• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konflik Budaya Suami-Istri di Jemaat GKI Lachai Roi Wamena dari Perspektif Konseling Lintas Budaya T1 752014016 BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konflik Budaya Suami-Istri di Jemaat GKI Lachai Roi Wamena dari Perspektif Konseling Lintas Budaya T1 752014016 BAB V"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V P E N U T U P

1. Kesimpulan

Keluarga merupakan inti dari pembentukan suatu jemaat, gereja dan masyarakat. Jika

keluarga dibangun dengan nilai-nilai budaya yang beriman, maka akan nampak keluarga

yang baik dalam masyarakat. Sebaliknya jika satu keluarga tidak dibangun berdasarkan

nilai-nilai budaya dan agama maka keluarga itu akan banyak mengalami dan terlibat dalam

konflik. Konflik semacam ini bukan saja terjadi dalam lingkup keluarga tetapi meluas

sampai ke masyarakat sebagai bagian dari perkembangan dan perubahan itu. Bentuk

konflik yang berpengaruh besar terhadap kehidupan berjemaat dalam masyarakat adalah

konflik budaya suami istri.

Budaya adalah jati diri yang ada dalam diri seseorang yang terbentuk melalui proses

interaksi dan pengaruh mempengaruhi antar individu untuk memahami realitas supaya

dapat menyesuaikan diri dalam menjalani kehidupan. Konflik dapat saja terjadi jika

seseorang tidak dapat mempengaruhi orang lain untuk memahami realitasnya,

menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan menjalani hidupnya. Konflik budaya suami

istri dapat terjadi kapan dan di mana saja karena adanya perbedaan budaya di antara

individu, tidak adanya kesadaran kepekaan budaya dan terjadinya bias budaya.

Konflik sebagai persimpangan menuju ke arah positif dan negatif. Konflik menjadi

kegiatan yang positif ketika konflik mampu ditangangi oleh dua orang individu atau lebih

secara kreatif, akan tetapi konflik juga dapat menjadi negatif dan berakhir pada kekerasan

karena tidak dikelola secara kreatif. Jadi konflik antara suami istri dapat menjadi positif

jika masing-masing pasangan memahami budaya masing-masing dan mampu

(2)

yang telah membentuk keluarga, tetapi pada kenyataannya konflik sering tidak dikelola

dengan baik dan kreatif sehingga konflik tersebut terus bergulir yang mengartikan bahwa

pasangan suami-istri yang berkonflik tidak mempu mendialogkan kebudayaan

masing-masing untuk menjadi suatu budaya yang baru.

Penanganan terhadap konflik budaya suami-istri dilakukan melalui pelayanan

konseling lintas budaya sebagai suatu hal yang berhubungan dengan proses terapi dan

praktek penyembuhan mental. Hal itu merupakan suatu peran dari proses menemukan

tujuan konseling melalui pengalaman hidup, budaya, dan identitas individu konseli oleh

konselor. Pendekatan yang dilakukan dalam pelayanan konseling lintas budaya tersebut

adalah pendekatan rational emotive, yaitu suatu bentuk konseling yang bertujuan untuk

mengubah dan memperbaiki emosin dan perilaku, memperlihatkan tentang cara berpikir

yang menghasilkan tindakan berdasarkan keinginan diri sendiri dan berdasarkan kehendak

Tuhan dalam Alkitab, memutuskan dalam suatu komitmen untuk berubah, berkembang dan

berdamai.

Berhasilnya pelayanan konseling lintas budaya tergantung pada seberapa baik dan

lancarnya proses komunikasi antara konselor dengan konseli ataupun antara konseli dan

konseli. Komunikasi merupakan suatu proses menyampaikan sesuatu sebagai akibat dari

tingginya tingkat interaksi manusia karena perbedaan asal dan konteks hidup, hubungan

antar manusia dan perkawinan beda budaya secara individual. Konseling lintas budaya

adalah juga suatu proses komunikasi, yaitu proses menyampaikan sesuatu baik dari pihak

konselor maupun konseli sebagai bagian dari interaksi masing-masing pihak untuk

menyatukan keperbedaannya ataupun menyatakan perbedaan-perbedaan mereka. Dalam

proses konseling terjadilah komunikasi tiga arah antara konselor sebagai penolong dengan

konseli sebagai pihak yang ditolong. Proses pertolongan itu dapat terjadi jika terjadi juga

(3)

2. Usul dan Saran

2.1.Suami-Istri yang berkonflik di Jemaat GKI Lachai Roi Wamena

Tujuan dari tesis ini adalah menolong pasangan suami-istri yang mengalami

konflik budaya. Konflik budaya itu yang dimaksudkan adalah pasangan suami istri

mampu memahami dan mampu mendialogkan budaya masing-masing untuk

kehidupan keluarga yang selalu berproses ke arah yang lebih baik, oleh sebab itu

usul dan saran penulis adalah pasangan suami-istri pertama-tama rela untuk

membuka diri terhadap kepelbagaian dan perbedaan budaya masing-masing.

Pasangan suami istri yang telah rela terbuka terhadap kepelbagaian dan

perbedaan budaya yang melekat dan menjadi jati diri masing-masing pihak

selanjutnya rela untuk memahami budaya masing-masing sebagai proses

memperkaya budaya masing-masing menjadi suatu budaya yang baru yaitu budaya

yang dibentuk oleh pasangan suami-istri. Maka konflik budaya suami-istri yang

sering terjadi tidak lagi mendatangkan dampak negatif tetapi mendatangkan

dampak positif karena pasangan suami-istri telah rela dan mampu memahami

budaya masing-masing dan membentuk budaya baru. Jadi pasangan suami-istri

mampu melihat konflik bukan sebagai persimpangan menuju kekerasan tetapi

sebagai persimpangan menuju berubahan budaya baru antara pasangan suami-istri.

2.2.Pendeta GKI Lachai Roi Wamena

Pendeta sabagai yang paling dipercaya oleh warga gereja hendaknya

menerapkan konseling lintas budaya dalam penanganan konseling terhadap

pasangan suami-istri yang terlibat dalam konflik. Konflik budaya suami-istri

(4)

penanganan khusus dan perhatian dari pendeta sebagai yag dipercayakan

menolong pasangan suami-istri yang berkonflik agar mampu melalui proses ke

arah perubahan yang lebih baik, namun dengan keterbatasan pengetahuan oleh

pendeta sebagai penolong tidak mampu peka terhadap budaya pasangan

suami-istri dan kurang memaknaai budaya suami suami-istri, mengakibatkan kebijakan yang

diambil oleh pasangan suami-istri dalam mengolah konflik kurang maksimal.

Maka usul dan saran penulis kepada pendeta agar menambah pengetahuan

terhadap konseling lintas budaya dengan memperkaya diri dan mengikuti

program-program pelatihan konseling sehingga pendeta mampu peka budaya,

memaknai budaya sehingga tidak tetrjadi bias budaya yang mengakibatkan

interfensi-interfensi yang kurang tepat pada sasaran.

2.3. Gereja Kristen Injili di Tanah Papua

GKI Di Tanah Papua merupakan gereja yang memiliki warga jemaat yang

majemuk karena berada dalam masyarakat majemuk, pluralis, dan multikultural

sehingga dalam pelakasanaan tripanggilannya untuk bersekutu, bersaksi dan

melayani diperlukan pola dan cara-cara pelayan yang dapat menyentuh

kebutuhan warga gereja.

Warga gereja membutuhkan pegangan dan cara hidup untuk mempengaruhi

dunia kepada kebenaran, untuk hal itu maka pelaksanaan pelayanan konseling

lintas budaya diperlukan dalam kebutuhan jemaat saat ini. Maka usul dan saran

penulis dalam rangka memahami warga gereja yang majemul, plural dan

mutibudaya ini, maka gereja perlu membuka peluang bagi pelaksanaan

(5)

Jadi gereja memerlukan konselor yang profesional pada bidangnya, sehingga

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah strategi komunikasi yang dilakukan oleh pasangan suami istri yang berbeda budaya dalam mendidik anak mereka,

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara teroritis konseling lintas budaya dan konseling pastoral terpisah, namun penelitian ini cenderung menemukan