• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN PERTANIAN ORGANIK.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LAPORAN PERTANIAN ORGANIK.docx"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN TETAP

PRAKTIKUM PERTANIAN ORGANIK

DORPAIMA LUMBANGAOL

05121007028

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.Latar Belakang

Pertanian organik menjadi hal yang saat sedang dikembangkan dengan pesat. Tanah semakin kering, semakin miskin kandungan hara organik yang pada akhirnya merugikan petani dan pertanian saat ini.Atas dasar itulah diperlukan upaya dalam peningkatan kebutuhan bahan organik bagi tanaman.

Pertanian organik adalah sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agroekosistem, keragaman hayati, siklus bologi, dan aktifitas biologi tanah secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. sistem pertanian organik menggunakan bahan secara alami atau menghindari penggunaan pestisida, pupuk kimia, atau hormon/zat tumbuh kimia. Oleh karena itu, pertanian organik merupakan salah satu upaya dalam mewujudkan pertanian sistem berkelanjutan dengan menerapkan teknologi atau teknik yang menyesuaikan agar ekosistem tetap berjalan seperti apa adanya dan tidak menggangu keseimbangan lingkungan.

Petanian Organik adalah sebuah bentuk solusi baru guna menghadapi kebuntuan yang dihadapi petani sehubungan dengan maraknya intervensi barang-barang sintetis atas dunia pertanian sekarang ini. Pertanian organik dapat memberi perlindungan terhadap lingkungan dan konservasi sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, memperbaiki kualitas hasil pertanian, menjaga pasokan produk pertanian sehingga harganya relatif stabil, serta memiliki orientasi dan memenuhi kebutuhan hidup ke arah permintaan pasar.

(3)

Terkadang kita tidak menyadari bahwa sampah organik sangat banyakjumlahnya dan memiliki nilai yang lebih bermanfaat seperti dijadikan kompos dan pupuk dari pada dibakar yang hanya menghasilkan polutan bagi udara. Dengan mengolah menjadi kompos akan membuat tanah menjadi subur karena kandungan unsur hara bertambah. Pengolahan sampah organik untuk keperluan pembuatan kompos dapat dilakukan secara sederhana. Sampah berupa dedaunan dimasukan ke dalam mesin perajang sampah agar ukuran sampah menjadi lebih kecil sehingga memudahkan dalam proses decomposingdengan bantuan mikrobakteri pengurai untuk hasil yang maksimal.

Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi-teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organic yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organic, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan.

(4)

pengomposan limbah teh padat dapat mempengaruhi kecepatanpengomposan, hal ini dapat dilihat dari perlakuan lama pengomposan nyatameningkatkan kandungan N-total, P-tersedia, K-dd dan Mg, serta menurunkansuhu, C-organik, dan nisbah C/N kompos. Unsur mikro cenderung meningkat danpH cenderung menurun dengan lama pengmposan. Sampah merupakan masalah yang harus diatasi oleh seluruh kalangan masyarakat. Kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki taman yang cukup luas yang ditumbuhi beraneka jenis rumput dan pepohonan lainnya. Dan setiap harinya menghasilkan sampah organik yang cukup banyak. Kami, sebagai mahasiswa Pendidikan Biologi ingin memanfaatkan sampah organik dari hasil pemotongan rumput di Kampus 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi pupuk organik yang sangat bermanfaat. Dan karena, jarak kampus tidak terlalu jauh dari pasar Ciputat, kami pun mengambil beberapa sampah sayuran dari tukang sayur yang ada di Pasar tersebut.

Untuk dapat mengetahui kompos yang baik dan lebih efisien, kami menggunakan bioaktivator EM4 dan bioaktivator air sampah sebagai perbandingannya. Dilihat dari efisiensi harga dan kemudahan mendapatkannya, serta kompos yang dihasilkan. Penelitian kali ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bioaktivator yang baik dan efisien dalam pembuatan kompos. Serta perbandingan kompos yang menggunakan bioaktivator EM4 dan yang menggunakan bioaktivator air sampah.

B. Tujuan

(5)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengomposan

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (J.H. Crawford, 2003).

Menurut Sutedjo (2002), kompos merupakan zat akhir suatu proses fermentasi, tumpukan sampah/ seresah tanaman dan ada kalanya pula termasuk bingkai binatang. Sesuai dengan humifikasi fermentas suatu pemupukan, dirincikan oleh hasil bagi C/N yang menurun. Perkembangan mikrobia memerlukan waktu agar tercapai suatu keadaan fermentasi yang optimal. Pada kegiatan mempercepat proses dipakai aktifator, baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak, yaitu bahan dengan perkembangan mikrobia dengan fermentasi maksimum. Aktifator misalnya: kotoran hewan. Akhir fermentasi untuk C/N kompos 15 – 17.

Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%,sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. (Rohendi, 2005).

(6)

atau menguraikan bahan-bahan yang dikomposkan sehingga terurai menjadi senyawa lain.

Proses yang terjadi adalah dekomposisi, yaitu menghancurkan ikatan organik molekul besar menjadi molekul yang lebih kecil, mengeluarkan ikatan CO2 dan

H2O serta penguraian lanjutan yaitu transformasi ke dalam mineral atau dari

ikatan organik menjadi anorganik. Proses penguraian tersebut mengubah unsur hara yang terikat dalam senyawa organik yang sukar larut menjadi senyawa organik yang larut sehingga dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses pengomposan oleh bahan organik mengalami penguraian secara biologis,khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi.Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.

Karakteristik umum yang dimiliki kompos antara lain : mengandung unsur hara dalam jenis dan jumlah yang bervariasi tergantung bahan asal, menyediakan unsur secara lambat (slow release) dan dalam jumlah terbatas dan mempunyai fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah. Kehadiran kompos pada tanah menjadi daya tarik bagi mikroorganisme untuk melakukan aktivitas pada tanah dan, meningkatkan meningkatkan kapasitas tukar kation. Hal yang terpenting adalah kompos justru memperbaiki sifat tanah dan lingkungan, (Dipoyuwono, 2007).

(7)

1. Temperatur 2. Kelembaban

3. Odor atau Aroma, dan 4. pH

Faktor – faktor yang mempengaruhi proses pengomposan yaitu :

1. Rasio C/NRasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar

antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.

2. Ukuran PartikelAktivitas mikroba berada diantara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.

3. AerasiPengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh posiritas dan kandungan air bahan(kelembaban). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.

4. Porositasadalah ruang diantara partikel di dalam tumpukan kompos.

(8)

5. Kelembaban (Moisture content)Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Kelembaban 40 – 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembaban di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembaban 15%. Apabila kelembaban lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.

6. Temperatur/suhu panas dihasilkan dari aktivitas mikroba.

2.2. Budidaya Cacing Lumbricus Rubellus

Cacing tanah termasuk hewan tingkat rendah karena tidak mempunyai tulang belakang (invertebrata). Cacing tanah termasuk kelas Oligochaeta. Famili terpenting dari kelas ini Megascilicidae dan Lumbricidae Cacing tanah bukanlah hewan yang asing bagi masyarakatkita, terutama bagi masyarakat pedesaan. Namun hewan ini mempunyai potensi yang sangat menakjubkan bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia.

Jenis-jenis yang paling banyak dikembangkan oleh manusia berasal dari famili Megascolicidae dan Lumbricidae dengan genus Lumbricus, Eiseinia, Pheretima, Perionyx, Diplocardi dan Lidrillus. Beberapa jenis cacing tanah yang kini banyak diternakan antara lain: Pheretima, Periony dan Lumbricus. Ketiga jenis cacing tanah ini menyukai bahan organik yang berasal dari pupuk kandang dan sisa-sisa tumbuhan. Cacing tanah jenis Lumbricus mempunyai bentuk tubuh pipih. Jumlah segmen yang dimiliki sekitar 90-195 dan klitelum yang terletak pada segmen 27-32. Biasanya jenis ini kalah bersaing dengan jenis yang lain sehingga tubuhnya lebih kecil. Tetapi bila diternakkan besar tubuhnya bisa menyamai atau melebihi jenis lain.

(9)

tanah jenis Perionyx berbentuk gilik berwarna ungu tua sampai merah kecokelatan dengan jumlah segmen 75-165 dan klitelumnya terletak pada segmen 13 dan 17. Cacing ini biasanya agak manja sehingga dalam pemeliharaannya diperlukan perhatian yang lebih serius. Cacing jenis Lumbricus Rubellus memiliki keunggulan lebih dibanding kedua jenis yang lain di atas, karena produktivitasnya tinggi (penambahan berat badan, produksi telur/anakan dan produksi bekas cacing “kascing”) serta tidak banyak bergerak.

2.3. Pembuatan Silase Pakan Ternak Sapi

Silase sendiri mempunyai keuntungan untuk meningkatkan kwalitas pakan dan bertujuan juga untuk proses pengawetan pakan, sehingga jika seluruh peternak di Indonesia mengetahui cara membuat dan menerapkan pakan silase, maka program peningkatan swasembada daging 2014 dengan mudah dapat tercapai. Kondisi pakan di Indonesia secara de facto sangat berlimpah, hal ini ditunjukan banyaknya areal persawahan di Indonesia ini, sedangkan pemanfaatan jerami untuk di olah secara silase masih sangat kurang. Disamping itu kondisi tanah sebagian besar di Indonesia sangat subur, sehingga penanaman rumput mampu tumbuh dengan baik dan subur, namun pada saat musim kemarau panjang peternak selalu di repotkan oleh masalah pakan sapi dan berakibat banyak diantara mereka menjual sapi-sapinya. Secara hukum ekonomi semakin banyak peternak menjual sapi di musim kemarau maka harga sapi di musim kemarau akan menurun. Itu tidak akan terjadi jika teknologi pembuatan silase diterapkan oleh peternak sapi di Indonesia.

Ada dua pokok masalah yang menyebabkan pakan sapi tidak memenuhi kecukupan gizi baik secara kwalitas maupun kwantitas. Rendahnya kwalitas pakan sapi disebabkan karena :

1. Bahan pakan sapi yang berasal dari limbah pertanian seperti jerami mempunyai kadar protein kasarnya yang rendah dan serat kasarnya tinggi, tingginya serta kasar ini disebabkan adanya komponen lignoselulosa (karbohidrat kompleks) yang sulit dicerna oleh saluran pencernaan sapi. 2. Keterbatasan ketersediaan pakan yang tidak terus menerus akibat

(10)

teknologi terobosan untuk meningkatkan nilai gizi dari pakan ternak yang umum dilakukan adalah membuat hijauan kering (hay), penambahan urea (amoniasi) dan awetan hijiauan (silase).

Pada prinsipnya dasar pembuatan silase pakan sapi adalah menciptakan terjadinya kondisi anaerob dan menjadikannya pakan rumput/jerami dalam keadaan asam secara singkat. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat kondisi anaerob dan asam pada pakan yaitu : bagaimana menghilangkan O2 dengan cepat dan mencegah masuknya oksigen kedalam silo pakan sapi , menciptakan asam laktat yang untuk menurunkan pH, dan menghambat pertumbuhan jamur selama penyimpanan silase tersebut.

Proses fermentasi silase dimulai pada saat oksigen telah habis digunakan oleh sel tanaman rumput atau jerami. Bakteri yang kita tumbuhkan akan memakai karbohidrat untuk menghasilkan asam laktat sehingga pH silase akan menurun secara cepat pada kisaran 3,6-4,5. Tanaman rumput di lapangan mempunyai pH yang bervariasi antara 5 dan 6, setelah difermenatsi turun menjadi 3.6- 4.5. Keuntungan penurunan pH yang cepat adalah untuk mencegah pemecahan protein dan menghambat pertumbuhan bakteri anaerob yang merugikan di dalam pakan sapi seperti enterobacteria dan clostridia.

2.4. BioGas

Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya: kotoran manusia dan hewan,limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable atau setiap limbah organik yangbiodegradable dalam kondisi anaerobik. Kandungan utama dalam biogas adalah metanadan karbon dioksida.

(11)

sederhana. Sedangkan asidifikasi yaitu pembentukan asam dari senyawa sederhana.

Setelah material organik berubah menjadi asam-asam, maka tahap kedua dari proses anaerobik digestion adalah pembentukan gas metana dengan bantuan bakteri pembentuk metana seperti methanococus, methanosarcina, methano bacterium.

Perkembangan proses anaerobik digestion telah berhasil pada banyak aplikasi. Proses ini memiliki kemampuan untuk mengolah sampah/limbah yang keberadaanya melimpah dan tidak bermanfaat menjadi produk yang lebih bernilai. Aplikasi anaerobik digestion telah berhasil pada pengolahan limbah industri, limbah pertanian limbah peternakan dan municipal solid waste (MSW).

2.5. Pembuatan Pakan Ikan

Pakan merupakan komponen paling penting dalam usaha budidaya ikan, termasuk ikan lele. Sialnya, harga pakan lele tidak murah. Sebagian besar bahan bakunya diimpor. Hal ini banyak dikeluhkan para peternak ikan. Untuk menjawab kendala di atas, ada baiknya kita mengetahui bagaimana cara membuat pakan lele alternatif dan sebagai subtitusi pelet buatan pabrik. Terdapat dua tipe pakan alternatif yang akan dipaparkan di sini, yakni pakan dari bahan-bahan utama dan pakan yang memanfaatkan bahan sisa-sisa. Pakan dari bahan utama dibuat dari bahan-bahan yang memiliki kandungan nutrisi sesuai dengan kebutuhan ikan lele. Sedangan pakan tambahan didapatkan dari bahan-bahan organik sisa atau yang harganya murah dan ketersediaanya melimpah.

BAB III

(12)

A. Hasil

(13)

2. Silase

3. Budidaya cacing

(14)

B. Pembahasan

(15)

sampah, nampak masih terdapat dedaunan yang agak terlihat segar. Disini terlihat kerja air sampah organik lebih baik dibanding starter EM4.

Dalam beternak cacing tanah ada dua hasil terpenting (utama) yang dapat diharapkan, yaitu biomas (cacing tanah itu sendiri) dan kascing (bekas cacing). Panen cacing dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan mengunakan alat penerangan seperti lampu petromaks, lampu neon atau bohlam. Cacing tanah sangat sensitif terhadap cahaya sehingga mereka akan berkumpul di bagian atas media. Kemudian kita tinggal memisahkan cacing tanah itu dengan medianya. Ada cara panen yang lebih ekonomis dengan membalikan sarang. Dibalik sarang yang gelap ini cacing biasanya berkumpul dan cacing mudah terkumpul, kemudian sarang dibalik kembali dan pisahkan cacing yang tertinggal. Jika pada saat panen sudah terlihat adanya kokon (kumpulan telur), maka sarang dikembalikan pada wadah semula dan diberi pakan hingga sekitar 30 hari. Dalam jangka waktu itu, telur akan menetas. Dan cacing tanah dapat diambil untuk dipindahkan ke wadah pemeliharaan yang baru dan kascingnya siap di panen.

Teknologi biogas pada dasarnya memanfaatkan proses pencernaan yang dilakukan oleh bakteri methanogen yang produknya berupa gas methana (CH4). Gas methana hasil pencernaan bakteri tersebut bisa mencapai 60% dari keseluruhan gas hasil reaktor biogas, sedangkan sisanya didominasi CO2. Bakteri ini bekerja dalam lingkungan yang tidak ada udara (anaerob), sehingga proses ini juga disebut sebagai pencernaan anaerob (anaerob digestion).

Bakteri methanogen akan secara natural berada dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Keberhasilan proses pencernaan bergantung pada kelangsungan hidup bakteri methanogen di dalam reaktor, sehingga beberapa kondisi yang mendukung berkembangbiaknya bakteri ini di dalam reaktor perlu diperhatikan, misalnya temperatur, keasaman, dan jumlah material organik yang hendak dicerna.

(16)

1. Hidrolisis : Pada tahap ini, molekul organik yang komplek diuraikan menjadi bentuk yang lebih sederhana, seperti karbohidrat (simple sugars), asam amino, dan asam lemak.

2. Asidogenesis: Pada tahap ini terjadi proses penguraian yang menghasilkan amonia, karbon dioksida, dan hidrogen sulfida.

3. Asetagenesis : Pada tahap ini dilakukan proses penguraian produk acidogenesis; menghasilkan hidrogen, karbon dioksida, dan asetat.

4. Methanogenesis : Ini adalah tahapan terakhir dan sekaligus yang paling menentukan, yakni dilakukan penguraian dan sintesis produk tahap sebelumnya untuk menghasilkan gas methana (CH4). Hasil lain dari proses ini berupa karbon dioksida, air, dan sejumlah kecil senyawa gas lainnya.

Di dalam reaktor biogas, terdapat dua jenis bakteri yang sangat berperan, yakni bakteri asam dan bakteri methan. Kedua jenis bakteri ini perlu eksis dalam jumlah yang berimbang. Kegagalan reaktor biogas bisa dikarenakan tidak seimbangnya populasi bakteri methan terhadap bakteri asam yang menyebabkan lingkungan menjadi sangat asam (pH kurang dari 7) yang selanjutnya menghambat kelangsungan hidup bakteri methan (Garcelon dkk).

Keasaman substrat/media biogas dianjurkan untuk berada pada rentang pH 6.5 s/d 8 (Garcelon dkk). Bakteri methan ini juga cukup sensitif dengan temperatur. Temperatur 35oC diyakini sebagai temperatur optimum untuk perkembangbiakan

bakteri methan (Garcelon dkk). Untuk cara membuat pakan ikan nila sendiri sebenarnya cukup sederhana. Ada beberapa bahan yang harus disiapkan. Yang pertama aneka tepung yang terbuat dari ikan, udang, tulang maupun jeroan. Secara khusus, tepung ikan ini bisa dibuat sendiri atau membeli dalam bentuk jadi. Sedangkan untuk tepung udang biasanya bisa didapat dari perusahaan yang olahan udang. Untuk bahan ini dipakai minimal 10% dari total bahan. Bahan kedua adalah bahan yang bersifat perekat.

(17)

vitamin dan mineral untuk ikan. Untuk bahan campuran yang berupa minyak ikan, maksimal dipakai 10 % dari total bahan. Jika anda memakai terlalu banyak minyak ikan, gelatinasi pakan akan terganggu.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Adapun dalam praktikum ini yang dapat disimpulkan yaitu:

1. Dengan teknologi anaerobik, selain memperoleh biogas, manfaat lainnya adalah akan diperoleh pupuk organik dengan kualitas yang tinggi, yang sangat kaya akan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan, unsur-unsur tertentu seperti protein, selulose, lignin, dan lain-lain yang tidak bisa digantikan oleh pupuk kimia.

2. Pakan tersebut harus mengandung protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Protein berfungsi sebagai sumber energi utama.

3. Silase merupakan hijauan yang diawetkan dg cara fermentasi dalam kondisi air yang tinggi (40-80%).

(18)

5. Salah satu cara mengatasi permasalahan sampah adalah dengan membuatnya menjadi kompos. Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik. 6. Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi seperti

Memanipulasi kondisi / faktor-faktor yang berpengaruh pada proses pengomposan,Menambahkan Organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan,Menggabungkan strategi pertama dan kedua.

C. Saran

Dalam praktikum ini sebaiknya pengamatan lebih efektif dan pemeliharaan yang lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA

Asep.2011. Wawancara dengan Peternak Cacing Tanah. Bandung.

Budiarti, A.P.R..2008. Beternak Cacing Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. H

ttp://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2005-11-30-Reaktor-Biogas Skala-Kecil%20or%20Menengah-(Bagian-Pertama).shtml

http://id.wikipedia.org/wiki/Biogas

Nuryani dan Rachman.2002. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan volume 3. Yogyakarta: UGM press

Sofian. 2006. Sukses Membuat Kompos dari Sampah. Surabaya : Agromedia Pustaka.

Sudrajat. 2006. Seri Agriteknologi. Mengelola Sampah Kota. Surabaya : Penebar Swadaya

(19)
(20)

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil peta aliran proses usulan yang telah dilakukan didapat rata-rata waktu lead timepengerjaan service berkala 40.000Km tipe unit Innova sebesar 130 menit.Kemudian

Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berPenerapan Fungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan

Hasil identifikasi variasi genetik parijoto dapat digunakan sebagai sumber belajar berupa pita DNA yang bervariasi dapat mendukung pengetahuan siswa yang memahami

a) Amanah manusia terhadap Tuhan, yaitu semua ketentuan Tuhan yang harus dipelihara berupa melaksankan semua perintah Tuhan dan meninggalkan semua

sin cos

Untuk mengetahui kadar karbon monoksida (CO) di udara pada jalan raya. yaitu

Masyarakat Hitung waktu mulai untuk perjalanan diberikan dua kecepatan yang berbeda, jarak total perjalanan dan waktu selesai 37 HELEN pengendara sepeda

Dalam penelitian ini melakukan survei di ruas jalan yanf sibuk di ruas jalan kota yogyakarta, dengan ditinjau studi kelayakan kinerja terhadap suatu ruas jalan di Yogyakarta