HUBUNGAN RATA-RATA KORELASI ANTAR SAHAM
DENGAN EXCESS RETURN PASAR SAHAM DI INDONESIA
TESIS
MUHAMMAD ILHAM WIRATAMA 1006739976
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM PASCA SARJANA
HUBUNGAN RATA-RATA KORELASI ANTAR SAHAM
DENGAN EXCESS RETURN PASAR SAHAM DI INDONESIA
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Manajemen
MUHAMMAD ILHAM WIRATAMA 1006739976
FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM STUDI ILMU MANAJEMEN KEKHUSUSAN MANAJEMEN KEUANGAN
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Muhammad Ilham Wiratama
NPM : 1006739976
Tanda Tangan :
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat dan
rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penulisan tesis ini dilakukan
dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Sains
Manajemen Jurusan Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan berbagai pihak, dari masa
perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, sangatlah sulit bagi saya untuk
menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:
(1) Dr. Buddi Wibowo, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu,
tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan tesis ini.
(2) Dr. Irwan Adi Ekaputra dan Dr. Arief Rijanto, selaku dosen penguji yang
telah memberikan saran-saran perbaikan dalam penyusunan tesis ini.
(3) Para dosen pengajar PPIM lain yang tidak dapat disebut namanya satu persatu,
atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan sepanjang kuliah saya.
(4) Para staf PPIM, yang telah membantu seluruh proses perkuliahan.
(5) Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan
material, moral dan doa.
(6) Paramita Amuwarni yang telah membantu dan menyemangati saya dalam
proses perkuliahan dan penyusunan tesis ini.
(7) Teman-teman kuliah di PPIM yang membantu saya dalam perkuliahan dan
penyusunan tesis ini.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga tesis ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.
Depok, 12 Juli 2012
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di
bawah ini:
Nama : Muhammad Ilham Wiratama
NPM : 1006739976
Program Studi : Pasca Sarjana Ilmu Manajemen
Departemen : Manajemen
Fakutas : Ekonomi
Jenis karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusif Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Hubungan Rata-rata Korelasi Antar Saham dengan Excess Return Pasar Saham di Indonesia.
Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 12 Juli 2012 Yang menyatakan
ABSTRAK
Nama : Muhammad Ilham Wiratama
Program Studi : Pascasarjana Ilmu Manajemen
Judul : Hubungan Rata-rata Korelasi Antar Saham dengan Excess Return
Pasar Saham di Indonesia.
Penelitian mengenai risiko dan imbal hasil suatu investasi merupakan topik penelitian yang terus berkembang di dunia ekonomi. Dikatakan apabila risiko suatu investasi bernilai tinggi maka investor mengharapkan imbal hasil yang tinggi pula, dan pendapat ini dimodelkan menjadi suatu teori yang disebut dengan Capital Asset Pricing Model (CAPM). Namun pembuktian empiris mengenai CAPM oleh beberapa ahli menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda.
Richard Roll mengkritik beberapa hasil penelitian yang mencoba membuktikan teori CAPM. Dikarenakan terdapat variabel yang teramati dan tidak teramati terkait risiko dan imbal hasil yang dihadapi oleh investor. Oleh karenanya Pollet dan Wilson berpendapat bahwa varian pasar saham berhubungan lemah dengan total risiko yang dihadapi oleh investor. Mereka berpendapat total risiko yang dihadapi oleh investor dipengaruhi dengan adanya sifat bahwa saham-saham bergerak secara bersamaan. Oleh karenanya peningkatan korelasi antar saham akan meningkatkan risiko tersebut. Penelitian Pollet dan Wilson (2010) memperkenalkan variabel rata-rata korelasi yang dipergunakan untuk memprediksi excess return dari suatu pasar saham.
Sejalan dengan hasil penelitian mereka, penelitian ini menemukan bahwa varian pasar saham (IHSG) dipengaruhi oleh varian saham-saham yang terdapat pada bursa dan juga korelasi antar saham-saham pada bursa. Selain itu pada penelitian kali ini ditemukan bahwa rata-rata korelasi saham-saham LQ-45 saat t-1 berhubungan linier positif terhadap excess return IHSG saat t pada periode Agustus 2006 sampai Juli 2011. Menurut hasil penelitian ini, semakin meningkatnya rata-rata korelasi akan meningkatkan ekspektasi imbal hasil investor dan excess return pasar saham. Temuan lain yang diperoleh pada penelitian ini adalah bahwa korelasi dan varian saham-saham pada bursa saham Indonesia bersifat asimetri, sehingga menyebabkan varian IHSG bersifat
negatively skewed.
ABSTRACT
Name : Muhammad Ilham Wiratama
Course : Graduate Management Science
Topic : Average Correlation and Stock Market Excess Return in Indonesia.
Studies about risk and return of an investment are substantial topics in the economic science. Scientist says, risk averse investor requires a higher risk premium to hold higher investment risk, this opinion is modeled into a theory called the Capital Asset Pricing Model (CAPM). However large literature, which attempted to test this theory resulted some different conclusions.
Richard Roll criticized some of the results which tested CAPM theory. He says market portfolio of an investor consists of observable and unobservable assets related to risk and return faced by investors. Therefore Pollet and Wilson argue that changes in the variance of stock market only weakly related to changes in aggregate risk. They say an increase of aggregate risk is associated with a tendency of stock prices to move together. As a result, such increases in correlation reveal increases in true aggregate risk. Pollet and Wilson (2010) research introduced an average correlation variable which they say can be used to predict stock market excess retun.
In accordance with their result, this study found that variance of Indonesia stock market was affected by variance of individual stock and correlation between stocks in the exchange. In addition, I found that relation between average correlation of LQ-45 stocks at t-1 and excess return of IHSG at t in period of August 2006 until July 2011 is linearly positive. In conclusion, the increase of average correlation would raise the expected return of investor and excess return of stock market. Another finding of this research, I found that average correlation and individual stock variance are asymmetry, which causes the variance of composite index (IHSG) becomes negatively skewed.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... v
ABSTRAK ... vi
1.2 Perumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Manfaat Penelitian ... 5
1.5 Batasan Penelitian ... 6
1.6 Sistematika Penulisan ... 6
2. TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Hubungan Antara Return dan Risk ... 8
2.2 Market Equilibrium... 12
2.3 Bukti Empiris Hubungan Risiko dan Return ... 13
2.4 Korelasi Pada Pasar Saham... 17
2.5 Approksimasi Dari Varian Pasar Saham ... 24
2.6 Metode Perhitungan Korelasi Antar Imbal Hasil Saham... 25
2.6 Metode Perhitungan Rata-rata Korelasi ... 26
2.7 Metode Perhitungan Rata-rata Varian ... 27
2.8 Metode Perhitungan Excess Return ... 27
2.9 Uji Pengaruh Rata-rata Korelasi Terhadap Excess Return ... 27
2.10 Kerangka Pemikiran ... 29
3. METODOLOGI PENELITIAN ... 31
3.1 Variabel Penelitian ... 31
3.2 Metode Pengukuran Variabel ... 32
3.2.1 Imbal Hasil... 32
3.2.2 Simpangan Baku Imbal Hasil Saham-saham Individu ... 32
3.2.3 Kovarian Dari Dua Imbal Hasil Saham ... 32
3.2.4 Korelasi Dari Dua Imbal Hasil Saham ... 33
3.2.5 Rata-rata Varian ... 34
3.2.6 Rata-rata Korelasi ... 34
3.4 Metode Analisa Data ... 37
3.4.1 Valuasi Data Sekunder ... 37
3.4.2 Uji Stasioneritas Data ... 38
3.4.3 Uji Normalitas Residual ... 39
3.4.4 Uji Autokorelasi... 39
3.4.5 Uji Heteroskedastisitas ... 40
3.5 Tahapan Penelitian ... 40
4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 45
4.1 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ... 45
4.2 Asimetris Korelasi dan Varian ... 47
4.3 Uji Asumsi OLS Klasik ... 50
4.3.1 Uji Stationeritas Data ... 50
4.3.2 Uji Multikolinieritas antar variabel ... 51
4.3.3 Uji Normalitas Residual ... 51
4.3.4 Uji Autokorelasi Residual ... 53
4.3.5 Uji Heteroskedastisitas ... 54
4.4 Analisis Regresi ... 56
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 64
5.1 Kesimpulan ... 64
5.2 Saran ... 65
DAFTAR PUSTAKA ... 66
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jenis variabel penelitian ... 31
Tabel 3.2 Daftar saham LQ-45 pada periode Agustus 2006 sampai dengan Juli 2011 ... 35
Tabel 4.1 Deskripsi data penelitian ... 45
Tabel 4.2 Matriks korelasi data penelitian ... 46
Tabel 4.3 Hasil uji root test ... 51
Tabel 4.4 Hasil uji normalitas persamaan regresi 1 ... 52
Tabel 4.5 Hasil uji normalitas persamaan regresi 2 ... 52
Tabel 4.6 Hasil uji normalitas persamaan regresi 3 ... 53
Tabel 4.7 Hasil uji autokorelasi persamaan regresi 2 ... 53
Tabel 4.8 Hasil uji autokorelasi persamaan regresi 3 ... 54
Tabel 4.9 Hasil uji heteroskedastisitas persamaan regresi 1 ... 55
Tabel 4.10 Hasil uji heteroskedastisitas persamaan regresi 2 ... 55
Tabel 4.11 Hasil uji heteroskedastisitas persamaan regresi 3 ... 56
Tabel 4.12 Mengurai varian dari pasar saham ... 57
Tabel 4.13 Memprediksi varian IHSG ... 58
Tabel 4.14 Memprediksi excess return IHSG ... 60
Tabel 4.15 Granger causality test ... 61
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Garis SML dan kurva efficient frontier ... 11
Gambar 4.1 Grafik imbal hasil IHSG terhadap rata-rata korelasi... 48
Gambar 4.2 Grafik imbal hasil IHSG terhadap rata-rata varian ... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Daftar saham LQ-45 periode Agustus 2006 – Januari 2007 ... 68
Lampiran 1.2 Daftar saham LQ-45 periode Februari - Juli 2007 ... 69
Lampiran 1.3 Daftar saham LQ-45 periode Agustus 2007 – Januari 2008 ... 70
Lampiran 1.4 Daftar saham LQ-45 periode Februari - Juli 2008 ... 71
Lampiran 1.5 Daftar saham LQ-45 periode Agustus 2008 – Januari 2009 ... 72
Lampiran 1.6 Daftar saham LQ-45 periode Februari - Juli 2009 ... 73
Lampiran 1.7 Daftar saham LQ-45 periode Agustus 2009 – Januari 2010 ... 74
Lampiran 1.8 Daftar saham LQ-45 periode Februari - Juli 2010 ... 75
Lampiran 1.9 Daftar saham LQ-45 periode Agustus 2010 – Januari 2011 ... 76
Lampiran 1.10 Daftar saham LQ-45 periode Februari – Juli 2011 ... 77
Lampiran 2 Time series bulanan variabel penelitian ... 78
Lampiran 3 Deskripsi statistik variabel penelitian ... 80
Lampiran 4.1 Hasil uji stationeritas variabel penelitian ... 81
Lampiran 4.2 Hasil uji normalitas persamaan regresi... 83
Lampiran 4.3 Hasil uji autokorelasi persamaan regresi ... 89
Lampiran 4.4 Hasil uji heteroskedastisitas persamaan regresi ... 91
1.1 Latar Belakang
Penelitian yang populer dalam bidang ekonomi selama ini terkait
hubungan antara imbal hasil dan risiko suatu investasi. Imbal hasil merupakan
jumlah arus kas yang diterima investor setelah menempatkan dananya pada salah
satu jenis investasi tertentu, sedangkan risiko investasi didefinisikan sebagai
perbedaan antara imbal hasil riil dengan imbal hasil harapan atau rata-rata, dan
pengukuran terhadap besarnya risiko merupakan varian antara imbal hasil riil
dengan imbal hasil harapan. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa hubungan
antara imbal hasil dan risiko suatu investasi bersifat linier positif. Oleh karena itu
bila risiko aset keuangan yang tinggi, maka investor mengharapkan imbal hasil
yang lebih tinggi dibandingkan investasi tanpa risiko (risk free).
Para peneliti sebelumnya telah mengembangkan suatu model yang
bertujuan untuk menggambarkan suatu hubungan antara risiko dan imbal hasil
yang diharapkan oleh investor. Model tersebut umumnya disebut dengan Capital
Aset Pricing Model (CAPM). CAPM menyatakan bahwa imbal hasil suatu aset
berisiko merupakan fungsi penjumlahan antara imbal hasil aset tidak berisiko (risk
free) dan risk premium aset tersebut, dimana risk premium merupakan fungsi dari
risiko atau varian dari imbal hasil aset keuangan.
CAPM dikembangkan berdasarkan model mean-variance portofolio oleh
Harry Markowitz (1952), yang menyatakan bahwa investor memilih suatu
portofolio pada t-1 dan akan menghasilkan return yang acak pada saat t. Teori ini
dapat berlaku dengan mengasumsikan bahwa investor adalah risk averse, maka
investor bertujuan memilih portofolio yang optimal. Suatu portofolio dari investor
yang optimal menurut Markowitz diperoleh saat risiko dari portofolio tersebut
minimal namun imbal hasil sesuai dengan harapan atau portofolio tersebut
memiliki imbal hasil yang maksimal dengan risiko sesuai yang dapat diterima
Berikut merupakan salah satu bentuk dari CAPM untuk excess return
pasar yang terdapat pada jurnal Pollet dan Wilson (2010):
, – , = + , + + (1.1) Model diatas menggambarkan bahwa terdapat trade off antara risiko (Var[Rm,t+1])
dan sumber lain yang menyebabkan variasi pada expected return ( ) dengan
imbal hasil sebagai titik keseimbangan (equilibrium). Dengan meningkatnya
risiko sistematik maka investor dengan sifat risk averse menuntut imbal hasil
yang lebih tinggi terhadap asetnya sehingga titik keseimbangan dari expected
return meningkat. Hal ini ditunjukkan bila positif, maka peningkatan
conditional variance (Var[Rm,t+1]) suatu imbal hasil aset juga menimbulkan
peningkatan dari risk premium aset tersebut. Dan apabila pada persamaan diatas
memenuhi E[ t+1] = 0 dan = 0, dapat diasumsikan imbal hasil yang diperoleh
terhadap total kekayaan investor memenuhi hubungan variance-in-mean.
Pembuktian empiris oleh Campbell (1987), French, Schwert dan
Stambaugh (1987), Glosten Jaganathan dan Runkle (1993) terkait hubungan dari
variance-in-mean pada imbal hasil pasar saham menghasilkan hubungan yang
tidaklah selalu positif. Kemudian Richard Roll (1977), mempublikasikan sebuah
kritik terkait validasi capital aset pricing model. Dia mengatakan bahwa total
kekayaan suatu investor tidak sepenuhnya dapat teramati, dikarenakan investor
memiliki kekayaan yang terdiri dari aset teramati dan aset tidak teramati. Roll
mengatakan bahwa CAPM tidak dapat diuji, kecuali peneliti mengetahui
komposisi yang tepat dari portofolio pasar, atau dengan kata lain sampel
penelitian terdiri dari seluruh aset keuangan yang dimiliki investor. Oleh
karenanya Roll berpendapat bahwa varian dari suatu imbal hasil pasar saham
hanya memiliki kaitan yang lemah dengan total kekayaan yang dimiliki oleh
investor. Selain itu, pada penelitiannya tersebut juga menyatakan bahwa
hubungan antara expected return dan conditional variance pada pasar saham tidak
bersifat linier.
Berdasarkan kritik yang dikemukakan oleh Roll diatas, maka Pollet dan
Wilson (2010) beranggapan apabila total kekayaan yang dimiliki investor
merupakan portofolio yang terdiri dari aset dengan imbal hasil yang dapat
Hal ini menyebabkan varian dari imbal hasil portofolio pasar dapat teramati
sehingga risk premium pasar saham berhubungan dengan variabel yang teramati
tersebut. Namun apabila portofolio pasar saham yang dimiliki investor hanya
sebagian dari total kekayaan investor maka kemampuan untuk mengamati varian
imbal hasil dari total kekayaan investor tidak dapat dilakukan dengan baik. Oleh
karena itu, Pollet dan Wilson berpendapat bahwa perubahan risiko total yang
dihadapi oleh investor sangat dipengaruhi oleh perubahan korelasi antara imbal
hasil saham yang teramati. Mereka berpendapat adanya kecenderungan bahwa
harga saham bergerak secara bersamaan akan mengakibatkan peningkatan risiko
total yang dihadapi investor dalam berinvestasi pada pasar saham.
Sehubungan dengan adanya korelasi antar imbal hasil saham pada pasar
saham, Ang dan Chen (2002) mengungkapkan bahwa korelasi pada pasar saham
berubah-ubah menurut waktu. Hal tersebut mengakibatkan varian pada imbal hasil
pasar saham bersifat asimetri. Mereka menyatakan bahwa imbal hasil saham pada
pasar saham cenderung bergerak secara bersamaan pada saat kondisi pasar saham
mengalami penurunan imbal hasil (bearish). Dengan kata lain, terdapat
peningkatan korelasi antar imbal hasil saham pada saat kondisi pasar saham
mengalami penurunan imbal hasil (bearish). Sifat inilah yang menyebabkan
varian imbal hasil pasar saham akan lebih besar saat pasar bearish dan kurva
imbal hasilnya berbentuk negatively skewed.
Seperti diketahui, bahwa varian pasar saham merupakan gambaran dari
risiko yang bersifat sistematik dan tidak sistematik pada pasar saham. Dan
menurut argumen yang dikemukakan oleh Pollet dan Wilson bahwa peningkatan
korelasi antar imbal hasil saham akan meningkatkan aggregate risk (risiko
sistematik) dari pasar saham, maka peningkatan korelasi antar imbal hasil saham
akan mengakibatkan peningkatan fluktuasi atau varian dari imbal hasil pasar
saham.
Selain itu, apabila korelasi antar saham pada salah satu pasar saham
bernilai tinggi, shock pada beberapa saham turut mempengaruhi saham-saham
yang terdapat pada pasar saham yang sama. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa investor akan menghadapi risiko yang lebih tinggi pada pasar saham
saham rendah. Dikarenakan adanya hubungan yang berjalan lurus antara risk
premium dari pasar saham dengan total risiko yang terdapat pada pasar saham
tersebut, maka Pollet dan Wilson berargumen bahwa rata-rata korelasi antara
imbal hasil saham dapat memprediksi excess return pasar saham tersebut. Selain
itu, pada penelitian Pollet dan Wilson, ditemukan pula bahwa varian pasar saham
merupakan variabel yang tidak dapat memprediksi imbal hasil pasar saham di
masa depan, walaupun terdapat hubungan variance-in-mean yang kuat pada
portofolio investor.
Permasalahan selanjutnya bagaimana menghitung korelasi yang terdapat
pada pasar saham menggunakan metode ekonometri yang ada. Sejauh ini metode
ekonometri dapat memperhitungkan korelasi antar 2 saham (pairwise
correlation). Untuk memperoleh besarnya korelasi yang terdapat pada suatu pasar
saham berdasarkan penelitian oleh Pollet dan Wilson (2010) dapat menggunakan
penjumlahan korelasi antar 2 saham yang telah terboboti untuk seluruh saham
yang berada pada pasar saham tersebut. Sehingga akan diperoleh kombinasi dari 2
saham untuk seluruh saham yang terdapat di pasar saham. Dengan kata lain, nilai
korelasi yang ada pada pasar saham dapat didekati dengan menjumlahkan korelasi
antar 2 saham yang telah terboboti.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, terkait trade
off antara risiko dan imbal hasil investasi. Penelitian ini berusaha menguji teori
titik keseimbangan antara risiko dan imbal hasil pada pasar saham Indonesia
dengan memperhitungkan variabel rata-rata korelasi yang diperkenalkan oleh
Pollet dan Wilson yang mana rata-rata korelasi tersebut merupakan indikator dari
total risiko yang dihadapi investor. Selanjutnya, penulis menguji sifat asimetri
untuk variabel rata-rata korelasi pada pasar saham di Indonesia. Selain itu,
penelitian ini juga dilakukan untuk menguji apakah rata-rata korelasi imbal hasil
saham dari saham-saham pada pasar saham Indonesia mempengaruhi varian imbal
hasil IHSG dan dapat menjadi faktor untuk memprediksi excess return yang
Maka timbul pertanyaan-pertanyaan pada penelitian ini:
1. Apakah korelasi antar imbal hasil saham pada pasar saham di
Indonesia berubah-ubah menurut kondisi pasar (bearish dan bullish)?
2. Apakah rata-rata korelasi imbal hasil saham-saham pembentuk IHSG,
mempengaruhi varian dari imbal hasil IHSG itu sendiri?
3. Apakah rata-rata korelasi imbal hasil saham-saham merupakan faktor
yang dapat memprediksi excess return IHSG?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
dikemukakan diatas, antaranya adalah sebagai berikut:
1. Menguji sifat asimetris rata-rata korelasi imbal hasil saham pada saat pasar
saham Indonesia dalam kondisi bearish dan bullish.
2. Menguji variance decomposition dari imbal hasil pasar saham dengan
memperhitungkan faktor rata-rata korelasi
3. Menguji hubungan dan signifikansi rata-rata korelasi imbal hasil saham
pada pasar saham Indonesia untuk digunakan sebagai prediksi excess
return IHSG.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian-penelitian terdahulu terkait CAPM menemukan bahwa
hubungan variance in mean yang bersifat positif tidak selamanya terbukti secara
empiris, hal ini disebabkan karena pembuktian model CAPM tidak
memperhitungkan adanya aset yang tidak teramati dari kekayaan investor. Oleh
karena itu, penelitian ini membahas faktor korelasi antar aset teramati (saham)
yang dimiliki oleh seorang investor dari segi total kekayaan investor sebagai suatu
proksi dari total risiko yang dihadapi investor.
Penelitian ini dapat menunjukan bahwa korelasi antar imbal hasil saham
yang terdapat pada pasar saham akan mempengaruhi expected return dan excess
return investor pada pasar saham Indonesia. Selain itu, penelitian ini dapat
dipergunakan sebagai petunjuk bagi investor yang berinvestasi pada pasar saham
dihadapinya dengan melibatkan variabel rata-rata korelasi. Penelitian ini juga
dapat membantu investor untuk menentukan strategi investasi pada pasar saham
karena dengan meningkatnya korelasi antar saham pada pasar saham maka
manfaat investor dalam melakukan diversifikasi dalam berinvestasi akan
berkurang.
1.5 Batasan Penelitian
Batasan masalah pada penelitian kali ini adalah untuk memperhitungkan
rata-rata korelasi antar saham yang melibatkan saham-saham LQ-45. Kemudian
menguji hubungan dan tingkat signifikansi antara rata-rata korelasi terhadap
varian imbal hasil IHSG dan excess return IHSG pada periode sampel penelitian.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika laporan tesis ini ditulis dengan urutan sebagai berikut:
Bab 1 : Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan.
Bab 2 : Tinjauan Pustaka
Bab ini terdiri dari pemaparan teori-teori dan penelitian sebelumnya yang
mendasari penelitian ini, diikuti dengan kerangka pemikiran penulis serta
hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini.
Bab 3 : Metodelogi Penelitian
Menjelaskan mengenai sampel penelitian, definisi dan metode pengukuran
variabel-variabel yang dipergunakan, metode analisa data dan tahapan penelitian.
Bab 4 : Analisis dan Pembahasan
Membahas mengenai deskripsi statistik sampel penelitian, pengujian mengenai
asimetri korelasi dan varian, pengujian untuk asumsi Ordinary Least Square
klasik, dan analisa hasil regresi Newey West.
Bab 5 : Kesimpulan dan Saran
Menyimpulkan analisis dan pembahasan penelitian ini, serta saran yang diperoleh
2.1 Hubungan Antara Return dan Risk
Penelitian yang mengawali hubungan antara risiko dengan imbal hasil
investor adalah Harry Markowitz di tahun 1952 pada jurnal yang berjudul
Portfolio Selection. Portofolio merupakan istilah yang digunakan untuk
mengambarkan kumpulan aset yang diinvestasikan oleh investor, diibaratkan
portofolio merupakan sebuah keranjang yang berisikan aset-aset keuangan yang
dimiliki oleh investor. Pada jurnalnya Markowitz memperkenalkan teori dasar
terkait dengan investasi baik aset tunggal maupun sebuah portofolio. Dimisalkan
seorang investor yang melakukan investasi pada suatu aset akan mendapatkan
imbal hasil R, dan dengan bobot atau proporsi masing-masing aset tersebut dalam
portofolio adalah W. Maka imbal hasil yang akan diperoleh serta porporsi
masing-masing aset keuangan adalah Ri dan Wi dengan i = 1, 2, 3,..,n. Disisi lain, risiko
investasi oleh Markowitz didefinisikan sebagai perbedaan antara expected return
dengan imbal hasil riil yang diterima oleh investor. Maka untuk mengukur risiko
yang terhadap investasi dipergunakan varian antara imbal hasil riil dengan
expected return. Dimana imbal hasil yang diharapkan (expected return) sama
dengan nilai rata-rata dari imbal hasil riil suatu aset.
Imbal hasil yang diharapkan (expected return) : R = i , (2.1)
Varian dari imbal hasil aset : =Ri–R i (2.2)
Lalu imbal hasil portofolio merupakan jumlah dari perkalian imbal hasil
masing-masing aset dengan proporsinya atau merupakan kombinasi linier antara
perkalian bobot aset dan imbal hasilnya. Seperti persamaan berikut:
ERp = W1R1 + W2R2 +.... + WnRn
= R i (2.3)
sedangkan varian dari portofolio tersebut sesuai dengan persamaan:
= [ + , ] (2.4)
Pada persamaan diatas varian portofolio dipengaruhi oleh varian masing-masing
aset pembentuk portofolio dan juga oleh kovarian antara aset-aset pembentuknya.
Markowitz mengatakan bahwa investor dapat melakukan investasi dengan
imbal hasil (ERp) yang sesuai harapan, namun juga mencari varian portofolio
yang minimal (σ ). Hal ini dapat dicapai dengan menghitung proporsi yang sesuai
untuk masing-masing aset pembentuk portofolio Wi. Namun hal lain yang perlu
diperhatikan bahwa Markowitz mengasumsikan investor menginvestasikan
seluruh dana yang tersedia. Persamaan-persamaan diatas dapat dituliskan dalam
persamaan matriks, sebagai berikut:
"#$" % = &
' = 1
Dimana :
W : merupakan matriks proporsi yang berukuran nx1
R : merupakan matriks imbal hasil aset berukuran nx1
V : merupakan matriks varian kovarian yang berukuran nxn
1 : merupakan matriks uniti
T
: merupakan tanda transpose
Selain itu penelitian ini bertujuan untuk menemukan komposisi yang tepat
dari aset-aset tunggal sehingga membentuk sebuah portofolio yang optimal. Suatu
portofolio yang optimal dari investor menurut Markowitz diperoleh saat imbal
hasil yang diperoleh investor sesuai dengan harapan dengan varian portofolio
yang minimal, atau dapat dituliskan sebagai berikut:
Tujuan imbal hasil portofolio sesuai harapan atau ekspektasi:
% = &
Dengan meminimalkan varian portofolio:
"#$"
Persamaan terakhir diatas menunjukkan bahwa investor menginvestasikan seluruh
dana yang dimilikinya.
Model yang diusulkan oleh Markowitz memberikan beberapa strategi bagi
investor dalam menentukan proporsi aset keuangan mereka, mereka dapat
menentukan besarnya imbal hasil yang ingin dicapai atau diharapkan dengan
risiko portofolio yang paling minimal, atau menentukan risiko yang dapat
dihadapi atau diterima oleh investor dengan menemukan imbal hasil portofolio
yang maksimal. Berbagai macam proporsi aset keuangan dalam portofolio
membentuk pasangan imbal hasil dan risiko tertentu, yang bila digambarkan akan
membentuk kurva yang disebut dengan kurva efficient frontier. Kurva ini
menunjukkan bagaimana menentukan pilihan portofolio yang diinginkan dengan
imbal hasil tertentu dengan risiko minimal, atau risiko portofolio tertentu dengan
imbal hasil yang maksimal.
Penelitian lanjutan dilakukan oleh Tobin tahun 1958, pada jurnal yang
berjudul Liquidity Preference of Behaviour Toward Risk. Tobin mengembangkan
model portofolio Markowitz dengan memasukkan variable aset tidak berisiko
(risk free asset). Seperti dibahas sebelumnya kurva efficient frontier milik
Markowitz merupakan kurva yang menunjukkan hubungan dari imbal hasil dan
risiko portofolio, besarnya risiko yang dinyatakan oleh Markowitz selalu bernilai
lebih besar dari nol. Oleh karena itu dengan penambahan aset bebas risiko yang
diusulkan oleh Tobin, dapat diciptakan suatu portofolio optimal yang merupakan
kombinasi dari aset bebas risiko (berada pada sumbu Y) dengan imbal hasil yang
Gambar 2.1 Garis SML dan kurva efficient frontier
Strategi kombinasi antara aset bebas risiko dengan aset berisiko dapat
dilakukan dengan memaksimalkan slope atau kemiringan garis lurus yang
menghubungkan antara imbal hasil aset bebas risiko dengan pilihan imbal hasil
portofolio. Proporsi dari portofolio optimal didapatkan pada titik singgung antara
garis lurus tersebut dengan kurva efficient frontier. Persamaan yang dapat
mengambarkan kondisi ini adalah sebagai berikut:
Slope garis : M = (*+,*-)
/+ (2.5)
Dimana :
Rf = imbal hasil aset bebas risiko
Rp = imbal hasil portofolio aset berisiko
= R i
p = standar deviasi portofolio aset berisiko
= ( + , ) /
Maka untuk mendapatkan kombinasi dari aset bebas risiko dengan
portofolio aset berisiko yang optimal harus memaksimalkan slope garis (M).
i
R > 0) dan investor menginvestasikan seluruh dananya ( =
100%).
2.2 Market Equilibrium
Garis lurus yang menghubungkan imbal hasil aset bebas risiko dengan aset
berisiko pada model penelitian Tobin dikembangkan kembali oleh Treynor
(1961), Sharpe (1965), Lintner (1965) dan Black (1972). Slope garis yang
dikemukakan oleh Tobin dikembangkan menjadi sebuah teori market equilibrium
yang disebut dengan Capital Aset Pricing Model. Menurut teori ini, kondisi
market equilibrium harus mencapai beberapa kondisi diantaranya:
1. Investor memiliki tujuan yang sama yaitu memaksimalkan kekayaan
dan utilitas atau kepuasannya.
2. Investor bersifat rasional dan berusaha untuk menghindari risiko.
3. Investor melakukan diversifikasi yang luas diberbagai macam jenis
investasi.
4. Investor tidak dapat mempengaruhi harga (price takers)
5. Investor dapat melakukan peminjaman dan meminjam pada tingkat
bunga dibawah rate atau tingkat suku bunga bebas risiko namun
dengan jumlah yang tidak terbatas.
6. Investor tidak dikenai biaya transaksi dan pajak.
7. Investor memiliki informasi yang sama mengenai pasar.
8. Investor memiliki keyakinan yang homogen.
Kondisi diatas menyebabkan seluruh investor memiliki pandangan atau
analisa yang sama terhadap sekuritas-sekuritas atau aset di pasar. Sehingga
investor memiliki kombinasi atau bobot aset-aset berisiko yang sama pada kurva
efficient frontier dengan tambahan aset tidak berisiko.
Penelitian mengenai market equilibrium menghasilkan hubungan linier
dan positif antara imbal hasil sekuritas dengan risiko pasar (biasa disebut beta).
Hubungan ini ditunjukan oleh sebuah garis lurus dari tingkat imbal hasil tidak
berisiko menuju portofolio berisiko yang optimal (portofolio pasar) di kurva
efficient frontier dan merupakan garis singgung pada kurva tersebut. Hubungan
mengharapkan imbal hasil yang lebih tinggi pada portofolio pasar dibandingkan
dengan imbal hasil aset bebas risiko. Hubungan linier positif antara risiko pasar
(beta) dengan imbal hasil dinyatakan pada persamaan berikut:
E(Ri) = Rf + [E(Rm) – Rf] (2.6)
Dimana:
E(Ri) : imbal hasil yang diharapkan investor untuk aset i
Rf : rate dari imbal hasil aset bebas risiko
: risiko pasar (sistematik)
Rm : imbal hasil portofolio pasar
Persamaan diatas umumnya juga dikenal dengan persamaan Security Market Line
(SML).
2.3 Bukti Empiris Hubungan Risiko dan Return
Beberapa ahli telah berusaha membuktikan hubungan antara risiko dan
imbal hasil dengan menggunakan bukti empiris. Teori umum yang berlaku bahwa
investor mengharapkan imbal hasil yang lebih tinggi saat berinvestasi pada aset
yang lebih berisiko pada waktu tertentu.
Namun hubungan antara risiko dan imbal hasil pada waktu yang
berbeda-beda belum menemui kesepakatan oleh para ahli. Oleh karenanya hal ini masih
menjadi bahan penelitian apakah investor menuntut risk premium yang lebih
tinggi karena berinvestasi saat kondisi atau waktu yang lebih berisiko, atau risk
premium yang lebih besar tidak diperlukan manakala kondisi pasar lebih berisiko,
maka investor dapat menerima imbal hasil yang yang lebih rendah.
Hal ini menyebabkan hubungan negatif dan positif antara conditional
mean (imbal hasil) dan conditional variance (risiko) masih dapat dikatakan sesuai
dengan teori-teori penelitian sebelumnya. Penelitian yang menemukan hubungan
positif ataupun nol dari mean-variance umumnya menggunakan metode
GARCH-M. Sedangkan hasil penelitian yang menemukan hubungan negatif cenderung
menggunakan metode lain.
Salah satu yang menemukan bahwa hubungan antara conditional mean
dan conditional variance bersifat negatif terdapat pada penelitian Glosten,
Penelitian ini mengambil sampel dari pasar saham di Amerika pada periode tahun
1951 sampai dengan 1989 dengan mempergunakan berbagai metode yang
merupakan modifikasi dari GARCH-M.
Hasil penelitian GJR dengan menggunakan berbagai metode tersebut:
• Hubungan antara conditional mean dan condtional variance bersifat negatif dan signifikan.
• Risk free mempengaruhi tingkat volatilitas masa akan datang pada pasar saham.
• Pada bulan Oktober dan Januari terdapat peningkatan volatilitas dari pasar saham.
• Volatilitas bulanan dari excess return memiliki tingkat persistensi yang lebih rendah dibandingkan dengan volatilitas tingkat harian.
• Residual yang negatif berkorelasi dengan peningkatan varian,
sedangkan residual yang positif sedikit menurunkan varian dari pasar
saham.
Sedangkan penelitian yang menemukan hubungan positif antara risiko dan
imbal hasil dari suatu investasi dilakukan oleh Ghysels, Santa Clara dan Valkanov
(2005). Penelitian mereka bertujuan untuk membuktikan hubungan conditional
mean dan conditional variance yang dijelaskan oleh ICAPM. Pada jurnalnya
dijelaskan bahwa mereka menggunakan sebuah metode estimasi baru yang
dipergunakan untuk memodelkan varian bulanan berdasarkan imbal hasil harian
kuadrat yang disebut dengan metode Mixed Data Sampling (MIDAS).
Ghysels, Santa Clara dan Valkanov mengatakan bahwa penelitian tentang
trade off antara risk dan return bukan hanya memperhatikan sisi asimetri dari
conditional variance, namun yang perlu diperhatikan pula adalah tingkat
persistensi dari shock tersebut. Terdapat persamaan dan perbedaan antara metode
asimetri GARCH dan asimetri MIDAS. Persamaannya adalah kedua metode
tersebut sama-sama memiliki fungsi untuk menangkap efek bahwa shock yang
bersifat negatif mempengaruhi volatilitas lebih besar dibandingkan dengan shock
yang positif. Namun yang menjadi perbedaan antara kedua metode ini adalah,
asimetri MIDAS memungkinkan model menangkap dampak persistensi dari shock
hanya bertahan sekitar satu bulan, sedangkan positif shock memiliki tingkat
persistensi yang lama.
Oleh karena itu metode yang diperkenalkan ini, memiliki fungsi yang
lebih dibandingkan dengan asimetri GARCH. Sehingga model dapat menangkap
keasimetrisan di sisi tingkat volatilitas dan juga dari sisi persistensi shock tersebut.
Persamaan yang dipergunakan metode MIDAS dalam mengestimasi varian
bulanan adalah sebagai berikut:
12345
= 22
7
8 ,8 9
8
(2.7)
Persamaan diatas dipergunakan untuk mencari varian bulanan dari imbal hasil
harian kuadrat yang telah diboboti. Dengan menggunakan metode ini, mereka
menemukan hubungan positif antara risiko dan imbal hasil.
Beberapa penelitian lain telah dilakukan untuk membuktikan hubungan
risk dan return, dan salah satu peneliti awal yang menguji hubungan ini
merupakan Richard Roll. Roll mengkritik pengujian yang dilakukan terhadap
CAPM, menurutnya pengujian sebelumnya hanya menggunakan indeks pasar
tertentu bukanlah portofolio pasar yang dimaksudkan pada CAPM. Selanjutnya
asumsi bahwa investor dapat melakukan pinjaman pada tingkat bunga aset tidak
berisiko juga dianggap tidak mungkin pada kenyataannya. Oleh karena itu Roll
menyatakan kritiknya terhadap penelitian CAPM dan biasa disebut Roll’s
Critique, yang berisikan:
1. Hipotesis yang berlaku pada CAPM menggunakan portofolio pasar dan
memiliki hubungan mean-variance yang efisien.
2. Hubungan positif dan linier antara expected return dan beta dari portofolio
pasar diperoleh bila seluruh asumsi yang dinyatakan pada model CAPM
terpenuhi.
3. CAPM tidak dapat diuji secara empiris, kecuali peneliti menggunakan
komposisi yang tepat dari portofolio pasar yang sebenarnya. Dengan kata
lain, teori tersebut tidak dapat diuji kecuali aset-aset individu disertakan
sebagai sampel.
Terkait dengan risiko total yang dihadapi oleh investor, peneliti memiliki
pendapat bahwa adanya pergerakan aset yang dapat diamati (observable) dan
dicapai kesepakatan. Namun bila melihat dari sudut pandang total risiko yang
dihadapi oleh investor, maka faktor korelasi antara saham yang teramati dapat
dikatakan berpengaruh. Dikarenakan terdapat bukti empiris bahwa saham-saham
dengan korelasi yang kuat cenderung bergerak secara bersamaan, sehingga akan
meningkatkan risiko yang dihadapi oleh investor. Oleh sebab itu, tingkat korelasi
yang terdapat pada pasar saham akan mempengaruhi risk premium yang
diharapkan oleh investor atau akan mempengaruhi expected return dari investor
pada pasar saham tersebut. Berdasarkan hubungan korelasi dengan risiko ini,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa korelasi pada pasar saham akan dapat
mempengaruhi excessreturn pada pasar saham tersebut.
Beberapa penelitian yang bertujuan untuk membuktikan kebenaran
hubungan risiko pasar terhadap imbal hasilnya pada teori CAPM telah dilakukan,
seperti:
1. Campbell, Lo and MacKinlay (1997) menemukan bahwa error term atau
inovasi dari risiko pasar memiliki hubungan yang negatif dan lebih kuat
terhadap contemporaneous return dibandingkan dengan conditional
variance.
2. Theodore dan Efthimios (2008) menyatakan pada pasar saham Balkan
terdapat time varying comovement, volatilitas dan conditional correlation.
Oleh karena itu temuan mereka merupakan suatu masukan terhadap model
CAPM.
3. Driessen, Maenhout dan Vilkov (2009) pada jurnalnya mengatakan
dengan meningkatnya korelasi, maka fungsi dari diversifikasi dan
kekayaan dari investor menurun. Oleh karena itu pada penelitiannya
ditemukan adanya correlation risk premium.
Mereka menemukan bahwa correlation risk premium merupakan faktor
yang selama ini tidak diperhitungkan, sehingga menyebabkan perbedaan
perhitungan antara risiko varian masing-masing saham terhadap risiko
varian dari pasar saham yang terkait.
Maka dari penelitian-penelitian terdahulu dapat dikatakan bahwa korelasi antar
sebab itu korelasi antar saham juga dapat menjadi variabel yang mempengaruhi
excess return pasar saham.
2.4 Korelasi Pada Pasar Saham
Menurut penelitian Ang dan Chen (2002), korelasi antara pasar saham di
Amerika dan keseluruhan pasar aset keuangan memiliki peningkatan pada saat
pasar mengalami penurunan imbal hasil (bearish), dibandingkan saat pasar
mengalami peningkatan imbal hasil (bullish). Oleh karena adanya perbedaan
tingkat korelasi, maka korelasi perlu diperhitungkan terkait fungsi dari
diversifikasi oleh investor. Karena keuntungan yang diperoleh dengan melakukan
diversifikasi akan berkurang akibat dari peningkatan korelasi. Dan secara empiris
bahwa korelasi bersifat asimetri (downside lebih tinggi daripada upside), maka
investor yang menganggap bahwa tingkat korelasi terdistribusi secara normal atau
tidak berubah menurut waktu (unconditional) akan mengalami kerugian.
Ang dan Chen mendefinisikan terdapat 2 kondisi (regime) mengenai
bearish dan bullish. Kondisi bearish dikatakan apabila nilai dari tiap aset
keuangan dibawah dari nilai rata-rata (mean) aset keuangan dikurangi dengan
standar deviasinya (: < < − ). Selanjutnya Ang menemukan bahwa pada saat
pasar bullish, korelasi terdistribusi secara normal. Sedangkan pada saat pasar
bearish terdapat perbedaan sebesar 11.6% antara korelasi secara empiris dengan
perhitungan terdistribusi normal. Perbedaan inilah yang diperhitungkan oleh Ang
dengan metode H statistic.
Bila korelasi terdistribusi secara normal:
>? = @A ( , BC < < − , B < < − ) = @A ( ?, BDC ? < −1, BD < −1) = 0.1789
Sedangkan bila terdapat korelasi yang asimetri pada downside:
>? = @A ( ?, BDC ? < −1, BD < −1) = 0.1789 + I
Pada penelitian Ang dan Chen dijelaskan pula dampak yang disebabkan
dengan adanya korelasi yang asimetri terhadap keputusan investor melakukan
diversifikasi. Sebagai contoh menggunakan metode Regime Swiching model untuk
menentukan alokasi aset keuangan yang optimal. Dikarenakan pada saat bearish
korelasi riil lebih besar dibandingkan dengan korelasi menggunakan asumsi
pada saham (K ) lebih besar dibandingkan dengan proporsi investasi saham yang
optimal (K∗). Hal ini disebabkan karena investor menganggap bahwa aset
keuangan terdistribusi normal, atau dapat dikatakan terjadi overestimate terhadap
diversifikasi sehingga investor melakukan investasi yang berlebih pada aset
berisiko.
Selanjutnya pada saat bullish korelasi riil lebih kecil dibandingkan dengan
korelasi menggunakan asumsi distribusi normal (> < > ). Investor akan
cenderung memiliki proporsi investasi pada saham (K ) lebih kecil dibandingkan
dengan proporsi investasi saham yang optimal (K∗). Hal ini disebabkan karena
investor menganggap bahwa aset keuangan terdistribusi normal, atau dapat
dikatakan terjadi underestimate terhadap diversifikasi sehingga investor
melakukan investasi yang kurang pada aset berisiko.
Maka akibat kesalahan investor dalam menentukan proporsi investasi yang
tidak optimal akibat adanya korelasi yang asimetri, maka investor mengalami
kerugian utilitas. Kompensasi kerugian ini diperhitungkan dalam satuan sen per
dolar dari kekayaan investor yang seharusnya diterima oleh investor akibat
memilih proporsi KM bukan KM∗ . Persamaan kompensasi sebagai berikut:
N = 100 (NO − 1) RS model dengan proporsi optimal KM∗
QM = utilitas Constant Relative Risk Aversion (CRRA) tidak langsung berdasar RS model dengan proporsi riil KM
QM∗ = %[( M∗) ,SCTU]
QM = %[( M ) ,SCTU]
M∗ = WX + KM∗ (WY− WX ) + KM∗ (WZ− WX )
M = WX + KM (WY− WX ) + KM (WZ− WX )
= koefisien dari risk averse (pada penelitian Ang bernilai 4)
Berhubungan dengan penelitian Ang dan Chen, Campbell dan Hentschel
(1992) pada jurnalnya mengatakan bahwa pasar saham memiliki volatilitas yang
berubah-ubah menurut waktu baik pada tingkat harian, mingguan atau bulanan.
Volatilitas pada pasar saham ini menyebabkan imbal hasil yang diharapkan oleh
investor juga turut terpengaruh dan umumnya meningkat, peningkatan expected
return dari pasar saham tersebut menyebabkan penurunan harga saham. Campbell
berusaha untuk menangkap perubahan volatilitas tersebut, Campbell
mengembangkan metode baru yang disebut dengan modified GARCH,
selanjutnya pada jurnalnya Campbell menyebutkan dampak dari perubahan
volatilitas tersebut dengan volatility feedback.
Dalam penelitiannya ditemukan bahwa terdapat sifat asimetri dari
volatility feedback, ditemukan bahwa apabila terjadi imbal hasil negatif (bad
news) maka volatilitas pada pasar saham akan menjadi lebih besar, dibandingkan
bila imbal hasil positif (good news) yang memiliki volatilitas cenderung lebih
kecil. Bukti empiris ini menyebabkan kurva dari imbal hasil pasar saham menjadi
lebih curam pada sisi negatifnya atau yang disebut dengan negatively skewed.
Maka oleh sebab itu dikatakan apapun informasi yang terdapat di pasar saham
akan meningkatkan volatilitas pasar, sehingga membuat expected return dari
investor meningkat.
Terdapat 3 karakteristik volatility feedback yang dijelaskan oleh Campbell
dan Hentschel:
1. Imbal hasil negatif cenderung lebih besar dibandingkan dengan imbal hasil
positif pada pasar saham, oleh karenanya kurva imbal hasil saham bersifat
negatively skewed.
2. Pergerakan-pergerakan pada pasar saham terkadang bersifat ekstrim, hal
ini menyebabkan pasar saham tidak terdistribusi secara normal atau
memiliki excesskurtosis.
3. Volatilitas pasar saham cenderung meningkat setelah pasar mengalami
penurunan dibandingkan dengan kenaikan.
Karakteristik pasar saham tersebut yang ditangkap oleh Campbell dan dijelaskan
Terkait dengan penelitian oleh Ang dan Chen (2002) yang
mengungkapkan adanya sifat asimetri pada pasar saham baik dalam hal korelasi
dan volatilitas, dapat dikatakan berhubungan. Dikarenakan saham-saham pada
pasar saham cenderung bergerak secara bersamaan pada saat imbal hasil pasar
saham bernilai negatif (bearish). Dengan kata lain terjadi peningkatan korelasi
antar saham pada saat imbal hasil pasar saham bernilai negatif, menyebabkan
terjadinya peningkatan volatilitas pasar pada saat kondisi pasar dalam kondisi
bearsih. Sifat inilah yang menyebabkan volatilitas pasar saham akan lebih besar
saat pasar bearish dan kurva imbal hasilnya berbentuk negatively skewed.
Selanjutnya penelitian lain yang meneliti pengaruh dari korelasi pada pada
pasar saham ialah Pollet dan Wilson. Menggunakan persamaan yang terdapat
pada penelitian Pollet dan Wilson (2010) yang didasari oleh penelitian Campbell
and Viceira (2002) bahwa imbal hasil aset yang terdistribusi secara lognormal
dengan bobot untuk portofolio yang optimal berdasarkan power utility investor
adalah sebagai berikut:
Et[ri,t+1] – rf,t+1 + /[,\
]
= ^ 7 , , (2.8)
Dimana wj,t merupakan bobot optimal dari aset j pada portofolio, ri,t+1 merupakan
log return aset i, rf,t+1 adalah log return aset tak berisiko. menunjukkan koefisien
investor yang risk averse, sedangkan 2i,t adalah conditional variance dari aset i.
i,j,t adalah conditional covariance antara aset i dan j.
Dengan menggunakan persamaan log return portofolio yang terboboti dari
Campbell dan Viceira (2002), maka log return aset pada pasar equilibrium
dengan proporsi conditional covariance return aset i dengan pasar portofolio.
Apabila sebagian aset keuangan yang dimiliki investor berupa saham, maka
mengurai persamaan covariance diatas menjadi varian saham (s) dan dan aset
yang tidak teramati U (unobservable). maka persamaan menjadi:
≅ γ Cov`kRg,` , Rf,` m
= γ Cov`(Rg,` , Wg,`Rg,` + (1 − Wg,`) Ro,` )
= γ (wg,` Var` (Rg,` ) + (1 − Wg,` ) cov (Rg,` , Ro,` )) (2.10) Jika diasumsikan bahwa saham-saham pada pasar saham bersifat simetrik,
dan terdapat jumlah saham yang banyak (N) maka return aset s adalah jumlah
return saham dibagi dengan jumlah saham dalam pasar. Dan beta atau sensitivitas
saham terhadap pasar merupakan covariance antara saham i dengan pasar dibagi
dengan varian pasar.
β` = uAv ( (, , , ) , )
dimana bila saham diasumsikan simetri maka:
M, = w^x , (2.11)
Bila investor memiliki aset yang banyak dalam portofolionya, maka nilai
varian pasar saham tersebut mendekati nilai dari rata-rata korelasi dikalikan
dengan rata-rata variance masing-masing saham tersebut. Dengan penjelasan
M, = y + P1 −1 yR > 1
Lim€ ∞σg,` = ρD` D (2.12) Bila N merupakan nilai yang banyak (mendekati tak hingga) maka 1 dibagi
dengan nilai tersebut akan mendekati nol.
Asumsi tambahan yang dipergunakan pada penelitian Pollet dan Wilson
terkait dengan risiko. Dikatakan shock yang hanya mempengaruhi imbal hasil
suatu pasar saham memiliki komponen pasar saham ( ?ƒ, ) dengan variance
(„ ƒ, ) dan komponen idiosinkratik orthogonal dengan variance (1 − „ ) ƒ, .
maka persamaan untuk imbal hasil aset i adalah penjumlahan dari imbal hasil
market portfolio dikalikan dengan beta, komponen pasar saham dan komponen
idionsinkratik aset, secara matematis sebagai berikut:
, = , + ?ƒ, + , (2.13)
Dimana:
k ?ƒ, + , m = ƒ,
uAv k ?ƒ, + , m = 0
k , m = (1 − „) ƒ,
Total shock memiliki variance , (variance pasar) yang tidak
berhubungan oleh komponen saham tertentu. Oleh karena itu imbal hasil dari
pasar saham dapat dituliskan dengan menggunakan imbal hasil total (market
portfolio) dan komponen pasar saham terhadap shock sebagai berikut:
M, = , + ?ƒ, (2.14)
Dimana:
?
ƒ, = merupakan error term dari komponen pasar saham yang terdistribusi
normal
Dengan jumlah saham yang banyak maka varian dari pasar saham sesuai
dengan persamaan berikut:
D = k , m = , + ƒ, (2.15)
Maka menggunakan operasi matematika sederhana:
ƒ, = P1 − „ R D1 − >?
, = D P>? − „1 − „ R
Dimana:
„ = merupakan komponen idiosinkratik dari saham
Dikarenakan imbal hasil yang diterima oleh investor merupakan
kombinasi dari imbal hasil pasar saham dan suatu portofolio yang tidak teramati
(unobservable), maka imbal hasil portofolio yang tidak teramati dapat dijabarkan
terhadap imbal hasil total ( , ) dan shock komponen pasar saham ( ƒ,? ),
sebagai berikut:
…, = P ,","†,\†,\‡\R , − ,""†,\†,\ ƒ,? (2.17)
Oleh karena itu covariance antara imbal hasil pasar saham dengan imbal
hasil portofolio yang tidak teramati yang merupakan komponen dari kekayaan
total investor dapat dijabarkan terhadap rata-rata korelasi (>O ) dan rata-rata
Mensubstitusikan persamaan diatas pada persamaan 2.10 maka diperoleh
hubungan antara risk premium pada pasar saham:
% M, − , + ˆO\/O\
]
= ‡\( ,‰S \)>? D −‡\( ,‰S \)„ D (2.19)
Pada persamaan diatas terlihat bahwa pembobotan untuk pasar saham
( M, ) tidak lagi diperhitungkan. Menurut persamaan diatas risk premium
dipengaruhi secara linier oleh variance pasar saham ( M, = >? D ) dan dikurangi
oleh faktor koreksi yang tidak berhubungan terhadap risiko total.
Pada persamaan 2.19 terlihat dengan berubahnya volatilitas atau varian
saham, maka risk premium akan dipengaruhi menuju 2 arah yang berbeda. Hal ini
menyebabkan perubahan varian saham akan memberi dampak yang lemah
terhadap risk premium. Sedangkan korelasi saham mempengaruhi risk premium
premium pasar saham lebih kuat dibandingkan varian saham-saham
pembentuknya.
Persamaan diatas dapat dirubah menjadi persamaan yang akan digunakan
secara empiris, menjadi:
Pada persamaan diatas koefisien dari average variance (D ) dapat menjadi negatif
apabila ekspektasi dari rata-rata korelasi %[>? ] mendekati nilai .
2.5 Approksimasi Dari Varian Pasar Saham
Pada sub bab sebelumnya dikatakan bahwa menggunakan asumsi saham
bersifat simetris, sehingga nilai varian dari pasar saham dapat didekati oleh hasil
perkalian dari rata-rata korelasi dan varian saham individu. Namun secara empiris
varian pasar saham menggunakan approksimasi sederhana menurut Pollet dan
Wilson.
Portofolio pasar saham s merupakan value-weighted portofolio dari
seluruh saham dan Wi,t merupakan kapitalisasi pasar dari saham i dibagi dengan
total kapitalisasi seluruh pasar saham, oleh karenanya varian dari imbal hasil pasar
saham adalah sebagai berikut:
M, = ^ ^ , , > , , , (2.21)
Approksimasi yang digunakan bahwa varian dari pasar saham merupakan
hasil perkalian dari rata-rata korelasi antara 2 buah saham dan rata-rata varian dari
seluruh saham individu. D didefinisikan sebagai value-weighted cross-sectional
rata-rata varian dari N saham.
D = ' , , ^
Selanjutnya didefinisikan • Ž, yang merupakan deviasi pasangan saham
tertentu dari cross-sectional rata-rata varian. Persamaannya sebagai berikut:
• , = , , − D
Maka varian dari pasar saham adalah sebagai berikut:
M, = ^ ^ , , > , (• , + D ) = D ^ ^ , , > , +
> •
Dari persamaan diatas terlihat bahwa varian pasar saham terdiri dari dua
persamaan. Persamaan pertama ialah hasil perkalian dari value-weighted rata-rata
varian imbal hasil saham dengan value-weighted rata-rata korelasi antara 2 saham
pada portofolio. Sedangkan persamaan kedua merupakan hasil perkalian antara
bobot, korelasi 2 saham dan hasil perkalian dari dua buah standar deviasi saham.
Jika asumsi bahwa saham bersifat simetris, maka standar deviasi saham bernilai
sama, maka persamaan kedua menjadi nol, sehingga persamaan varian pasar
saham adalah sebagai berikut:
M, = D ^ ^ , , > , = D >? (2.23)
Maka dari persamaan diatas, dapat dikatakan bahwa varian pasar saham memiliki
dua komponen yang pertama ialah rata-rata varian (jumlah varian masing-masing
saham yang telah terboboti) dan juga rata-rata korelasi (jumlah korelasi antara dua
saham yang telah terboboti).
2.6 Metode Perhitungan Korelasi Antar Imbal Hasil Saham
Langkah-langkah perhitungan korelasi antara 2 imbal hasil saham yang
terdapat dalam sampel penelitian Pollet dan Wilson adalah sebagai berikut:
1. Menghitung imbal hasil dari saham-saham yang terdapat pada bursa,
dalam hal ini penelitian Pollet dan Wilson menggunakan data dari
saham-saham CRSP. Perhitungan dengan memperhitungkan jumlah dividen yang
dibagikan oleh emiten atau menggunakan harga saham adjusted.
Persamaan untuk log imbal hasil sebagai berikut:
, = Ln (• ) − Ln (•, )
Dimana
Ri,t adalah lognormal return saham saat t
Pt adalah harga saham saat t
Pt-1 adalah harga saham saat t-1
2. Menghitung standar deviasi dari masing-masing imbal hasil saham,
dengan menggunakan persamaan:
Dimana
Rit adalah imbal hasil riil saham i pada saat t
’
O adalah rata-rata imbal hasil saham i selama tiga bulanan
Dikarenakan Pollet dan Wilson bertujuan untuk memperhitungkan data
pada level tiga bulanan (quarterly), maka jumlah data harian yang
diperhitungkan pada standar deviasi adalah 63 data harian (n=63)
3. Untuk mencari korelasi bulanan dari 2 imbal hasil saham tertentu pada
CRSP, Pollet dan Wilson menggunakan definisi umum dari korelasi sesuai
dengan persamaan:
> = %k , − O m(’ , − O )”
> =
Dimana
> adalah korelasi antara saham i dan j adalah kovarian antara saham i dan j
adalah standar deviasi dari saham i
Dengan i tidak sama dengan j
Setelah mendapatkan korelasi antara 2 imbal hasil saham pada CRSP
untuk seluruh pasangan saham, Pollet dan Wilson kemudian menghitung
rata-rata korelasi yang terdapat pada indeks tersebut dengan menggunakan
pembobotan untuk tiap pasang korelasi.
2.6 Metode Perhitungan Rata-rata Korelasi
Rata-rata korelasi (average correlation) didapatkan dengan melakukan
pembobotan terhadap korelasi antar dua imbal hasil saham, berdasarkan
kapitalisasi pasar selama tiga bulanan untuk saham-saham yang merupakan
sampel penelitian terhadap total kapitalisasi pasar saham selama tiga bulanan.
Bobot tersebut akan dikalikan dengan korelasi antar 2 imbal hasil saham pada
portofolio dan dijumlahkan.
2.7 Metode Perhitungan Rata-rata Varian
Rata-rata varian (average variance) didapatkan dengan melakukan
pembobotan terhadap varian saham yang merupakan sampel penelitian dengan
berdasarkan kapitalisasi pasar selama tiga bulanan untuk saham-saham terkait,
terhadap total kapitalisasi pasar saham selama tiga bulanan. Bobot tersebut akan
dikalikan dengan varian masing-masing saham terkait dan dijumlahkan.
AV = ^ , , (2.25)
2.8 Metode Perhitungan Excess Return
Pada penelitian Pollet dan Wilson, excess return merupakan selisih nilai
antara log imbal hasil tiga bulanan dari CRSP value-weighted stock index dengan
log imbal hasil tiga bulanan dari T-bill. Sehingga diperoleh excess return pasar
saham dalam tingkat tiga bulanan (quarterly). Seperti persamaan:
W @WTT WU• “ = –*5—− R˜™bšš (2.26) Dimana:
–*5— = merupakan log imbal hasil tiga bulanan CRSP
R˜™bšš = merupakan log imbal hasil tiga bulanan Treasury bill
2.9 Uji Pengaruh Rata-rata Korelasi Terhadap Excess Return
Untuk menguji hubungan antara rata-rata korelasi terhadap varian pasar
saham dan excess return pasar saham terhadap aset bebas risiko, pada
penelitiannya Pollet dan Wilson (2010) mempergunakan metode Ordinary Least
Square dengan prosedur Newey-West. Metode OLS dengan prosedur Newey-west
menghasilkan proses regresi yang dapat mengkoreksi standar error yang bias
akibat adanya sifat heteroskedasitas dan autokorelasi.
Proses regresi pertama yang dilakukan untuk mengurai varian dari imbal
hasil indeks CRSP terhadap variabel rata-rata varian, rata-rata korelasi, kombinasi
linier dari rata-rata varian dan korelasi, serta cross product dari rata-rata varian
dan korelasi. Dari penelitian yang dilakukan oleh Pollet dan Wilson, ditemukan
bahwa secara contemporaneous rata-rata varian dan korelasi merupakan variabel
yang mempengaruhi varian imbal hasil CRSP secara signifikan. Selain itu
hasil CRSP dibandingkan variabel rata-rata korelasi. Hal lain yang menarik dari
penelitian Pollet dan Wilson ditemukan bahwa approksimasi varian pasar saham
yang merupakan cross product dari rata-rata korelasi dan varian, dapat
menjelaskan secara baik variasi dari imbal hasil indeks CRSP dengan r-squared
sebesar 97.69%.
Proses regresi kedua yang bertujuan untuk memprediksi varian dari imbal
hasil indeks CRSP terhadap variabel rata-rata varian, rata-rata korelasi, kombinasi
linier dari rata-rata varian dan korelasi, serta cross product dari rata-rata varian
dan korelasi. Pada proses regresi kedua, terdapat perbedaan lag antara variabel
dependen dengan independen sebesar satu lag. Hal ini berarti variabel dependen
(varian indeks CRSP) tiga bulan mendatang diprediksi dengan menggunakan
variabel independen pada bulan ini. Hasil proses regresi ini ditemukan bahwa
variabel rata-rata varian merupakan variabel yang dapat memprediksi varian
indeks CRSP.
Proses regresi terakhir yang dilakukan bertujuan untuk memprediksi
excess return dari indeks CRSP terhadap variabel rata-rata varian, rata-rata
korelasi, kombinasi linier dari rata-rata varian dan korelasi, serta varian imbal
hasil indeks CRSP. Pada proses regresi ini, terdapat perbedaan lag antara variabel
dependen dengan independen sebesar satu lag. Hal ini berarti variabel dependen
(excess return indeks CRSP) tiga bulan mendatang diprediksi dengan
menggunakan variabel independen pada bulan ini. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa hanya variabel rata-rata korelasi yang dapat memprediksi
excess return indeks CRSP, mereka menemukan bahwa 4.8% variasi dari excess
return CRSP dapat dijelaskan oleh variasi dari variabel rata-rata korelasi. Pollet
dan Wilson mengatakan bahwa hubungan yang tidak signifikan antara varian
imbal hasil CRSP dengan excess return CRSP dimungkinkan terjadi karena
rata-rata varian merupakan faktor dominan yang mempengaruhi varian imbal hasil
2.10 Kerangka Pemikiran
Teori keuangan yang telah lama ada mengatakan terdapat trade off antara
risiko dan return suatu portofolio aset keuangan. Besar kecilnya risiko diwakili
oleh besar kecilnya volatilitas return suatu portofolio aset atau varian potofolio
aset keuangan tersebut. Maka semakin besar varian suatu portofolio aset, maka
trade off portofolio aset tersebut berupa imbal hasil yang tinggi pula. Namun bukti
empiris pada penelitian-penelitian terdahulu sulit membuktikan hubungan antara
variance in mean tersebut. Hal ini disebabkan peneliti-peneliti terdahulu hanya
memperhitungkan aset-aset observable dari portofolio keuangan yang dimiliki
investor, sedangkan investor memiliki aset-aset yang teramati dan tidak teramati
(unobservable) pada portofolionya. Oleh karena itu Pollet dan Wilson
memunculkan sudut pandang baru terhadap perhitungan risiko yang dihadapi oleh
investor terkait portofolio aset keuangannya.
Pollet dan Wilson (2010) berpendapat untuk memperhitungkan risiko total
terkait portofolio aset keuangan investor dapat menghitung korelasi antar aset-aset
yang teramati (saham). Mereka berpendapat perubahan risiko total yang dihadapi
investor akan dipengaruhi dengan perubahan korelasi antar aset teramatinya.
Dikarenakan risk premium yang diperoleh investor terkait dengan risiko total yang
dihadapi oleh investor, maka perubahan korelasi antar saham akan mempengaruhi
perubahan risk premium atau excess return pasar saham. Selain itu penelitian oleh
Ang dan Chen yang menemukan bahwa tingkat korelasi imbal hasil saham
dipengaruhi oleh kondisi pasar saham tersebut. Hal ini turut mempengaruhi
tingkat volatilitas bursa saham dan bukti bahwa korelasi menyebabkan volatilitas
pasar saham yang asimetri.
Maka penelitian ini mencoba membuktikan temuan-temuan pada
penelitian terdahulu pada pasar saham, maka penulis mengajukan beberapa
hipotesis pada penelitian ini
Hipotesis 1 : Korelasi antar saham pada pasar saham di Indonesia bersifat
dinamis
Menurut penelitian-penelitian terdahulu korelasi pada pasar saham