• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dimensi Budaya Kaizen Terhadap Kinerja Karyawan pada Hotel Payaloting Internasional Panyabungan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Dimensi Budaya Kaizen Terhadap Kinerja Karyawan pada Hotel Payaloting Internasional Panyabungan"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Budaya Kaizen

Budaya kerja jepang dikenal dengan sebutan Kaizen. Kaizen menurut Imai

( 2008 : 11) adalah “kemajuan dan perbaikan terus menerus dalam kehidupan

seseorang, kehidupan berumah tangga, kehidupan bermasyarakat dan kehidupan

kerja”. Sedangkan menurut Wellington (1998:48), Kaizen adalah “konsep yang

sederhana, yang dibentuk oleh dua karakter yaitu: Kai artinya perubahan dan Zen

artinya baik, sehingga kalau digabungkan menjadi satu kata maka secara harfiah

berarti “perbaikan”. Kata Kaizen digunakan untuk menguraikan suatu proses

manajemen dan budaya bisnis berarti perbaikan terus menerus dan perlahan-lahan

dengan keikutsertaan aktif dan komitmen dari semua pegawai dalam bentuk apapun

yang dilakukan oleh perusahaan.

Hardjosoedarmo(2001:147) mendefinisikan Kaizen atau perbaikan secara

berkelanjutan adalah “perbaikan proses secara terus menerus untuk selalu

meningkatkan mutu dan produktivitas output”. Cane (1998:23), pada pokoknya

Kaizen adalah konsep yang sangat sederhana, dibentuk dari dua karakter yaitu “kai”

artinya perubahan dan “zen” artinya baik sehingga kalau digabungkan menjadi satu

kata secara harfiah artinya “perbaikan”.

Dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa Kaizen proses perbaikan yang

terjadi secara terus menerus untuk memperbaiki cara kerja, meningkatkan mutu dan

(2)

pegawai serta menciptakan tempat kerja yang nyaman bagi pegawai yang melibatkan

semua anggota dalam hierarki perusahaan, baik manajemen maupun pegawai.

2.1.1 Dimensi Budaya Kaizen

Dalam budaya kaizen ada lima dimensi atau unsur – unsur yang terdapat

didalamnya, dimana kelima dimensi itu meliputi :

1. Disiplin Kerja

2. Lingkungan Kerja

3. Hubungan Kerja

4. Kepemimpinan

5. Pelatihan Karyawan

2.2 Disiplin Kerja

2.2.1.Pengertian Disiplin Kerja

Keteraturan adalah ciri utama organisasi, dan disiplin adalah salah satu metode untuk

memelihara keteraturan tersebut. Disiplin bertujuan meningkatkan efisiensi

semaksimal mungkin dengan cara mencegah pemborosan waktu dan energi, selain itu

disiplin dapat mencegah kerusakan atau kehilangan harta benda, mesin, peralatan, dan

perlengkapan kerja disebabkan oleh ketidakhati-hatian, senda gurau, atau pencurian.

Menurut Rivai (2009: 825) Disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para

manajer untukberkomunikasi dengan karyawan agar mereka bersedia untuk

(3)

dankesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-normayang

berlaku.

Selanjutnya menurut Sastrohadiwiryo (2003:291) Disiplin kerja didefinisikan sebagai

suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan taat terhadap peraturan-peraturan

yang berlaku baik yang tertulis maupun tidak tertulis serta sanggup menjalankannya

dan tidak mengelak untuk menerima sanksi-sanksinya apabila ia melanggar tugas dan

wewenang yang diberikan kepadanya. Sedangkanmenurut Hasibuan (2009:193)

menyatakan bahwa Disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati

semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.

Dari berbagai pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja

merupakan kesadaran, kesediaan dan ketaatan seseorang dalam suatu organisasi

untuk mematuhi segala kaidah, norma dan peraturan yang telah ditetapkan sehingga

dapat mencegah terjadinya penyimpangan dalam organisasi dan membantu organisasi

dalam pencapaian tujuannya.

2.2.2. Tujuan Disiplin Kerja

Menurut Sastrohadiwiryo (2002:292) secara khusus tujuan pembinaan disiplin kerja

para tenaga kerja, antara lain:

1. Agar para tenaga kerja menepati segala perturan dan kebijakan

ketenagakerjaan maupun peraturan dan kebijakan perusahaan yang

berlaku, baik tertulis maupun tidak tertulis, serta melaksanakan perintah

(4)

2. Dapat melaksanakan pekerjaan dengan sebaik-baiknya serta mampu

memberikan pelayanan yang maksimum kepada pihak tertentu yang

berkepentingan dengan perusahaan sesuai dengan bidang pekerjaan yang

diberikan kepadanya.

3. Dapat menggunakan dan memelihara sarana dan prasarana, barang dan

jasa perusahaan dengan sebaik-baiknya.

4. Dapat bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku

pada perusahaan.

5. Tenaga kerja mampu menghasilkan produktivitas yang tinggi sesuai

dengan harapan perusahaan, baik dalam jangka pendek maupun jangka

panjang.

2.2.3. Faktor-Faktor Disiplin Kerja

Disiplin kerja yang tinggi merupakan harapan bagi setiap pimpinan kepada

bawahan, karena itu sangat perlu bila disiplin mendapat penanganan intensif dari

semua pihak yang terlibat dalam suatu organisasi untuk mencapai tujuan dari suatu

organisasi dan juga pemimpin mempunyai pengaruh langsung atas sikap kebiasaan

yang diperoleh pegawai. Kebiasaan itu ditentukan oleh pimpinan, baik dengan iklim

atau suasana kepemimpinan maupun melalui contoh diri pribadi. Oleh karena itu,

untuk mendapatkan disiplin yang baik, maka pimpinan harus memberikan

(5)

Menurut Singodimedjo (dalam Sutrisno, 2009 : 89) Faktor yang mempengaruhi

disiplin pegawai adalah sebagai berikut :

1. Besar kecilnya pemberian kompensasi

Besar kecilnya pemberian kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para

pegawai akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, dan mendapat jaminan balas

jasa sesuai dengan jerih payah yang telah dikonstribusikan oleh organisasi. Bila

pegawai menerima konstribusi yang memadai maka pegawai akan bekerja dengan

tenang dan tekun, serta selalu berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya.

2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan

Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan organisasi,

semua pegawai akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakkan

disiplin. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil

serta sesuai kata dengan perbuatannya. Dengan keteladanan pimpinan yang baik,

kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik.

3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan

Pembinaan disiplin tidak dapa terlaksana dalam organisasi jika tidak ada aturan

tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama. Disiplin tidak dapat

ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanya berdasarkan instruksi lisan yang dapat

berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi. Dengan saksi hukuman yang

demakin berat, pegawai akan semakin takut melanggar peraturan – peraturan

(6)

sanksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya

kedisiplinan pegawai. Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pegawai.

4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan

Keberanian pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan

pegawai. Pimpinan harus berani dan tegas untuk menghukum setiap pegawai yang

indispliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan.

5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan

Dengan pengawasan melekat berarti atasan langsung harus aktif dan langsung

mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Hal

ini berarti atasan harus selalu hadir ditempat kerja agar dapat mengawasi dan

memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam

menyelasaikan tugasnya. Waskat efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja

pegawai. Pegawai merasa mendapat perhatian, bimbingan, pengarahan, petunjuk, dan

pengawasan dari atasannya. Dengan waskat, atasan secara langsung dapat pengetahui

kemampuan dan kedisiplinan setiap individu bawahannya, sehingga kondute setiap

bawahan dinilai objektif. Jadi waskat menuntut adanyakebersamaan aktif antara

pimpinan dan pegawai dalam mencapai tujuan korganisasi.

6. Ada tidaknya perhatian kepada para pegawai

Pimpinan yang berhasil memberikan perhatian yang besar kepada para pegawai akan

dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. Pimpinan akan selalu dihormati dan

dihargai oleh pegawai, sehingga akan berpengaruh besar kepada prestasi, semangat

(7)

7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin.

Kebiasaan-kebiasaan positif itu antara lain yaitu saling menghormati, bila bertemu di

lingkungan pekerjaan, Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya,

sehingga para pegawai akan turut merasa bangga akan pujian tersebut, Sering

mengikut sertakan pegawai dalam pertemuan-pertemuan, apabila pertemuan yang

berkaitan dengan nasib dan pekerjaan pegawai, Memberi tahu bila ingin

meninggalkan tempat kepada rekan kerja, dengan menginformasikan, ke mana dan

untuk urusan apa, walaupun untuk bawahan sekalipun.

2.2.4. Indikator Disiplin Kerja

Menurut Singodimedjo (dalam Sutrisno, 2009 : 94) Peraturan-peraturan yang

berkaitan dengan disiplin kerja antara lain:

1. Taat terhadap aturan waktu

Peraturan jam masuk, pulang dan jam istirahat.

2. Taat terhadap peraturan organisasi

Peraturan dasar tentang berpakaian, dan bertingkah laku dalam pekerjaan.

3. Taat terhadap aturan perilaku dalam bekerja

Peraturan cara-cara melakukan pekerjaan dan berhubungan dengan unit kerja lain.

4. Taat terhadap peraturan lainnya dalam organisasi

Peraturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh oleh para pegawai selama

(8)

Menurut Sedarmayanti, (2007:221) disiplin merupakan salah satu fungsi manajemen

sumber daya manusia yang penting dan merupakan kunciterwujudnya tujuan, karena

tanpa adanya disiplin maka sulit mewujudkan tujuan yang maksimal. Melalui disiplin

pula timbul keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan organisasi dan norma

sosial. Namun tetap pengawasan terhadap pelaksanaan disiplin tersebut perlu

dilakukan. Berdasarkan uraian di atas maka disiplin kerja yang perlu diperhatikan

adalah:

1. Disiplin terhadap tugas kedinasan yang meliputi : mentaati peraturan

kerja, menyiapkan kelengkapan, dan melaksanakan tugas-tugas pokok.

2. Disiplin terhadap waktu yang meliputi: menepati waktu tugas,

memanfaatkan waktu dengan baik, dan menyelesaikan tugas tepat waktu.

3. Disiplin terhadap suasana kerja yang meliputi: memanfaatkan lingkungan

tempat bekerja, menjalin hubungan yang baik, dan menjaga keseimbangan

antara hak dan kewajiban.

4. Disiplin terhadap sikap dan tingkah laku yang meliputi, memperhatikan

sikap, memperhatikan tingkah laku, dan memperhatikan harga diri.

2.3 Tempat Kerja ( Lingkungan Kerja) 2.3.1 Pengertian Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja adalah kehidupan sosial, psikologi, dan fisik dalam

perusahaan yang berpengaruh terhadap pekerja dalam melaksanakan tugasnya.

(9)

antara manusia dan lingkungan terdapat hubungan yang sangat erat. Dalam hal ini,

manusia akan selalu berusaha untuk beradaptasi dengan berbagai keadaan lingkungan

sekitarnya.

Demikian pula halnya ketika melakukan pekerjaan, karyawan sebagai

manusia tidak dapat dipisahkan dari berbagai keadaan disekitar tempat mereka

bekerja, yaitu lingkungan kerja. Selama melakukan pekerjaan, setiap pegawai akan

berinteraksi dengan berbagai kondisi yang terdapat dalam lingkungan kerja.

Lingkungan kerja menurut Sedarmayanti (2001:1) adalah “keseluruhan alat

perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja,

metode kerjanya, serta pengaturan kerja baik sebagai perseorangan maupun sebagai

kelompok”.

2.3.2 Jenis-Jenis Lingkungan Kerja

Sedarmayanti (2007:21) mengemukakan bahwa secara garis besar lingkungan

kerja terbagi atas 2 (dua) yaitu :

1. Lingkungsn Kerja Fisik

Lingkungan kerja fisik adalah “semua keadaan berbentuk fisik yang

terdapat disekitar tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara

langsung maupun tidak langsung”. Lingkungan kerja fisik dapat dibagi menjadi 2

(dua) katagori, yaitu :

a. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan karyawan, seperti pusat

(10)

b. Lingkungan perantaea atau linhkungan umum dapat juga disebut

lingkungan kerja yang mempengaruhi kondisi manusia, misalnya

temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan, kebisingan, getaran

mekanis, bau tidak sedap, warna dan lain-lain.

2. Lingkungan Kerja Non Fisik

Sedarmayanti (2001:31) mengemukakan bahwa lingkungan kerja non fisik adalah

“semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan

dengan atasan rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan”. Lingkungan kerja

non fisik ini juga merupakan kelompok lingkungan kerja yang tidak bisa diabaikan.

2.3.3 Faktor-Faktor Lingkungan Kerja

Ada beberapa hal disekitar para pekerja yang dianggap tidak berpengaruh

terhadap pelaksanaan pekerjaan, tetepai kenyataannya berpengaruh terhadap kinerja

karyawan. Menurut Sedarmayanti (2001:21) ada beberapa faktor yang dapat

mempenggaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja yang dikaitkan dengan

kemampuan kayrawan, antara lain yaitu :

1. Penerangan atau Cahaya di Tempat Kerja

Cahaya atau penerangan besar manfaatnya terhadap keselamatan dan

kelancaran kerja. Diperlukan cahaya yang terang tetapi tidak menyilaukan.

Cahaya yang kurang atau terlalu menyilaukan akan menghambat pekerjaan

sehingga akan menjadi lamba, mengalami kesalahan atau tidak efisien dalam

(11)

2. Temperatur di Tempat Kerja

Tubuh manusia mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh

yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang

terjadi diluar tubuh. Tingkat temperatur yang berbeda akan memberikan

pengaruh yang berbeda sehingga dimana daerah karyawan berada akan

mempengaruhi dirinya untuk dapat hidup dan beradaptasi

3. Kelembaban di Tempat Kerja

Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasanya

digunakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau

dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sam antara

temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari

udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat

menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya.

4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja

Oksigen merupakan gas yang diperlukan oleh mahluk hidup untuk menjaga

kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar kotor a

pabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan tercampur

dengan gas dan bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber

utama adanya udara segar adalah adanya tanaman disekitar tampat kerja.

Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan manusia. Selain itu

disetiap ruangan juga diperlukan fentilasi ruangan agar udara didalam ruangan

(12)

5. Kebisingan di Tempat Kerja

Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya

adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak

dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat

mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan

kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa

menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka

suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat

dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat.Ada tiga

aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentuikan tingkat

gangguan terhadap manusia.

6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja

Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang

sebagian getaran ini sampai ketubuh karyawan dan dapat menimbulkan akibat

yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat mengganggu

tubuh karena ketidakteraturannya, baik tidak teratur dalam intesitas maupun

frekuensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat

apabila frekuensi ala mini beresonasi dengan frekuensi dari getaran mekanis.

7. Bau-Bauan di Tempat Kerja

Adanya bau-bauan disekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran,

karena dapat menggangu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi

(13)

8. Tata Warna Ditempat Kerja

Pemilihan warna perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-baiknya

karena warna dapat berppengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh

warna terkadang menimbulkan rasa senang, sedih ataupun perasaan lainnya

karena warna dapat merangsang perasaan manusia.

9. Dekorasi di Tempat Kerja

Dekorasi berhubungan dengan tata ruangan dan warna ruangan. Maka dari itu

dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruangan saja, melainkan juga

berkaitan dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan

lainnya untuk bekerja.

10.Musik di Tempat Kerja

Musik dapat berbpengaruh terhadap rasa emosional manusia. Seseorang

yangsedih jika mendengarkan lagu yang sedih akan menjadi lebih sedih.

Jika seseorang yang sedang sedih mendengarkan lagu yang lebi

easy-listening (lebih tenang) akan mempengaruhi emosinya menjadi lebih

tenang. Untuk itu musik dapat mempengaruhi mood karyawan dalam

bekerja.

11.Keamanan di Tempat Kerja

Menurut Teori Motivasi Kebutuhan Maslow, manusia membutuhkan rasa

aman. Lingkungan kerja yang aman akan membuat karyawan merasa nyaman

(14)

2.4 Hubungan Kerja

2.4.1 Pengertian Hubungan Kerja

UU Nomor 13 Tahun 2003 mendefinisikan hubungan kerja sebagai hubungan

antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang

mempunyai unsur pekerjaan, upaya dan pemerintah. Menurut Widodo dan Judiantoro

(1992 :10) hubungan kerja adalah kegiatan – kegiatan pengerahan tenaga/jasa

seseorang secara teratur demi kepentingan orang lain yang memerintahkannya (

pengusaha atau majikan) sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Hubungan

kerja juga dapat diartikan sebagai hubungan yang terjalin antara pengusaha dan

pekerja ya ng timbul dari perjanjian yang diadakan untuk jangka waktu tertentu

maupun tidak tertentu (Aloewic 1996 : 32).

2.4.2 Unsur – unsur Hubungan Kerja

Dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 unsur – unsur hubungan kerja meliputi: 1. Adanya Pekerjaan

Pekerjaan itu bebas sesuai dengan kesepakatan antara buruh dan majikan,

asalkan tidak bertentangan dengan peraturan – peraturan

perundang-undangan, kesusilaan, dan ketertiban umum. Di dalam hubungan kerja harus

ada pekerjaan tertentu sesuai perjanjian karena itulah hubungan ini dinamakan

hubungan kerja.

(15)

Di dalam hubungan kerja kedudukan majikan adalah pemberi kerja, sehingga

ia berhak dan sekaligus berkewajiban memberikan perintah yang berkaitan

dengan pekerjaannya. Kedudukan buruh sebagai pihak yang menerima

perintah untuk melaksanakan pekerjaan. Dalam hubungan kerja ada satu pihak

berhak memberikan perintah dan satu pihak menerima perintah. Dalam hal ini

pengusaha/majikan berhak memberikan perintah dan pekerja berkewajiban

mentaati perintah tersebut.

3. Adanya Upah

Upah adalah hak pekerja yang diterima dinyatakan dalam bentuk imbalan

dari pemberi kerja kepada buruh/pekerja yang ditetapkan dan dibayarkan

bedasarkan perjanjian kerja. Dalam hubungan kerja upah merupakan salah

satu unsur pokok yang menandai adanya hubungan kerja.

2.4.3 Jenis Hubungan Kerja

Jenis hubungan kerja adalah sebagai berikut: 1. Hubungan Kerja Vertikal

Hubungan kerja vertical adalah hubungan kerja antara pimpinan dan

bawahan.

2. Hubungan Kerja Horizontal

Hubungan kerja horizontal adalah hubungan kerja antara pejabat pada tingkat

atau eselon yang sama.

(16)

Hubungan kerja antara pejabat yang berbeda induk unit kerjanya dan berbeda

tingkat eselonnya.

4. Hubungan Kerja Fungsional

Hubungan kerja antara unit atau pejabat yang mempunyai bidang kerja sama.

Tingkat atau unit eselon atau pejabat tersebut bisa sama atau tidak.

5. Hubungan Kerja Informatif

Hubungan kerja antar unit atau pejabat dengan tingkat atau bidang apapun

untuk saling memberikan dan memperoleh informasi atau keterangan.

6. Hubungan Kerja Konsultatif

Hubungan kerja antar pejabat yang karena jabatannya berkepentingan

melakukan konsultasi antar satu dengan yang lainnya.

2.5 Kepemimpinan

2.5.1 Pengertian Kepemimpinan

Dalam suatu organisasi, faktor kepemimpinan memegang peranan penting

karena pemimpin itulah yang akan menggerakkan dan mengarahkan organisasi dalam

mencapai tujuan dan sekaligus merupakan tugas yang tidak mudah karena harus

memahami perilaku bawahan yang berdeda-beda.

Menurut Santosa (dalam Rivai 2013:4) Kepemimpinan sebagai usaha untuk

mempengaruhi anggota kelompok agar mereka bersedia menyumbangkan

kemampuannya lebih banyak dalam mencapai tujuan kelompok yang telah

(17)

organisasi, memotivasi, perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi

untuk memperbaiki kelompok dan budayanya (Rivai, 2006 : 64).

Menurut Kartono (2005) Kepemimpinan didefenisikan sebagai suatu sikap seorang

pemimpin yang memiliki kemampuan dalam mengadakan koordinasi, membuat

konsep sekaligus menjabarkan tujuan – tujuan umum yang jelas, bersikap adil dan

tidak berat sebelah, sanggup membawa kelompok kepada tujuan yang pasti dan

menguntungkan, dan membawa pengikutnya kepada kesejahteraan. Menurut Siagian

(dalam Sutrisno, 2009:213) Kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk

mempengaruhi orang lain, dalam hal ini para bawahannya sedemikian rupa sehingga

orang lain itu mau melakukan kehendak pimpinan meskipun secara pribadi hal itu

mungkin tidak disenanginya.

Dari berbagai pendapat para ahli tersebut dapat

disimpulkanbahwakepemimpinanmerupakan kemampuan seorang pemimpin untuk

mempengaruhi bawahannya agar mau berkerja sama untuk mencapai tujuan

organisasi yang telah ditetapkan.

2.5.2 Fungsi Dan Tugas Pemimpin

Menurut Brantas (dalam Fahmi, 2014 : 40) agar kelompok kerja berjalan dengan

efektif, pemimpin harus melaksanakan dua fungsi utama kepemimpinan yaitu :

a. Fungsi yang berhubungan dengan tugas (task – related) yaitu menyangkut

pemberian saran penyelesaian, informasi, dan pendapat.

b. Fungsi pemeliharaan kelompok (group – maintenance) yaitu mencakup

(18)

Menurut Gerungan (dalam Sutrisno, 2009:219) Tugas utama pemimpin adalah :

1. Memberi struktur yang jelas terhadap situasi-situasi rumit yang dihadapi

kelompok.

2. Mengawasi dan menyalurkan tingkah laku kelompok.

3. Merasakan dan menerangkan kebutuhan kelompok pada dunia luar, baik

mengenai sikap-sikap, harapan, tujuan, dan kekhawatiran kelompok.

2.5.3 Tipe Kepemimpinan

Terdapat lima tipe kepemimpinan yang disesuaikan dengan situasi menurut

Siagian (2002), yaitu:

1. Tipe pemimpin yang otokratik

Seorang pemimpin yang otokratik ialah seorang pemimpin yang:

a. Menganggap organisasi sebagai milik pribadi

b. Mengidentikan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi

c. Menganggap bahwa sebagai alat semata-mata

d. Tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat

e. Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya

f. Dalam tindaknya penggeraknya sering mempergunakan approach

yangmengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum

(19)

Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud seorang pemimpin tipe

militeristik berbeda dengan seorang pemimpin modern. Seorang pemimpin yang

bertipe militeristik ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat:

a. Dalam menggerakan bawahannya sistem perintah yang sering

dipergunakan

b. Dalam menggerakan bawahannya senang bergantung pada pangkat

dan jabatan

c. Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan

d. Disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahannya

3. Tipe pemimpin yang paternalistik

a. Menganggap bahwa sebagai manusia yang tidak dewasa

b. Bersikap terlalu melindungi

c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk

mengambil keputusan

d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil

inisiatif

e. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk

mengembangkan daya kreasi dan fantasi

f. Sering bersikap mau tahu

4. Tipe pemimpin yang kharismatik

Harus diakui bahwa untuk keadaan tentang seorang pemimpin yang demikian sangat

(20)

5. Tipe pemimpin yang demokratik

Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang

demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern karena:

a. Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritikan dari bawahan

b. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama teamwork mencapai tujuan

c. Selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari sebelumnya

d. Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai

pemimpin

2.5.4 Sifat – Sifat Pemimpin

Menurut Kartono (2005 : 47) sifat-sifat pemimpin terdiri dari :

1. Kekuatan

Kekuatan badaniah dan rohaniah merupakan syarat pokok bagi pemimpin

yang harus bekerja lama dan berat pada waktu-waktu yang lama serta tidak

teratur, dan ditengah-tengah situasi yang sering tidak menentu.

2. Stabilitas emosi

Pemimpin yang baik itu memiliki emosi yang stabil, artinya seorang pimpinan

tidak mudah tersinggung perasaan dan tidak meledak-ledak secara emosional.

3. Pengetahuan tentang relasi insani

Seorang pemimpin harus memajukan dan mengembangkan semua bakat serta

potensi anggotanya, untuk dapat bersama-sama maju dan merasakan

(21)

4. Kejujuran

Pemimpin yang baik harus memiliki kejujuran yang tinggi, yaitu jujur pada

diri sendiri dan pada orang lain (terutama bawahannya).

5. Objektif

Pertimbangan pemimpin itu harus berdasarkan hati nurani yang bersih, supaya

objektif (tidak subjektif, berdasarkan prasangka sendiri).

6. Dorongan pribadi

Keinginan dan kesesuaian untuk menjadi pemimpin itu harus muncul dari

dalam hati dan sanubari sendiri.

7. Keterampilan berkomunikasi

Pemimpin diharapkan mahir menulis dan berbicara, mudah menangkap

maksud orang lain, cepat menangkap esensi pernyataan orang luar dan mudah

memahami maksud para anggotanya.

8. Kemampuan mengajar

Pemimpin yang baik diharapkan dapat menjadi guru yang baik bagi

bawahannya, mengajar secara sistematis dan intensional pada sasaran tertentu,

guna mengembangkan pengetahuan dan keterampilan para pengikutnya.

9. Keterampilan sosial

Seorang pemimpin harus dapat bersikap ramah, terbuka, dan mudah menjalin

persahabatan berdasarkan rasa saling percaya dan mempercayai.

(22)

Pemimpin harus superior dalam satu atau beberapa kemahiran tekhnis

tertentu, juga memiliki kemahiran manajerial untuk membuat rencana,

mengelola, menganalisis keadaan, dan membuat keputusan yang baik.

2.5.5 Ciri-Ciri Kepemimpinan

Menurut Davis (dalam Reksohadiprojo dan Handoko 2003:290-291) ciri-ciri utama

yang harus dimilki oleh seorang pemimpin adalah :

1. Kecerdasan

Penelitian-penelitian pada umumnya menunjukan bahwa seorang pemimpin

yang mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi daripada pengikutnya,

tetapi tidak sangat berbeda.

2. Kedewasaan, Sosial dan Hubungan Sosial yang luas

Pemimpin cendrung mempunyai emosi yang stabil dan dewasa atau matang,

serta mempunyai kegiatan dan perhatian yang luas.

3. Motivasi Diri dan Dorongan Berprestasi

Pemimpin secara relative mempunyai motivasi dan dorongan berprestasi yang

tinggi, mereka bekerja keras lebih untuk nilai intrinsik.

4. Sikap-Sikap Hubungan Manusiawi

Seorang pemimpin yang sukses akan mengakui harga diri dan martabat

pengikut-pengikutnya, mempunyai perhatian yang tinggi dan berorientasi

(23)

2.5.6 Perilaku Kepemimpinan

Staf peneliti dari tim Ohio merumuskan kepemimpinan sebagai suatu perilaku

seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu grup ke arah

pencapaian tujuan tertentu. Dalam hal ini pemimpin mempunyai dekripsi perilaku

atas dua dimensi (Thoha, 2009 : 280).

1. Berorientasi pada tugas (initiating structure) , yaitu meliputi :

a. Mengutamakan pencapaian tujuan

b. Menilai pelaksanaan tugas bawahan

c. Menetapkan batas-batas waktu pelaksanaan tugas

d. Menetapkan standard tertentu terhadap tugas bawahan

e. Memberi petunjuk-petunjuk kepada bawahan

f. Melakukan pengawasan secara ketat terhadap tugas

2. Berorientasi pada karyawan (consideration), yaitu meliputi:

a. Melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan

b. Bersikap bersahabat

c. Membina hubungan kerjasama dengan baik

d. Memberikan dukungan terhadap bawahan

e. Menghargai idea atau gagasan

f. Memberikan kepercayaan kepada bawahan.

(24)

2.6 Pelatihan Kerja

2.6.1 Pengertian Pelatihan Kerja

Menurut Nitisemito ( dalam Hutagaol,2002) bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan perusahaan yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan

keterampilan, sikap, tingkah laku dan pengetahuan dari para karyawan sesuai dengan

keinginan dari perusahaan yang bersangkutan.

Pelatihan kerja dilakukan untuk meningkatkan kemampuan yang ada dalam

diri karyawan. Dengan adanya pelatihan, karyawan dapat memperbaiki

kelemahan-kelemahan yang ada dan semakin meningkatkan kelebihan-kelebihan ataupun

keterampilan yang dimiliki karyawan. Jadi, pelatihan kerja merupakan suatu hal yang

harus dipertimbangkan perusahaan apabila perusahaan ingin tetap memiliki karyawan

yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan-tantangan dan perubahan yang

terjadi dalam lingkungan kerja,terutama kemajuan-kemajuan di masa kini.

2.6.2 Langkah – langkah Pelaksanaan Pelatihan Kerja

Menurut Hariandja (2002) ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam upaya mengembangkan program pelatihan. Langkah-langkah dalam pelaksanaan

tersebut adalah analisa kebutuhan, yaitu penentuan kebutuhan pelatihan

pengembangan yang dilakukan. Analisis dapat dilakukan melalui langkah-langkah

seperti kebutuhan analisis organisasi, analisis kebutuhan pekerjaan, analisis

kebutuhan karyawan ( Hariandja, 2002). Adapun uraian dari langkah-langkah analisis

(25)

1. Analisis Kebutuhan Organisasi

Analisis kebutuhan organisasi ini yang perlu dianalisis adalah tujuan dari organisasi,

sumber daya yang dimiliki dan lingkungan organisasi yang sebenarnya. Analisis

organisasi dapat dilakukan dengan cara mengadakan survey mengenai sikap kepuasan

karyawan terhadap kerja, persepsi karyawan dan sikap karyawan. Disamping itu

dapat pula menggunakan turn over, absensi, kartu pelatihan, daftar perkembangan

dan data perencanaan karyawan.

2. Analisis Kebutuhan Pekerjaan

Analisis ini maksudnya adalah menganalisis pekerjaan yang harus dilakukan dalam setiap jabatan. Uraian tugas dan persyaratan standar untuk kerja merupakan

dua hal yang dapat dipelajari dari perilaku peran tersebut. Pekerjaan tersebut secara

efektif dapat dilakukan dengan menentukan pengetahuan, keterampilan dan

kemampuan yang dibutuhkan.

3. Analisis Kebutuhan Karyawan

Analisis ini adalah analisis terhadap karyawan perusahaan, yaitu menganalisis

apakah karyawan kurang persiapan dalam melakukan pekerjaannya atau kurang di

dalam kemampuan, keterampilan dan pengetahuan yang dapat menentukan

karyawan-karyawan yang membutuhkan pelatihan dan metode pelatihan yang akan

dilakukan.

2.6.3 Metode Pelatihan Kerja

Menurut Hariandja (2002) metode pelatihan terdiri atas:

(26)

1) Job Instruction Training (Latihan Instruksi Jabatan) adalah pelatihan dimana

ditentukan seseorang ( biasanya manajer atau supervisor) bertindak sebagai

pelatih untuk menginstruksikan bagaimana melakukan pekerjaan tertentu

dalam proses kerja.

2) Coaching adalah bentuk pelatihan yang dilakukan di tempat kerja oleh atasan

dengan membimbing petugas melakukan pekerjaan secara informal dan

biasanya tidak terencana, misalnya bagaimana melakukan pekerjaan,

bagaimana memecahkan masalah dan lain sebagainya.

3) Job Rotation adalah program yang direncanakan secara formal dengan cara

menugaskan karyawan pada beberapa pekerjaan yang berbeda dan dalam

bagian yang berbeda dengan organisasi untuk menambah pengetahuan

mengenai pekerjaaan dalam organisasi ini biasanya dilakukan untuk

memahami aktivitas organisasi yang lebih luas.

4) Apprenticeshiplintership ( magang) adalah pelatihan yang mengkombinasikan

antara pelajaran di kelas dengan praktek di lapangan, yaitu setelah sejumlah

teori diberikan kepada peserta, peserta dibawah ke lapangan.

2.Metode Pelatihan Off The Job Training,yang terbagi atas:

1) Lecture ( Kuliah ) adalah persentase atau ceramah yang diberikan oleh

(27)

besar. Disini pula komunikasi umumnya pola komunikasi yang terjadi satu

arah. Pengajar dapat menggunakan berbagai alat peraga, memberikan

kesempatan untuk bertanya atau berdiskusi, meskipun tidak intensif.

Metode ini biasanya digunakan untuk memberikan pengetahuan umum

kepada peserta.

2) Video Persentation adalah persentasi atau pelajaran yang disajikan melalui

film, televisi atau video tentang pengetahuan atau bagaimana melakukan

suatu pekerjaan. Ini biasanya dilakukan bilamana jumlah peserta cukup

banyak dan masalah yang dijelaskan tidak begitu kompleks.

3) Simulation adalah latihan yang diberikan di sebuah tempat yang khusus

dirancang menyerupai tempat kerja,yang dilengkapi dengan berbagai alat

seperti di tempat kerja.

2.7Kinerja Karyawan 2.7.1 Pengertian Kinerja

Dalam konteks pengembangan sumber daya manusia kinerja seseorang pegawai dalam sebuah perusahaan sangat dibutuhkan untuk mencapai prestasi kerja

bagi pegawai itu sendiri dan juga untuk keberhasilan perusahaan.

Menurut Mangkunegara (2000:67), kinerja adalah “hasil kerja secara kualitas

dan kuantitas yang ingin dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya

sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Sedangkan menurut Rivai

(28)

untuk sebagian atau seluruh tindakan atau aktivitas dari suatu organisasi pada suatu

periode dengan referensi pada sejumlah standart seperti biaya-biaya masa lalu atau

yang diproyeksikan, dengan dasar efisiensi, pertanggungjawaban atau akuntabilitas

manajemen dan semacamnya.

Berdasarkan definisi diatas bahwa kinerja merupakan suatu konsep yang

strategis dalam rangka menjalin hubungan kerja antara pihak manajemen dan

pegawai untuk mencapai kinerja yang baik, unsur yang paling dominan adalah

sumber daya manusia, walaupun perencanaan telah tersusun dengan baik dan rapi

tetapi apabila orang atau personil yang melaksanakan tidak berkualitas dengan tidak

memiliki semangat kerja yang tinggi, maka perencanaan yang telah disusun tersebut

akan sia-sia.

2.7.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Mangkunegara (2000:67), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

adalah faktor kemampuan dan faktor motivasi.

1. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan

realita, artinya karyawan yang memiliki IQ yang rata-rata (IQ 110-120) dengan

memadai untuk jabatanya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaanya sehari-hari,

maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan oleh karena itu

(29)

2. Faktor Motivasi

Motivasi terbentuk dari sikap seorang karyawan dalam menghadapi situasi kerja.

Motivasi merupakan kondisi yang menggerakan diri karyawan yang terarah untuk

mencapai tujuan organisasi (tujuan kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental

yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara

maksimal.

2.7.3 Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang

digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan

dengan pekerjaan, perilaku dan hasil, termasuk tingkat ketidakhadiran. Dengan

demikian, penilaian prestasi kerja adalah merupakan hasil kerja karyawan dalam

lingkup tanggung jawabnya. Di dalam dunia usaha yang berkompetisi secara global,

perusahaan memerlukan kinerja tinggi. Pada saat bersamaan karyawan memerlukan

umpan balik atas kinerja mereka sebagai panduan bagi perilaku mereka di masa yang

akan datang. Para pekerja juga ingin mendapatkan umpan balik bersifat positif atas

beberapa hal yang telah mereka lakukan dengan baik, walaupun kenyataannya hasil

penilaian prestasi tersebut masih lebih banyak berupa koreksi/kritik.

Menurut Robbins (2002:155) mengatakan hampir semua cara pengukuran

kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai. Pengukuran

kuantitatif melibatkan perhitungan keluaran dari proses atau melaksanakan

(30)

2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran

kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran “tingkat kepuasan”, yaitu

seberapa baik penyelesaiannya. Ini berkaitan dengan bentuk keluaran.

3. Ketepatan Waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan.

Pengukuran. Pengukuran ketepatan waktu merupakan jenis khusus dari

pengukuran kuantitatif yang menentukan ketepatan waktu penyelesaiannya

suatu kegiatan.

2.7.4 Kegunaan Penilaian Kinerja

Menurut Rivai dan Sagala (2009:554) kegunaan penilaian prestasi kerja adalah sebagai berikut:

1. Posisi Tawar, untuk memungkinkan manajemen melakukan negosiasi yang

objektif dan rasional dengan serikat buruh (kalau ada) atau langsung dengan

karyawan.

2. Perbaikan Kinerja, umpan balik pelaksanaan kinerja yang bermanfaat bagi

karyawan, manajer, dan spesialis personil dalam bentuk kegiatan untuk

meningkatkan atau memperbaiki kinerja karyawan.

3. Penyesuaian Kompensasi, penilaian kinerja membantu pengambil keputusan

dalam penyesuian ganti rugi, menentukan siapa yang perlu dinaikan

upahnya-bonus atau kompensasi lainnya. Banyak perusahaan mengabulkan sebagian

atau semua dari bunus dan peningkatan upah mereka atas dasar penilaian

(31)

4. Keputusan Penempatan, membantu dalam promosi, keputusan penempatan,

perpindahan, dan penurunan pangkat pada umumnya didasarkan pada masa

lampau atau mengantisipasi kinerja. Sering promosi adalah penghargaan

untuk kinerja yang lalu.

5. Pelatihan dan Pengembangan, kinerja buruk mengindikasikan adanya suatu

kebutuhan untuk latihan. Demikian juga, kinerja baik dapat mencerminkan

adanya potensi yang belum digunakan dan harus dikembangkan.

6. Perencanaan dan pengembangan karier, umpan balik penilaian kinerja dapat

digunakan sebagai panduan dalam perencanaan dan pengembangan karier

karyawan, penyusunan program pengembangan karier yang tepat, dapat

menyelaraskan antara kebutuhan karyawan dengan kepentingan perusahaan.

7. Evaluasi proses staffing, prestasi kerja yang baik atau buruk mencerminkan

kekuatan atau kelemahan prosedur staffing departemen SDM.

8. Defisiensi proses penempatan karyawan, kinerja yang baik atau tidak

mengisyaratkan kekuatan atau kelemahan prosedur penempatan karyawan di

departemen SDM.

9. Ketidakakuratan informasi, kinerja lemah menandakan adanya kesalahan di

dalam informasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM atau sistem informasi

SDM. Pemakaian informasi yang tidak akurat dapat mengakibatkan proses

(32)

10.Kesalahan dalam merancang pekerjaan, kinerja yang lemah mungkin

merupakan suatu gejala dari rancangan pekerjaan yang kurang tepat. Melalui

penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan ini.

11.Kesempatan kerja yang adil, penilaian kinerja yang akurat terkait dengan

pekerjaan dapat memastikan bahwa keputusan penempatan internal tidak

bersifat diskriminatif.

12.Mengatasi tantangan eksternal, kadang-kadang kinerja dipengaruhi oleh faktor

di luar lingkungan pekerjaan, seperti keluarga, keuangan, kesehatan, atau hal

lain seperti hal pribadi. Jika faktor ini tidak dapat diatasi karyawan

bersangkutan, departemen SDM mungkin mampu menyediakan bantuan.

2.7.5 Pengaruh Dimensi Budaya Kaizen Terhadap Kinerja

Kaizen adalah budaya kerja jepang yang artinya adalah perbaikan atau

penyempurnaan berkesinambungan yang melibatkan setiap orang dalam perusahaan

baik manajer maupun pegawai dalam rangka meningkatkan mutu dan produktivitas

output. Beberapa prinsip kaizen antara lain:orientasi pelanggan, adanya pengendalian

mutu terpadu, adanya disiplin kerja, ketepatan waktu, serta adanya hubungan

korperatif antara pegawai dan manajemen akan membantu pegawai bekerja sehingga

pegawai mampu menghasilkan kinerja yang sesuai dengan harapan perusahaan.

Dengan demikian apabila dimensi budaya kaizen diterapkan di perusahaan

maka kinerja pegawai juga akan meningkat. Sebab setiap pegawai akan menunjukan

hasil kerja yang baik, pegawai bertanggung jawab untuk memperbaiki setiap

(33)

perusahaan. Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dimensi budaya

kaizen sangat berpengaruh terhadap kinerja pegawai dalam perusahaan

2.8 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu adalah penelitian yang sudah dialakukan pihak lain tentang

penelitian yang serupa dan memiliki tujuan yang sama.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu Nama

Peneliti

(34)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ( Lanjutan) Nama

Peneliti

Judul Penelitian Variabel Penelitian serempak dan parsial berpengaruh positif dan kaizen sangat lambat tapi

(35)

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan) Nama

Peneliti

Judul Penelitian Variabel Penelitian

uji signifikansi parsial (uji-t) bahwa dari ketiga variabel bebas yang paling dominan berpengaruh terhadap

(36)

2.9 Kerangka Konseptual

Kinerja merupakan hasil atau tingkat keberhasilan seseorang secara keseluruhan

selama periode tertentu didalam melaksanakan tugas dibandingkan dengan berbagai

kemungkinan, seperti standart hasil kerja, target atau sasaran atau kriteria yang telah

ditentukan terlebih dahulu atau telah disepakati bersama. Kinerja pada dasarnya

adalah apa yang dilakukan dan tidak dilakukan karyawan. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kinerja individu tenaga kerja yaitu: kemampuan mereka, motivasi,

dukungan yang diterima, keberadaan pekerjaan yang mereka lakukan, dan hubungan

mereka dengan organisasi.

Kinerja karyawan dapat ditingkatkan dengan mempraktikan dimensi budaya

kaizen jepang. Budaya Kaizen adalah perbaikan atau penyempurnaan

berkesinambungan yang melibatkan setiap orang dalam perusahaan baik manajer

maupun karyawan dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan.

Menurut Hasibuan (2009) menyatakan bahwa disiplin adalah kesadaran dan

kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial

yang berlaku.Menurut Sedarmayanti (2007) disiplin merupakan salah satu fungsi

manajemen sumber daya manusia yang penting dan merupakan kunci terwujudnya

tujuan, karena tanpa adanya disiplin maka sulit mewujudkan tujuan yang maksimal.

Melalui disiplin pula timbul keinginan dan kesadaran untuk menaati peraturan

organisasi dan norma sosial namun tetap pengawasan terhadap pelaksanaan disiplin

(37)

Lingkungan kerja adalah kehidupan sosial, psikologi, dan fisik dalam

perusahaan yang berpengaruh terhadap pekerja dalam melaksanakan tugasnya.

Kehidupan manusia tidak terlepas dari berbagai keadaan lingkungan sekitarnya,

antara manusia dan lingkungan terdapat hubungan yang sangat erat. Dalam hal ini,

manusia akan selalu berusaha untuk beradaptasi dengan berbagai keadaan lingkungan

sekitarnya.

Lingkungan kerja menurut Sedarmayanti (2001:1) adalah “keseluruhan alat

perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja,

metode kerjanya, serta pengaturan kerja baik sebagai perseorangan maupun sebagai

kelompok”.

Menurut Widodo dan Judiantoro (1992 :10) hubungan kerja adalah

kegiatan – kegiatan pengerahan tenaga/jasa seseorang secara teratur demi

kepentingan orang lain yang memerintahkannya ( pengusaha atau majikan) sesuai

dengan perjanjian yang telah disepakati. Hubungan kerja juga dapat diartikan sebagai

hubungan yang terjalin antara pengusaha dan pekerja yang timbul dari perjanjian

yang diadakan untuk jangka waktu tertentu maupun tidak tertentu (Aloewic 1996 :

32).

Kepemimpinan merupakan suatu sikap seorang pemimpin yang memiliki kemampuan dalam mengadakan koordinasi, membuat konsep sekaligus menjabarkan

tujuan – tujuan umum yang jelas, bersikap adil dan tidak berat sebelah, sanggup

membawa kelompok kepada tujuan yang pasti dan menguntungkan, dan membawa

(38)

Dalam melakukan kegiatan, pegawai memerlukan petunjuk kerja atau pemberitahuan

bagaimana melaksanakan suatu pekerjaan dari organisasi agar pelaksanaan pekerjaan

tersebut sesuai dengan rencana yang telah dibuat organisasi. Dan untuk mencapai

semua itu perusahaan harus melakukan kegiatan yang disebut dengan pelatihan kerja.

Menurut Nitisemito ( dalam Hutagaol,2002) bahwa pelatihan adalah suatu kegiatan

perusahaan yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan

keterampilan, sikap, tingkah laku dan pengetahuan dari para karyawan sesuai dengan

keinginan dari perusahaan yang bersangkutan. Jadi, pelatihan kerja merupakan suatu

hal yang harus dipertimbangkan perusahaan apabila perusahaan ingin tetap memiliki

karyawan yang berkualitas dan mampu menghadapi tantangan-tantangan dan

perubahan yang terjadi dalam lingkungan kerja,terutama kemajuan-kemajuan di masa

kini.

Berdasarkan uraian diatas maka hubungan antara variabel-variabel bebas dan

variabel terikat dalam penelitian ini digambarkan dalam kerangka pemikiran sebagai

(39)

Disiplin Kerja (X1)

Lingkungan Kerja (X2)

Hubungan Kerja (X3)

Kepemimpinan (X4)

Pelatihan (X5)

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

2.10 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara berdasarkan perumusan masalah yang sebenarnya akan diuji dalam pengujian hipotesis (Sugiyono

2008:30). Berdasarkan perumusan masalah diatas, penulis merumuskan hipotesis

pada penelitian ini adalah :

1. Apakah Disiplin Kerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap

Kinerja karyawan pada Hotel Payaloting Internasional Panyabungan? Kinerja Karyawan

(40)

2. Apakah Lingkungan Kerja berpengaruh secara positif dan signifikan

terhadap Kinerja karyawan pada Hotel Payaloting Internasional

Panyabungan?

3. Apakah Hubungan Kerja berpengaruh secara positif dan signifikan

terhadap Kinerja karyawan pada Hotel Payaloting Internasional

Panyabungan?

4. Apakah Kepemimipinan berpengaruh secara positif dan signifikan

terhadap Kinerja karyawan pada Hotel Payaloting Internasional

Panyabungan?

5. Apakah dimensi budaya kaizen secara bersama berpengaruh secara positif

dan signifikan terhadap Kinerja karyawan pada Hotel Payaloting

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu (Lanjutan)
Gambar 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Bagian Hukum Sekretariat Kota Bandar Lampung akan melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun 2012 dengan

Recall that volts are the measure of the potential (electrical pressure) that exists between two points, and amps are the measure of the amount of current (charge) that the

Berdasarkan rumusan masalah pada bab I dan pembahasan bab V dari penelitian tentang pengaruh kecerdasan emosional dan motivasi terhadap hasil belajar siswa pada

Mengenal teks cerita diri/personal tentang keberadaan keluarga dengan bantuan guru atau teman dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis yang dapat diisi dengan kosakata bahasa

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Kemampuan siswa membaca Al-Qur’an materi ayat-ayat tentang akhlak dengan metode Al-Bayan pada siswa kelas X OI SMK Saraswati Kota

Sebagai salah satu organisasi yang baru terbentuk yang bergerak dibidang otomotif khususnya sepeda motor Scooter (Vespa), Depok Vespa Club memerlukan hubungan kemitraan yang

[r]

Kajian Pendidikan Pembebasan dalam Pelaksanaan PAK di Jemaat GMIT Kamengtakali