BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori
2.1.1 Signalling Theory
Teori sinyal mengemukakan bagaimana seharusnya sebuah perusahaan
memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa
informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk
merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa informasi yang
menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain dan
informasi lainnya.Teori signaling menyatakan bahwa perusahaan yang berkualitas
baik dengan sengaja akan memberikan sinyal pada pasar, dengan demikian pasar
diharapkan dapat membedakan perusahaan yang berkualitas baik dan buruk
(Jogiyanto,2003).Agar sinyal tersebut baik maka harus dapat ditangkap pasar dan
dipersepsikan baik serta tidak mudah ditiru oleh perusahaan yang memiliki
kualitas yang buruk.
Perusahaan yang melakukan publikasi laporan keuangan auditanakan
memberikan informasi kepada pasar dan diharapkan pasar dapat merespon
informasi sebagai suatu sinyal yang baik atau buruk.Sinyal yang diberikan pasar
kepada publik akan mempengaruhi pasar saham khususnya harga saham
perusahaan.Jika sinyal perusahaan menginformasikan kabar baik pada pasar,
maka dapat meningkatkan harga saham sebaliknya, jika sinyal perusahaan
menginformasikan kabar buruk maka harga saham perusahaan akan mengalami
bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna
laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah
dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat
berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut
lebih baik daripada perusahaan lain. Teori sinyal menjelaskan bahwa pemberian
sinyal dilakukan oleh manajer untuk mengurangi asimetri informasi. Manajer
memberikan informasi melalui laporan keuangan bahwa mereka menerapkan
kebijakan akuntansi konservatisme yang menghasilkan laba yang lebih berkualitas
karena prinsip ini mencegah perusahaan melakukan tindakan membesar-besarkan
laba dan membantu pengguna laporan keuangan dengan menyajikan laba dan
aktiva yang tidak overstate.
Teori sinyal menjelaskan mengapa perusahaan mempunyaidorongan untuk
memberikan informasi laporan keuangan pada pihakeksternal. Dorongan
perusahaan untuk memberikan informasi karenaterdapat asimetri informasi antara
perusahaan dan pihak luar karenaperusahaan mengetahui lebih banyak mengenai
perusahaan danprospek yang akan datang daripada pihak luar (investor dan
kreditor).Kurangnya informasi bagi pihak luar mengenai perusahaanmenyebabkan
mereka melindungi diri mereka dengan memberikanharga yang rendah untuk
perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi
informasi asimetri. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah
dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi
keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai
2.1.2 Return Saham
Harga saham adalah harga yang terbentuk di pasar jual beli saham.
Kebanyakan harga saham berbeda dengan nilai saham, makin sedikit informasi
yang bisa diperoleh untuk menghitung nilai saham, makin jauh perbedaan
tersebut. Dalam melakukan investasi, seorang investor selalu mengharapkan
adanya return atau keuntungan. Dalam teori pasar modal, tingkat pengembalian yang diterima oleh seorang investor dari saham yang diperdagangkan di pasar
modal (saham perusahaan go public) biasa disebut return. Dalam pasar saham tidak selalu menjanjikan suatu return yang pasti bagi investor. Namun beberapa
komponen return saham yang memungkinkan pemodal meraih keuntungan adalah deviden, saham bonus, dan capital gain.
Return saham merupakan hasil keseluruhan yang diperoleh dari investasi selama periode tertentu, dan dapat digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan.
Menurut Tandelilin (2001) return saham adalah tingkat pengembalian yang diharapkan oleh investor dari keuntungan saham dalam bentuk laba. Oleh karena
itu return saham merupakan salah satu faktor memotivasi investor berinvestasi
dan juga imbalan atas investasi yang dilakukan. Selanjutnya Jogiyanto (2003)
mengatakan return saham adalah hasil yang diperoleh dari hasil investasi pada
umumnya melakukan investasi adalah untuk return (tingkat pengembalian) sebagai imbalan atas dana yang telah ditanamkan atas kesediaannya menaggung
resiko yang ada dalam investasi tersebut.
Setiap investasi baik jangka pendek maupun jangka panjang mempunyai
maupun tidak langsung. Menurut Ang (1997) komponen suatu return terdiri dari
dua jenis yaitu: 1) Current Income (keuntungan lancar) adalah keuntungan yang diperoleh melalui pembayaran yang bersifat pembayaran yang bersifat periodik
seperti pembayaran bunga deposito, bunga obligasi, dividen dan sebagainya. 2)
Capital gain yaitu keuntungan yang diterima karena adanya selisih antara harga jual dan harga beli suatu instrumen investasi, yang berarti bahwa instrumen
investasi harus diperdagangakan di pasar. Besarnya capital gain dilakukan dengan analisis return historis yang terjadi pada periode sebelumnya, sehingga dapat
ditentukan besarnya tingkat kembalian yang diinginkan.
Menurut Tandelilin (2001) terdapat beberapa hal yang dijadikan dasar bagi
seorang investor untuk pengambilan keputusan investasi yaitu:
1. Return, yang menjadi alasan utama orang berinvestasi adalah memperoleh keuntungan atau return. Return yang diharapkan oleh investor ini adalah kompensasi atas biaya kesempatan (opportunity cost) dan resiko penurunan daya beli akibat adanya pengaruh inflasi. Perbedaan antara return yang diharapkan dengan return yang diterima merupakan suatu risiko yang harus selalu dipertimbangkan dalam keputusan investasi.
2. Resiko, umumnya semakin besar risiko yang ditanggung oleh investor dalam
berinvestasi maka semakin besar pula tingkat return yang diharapkan. Sikap investor terhadap risiko akan sangat tergantung pada preferensi investor
terhadap risiko. Investor yang memiliki keberanian yang tinggi maka dia akan
memilih keberanian yang tinggi dengan harapan memperoleh tingkat return
Jogiyanto (2003) membedakan return saham menjadi dua jenis yaitu return
realisasi (realized return) dan return ekspektasi (expected return). Return realisasi adalah return yang sudah terjadi dan dihitung berdasarkan data historis. Return
realisasi ini penting dalam mengukur kinerja perusahaan dan sebagai dasar
penentuan return dan resiko di masa mendatang. Sedangkan return ekspektasi
adalah return yang diharapkan akan terjadi di masa yang akan datang dan bersifat
tidak pasti. Penelitian ini menggunakan return saham satu periode ke depan
sehingga perhitungan return saham merupakan hasil bagi antara selisih harga
saham periode tahun depan dengan harga saham periode saat ini dibagi harga
saham periode saat ini. Perhitungan return saham dapat dilakukan dengan rumus
berikut :
Pit– Pit-1
Rit =
Pit-1
Keterangan:
Rit = Tingkat keuntungan saham i periode t
Pit = Harga saham penutupan i pada periode t
P it1 = Harga saham penutupan i pada periode sebelumnya
2.1.3 Nilai Perusahaan
Nilai perusahaan diartikan sebagai harga yang bersedia dibayar oleh calon
investor seandainya suatu perusahaan akan dijual. Nilai perusahaan tercermin dari
harga saham yang stabil dan dalam jangka panjang mengalami kenaikan. Semakin
tinggi harga saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai perusahaan
tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Untuk mencapai
hal tersebut, perusahaan mengharapkan manajer keuangan akan melakukan
tindakan terbaik bagi perusahaan dengan memaksimalkan nilai perusahaan
sehingga kemakmuran (kesejahteraan) pemilik atau pemegang saham dapat
tercapai. (Husnan, 1998).
Nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dari
saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual disaat terjadi
transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap
cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya. Nilai perusahaan yang
dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh
peluang-peluang investasi. Adanya peluang-peluang investasi dapat memberikan sinyal positif
tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga dapat
meningkatkan nilai perusahaan.
Tujuan perusahaan pada dasarnya tujuan manajemen keuangan adalah
memaksimumkan nilai perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut masih
terdapat konflik antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai
kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan
meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak
terpengaruh sama sekali. Dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan
bisa merupakan indeks yang tepat untuk mengukur tingkat efektivitas perusahaan.
Berdasarkan alasan itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam
bentukmaksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan, atau
berarti bahwa para manajer harus berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan
mengorbankan para pemegang obligasi (Erlina, 2008).
Dalam penelitian ini, nilai perusahaan diukur dengan Tobins Q. Secara sederhana, Tobin’s Q adalah pengukur kinerja dengan membandingkan dua
penilaian dari asset yang sama. Tobin’s Q merupakan rasio dari nilai pasar asset
perusahaan yang diukur oleh nilai pasar dari jumlah saham yang beredar dan
hutang (enterprise value) terhadap replacement cost dari aktiva perusahaan (Fiakas 2005). Jika nilai Tobin’s Q < 1 menunjukkan bahwa nilai buku asset
perusahaan lebih besar dari nilai pasar perusahaan, sehingga perusahaan akan
menjadi sasaran akuisisi yang menarik baik untuk digabungkan dengan
perusahaan lain ataupun untuk dilikuidasi karena nilai saham tersebut dihargai
rendah (undervalued). Sebaliknya bila nilai Tobin’s Q > 1 menunjukkan bahwa nilai pasar perusahaan lebih tinggi dibandingkan nilai buku asetnya, sehingga
mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi
sehingga nilaiperusahaan lebih dari nilai asetnya (overvalued).
Pengukuran kinerja dengan menggunakan Tobin’s Q tidak hanya
memberikan gambaran pada aspek fundamental saja, tetapi juga sejauh mana
pasar menilai perusahaan dari berbagai aspek yang dilihat oleh pihak luar
termasuk investor. Tobin’s Q mewakili sejumlah variabel yang penting dalam
pengukuran kinerja, antara lain aktiva tercatat perusahaan, kecenderungan pasar
yang memadai seperti pandangan-pandangan analis mengenai prospek
perusahaan, dan variabel modal intelektual atau intangible asset. Secara khusus, Tobin’s atau Q ratio sering digunakan sebagai alat pengukur nilai intangible asset
manajerial dan peluang pertumbuhan. Karena adanya modal intelektual inilah
suatu perusahaan sering dinilai lebih oleh pasar. Atas dasar itulah sehingga
Tobin’s Q menjadi alat pengukuran kinerja yang populer.Perhitungan nilai
perusahaan melalui Tobins Q, dapat diformulasikan (dengan satuan persentase) sebagai berikut :
{(CP x JLS) + TL + I)} – CA Tobins Q=
TA
Dimana :
Tobins Q = Nilai perusahaan CP = Closing Price
JLS = Jumlah Saham yang beredar
TL = Total Liabilities
I = Inventory
CA = Current Assets
TA = Total Assets
2.1.4. Rasio Keuangan
Analisis dalam laporan keuangan merupakan proses yang penuh
pertimbangan dalam rangka membantu mengevaluasi posisi keuangan dan hasil
operasi perusahaan pada masa sekarang dan masa lalu dengan tujuan untuk
menentukan prediksi yang mungkin mengenai kondisi dan kinerja perusahaan
pada masa yang akan datang.Rasio keuangan merupakan sebuah indeks yang
menghubungkan dua angka akuntansi dan didapat dengan membagi satu angka
dengan yang lainnya (James dan John, 2005). Rasio menggambarkan suatu
dan dengan menggunakan alat analisa berupa ini akan dapat menjelaskan atau
memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik dan buruknya keadaan atau
posisi keuangan suatu perusahaan terutama apabila angka rasio tersebut
dibandingkan dengan angka rasio pembanding yang digunakan sebagai standart
(Munawir, 2001).
Penilaian ini meliputi masalah likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, efisiensi
manajemen dan prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Selain itu rasio
keuangan berguna bagi analisis internal untuk membantu manajemen membuat
evaluasi tentang hasil-hasil perusahaan, memperbaiki kesalahan-kesalahan dan
menghindari keadaan yang dapat menyebabkan kesulitan keuangan. Rasio-rasio
keuangan yang digunakan pada dasarnya terdiri atas dua jenis. Jenis pertama
meringkas beberapa aspek “kondisi keuangan” perusahaan untuk suatu periode
-periode dengan neraca yang telah dibuat. Rasio-rasio ini disebut rasio neraca
(balance sheet ratio), karena baik pembilang maupun penyebut dalam setiap rasio berasal langsung dari neraca. Jenis kedua dari rasio meringkas beberapa aspek
kinerja perusahaan selama periode waktu tertentu, biasanya dalam setahun. Rasio
ini disebut sebagai rasio laporan laba rugi (income statement ratio) atau rasio laba rugi dan neraca (income statement and balance sheet ratio). Rasio laba rugi membandingkan saru arus bagian dari laporan laba rugi dengan arus bagian lain
laporan laba rugi.
Menurut Wild et al. (2005) rasio keuangan dapat dikelompokkan menjadi
1. Rasio Likuiditas (Liquidity Ratio)
Rasio ini menyatakan kemampuan perusahaan jangka pendek untuk
memenuhi obligasi (kewajiban) yang jatuh tempo. Rasio likuiditas ini terdiri
dari current ratio, acid test ratio, collection period, dan day to sell inventory. 2. Rasio Profitabilitas berdasarkan Pemanfaatan Aktiva (Assets Utilization
Profitability Ratio)
Rasio ini menunjukkan kemampuan serta efisiensi perusahaan didalam
menilai efektivitas dan intensitas aktiva dalam menghasilkan penjualan.
Rasio aktivitas ini terdiri dari : total asset turnover, fixed asset turnover, accounts receivable turnover, cash turnover, sales to inventory dan working capital turnover.
3. Rasio Profitabilitas berdasarkan kinerja operasi (Operating Performance Profitability Ratio)
Rasio ini menunjukkan keberhasilan perusahaan didalam mengevaluasi
margin laba dari aktivitas operasi. Rasio rentabilitas ini terdiri dari: gross profit margin, operating profit margin ration, netprofit margin, dan pretax profit margin.
4. Rasio Profitabilitas berdasarkan tingkat pengembalian atas investasi (Return on Investment Profitability Ratio).
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menilai kompensasi
keuangan kepada penyedia pendanaan ekuitas dan utang. Rasio rentabilitas ini
terdiri dari: Return On Assets dan Return On Equity.
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban
jangka panjangnya. Rasio ini juga disebut leverage ratios, karena merupakan
rasio pengungkit yaitu menggunakan uang pinjaman (debt) untuk memperoleh keuntungan. Rasio leverage ini terdiri dari: total debt to equity ratio, long-term debt to equity ratio, dan times interest earned ratio.
6. Rasio Pasar (Market Ratio)
Rasio ini menunjukkan informasi penting perusahaan yang diungkapkan
dalam basis per saham. Rasio pasar ini terdiri dari: earning yield,dividend yield, dividend payout ratio, priceearning ratio, earning per share danprice to book value.
2.1.4.1 Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk memenuhi kewajiban jangka pendek yang harus segera dipenuhi atau
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih.
Rasio likuiditas juga penting bagi kreditor jangka panjang dan pemegang saham
yang ingin mengetahui prospek dari dividen dan pembayaran bunga dimasa yang
akan datang. Likuiditas perusahaan dapat ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva
lancar yaitu aktiva yang mudah diubah menjadi kas yang meliputi kas, surat
berharga, piutang, persediaan. Tingkat likuiditas yang tinggi pada sebuah
perusahaan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut dapat memenuhi kewajiban
jangka pendeknya dengan baik, sedangkan tingkat likuiditas yang rendah
menunjukkan bahwa perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban jangka
pendeknya dengan baik. Rasio likuiditas dalam penelitian ini diukur dengan
1. Quick Ratio
Rasio Cepat merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam memenuhi atau membayar kewajiban atau utang lancar (utang jangka
pendek) dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan nilai persediaan
(inventory). Walaupun persediaan termasuk dalam aktiva lancar, namun
pesediaantidak dapat segera digunakan untuk memenuhi kewajiban
perusahaan. Mengkonversi nilai persediaan menjadi uang kas membutuhkan
waktu relatif lebih lama jika dibanding aktiva lainnya. Semakin besar nilai rasio
cepat, maka semakin cepat perusahaan dapat memenuhi segala
kewajibannya.Rasio QR dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Aktiva Lancar - Persediaan
Quick Ratio =
Hutang Lancar
2. Current Ratio
Current Ratio adalah ratio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan aktiva lancar
yang dimilikinya. Menurut Sawir (2003)Current ratio merupakan ukuran yang paling umum digunakan untuk mengetahui kesanggupan memenuhi kewajiban
jangka pendek, karena rasio ini menunjukan seberapa jauh tuntutan dari kreditor
jangka pendek dipenuhi oleh aktiva yang diperkirakan menjadi uang tunai dalam
suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan tingkat CR ini sangat tergantung kepada
jenis usaha dari masing-masing perusahaan.Rasio CR menunjukkan tingkat
keamanan kreditor jangka pendek atau kemampuan perusahaan membayar
hutang-hutangnya. Rasio CR diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Aktiva Lancar
Current Ratio =
Hutang Lancar
2.1.4.2 Rasio Profitabilitas
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang bertujuan untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu dan
juga memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas manajemen dalam
melaksanakan kegiatan operasinya. Efektifitas manajemen disini dilihat dari laba
yang dihasilkan terhadap penjualan dan investasi perusahaan. Rasio ini disebut
juga rasio rentabilitas.Menurut Harahap (2008) rasio profitabilitas adalah rasio
yang menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui seluruh
kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal jumlah
karyawan dan sebagainya. Rasio profitabilitas merupakan rasio yang
menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mendapatka laba melalui semua
kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah
karyawan, jumlah cabang dan sebagainya (Harahap, 2008).Profitabilitas dalam
penelitian ini diukur dengan menggunakan Return On Asset dan Net Profit Margin.
Return on Assets adalah bagian dari salah satu teknik analisis yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan
operasi perusahaan. Return On Assets merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan semua aktiva yang dimiliki oleh perusahaan,
sehingga ROA sering disebut sebagai rentabilitas ekonomis. Menurut Riyanto
(2001) ROA adalah rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan
menghasilkan laba bersih bagi semua investor dari modal yang diinvestasikan
dalam keseluruhan aktiva. Semakin tinggi ROA maka semakin tinggi kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan keuntungan. Semakin tinggi keuntungan yang
dihasilkan perusahaan maka semakin besar peluang perusahaan untuk
meningkatkan nilai perusahaan, karena laba yang dihasilkan tersebut
kemungkinan akan ditanamkan kembali di perusahaan dalam bentuk laba ditahan.
Rasio ROA dihitung dengan cara membandingkan antara jumlah laba bersih
setelah dikurangi bunga dan pajak (Earning After Interest and Tax) dengan total aktiva.
Laba Bersih Setelah Pajak
Return On Assets =
Total Aktiva
2Net Profit Margin
Net Profi Margin merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu (Sutrisno,
2000). Semakin besar NPM suatu perusahaan, maka kinerja perusahaan semakin
produktif sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan
Hubungan antara laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih menunjukkan
kemampuan manajemen dalam menjalankan perusahaan secara cukup berhasil
untuk menyisakan margin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik
yang telah menyediakan modalnya untuk suatu resiko. Selain itu, rasio NPM
dapat mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam menjalankan kegiatan
operasionalnya dengan meminimalkan beban perusahaan dan memaksimalkan
laba perusahaan. Semakin tinggi nilai NPM suatu perusahaan menunjukkan
bahwa kinerja perusahaan semakin baik, kinerja yang baik akan mempengaruhi
nilai perusahaan tersebut yang ditunjukkan dengan harga saham dari perusahaan
tersebut. Rasio dari NPM dirumuskan sebagai berikut :
Laba Bersih Setelah Pajak
Net Profit Margin =
Penjualan Bersih
2.1.4.3 Rasio Leverage
Leverage Ratio menunjukkan struktur permodalan suatu perusahaan. Rasio ini merupakan perbandingan antara total hutang dengan aktiva yang digunakan
sebagai sumber pendanaan perusahaan (Arifin, 2004). Semakin tinggi ratio
laverage semakin besar persentase modal asing yang digunakan dalam operasional
perusahaan. Rasio leverage yang semakin tinggi menunjukkan semakin besarnya
proporsi hutang terhadap aktiva, sehingga mencerminkan resiko perusahaan yang
relatif tinggi dan resiko yang harus ditanggung investor juga akan semakin tinggi.
Pada akhirnya investor akan menghindari saham perusahaan yang memiliki rasio
leverage yang tinggi. Rasio leverage yang besar biasanya berdampak buruk bagi
perusahaan karena tingginya tingkat hutang menyebabkan beban bunga semakin
menunjukkan kinerja perusahaan yang baik. Dalam penelitian ini rasio leverage
diukur dengan Debt to Equity RatiodanDebt to Total Asset Ratio.
1. Debt to Equity Ratio
Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang membandingkan total utang dengan total ekuitas. DER mencerminkan kemampuan perusahaan untuk
membayar atau memenuhi kewajibannya dengan modal sendiri. Makin tinggi
Debt to Equity Ratio maka akan menunjukkan semakin besarnya modal pinjaman yang digunakan untuk pembiayaan aktiva perusahaan (Brigham dan Houston,
2006).Rasio DER yang kecil menunjukkan bahwa perusahaan masih mampu
memenuhi kewajibannya kepada kreditur. Selain itu rasio DER dapat
menunjukkan seberapa besar perusahaan didanai oleh pihak kreditur. Semakin
tinggi DER berarti semakin besar dana yang diambil dari luar perusahaan. Rasio
DER dapat dirumuskan sebagai berikut :
Total Hutang
Debt to Equity Ratio =
Total Equity 2. Debt to Total Asset Ratio
Debt to Total Asset Ratio merupakan rasio antara total hutang terhadap total aktiva. Rasio ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai
aktiva yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka menjalankan aktivitas
operasionalnya. Semakin besar rasio DAR menunjukkan semakin besar tingkat
ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar
pula beban biaya hutang (biaya bunga) yang harus dibayar oleh perusahaan.
besar) maka hal tersebut berdampak terhadap profitablitas yang diperoleh
perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman.
Dengan biaya bunga yang semakin besar, maka profitabilitas (earnings after tax) semakin berkurang (karena sebagian digunakan untuk membayar bunga), maka
hak para pemegang saham (dividen) juga semakin berkurang (menurun). Rasio
DER dapat dirumuskan sebagai berikut :
Total Hutang
Debt to Asset Ratio =
Total Asset
2.1.4.4 Rasio Pasar
Rasio ini merupakan indikator untuk mengukur mahal murahnya suatu
saham, ukuran prestasi perusahaan yang dipaling lengkap bagi para pemegang
saham, serta dapat membantu investor dalam mencari saham yang memiliki
potensi keuntungan dividen yang bessar sebelum melakukan penaman modal
berupa saham. Namun rasio pasar tidak mempunyai ukuran yang menunjukan
tingkat efesiensi rasio serta tidak dapat mencerminkan kinerja keuangan
perusahaan secara keseluruhan jika dilihat berdasarkan harga saham maupun jika
dipergunakan oleh pihak manajemen perusahaan.Rasio ini merupakan pengukuran
yang paling lengkap mengenai prestasi perusahaan dan berkaitan langsung dengan
tujuan memaksimalkan nilai perusahaan dan kekayaan para pemegang saham
(Ang, 1997). Rasio pasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah Earning Per Share dan Price to Book Value.
1. Earning Per Share
saham yang dimilikinya atas keikutsertaan dalam perusahaan. Pertumbuhan
Earning per share memberikan informasi tentang perkembangan suatu perusahaan. Kenaikan pada earning per share menunjukan bahwa kinerja dari laba perusahaan sangat baik sehingga hal tersebut dapat meningkatkan
penghasilan dari pemegang saham (investor). Apabila earning per share
perusahaan tinggi maka akan semakin banyak investor yang mau membeli saham
tersebut sehingga menyebabkan harga saham akan tinggi (Dharmastuti, 2004).
Investor berpandangan bahwa EPS mengandung informasi yang penting untuk
melakukan prediksi mengenai besarnya dividen per saham di kemudian hari, serta
relevan untuk menilai efektivitas manajemen dalam membuat kebijakan
pembayaran dividen.Manajemen perusahaan pada pemegang saham biasa dan
calon pemegang saham sangat tertarik akan earning per share, karena menggambarkan yang akan diterima untuk setiap lembar saham. Hal ini
merupakan indikator keberhasilan suatu perusahaan. Rasio EPS dapat dirumuskan
sebagai berikut :
Laba Bersih
Earning Per Share =
Jumlah Lembar Saham
2Price to Book Value
Price to Book Value digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya. PBV juga menunjukkan seberapa jauh perusahaan mampu
menciptakan nilai perusahaan relatif terhadap jumlah modal yang diinvestasikan.
Nilai pasar adalah harga saham yang terjadi di pasar bursa pada saat tertentu yang
ditentukan oleh pelaku pasar. Nilai pasar ditentukan oleh permintaan dan
nilai pasar saham dan nilai buku atau disebut dengan Price to Book Value dapat digunakan untuk mengukur nilai perusahaan, semakin besar rasio Price to Book Value maka semakin tinggi perusahaan dinilai oleh para pemodal. Perusahaan yang telah berjalan dengan baik umumnya rasio ini mencapai di atas satu yang
menunjukkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya.Rasio PBV
dapat diperoleh dengan menggunakan rumus berikut :
Harga Pasar Per Lembar Saham
Price to Book Value=
Nilai Buku Per Lembar Saham
2.2 Review Penelitian Terdahulu
Berikut ini akan diuraikan beberapa tinjauan dari penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan penelitian ini adalah :
1. Ulupui (2006) yang meneliti Analisis Pengaruh Likuiditas, Leverage, Aktivitas
dan Profitabilitas terhadap Return Saham Studi Empiris Pada Perusahaan
Makanan dan Minuman dengan Kategori Industri Barang Konsumsi di Bursa
Efek Jakarta. Variabel independen dalam penelitian ini adalah CR, ROA,
TATO dan DER sedangkan variabel dependennya adalah return saham. Hasil
penelitian menyimpulkan bahwa secara simultan CR, ROA, TATO dan DER
berpengaruh secara signifikan terhadap return saham. Secara parsial hanya CR
dan ROA yang berpengaruh signifikan terhadap return saham.
2. Safrida (2008) yang meneliti tentang Pengaruh struktur modal dan
pertumbuhan perusahaan terhadap nilai perusahaan pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Hasil penelitian membuktikan secara
parsial bahwa struktur modal berpengaruh secara negatif dan signifikan
negatif namun tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Secara simultan
membuktikan bahwa struktur modal dan pertumbuhan perusahaan
berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan.
3. Hidayat (2009) yang meneliti tentang Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap
Return Saham Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil
penelitian ini memberikan hasil bahwa rasio likuiditas (CR), rasio solvabilitas
(DER, LEV) dan rasio aktivitas (ROA, ROE, NPM) tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap return saham sedangkan rasio profitabilitas (EPS dan
TATO) dan rasio pasar (PER, PBV) berpengaruh secara signifikan terhadap
return saham. Secara simultan menunjukkan bahwa rasio keuangan
berpengaruh positif terhadap return saham.
4. Hermi dan Kurniawan (2011) yang meneliti tentang Pengaruh Kinerja
Keuangan Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufaktur di BEI
Periode 2008-2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara simultan
rasio keuangan (ROI, ROA, NPM, EPS dan PBV) berpengaruh signifikan
terhadap return saham. Secara parsial hanya variabel EPS yang berpengaruh
signifikan terhadap return saham sedangkan ROI, ROA, NPM dan PBV tidak
berpengaruh signifikan terhadap return saham.
5. Thrisye (2012) yang meneliti tentang Analisis Pengaruh Rasio Keuangan
Terhadap Return Saham BUMN Sektor pertambangan Yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Periode. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara
simultan rasio keuangan (CR, TATO, DER dan ROA) tidak berpengaruh
berpengaruh signifikan terhadap return saham sedangkan CR, TATO dan
ROA tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham.
6. Adelina, dkk (2014) yang meneliti tentang Pengaruh Rasio Likuiditas,
Leverage Dan Profitabilitas Terhadap Nilai Perusahaan Pada Industri Barang
Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010-2012. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa secara simultan rasio likuiditas (CR), rasio
leverage (DER) dan rasio profitabilitas (ROA) berpengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan. Secara parsial hanya rasio profitabilitas (ROA)
yang berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
7. Sianturi, Wanti (2014) yang meneliti tentang Pengaruh Kinerja Keuangan
Terhadap Nilai Perusahaan Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Barang
Konsumsi di BEI. Hasilpenelitian menunjukkan variabel Solvabilitas
berpengaruh negatif dansignifikan terhadap Tobin’s q sedangkanvariabel
Aktivitas tidak berpengaruh signifikan terhadap Tobin’s q dan untuk variabel
Profitabilitas memperlihatkanpengaruh yang positif dan signifikan terhadap
Tobin’s q Hasil uji F menunjukkan bahwa variabel Solvabilitas, Aktivitas
danProfitabilitas secara simultan berpengaruh terhadap Tobin’s q.
8. The study Emamgholipour, at all (2013) “The Effects of Performance
Evaluation Market Ratios on the Stock Return: Evidence from the Tehran
Stock Exchange”. The research results indicate that earnings per share has
significant and positive effects on stock return of current year, but on the stock
return of future year has positive and bound line effects. Also obtained results
value ratio statistically have significant and negative effects on stock return of
current and future year.
9. The study Vural, at all (2012) Affects of Working Capital Management on
Firm’s Performance: Evidence from Turkey”. The results demonstrate that
firms can increase profitability measured by gross operating profit by
shortening collection period of accounts receivable and cash conversion cycle.
Leverage as a control variable has a significant negative relationship with firm
value and profitability of firms. This means, increase in the level of leverage
will lead to decline in the profitability of the firm and the value of the firm.
10.The study Omowunmi (2012) “The Effect of the Industrial Sector on Firms’
Performance In A Multi-Cultural Economy”. The study shows that the
industrial sector dummy variables are not significantly related to the
accounting measure of performance (ROA) but have a significant relationship
with the market performance (Tobin’s Q). The study concludes that regardless
of the diverse cultural citizenship values in Nigeria, there is presence of the
industrial sector in the economy. The study therefore recommends that
Nigerian firms should strive to match their high market performance with real
internal activities/operations that would reflect or rub-off on their internal
growth and accounting performance.
Berdasarkan uraian tersebut maka review penelitian terdahulu dapat
dirangkum pada Tabel 2.1 berikut:
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu
No Nama/Tah un
Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
1 Ulupui 2006
Analisis Pengaruh Likuiditas,
Leverage, Aktivitas
Variabel dependen: return saham
terhadap Return secara parsial bahwa struktur modal berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan, pertumbuhan perusahaan berpengaruh secara negatif namun tidak signifikan terhadap nilai perusahaan. Secara simultan membuktikan bahwa struktur modal dan pertumbuhan perusahaan berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. NPM) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap return saham sedangkan rasio profitabilitas (EPS dan TATO) dan rasio pasar (PER, PBV) berpengaruh secara
Terdaftar Di BEI Tobin’s q sedangkanvariabel Aktivitas tidak berpengaruh signifikan terhadap Tobin’s q dan untuk variabel Profitabilitas memperlihatkanpengaruh yang positif dan signifikan terhadap Tobin’s q Hasil uji F
The research results indicate that earnings per share has significant value ratio statistically have significant and negative effects on stock return of current and