BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sakit perut berulang adalah serangan sakit perut yang timbul sekurang-kurangnya
tiga kali dalam jangka waktu tiga bulan berturut-turut dan mengakibatkan gangguan
aktifitas sehari-hari.1 Sakit perut berulang dibedakan berdasarkan adanya kelainan organik dan non-organik (fungsional).
Menurut kriteria Rome III, definisi sakit perut berulang fungsional adalah
sebagai berikut:1,10
1. Setidaknya 12 minggu terus menerus atau hampir terus menerus nyeri perut
pada anak usia sekolah atau remaja.
2. Tidak ada atau hanya sesekali hubungan nyeri dengan fungsi fisiologis tubuh
(misalnya: makan, menstruasi, dan buang air besar).
3. Hilangnya beberapa fungsi sehari-hari.
4. Rasa sakit tidak pura-pura (misalnya: anak berpura-pura sakit saat diminta
untuk mengerjakan sesuatu)
5. Pasien tidak memiliki kriteria yang cukup untuk gangguan pencernaan
fungsional lain yang dapat menjelaskan nyeri perut yang dirasakan anak.
2.2 Prevalensi
menurut suatu penelitian pada tahun 2000 didapati data bahwa sindrom sakit kronis,
seperti sakit kepala dan sakit perut berulang terjadi pada 15 -25 % anak dan
remaja.12 Di Indonesia data pasti mengenai kejadian sakit perut berulang pada pasien anak masih belum jelas, namun data di Inggris menunjukkan kejadian pada
anak sekolah tinggi yaitu sebesar 10-15% dan di Amerika Utara lebih tinggi lagi
yaitu sebesar 20%.13 Sedangkan di Malaysia prevalensinya sebesar 10,2 %,14 sementara di Bangladesh sebesar 8 – 12 %.15 Penelitian lain di Sri Lanka mendapatkan prevalensi SPB sebesar 11%.16 Berdasarkan penelitian berbasis komunitas yang dilakukan pada tahun1996, diketahui bahwa 10 -20% anak usia sekolah menderita sakit perut berulang dan 15% di antaranya duduk di tingkat
menengah dan tingkat atas sekolah.17 Jenis kelamin perempuan lebih sering menderita sakit perut berulang dibandingkan laki-laki dengan perbandingan 5 banding 3.18.19
2.3Klasifikasi
Sakit perut berulang dibagi menjadi dua tipe yaitu organik dan non organik.20 Sakit perut berulang non organik, disebut juga sebagai sakit perut berulang fungsional
(functional recurrent abdominal pain) merupakan sakit perut yang tidak dapat
dijelaskan adanya suatu kelainan atau abnormalitas dalam struktur, fisiologi atau
biokimia tubuh.6,21 Saat ini, dasar diagnosis sakit perut berulang adalah kriteria Rome III.22,23
Berikut ini adalah klasifikasi sakit perut berulang berdasarkan kriteria Rome
III:22
1. Dispepsia fungsional. Gejala yang muncul berupa mual, muntah, rasa
utama yaitu gagalnya motilitas gaster, lamanya pengosongan gaster atau
tidak adekuatnya relaksasi gaster setelah makan.
Diagnosis berdasarkan kriteria Rome III:11
a. Nyeri persisten atau berulang atau rasa tidak enak pada perut tengah
atas.
b. Tidak hilang dengan defekasi atau berhubungan dengan onset frekuensi
defekasi dan bentuk tinja.
c. Tidak ada bukti tentang kejadian inflamasi, kelainan anatomis, metabolik
atau neoplasma yang dapat dijelaskan dengan gejala penderita.
Kriteria paling sedikit dialami 1 kali dalam 1 minggu dan paling sedikit
telah dialami 2 bulan sebelum diagnosis dan mencakup semua gejala
tersebut di atas.
2. Irritable bowel syndrome: prevalensi 22% sampai 45% dari kasus sakit perut
berulang fungsional pada anak.17 Diagnosis ditegakkan berdasarkan:22
a. Rasa tidak enak pada perut (rasa tidak nyaman dan tidak dapat di-
gambarkan sebagai nyeri) atau nyeri dihubungkan dengan dua atau lebih
gejala berikut:
- Dirasakan perbaikan dengan defekasi
- Onset dihubungkan dengan perubahan frekuensi tinja - Onset dihubungkan dengan perubahan bentuk tinja
b. Tidak ada bukti kejadian inflamasi, kelainan anatomis, metabolik atau
Kriteria paling sedikit 1 kali tiap 1 minggu dan paling sedikit telah terjadi 2
bulan sebelum didiagnosis.
3. Abdominal migraine: Biasanya dihubungkan dengan stres fisik dan mental.
Gejala berupa anoreksia, mual, muntah, sakit kepala, fotofobia atau pallor
dan dapat berakhir dalam 1 jam sampai beberapa hari sejak gejala muncul.
Prevalensi abdominal migraine pada anak berkisar 1% sampai 4% dan lebih
sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki (3 banding
2). Umur rata-rata saat diagnosis adalah 7 tahun.15,16 Diagnosisnya adalah:23
a. Episode paroksimal, nyeri periumbilikal akut, hilang dalam 1 jam atau
lebih setelah gejala muncul.
b. Mempengaruhi kesehatan, berakhir dalam minggu sampai bulanan.
c. Nyeri mempengaruhi aktivitas.
d. Sakit dirasakan berhubungan dengan 2 gejala:
- Anoreksia
- Mual
- Muntah
- Sakit kepala - Fotofobia - Pallor
e. Tidak ada tanda kejadian inflamasi, kelainan anatomis, metabolik atau
neoplasma yang dapat dijelaskan dengan gejala penderita.
4. Sakit perut fungsional
Gejala:24
a. Sakit perut episodik atau terus menerus.
b. Tidak termasuk dalam kriteria functional abdominal pain syndrome
lainnya.
c. Tidak ada bukti kejadian inflamasi, kelainan anatomis, metabolik atau
neoplasma yang dapat dijelaskan dengan gejala penderita.
Kriteria dipenuhi paling sedikit sekali per minggu dan sudah terjadi paling
sedikit dalam 2 bulan sebelum didiagnosis.
Lokasi sakit perut berulang yang tersering di daerah umbilikus. Harus
diwaspadai juga bahwa nyeri perut epigastrial sering dihubungkan dengan gejala
kembung, mual, rasa penuh, sendawa. Gejala lainnya berupa nyeri dibawah
umbilikus yaitu kram, kembung dan distensi.25
2.4 Etiologi
Faktor psikofisiologi merupakan etiologi terbanyak kelainan fungsional saluran cerna
yaitu berkisar 90 sampai 99%. Sedangkan kelainan organik berkisar 5 sampai 10%
kasus.1 Pada anak usia dibawah 4 tahun, nyeri perut berulang paling banyak disebabkan oleh kelainan organik (tabel 1).19
Etiologi SPB dapat dibedakan dalam kelompok non-organik, organik, dan kelompok etiologi yang jarang namun dapat menyebabakan SPB. Yang termasuk ke
dalam penyebab non-organik adalah sindroma sakit perut berulang, irritable bowel
organik yaitu oleh karena kelainan saluran cerna, intoleransi laktosa, konstipasi
kronis, infeksi parasit, celiac disease, dysmenorrheal pada perempuan,
esofagitis/gastrointestinal reflux, dll.
Tabel 1: Etiologi sakit perut berulang.19
Non Organik
1. Sindroma sakit perut berulang: • Sakit perut tidak spesifik
• Sering pada daerah periumbilikal
• Tidak memiliki karakteristik pola temporal
• Mungkin lebih baik pada akhir pekan dan liburan sekolah • Mungkin memiliki masalah psikososial atau keluarga 2. Irritable bowel syndrome
• Kram intermitten, konstipasi dan diare • Lokasi paling sering pada perut bawah
3. Dispepsia Non-ulkus
• Nyeri seperti ulkus peptikum
• Kemungkinan akibat masalah psikososial • Respon antasida
Organik
1. Saluran cerna 2. Intoleransi Laktosa
• Jarang pada anak yang lebih besar
• Gejala berhubungan dengan asupan laktosa • Gejala: kembung, kram, diare
3. Konstipasi kronis 4. Infeksi parasit
• Gejala: kembung, kram, diare • Terdapat darah tinja
5. Celiac disease
6. Dysmenorrhea
7. Gastrointestinal reflux disease / esofagitis
8. Gastritis Helicobacter pylori
• Penyebab gastritis kronis pada anak dan dewasa • Dihubungkan dengan ulkus lambung
• Nyeri tekan epigastrium dan simptom nocturnal. 9. Pankreatitis
10. Penyakit hepatobilier
11. Infeksi Yersinia (Y. Enterocolitica, Y. Pseudotuberculosis)
12. Malformasi anatomis (seperti: Diverticulum meckel, malrotasi, duplikasi) 13. Penyakit neoplasma
14. Infeksi kandung kemih
Jarang tetapi penyebab patologi nyeri perut berulang
1. Penyebab bedah
• Kista kholedokus: nyeri perut hipokondrium dengan atau tanpa massa atau jaundice • Diverticulum Meckel: terdapat darah pada tinja dan anemia
• Volvulus intermiten
2. Abdominal migraine
• Episode karakteristik selalu dihubungkan dengan mual • Muntah
• Dapat terjadi dalam beberapa jam, berakhir ketika anak tertidur dan lebih baik ketika terbangun
3. Abdominal epilepsi
• Penyebab tidak umum nyeri perut berulang • Anak dengan sensorium sadar selama serangan
2.5 Diagnosis
Anamnesis pada sakit perut berulang meliputi usia, jenis kelamin, rasa sakit
(lokalisasi, sifat dan faktor yang menambah atau mengurangi rasa sakit tersebut,
lama sakit, dan rasa sakit seperti ini sebelumnya), gejala penyerta (anoreksia, muntah, diare dan demam), pola defekasi, pola miksi, siklus haid, akibat sakit perut
pada anak (kemunduran kesehatan, nafsu makan anak), gejala/gangguan traktus
respiratorius, gangguan muskuloskeletal, aspek psikososial, trauma, penyakit yang
pernah di derita dalam keluarga.23 Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berikut adalah alur diagnosis dan manajemen sakit
perut berulang pada anak.
Anak dengan sakit perut berulang
Anamnese dan pemeriksaan fisik
Sakit perut fungsional Organik
1. Anak > 3 tahun 1. Anak < 3 tahun
2. Nyeri perut periumbilikus 2. Nyeri jauh dari umbilikus 3. Tidak mengganggu tidur anak 3. Nyeri nocturnal
4. Anak makan dan tumbuh dengan baik 4. Anak kehilangan berat badan
5. Pemeriksaan fisik normal 5. Darah di tinja
6. Terdapat masalah psikososial 6. Pemeriksaan fisik abnormal seperti: pallor, jaundice, massa tanda peringatan (alarm symptoms) seperti terlihat pada tabel 2.1,19
1. Simptomatik
2. Rasa aman, menghindari stress dan cemas
3. Modifikasi makanan
4. Percobaan diet bebas laktosa selama 2 minggu
5. Pantau ulang
Pemeriksaan dasar (first line): Darah lengkap, Eritrosit sedimen rate/ C- reaktif protein, analisis urin, Pemeriksaan tinja: parasit, kista.
Pemeriksaan lanjutan (second line):
Tabel 2:Red flag anamnese dan pemeriksaan fisik pada sakit perut berulang.19 Red flag: anamnese sakit perut berulang.
• Nyeri terlokalisir, lokasi nyeri jauh dari umbilikus, nyeri timbul tiba-tiba.
• Nyeri berhubungan dengan perubahan kebiasaan BAB, diare, konstipasi atau nocturnal bowel movement, disuria, rash, artritis.
• Terbangun pada malam hari akibat nyeri.
• Perdarahan gastrointestinal.
• Berhubungan dengan menstruasi.
• Muntah terus menerus, terutama jika gangguan bilier.
• Gejala konstitusional seperti demam berulang, hilang selera makan.
• Terjadi pada anak < 4 tahun.
Red flag: pemeriksaan fisik sakit perut berulang.
• Kehilangan berat badan atau kemunduran kecepatan pertumbuhan.
• Organomegali
• Lokasi nyeri tekan perut, berpindah dari umbilikus.
• Kelainan perirektal (seperti fissura dan ulserasi)
• Pembengkakan sendi, merah atau panas.
• Pallor, rash, hernia pada dinding abdomen.
2.6 Kecerdasan atau Intelligence Quotient (IQ)
Manusia beraktivitas dan berinteraksi dengan sesamanya bergantung dari
kesanggupannya dalam berfikir.26 Hal ini biasa disebut sebagai
kecerdasan/inteligensi. Inteligensi seseorang akan tampak pada perbuatannya.
Misalnya, seseorang yang pandai dalam ilmu pasti, maka disebut berinteligensi di
bidang abstrak.27 Sama halnya jika ia pandai bergaul dalam masyarakat, maka ia disebut berinteligensi dalam bidang sosial, dan lain-lan.26,28 Untuk mampu berpikir dan belajar dengan baik dibutuhkan kecakapan kecerdasan atau IQ, kecakapan
emosi, dan religi.
Intelektual seseorang sering dijadikan sebagai indikator berhasil tidaknya
seorang anak di sekolah dan setiap anak akan memiliki inteleketualitas yang
penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya.28 Ahli lain menekankan bahwa inteligensi digambarkan sebagai suatu kecakapan. William Stern, seorang
psikologi mendefenisikan inteligensi sebagai kesanggupan jiwa untuk menghadapi
dan mengatasi kesulitan-kesulitan baru dengan sadar, dengan berfikir cepat dan
tepat.30 Sedangkan menurut Charles Speraman, inteligensi terdiri dari kemampuan menalar yang sifatnya alamiah (general factor) yang digunakan untuk
menyelesaikan berbagai tugas, serta sejumlah kemampuan khusus (specific factors)
yang digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas spesifik.26,31 Menurut Howard Gardner inteligensi adalah kecakapan untuk memecahkan masalah yang dihadapi
dalam kehidupannya, kecakapan untuk mengembangkan masalah baru untuk
dipecahkan dan kecakapan untuk membuat sesuatu atau melakukan sesuatu yang
bermanfaat dalam kehidupannya.27,32
Dari beberapa definisi tersebut, disimpulkan bahwa intelegensi merupakan
reaksi mental dan fisik yang dijalankan secara cepat, gampang, sempurna, dan
dapat diukur dengan prestasi.33 Intelegensi merujuk pada cara individu berbuat, apakah berbuat dengan cara yang cerdas atau tidak cerdas sama sekali. Suatu
perbuatan yang cerdas ditandai oleh perbuatan yang cepat dan tepat.26
Kepribadian individu merupakan satu kesatuan, tetapi dapat dibedakan
dalam beberapa aspek yaitu, intelektual, fisik-motorik, sosial, dan emosional. Aspek
intelektual merupakan sisi yang menonjolkan kekuatan sedangkan sisi emosional
menonjolkan karakteristik. Aspek intelektual disebut juga sebagai kecakapan
menganalisa, menilai dan memecahkan masalah-masalah dengan menggunakan
rasio atau pemikiran.28,33,34
Ada banyak faktor yang dapat menentukan intelligence quotient (IQ) pada
anak, antara lain gen, usia ibu saat melahirkan, konsumsi air susu ibu (ASI),
mendengarkan musik sejak dalam kandungan dan menonton video pendidikan
untuk bayi.35
Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi inteligensi:
1. Faktor keluarga
Lingkungan keluarga merupakan faktor pendukung terpenting bagi kecerdasan
anak. Anak menghabiskan waktu dalam lingkungan keluarga seanjang masa
perkembangannya. Pengaruh lingkungan rumah ini juga berkaitan dengan
masalah stimulus dan pola asuh anak.
2. Faktor sosial ekonomi
a) Sosial ekonomi keluarga
Dengan sosial ekonomi yang memadai, seseorang lebih berkesempatan
mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari alat tulis hingga pemilihan
sekolah. Selain itu anak yang hidup dalam keluarga dengan sosial ekonomi yang
baik mendapatkan nutrisi yang memadai. Begitu juga sebaliknya dengan sosial
ekonomi yang kurang memadai, seseorang juga kurang mendapatkan kesempatan
mendapatkan fasilitas belajar yang baik dan nutrisi yag baik.
b). Pendidikan orang tua
memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya,
dibandingkan dengan yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih rendah.
3. Faktor edukasi
Kecerdasan dalam diri seorang anak tidak muncul begitu saja. Di luar potensi
yang diberikan, cerdas juga berarti ketekunan memelajari sesuatu. Selain
pendidikan yang diberikan orang tua di rumah, peran sekolah juga besar. Sekolah
merupakan rumah kedua bagi anak yang memungkinkannya mentransfer
pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai kehidupan.
Intelligence quoitient atau IQ merupakan satuan nilai yang menunjukkan taraf kemampuan skolastik seseorang.26 Secara umum IQ bisa diukur dengan mengggunakan suatu alat (tool).
Uji IQ hanya terbatas sebagai alat untuk mengukur kemampuan verbal,
logika matematika, dan spasial yaitu sejumlah kemampuan yang dikembangkan
dalam lingkup akademis (sekolah).26,28 Sebagai alat untuk mengukur potensi akademis, maka IQ tepat digunakan untuk meramalkan kesuksesan seorang anak
di bidang akademis kelak. Sejak dini sudah dapat diukur sejumlah potensi
akademisnya sehingga dapat ditentukan apakah anak siap atau tidak untuk
mengikuti sekolah.28 Dari sejumlah penelitian terhadap keluarga, anak adopsi,35 dan saudara kembar,36 dapat disimpulkan bahwa faktor genetik memiliki pengaruh yang sangat bermakna terhadap inteligensi seseorang. Diperkirakan 40-80% perbedaan
inteligensi pada individu dipengaruhi oleh faktor keturunan atau faktor genetis.37 Namun demikian, penelitian-penelitian tersebut juga menemukan bahwa
Adapun sejumlah faktor lingkungan yang turut mempengaruhi perbedaan
intelegensia antar individu antara lain stimulus dari lingkungan, terutama orang tua
atau keluarga yang peka terhadap kemampuan yang ditampilkan anak, tempat
tinggal atau lingkungan yang kaya akan fasilitas penunjang kecerdasan, stimulus
pendidikan dan pelatihan yang memadai.37
Istilah IQ berasal dari bahasa Jerman yaitu
intelligenz-quoitient
yang
pertama kali diperkenalkan oleh seorang psikolog bernama William Stem.
38IQ atau tingkatan dari Intelligence Quotient, adalah skor yang diperoleh dari
sebuah alat tes kecerdasan
.
Dengan demikian, IQ hanya memberikan sedikit
indikasi mengenai taraf kecerdasan seseorang dan tidak menggambarkan
kecerdasan seseorang secara keseluruhan.
Skor IQ mula-mula diperhitungkan dengan membandingkan umur
mental (
mental age
) dengan umur kronologik (
chronological age
). Bila
kemampuan individu dalam memecahkan persoalan-persoalan yang
disajikan dalam tes kecerdasan (umur mental) tersebut sama dengan
kemampuan yang seharusnya ada pada individu seumur dia pada saat itu
(umur kronologis), maka akan diperoleh skor 1. Skor ini kemudian dikalikan
100 dan dipakai sebagai dasar perhitungan IQ. Tetapi kemudian timbul
masalah karena setelah otak mencapai kemasakan, tidak terjadi
perkembangan lagi, bahkan pada titik tertentu akan terjadi penurunan
Nilai IQ digunakan untuk memprediksi pencapaian di sekolah, kebutuhan
khusus, pekerjaan dan pendapatan seseorang. Saat ini banyak studi tentang IQ
dalam populasi dan mencari hubungannya dengan bebagai variabel.
Intelligence Quotient atau IQ pada anak biasanya menjadi tolok ukur terhadap
kecerdasannya di dalam bidang pendidikan.39 Namun, seiring bertambahnya usia dan kedewasaan, nilai IQ anak bisa mengalami peningkatan. Sebuah penelitian di
Inggris terhadap 33 orang anak menemukan bahwa terjadi perbaikan nilai IQ di
mana mereka bisa menaikkan nilai IQ sebelumnya hingga mencapai 20 angka
dalam kurun waktu empat tahun.39 Penelitian tersebut dilakukan pada 19 orang anak laki-laki dan 14 orang anak perempuan dengan melakukan pemeriksaan
pemindaian (scan) otak dan uji IQ verbal dan non verbal di tahun 2004 dan
kemudian di tahun 2008. Hasil yang diperoleh adalah terdapat perubahan IQ verbal
hingga 39% pada remaja, di mana 21% menunjukkan perubahan dalam penampilan
IQ. Nilai IQ verbal mencapai 138 di usia 17 tahun dari angka 120 saat masih
berusia 13 tahun, sementara nilai IQ non verbal ikut naik dari angka 85 menjadi
103.40 Peningkatan IQ verbal berhubungan dengan peningkatan kepadatan daerah korteks motorik kiri yaitu daerah yang diaktifkan selama proses berbicara.
Sedangkan peningkatan IQ non verbal berkaitan dengan peningkatan kepadatan
serebelum anterior yaitu daerah yang berperan pada pergerakan tangan. Namun
demikian, penelitian tersebut belum dapat menjelaskan apa yang menjadi penyebab
perubahan tersebut.41
Saat ini ada beberapa jenis tes intelligence quotient (IQ) yang dikenal yaitu
merupakan yang tes yang tertua dan diperkenalkan oleh Alfred Binet pada tahun
1905 di Prancis. Tes ini khusus diperuntukkan bagi anak usia 2 -15 tahun.38
Tes Wechsler pertama kali disusun tahun 1939 dan diberi nama sebagai
Wechsler Belleveu Intelligence Scale (WBIS) dan direvisi pada tahun 1955 menjadi
Wecshler Adult Intelligence Scale (WAIS) yang diperuntukkan untuk individu
dewasa.39 Namun, untuk anak-anak, Wecshler juga mengembangkan tes sejenis yang diberi nama Wecshler Intelligence Scale for Children (WISC) yang diterbitkan
pada tahun 1949. Tes ini terdiri dari dua golongan yaitu skala verbal dan skala
performan.
Skala verbal terdiri dari informasi, pemahaman, hitungan, kesamaan,
kosakata, rentang angka. Sedangkan skala performasi terdiri dari kelengkapan
gambar, susunan gambar, rancangan balok,perakitan objek, sandi, taman sesat.
Tes ini diperuntukkan untuk anak berusia 6 tahun sampai 16 tahun 11 bulan. Yang
melakukan tes ini adalah seorang psikolog klinis, dan waktu yang dibutuhkan untuk
penilaan berkisar 45 menit sampai 60 menit.38,42
2.6.5 Sakit perut berulang pada anak usia sekolah dan intelligence quotient (IQ)
menjadi tinggi karena anak menjadi lebih sering tidak hadir untuk mengikuti proses
belajar mengajar.45 Selain hal tersebut, anak akan mengalami hambatan aktivitas fisik seperti gangguan tidur, gangguan emosi, dan lain-lain.43 Oleh karena itu, hubungan antara sekit perut berulang dan intelligence quotient (IQ) pada anak
kompleks dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Seorang anak yang sedang berada pada usia sekolah, nyeri berulang
dilaporkan menganggu kehidupan sosialnya.46 Penelitian mengenai kualitas hidup pada anak/remaja yang menderita nyeri berulang umumnya menunjukkan tingginya
gangguan kehidupan psikososial anak tersebut.24,45 Seiring dengan tingginya angka ketidakhadiran di sekolah, gangguan emosi dan keterbatasan fisik yang dialami
akibat nyeri berulang tersebut,43 maka timbul suatu pemikiran apakah dengan keadaan remaja yang mengalami nyeri berulang dapat mempengaruhi intelligence
quotient (IQ) seorang anak.46 Sejauh ini telah diketahui bahwa ditemukan adanya hubungan yang erat antara nyeri kronis yang diderita oleh seorang anak usia
sekolah/remaja dengan penampilannya/pencapaiannya di sekolah.47 Dari 62 orang anak yang menderita sakit kronis dilakukan uji intelligence quotient (IQ) di pusat
reumatologi dengan menggunakan uji standar Weschler Intelligence Scale for
Children-Revised dan diperoleh tingkat IQ anak-anak tersebut pada level rata-rata.39
Penelitian mengenai penampilan 37 orang anak di Jerman yang menderita
nyeri kronis berupa migran menunjukkan bahwa penampilan anak-anak tersebut
berada pada tingkat rata-rata di kelasnya masing-masing.43 Dengan temuan ini, diketahui bahwa penampilan anak di sekolah yang dinilai berdasarkan tingkat
mempengaruhi pencapaian anak di sekolah.48,49,50 Anak usia sekolah yang menderita sakit perut berulang dapat mengalami hambatan di sekolah yang
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan.37,40 2.6. Kerangka konseptual
Keterangan : Yang diamati dalam penelitian
Kebiasaan dan
cara hidup
Sakit perut berulang fungsional
Predisposisi somatik, disfungsi penyakit
Fakor lingkungan Watak, pola
respon
Depresi dan cemas Tingkat
intelligence quoient (IQ)