• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gerakan Sosial Pedagang Kaki Lima Menentang Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Medan Terkait Dengan Implementasi Perda No. 8 Tahun 2000

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gerakan Sosial Pedagang Kaki Lima Menentang Kebijakan Pemerintah Daerah Kota Medan Terkait Dengan Implementasi Perda No. 8 Tahun 2000"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pedagang kaki lima merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sektor informal. Kehadiran

pedagang kaki lima menimbulkan berbagai persoalan dengan ruang publik, terutama dengan

masalah kebersihan, keramaian, dan ketertiban(Hariyono,2007).

Masalah kebersihan yang muncul disebabkan penyediaan pengelolaan sampah yang kurang

baik sehingga terlihat kumuh dan semrawut karena tidak terarah dengan baik. Masalah

keramaian yang muncul juga disebabkan menjamurnya keberadaan PKL ( Pedagang kaki

lima)yang tidak tertata dan cenderung membuat kemacetan lalu lintas. PKL yang berjualan

dipinggir jalan mengganggu ketertiban umum dan keindahan kota. Berdasarkan pertimbangan

tersebut, maka pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap setiap pelaku sektor informal,

yakni dengan cara menggusur atau menyingkirkan usahanya yang berada di pinggir jalan.

Penertiban dan penggusuran yang dilakukan oleh pemerintah kota selalu diwarnai bentrok

fisik antara satuan polisi pamong praja (satpol PP) dengan pedagang kaki lima dalam proses

penertiban.Beberapa Kasus perlawanan PKL yang terjadi pada saat penertiban di kota

Medan,salah satunya di pasar tradisional Sei Sikambing, jalan Kapten Muslim, Medan.

Penertiban dilakukan petugas satpol PP mendapat perlawanan dari pedagang kaki lima yang

didominasi oleh kaum ibu atau di sebut “inang inang”. Petugas satpol PP melakukan

penertiban terhadap PKL, karena mereka melanggar peraturan dan separuh badan jalan

digunakan untuk lapak berjualan.Sehingga mengganggu kelancaran arus lalu lintas, mulai

(2)

semua barang dagangan PKL oleh petugas, tidak hanya sayuran dan ikan basah, tetapi juga

meja, ember, payung serta tenda milik pedagang juga diangkut.Sehingga, membuat para

pedagang semakin emosi. Para pedagang pun selanjutnya melawan dengan melontarkan caci

maki, dan melempari petugas dengan batu, kayu dan broti.Medan, (beritasumut.com)

Menurut data kependudukan di kota Medan, sektor perdagangan merupakan salah

satu mata pencaharian terbesar. Sejumlah 20.424 jiwa dari 2.983.868 jiwa penduduk kota

Medan mencari nafkah di sektor ini, mereka tersebar di 21 kecamatan di seluruh kota Medan

dan juga terpusat di beberapa tempat yang disebut dengan sebutan pasar atau yang biasa

dikenal dengan “pajak”. Luas pasar atau pajak penduduknya adalah 170.587,67M² dan pasar

ini terbagi atas 55 pasar yang tergolong kecil, sedang dan besar (PD Pasar kota Medan,

2013).

(3)

Foto 2 : Bentuk perlawanan PKL, tolak relokasi dan penggusuran

Foto 3 : Penertiban pedagang kaki lima Pasar Petisah

Sebagai pertimbangan diatasPemerintah kota Medan yang merupakan salah satu ibu kota

Provinsi Sumatera Utara telah memiliki aturan yang ditunjukan kepada pedagang kaki lima

(PKL). Peraturan tersebut dibuat denganPeraturan Daerah No.8 Tahun 2000 tentang

pembinaan umum, ketertiban, keamanan, kebersihan, kesehatan, dan kerapian dalam wilayah

kota Medan. Peraturan daerah tersebut melarang pedagang kaki lima berjualan pada fasilitas

(4)

melibatkan masalah keberadaan pedagang kaki lima tentang larangan mempergunakan

fasilitas umum, tertulis jelas bahwa:

1. Dilarang mempergunakan jalan umum atau trotoar atau pada teras depan bangunan

pertokoan jalan umum oleh pedagang kaki lima atau usaha lainnya kecuali pada tempat

tempat yang ditentukan atau ditunjuk oleh Walikota.

2. Dilarang mempergunakakan pasar atau bangunan komplek pertokoan yang tidak

bertingkat atau lantai 1(satu) sebagai tempat bermukim.

3. Dilarang mempergunakan halaman parkir pada komplek pasar/pertokoan/plaza untuk

tempat menetap kendaraan atau grobak dagangan.

Peraturan daerah inilah yang kemudian menjadi dasar hukum bagi pemerintah kota

Medan untuk melaksanakan penertiban terhadap pedagang kaki lima di berbagai jalan di

lingkungan pasar maupun trotoar jalan wilayah kota Medan. Tetapi langkah penertiban yang

dilakukan oleh pemerintah kota medan justru mendapat perlawanan dari pedagang kaki lima

yang tetap mempertahankan tempat jualan mereka dengan berbagai cara dan aksi. Hal ini

menyiratkan bahwa pedagang kaki lima pun memiliki kekuatan untuk melawan penguasa.

Aksi protes atau demonstrasi dengan tetap berjualan ditengah ancaman penertiban dan

penggusuran. Selanjutnya pedagang kaki lima melebur dan membentuk menjadi satu kedalam

sebuah wadah organisasi menjadi tanda bahwa mereka yang dinamakan pedagang kaki lima

mempunyai kekuasaan yaitu, perlawanan baik secara terbuka maupun secara laten dan ini lah

yang dikatakan sebagai gerakan sosial baru (new social movment) .

Beberapa kasus perlawanan PKL di kota lain di Indonesia yang berhadapan dengan

satpol PP sebagai berikut:

1. Perlawanan dari PKL di kota Surabaya. PKL di lingkungan Semolowaru menjadi

permasalahan bagi pemerintah kota dalam melakukan penataan kota Surabaya. Kehadiran

(5)

emperen toko, tanah kosong, dan sebagainya yang berada di lingkungan jalan

Semolowaru. Itulah sebabnya, selalu saja muncul fenomena penggusuran dengan alasan

penertiban kepada setiap PKL yang dianggap melanggar ketertiban umum terutama

menjadi penyebab macetnya jalan di Semolowaru. Fenomena tersebut kemudian

berimplikasi bagi lahirnya berbagai perlawanan PKL terhadap upaya untuk menertibkan

kehadiran PKL. Perlawanan tersebut bisa saja dilakukan secara kolektif maupun secara

individual oleh PKL. Fenomena ini menjadi klasik dan berulang terus menerus.

Meskipundilakukan penertiban terus-menerus oleh petugas Satpol PP, tapi hal ini tidak

membuat pedagangkaki lima jera. Justru sebaliknya,pedagang kaki lima semakin banyak

dan kembali lagi berjualan.

Bentuk perlawanan antara PKL dengan satpol PP di kota Surabaya tanggal 12 mei 2009.

Dalam penertiban pedagang kaki lima (PKL) pada pembersihan sebuah gerobak bakso

milik seorang PKL,Para PKL membuat sebuah kelompok perlawanan dengan cara aksi

memberontak serta adu kekerasan dengan petugas penertiban.Sehingga terjadinya

kericuhan dan saat itu salah satu dari PKL tersiram dengan kuah panas dengan keadaan

kritis,yang dilakukan oleh petugas penertiban .

2. Perlawanan dari PKL di kota Bandung.Kericuhan terjadi pada saat melakukan penertiban

lapak pedagang kaki lima (PKL) di seputaran komplek terminal terpadu subulussalam

yang dilakukan tim personel satpol PP. Para PKL terlibat adu kekuatan dengan satpol PP

sehingga terjadinya kericuhan pada saat penertiban. Para PKL marah dan tidak terima

karena lapaknya ditertibkan. Sedangkan personel satpol PP meminta pedagang untuk

memindahkan dagangannya. Jika para PKL tidak pindah tempat yang sudah di siapkan,

(6)

karena lokasi jualan yang sudah di tetapkan oleh pemerintah , menurut PKL tidak layak

dikarenakan sunyi dan jarang orang-orang yang membeli barang dagangannya.

Berdasarkan keterangan yang dihimpun, keadaan mulai memanas saat sapol PP

melakukan penertiban, barang dagangan yang dijual disita oleh petugas satpol PP. Para

PKL tidak terima dengan perlakuan tersebut , PKL melakukan perlawanan menolak

dilakukan penggusuran dan bahkan tiba tiba pedagang langsung emosi memecahkan kaca

mobil petugas dengan batu serta mencaci maki para personel satpol PP. Satpol PP juga

melakukan perlawanan dengan PKL sehingga kondisi lapangan menjadi ricuh , namun

satpol PP kalah jumlah dengan PKL hal ini dikarenakan sebagian jumlah PKL di

dominasi oleh ibu-ibu.`

Cara paling efektif untuk mencegah bentrokan ini adalah menertibkan pelanggaran

sesuai perda yang sudah ditetapkan untuk PKL yang berjualan di trotoar, kemudian membuat

satu bentuk penjagaan ketentraman dan ketertiban di lokasi PKL tersebut bertujuan untuk

mengamankan PKL yang tidak tertib.

Ada beberapa catatan Konflik Satpol PP dengan PKL di kota lain di Indonesia

Tanggal Bulan /tahun Catatan Konflik

14 Januari 2008 Penertiban pedagang kaki lima di kota Bandung. Sempat

terjadi perlawanan, tetapi tidak berakhir dengan bentrokan.

17 Januari 2008 Penggusuran bangunan liar kawasan stasiun Angke, Tambora,

Jakarta barat. Satu petugas satpol PP terluka akibat dari adanya

kericuhan yang terjadi oleh PKL

14 Maret 2008 Bentrokan antara pengunjuk rasa dan satpol PP di balaikota.

kendari, sulawesi tenggara, saat terjadi unjuk rasa ratusan PKL

(7)

Dari peristiwa di atas maka penelitian ingin mengkaji tentang gerakan sosial pedagang kaki

lima di kota Medan, yang meliputi proses hegemoni dan resistensi di antara pemerintah kota

Medan dan pedagang kaki lima yang berada di Pasar Petisah, Suka Ramai, danPasar

Komplek MMTC.

1.2Perumusan Masalah

Dari latar belakang diatas maka peneliti membuat rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah:

1. Bagaimana bentuk gerakan sosial yang dilakukan pedagang kaki lima melawan

kebijakan perda no. 8 Tahun 2000 di kota Medan?

2. Bagaimana reaksi pemerintah menghadapi gerakan sosial pedagang kaki lima di Pasar

Petisah, Pasar Suka Ramai, dan Pasar Komplek MMTC ?

3. Bagaimana penanganan dan penyelesaian dari permasalahan tersebut? wua wua, pasar sentral kota, dan pasar ondonohu.

10 September 2008 Penertiban PKL yang dianggap melanggar perda di taman KB

kota Semarang . Kehadiran PKL tidak mengikuti aturan yang

sudah ditetapkan oleh Pemerintah menenai larangan tentang

PKL yang berjualan di taman kota Semarang.

12 September 2008 Penertiban dan relokasi PKL dihalangi oleh ratusan PKL,

tukang becak, dan tukang ojek di jalan Mataram, kota

(8)

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui:

1. Menganalisis gerakan sosial yang dilakukan oleh pedagang kaki lima di pasar

petisah,pasar suka ramai,dan pasar komplek MMTC.

2. Untuk mengetahui gerakan apa saja yang dilakukan pedagang kaki lima melawan

kebijakan perda No.8 tahun 2000.

3. Untuk mengetahui Kekuatan di antara negara, local government (Pemerintah Kota

Medan),dan pedagang kaki lima (PKL)

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki 2 manfaat yaitu:

1.4.1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini memiliki manfaat secara teoritis yaitu untuk memperkaya

penelitian sejenis yang telah ada yang dapat dijadikan perbandingan dengan

penelitian-penelitian selanjutnya dan menambah khazana kajian sosiologi .

1.4.2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini berguna untuk:

Para Pedagang kaki lima lain agar dapat mengetahui tentang begitu pentingnya peraturan

perkotaan dan mampu menjalankan ketertiban terkait pada implementasi perda No.8 tahun

2000 tentang pembinaan umum, ketertiban, keamanan, kebersihan, kesehatan, dan kerapian.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dan saran terhadap pembuatan kebijakan

(9)

1.5Defenisi Konsep

a. Gerakan Sosial (Social movement)

Gerakan sosial adalah aktivitas sosial berupa gerakan sejenis tindakan sekelompok

yang merupakan kelompok informal berbentuk organisasi, berjumlah besar atau individu

yang secara spesifik berfokus pada suatu isu isu social atau politik dengan melaksanakan,

menolak atau mengkampanyekan sebuah perubahan sosial.

Macam -Macam Gerakan Sosial

1. Gerakan Protes.

Gerakan protes adalah gerakan yang bertujuan mengubah atau menentang sejumlah

kondisi sosial yang ada. Ini adalah jenis yang paling umum dari gerakan sosial di

sebagian besar negara industri. Di Amerika Serikat, misalnya, gerakan ini diwakili oleh

gerakan hak-hak sipil, gerakan feminis, gerakan hak kaum gay, gerakan antinuklir,

gerakan perdamaian.

Gerakan protes sendiri masih bisa diklasifikasikan menjadi dua, yaitu

(1) Gerakan reformasi. Gerakan reformasi merupakan upaya untuk memajukan

masyarakat tanpa banyak mengubah struktur dasarnya. Gerakan ini, misalnya,

menuntut adanya kebijaksanaan baru di bidang lingkungan hidup, politik luar

negeri, atau perlakuan terhadap kelompok etnis, ras, atau agama tertentu. Gerakan

mahasiswa 1998 di Indonesia termasuk dalam kategori ini. Sebagian besar gerakan

protes adalah gerakan reformasi, karena tujuannya hanyalah untuk mencapai

reformasi terbatas tertentu, tidak untuk merombak ulang seluruh masyarakat

(2) Gerakan revolusioner.Sedangkan gerakan revolusioner adalah bertujuan merombak

ulang seluruh masyarakat, dengan cara melenyapkan institusi-institusi lama dan

(10)

pemerintah berulangkali mengabaikan atau menolak keinginan sebagian besar

warganegaranya atau menggunakan apa yang oleh rakyat dipandang sebagai

cara-cara ilegal untuk meredam perbedaan pendapat. Seringkali, gerakan revolusioner

berkembang sesudah serangkaian gerakan reformasi yang terkait gagal mencapai

tujuan.

Dari beberapa penjelasan di atas mengenai gerakan protes, adapun yang sudah

dilakukan oleh sekelompok masyarakat /pedagang kaki lima dalam aksi protes kepada

pemerintah kota (PEMKO) mengenai isi perda no. 8 tahun 2000, baik secara gerakan

reformasi maupun gerakan revolusioner.

Beragam model perlawanan pedagang kaki lima (PKL) dalam menyikapi penataan

penertiban terpadu. Pemerintah kota Medan khususnya di kawasan pasar Suka Ramai, pasar

MMTC, dan pasar Petisah. Pedagang kaki lima (PKL) melakukan aksi gerakan protes dengan

membentuk kelompok masyarakat dengan tujuan melakukan penolakan adanya penggusuran

dan relokasi tempat berjualan.Para pedagang kaki lima (PKL) membuat beberapa macam aksi

di antaranya adalah :

1. Membakar ban di tengah jalan raya.

2. Berteriak, serta mencaci maki para petugas satpol PP

3. Melempari petugas dengan barang dagangannya. Seperti tomat busuk, air cabai

yang sudah disiapkan, dan lainnya.

4. Membuat spanduk penolakan relokasi dan penggusuran

Dari beberapa bentuk perlawanan di atas, pemerintah terus melakukan penertiban dan

(11)

langsung ke lokasi dengan tujuan berjaga-jaga, agar para PKL tidak melakukan aksi protes

kembali.

2. Gerakan Perpindahan

Gerakan perpindahan adalah gerakan yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang

menentang suatu aturan/peraturan dengan cara perlawanan.

Perlawanan yang dilakukan seperti, kembali lagi berjualan di tempat lokasi yang sama.

Meskipun petugas penertiban sudah melarang mereka, tetapi tetap saja melanggar aturan

tersebut.

Aksi perpindahan ini juga dilakukan oleh pedagang kaki lima (PKL), sebenarnya

mereka menuntut pemerintah untuk merevisi kembali isi perda yang berkaitan tentang

larangan berjualan di pasar tersebut. Para PKL tidak terima dengan adanya relokasi, karena

tempat yang di pilih oleh pemerintah tidak sesuai kebutuhan pedagang kaki lima. Tempat

lokasi baru yang ditentukan oleh pemerintah, biasanya keberadaan lokasi selalu sepi tidak

ada pembeli dan membuat kerugian yang sangat besar bagi PKL, karena barang

dagangannya banyak yang tidak laku.

3. Gerakan Regresif

Gerakan regresif ini adalah gerakan sosial yang bertujuan membalikkan perubahan

sosial seperti semula dan menentang sebuah aksi tersebut. Hal ini juga terjadi pada PKL yang

tetap mempertahankan tempat berjualan mereka. Meskipun petugas satpol PP telah membuat

aksi penggusuran, tetapi para PKL menolak aksinya dan menentang isi perda serta membuat

perlawanan dan serangan balik kepada petugas satpol PP.

Perlawanan yang dilakukan PKL merupakan salah satu bentuk aksi yang menunjukan

(12)

merelokasi PKL ke tempat yang sudah di sediakan oleh Pemerintah kota. Gerakan yang

dilakukan PKL terhadap satpol PP, sebelumnya mereka sudah membentuk kelompok-

kelompok kecil untuk melawan penguasa. Perlawanan yang dilakukan seperti, melempari

batu-batu kecil, melempari dengan kayu dan broti, yang akhirnya menjadi kericuhan di

antaranya.

Gerakan inilah yang menjadi dasar permasalahan bagi pemerintah kota dalam

melaksanakan penertiban PKL. Para PKL selalu melakukan perlawanan,sehingga sampai

sekarang permasalahan PKL tidak dapat di atasi atau diamankan dengan tertib.

1.5.1 Pedagang Kaki Lima

Pedagang kaki lima (PKL) merupakan aktivitas ekonomi sektor informal, yang didalam

usahanya menggunakan sarana dan perlengkapan yang mudah dibongkar pasang/dipindahkan

dan mempergunakan tempat usaha yang menempati tanah yang dikuasai pemerintah daerah

atau pihak lainnya dalam arti usahanya tidak resmi (informal) serta berskala kecil. Pedagang

kaki lima membuka usahanya dengan mempergunakan bagian jalan atau trotoar dan

tempattempat kepentingan umum yang bukan di peruntukan untuk usaha/ berjualan.

Sektor informal memiliki dua sifat. Pertama, bersifat permanen. Biasanya menggunakan

bangunan yang dindingnya terbuat dari batu bata, tembok, kayu atau papan yang dibangun

secara kuat diatas suatu lahan. Kedua, bersifattidak permanen biasanya menggunakan tikar

tanpa perlindung di atasnya dan mudah berganti tempat di keramaian .

Sektor informal dengan sarana usaha permanen dan semipermanen sebenarnya bukan

sarana usaha yang dibenarkan karena, 1) telah ada peraturan yang menentukan bahwa

sektor infolmal biasanya harus memiliki sarana usaha tidak permanen , 2) Kegiatan sektor

(13)

waktu usaha tersebut harus dapat dipindahkan, 3) Kehadiran sarana usaha sektor informal

khususnya PKL dapat mengganggu keindahan kota. (Mirsel, 2004)

1.5.2 Kebijakan Peraturan daerah

Pedagang kaki lima (PKL) sudah lama menjadi perhatian serius pemerintah Pusat dan

Daerah, termasuk kota Medan. Masalahnya bukan tingkat kebijakan, tetapi terkait dengan

pelaksanaanya, didalam pelaksanaan selalu diwarnai dengan bentrok fisik antara petugas

dengan PKL. Pemerintah Menteri dalam Negri Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2012

tentang pedoman penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima (PKL), berbagai kota besar

telah menuangkan dengan berbagai bentuk Peraturan Daerah salah satunya Perda No. 8 tahun

2000 tentang pembinaan umum, ketertiban, keamanan, kebersihan, kesehatan, dan kerapian

dalam wilayah kota Medan .

Untuk melakukan kegiatannya, PKL diwajibkan (pasal 7, perda no.11 tahun 2000

tentang pengaturan dan pembinaan PKL).

1. Memelihara kebersihan, keindahan, ketertiban, keamanan dan kesehatan lingkungan.

2. Menempatkan, menata barang dagangan dan peralatanya dengan tertib dan teratur

serta tidak menggangu lalu lintas dan kepentingan umum.

3. Menenpati sendiri tempat usaha Pedagang kaki lima sesuai izin yang dimiliki

4. Melaksanakan kewajiban lain yang diterapkan oleh pemerintah daerah.

Setiap pedagang kaki lima (PKL) mempunyai hak (pasal, 6 Perda no 11 tahun 2000 tentang

pengaturan dan pembinaan pedagang kaki lima.

1. Mendapatkan Pelayanan perizinan

(14)

3. Mendapatkan pengaturan dan pembinaan

Terkait pada implementasi Perda No.8 tahun 2000, pemerintah memiliki program

kebijakan serta tantangan, di antara lain ialah:

Kebijakan Tantangan

Peraturan Daerah

• Kurang Sosialisasi

• Isi perda yang banyak merugikan rakyat

PKL

• Peraturan daerah bersifat Searah

• Pemerintah harus mampu memprediksi

permasalahan yang muncul dalam

masyarakat, sehingga mampu membuat

kebijakan yang bersifat prefentif.

• Dengan mekanisme botom up dan melalui

mekanisme penjaringan aspirasi maka

pemerintah akan mampu membuat kebijakan

yang sesuai dengan harapan bersama.

Relokasi PKL

• Tempat yang baru kurang strategis. Sehingga

berpotensi banyaknya PKL yang gulung tikar

• Tempat yang baru mahal.

• Fasilitas tidak memadai.

• Protes dari PKL

(15)

strategis harus mampu merangkul

perusahaan besar

Memberikan lapangan pekerjaan baru

• Pemerintah harus memberikan penyuluhan

dan modal yang banyak menguras anggaran.

• Pemerintah harus mampu memberikan

lapangan pekerjaan baru, yang dapat

mengentaskan mereka dari keterpurukan

ekonomi.

• Pemerintah memberikan kelonggaran kepada

investor yang ingin berinvestasi di wilayah

tersebut sehingga mampu menyerap tenaga

lebih banyak,dan pemerintah tidak banyak

mengeluarkan dana untuk mengatasi

kemiskinan.

Penertiban PKL secara paksa • Akan banyak gelombang protes dari PKL

Referensi

Dokumen terkait

Tidak ada pengaruh penambahan tepung kacang hijau pada pembuatan food bar ditinjau dari tingkat kekerasan. Nilai kekerasan food bar tepung mocaf dan tepung kacang

Kesimpulan yang diperoleh dengan adanya Aplikasi Menetukan Kemiripan Situs Web Pada Sistem Temu Balik Informasi Berbasis Web Menggunakan Metode TF-IDF ( Term

dengan menggunakan SPSS hasil yang diperoleh probabilitas <0,05 yaitu 0,028<0,05 maka Ho ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan nilai rata-rata

Pada bagian ini terdiri dari 16 birama dan masih menggunakan pola ritme bass drum dan snare drum yang sama dengan bagian sebelumnya.. Pola modulasi ritme ride cymbal

Analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan fitokimia tepung daun katuk dalam ransum berbasis pakan lokal tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap konsumsi

Program script 5 untuk mengatur kunci tidak akan hilang jika aktor tidak berhasil memakan semua angka atau aksara, akibatnya aktor tidak akan dapat melanjutkan/masuk

Pada pembelajaran bahasa Indonesia ini, kegiatan refleksi dilakukan dengan menganalisis aktivitas berbicara dan hasil belajar peserta didik, menganalisis

Penelitian yang berupateori-teorimelalui hasil dari berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal yang sangat perlu di jadikan sebagai data pendukung untuk proses pembuatan game