• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Pridisposisi, Pendukung dan Penguat terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Kuis Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Pridisposisi, Pendukung dan Penguat terhadap Pemanfaatan Posyandu Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Batang Kuis Tahun 2013"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Posyandu Lansia

Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat lansia di

suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat

dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan. Posyandu Lansia atau

Kelompok Usia Lanjut di masyarakat, dimana diproses pembentukan

danpelaksanaanya dilakukan oleh masyarakat bersama Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non pemerintah, swasta, organisasi

sosial dan lain-lain, dengan menitikberatkan pelayanan pada upaya promotif dan

preventif (Notoatmodjo, 2007). Posyandu lansia merupakan pengembangan dari

kebijakan pemerintah melalui pelayanan kesehatan bagi lansia yang

penyelenggaraannya melalui program Puskesmas, dengan melibatkan peran serta para

lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial dalam penyelenggaraannya.

2.1.1 Tujuan Posyandu Lansia

Tujuan umum dari Posyandu Lansia adalah meningkatkan kesejahteraan

Lansia melalui kegiatan Posyandu Lansia yang mandiri dalam masyarakat.

Tujuan khsusus Posyandu Lansia adalah :

1. Meningkatnya kemudahan bagi lansia dalam mendapatkan pelayanan kesehatan

(2)

2. Meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan lansia, khususnya aspek

peningkatan dan pencegahan tanpa mengabaikan aspek pengobatan dan

pemulihan

3. Perkembangan Posyandu Lansia yang aktif melaksanakan kegiatan dengan

kualitas yang baik secara berkesinambungan (Depkes RI, 2003).

2.1.2 Manfaat Posyandu Lansia

Manfaat dari posyandu lansia adalah pengetahuan lansia menjadi meningkat,

yang menjadi dasar pembentukan sikap dan dapat menorong minat atau motivasi

mereka untuk selalu mengikuti kegaiatan posyandu lansia sehingga lebih percayadiri

dihari tuanya.

2.1.3 Sasaran Posnyadu Lansia

1. Sasaran Langsung :

a. Kelompok pra lansia (45-59 tahun), kelompok lansia (60 tahun keatas)

b. Kelompok lansia dengan risiko tinggi (70 tahun keatas)

2. Sasaran Tidak Langsung :

Keluarga dimanalansia berada, organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan

lansia dan masyarakat luas

2.1.4 Tingkat Perkembangan Kelompok Lansia

Tingkat Perkembangan Kelompok Lansia dapat digolongkan menjadi 4

tingkatan yaitu : Penentuan tingkat perkembangan kelompok Lansia

(3)

1. Kelompok lansia pratama adalah kelompok yang belum mantap, kegiatan yang

terbatas dan tidak rutin setiap bulan dengan frekuensi < 8 kali, jumlah kader aktif

terbatas, serta masih memerlukan dukungan dan dari pemerintah.

2. Kelompok lansia madya adalah kelompok yang telah berkembang dan

melaksanakan kegiatan hampir setiap bulan paling sedikit 8 kali setahun, jumlah

kader aktif lebih dari 3 dengan cakupan program ≤ 50% serta masih memerlukan

dukungan dana dari pemerintah.

3. Kelompok lansia purnama adalah kelompok yang sudah mantap dan melaksanakan

kegiatan secara lengkap paling sedikit 10 kali stahun dengan beberapa kegiatan

tambahan diluar kesehatan dan cakupan lebih tinggi (≥60%).

4. Kelompok lansia mandiri adalah kelompok purnama dengan kegiatan tambahan

yang beragam dan telah mampu membiayai kegiatannya dengan dana sendiri

(Depkes RI, 2003).

2.1.5 Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia

Untuk memberikan pelayanan kesehatan yang prima terhadap lansia

dikelompokkan, mekanisme pelaksanaan kegiatan yang sebaiknya digunakan adalah

sistem 5 tahapan (5 meja) sebagai berikut :

1. Meja 1 : Pencatatan/registrasi data demografi dan data kesehatan lansia :

a) Lansia menuju meja 1 untuk dilakukan pencatatan/registrasi

b) Registrasi dilakukan oleh kader, bagian dari registrasi antara lain :

(4)

lansia, lansia diberikan kartu status kesehatan yang sudah berisi

identitas lansia. Lansia menuju meja 2 untuk dilakukan pemeriksaan

2. Meja 2 : Pemeriksaan status kesehtan dan indeks massa tubuh lansia

a) Lansia membawa kartu status kesehatan menuju meja 2 untuk

dilakukan pemeriksaan oleh kader kesehatan anggota

Pokjakes.Pemeriksaan yang dilakukan meliputi :

1. Pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan, sekaligus

ditentukan IMT lansia

2. Pemeriksaan tekanan darah,denyut nadi dan suhu

3. Pemeriksaan fisik yang lain, misalnya gigi, mulut, paru, jantung

dll

4. Anamnese keluhan kesehatan lansia

b) Semua hasil pemeriksaan ditulis ke dalam kartu status

kesehatan lansia di ikuti pembubuhan tanda tangan pemeriksa

c) Dilakukan pengisian KMS oleh petugas

d) Lansia menuju meja 3 untuk dilakukan penilaian

kemandiriannya dengan tetap membawa kartu status kesehatan

dan KMS

3. Meja 3 : Penilaian indeks katz/kemandirian lansia

a) Lansia menuju meja 3 untuk dilakukan penilaian tingkat

(5)

b) Dilakukan pencatatan tingkat kemandirian di kartu status kesehatan

lansia

c) Di informasikan kepada lansia akan ketidakmandiriannya di bidang

tertentu untuk selanjutnya diberikan HE(Health Education) untuk

memenuhi kebutuhan tersebut

d) Lansia menuju meja ke 4 untuk dilakukan penyuluhan dan pemberian

makanan tambahan sambil tetap membawa kartu status kesehatan dan

KMSnya

4. Meja 4 :Penyuluhan dan Pemberian Makananan Tambahan Lansia

a) Lansia menuju meja 4 untuk dilakukan penyuluhan dan pemberian

makanan tambahan oleh kader kesehatan anggota Pojakes.

b) Penyuluhan atau Health Education yang dilakukan secara individual

sesuai dengan permasalahan lansia secara umum, khususnya dan

merujuk padatingakat kemandirian lansia.

c) Lansia menuju meja 5 untuk diberikan pelayanan kesehatan yaitu

pengobatan.

d) Meja 5 : Pelayanan Kesehatan (Pengobatan) lansia

e) Lansia menuju meja 5 untuk diberikan pengobatan dengan

menunjukkan kartu status kesehatannya kepada dokter/petugas

f) Dokter/petugas memberikan obat sesuai dengan keluhan lansia

g) Kartu status kesehatan lansia disimpan oleh petugas sebagai data

(6)

2.1.6 Pengorganisasian

Kedudukan posyandu sebagai suatu bentuk peran serta masyarakat yang

diselenggarakan oleh swadaya masyarakat lainnya dengan bantuan teknis dari

puskesmas, pemerintah daerah, organisasi sosial, dinas pendidikan, pertanianan,

agama dan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa (LKMD). Sebagai kegiatan

swadayamasyarakat yang semula dikenal kegiatan Pembangunan Masyarakat Desa

(Depkes RI, 1998).

Mengingat kegiatan posyandu merupakan kegiatan warga masyarakat

setempat, maka yang menjadi tugas dari kader, pemimpin kader dan pemuka

masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran semua warga agar menyadari bahwa

posyandu adalah milik warga, pemerintah khususnya petugas kesehatan hanya

berperan membantu, di Indonesia dana digunakan untuk pelaksanaan posyandu lansia

dari dan oleh masyarakat (Azwar, 2002).Penyelenggaraan kegiatan posyandu itu

sendiri adalah kader dan koordinator kader yang telah mendapatkan pelatihan

tehnis.Pada prinsipnya pelatihan dilaksanakan untuk meningkatkan pengetahuan,

keterampilan dan sikap individu, tim dan organisasi (Depkse RI, 2005).

2.1.7 Indikator Keberhasilan Posyandu Lansia

Penilaian keberhasilan upaya pembinaan lansia melalui kegiatan pelayanan

kesehatan digunakan dengan menggunakan data pencatatan danpelaporan,

pengamatan khsusus dan penilaian. Keberhasilan tersebut dapat dilihat dari :

a. Meningkatkan sosialisasi masyarakat lansia dengan berkembangnya jumlah

(7)

b. Berkembangnya jumlah lembaga pemerintah/swasta yang memberikan pelayanan

kesehatan bagi lansia

c. Berkembangnya jenis pelayanan kesehatan pada lembaga

d. Berkembangnya jangkauan pelayanan kesehatan bagi lansia

e. Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit pada lansia antara lain

:hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung dan lain-lain baik dirumah

maupun di puskesmas (Depkes, 2005).

2.1.8 Upaya Kesehatan Reproduksi Lansia

Menindaklanjuti Lokakarya Nasional Kesehatan Reproduksi pada tahun

1996 dibentuk Pokja Kesehatan Reproduksi Lansia sebagai bagian dari pelayanan

kesehatan reproduksi komprehensif (PKRK). Menurut Pokja Kesehatan Reproduksi

Lansia dalam Pinem (2009), Penerapan pelayanan kesehatan reproduksi dilaksanakan

secara integrasi dan dikatagorikan dalam paket pelayanan sebagai berikut :

1. Paket pelayanan kesehatan reproduksi esensial meliputi : kesehatan ibu dan bayi

baru lahir, keluarga berencana, kesehatan reproduksi remaja, pencegahan dan

penanggulan infeksi saluran reproduksi termasuk PMS-HIV/AIDS.

2. Paket pelayanan kesehatan reproduksi komprehensif (PKRK) yang terdiri dari

PKRE ditambah dengan kesehatan reproduksi pada lanjut usia (Djaja dkk, 2002).

Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.

Upaya mewujudkan kesehatan dilakukan oleh individu,kelompok masyarakat,

(8)

kesehatan dapat dilihat dari dua aspek yakni pemeliharaan kesehatan dan peningkatan

kesehatan.Pemeliharaan kesehatan mencakup dua aspek yakni aspek kuratif

(pengobatan penyakit) dan aspek rehabilitatif (pemulihan kesehatan setelah sembuh

dari sakit atau cacat, sedangkan peningkatan kesehatan mencakup 2 aspek yaitu aspek

preventif (pencegahan penyakit) dan aspek promotif (peningkatan kesehatan itu

sendiri).

Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu

wadah pelayanan kesehatan yang disebut sarana kesehatan. Upaya penyelenggaraan

pelayanan kesehatan pada umumnya dibedakan menjadi 3 yakni : sarana

pemeliharaan kesehatan tingkat primer, sekunder dan tertier (Notoatmodjo, 2007).

Pelayanan kesehatan di Posyandu lansia meliputi permeriksaan kesehatan

fisik maupun mental emosional.Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia sebagai alat

pencatatan dan pemantauan untuk mengetahui lebih awal penyakit yang diderita

(deteksi dini) atau ancaman maslah kesehatan yang dihadapi dan mencatat

perkembangannya dalam Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan (BPPK) lansia atau

catatan kondisi kesehatan yang lazim digunakan di Puskesmas (Depkes RI, 2003).

Jenis pelayanan kesehatan yang dapat diberikan kepada Landia di Posyandu

adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari (activity of daily living)meliputi

kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan,mandi,

(9)

2. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental

emosional, dengan menggunakan pedoman metode 2 menit (lihat KMS Usia

Lanjut).

3. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi

badan dan dicatat pada grafik Indeks Massa Tubuh (IMT).

4. Pengukuran tekanan darah dengan menggunakan tensimeter dan stetoskop serta

penghitungan denyut nadi selama satu menit.

5. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan Talquist, Sahli.

6. Pemeriksaan adanya gula darah dalam air seni sebagai deteksi awal adanya

penyakit gula (diabetes mellitus).

7. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal

adanya penyakit ginjal

8. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bila mana ada keluhan dan atau ditemukan

kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7

9. Penyuluhan bisa dilakukan didalam maupun diluar kelompok dalam rangka

kunjungan rumah dan konseling kesehatan yang dihadapi oleh individu dan atau

POKSILA.

10. Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas bagi anggota POKSILA yang tidak

datang, dalam rangka kegiatan Perawatan Kesehatan Masyarakat (Public Health

(10)

11. Pemberian makanan tambahan (PMT) penyuluhan sebagai contoh menu

makanan dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lansia, serta

menggunakan bahanmakanan yang berasal dari daerah tersebut.

12. Kegiatan olah raga antara lain senam lansia, gerak jalan santai, dan lain

sebagainya untuk meningkatkan kebugaran. Kecuali kegiatan pelayanan

kesehatan seperti uraian diatas, kelompok dapat melakukan kegaiatan

kerohanian, arisan, kegiatan ekonomi produktif, forum diskusi, penyaluran hobi

dan lain-klain (Depkes RI, 2003).

Adapun kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan

terhadap lansia adalah :

a. Kegiatan Promotif : Memberikan penyuluhan tentang perilaku hidup sehat, gizi,

penyakit degeneratif, kebugaran jasmani, pemeliharaan kemandirian serta

produktivitas lanjut usia.

b. Kegiatan Preventif : Kegiatan yng bertujuan untuk mencegah sendini mungkin

terjadinya penyakit dan komplikasi melalui deteksi dini dan pemantauan kesehatan

lansia. Kegiatan ini dapat dilakukan dikelompok lansia/posbindu dengan

menggunakan kartu menuju sehat (KMS) lanjut usia

c. Kegiatan kuratif : Kegiatan pengobatan ringan bagi lansia yang sakit dapat

dilakukan di Puskesmas serta bagi yang membutuhkan penanganan dengan

(11)

d. Kegiatan Rehabilitatif : Kegiatan ini dapat berupa upaya medis, psikososial,

edukatif maupun upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan

kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lansia (Maryam dkk, 2010).

Menurut Levely dan Loomba dan Ilyas (2003), pelayanan kesehatan adalah

setiap upaya yang diselenggarakan secara mandiri atau bersama-sama dalam suatu

organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, kelompok ataupun

masyarakat.Beberapa syarat pokok pelayanan kesehatan yang baik adalah sebagai

berikut :

1. Tersedia dan Berkesinambungan

Pelayanan kesehatan harus tersedia di masyarakat (available) sertabersifat

berkesinambungan, artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh

masyarakat, tidak sulit ditemukan serta keberadaanya dalam masyarakat ada pada

setiap saat dibutuhkan.

2. Dapat Diterima dan Wajar

Pelayanan kesehatan dapat diterima (acceptable)oleh masyarakat serta bersifat

wajar, artinya pelayanan ksehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan

dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar bukanlah pelayanan

kesehatan yang baik.

3. Mudah Dicapai

Pelayanan kesehatan mudah dicapai (accessible)oleh masyarakat.Pengertian

ketercapaian yang dimaksudkan terutama dari sudut lokasi.Dengan demikian

(12)

distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting.Pelayanan kesehatan yang

terlalu berkonsentrasi di daerah perkotaan saja dan sementara itu tidak ditemukan

didaerah pedesaan, bukanlah pelayanan yang baik.Apabila fasilitas kesehatan ini

mudah dijangkau dengan alat transportasi yang tersedia,maka fasilitas kesehatan

tersebut akan banyak digunakan.

4. Mudah Dijangkau

Pelayanan kesehatan yang mudah dijangkau (affordable)oleh masyarakat.Hal ini

dapat dilihat dari sudut biaya.Biaya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan

harus sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.Pelayanan kesehatan yang

mahal hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja, bukanlah

pelayanan kesehatan yang baik.

5. Bermutu

Pengertian pelayanan kesehatan yang bermutu (quality)adalah pelayanan

kesehatan yang menunjukkan kepada tingkat kesempurnaan, disatu pihak dapat

memuaskan para pemakai jasa pelayanan dan pihak lain tata cara

penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan

pemberi pelayanan. Beberapa faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan

kesehatan antara lain :

1. Faktor Sosiokultural

Yang merupakan faktor sosiokultural terdiri dari teknologi dan nilai-nilai sosial

(13)

a. Tehnologi

Tehnologi dipertimbangkan sebagai faktor sosiokultural, berlawanan dengan

faktor organisasi untuk menunjukkan kontrol yang relatif kecil dari pimpinan

pelayanan kesehatan yang menanganinya.Kemajuan tehnologi dapat

mengurangi pemanfaatan pelayanan kesehatan dengan menurunkan angka

kesakitan atau kebutuhan untuk perawatan seperti penemuan vaksin. Tetapi

disisi lain, kemajuan tehnologi dapat juga meningkatkan pemanfaatan

pelayanan kesehatan seperti transplantasi jantung, ginjal, penemuan

organ-organ buatan, serta kemajuan dibidang radiologi (Dever, 1984).

b. Nilai-nilai sosial yang ada dimasyarakat

Norma, nilai dan keyakinan yang ada dimasyarakat akan mempengaruhi

seseorang dalam bertindak termasuk dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan.

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi

Yang dimaksud dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan organisasi adalah

struktur dan proses yang memberi kebijakan kepada organisasi pelayanan

kesehatan dan lingkungan sekitar yang mempengaruhi proses perawatan

kesehatan. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berkut :

a. Ketersediaan sumber daya

Sumber daya dikatakan tersedia jika ada dan dapat diperoleh tanpa

mempertimbangkan mudah atau sulit untuk digunakan.Ketersediaan

mempengaruhi pemanfaatan karena suatu pelayanan hanya dapat digunakan

(14)

ditunjukkan dengan perbandingan jumlah sumber daya terhadap populasi

pengguna.

b. Akses geografi

Yang dimaksud dengan akses geografi adalah faktor-faktor geografi yang

memudahkandan menghambat pemanfaatan pelayanan kesehatan, berkaitan

dengan jarak tembuh dan biaya tempuh.Hubungan antara akses geografi dengan

jumlah pengguna tergantung dari jenis pelayanan dan jenis sumber daya yang

ada. Peningkatan akses yang disebabkan oleh berkurangnya jarak, waktu

tempuh atau biaya mengakibatkan peningkatan pelayanan kesehatan yang

berhubungan dengan keluhan-keluhan atau pemakaian pelayanan preventif akan

lebih tinggi dari pelayanan kuratif, sebagaimana halnya dengan pemanfaatan

pelayanan umum bila dibandingkan dengan pelayanan spesialis.

c. Akses sosial

Akses sosial terdiri atas dua dimensi yaitu dapat diterima dan terjangkau.Dapat

diterima dari segi psikologis, sosial dan budaya sedangkan terjangkau

mengarah kepada faktor ekonomi.Konsumen memperhitungkan sikap dan

karakteristik yang ada pada provider seperti etnis, jenis kelamin, umur, ras dan

hubungan keagamaan (Dever, 1984).

d. Karakteristik struktur dan proses perawatan

Puskesmas memberikan pelayanan kesehatan dasar berupa upaya kesehatan

perorangan dan upaya kesehatan masyarakat yang meliputi promotif, preventif,

(15)

pembiayaan yang cukup untukmembiayai pembangunan dan pemeliharaan

gedung maupun untuk biaya rutin seperti gaji karyawan dan biaya

operasional.Pembiayaan puskesmas saat ini berasal dari pemerintah dan

pendapatan puskesmas serta sumber-sumber lain seperti Askes dan Jamkesmas.

Penggunaan danasesuaidengan usulan kegiatan yangdisetujui dengan

memperhatikan berbagai ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku (Depkes, 2005).Cara pelayanan terhadappetugas kesehatan itu sendiri

mungkin mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan.Sistem pemberian

upah merupakan salah satufaktor yang membentuk insentif bagi mereka.Bentuk

alternatif seperti praktek dokter tunggal, praktek dokter bersama, kelompok

dokter spesialisdan lain-lainnya membuat pola pemanfaatan pelayanan

kesehatan yang berbeda (Dever, 1984).

3. Faktor yang berhubungan dengan konsumen

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan

pemberian pelayanan.Tingkat kesakitan atau kebutuhan yang dirasakan oleh

konsumen berhubungan dengan penggunaan atau pemintaan tehadap pelayanan

kesehatan. Kebutuhan terdiri atas kebutuhan yang dirasakan dan diagnose

klinis. Kebutuhan yang dirasakan ini dipengaruhi oleh :

a. Faktor sosiodemografi yangterdiridari umur,jenis kelamin, ras, suku bangsa,

status perkawinan, jumlah keluarga dan staus sosial ekonomi (pendidikan,

(16)

b. Faktor sosiopsikologis yang terdiri dari persepsi dan kepercayaan terhadap

pelayanan medis atau dokter.

4. Faktor yang berhubungan dengan pemberi pelayanan

Faktor yang berhubungan dengan provider ini terutama dokter, terdiridari dua

faktor yaitu faktor ekonomi dan karakteristik pemberi pelayanan :

a. Faktor ekonomi

Ada kepercayaan yang tumbuh diantara ahli ekonomi kesehatan, bahwa

interaksi tradisional antara penawaran dan permintaan tidak sesungguhnya

mengikat pada pasar kesehatan.Ada dugaan yang menyatakan bahwa kurva

permintaan dapat diubah oleh dokter atau petugas kesehatan. Hal ini

disebabkan antara lain karena konsumen tidak mengerti kebutuhan mereka

akan kesehatan, tidak mampu mengevaluasi pelayanan kesehatan yang lebih

baik, kejadian sakit yang tidak terduga-duga sehingga menerima saja

perawatan kesehatan yang diberikan atau konsumen tidakdapat memutuskan

rasional untuk menggunakan pelayanan. Akibat keputusan penggunaan

pelayanan kesehatan umumnya ditentukan oleh dokter atau petugas

kesehatan.

b. Karakteristik pemberi pelayanan

Karateristik pemberi pe;ayanan berhubungan dengan penggunaan pelayanan

kesehatan. Perilaku petugas kesehatan kepada pengguna pelayanan

kesehatan secara umum berhubungan dengan tingkat spesialis, sekolah

(17)

petugas kesehatan bekerja juga mempengaruhi aktifitas professional mereka

yang pada akhirnya membentuk norma dan peraturan yang mempengaruhi

perilaku mereka. Demikian juga dengan jumlah dan jenis tenaga

kesehatantambahan, pekerjaanlain, peralatan dan penggunaan perawatan

yang inovatif juga mempengaruhi perilakupetugas kesehatan.Dengan kata

lain karakteristik ini adalah sikap dan ketrampilan petugas kesehatan (Dever,

1984).

Menurut Anderson (1995) dalam Notoatmodjo (2007), pemanfaatan

pelayanan kesehatan memiliki tiga faktor yang berperan, yaitu faktor predisposisi,

faktor pendukung dan faktor kebutuhan. Pemanfaatan pelayanan kesehatan

bergantung pada faktor-faktor sosio demografis, tingkat pendidikan, kepercayaan dan

praktek kultural, diskriminasi gender, status perempuan, kondisi lingkungan, sistem

politik dan ekonomi, pola penyakit serta sisterm pelayanan kesehatan.

2.2 Lansia

2.2.1 Kesehatan Reproduksi Lansia

Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik,mental dan sosial

secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal

yang berkaitan dengan sistem reproduksi, serta fungsi dan prosesnya (Pinem, 2009).

Proses seseorang dari usia dewasa menjadi usia tua merupakan suatu proses

yang harus dijalani dan disyukuri. Proses ini basanya menimbulkan suatu beban

karena menurunnya fungsi organ tubuh orang tersebut sehingga menurunkankualitias

hidup. Berdasarkan undang-undang No. 13 tahun 1998 pasal 1 ayat 2 tentang

(18)

telah mencapai usia 60 tahun keatas. Sedangkan menurut UU RI Nomor 4 tahun 1965

lanjut usia adalah mereka yang berusia 55 tahun keatas. Secara umum seseorang

dikatakan lansia jika sudah berusia 60 tahun, tetapi defenisi ini sangat bervariasi

tergantung dari aspek sosial buda ya, fisiologi dan kronologis. Manusia lansia adalah

seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaan dan

sosial (Maryam, 2008).

Perubahan ini akan memberikan pengaruh pada seluruh aspek kehidupan,

termasuk kesehatannya. Oleh karena itu, kesehatan manusia lanjut usia perlu

mendapatkan perhatian khusus dengan tetap dipelihara dan ditingkatkan agar Selama

mungkin dapat hidup secara produktif sesuai kemampuannya sehingga dapat ikut

serta berperan aktif dalam pembangunan (UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 pasal 138

dalam (Muwarni dan Priyantari, 2011).

Wujud atau indikator dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan

individu antara lain :

1. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang merasa sakit dan memang secara

klinis tidak sakit. Semua organ tubuh normal dan berfungsi normal atau tidak ada

gangguan fungsi tubuh.

2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni : pikiran, emosional dan

spiritual

3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang

(19)

membedakan ras, suku, agama, kepercayaan, status sosial, ekonomi, politik dan

sebagainya, saling menghargai dan toleransi

4. Kesehatan dari aspek ekonomis terlihat dari produktivitas seseorang (dewasa)

dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat

menyokong hidupnya atau keluarganya secara finansial (Notoatmodjo, 2007).

Menurut Nugroho, (2000) dalam Murwani dan Priyantari (2011) proses

menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan

jaringan untukmemperbaiki diri/mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya

sehingga tidakdapat bertahan terhadapinfeksi dan memperbaiki kerusakan yang

diderita. Proses alami yang disertai dengan penurunan kondisi fisik, psikologis,

maupun sosial akan saling berinteraksi satu dengan yang lain. Proses menua yang

terjadi pada lanjut usia secara linier dapat digambarkan melalui tiga tahapan, yaitu :

1. Kelemahan (imparment)

2. Keterbatasan fungsional (ungtional limitation)

3. Keterhambatan (handicap)

Tiga tahap tersebut akan mengalami bersamaan dengan proses kemunduran.

Keadaan ini cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan jiwa (psokologis)

pada lanjut usia. Sehubungan dengan hal tersebut Birenn dan Jenner (1977) dalan

Nugroho (2008) mengusulkan untuk membedakan usia lansia menjadi :

1. Usia biologis, yang menunjukkan kepada jangka waktu seseorang sejak lahirnya

(20)

2. Usia psikologis, menunjukkan kepada kemampuan seseorang untuk mengadakan

penyesuaian-penyesuaian kepada situasi yang dihadapinya.

3. Usia sosial menunjukkan kepada peran-peran yang diharapkan atau diberikan

masyarakat kepada seseorang sehubungan dengan usianya.

Menurut Kartari dalam Muwarni dan Priyantari (2011), beberapa ahli

membedakan umur menjadi dua yaitu umur kronologis dan biologis. Umur

kronologis adalah umur yang dicapai seseorang dalam kehidupannya dihitung dengan

tahun kalender (di Indonesia belum ada) dan umur biologis adalah umur sebenarnya.

Menurut organisasi kesehatan dunia kesehatan dunia, WHO dalam Nugroho

(2008) pembagian lanjut usia meliputi empat tahapan yakni :

1. Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 49 sampi 59 tahun

2. Lanjut usia (erderly), antara 60 dan 74 tahun

3. Lanjut usia tua (old) antar 76 dan 90 tahun

4. Usia sangat tua diatas 90 tahun

Menurut Harlock (1979) dalam Nugroho (2008), pembagian lanjut usia

terbagi dalam dua tahap, yakni :

1. Early old age (usia 60-70 tahun)

2. Advanced old age (usia 70 tahun keatas)

2.2.2 Teroi-Teori Proses Penuaan

1. Teori Biologi

(21)

a. Teori jam biologi(biological clock theory), adalah proses menua yang

dipengaruhi oleh faktor-faktor keturunan dari dalam. Umur seseorang

seolah-olah distel seperti jam.

b. Teori menua yang terprogram (program aging theory), menjelaskan bahwa

sel tubuh manusia hanya dapat membagidiri sebanyak 50 kali.

c. Teori mutasi (somatic multatie theory), menjelaskan bahwasetiap sel pada

saatnya akan mengalami mutasi. Menua terjadi sebagai akibar dari

perubahan biokimia yang di program oleh molekul-molekul/DNA dan

setiap sel pada saatnya akan mengalami mutasi, contoh : mutasi dari sel-sel

kelamin).

d. The error teory,”pemakaian dan rusak” kelebihan usaha dan stress

menyebabkan sel-sel tubuh lelah (terpakai).

e. Teori akumulasi,menerangkan bahwa pengumpulan dari pigmen atau

lemak dalam tubuh. Sebagai contoh adanya pigmen lipofuchinedi sel otot

jantung dan sel susunan syaraf pusat padaorang lansia yang

mengakibatkan terganggunyafungsi sel itu sendiri.

f. Peningkatan jumlah kologen dalam jaringan.

g. Reaksi kekebaln sendiri (auto immune theory), didalam proses metabolism

tubuh,suatu saat diproduksi suatu zat khusus, ada jaringan tubuh tertentu

yang tidak tahap terhadap zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi

(22)

h. Teory immunologi slow virus, teoriini menjelaskan, bahwa sistem imun

menjadi kurang efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus

kedalam tubuh yang dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.

i. Teori rantai silang, teori inimenjelaskan bahwa sel-sel yang tua atau

usang, reaksi kimianya dapat menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya

jaringan kolagen, ikatan ini menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya

jaringan kolagen, ikatan ini menyebabkan elastisitas berkurang dan

menurunnya fungsi.

j. Teori program, menjelaskan tentang kemampuan organisme untuk

menetapkan jumlah sel yang membelah setelah sel-sel tersebut mati.

Perubahan biologi yang berasal dari luar (ekstrinsik)/teori non genetika :

a. Teori radikal bebas, menjelaskan meningkatnya bahan-bahan radikal bebas

sebagai akibat pencemaran lingkungan akan menimbulkan perubahan pada

kromosom pigmen dan jaringan kolagen.

b. Teori immunologi, menjelaskan perubahan jaringan getah bening akan

mengakibatkan ketidak seimbangan sel T dan terjadi penurunan fungsi sel-sel

kekebalan tubuh, akibatnya lanjut usia mudah terkena infeksi

c. Teori stress, menerangkan bahwa menua menjadi akibat hilangnya sel-sel yang

bisa digunakan tubuh, regenerasi jaringan tidak dapat mempertahankan kestabilan

lingkungan internal, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah

(23)

2. Teori Psikologi

a. Maslow Hierarky Human Needs Theory, teori Maslow mengungkapkan

hirarki kebutuhan manusia yang meliputi 5 hal (kebutuhan fisiologi

dasar,keamanan dan kenyamanan, kasih sayang, harga diri dan aktualisasi

diri).

b. Jung’s Theory of Insvidualsm, teoriindividualsm yang dikemukakan Carl Jung

(1960) dalam Murwani dan Priyanrati (2011) mengungkapkan perkembangan

personaliti dari anak remaja, dewasa muda, dewasa pertengahanhingga

dewasa tua (lansia) yang dipengaruhi baik internal maupun eksternal.

c. Course of Human Life Theory. Chorlotte Buhler dalam Murwani dan

Priyantari (2011) juga merupakan penganut teori psikologik yang

mengungkap bahwa teori perkembangan dasar manusia yang difokuskan pada

identifikasi pencapaian tujuan hidup seseorang dalam melalui fase-fase

perkembangan.

d. Aktivitas atau kegiatan (Activity Theory), teori ini mengatakan bahwa pada

lanjut usia yang sukes adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam

kegiatan sosial dan berusaha untuk mempertahankan hubungan antara sistem

sosial dan berusaha untuk mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan

individu agar tetap stabil dari usaha pertengahan sampai lanjut usia.

e. Kepribadian berkelanjutan (Continuity Theoriy), dasar kepribadian dan

tingkah laku yang tidak berubah pada lanjut usai. Teoriini merupakan

(24)

terjadi pada seorang yang lansia dipengaruhi oleh type ressonality yang

dimilikinya.

f.Teori Pembebasan, teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia

seseorang, secara berangsur-angsur akan melepasakan diri dari kehidupan

sosialnya atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya. Keadaan ini

mengakibatkan interaksinya menurun baik secara kualitas maupun secara

kuantitas sehingga seseorang sering terjadi kehilangan ganda (triple loss) :

kehilangan peran (loss of role), hambatan kontaksosial (restration of contacts

and relation ship), berkurangnya komitmen (reuced commitment to social

mores andavalue.).

g. Eight stages of life theory adalah teori yang dikemukakan Erikson (1950)

dalam Muwarni dan Priyantari (2011). Hal ini adalah suatu teori

perkembangan psikososial yang terbagi atas 8 tahap, yang mempunyai tugas

dan peran yang perlu diselesaikan dengan baik :

Tahap I : masa bayi timbul kepercayaan dasar (basic trust)

Tahap II : tahap penguasaan diri (autonomi)

Tahap III : tahap inisiatip

Tahap IV : timbulnya kemauan untuk berkarya (industriousness)

Tahap V : mencari identitas diri (identy)

Tahap VI : timbulnya keintiman (intimacy)

(25)

Tahap VIII : memasuki lanjut usiaakan mencapai kematangan kepribadian

(ego integrity), dia merupakan orang yang memiliki

integritasdalam kepribadiansehingga mampu berbuat untuk

kepentingan umum. Kegagalan pada tahap ini menyebabkan

cepat putus asa (Murwani dan Priyantari, 2011).

Tabel 2.1 Teori Erikson

Age Conflict Resolution of “vitue” Culmination in all age

Infancy (0-1 year) Basic trust vs

mistrust

Hope Appreciation of interdependence and

relatedness Early childhood

(1-3 year)

Autonomyvs shame

Will Appreciation interdependence and

relatedness Play age (3-6

year)

Initiative vs guilt

Pupose Acceptance of the cycle life, from

intergration to disintegration Scool age (6-12

year)

Industry vs inferiority

Competence Home, empaty,resilience

Adolescece (12– 19 year)

Identity vs confusion

Fidelity Humility, acceptance of the course of

one’s life and unfulfilled hope Early adulthood

(20-25 year)

Inimacy vs isolation

Love Sese of complexity of relationship ;

value of tenderness and loving freely Adulthood (26-64

year)

Generativit vsstagnation

Care Caritas, caring fo others and agape,

empathy and concern

Old age (65-death Integrity vs

despair

Wisdom Existential identity ; asense of

integrity strong enough to withstand physical disintegration

Tahap perkembangan ini harus dilalui dengan baik sehingga individu akan

merasakan kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidup.

2.2.3 Ciri-ciri yangdijumpai pada Lanjut Usia

Ciri-ciri yang dijumpai pada lanjut usai (lansia) adalah :

1. Dari Fisik : penglihatan dan pendengaran menurun, kulit tampakkendur, aktivitas

(26)

2. Dari Psikologis : merasa kurang percaya diri, sering merasa kesepian dan merasa

sudah tidak dibutuhkan lagi dan tidak berguna (Wahyuita dan Fitrah, 2010).

2.2.4 Tipe Usia Lanjut

Beberapa tipe usia lanjut tergantung pada karakter, pengalaman hidup,

lingkungan. Kondisi fisik,mental, sosial dan ekonomi. Adapun tipe-tipe lansia

tersebut antara lain :

1) Tipe arif bijaksana : Kaya akan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan

perubahan zaman, keibuan, bersifat ramah, rendah hati, sederhana, dermawan,

memenuhi undangan dan menjadi panutan.

2) Tipe mandiri : Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam

mencari pekerjaan, teman bergaul dan memenuhi undangan

3) Tipe tidak puas : Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi

pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung sulit dilayani, pengkritik dan banyak

menuntut.

4) Tipe pasrah : Menerima dan menunggu nasib baik,mengikuti kegiatan agama,

ringan kaki, pekerjaan apa saja dilakukan

5) Tipe bingung : kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri,minder,

menyesal, pasif dan acuh tak acuh (Nugroho, 2008).

Tipe lain dari lanjut usia adalah : optimis, konstruktif, dependen, defensif

(27)

2.2.5 Perubahan-Perubahan yang terjadi pada Lansia

Menurut Nugroho, 1999 dalam Murwani dan Priyantari (2011), seseorang

yang mengalami lanjut usia akan mengalami perubahan-perubahan, baik perubahan

fisik maupun perubahan mental dan psikososial. Perubahan ini sifatnya adalah

normal dan dapat dihindari. Perubahan fisikyang biasanya terjadi pada proses

penuaan mencakup semua sistem tubuh, diantaranya adalah kulit, pernafasan, sistem

pencernaan, sistem perkemihan, reproduksi, otot dan tulang, saraf, sistem endokrin

dan kardiovaskuler. Beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan

jiwa lansia diantaranya :

a. Penurunan kondisi fisik

b. Penurunan fungsi

c. Penurunan aspek psikososial

d. Perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan

e. Perubahan dalam peran sosial di masyarakat

f. Perubahan seksual pada lansia

2.2.6 Karakteristik Penyakit pada Lansia

Menurut Nugroho (1999), dalam Murwani dan Priyantari (2011), seseorang

yang mengalami lanjut usia akan mengalami perubahan-perubahan, baik perubahan

fisik maupun perubahan mental dan psikososial. Dimana perubahan ini sifatnya

adalah normal dan dapat dihindari. Keadaan ini cenderung akan menimbulkan

masalah kesehatan atau penyakit. Karakter penyakit yang sering dialami oleh para

(28)

1. Saling berhubungan satu sama lain, penyakit sering multipel

2. Penyakit bersifat degeneratif

3. Gejala sering tidak jelas berkembang secara perlahan

4. Sering bersama-sama problem psikologis dan sosial

5. Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut

6. Sering terjadi penyakit yang disebabkan oleh konsumsi obat

Menua bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan prosesberkurangnya daya

tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalammaupun dari luar

tubuh.Penyakit yang sering dialami oleh lansia di Indonesaia meliputi :

1. Penyakit-penyakit sistem pernafasan

Penyakit infeksi yang sering diderita pada lansia adalah pneumonia, TBC dan

kanker paru yang sering dijumpai pada perokok berat.

2. Penyakit system kardiovaskuler dan pembuluh darah

Penyakit yang sering ditemukan pada usia lanjut antara lain : hipertensi,

arterisklerosis, penyakit jantung coroner ; meliputi angina pectoris, infark

miokard akut dan stroke.

3. Penyakit sistem pencernaan

Keluhan seperti kembung, perasaan tidak enak diperut dan sebagainya, seringkali

disebabkan makanan yang kurang bisa dicerna akibat menurunnya fungsi kelenjar

pencernaan, juga dapat disebabkan berkurangnya toleransi terhadap makanan yang

terutama mengandung lemak. Keluhan lain yang sering dijumpai adalah

(29)

4. Penyakit sistem urogenital

Peradangan dalam sistem urogenital terutama dijumpai pada wanita lansia berupa

peradangan kandung kemih sampai peradangan ginjal. Pria yang berusia lebih dari

50 tahun banyak dijumpai pembesaran kelenjar prostat dan kanker pada kelenjar

prostat.

5. Penyakit gangguan metabolik

Penyakit metabolik yang banyak dijumpai ialah diabetesmellitus atau kecing

manis dan osteoporosis.

6. Penyakit persendian tulang

Hampir 80% orang berusia 50 tahun keatas mempunyai keluhan pada

sendi-sendi,misalnya : linu-linu, pegal dan kadang terasa nyeri.

7. Penyakti yang disebabkan oleh keganasan

Pada wanita, kanker dijumpai pada rahim, payudara dan saluran pencernaan.

Biasanya kanker pada wanita dimulai pada usia 50 tahun.Kanker pada pria banyak

dijumpai pada paru-paru, saluran pencernaan dan kelenjar prostat.

8. Penyakit-penyakit lain

Penyakit saraf yang penting adalah akibat pembuluh darah otak yang dapat

mengakibatkan perdarahan otak atau menimbulkan kepikunan (Murwani dan

(30)

2.2.7 Masalah Fisik Sehari-Hari pada Lansia

Masalah-masalah fisik yang sering terjadi pada lansia antara laian : mudah

jatuh, mudah lelah, kekacauan mental akut,nyeri dada, sesak nafas saat beraktifitas,

palpitasi/berdebar-debar, edema pada ekstremitas bawah, nyeri punggung, nyeri pada

sendi pinggul, penurunan berat badan, sukar menahan buang air kecil, sukar menahan

air besar, gangguan tidur dan gangguan pendengaran (Murwani dan Priyantari, 2011).

2.2.8 Penyakit Degeneratif yang Sering Muncul pada Lanjut Usia

Penyakit degeneratif yang sering muncul padalanjut usia adalah osteo

arthritis (OA), osteoporosis, tekanan darah tinggi, kecing manis (diabetes mellitus),

sering luap (dimensia), penyakit jantung atau kardiovaskuler (Wahyunita dan Fitrah,

2010).

2.3 Predisposisi, Pendukung dan Penguat Pemanfaatan Posyandu Lansia

Faktor-faktor yang mempermudah atau predisposisi terjadinya perilaku pada

diri seseorang atau masyarakat, adalah pengetahuan dan sikap seseorang atau

masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan. Misalnya perilaku lansia ke

kunjungan posyandu lansia akan dipermudah apabila lansia tersebut tahu apa

manfaatkunjungan ke posyandu lansia ke kesehatannya, tahu siapa dan bagaimana

cara menjaga kesehatannya.

Demikian juga, perilaku tersebut akan dipermudah bila lansia yang

(31)

kepercayaan, tradisi, sistem, nilai dimasyarakat setempat juga mempermudah (positif)

atau mempersulit (negatif) terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat.

2.3.1 Predisposisi (Pengetahuan, Sikap)

1. Pengetahuan

Menurut Mubarak (2011) pengetahuan adalah kesan didalam pikiran

manusia sebagai hasil penggunaan pancaindranya.Pengetahuan sangat berbeda

dengan kepercayaan (beliefs), takhyul (superstition), dan penerangan-penerangan

yang keliru (misinformation).Pengetahuan adalah segala apa yang diketahui

berdasarkan pengalaman yang didapat oleh setiap manusia.

Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) adalah merupakan hasil “tahu”

dan ini terjadi setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu.Pengetahuan itu sendiri dipengaruhi oleh faktor pendidikan formal.

Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan pendidikan, dimana diharapkan bahwa

pendidikan yang tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pengetahunnya.

Namun tidak mutlak pendidikan rendah pengetahuan juga rendah, karena seseorang

yang pendidkkannya rendah mendapatkan pengetahuan dari pendidikan non formal.

Pengetahuan tidak mutlak di dapat dari pendidikan formal dapat juga dari

pendidikn non formal. Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua

aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif, kedua aspek ini yang akan menentukan

sikap seseorang, semakin banyak aspek positif dan objek yng diketahui, maka akan

(32)

2. Sikap(Attitude)

Menurut Notoatmodjo (2007), sikap merupakan reaksi atau respon yang

masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulis atau objek. Menurut Thomas

dan Znanekci (1920), dalam Wawan dan Dewi (2010) menegaskan sikap adalah

predisposisi untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku tertentu, sehingga

sikap bukan hanya kondisi internal psikologis yang murni dari individu (purely

psychic inner state) , tetapi sikap lebih merupakan proses kesadaran yang sifatnya

individual. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain. Sikap

positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan

nyata, hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain :

a. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu

b. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada

pengalaman orang lain

c. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan berdasarkan banyak atau

sedikitnya pengalaman seseorang

d. Nilai

e. Orang penting sebagai referensi

f. Sumber-sumber daya, mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan sebagainya.

g. Perilaku normal, kebiasaan dan penggunaan sumber-sumber didalam suatu

masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang ada pada umumnya disebut

kebudayaan.

(33)

Bagaian lain Allport, 1954 dalam Notoatmodjo, (2002) menjelaskan bahwa

sikap itu mempunyai 3 (tiga) komponen pokok :

1. Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek

3. Kecenderungan untuk bertindak (tren to behave)

Menurut Azwar 2005 dalam Wawan dan Dewi (2010) faktor-faktor yang

mempengaruhi sikap keluarga terhadap obyek sikap antara lain :

1. Pengalaman pribadi : untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman

pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat, karena itu sikap akan lebih mudah

terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang

melibatkan faktor emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting : pada umumnya, individu cenderung

untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orangyang

dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk

berafiliasi dengan keinginan untuk menghindari komplik dengan orang yang

dianggap penting tersebut.

3. Pengaruh kebudayaan : tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis

pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap

anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman

individu-individu masyarakat asuhannya

4. Media Massa : dalam pemberitaan surat kabar maupun radio atau media

(34)

cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap

sikap konsumennya.

5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama : konsep moral dan ajaran dari

lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan

tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut menpengaruhi

sikap.

6. Faktor emosional : kadang, suatu bentuk sikap merupakan pertanyaan yang

didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau

pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.

Menurut Katz dalan Secord dan Bacman (1964) yang dikuti dalam Wawan

dan Dewi (2010) sikap mempunyai 4 fungsi yaitu :

1. Fungsi instrumental atau fungsi penyesuaian, atau fungsi manfaat :

Fungsi ini berkaitan dengan sarana – tujuan.Sikap disini merupakan sarana

mencapai tujuan. Orang memandang sejauh mana obyek sikap dapat digunakan

sebagai sarana atau sebagai alat dalam rangka mencapai tujuannya, maka orang

akan bersikap positif terhadap obyek tersebut, demikian sebaliknya bila obyek

sikap menghambat dalam pencapaian tujuan, maka orang akan bersikap negatif

terhadap obyek sikap yang bersangkutan, karena itu fungsi ini juga disebut fungsi

manfaat (utility), yaitu sampai sejauh mana obyek sikap dalam rangka pencapaian

tujuan. Fungsi ini juga disebut sebagai fungsi penyesuaian karena dengan sikap

yang diambil oleh seseorang akan dapat menyesuaikan diri dengan secara baik

(35)

karena dengan sikap tersebut orang yang bersangkutan mudah diterima oleh

kelompoknya, karena ia tergabung dalam kelompok yang anti kemewahan.

2. Fungsi pertahanan ego

Ini merupakan sikap yang diambil oleh seseorang demi untuk mempertahankan

ego atau akunya.Sikap ini diambil oleh seseorang pada waktu orang yang

bersangkutan terancam keadaan dirinya atau egonya.Demi untuk mempertahankan

egonya, orang yang bersangkutan mengambil sikap tertentu untuk

mempertahankan egonya.

3. Fungsi ekspresi nilai

Sikap yang ada pada diri seseorang merupakan jalanbagi individu untuk

mengekspresikan nilai yang ada dalam dirinya. Dengan mengekspresikan diri

seseorang akan mendapatkan kepuasan kepada dirinya. Dengan individu

mengambil sikap tertentu terhadap nilai tertentu, ia menggambarkan keadaan

sistem nilai yang ada pada individu bersangkutan. Sistem nilai apa yang ada pada

diri individu dapat dilihat dari nilai yang diambil oleh individu yang bersangkutan

terhadapnilai tertentu.

4. Fungsi pengetahuan

Individu mempunyai dorongan ingin mengerti, denganpengalaman-pengalaman

untuk memperoleh pengetahuan. Elemen-elemen dari pengalamannya adalah tidak

konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu, akan disusun kembali atau

(36)

mempunyai sikap tertentu terhadap suatu obyek, menunjukkan tentang

pengetahuan orang tersebut terhadap obyek sikap yang bersangkutan.

5. Kepercayaan/budaya

Menurut Suliha (2002) yang dikutip Masbiran (2010), kepercayaan di masyarakat

sangat mempengaruhi tingkah laku kesehatan. Beberapa pandangan yang berasal

dari kepercayaan atau agama tertentu kadang-kadang memberi pengaruh yang

negatif terhadap program pendidikan kesehatan.Kepercayaan seringdiperoleh dari

orang tua,kakek atau nenek.Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan

keyakinan dan tanpa adapembuktiannya terlebih dahulu (Notoatmodjo,

2002).Hubungan antara situasi sosial budaya dengan status kesehatan masyarakat

menyangkut tiga hal yaitu : status sosial berpengaruh terhadap status kesehatan,

karakteristik status sosial berpengaruh terhadap akses pelayanan kesehatan dan

norma dan nilai-nilai budaya berpengaruh terhadap perilaku kesehatan masyarakat.

6. Nilai

Nilai adalah keyakinan seseorang tentang sesuatu yang berharga, kebenaran,

keyakinan mengenai ide-ide, obyek atau perilaku. Nilai budaya adalah suatu yang

dianggap berharga atau keyakinan yang dipegang sedemikian rupa oleh seseorang

sesuai dengan tuntutan naluri.Nilai tersebut dijadikan landasan, alasan dan

motivasi dalam perbuatannya (Mubarak, 2011).Nilai dalam suatu masyarakat apa

pun selalu nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyeleggarakan

hidup bermasyarakat, misalnya : gotong royong adalah suatu nilai yang selalu

(37)

2.3.2. Pendukung (Enabling)

Faktor pemungkin atau pendukung (enabling factor)perilaku kunjungan

lansia ke posyandu adalah fasilitas, sarana atau prasarana yang mendukung terjadinya

perilaku seseorang atau masyarakat.Pengetahuan dan sikap saja belum menjamin

terjadinya perilaku, disamping itu diperlukan adanya sarana atau fasilitas untuk

memungkinkan atau mendukung perilaku tersebut. Segi kesehatan masyarakat, agar

masyarakat mempunyai perilaku sehat harus terakses (terjangkau) sarana dan

prasarana atau asilitas kesehatan,misalnya untuk terjadinya perilaku lansia yang

selalu menjaga agar tetap sehat,makaperlu dilakukan kunjungan keposyandu lansia.

Menurut Notoatmodjo (2005), hambatan yang paling besar dirasakan dalam

mewujudkan perilaku hidup sehat yaitu faktor pendukung. Menurut Bank Dunia

hambatan utama yang dihadapi oleh masyarakat sosial ekonomi rendah untuk

memperoleh pelayanan kesehatan adalah kurangnya infrastruktur fisik.Hal ini masih

dialami di Negara yang sedang berkembang, yang menunjukkan ketidak adilan yang

besar dalam distribusi petugas dan fasilitas kesehatan yng memadai, serta

infrastrusktur komunikasi dan transportasi yng belum dikembangkan secara

memadai.

Sumber kesehatan secara tidak proporsional lebih banyak dimanfaatkan

untuk daerah perkotaan dibandingkan pelayanan primer dipedesaan, sehingga yang

terjadi adalah ketidakadilan pelayanan di daerah perkotaan dan pedesaan.Jarak

(38)

sarana transportasi yang tersedia terbatas, komunikasi sulit dan didaerah tersebut

tidak tersedia tempat pelayanan.

Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di kelompok usia lanjut, dibutuhkan

saranadan prasarana penunjang yaitu :

1. Tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka

2. Meja dan kursi

3. Alat tulis

4. Buku pencatatan kegiatan (buku regetrasi bantu)

5. Kit lansia yang berisi : timbangan dewasa, meteran, pengukuran tinggi badan,

stetoskop, tensimeter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer.

6. Kartu menuju sehat (KMS) lansia

7. Buku pedoman pemeliharaan kesehatan (BPPK) Lanisa (Depkes RI, 2003).

2.3.3. Penguat (Renforcing Faktor)

Pengetahuan, sikap dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum

menjamin terjadinya perilaku. Sering terjadi, bahwa individu/keluarga sudah tahu

manfaat dari melakukan kunjungan ke posyandu lansia dan sarana prasarana

mendukung, tapi tidak melakukannya karena alasan yang sederhana, misalnya orang

yang disegani didalam masyarakat belum memanfaatkan posyandu lansia dengan

maksimal.

1. Perilaku tenaga kesehatan

Perilaku dari segi biologis, adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk

(39)

mahluk hidup mulai dari tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu

berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Jadi perilaku

(manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati

langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar.Skiner (1938) seorang

ahli psikologis dalam Alin (2009), merumuskan bahwa perilaku merupakan

respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar)

2. Dukungan pemerintah

Salah satu gerakan organisasi yang telah ada dan diakui manfaatnya bagi

masyarakat, terutama dalam upaya meningkatkan keberdayaan dan kesejahtraan

keluarga adalah Pemberdayaan dan Kesejahteran Keluarga (PKK). Selain

ekonomi atau pendapatan keluarga, yang tak kalah penting diberdayakan dalam

PKK adalah peningkatan kesehatan dan spritual.

Peran PKK diharapkan dapat mengugah masyarakat agar termotivasi untuk selalu

dinamis, mau mengubah keadaan kepada yang lebih maju lagi. Seperti dalam hal

upaya peningkatan kesejahtraan keluarga. Dasawisma sebagai kelompok terkecil

dari kelompok-kelompok PKK memiliki peran strategis mewujudkan sejahtera

(Syahlan, 1996).

3. Dukungan keluarga

Dukungan keluarga didefenisikan oleh Gottlieb (1983) dalam Zainudin (2002)

yang dikutip oleh Nasution (2013) yaitu informasi verbal, sasaran, bantuan yang

nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan

(40)

dapat memberikan keuntungan emosional atau pengaruh pada tingkah lalu

penerimaannya.Keluarga merupakan unit terkecil dalam manyarakat namun

keberadaannya sangat penting untuk mengayomi dan melindungi para lanjut usia.

Lansia akan merasa aman dan tentram bila berada didalam lingkungan keluarga

yang masih mau memberikan perhatian dan dukungan para lansia dalam

menjalani sisa hidupnya (Depkes RI,2006).

Dalam melakukan perawatan terhadap lansia, setiap keluarga memiliki

peran yang sangat penting, diantaranya adalah :

1. Melakukan pembicaraan terarah

2. Mempertahankan kehangatan keluarga

3. Membantu menyiapkan makanan bagi lansia

4. Membantu dalam hal transportasi

5. Membantu dalam hal sumber-sumber keuangan

6. Memberikan kasih sanyang, menghormati dan menghargai

7. Bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku lansia

8. Menyedikan waktu dan perhatian

9. Jangan menganggapnya sebagai beban

10.Memberikan kesempatan untuk tinggal bersama

11.Memintanya nasehat dalam peristiwa-peristiwa penting

12.Mengajaknya dalam acara-acara keluarga

13.Membantu mencukupi kebutuhannya

(41)

15.Membantu mengatur keuangan

16.Mengupayakan sarana transportasi untuk kegiatan mereka

17.Memeriksa kesehatan secara teratur

18.Memberikan dorongan untuk tetap hidup dan sehat

19.Mencegah terjadinya kecelakaan baik dirumah maupun diluar rumah

20.Pemeliharaan kesehatan lansia tanggung jawab beersama

21.Memberikan kasih perhatian yang baik pada orang tua yang sudah lanjut

(Maryam dkk, 2008)

Bentuk dukungan keluarga

a. Dukungan emosional (Emosional Support)

Keluarga sebagai sebuah tempat yang nyaman dan damai untuk istirahat dan

pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi (Marlyn, 1998 dalam

Wadyawati, 2005)

b. Dukungan penghargaan (Apprasial Assistence)

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan

menangani pemecahan masalah.

c. Dukungan materi (Tangibile Assistence)

Keluarga merrupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, mencakup

bantuan langsung seperti dalam bentuk uang,peralatan, waktu, modifikasi

(42)

d. Dukungan Informasi (Informasi Support)

Bentuk dukungan keluarga yang diberikan oleh keluarga adalah dorongan

semangat,pemberian nasehat atau mengawasi tentang pola makanan sehari-hari

dan pengobatan. Dukungan keluarga juga merupakan perasaan individu yang

mendapat perhatian, disayangi, dan termasuk bagian dari masyarakat

(Yanuasti,2001).

2.4. Landasan Teori

Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah hasil proses pencarian pelayanan

kesehatan oleh seseorang maupun kelompok, pengetahuan tentang sesuatu yang

mendorong individu memberi kesehatan pelayanan kesehatan merupakan kunci

untuk mempelajaripemanfaatan/utilisasi pelayanan kesehatan. Untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan/utilisasi (Ilyas, 2003).

Menurut Notoatmodjo (1993) dalam (Ilyas, 2003), perilaku pencarian pengobatan

adalah perilaku individu maupun kelompok atau penduduk untuk melakukan atau

mencari pengobatan. Perilaku pencarian pengobatan terutama di Negara

berkembang sangat bervariasi, hal ini dapat dilihat sebagai usaha-usaha mengobati

sendiri penyakitnya atau mencari fasilitas-fasilitas pelayanan kesehatan modern,

rumah sakit, puskesmas, perawat, praktek dokter, dll serta tradisional (dukun,sinhe,

dll).

Menurut Lawrence Green 1980 faktor-faktor yang berhubungan dengan

(43)

a. Faktor-faktor Predisposisi (Predisposing factors), yang terwujud dalam

pengetahuan,sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, tradisi masyarakat lansia.

b. Faktor Pendukung (Enabling Factors), terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia

atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau saran-sarana kesehatan, misalnya

puskesmas,obat-obatan dan lain-lain.

c. Faktor Penguat (Renforcing Factors), terwujud dalam perilaku petugas kesehatan

yang merupakan kelompok refrensi dari perilaku masyarakat misalnya,perilaku

hidup sehat.

Model pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Model Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Menurut Lawrence Green (1980) :

Gambar 2.1 Kerangka Teori Lawrence Green

Faktor Predisposisi a. Sarana prasarana atau fasilitas b. Akses jarak

Faktor Penguat a. Perilaku petugas

b. Dukungan tokoh masyarakat dan tokoh agama

c. Dukungan keluarga

(44)

2.5 Kerangaka Konsep

Berdasarkan tujuan penelitian maka disusun kerangka konsep :

Variabel Indevenden Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Selanjutnya defenisi dari kerangka konsep pada penelitian ini adalah sebagai

berikut :

1. Lansia menurut UU No. 13 1998 adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih

60 tahun

2. Menurut Notoatmodjo (2010) pengetahuan adalah segala apa yang diketahui

berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap mansia.

3. Menurut Notoatmodjo (2010) sikap merupakan reaksi atau respon yang masih

tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.

4. Sarana prasaran adalah alat dan fasilitas yang ada untuk menunjang terlaksananya

pelayanan.

Faktor Predisposisi a. Pengetahuan lansia b. Sikap lansia

Faktor pendukung a. Sarana prasarana

Faktor Penguat a. Perilaku petugas b. Dukungn PKK c. Dukungan keluarga

(45)

5. Perilaku petugas kesehatan adalah hasil hubungan antara rangsangan (stimulus)

dan tanggapan (respons).

6. Dukungan PKK adalah sokongan dan dorongan kader PKK

7. Dukungan keluarga (1983) dalam Zainuddin (2002) adalah informasi verbal,

sasaran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang

yang akrab dengan subjek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa

kehadiran dan hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau pengaruh

pada tingkah laku penerimaannya

8. Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah interaksi antara konsumen dengan

Gambar

Tabel 2.1 Teori Erikson
Gambar 2.1 Kerangka Teori Lawrence Green
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang masalah yang didapatkan di atas maka penulis ingin melakukan analisis lebih lanjut terhadap faktor pengetahuan, sikap lansia, peran kader dan

Faktor predisposisi merupakan faktok-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai, persepsi yang

apakah ada pengaruh ketersediaan sarana (ruang pemeriksaan, alat kesehatan dan laboratorium sederhana) dan pengetahuan, sikap lansia terhadap pemanfaatan

Seseorang yang memiliki kemampuan untuk identifikasi terhadap dirinya sendiri maupun dengan orang lain dan mempunyai sikap untuk menyesuaikan diri dengan baik,

Untuk mengetahui faktor-faktor yang paling berhubungan dengan pemanfaatan posyandu lansia di puskesmas Amplas tahun 2019...

Berdasarkan hasil uji bivariat dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel umur (0,003), pendidikan (0,024), pekerjaan (0,002), pendapatan (0,001), pengetahuan (0,001),

Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan, misalnya sikap seseorang terhadap pemanfaatan pelayanan kesehatan oleh peserta Jamkesmas

Mayoritas responden yang merupakan Lansia dengan tingkat pendidikan SD sebanyak 85 orang (92,4).Terdapat hubungan yang signifikan antara jarak dengan pemanfaatan