BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Struktur Modal
Neraca perusahan (balance sheet) terdiri dari dua sisi yaitu sisi aktiva yang menggambarkan struktur kekayaan sebuah perusahaan dan sisi pasiva sebagai
cerminan struktur keuangan. Sedangkan struktur modal merupakan bagian dari
struktur keuangan yang mencerminkan jumlah perbandingan antara hutang
dengan modal sendiri. Sebuah perusahaan harus menentukan tentang berapa
banyak jumlah utang sebuah perusahaan dalam strukturnya modal. Penentuan
tentang struktur modal ( capital structure ) berhubungan dengan keputusan pembelanjaan ( financial decision ) yang akan dilakukan oleh perusahaan. (James C. Van Horne dan John M. Wachowicz; 2008) Struktur modal merupakan
Campuran atau proporsi pembiayaan tetap suatu perusahaan dalam jangka
panjang yang diwakili oleh utang, saham preferen, dan ekuitas saham biasa.
Dalam pemenuhan pembiayaan perusahaan membutuhkan dana yang
diperoleh melalui internal perusahaan maupun secara eksternal. Bentuk pendanaan
secara internal (internal financing) adalah laba ditahan dan depresiasi. Pemenuhan yang dilakukan secara eksternal dapat dibedakan menjadi pembiayaan hutang
dapat dipenuhi melalui pinjaman, sedangkan modal sendiri melalui penerbitan
saham baru.
Banyak teori yang membahas bagaimana struktur modal sebuah
perusahaan, dalam mentukan struktur modal dapat dilakukan dengan beberapa
teori pendekatan. Berikut uraian beberapa teori dari struktur modal :
1. Teori Pendekatan Tradisional (Traditional Approach)
(James C. Van Horne dan John M. Wachowicz; 2008) Pendekatan
tradisional untuk struktur modal merupakan Sebuah teori struktur modal yang
mengansumsikan struktur modal yang optimal (optimal capital structure) dimana teori ini memungkinkan pihak manajemen untuk meningkatkan nilai total
perusahaan melalui penggunaan leverage keuangan yang bijaksana. Yang dimaksud dengan struktur modal yang optimal (Optimal Capital Structure) adalah struktur modal yang memaksimalkan nilai perusahaan dengan meminimalkan
biaya modal perusahaan.
Pendekatan ini beranggapan bahwa perusahaan pada awalnya dapat
menurunkan jumlah biaya modal dan meningkatkan nilai total perusahaan melalui
peningkatan leverage keuangan. Meskipun investor menaikkan tingkat pengembalian ekuitas, namun peningkatan pengembalian ekuitas tidak
sepenuhnya menetralkan manfaat menggunakan modal utang yang lebih murah.
Karena semakin tinggi leverage keuangan yang muncul, akan menyebabkan para investor semakin meningkatkan pengembalian yang diharapkan dari ekuitas.
Hingga akhirnya pengaruh ini akan memberikan efek lebih dari sekedar
Dalam salah satu variasi dari pendekatan tradisional, diasumsikan
pengembalian yang diminta atas ekuitas meningkat seiring dengan peningkatan
leverage keuangan. Sedangkan biaya modal yang berasal dari utang diasumsikan meningkat setelah terjadinya peningkatan yang signifikan dalam leverage
keuangan. Pada awalnya, biaya rata-rata tertimbang modal akan menurun sejalan
dengan leverage karena kenaikan pengembalian yang diminta atas ekuitas tidak sepenuhnya menetralkan penggunaan modal utang yang lebih murah. Akibatnya,
biaya rata-rata tertimbang modal akan menurun sejalan dengan penggunaan
leverage keuangan yang moderat.
Akan tetapi setelah titik tertentu, kenaikan pengembalian yang diminta atas
ekuitas lebih dari sekedar mengompesasikan penggunaan modal utang yang lebih
murah dalam struktur modal dan kapitalisasi keseluruhan mulai naik. Dengan
demikian pendekatan tradisional untuk struktur modal mengandung makna antara
lain bahwa :
1) biaya modal tergantung pada struktur modal perusahaan
2) terdapatnya struktur modal yang optimal.
2. Teori Prinsip Nilai Total (The Total-Value Principle)
Teori Prinsip Nilai Total (The Total-Value Principle) dikemukan oleh Franco Modigliani dan Merton Miller (M&M). Teori ini muncul pada tahun 1958
melalui publikasi artikel yang ditulis oleh Franco Modigliani dan Merton Miller
leverage keuangan dan biaya modal dijelaskan melalui pendekatan laba bersih operasional (Net Operating Income). Teori M&M ini menyangkal teori struktur modal tradisional, dengan memberikan justifikasi perilaku untuk membentuk
tingkat kapitalisasi keseluruhan perusahaan tetap konstan di seluruh rentang
kemungkinan leverage keuangan.
M&M berpendapat bahwa total risiko untuk semua pemegang sekuritas
dari suatu perusahaan tidak akan berubah dengan adanya perubahan struktur
modal perusahaan. Oleh karena itu nilai total perusahaan harus sama, terlepas dari
pencampuran pendanaan perusahaan. Sederhananya, asumsi M&M didasarkan
pada gagasan bahwa bagaimanapun cara Anda membagi struktur modal dari suatu
perusahaan antara utang, ekuitas, dan klaim lain, selalu ada konservasi atas nilai
investasi. Artinya, karena nilai total investasi perusahaan tergantung pada
profitabilitas dan risiko yang mendasarinya, nilai perusahaan tidak akan berubah
seiring dengan perubahan struktur modal perusahaan. Jadi, dalam keadaan tidak
adanya pajak dan faktor-faktor ketidaksempurnaan pasar lainnya, nilai total
perusaahan tidak berubah ketika dibagi menjadi utang, ekuitas, dan surat berharga
lainnya.
Asumsi ini didukung dengan gagasan bahwa investor dapat mengganti
leverage keuangan pribadi dengan leverage keuangan perusahaan. Dengan demikian investor memiliki kemampuan melalui pinjaman pribadi, untuk
mereplikasi struktur modal perusahaan dengan struktur modal yang mungkin
diterapkan dalam perusahaan. Karena perusahaan tidak dapat melakukan sesuatu
dapat lakukan sendiri pemegang saham maka menurut asumsi M&M perubahan
struktur modal dalam pasar modal yang sempurna tidak memiliki nilai. Oleh
karena itu dua perusahaan sama dalam segala hal kecuali untuk struktur modal
harus memiliki nilai total yang sama. Jika tidak, maka dapat dilakukan arbitrase
yang akan menyebabkan kedua perusahaan untuk menjual saham di pasar dengan
nilai total yang sama. Dengan kata lain, arbitrase menghalangi subtitusi yang sempurna terhadap penjualan saham dengan tingakat harga yang beragam dipasar
yang sama.
2.1.2 Teori Risiko
Dalam sebuah investasi hal yang menjadi perhatian adalah pengembalian
dari investasi (return) dan risiko (risk). Dalam teori investasi dikemukakan sebuah asumsi “high risk high return, low risk low return”. Artinya dalam sebuah investasi yang memiliki risiko yang tinggi akan memberikan pengembalian yang
tinggi juga dan sebaliknya investasi yang memiliki risiko yang rendah akan
memberikan pengembalian yang rendah juga. Risiko memang identik dengan
investasi, risiko dalam keuangan dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu risiko
sistematis (systematic Risk)dan risiko tidak sistematis (Unsystematic Risk).
Risiko sistematis (Systematic Risk) adalah (James C. Van Horne dan John M. Wachowicz; 2008) risiko yang terjadi karena faktor-faktor yang
mempengaruhi pasar secara keseluruhan, seperti adanya perubahan dalam
keuangan global. Risiko ini tak dapat dihindari oleh investor walaupun sudah
memegang portofolio yang terdiversifikasi.
Komponen risiko kedua adalah risiko tidak sistematis (Unsystematic Risk)
adalah risiko yang hanya dialami oleh beberapa perusahaan tertentu, maksudnya
antara perusahaan yang satu dan perusahaan yang lainny memiliki risiko ayang
berbeda. Namun, dengan diversifikasi jenis risiko ini dapat dikurangi dan bahkan
dihilangkan jika diversifikasi efisien.
2.1.3 Capital Requirements
Permodalan bagi bank berfungsi sebagai penyangga terhadap
kemungkinan terjadinya kerugian. Selain itu modal juga berfungsi untuk menjaga
kepercayaan terhadap aktivitas perbankan dalam menjalankan fungsinya sebagai
lembaga intermediasi atas dana yang diterima dari nasabah. Untuk melihat
bagaimana modal melindungi sebuah lembaga keuangan dari risiko kebangkrutan,
maka definisi dari modal haruslah tepat. Ada banyak definisi modal yang berbeda
dimana definisi modal dari seorang ekonom mungkin berbeda dari definisi
seorang akuntan. Secara khusus, definisi modal untuk bankir memiliki arti khusus,
dimana modal merupakan saham yang dimiliki oleh pemilik lembaga keuangan
atau investor, yang dimaksud saham disini adalah uang atau sebagian dari
kekayaan investor yang ditempatkan di perusahaan keuangan dengan harapan
mendapatkan tingkat pengembalian yang kompetitif dari kontribusi dana.
kewajiban. Modal dimaksudkan sebagai asuransi terhadap kebangkrutan bank
yaitu kondisi dimana kewajiban suatu perusahaan melebihi asetnya. (Stephen G.
Cecchetti: hal 295)
Modal memiliki 3 fungsi utama (Dahlan, siamat : 1993 hal 99) yaitu
fungsi operational, fungsi perlindungan, fungsi pengamanan dan pengaturan.
Penggunaan modal bank dimaksudkan untuk memenuhi segala kebutuhan
perbankan guna menunjang kegiatan operasi bank. Jumlah modal bank dianggap
tidak mencukupi apabila tidak memenuhi maksud-maksud tersebut. Namun dalam
prakteknya menetapkan berapa besarnya jumlah wajar kebutuhan modal suatu
bank adalah tugas yang cukup kompleks. Penetapan jumlah modal suatu bank
Merupakan tugas pengawas bank.
Menurut peraturan BIS lembaga perbanka harus memenuhi persyaratan
permodalan yang sesuai dengan aturan basle. Persyaratan modal ini dinamakan
dengan Capital requirements, yang mana minimum Capital Requirements yang ditetapkan oleh BIS adalah 8 %. Capital Requirements dibuat pada tahun 1988 dalam Basel Accord dan hingga saat ini definisi dari Capital Requirements tetap sama dan diterapkan dalam Basel II. Minimum Capital Requirements merupakan pilar yang pertama dari Basel II. Dibawah Basel I dan Basel II, definisi dari
Minimum capital Requirements terdiri dari 3 level (atau tier) modal. Tier tersebut adalah:
a) Modal Tier 1 (modal Inti). Tier ini terdiri dari elemen yang memiliki
kapasitas terbesar untuk menyerap kerugian yang terjadi setiap saat.
nonkumulatif ditambah cadangan-cadangan dikurangi goodwill. Hal
ini mencakup saham pemilik bank, keuntungan tak terbagi (laba
ditahan), dan aset tak berwujud.
b) Modal Tier 2 (modal pelengkap). Tier ini dibentuk dari campuran
komponen ekuitas secara umum (a broad mix of near equity components) dan modal hybrid/instrumen hutang. Tier 2 meliputi penyisihan (cadangan) untuk kerugian pinjaman dan sewa, saham
preferen atau instrumen utang yang bersifat subordinasi, tidak
memiliki jangka waktu, pembayaran dividen atau imbal hasil bersifat
non kumulatif, dan tidak memiliki fitur step up.
c) Modal Tier 3 (atau modal pelengkap tambahan) ditambahkan pada
tahun 1995 dan hanya digunakan untuk memenuhi persyaratan modal
pada risiko pasar.
Dalam pilar capital requirements perhitungan jumlah modal dihitung berdasarkan risiko. Untuk mengukur jumlah risiko menurut Bank Indonesia dapat
digunakan 2 alternatif pendekatan yaitu pendekatan standar berlaku untuk seluruh
bank (standardised model) dan model yang dikembangkan secara internal sesuai dengan karakteristik kegiatan usaha dan profil risiko individual bank (internal model) sehingga lebih sophisticated. Komparasi di antara 2 pendekatan ini, diharapkan dapat menghasilkan perhitungan kebutuhan modal yang lebih tepat
sesuai dengan risiko yang dihadapi oleh bank dan memberikan insentif bagi bank
untuk memaksimalkan portofolio dari asset mereka. Rumus berikut merupakan
Regulator adalah pihak berwenang menentukan jumlah modal pada
perbankan yang menetapkan penambahan jumlah modal sesuai dengan
pertumbuhan aset berisiko. Dengan demikian fungsi modal sebagai cushion yang menyerap kerugian dapat dijalankan.
2.1.4 Risiko Perbankan
Risiko dan lembaga perbankan memang tak dapat dipisahkan sebagai
lembaga intermediasi. Risiko usaha atau business risk (Dahlan Siamat: 2004 hal. 91) merupakan tingkat ketidakpastian mengenai pendapatan yang diperkirakan
akan diterima. Pendapatan dalam hal ini adalah keuntungan bank. Semakin tinggi
ketidakpastian pendapatan yang diperoleh suatu bank semakin besar kemungkinan
risiko yang dihadapi oleh bank. Sedangkan dalam PBI No.11/25/PBI/2009 risiko
Risiko adalah potensi kerugian akibat terjadinya suatu peristiwa (events) tertentu. Secara umum risiko perbankan digolongkan sebagai berikut :
1. Risiko Kredit (Credit Risk)
Risiko aset paling dasar yang dihadapi oleh bank adalah risiko kredit, yaitu
risiko yang terjadi akibat adanya penurunan nilai dari aset pinjaman pada lembaga
keuangan. Hal ini disebabkan oleh kegagalan atau ketidakmampuan debitur
No.11/25/PBI/2009 Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur dan/atau
pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Hampir semua jenis
lembaga keuangan menghadapi risiko ini. Namun secara umum lembaga
keuangan yang memberikan pinjaman dengan jangka panjang lebih rentan akan
risiko ini dibanndingkan dengan lembaga keuangan yang mengeluarkan pinjaman
dengan jangka waktu singkat. Jika dilihat dari potensi risiko kredit yang akan
dihadapi oleh suatu lembaga keuangan maka lembaga keuangan perlu memonitor
aset berisiko mereka agar dapat lebih efesian dalam portofolio aset dan risiko
kredit dapat diminimalisir. Selain itu Pengelolaan manajemen risiko kredit
diperlukan oleh bank guna untuk memastikan bahwa kredit yang diberikan pihak
bank telah memenuhi prinsip dasar pemberian kredit yang sehat.
2. Risiko Pasar (Market Risk)
Menurut PBI No.11/25/PBI/2009 Risiko Pasar adalah Risiko pada
posisi neraca dan rekening administratif termasuk transaksi derivatif, akibat
perubahan secara keseluruhan dari kondisi pasar, termasuk Risiko
perubahan harga option. Risiko pasar merupakan risiko yang terjadi dalam
perdagangan aset dan kewajiban suatu lembaga keuangan karena perubahan bunga
tarif, nilai tukar, dan harga aset lainnya. Sejak 1 Januari 1998, perbankan dinegara
yang tergabung dalam G10 dipersyaratkan untuk menyediakan modal dalam
mengcover risiko pasar (hal ini mengacu pada amandemen risiko pasar dari Basel
Accord).
Risiko tingkat suku bunga (Interest Rate Risk)
Risiko tingkat suku bunga (Interest Rate Risk) merupakan risiko yang timbul akibat berubahnya tingkat suku bunga. Risiko ini terjadi apabila
dalam memenuhi kebutuhan likuiditas lembaga keuangan harus menjual
surat-surat berharga yang dimilikinya. Risiko tingkat suku bunga dapat
juga terjadi apabila bank menerima simpanan untuk jangka yang cukup
lama dengan tingkat suku bunga yang relatif tinggi kemudian tingkat
bunga mengalami penurunan dratis, hal ini akan menyebabkan bank
mengalami kerugian. Pada dasarnya risiko suku bunga timbul akibat bank
memiliki biaya dana yang relatif tinggi yang menyebabkan bank tidak
kompetitif.
Risiko Perubahan Nilai Saham (Equity Position Risk)
Risiko Perubahan Nilai Saham (Equity Position Risk) adalah risiko yang berpotensi terjadi akibat perubahan dari price of stocks suatu lembaga keuangan yang dapat menimbulkan kerugian bagi lembaga keuangan
tersebut. Sejatinya apabila nilai terjadinya penurunan nilai saham yang
disebabkan oleh beberapa faktor akan menyebabkan berkurangnya jumlah
modal pada lembaga perbankan tersebut.
Risiko Gejolak Nilai Tukar Valas (Foreign Exchange Risk)
dari sisi aktiva maupun dari sisi pasiva (kewajiban). Selain itu ketidak
stabilan nilai tukar valas dapat mempersulit bank mengelola aktiva dan
kewajiban valas yang dimilikinya, sehingga akan berpotensi menyebabkan
kerugian.
Risiko Perubahan Nilai Komoditas (Commodity Position Risk)
Merupakan risiko terjadinya potensi kerugian bagi bank sebagai akibat
dari perubahan commodity prices terhadap posisi bank yang terkait dengan kontrak komoditas. Risiko ini terkait pula dengan semua commodity related product position pada on balance sheet dan setiap derivative commodity positions dalam kegitan off balance sheet bank.
3. Risiko Operasional
Risiko operasional didefenisikan oleh Basel Committee sebagai risiko yang baik langsung maupun tidak langsung berasal dari ketidakmampuan atau
kegagalan proses internal dan sistem lembaga keuangan. Sedangkan menurut PBI
No.11/25/PBI/2009 Risiko Operasional adalah Risiko akibat ketidakcukupan dan
atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, dan
atau adanya kejadian-kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.
Risiko operasional juga dapat ditimbulkan oleh faktor eksternal suatu lembaga
keuangan. Efektifitas dari sistem operasional suatu lembaga keuangan
berpengaruh terhadap kelancaran pelayanan bank terhadap para nasabah. Risiko
operasional antara lain dapat berupa kemungkinan kerugian dari operasi bank bila
bank dan terjadinya kegagalan atas jasa-jasa dan produk-produk yang diciptakan
oleh bank.
4. Risiko Likuiditas (Liquidity Risk)
Risiko likuiditas adalah risiko yang dihadapi oleh bank dalam memenuhi
likuiditasnya baik dalm bentuk penarikan dana oleh nasabah maupun dalam
bentuk pemenuhan permintaan pinjaman oleh kreditur. Faktor yang menyebabkan
risiko ini adalah permasalahan ketidaktahuan bank tentang kapan waktu dan
berapa jumlah dana yang akan ditarik oleh nasabah. Sementara dalam PBI
No.11/25/PBI/2009 disebutkan bahwa Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat
ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber
pendanaan arus kas dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat
diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank.
2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan Modal dan Risiko
Model persamaan simultan yang dikembangkan oleh Shrieves dan Dahl
(1992) digunakan untuk menilai bagaimana bank bereaksi terhadap Capital Requirements yang ditetapkan oleh regulator pada struktur modal perbankan. Perubahan pada risiko dan modal memiliki komponen endogen dan komponen
eksogen. Perubahan eksogen modal dapat disebabkan oleh karena kenaikan
Capital Requirements oleh regulator atau perubahan tak terduga dalam pendapatan yang disebabkan oleh fluktuasi dalam pendapatan. Sedangkan
komponen eksogen yang mempengaruhi perubahan risiko dapat berupa
karakteristik perubahan portofolio pinjaman bank atau volatilitas pinjaman agunan
seperti real properti.
Dalam mendekati Minimum Capital Requirements bank akan menyesuaikan modal dan risiko mereka. Menanggapi hal ini ada beberapa faktor
yang harus diperhatikan bank dalam menyesuaikan perubahan modal dan risiko
yang disebabkan oleh Capital Requirements. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan modal dan risiko perbankan yaitu sebagai berikut :
Bank Size
Shrieves dan Dahl (1992) dan Rime (2001) menyatakan bahwa size dapat
mempengaruhi target risiko dan tingkat modal karena hubungannya dengan
diversifikasi risiko, sifat peluang investasi bank atau karakteristik kepemilikan
bank dan akses ke modal. Menurut Shrieves dan Dahl (1992) akses ke modal
dapat mempengaruhi kepentingan relatif dari menghindari biaya kebangkrutan.
Size merupakan besarnya kekayaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Size
perusahaan dapat dinyatakan dalam total aktiva atau log size. Semakin besarnya
Size suatu perusahaan perbankan maka dapat menyebabkan bank memiliki peluang yang lebih besar dalam meningkatkan risiko.
Current profit (ROA)
Mishkin (2011) Jumlah modal mempengaruhi imbal hasil bagi pemegang
saham karena pemilik bank harus mengetahui apakah banknya dikelolah dengan
baik, mereka membutuhkan pengukuran yang baik mengenai profitabilitas bank.
Menurut Rime (2001) bahwa ROA mungkin memiliki efek positif pada modal
bank. Sebagian bank yang memiliki keuntungan yang tinggi cenderung lebih suka
untuk meningkatkan modal melalui laba ditahan daripada melalui ekuitas. Bank
harus mengandalkan laba ditahan untuk meningkatkan modal. Pembalian atas aset
bank (ROA) masuk dalam persamaan modal dengan efek positif yang diharapkan
pada modal.
Current loan losses
Current loan losses mempengaruhi rasio aset tertimbang menurut risiko (ATMR) untuk total aset karena kerugian saat ini dapat menyebabkan
menyebabkan penurunan jumlah nominal ATMR. Current loan losses
diaproksimasi dengan ketentuan baru untuk rasio total aset, karena itu Current loan losses termasuk dalam persamaan risiko dan diharapkan memberikan efek negatif pada risiko (Rime ; 2001).
Regulatory Preasure
Tekanan peraturan (Regulatory Presure) dimaksudkan untuk menangkap
dampak dari Capital Requirements (respon bank untuk standar modal berbasis risiko 8%). Hal ini menggambarkan perilaku bank-bank yang mendekati peraturan
Swizerland Perubahan Modal,
Berdasarkan tujuan penelitian, tinjauan pustaka dan beberapa penelitian
terdahulu diduga bahwa capital requirements memiliki hubungan simultan dengan risiko perbankan serta adanya pengaruh dari variabel lain yang mempengaruhi
penetapan modal dan risiko suatu perbankan. Untuk lebih memahami bagaimana
hubungan simultan antara modal dan risiko bank serta hubungannya dengan
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual diatas menggambarkan bagaimana hubungan
simultan antara modal dan risiko perbankan. Bank merupakan Kegiatan usaha
yang identik dengan risiko. Risiko dan bank adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Oleh karena itu bank harus mengelola risiko agar tidak mengalami
kegagalan yang dapat menyebabkan kebangkrutan. Untuk mengcover risiko-risiko
perbankan bank membutuhkan tingkat kecukupan modal dalam menghadapi
ketidakpastian risiko di masa depan, hal ini menyebabkan regulator bank untuk
membentuk beberapa peraturan persyaratan modal, salah satunya adalah peraturan
yang dikeluarkan oleh Komite Basel.
Dengan adanya peraturan minimum capital requirements maka akan memberi pengaruh pada perubahan modal dan risiko. kenaikan capital requirements merupakan upaya regulator untuk meningkatkan kekuatan modal
Capital Requirements
Perubahan Risiko
Variabel Control : 1. Current Loan
Loss 2. Variabel Control :
Size
Variabel Control : 1. ROA
bank. Dalam mengahadapi kenaikan Minimum Capital Requirements bank dihadapkan pada dua pilihan yaitu menaikan modal atau menurunkan aset berisiko
mereka, hal ini diungkapkan oleh Jacque dan Nigro (1997). Tetapi beberapa
penelitian mengungkapkan bahwa bank dalam menanggapi peraturan capital requirements cenderung melakukan kenaikan juga pada aset berisiko mereka (Shrieves dan Dahl (1992), Rime (2001), Kim dan Santomero (1988) ).
Dalam hal ini modal dan risiko memiliki hubungan dua arah. Dimana saat
memenuhi capital requirements atau kecukupan modal bank , modal dan risiko akan saling mempengaruhi. Modal mempengaruhi pengambilan risiko oleh bank
dan sebaliknya risiko akan mempengaruhi tingkat modal bank. Membahas
bagaimana modal mempengaruhi pengambilan risiko bank, dimana apabila modal
dari pemilik saham digunakan untuk memenuhi capital requirements (8%) maka otomatis hal ini akan mengurangi penggunaan aset berisiko perbankan. Jika hal
ini dilakukan oleh bank maka berdampak pada penurunan Current profit (ROA) yang akan diterima oleh bank. ROA digunakan untuk mengukur efisiensi dan
efektifitas perusahaan didalam menghasilkan laba dari aktiva yang dimilikinya.
Umumnya laba yang dihasilkan perusahaan berasal dari penjualan dan investasi
yang dilakukan oleh perusahaan. Jika penjualan asset berkurang otomatis jumlah
ROA yang diterima oleh perbankan akan mengalami penurunan juga. menurut
Rime (2001) Keuntungan bank saat ini mungkin memiliki efek positif pada modal
bank jika lembaga keuangan lebih memilih untuk menambah modal melalui laba
Dalam pemilihan aset berisiko yang akan dijual oleh bank, bank
dihadapkan pada kecukupan modal yang ditetapkan oleh regulator. Adanya
capital requirements sebesar 8% dan peraturan basel II yang menuntut kecukupan modal berlandaskan pada risiko perbankan memberi beban tersendiri bagi
perbankan dalam menentukan modal mereka. Modal yang merupakan sumber
daya yang mahal membuat pemilik saham enggan untuk menambah jumlah modal
(Kim dan Santomero, 1988). Menanggapi hal tersebut bank memilih
menggunakan leverage keuangan dalam menutupi peraturan regulator. Oleh sebab itu dalam menghadapi Capital Requirements bank cenderung menaikan aset berisiko seiring dengan terjadinya kenaikan pada modal mereka.
Size merupakan besarnya kekayaan yang dimiliki oleh suatu perusahaan.
Semakin besarnya Size suatu perusahaan perbankan maka dapat menyebabkan bank memiliki peluang yang lebih besar dalam meningkatkan risiko. Jika Suatu
perusahaan memiliki saham yang tinggi maka akan lebih berani untuk
mengeluarkan saham baru dalam memenuhi kebutuhannya untuk membiayai aset
berisiko. Hal ini memberikan asumsi bahwa semakin besar Size sebuah perusahaan, maka dapat menyebabkan kecenderungan untuk memakai dana
eksternal yang semakin besar. Hal ini dikarenakan perusahaan besar memiliki
kebutuhan dana yang besar dan salah satu alternatif pemenuhan dananya adalah
dengan menggunakan dana eksternal yaitu dengan menggunakan hutang. Dengan
alasan demikian size menjadi salah satu faktor yang menentukan peruhaban modal
Modal dan risiko tahun sebelumnya digunakan untuk melihat bagaimana
reaksi perbankan dalam menghadapi capital requirements. Dari modal dan risiko tahun sebelumnya maka dapat dianalisis apakah bank dalam menghadapi capital requirements menaikan modal atau aset berisiko mereka. Sedangkan Current loan losses memberikan pengaruh pada risiko perbankan karena Kerugian pinjaman Sebuah bank saat ini mempengaruhi rasio aktiva tertimbang menurut risiko
terhadap total aset dan menyebabkan penurunan jumlah nominal aset tertimbang
menurut risiko.
2.4 Hipotesis Konseptual
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shrieves dan Dahl (1992)
yang menemukan hubungan yang positif antara Capital Requirements dan prilaku risiko bank, menunjukkan bahwa bank-bank yang meningkatkan rasio modal
mereka sekaligus juga meningkatkan eksposur risiko mereka. Sedangkan Rime
(2001) juga menemukan hubungan positif antara modal dan risiko pada bank-bank
di Swiss. Maka hipotesis dari penelitian ini adalah :