• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Praoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Pemberian Informasi dengan Tingkat Kecemasan pada Pasien Praoperasi di RSUD dr. Pirngadi Medan"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Teori Kecemasan 1.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah suatu perasaan yang tidak jelas, yang tidak pasti dan menyebar sert tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang

spesifik (Stuart, 2007) 1.2 Penyebab Kecemasan

Rasa cemas yang timbul akibat melihat adanya bahaya yang mengancam dirinya. Kecemasan ini lebih dekat dengan rasa takut, karena sumbernya terlihat jelas di dalam pikiran.

Kecemasan yang berupa penyakit dan terlihat dalam beberapa bentuk. Kecemasan ini disebabkan oleh hal yang tidak jelas dan tidak berhubungan

dengan apapun yang terkadang disertai dengan perasaan takut yang mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderitanya

1.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pasien Preoperasi

Menurut Gruendemann & Fernsebner (2006) yaitu:

1. Dukungan Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang secara langsung

(2)

yang ada didalamnya. Jadi, keluarga merupakan lingkungan yang sangat penting yang dibutuhkan anggota keluarga lainnya. Dukungan keluarga

terhadap seseorang yang akan menjalani operasi sangat berpengaruh pada tingkat kecemasan yang dialaminya. Sebagian keluarga atau sahabat dapat

meningkatkan rasa cemas pasien karena terjadi transmisi cemas dari mereka yamg merangkul pasien, sehingga terjadi penayangan perilaku cemas atau menyumbangkan jaminan palsu. Pendampingan ataupun

kehadiran oleh keluarga atau sahabat dapat mengurangi rasa cemas pasien. Individu dengan kondisi kecemasan tingkat tinggi tidak mampu

berkonsentrasi terhadap informasi yang diberikan perawat selama perawatan ataupun prosedur. Dukungan terhadap seseorang dapat membantu seseorang dalam mengambil keputusan ataupun mengatasi

stresor yang ia hadapi. Dukungan tersebut sangat bermanfaat dalam membuat individu membagikan kecemasan yang ia alami dan

mendapatkan solusi alternatif yang akan mempengaruhi pola fikirnya. 2. Dukungan Petugas Kesehatan

Dukungan petugas kesehatan merupakan support sistem yang

diberikan oleh petugas kesehatan terhadap pasien properasi mulai dari masuk rumah sakit sampai ke ruang operasi. Dukungan ini dapat berupa

komunikasi terapeutik, dukungan emosional/perhatian dari petugas kesehatan, dan penjelasan mengenai pembedahan yang akan dijalani. Petugas kesehatan seharusnya menumbuhkan kepercayaan/keyakinan klien

(3)

sehingga klien percaya bahwa para profesional yang terlibat dalam perawatannya benar-benar memahami kebutuhan spesifiknya. Apabila

klien percaya terhadap petugas kesehatan yang merawatnya, maka klien akan lebih tenang dan kooperatif terhadap rencana keperawatan maupun

tindakan pembedahan. Perawat yang mampu mengekspresikan kekhawatiran dan kasih sayang kepada pasien dan keluarga dan menunjukkan ketulusan mereka mungkin diterima sebagai pendukung.

Dukungan ini juga dapat berupa jawaban yang pasti dan jujur dengan penuh percaya diri dan perhatian dari tenaga kesehatan tentang apa yang

ditanyakan oleh pasien maupun keluarga dan juga pemberitahuan tentang tindakan apa yang akan dlilaksanakan, apa saja yang perlu dipersiapkan ataupun dimana keluarga akan menunggu selama pembedahan

berlangsung serta proses berlangsungnya operasi. Dengan demikian, keluarga dan pasien akan merasa dihargai dan menciptakan persepsi positif

terhadap tenaga kesehatan. 3. Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan pasien mengenai informasi operasi. Takut

terhadap hal yang tidak diketahui ataupun kecemasan, dapat berkurang dengan cara memberikan informasi tentang pembedahan yang akan

dikerjakan. Strategi keperawatan yang utama pada masa preoperasi ini adalah memberikan informasi yang bertujuan untuk mencegah yang potensial menjadi komplikasi. Takut terhadap yang tidak diketahui dapat

(4)

Jumlah informasi yang harus diberikan sebelum operasi tergantung kepada latar belakang, minat dan derajat stres dari pasien dan keluarganya. Cara

yang terbaik adalah bertanya kepada pasien apa yang mereka ingin ketahui mengenai operasi yang akan berlangsung. Informasi yang dapat membantu

pasien dan keluarganya sebelum operasi yaitu pemeriksaan–pemeriksaan sebelum operasi serta alasannya, hal-hal yang rutin sebelum operasi, alat-alat khusus yang diperlukan, pengiriman ke kamar bedah (waktu,

mengecek prosedur-prosedur), ruang pemulihan, kemungkinan pengobatan-pengobatan setelah operasi (long,1996).

Pengetahuan pasien dan keluarga mengenai hal-hal pembedahan merupakan kunci keberhasilan proses pembedahan Dengan mengetahui prosedur pembedahannya, mengetahui situasi yang akan terjadi saat

mereka tiba di tempat pembedahan, dan mengetahui cara untuk berfungsi kembali pada masyarakat ataupun komunitasnya maka pasien akan

memperoleh hasil pembedahaan yang terbaik. Salah satu keuntungan dari pemberiaan informasi preoperasi ini adalah rasa cemas klien akan berkurang terhadap proses bedah yang akan dijalaninya. Ahli bedah dan

perawat bertanggung-jawab dalam mempersiapkan klien dan keluarganya dalam melakukan aktivitas perawatan diri setelah operasi misalnya,

(5)

4. Kekhawatiran akan nyeri

Kekhawatiran akan nyeri mempengaruhi pasien dalam menjalani

operasi. Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan dan bersifat subjektif. Pasien memerlukan penjelasan mengenai nyeri yang akan

dirasakannya setelah operasi. Perawat bertugas menjelaskan nyeri yang akan dirasakan pasien baik pada saat pembedahan maupun pasca pembedahan. Apabila klien mencapai harapan yang realistik terhadap

nyeri dan mengetahui cara mengatasinya maka rasa cemas akan berkurang. 5. Persepsi pasien terhadap hasil bedah

Persepsi hasil bedah ialah pasien memiliki gambaran tersendiri mengenai hasil yang mungkin terjadi setelah pembedahan. Pasien mungkin memikirkan aktifitasnya akan terganggu, terjadi kecacatan,

terjadi kegagalan terhadap operasi, terjadi kesalahan oleh petugas kesehatan, kematian dan lain-lain. Semakin sering pasien memikirkan

kemungkinan hasil pembedahan maka semakin tinggi tingkat kecemasan. Perawat bertugas membantu klien dan keluarga untuk mencapai harapan

yang realistik terhadap pembedahan.

Menurut Stuart & Laraia (1998), faktor pencetus berasal dari sumber internal atau eksternal. Ada dua kategori faktor pencetus kecemasan,

yaituancaman terhadap integritas fisik dan terhadap sistem diri. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi ketidakmampuan fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

(6)

sistem imun, regulasi temperatur, perubahan biologis yang normal seperti kehamilan dan penuaan. Sumber eksternal dapat berupa infeksi virus atau

bakteri, zat polutan, luka trauma. Kecemasan dapat timbul akibat kekhawatiran terhadap tindakan operasi yang mempengaruhi integritas tubuh

secara keseluruhan. Ancaman terhadap sistem diri dapat membahayakan identitas, harga diri dan fungsi sosial seseorang. Sumber internal dapat berupa kesulitan melakukan hubungan interpersonal di rumah, di tempat kerja dan di

masyarakat. Sumber eksternal dapat berupa kehilangan pasangan, orangtua, teman, perubahan status pekerjaan, dilema etik yang timbul dari aspek religius

seseorang, tekanan dari kelompok sosial atau budaya. Ancaman terhadap sistem diri terjadi saat tindakan operasi akan dilakukan sehingga akan

menghasilkan suatu kecemasan.

1.4 Tingkat Kecemasan

Menurut Stuart (2007) membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkat antara lain:

a. Kecemasan Ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan

sehari-hari, kecemasan ini mnyebabkan individu menjadi waspada dan meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Respon fisiologis

ditandai dengan jarang nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gelaja ringan pada lambung, muka berkerut, bibir bergetar. Respon kognitif

(7)

konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif. Respon perilaku dan emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada

tangan,suara kadang-kadang meningkat. b. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang membuat seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang

terarah. Respon fisiologi : sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, mulut kering, diare, gelisah. Respon kognitif : lapang persepsi

menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya. Respon perilaku dan emosi : meremas tangan, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak.

c. Kecemasan Berat

Sangat mengurangi lapang persepsi seseorang terhadap sesuatu yang

terinci dan spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditujukan untuk menghentikan ketegangan individu dengan kecemasan berat memerlukan banyak pengarahan untuk dapat

memusatkan pikiran pada suatu area lain. Respon fisiologis : nafas pendek, nadi dan tekanan darah menigkatkan, berkeringat, ketegangan dan sakit

(8)

d. Panik

Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Hilangnya

kontrol, menyebabkan individu tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Respon fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik, sakit

dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah. Respon kognitif :lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis. Respon perilaku dan

emosi :mengamuk dan marah, ketakutan, kehilangan kendali.

2. Hubungan Kecemasan terhadap Praoperasi

Kecemasan pra operasi pada umumnya disebabkan karena pasien tidak mengetahui konsekuensi pembedahan itu sendiri. Pasien yang cemas sering

mengalami ketakutan atau perasaan yang tidak tenang. Kecemasan dapat yang dialami pasien akan menimbulkan adanya perubahan secara fisik maupun

psikologis. Berdasarkan psikoneuroimunologi, kecemasan merupakan stresor yang akan mempengaruhi sistem limbik sebagai pengatur emosi yang terjadi melalui serangkaian yang diperantai oleh HPA-axis (hipotamulus, pituitary dan

adrenal). Stres dan kecemasan akan merangsang hipotamulus untuk meningkatkan produksi Corticotropin Releasing Hormon (CRF). CRF ini selanjutnya akan

merangsang kelenjar pituitary anterior untuk meningkatkan produksi Adrenocorticotropin Hormone (ACTH). Hormon ini yang akan meningkatkan

sekresi kortisol dan aksi katekolamin (epinefrin dan norepinefrin). Hal ini yang

akan merespon adanya stres dan kecemasan. Pelepasan hormon tersebut merangsang peningkatan kerja sistem simpatis dan parasimpatis susunan saraf

(9)

air kecil atau susah buang air kecil, mulas, mencret, keringat dingin, jantung berdebar-debar, hipotensi atau hipertensi, sakit kepala dan sesak nafas. Pada

pasien operasi maka sebelum pembedahan kita dapat membantu pasien dalam menghilangkan ketegangan atau kecemasan dengan cara memberikan latihan

relaksasi dalam membantu mengontrol kecemasan.

3. Pre Operasi

3.1 Pengertian Operasi

Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh

yang akan ditangani. Tindakan operasi merupakan terapi medik yang dapat memunculkan kecemasan karena terdapat ancaman terhadap tubuh, intregitas dan bahkan jiwa seseorang. Manifestasi dari kecemasan bisa berupa respon

fisiologis berbagai sistem tubuh, respon perilaku, kognitif maupun afektif. Pengalaman operatif dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu preoperatif/pra

bedah, operatif/masa sedang dibedah dan post operatif/pasca bedah.

3.2 Pengertian Pre Operatif

Preoperatif artinya pre berarti sebelum, dan operatif/operasi berarti suatu

tindakan pembedahan. Preoperasi berarti suatu keadaan/waktu sebelum dilakukan tindakan operasi.Preoperatif adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien

(10)

3.3 Gambaran Pasien Pre Operatif

Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun mental

aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis. Menurut Long B.C (2001), pasien preoperasi

akanmengalami reaksi emosional berupa kecemasan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi

pembedahan antara lain:

a. Takut nyeri setelah pembedahan

b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal.

c. Takut keganasan (bila diagnose yang ditegakkan belum pasti)

d. Takut/cemas mengalami kondisi yang sama dengan orang lain yang

mempunyai penyakit yang sama.

e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.

f. Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi g. Takut operasi gagal

Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat mempengaruhi respon fisiologis tubuh yang ditandai dengan adanya

(11)

dan sering berkemih.Persiapan yang baik selama periode operasi membantu

menurunkan resiko operasi dan meningkatkan pemulihan pasca bedah.

Tujuan tindakan keperawatan preoperasi menurut Luckman & Sorensen (1993), dimaksudkan untuk kebaikan bagi pasien dan keluarganya yang

meliputi :

a. Menunjukkan rasa takut dan cemasnya hilang atau berkurang (baik ungkapan secara verbal maupun ekspresi muka)

b. Dapat menjelaskan dan mendemonstrasikan mobilisasi yang dilakukan setelah tindakan operasi.

c. Terpelihara keseimbangan cairan, elektrolit dan nutrisi.

d. Tidak terjadi vomitus karena aspirasi selama pasien dalam pengaruh anastesi.

e. Tidak ada atau berkurangnya kemungkinan terjadi infeksi setelah tindakan operasi.

f. Mendapatkan istirahat yang cukup.

g. Menjelaskan tentang prosedur operasi, jadwal operasi serta menandatangani inform consent.

h. Kondisi fisiknya dapat dideteksi selama operasi berlangsung.

4. Tindakan Keperawatan Preoperatif

(12)

dilakukan dokter berdasarkan diagnosis medis, dan melakukan fungsi penting sehari-hari untuk klien yang tidak dapat melakukannya (Mc. Closkey &Bulechek

1992) yang dikutip Barbara J. G (2008).

Tindakan keperawatan preoperative merupakan tindakan yang dilakukan oleh

perawat dalam rangka mempersiapkan pasien untuk dilakukan tindakan pembedahan dengan tujuan untuk menjamin keselamatan pasien intraoperatif. Persiapan fisik maupun pemeriksaan penunjang serta persiapan mental sangat

diperlukan karena kesuksesan suatu tindakan pembedahan klien berawal dari kesuksesan persiapan yang dilakukan selama tahap persiapan. Kesalahan yang

dilakukan pada saat tindakan preoperatif apapun bentuknya dapat berdampak pada tahap-tahap selanjutnya, untuk itu diperlukan kerjasama yang baik antara masing-masing komponen yang berkompeten untuk menghasilkan outcome yang optimal,

yaitu kesembuhan pasien secara paripurna (Rothrock, 1999).

Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu

operasi.

4.1 Persiapan Pasien Preoperasi a. Persiapan Fisik

Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2

(13)

1) Status kesehatan fisik secara umum

Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status

kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik

lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup, karena dengan

istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi,

tekanan darahnya dapat stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.

2) Status Nutrisi

Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin

dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus dikoreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan

pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang paling

sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa

(14)

3) Keseimbangan cairan dan elektrolit

Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan

output cairan. Demikaian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakukan pemeriksaan di

antaranya adalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum (normal : 3,5 – 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 – 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi

ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka

operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut, dan nefritis akut, maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal, kecuali

pada kasus-kasus yang mengancam jiwa. 4) Kebersihan Lambung dan Kolon

Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan

enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan

lambung dan kolon adalah untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca

(15)

(segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas, maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric

tube).

5) Pencukuran daerah operasi

Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga

mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan

pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali

pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis

operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha.Misalnya :apendiktomi, herniotomi,

uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, dan

hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada

(16)

6) Personal Hygine

Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi

karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien yang

kondisi fisiknya kuat dianjurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara mandiri maka perawat akan

memberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene. 7) Pengosongan kandung kemih

Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.

8) Latihan Pra Operasi

Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal

ini sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara

lain: latihan nafas dalam, batuk efektif dan gerak sendi. b. Persiapan Penunjang

Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang

(17)

adalah berbagai pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain. Sebelum dokter mengambil keputusan

untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa

menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan bahwa pasien harus operasi maka dokter anestesi berperan untuk menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk

itu dokter anestesi juga memerlukan berbagai macam pemeriksaan laboratorium terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan

masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum, Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.

Berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis pemeriksaan dilakukan terhadap

pasien, namun tergantung pada jenis penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien preoperasi antara lain :

1. Pemeriksaan Radiologi dan diagnostik, seperti : Foto thoraks, abdomen, foto tulang (daerah fraktur), USG (Ultra Sono Grafi),

CT scan (computerized Tomography Scan) , MRI (Magnetic

Resonance Imagine), BNO-IVP, Renogram, Cystoscopy,

Mammografi, CIL (Colon in Loop), EKG/ECG (Electro Cardio

(18)

2. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah :hemoglobin, angka leukosit, limfosit, LED (laju enap darah),

jumlah trombosit, protein total (albumin dan globulin), elektrolit (kalium, natrium, dan chlorida), CT/BT, ureum, kreatinin, BUN,

dll. Bisa juga dilakukan pemeriksaan pada sumsum tulang jika penyakit terkait dengan kelainan darah.

3. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan bahan

jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor

ganas/jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.

4. Pemeriksaan Kadar Gula Darah (KGD) dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien dalan rentang normal

atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan dengan puasa 10 jam (puasa jam 10 malam dan diambil darahnya jam 8 pagi) dan juga

dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam PP (post prandial). c. Pemeriksaan Status Anestesi

Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiusan ditujukan untuk

keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anestesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik

(19)

Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf.

d. Informed Consent

Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap

pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Informed Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi

sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan

dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anestesi). Meskipun mengandung resiko tinggi tetapi seringkali tindakan operasi tidak dapat dihindari dan merupakan satu-satunya pilihan bagi pasien. Dan dalam

kondisi nyata, tidak semua tindakan operasi mengakibatkan komplikasi yang berlebihan bagi klien. Bahkan seringkali pasien dapat pulang kembali

ke rumah dalam keadaan sehat tanpa komplikasi atau resiko apapun segera setelah mengalami operasi. Tentunya hal ini terkait dengan berbagai faktor seperti: kondisi nutrisi pasien yang baik, cukup istirahat, kepatuhan

terhadap pengobatan, kerjasama yang baik dengan perawat dan tim selama dalam perawatan. Informed Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit

menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan

(20)

tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersebut akan

mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika

petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan

dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.

e. Persiapan Mental

Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil

dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Masalah mental yang biasa muncul pada pasien preoperasi adalah kecemasan. Maka perawat harus

mengatasi permasalahan yang sedang dihadapi klien. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan preoperasi, seperti adanya

orang terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung.

Untuk mengurangi/mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat

menanyakan hal-hal yang terkait dengan persiapa operasi, antara lain : pengalaman operasi sebelumnya, persepsi pasien dan keluarga tentang tujuan atau alasan tindakan operasi. Pengetahuan pasien dan keluarga

(21)

pasien dan keluarga tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi dan juga tentang prosedur. Pengetahuan tentang

latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan setelah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dan lain-lain.

Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga atau perawat. Kehadiran dan keterlibatan keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien sebelum

operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk

menjalani operasi.

Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental menurut Taylor (1997), dapat dilakukan dengan berbagai cara : membantu pasien

mengetahui tentang tindakan yang dialami pasien sebelum opersi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang

akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dan lain-lain.

Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka

diharapkan pasien menjadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui tentang

berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.

a. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi sesuai dengan tingkat perkembangan. Gunakan

(22)

dan sampai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien peru diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang

dlakukan, dan lain-lain. Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan dapat diturunkan

dan mempersiapkan mental pasien dengan baik.

b. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan pada

pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di antar ke kamar operasi.

c. Mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.

d. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam tablet sebelum pasien tidur untuk

menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi.

Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar

operasi, petugas kesehatan di situ akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan ketenangan pada

(23)

Pengkajian terhadap kondisi fisik, psikologis, sosiokultural dan dimensi spiritual pada klien penting karena pembedahan merupakan

stressor utama psikologis, mempengaruhi pola koping, support system dan kebutuhan sosiokultural. Penurunan rasa cemas dan takut merupakan hal

yang sangat penting selama masa pre operatif karena stress emosional ditambah dengan stress fisik meningkatkan resiko pembedahan (Taylor, 1997 ).

Adapun tindakan keperawatan preoperatif yang dapat dilakukan sesuai peran perawat perioperatif antara lain :

a. Membina hubungan terpeutik, memberi kesempatan pada klien untuk menyatakan rasa takut dan perhatiannya terhadap rencana operasi

b. Melakukan sentuhan untuk menunjukkan adanya empati dan perhatian

c. Menjawab atau menerangkan tentang berbagai prosedur operasi d. Meningkatkan pemenuhan nutrisi dan hidrasi

e. Mengajarkan batuk dan nafas dalam

f. Mengajarkan manajemen nyeri setelah pembedahan g. Mengajarkan latihan lengan dan ambulasi

(24)

Sehari sebelum operasi :

a. Memberikan dukungan emosional, menjawab pertanyaan dan

memberikan dukungan spiritual bila diperlukan b. Melakukan pembatasan diet pre operasi

c. Menyiapkan kebutuhan eliminasi selama dan setelah pembedahan d. Mencukur dan menyiapkan daerah operasi

Hari pembedahan :

a. Mengecek bahwa bahan dan obat – obatan telah lengkap b. Mengecek tanda – tanda vital

c. Mengecek inform consent

d. Melanjutkan persiapan nutrisi dan hidrasi e. Melepaskan protese dan kosmetik

f. Melakukan perawatan mulut g. Mengosongkan blas dan bowel

h. Mempersiapkan catatan yang diperlukan selama pre operasi

i. Memberikan obat –obatan yang perlu diberikan (sesuai order

dokter)

5. Informed Consent

Peraturan Menkes No. 290 tahun 2008 istilah informed consent ini diterjemahkan dengan Persetujuan Tindakan Medik (PTM), peraturan ini berlaku

(25)

Yang dimaksud informed artinya memperoleh atau diberi penjelasan. Consent artinya member persetujuan, menijinkan. Pengertian informed consent adalah

persetujuan yang diberikan oleh pasien setelah mendapat penjelasan atau informasi, dengan tujuan untuk menolong pasien (Budianto, 2009)

Informed consent bukan sekedar formulir persetujuan yang didapat dari

pasien, tetapi merupakan suatu proses komunikasi. Tercapainya kesepakatan antara dokter–pasien merupakan dasar dari seluruh proses tentang informed

consent, formulir itu hanya merupakan pengukuhan atau pendokumentasian dari

apa yang telah disepakati (Manuaba, 2005)

Informasi dalam lingkup medis, ternyata sangat penting.Meski tidak semua

pasien menghendaki penjelasan yang sejelas-jelasnya, akurat dan lengkap tahap demi tahap perawatan, tetapilangkah penjelasan untuk era saat ini justru

diharuskan.Selain untuk menjaga kemungkinan terlantarnya pasien oleh dokter yang mempunyai pasien banyak, atau terlantarnya dokter karena harus menghadapi tuntutan hanya karena tidak mengkomunikasikan kemungkinan

penyakit maka dibuatlah suatu perjanjian hitam di atas putih antara dokter dengan pasien. Ini disebut sebagai informed consent (Dahlan, 2000)

Seorang dokter melakukan tindakan medis apapun terhadap pasien maka terlebih dahulu harus memberikan informasi atau penjelasan mengenai tindakan

(26)

yang sederhana yang dapat dimengerti oleh pasien dengan memperhitungkan tingkat pendidikan dan intelektualnya. Dan jika pasien sudah mengerti

sepenuhnya dan memberikan persetujuan maka barulah dokter melakukan tindakannya, pasien akan diminta menanda-tangani suatu formulir sebagai tanda

persetujuannya (Suwandi, 2005).

Informed consent yang diberikan oleh pasien dianggap tidak sah, apabila

diberikan dengan paksaan, karena memberikan gambaran yang salah atau belainan

dari seseorang yang belum dewasa, dari seseorang yang tidak berwenang, dan dalam keadaan yang tidak sepenuhnya sadar (Guwandi, 2007).

Hal-hal yang perlu diinformasikan kepada pasien atau keluarga pasien

meliputi : informasi mengenai diagnose penyakit, terapi dan kemungkinan alternatif terapi lain, cara kerja dan pengalaman dokter yang melakukan tindakan

terhadapnya, kemungkinan perasaan sakit atau perasaan lainnya, resiko dari setiap tindakan yang dilakukan terhadap pasien, keuntungan dari terapi, prognosa

penyakit atau tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien (Suharto, 2008).

Informasi cukup disampaikan secara lisan dengan memperhatikan tingkat pendidikan dari orang yang berhak menerimanya. Tentunya diperlukan seni

sendiri agar yang bersangkutan mampu memahami dan kemudian menyetujui, sebab pemberian informasi akan menjadi sia-sia jika pada akhirnya pasien atau

keluarganya menolak tindakan medik yang akan dilakukan dokter (Dahlan, 2000).

(27)

diberikan menjadi cacat hukum. Informasi harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan medik, sebab hanya dokter yang tahu mengenai kondisi

pasien dan tindakan medik yang akan dilakukan. Jika pasien sudah mengerti sepenuhnya dan memberikan persetujuan maka barulah dokter boleh melakukan

tindakannya, sebagai lanjutan pasien akan diminta untuk menandatangani suatu formulir sebagai bukti persetujuannya (Suharto, 2008).

Pada keadaan emergensi, informed consent tetap merupakan hal yang penting

walaupun prioritasnya diakui paling bawah.Prioritas yang paling utama adalah tindakan menyelamatkan nyawa. Walaupun tetap penting, namun informed

consent tidak boleh menjadi penghalang atau penghambat bagi pelaksanaan

emergency care sebab dalam situasi kritis di mana dokter berpacu dengan maut, ia

tidak mempunyai cukup waktu untuk menjelaskan atau berdiskusi sampai pasien

benar-benar menyadari kondisi dan kebutuhannya serta memberikan keputusan. Dokter juga tidak memiliki banyak waktu untuk menunggu sampai keluarganya

datang, kalaupun keluarga pasien hadir dan kemudian tidak menyetujui tindakan dokter maka berdasarkan doctrine of necessity, dokter tetap harus melakukan tindakan emergency care.Hal ini sesuai pula dengan Pemenkes No.290 Tahun

2008 (Suharto, 2008).

Peran perawat dalam perawatan pre operasi adalah sebagai advocate, counselor dan consultant. Sebagai advocate adalah sebagai pembela dan

pelindung terhadap hak-hak pasien. Peran advokasi dilakukan perawat dalam membantu pasien dan keluarga dalam menginterprestasi berbagai informasi dari

(28)

atas tindakan keperawatan yang diberikan terhadap pasien juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi hak-hak pasien yang meliputi hak oleh

pelayanan sebaik-baiknya, hak atas informasi tentang penyakitnya, hak untuk menentukan nasibnya dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.

Perawat sebagai consellor adalah mengatasi tekanan psikologis dengan mencari penyebab kecemasannya, memberikan keyakinan dalam mengurangi kecemasan pasien, membantu pasien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau

masalah sosial, untuk membangun hubungan interpersonal yang baik, dan untuk meningkatkan perkembangan seseorang dimana didalamnya diberikan dukungan

emosional dan intelektual. Perawat sebagai consultant adalah memperhatikan hak pasien dalam menentukan alternatif baginya dalam memilih tindakan yang tepat dan terbaik serta memposisikan dirinya sebagai tempat berkonsultasi untuk

memecahkan suatu permasalahan yang dialami atau mendiskusikan tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan (Mubarak & Chayatin, 2009).

Perawat merupakan tenaga kesehatan bagi pasien selama 24 jam. Oleh karena itu perawat akan banyak melakukan kontak dengan pasien. Berbagai masalah pasien yang berkaitan dengan hidup dan mati pasien sering dihadapi perawat,

untuk itu perawat harus mengetahui implikasi hukum mengenai apa yang dapat dan tidak dapat dilakukan kepada pasein. Perawat bertanggung jawab dalam

Referensi

Dokumen terkait

Untuk membuat suasana belajar dikelas menyenangkan dan menarik minat siswa untuk belajr lebih giat, maka guru harus dapat menciptakan hubungan yang harmonis

Pada saat pasar dalam keadaan tertentu, Anda mungkin akan sulit atau tidak mungkin mengelola risiko atas posisi terbuka Kontrak Berjangka dengan cara membuka posisi dengan nilai

Dalam manajemen nstru pemeliharaan, cara tersebut dikenal dengan pemeliharaan tak terencana atau darurat (emergency maintenance). Pada umumnya metode yang digunakan dalam

1. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan

[r]

Buku besar, merupakan catatan yang diselenggarakan oleh fungsi akuntansi pada PPK-SKPD dan/atau fungsi akuntansi pada SKPKD untuk memposting

Buku yang digunakan dalam mencatat transaksi dalam prosedur akuntansi aset mencakup:.. Buku Jurnal Umum, Buku Besar, dan Buku

[r]