BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dalam beberapa tahun terakhir
telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan
subtropis di seluruh dunia terutama daerah perkotaan dan pinggiran kota.
Distribusi geografis demam berdarah, frekuensi, dan jumlah kasus DBD telah
meningkat tajam selama dua dekade terakhir. Diperkirakan 2,5 milyar penduduk
(sekitar 2/5 dari populasi penduduk dunia) sangat berisiko terinfeksi DBD (WHO,
2015).
Penyakit demam berdarah dengue mulai dikenal di Indonesia sejak tahun
1968 di Surabaya dan Jakarta,dan setelah itu jumlah kasus demam berdarah
dengue terus bertambah seiring dengan semakin meluasnya daerah endemis
demam berdarah dengue. Penyakit ini tidak hanya sering menimbulkan KLB
tetapi juga menimbulkan dampak buruk sosial maupun ekonomi. Kerugian sosial
yang terjadi antara lain karena menimbulkan kepanikan dalam keluarga, kematian
anggota keluarga,dan berkurangnya usia harapan penduduk (Depkes RI, 2010).
Penelitian menunjukkan bahwa DBD telah ditemukan di seluruh provinsi
di Indonesia. Dua ratus kota melaporkan adanya Kejadian Luar Biasa (KLB). Saat
memasuki bulan April, jumlah penderita semakin meningkat. Di musim hujan,
penyakit DBD meningkat kejadiannya dan tidak jarang mengakibatkan kematian
(Satari dan Meiliasari, 2004). Pada tahun 2013, Angka kesakitan DBD tercatat
45,85 per 100.000 penduduk (112.511 kasus) dengan angka kematian sebesar
provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang dan 641 diantaranya meninggal
dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya (Depkes RI,
2015).
Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara 2010 yang
diambil dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara (2011), penyakit DBD
telah menyebar luas ke seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara sebagai angka
kesakitan dan kematian yang relatif tinggi. Berdasarkan KLB, wilayah Provinsi
Sumatera Utara dapat diklasifikasikan sebagai berikut, yaitu: (1) Daerah Endemis
DBD: Kota Medan, Deli Serdang, Binjai, Langkat, Asahan, Tebing Tinggi,
Pematang Siantar dan Kabupaten Karo, (2) Daerah Sporadis DBD: Kota Sibolga,
Tanjung Balai, Simalungun, Tapanuli Utara, Toba Samosir, Dairi, Tapanuli
Tengah, Mandailing Natal, Padang Sidempuan, Tapanuli Selatan, Labuhan Batu,
Humbang Hasundutan, Pak-Pak Barat, Serdang Bedagai, dan Kabupaten Samosir,
dan (3) Daerah Potensial/Bebas DBD: Kabupaten Nias dan Nias Selatan (Dinkes
Provinsi Sumatera Utara, 2011).
Berdasarkan data yang diperoleh Kasus demam berdarah dengue selalu
terjadi di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya. Tahun 2008-2010
menunjukkan adanya variasi yang berbeda yaitu 2.131 penderita dan 34
meninggal pada tahun 2008, menjadi 4103 penderita dan 34 meninggal pada tahun
2009, dan Tahun 2010 didapati 4578 penderita dan 50 orang meninggal. Beberapa
kabupaten/kota yang dinyatakan daerah endemis DBD dengan jumlah kasus yaitu
Kota Medan 1837 kasus, Kota Pematang Siantar 510 kasus, Kota Tanjung Balai
448 kasus dan Kabupaten Simalungun dengan jumlah kasus yaitu 397 kasus
jumlah kasus DBD di Sumatera Utara yang terjadi selama tahun 2011 adalah
sebanyak 5.987 kasus dan terdapat 78 orang meninggal dengan Case Fatality Rate
(CFR) 1,30% dan Incidence Rate (IR) 45,64/100.000 penduduk.
Berdasarkan data pencatatan Penyakit Menular Kesehatan (PMK) Dinas
Kesehatan Kota Binjai (2015), seluruh kecamatan di Kota Binjai berstatus
endemis demam berdarah dengue, dengan jumlah kasus sebesar 344 orang. Hal
ini dapat dilihat di profil kesehatan Kota Binjai bahwa jumlah insiden demam
berdarah dengue tahun 2013 sebesar 215 orang dan jumlah kasus demam berdarah
dengue tahun 2014 sebesar 639 orang. kasus demam berdarah dengue tertinggi
terjadi di Kecamatan Binjai Timur yang dalam kurun waktu satu tahun terdapat 56
kasus demam berdarah dengue.
Kecamatan yang paling sering mengalami peningkatan kasus DBD
adalah Kecamatan Binjai Timur , dimana rata-rata angka IR demam berdarah
dengue lima tahun terakhir jauh diatas target IR nasional yaitu ≤ 55/100.000
penduduk. Jumlah kasus DBD di Kecamatan Binjai Timur tahun 2007 sebesar
198,4 per 100.000 penduduk, tahun 2008 sebesar 163,1 per 100.000 penduduk,
tahun 2009 sebesar 50,1 per 100.000 penduduk, tahun 2010 mengalami
peningkatan yang signifikan yaitu sebesar 400,5 per 100.000 penduduk, dan tahun
2011 sebesar 100,1 per 100.000 penduduk.
Terjadinya peningkatan kasus demam berdarah dengue setiap tahunnya
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi
nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan
tempat penampungan air lainnya). Kondisi ini diperburuk dengan pemahaman
masyarakat yang sangat rendah, terlihat dari kondisi lingkungan yang buruk dan
mempermudah pertumbuhan nyamuk Ae. Aegypti (Hermansyah, 2012).
Keberadaan jentik Ae. aegypti di suatu daerah merupakan indikator
terdapatnya populasi nyamuk Ae. aegypti di daerah tersebut. Penanggulangan
penyakit demam berdarah dengue mengalami masalah yang cukup kompleks,
karena penyakit ini belum ditemukan obatnya. Tetapi cara paling baik untuk
mencegah penyakit ini adalah dengan pemberantasan jentik nyamuk penularnya
atau dikenal dengan istilah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN - DBD) (Yudhastuti, 2005).
Kondisi rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
merupakan faktor resiko penularan berbagai penyakit, khususnya penyakit
berbasis lingkungan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kondisi rumah
yang tidak sehat mempunyai hubungan terhadap kejadian penyakit. Misalnya,
rumah dan lingkungan yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat
mempengaruhi tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti yang dapat menularkan
penyakit demam berdarah. Rumah atau tempat tinggal yang tidak memenuhi
syarat kesehatan dapat mendukung terjadinya penyakit dan berbagai gangguan
kesehatan lainnya seperti infeksi saluran pernapasan, infeksi pada kulit, infeksi
akibat infestasi tikus, kecelakaan mental (Chandra, 2007).
Berdasarkan Profil Kesehatan Kota Binjai tahun 2014, dari 13.257 rumah
yang terdapat di Kecamatan Binjai Timur hanya 2.460 rumah atau sekitar 18,56%
81,44% rumah termasuk ke dalam kategori rumah yang tidak memenuhi syarat
sebagai rumah sehat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Purba (2015) di Kecamatan
Siantar Timur menunjukkan hasil bahwa ada hubungan antara pemberantasan
sarang nyamuk dengan demam berdarah dengan hasil uji fisher exact test B adalah
2,061. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Yuniati (2012) menunjukkan
bahwa variabel sampah, spal dan sumber air bersih memiliki pengaruh terhadap
kejadian demam berdarah. Penelitian yang dilakukan oleh Tanjung (2016)
menunjukkan ada hubungan pencahayaan, ventilasi dan kelembaban dengan
demam berdarah.
Berdasarkan uraian di atas penulis ingin mengetahui hubungan sanitasi
lingkungan pemukiman dan pemberantasan sarang nyamuk dengan kejadian
demam berdarah di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Tinggi Tahun 2016.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan data yang diperoleh puskesmas Tanah Tinggi jumlah kasus
demam berdarah dengue pada tahun 2015 masih tinggi. Sementara itu, sanitasi
lingkungan di Kecamatan Binjai Timur masih buruk. Oleh karena itu rumusan
masalah penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan sanitasi lingkungan
pemukiman dan pemberantasan sarang nyamuk dengan kejadian penyakit Demam
Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Tinggi Kecamatan Binjai
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan pemukiman dan
pemberantasan sarang nyamuk dengan kejadian Demam Berdarah Dengue di
Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Tinggi Kecamatan Binjai Timur.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kondisi sanitasi lingkungan pemukiman di Wilayah Kerja
Puskesmas Tanah Tinggi Kecamatan Binjai Timur.
2. Untuk mengetahui kegiatan pemberantasan sarang nyamuk di Wilayah Kerja
Puskesmas Tanah Tinggi Kecamatan Binjai Timur.
3. Untuk mengetahui hubungan sanitasi lingkungan dengan demam berdarah
dengue di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Tinggi Kecamatan Binjai Timur.
4. Untuk mengetahui hubungan pemberantasan sarang nyamuk dengan demam
berdarah di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Tinggi Kecamatan Binjai Timur.
1.4 Hipotesis Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, hipotesis penelitian ini adalah
1. Adanya hubungan antara sanitasi lingkungan pemukiman dengan kejadian
demam berdarah di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Tinggi Kecamatan
Binjai Timur Tahun 2016.
2. Adanya hubungan antara pemberantasan sarang nyamuk dengan kejadian
demam berdarah di Wilayah Kerja Puskesmas Tanah Tinggi Kecamatan
1.5Manfaat Penelitian
Dengan dilaksanakannya penelitian ini, maka diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi Masyarakat
Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga sanitasi lingkungan
supaya lingkungan sekitarnya tidak menjadi tempat berkembang biaknya
vektor nyamuk Aedes Aegepti.
2. Bagi Pemerintah
Memberikan informasi kepada puskesmas dan instansi kesehatan dalam
menyusun program perbaikan sanitasi lingkungan pemukiman dan juga
program pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja