• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Wanita Jepang Pada Zaman Meiji Dan Sesudah Zaman Meiji

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Wanita Jepang Pada Zaman Meiji Dan Sesudah Zaman Meiji"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar BelakangMasalah

Jepang adalah negara kepulauan. Secara geografis terletak di bagian timur berbatasan dengan Samudra Pasifik, sedangkan di bagian utara berbatasan dengan

Rusia dan di bagian barat dengan Semenanjung Korea ( Anonim, 1968: 5-7 ). Dilihat dari letaknya sangat memungkinkan Jepang untuk mempunyai adat dan budaya yang sangat berbeda dengan negara-negara Asia yang lain. Karena letak

geografisnya juga menyebabkan masyarakat Jepang kurang dapat berhubungan dengan bangsa lain, memungkinkan kultur dan budaya Jepang menjadi sangat

kuat karena kurangnya pengaruh dari bangsa lain (Anonim, 1985: 5-7).

Pada tahun 1603 Ieyasu yang telah berhasil menyatukan seluruh Jepang, membangun kekaisarannya di Edo, sekarang dikenal sebagai Tokyo. Ieyasu

mencoba membangun setiap aspek di negara ini sehingga negara ini mampu berdiri sendiri. Hasil politik yang dilakukan Ieyasu ini kemudian dimanfaatkan

oleh Shogun Tokugawa pada tahun 1963 dengan lahirnya politik isolasi. Latar belakng dari lahirnya Politik Isolasi ini adalah banyaknya misionaris kristen yang datang menyebarkan agama kristen. Tokugawa berfikiran bahwa misionaris

kristen akan membawa mimpi buruk bagi kekaisaran, oleh sebab itu Tokugawa mengambil langkah untuk tidak berhubungan dengan dunia asing.

Bangsa Jepang sebelum Restorasi Meiji adalah bangsa yang penuh carut marut konflik politik, antar kelompok, termasuk ekonomi, rentetan perang saudara yang

(2)

249-398 ). Restorasi Meiji ( 1868 ) adalah sejarah agung manusia Jepang sesudah carut marut politik tersebut. Terjadinya korupsi dan memiskinan akibat kebijakan

isolasi membawa Jepang untuk membuka diri terhadap dunia luar. Dampak dari peristiwa tersebut masih bisa dirasakan sampai sekarang. Kearah Modernisasi atau

Westernisasi. Itulah tema yang paling esensial yang dihadapi Jepang Sesudah zaman Edo ( Shogun Tokugawa ). Satu sistem pemerintahan dan tata susunan masyarakat feodal hendak ditinggalkan, hendak dirombak dan diatasnya itu

disusun satu sistem pemerintahan dan penataan masyarakat baru. Sisa-sisa keadaan peninggalan Shogun Tokugawa masih tetap menjadi keadaan yang amat

berat dihadapi oleh pemerintahan baru. Tekanan-tekanan dari luar kepada Shogun pada tahun-tahun terakhir kekuasaanya membawa masalah yang amat maruncing dalam lapangan politik.

Pada tahun 1868 pemerintah Jepang menyatakan secara resmi zaman Meiji telah dimulai. Ibukota yang semula bernama Edo berubah menjadi Tokyo.

Perubahan ini terjadi setelah selama 250 tahun Jepang menjalani kebijakan politik isolasi negaranya. Jepang mulai membuka dirinya sejak Jenderal Matthew Calbraith Perry berhasil memaksa Jepang untuk menandatangani perjanjian

pembukaan negara Jepang pada tanggal 8 Juli 1853.

Restorasi Meiji adalah awal ketika Jepang mulai menerima pengaruh-pengaruh

bangsa Barat dan menerapkannya pada sistem kepemerintahan di Jepang. Dalam masa restorasi tersebut kaum muda ditantang untuk membawa Jepang lebih maju,

(3)

Restorasi Meiji telah mengubah seluruh kehidupan masyarakat Jepang, termasuk kehidupan wanitanya, terutama sangat tampak di lingkungan keluarga

dan pendidikan. Setelah Perang Dunia II muncul Konstitusi Baru (1946) yang secara tegas tidak membenarkan adanya diskriminasi, perlakuan tak adil terhadap

wanita, walaupun kenyataannya berlangsung lambat, tidak segera terealisasi. Sekalipun demikian berkat kemajuan ilmu dan teknologi, berpengaruh positif bagi kehidupan wanita, posisi dan peranannya semakin meningkat, sama dan sejajar

dengan pria sesuai dengan apa yang diharapkan.

( http://www.ikippgriwates.ac.id/det_berita.php?id=35 )

Menurut Horton dan Hunt (1993:118), peran adalah perilaku yang diharapkan dari seseorang yang mempunyai status. Setiap orang mungkin memiliki sejumlah status dan diharapkan mengisi peran yang sesuai dengan status tersebut. Dalam

arti tertentu, status dan peran adalah dua aspek dari gejala yang sama. Status adalah seperangkat hak dan kewajiban, sedangkan peran adalah pemeranan dari

perangkat kewajiban dan hak-hak tersebut.

Setiap orang harus melakukan pembelajaran dalam usaha mengisi perannya, misalnya sebagai anak, pelajar, mungkin suami atau istri, orang tua, pegawai,

anggota organisasi, anggota kelas sosial tertentu, warga negara, penghuni suatu komunitas, dan lain sebagainya. Ada dua aspek yang mendukung agar suatu peran

dapat dijalani dengan baik.Yang pertama adalah, harus belajar untuk melaksanakan kewajiban dan menuntut hak-hak suatu peran. Yang kedua adalah,

(4)

tersebut.Dari kedua aspek ini, aspek kedualah yang lebih penting. Seseorang dapat mengisi suatu peran dengan sukses karena menyadari bahwa peran tersebut

berguna, memuaskan, dan sesuai dengan dirinya.

Status seorang wanita yang bersuami berbeda dari status seorang wanita yang

belum bersuami. Peranannya berbeda, dan dalam beberapa hal ia akan menjadi seorang yang berbeda pula. Satu status tidak hanya mempunyai satu peran tunggal, akan tetapi sejumlah peran yang saling berhubungan dan cocok. Seorang istri, bisa

perannya seorang anak perempuan, seorang anggota keluarga, seorang menantu, seorang tetangga, seorang warga negara, seorang tukang masak serta pemelihara

rumah, dan mungkin juga seorang pekerja. Jadi, perangkat peran seorang istri meliputi berbagai peran yang saling berkaitan yang beberapa diantaranya memerlukan berbagai penyesuaian.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24791/4/Chapter%20I.pdf)

Pada zaman heian kehidupan para wanita jepang penuh aturan dan batasan.

Pendidikan yang mereka ketahui pun terbatas.Hanya sedikit diantara mereka yang bisa membaca dan menulis. Pada zaman Meiji, jepang mulai dipengaruhi budaya barat, untuk mempertahankan budayanya, pada saat itu keluarlah “undang- undang Minpo” yang didalamnya ada undang-undang sistem ie yang mengatur

kehidupan sosial wanita jepang. Wanita jepang saat itu berada pada status sosial

paling rendah dan mengalami diskriminasi gender.

Pada zaman Showa, undang-undang sistem ie dihapuskan. Saat itu pun

(5)

Kemudian pada zaman sekarang, kehidupan wanita jepang telah mendapatkan kesamaan gender dalam urusan bisnis. Wanita karir pun meningkat seiring dengan

banyaknya lapangan kerja yang dibuka untuk para wanita. Namun,setelah menikah, 30% dari wanita jepang memilih untuk menghentikan pekerjaannya.

Bagi jepang ini adalah hal yang mengkhawatirkan dan jepang terdesak dalam 2 pilihan yaitu apakah tetap memperjuangkan kesamaan gender atau sama sekali melupakannya. Kenyataan harus memilih pekerjaan atau anak bagi kaum wanita

di jepang telah menciptakan semacam mimpi buruk demografis.

(https://aimizumizu.blogspot.co.id/2011/11/wanita-jepang-dari-zaman-dahulu-hingga.html )

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis tertarik untuk membahas peranan wanita jepang dalam pembahasan skripsi ini, sehingga penulis memilih

judul skripsinya adalah“Peranan Wanita Jepang Pada Zaman Meiji Dan Sesudah Zaman Meiji”.

1.2 Rumusan Masalah

Masuknya pengaruh Barat akan berdampak pula pada Pendidikan dan kehidupan wanita. Wanita pada saat itu merasa terkekang oleh kodratnya. Para

pria menganggap wanita lemah dan hanya membawa beban jika ikut berperang. Hal itu juga yang mempengaruhi para wanita untuk memperoleh haknya, karena

selama ini mereka menganggap bahwa haknya telah dirampas oleh kaum pria.Mereka ingin membuktikan bahwa sebenarnya para pria dan wanita

(6)

Kehidupan wanita disetiap negara pastilah memiliki perbedaan. Masing-masing negara memiliki ciri khas tersendiri. Perbedaan disetiap negara itu bisa berupa

peranan, kehidupan sosial, karir, dan sebagainya. Perbedaan itu sendiri sewaktu-waktu juga bisa berubah maupun berkembang disetiap negara. Hal ini juga tidak

terlepas dari faktor-faktor budaya dan kehidupan masayarakat yang ada pada saat itu. Begitu juga halnya dengan Jepang. Jepang juga memiliki ciri khas tersendiri terhadap kehidupan sosial dan peranan wanitanya. Kehidupan sosial ini terus

berkembang dan mengalami perubahan dari zaman ke zaman.

Masalah-masalah mengenai wanita pada umumnya dikaitkan dengan

emansipasi, yaitu gerakan kaum wanita untuk menuntut persamaan hak dengan kaum pria, baik dalam bidang politik dan ekonomi, maupun gerakan sosial budaya pada umumnya. Gerakan emansipasi wanita terjadi karena adanya

perbedaan-perbedaan yang lazim berlaku dalam banyak masyarakat di muka bumi ini, seperti pria bekerja di luar rumah dan wanita menjaga rumah, pria mencari nafkah dan

wanita mengurus anak, merupakan perbedaan-perbedaan yang diciptakan oleh kebudayaan, sehingga hal-hal ini dapat berubah mengikuti perubahan sosial dan kebudayaan dalam masyarakat yang bersangkutan.

Berdasarkan uraian diatas penulis merumuskan masalah dalam penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana peranan wanita jepang pada zaman meiji?

(7)

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Agar masalah yang dibahas lebih terarah, penulis membatasi ruang lingkup

pembahasan, sehingga dapat memudahkan dalam menganalisa topik permasalahan. Di dalam penelitian ini, pembahasan akan di fokuskan pada peran wanita Jepang

pada Zaman Meiji dan Sesudah Zaman Meiji. Untuk mendukung pembahasan pada Bab II akan dikemukakan juga tentang sejarah wanita jepang hingga zaman meiji.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan pustaka

Pada zaman dahulu sebelum peperangan kesetaraan wanita dan pria sangat sulit, kedudukan pria berada di tingkat yang lebih tinggi dari wanita. Sehingga peranan wanita adalah cenderung untuk mengabdi pada pria. Para wanita yang telah

menikah hanya difokuskan dalam kehidupan dalam rumah saja. Mereka memegang peranan penting akan segala hal yang ada di dalam rumah, sementara

suami merasa hanya dengan memberikan gajinya kepada istri, maka terpenuhilah sudah tanggung jawab mereka dan diluar itu mereka tidak bersedia berpartisipasi dalam urusan rumah tangga. Sehingga hal yang berhubungan dengan hal di luar

rumah bukanlah menjadi urusan wanita atau sang istri.

Namun seiring dengan perubahan zaman yang semakin global seperti sekarang

ini, dimana status wanita mulai diakui dalam masyarakat, wanita sudah maju dan semakin banyak berperan dalam segala bidang, bukan hanya dalam keluarga dan

(8)

sedikit wanita jepang yang menunda pernikahan untuk mengembangkan potensi diri mereka dengan menempuh pendidikan hingga ke jenjang yang tinggi dan

berkarir. Menurut Tadashi Fukutake dalam bukunya yang berjudul masyarakat jepang dewasa ini (1998), usia rata-rata wanita untuk menikah pertama kali

akhir-akhir ini telah naik menjadi 25 tahun atau lebih dibandingkan dengan usia rata rata 23 tahun pada tahun-tahun pertama zaman showa ( mulai tahun 1962 ). Ini mungkin karena presentase wanita yang menempuh pendidikan lebih tinggi telah

meningkat. Sekarang jumlah mereka sedikit melebihi jumlah pria di sekolah lanjutan dan mulai hampir menyamai jumlah pria yang diterima di perguruan

tinggi, dan arena propesi mereka yang bekerja sebagai karyawan telah meningkat dalam penelitian yang dilakukan oleh departemen urusan ekonomi sosial dan ekonomi internasional (1985) bahwa waktu bekerja dihubungkan pada ide baru

dalam bermacam-macam cara.

Salah satu cara yaitu dengan menunda pernikahan diantara wanita yang bekerja

sebelum mereka menikah. Umumnya kondisi keuangan wanita yang belum pernah menikah yang bekerja dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja lebih baik, yang memungkinkan kontribusi untuk kemampuan dan keinginan untuk

memperlama hidup sendiri atau melajang. Selain itu, tipe yang bermacam-macam pada pekerjaan melengkapi adanya ide-ide dan norma-norma yang menakutkan

pernikahan dini.

Mungkin juga benar bahwa orang tua wanita yang bekerja sendiri yang

(9)

bahwa pada usia muda kaum wanita direkrut dengan gaji yang rendah dan dipergunakan secara luas, akan tetapi ketika mereka menikah diberhentikan secara

paksa demi pembentukan angkatan kerja masa depan.

Pemikiran yang lebih maju serta adanya pernyataan positif tentang persamaan

pria dan wanita secara hokum, menjadikan para wanita jepang lebih memilih bekerja dan hidup melajang lebih lama sebelum memasuki kehidupan berumah tangga yang mempunyai kemungkinan kecil bagi mereka untuk melanjutkan

eksistensinya dalam dunia karir.

1.4.2 Kerangka Teori

Kerangka teori berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari alam abstrak ke alam konkret ( koentjaraningrat, 1976 : 1 ). Suatu teori dipakai oleh peneliti sebagai kerangka yang memberi pembatasan terhadap

fakta-fakta konkret yang tidak terbilang banyaknya dalam kenyataan kehidupan masyarakat yang harus diperhatikan. Peranan merupakan aspek dinamis

kedudukan/status (Soekanto, 2003:243).

Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya maka dia menjalankan suatu peranan. Sebagai anggota masyarakat, baik pria maupun wanita disesuaikan

dengan posisi dan kondisinya dalam masyarakat. Hal ini berarti bahwa peranan menentukan apa yang diperbuat wanita bagi masyarakat, serta

kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh masyarakat kepada wanita.

Agar dapat menganalisa peranan wanita Jepang, diperlukan sebuah teori

(10)

penelitian terhadap peranan wanita jepang pada zaman meiji dan sesudah zaman meiji, penulis menggunakan pendekatan sosiologis. Pendekatan sosiologis dalam bahasa inggris sepadan dengan kata “approach” yang berarti pendekatan baru

dalam mempelajari masyarakat. Sedangkan kata “sosiologi” secara lughawi

berarti pengetahuan atau ilmu tentang sifat, prilaku dan perkembangan masyarakat.

Hasan Shadily menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia

yang menguasai hidupnya itu. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara terbentuk dan tumbuh serta berubahnya

perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaanya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.

Menurut W.J.S.Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa

Indonesia(1976:260) yang disusunnya, kedudukan adalah tinggi rendahnya pangkat dalam jabatan atau masyarakat dan sebagainya, tingkatan, atau

martabat.Wanita merupakan makhluk sosial yang didalam kehidupan bermasyarakatnya memiliki peranan dan kedudukan tertentu. Kedudukan wanita yang rendah bukan diakibatkan oleh alam, melainkan oleh budaya masyarakatnya.

(11)

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui peranan wanita jepang pada zaman meiji

2. Untuk mengetahui peranan wanita jepang sesudah zaman meiji.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah:

1. Menambah wawasan mengenai wanita jepang, terutama peranan wanita jepang pada zaman meiji dan sesudah zaman meiji

2. Sebagai referensi tambahan bagi penelitian tentang peranan wanita jepang.

1.6 Metode Penelitian

Metode penelitian adalah cara untuk menemukan, mengembangkan dan

menguji masalah yang dihadapi. Sesuai dengan tema dan permasalahan yang akan diteliti,maka penelitian ini menggunakan metode deskriptif dalam cakupan

kualitatif.

Menurut Koentjaraningrat (1976:30), bahwa penelitian yang bersifat deskriptif

(12)

dalam bentuk angka, tetapi langsung dinarasikan dalam bentuk penjelasan fenomena.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi pustaka (library research), yaitu dengan menyelusuri sumber-sumber kepustakaan dengan

Referensi

Dokumen terkait

Mathematical models based on those factors were proposed in study of bird flu infection processes within a poultry farm.. The population of susceptible birds and the population

Ciri dan warna pada ornamen rumah Melayu lontiok menggambarkan kehidupan dan kepribadian sehari-hari masyarakat Melayu yang kental dengan adat istiadat yang harus

Kedua, hasil penelitian menunjukkan bahwa promosi penjualan (X 2 ) dengan keputusan konsumen dalam pembelian sepeda motor matic (Y) terdapat hubungan yang signifikan, hal ini dapat

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pertumbuhan balita di Posyandu Teratai II Kedunglumbu Pasar Kliwon Surakarta didapatkan pertumbuhan

Selama hari kedua, Annemie Dillen dari Fakultas Teologi Leuven memulai pembicaraan berdasar pada struktur perayaan pembaptisan soal unsur-unsur spesifik dalam tradisi kristiani

Skripsi Merupakan Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.. PROGRAM STUDI KEHUTANAN

Pembagian tema pada umumnya ada dua jenis, yaitu tema mayor dan tema minor, namun penulis hanya fokus pada tema mayor karena tema mayor pada novel sangat terlihat dari awal,

Para aktor non negara melalui internet/ sosial media melakukan langkah-langkah edukatif dengan memberikan informasi yang bermanfaat dan menjelaskan berbagai fakta serta data