bantuan dari para pihak agar usaha yang dijalankan tetap berjalan misalnya pembinaan teknis, modal, dan sarana-prasarana.

6. Terbatasnya anggaran pembinaan. Hal ini memengaruhi pada jumlah petani yang menjadi sasaran dalam pemberdayaan terbatas, dan mengakibatkan kesenjangan antara daerah yang sudah sering mendapat pembinaan dengan daerah yang belum sama sekali dilakukan pembinaan.

7. Pengembangan pasar nasional bahkan ekspor. Hal ini membutuhkan dukungan dari banyak pihak karena produk yang dipasarkan harus memiliki kualitas yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Amanah N.P..2009. Pemberdayaan Ekonomi Kelompok Usaha Rumah Tangga Berbasis Modal Sosial. Diakses tanggal 6 Maret 2014. Diambil dari :http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/12314 Djogo T, Sunaryo, Suharjito D, dan Sirait M.2003. Kelembagaan

(52)

PengembanganAgroforestri. ICRAF ; Bogor.

Hasan R.A., Yumantoko.2012.Kajian Kelembagaan Pengusahaan Madu Sumbawa. Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

Peraturan Menteri Kehutanan No 19 Tahun 2009 Tentang Grand Strategi Pengembangan HHBK.

Yumantoko.2014.Laporan Hasil Penelitian Kajian Kelembagaan Pemasaran Madu di Indonesia. BPTHHBK. Tidak dipublikasikan

(53)

36 |

BUDIDAYA TANAMAN PENGHASIL GAHARU

oleh Ali Setyayudi

Balai Penelitian Teknologi Hasil Hutan Bukan Kayu

Jl. Dharma Bhakti No.7 Ds. Langko, Kec. Lingsar, Kab. Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat

E-mail: namaku_stia@yahoo.com

I. PENDAHULUAN

Gaharu merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu yang sangat potensial. Menurut Siran (2011) gaharu mempunyai manfaat untuk acara ritual keagamaan, pengharum tubuh dan ruangan, bahan kosmetik dan obat-obatan sederhana serta telah dikembangkan sebagai bahan untuk parfum, aroma terapi, sabun, body lotion, bahan obat-obatan anti asmatik, anti mikrobia, dan stimulan kerja syaraf dan pencernaan. Perdagangan gaharu di indonesia sebagian besar masih berasal dari gaharu yang ada di tegakan alam. Dikarenakan kekurang tahuan tentang proses pembentukan gaharu sehingga banyak para pencari gaharu yang memanen dengan menebang pohon tanpa tahu apakah terdapat gaharu atau tidak dalam pohon tersebut. Hal ini menjadikan pohon penghasil gaharu di alam semakin langka (Siran, 2011). Akibat kelangkaan pohon penghasil gaharu di alam menjadikan status pohon penghasil gaharu masuk dalam daftar Appendix II CITES (Santoso dkk., 2007). Sehingga efek yang ditimbulkan adalah dalam perdagangan resmi, gaharu harus dihasilkan dari pohon hasil budidaya, bukan dari alam (Subiakto dkk, 2011).

Menurut SNI 7631:2011 gaharu adalah sejenis kayu dengan berbagai bentuk dan warna yang khas, serta memiliki kandungan kadar resin wangi yang berasal dari pohon atau bagian pohon penghasil gaharu yang tumbuh secara alami dan telah mati sebagai akibat dari suatu proses infeksi yang terjadi baik secara alami atau buatan pada pohon tersebut, yang pada umumnya terjadi pada pohon Aquilaria sp.

(54)

Menurut Sidiyasa (1986), Suhartono dan Newton (2000), Zich dan Camton (2001) dalam surata (2006) telah diketahui ada 17 jenis tanaman family Thymeleaceae, Leguminosae, dan Eurphobiaceae yang berpotensi menghasilkan gaharu. Secara ekologis sebaran tanaman penghasil gaharu berada pada ketinggian 0 – 2400 m.dpl, pada daerah beriklim panas dengan suhu antara 28º – 34oC, berkelembaban sekitar 80 % dan bercurah hujan antara 1000 – 2000 mm/th. tanaman penghasil gaharu juga mampu tumbuh pada lahan dengan variasi kondisi struktur dan tekstur tanah beragam, baik pada lahan subur hingga marginal. Tanaman ini juga dapat dijumpai pada ekosistem hutan rawa, gambut, hutan dataran rendah atau hutan pegunungan, ataupun pada lahan berpasir berbatu yang ekstrim (Sumarna, 2012). Melihat kondisi yang ada di sumbawa dan dibandingkan dengan data sebaran tanaman penghasil gaharu tersebut maka wilayah sumbawa masih masuk dalam jangkauan sebaran alami tanaman penghasil gaharu. Secara umum kondisi wilayah sumbawa masuk dalam iklim tipe D dan E, suhu berkisar antara maksimum 35,5oC dan minimum 20,4oC sedangkan kelembaban antara 66-88%. Permukaan tanah cenderung berbukit-bukit dengan ketinggian antara 0-1.730 mdpl, Curah hujan tahunan rerata 1.238 mm per tahun (Anonim, 2010).

II. TEKNIK BUDIDAYA 1. Pemilihan benih

Proses budidaya tanaman harus dimulai dari pemilihan benih yang baik dan unggul. Benih unggul dapat diperoleh dari pohon induk yang telah melalui proses pemuliaan dan terbukti menghasilkan tanaman yang unggul. Sumarna (2012) memberikan beberapa pendekatan kriteria pohon induk yang dapat menghasilkan benih yang unggul yaitu :

1. Pohon sehat, berbatang lurus, tinggi bebas cabang minimal 4 m, berdiameter >10 cm dan memiliki tajuk dengan percabangan banyak membentuk seperti payung terbuka.

2. Berbuah maksimal 2 kali per tahun dan atau terjadi fase panen raya buah interval 4 tahun.

Gambar

Gambar 1.  Bentuk bangunan penurun kadar air madu di Sumbawa.
Gambar 4. Kadar air pada beberapa ketebalan madu suhu di 25°C
Tabel 2. Rekapitulasi Hasil pengujian madu berdasarkan SNI
Gambar 1. Skema Daur Hidup Pengembangan Usaha Produktif dalam Kelembagaan Kelompok Orang Miskin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Setelah dilakukan penelitian yang dilakukan peneliti pada siswa kelas I Sekolah Dasar Negeri 02 Nanga Tebidah Sintang dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

4.5 PK (i)(b): Bagaimana pegangan kepenyeliaan pensyarah pembimbing mencorakkan stail penyeliaan pengajaran dalam setiap pusingan

Dengan demikian ada persamaan antara etika dan moral, namun ada pula perbedaannya yaitu etika bersifat teori dan moral lebih banyak bersifat praktis, etika merupakan tingka

benar. 5) Ukuran huruf yang dipakai untuk cetak miring harus sama ukurannya dengan huruf untuk naskah. Cetak miring digunakan untuk judul buku dan nama

Ibn Qayyim turut menjelaskan bahawa kandungan Hadith yang menyebut bahawa orang-orang Yahudi bertanyakan tentang al-r uh yang berada di dalam badan manusia bertentangan dengan

Oleh karena itu, batasan penelitian dalam hal ini yaitu bagaimana kegiatan Pengelolaan Rumah Susun oleh Badan Pengelola, bagaimana eksistensi Perhimpunan Pemilik dan Penghuni

Berdasarkan nilai Indeks tersebut dapat diketahui bahwa di lokasi penelitian memiliki pola sebaran biota Acanthaster planci mengelompok, kondisi ini sesuai dengan

Di samping itu, Fokker (dalam Markhamah, 2009: 9) memaparkan bahwa kalimat ialah ucapan bahasa yang mempunyai arti penuh dan batas keseluruhannya ditentukan