• Tidak ada hasil yang ditemukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI"

Copied!
126
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KEADILAN ORGANISASI

DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Kadek Martadian Santyafatni

NIM: 119114183

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

ALWAYS REMEMBER You are braver than you believe,

Stronger than you seen, And smarter than you think.

Don’t think that someone else Is more blessed than you are

Because Actually You are blessed In different ways.

Suksma, Ida Sang Hyang Widhi Wasa…

Penyembuh segala lukaku, sumber kehidupan umat manusia yang selalu melindungiku…

Dengan bangga, ku persembahkan skripsi ini untuk…

Papa, Mama, serta seluruh keluarga besarku

(5)
(6)

vi

HUBUNGAN ANTARA KEADILAN ORGANISASI

DAN KEPUASAN KERJA KARYAWAN

Kadek Martadian Santyafatni

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara keadilan organisasi dengan kepuasan kerja karyawan. Karakteristik subjek pada penelitian ini adalah karyawan tetap di Jogjakarta dengan masa kerja minimal satu tahun. Subjek penelitian ini adalah 138 karyawan yang terdiri dari 81 subjek laki-laki dan 57 subjek perempuan. Instrumen penelitian ini menggunakan skala keadilan organisasi yang terdiri dari 42 item meliputi keadilan prosedural dengan reliabilitas α=0.875, keadilan distributif dengan reliabilitas α=0.716, dan keadilan interaksional dengan reliabilitas α=0.905 serta skala kepuasan kerja yang terdiri dari 36 item dengan reliabilitas α=0.932. Metode analisis data yang digunakan adalah Pearson Product Moment karena distribusi data normal. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara keadilan prosedural (r=0.811, p=0.000), distributif (r=0.610, p=0.000) dan interaksional (r=0.736, p=0.000) dengan kepuasan kerja. Artinya, semakin tinggi keadilan prosedural, distributif dan interaksional yang dirasakan karyawan maka semakin tinggi pula kepuasan kerja karyawan. Sebaliknya, semakin rendah keadilan prosedural, distributif dan interaksional yang dirasakan karyawan maka semakin rendah pula kepuasan kerja yang dirasakan karyawan.

(7)

vii

THE CORRELATION BETWEEN ORGANIZATIONAL JUSTICE AND JOB SATISFACTION OF EMPLOYEE

Kadek Martadian Santyafatni

ABSTRACT

The purpose of this study was to examined the correlation between organizational justice and job satisfaction of employee. The Characteristic of subject in this study was employees who have been working for more than a year in Jogjakarta. This study involved 138 employees, consisting of 81 men and 57 women. The instruments that used in this study were organizational justice scale which consist of 42 items included procedural justice with reliability α=0.875, distributive justice with reliability

α=0.716, and interactional justice with reliability α=0.905 and also job satisfaction scale with

reliability α=0.932. Statistical method that used to analyze this study was Pearson Product Moment due to normal data distribution. The results showed that there were positive and significant correlation between procedural (r=0.811, p=0.000), distributive (r=0.610, p=0.000) and interactional justice (r=0.736, p=0.000) and job satisfaction. Which mean that the higher procedural, distributive, and interactional justice that was perceived by employees, the higher level job satisfaction of employees. In the contrary, the lower procedural, distributive, and interactional justice that was perceived by employees, the lower level job satisfaction of employees.

(8)
(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji Syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Hubungan Antara Keadilan Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan” dapat diselesaikan dengan baik. Hal ini juga tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

3. Ibu Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi, Psi., selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan arahan, bimbingan, kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini dan juga selaku dosen pembimbing akademik yang memberikan arahan dan bimbingan selama masa studi dengan penuh kesabaran. Semoga ilmu yang Ibu berikan dapat saya jadikan bekal untuk masa depan.

4. Seluruh dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah memberikan banyak pengalaman, pelajaran dan pengetahuan selama masa studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(10)

x

5. Seluruh staff Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang telah banyak membantu melancarkan proses pembelajaran selama masa studi di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

6. Seluruh karyawan dan pihak-pihak perusahaan yang telah membantu penelitian ini. Terima kasih atas bantuan dan kerja samanya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

7. Kedua Orang tua saya, I Wayan Santyasa dan Ni Putu Kodiani. Terimakasih atas kasih sayang, nasehat, kesabaran, serta doa dan dukungan yang telah diberikan. Semoga Tuhan selalu memberikan kesehatan sehingga dapat menemaniku hingga akhir hayat.

8. Kakakku, Gede Saindra Santyadiputra dan Made Juni Antari serta adikku, Komang Triyunita Santyadewi. Terimakasih atas doa dan semangat yang diberikan, terimakasih telah menjadi saudara yang selalu memotivasi, meskipun harus melalui banyak perdebatan.

9. Teman hidupku yang hampir 4 tahun menemaniku, Charolus Hanung Aji Agung Nugraha. Terima kasih karena selalu menemaniku di saat suka maupun duka. Terimakasih atas canda, tawa, serta tangis bahagia yang kita lewati bersama. Semoga Tuhan selalu menyertai kebersamaan kita.

10. Sahabat-sahabat sejatiku, teman-teman Psikologi 2011, dan crew MasdhaFM. Terima kasih untuk pengalaman, semangat, serta suka dan duka yang sangat bermakna selama 4 tahun ini. Terimakasih telah memberikan banyak warna di kehidupanku.

(11)

xi

11. Keluarga besar Kost Aphrodite. Terima kasih atas kebersamaan yang kalian berikan kepadaku. Terima kasih atas dukungan, kritik dan saran yang dapat membuatku menjadi lebih dewasa dalam bertindak. Terimakasih telah menjadi “rumahku” selama ini. Upah kalian besar di surga.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Yogyakarta, 22 Oktober 2015 Penulis

(12)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Perumusan Masalah ... 6 C. Tujuan Penelitian ... 6 D. Manfaat Penelitian ... 6 1. Manfaat Teoretis ... 7 2. Manfaat Praktis ... 7

BAB II DASAR TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 8

(13)

xiii

1. Pengertian Keadilan Organisasi ... 8

2. Jenis Keadilan Organisasi ... 9

3. Aspek Keadilan Organisasi... 12

4. Dampak Keadilan Organisasi ... 16

B. Kepuasan Kerja ... 18

1. Pengertian Kepuasan Kerja... 18

2. Aspek Kepuasan Kerja ... 19

3. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja ... 22

C. Dinamika Variabel ... 27

D. Skema Penelitian... 32

E. Hipotesis Penelitian ... 35

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Jenis Penelitian ... 36

B. Variabel Penelitian ... 36

C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 36

D. Subjek Penelitian ... 39

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 40

F. Validitas, Seleksi Item, dan Reliabilitas ... 46

1. Validitas ... 46

2. Seleksi Item ... 46

3. Reliabilitas ... 49

G. Metode Analisis Data... 50

(14)

xiv

a. Uji Normalitas ... 50

b. Uji Linearitas ... 50

2. Uji Hipotesis ... 51

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 52

A. Pelaksanaan Penelitian ... 52

B. Deskripsi Subjek ... 53

C. Hasil Penelitian ... 54

1. Statistik Data Penelitian ... 54

2. Uji Asumsi ... 56

a. Uji Normalitas ... 56

b. Uji Linearitas ... 57

3. Uji Hipotesis ... 57

D. Pembahasan ... 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

A. Kesimpulan ... 67

B. Saran... 68

1. Bagi Subjek ... 68

2. Bagi Manajemen atau Pimpinan ... 68

3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 69

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Skala Kepuasan Kerja Sebelum Uji Coba ... 41

Tabel 2. Blue Print Skala Keadilan Prosedural Sebelum Uji Coba ... 43

Tabel 3. Blue Print Skala Keadilan Distributif Sebelum Uji Coba ... 44

Tabel 4. Blue Print Skala Keadilan Interaksional Sebelum Uji Coba ... 45

Tabel 5. Blue Print Skala Kepuasan Kerja Setelah Uji Coba ... 48

Tabel 6. Blue Print Skala Keadilan Organisasi Setelah Uji Coba ... 48

Tabel 7. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 53

Tabel 8. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Usia ... 53

Tabel 9. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Masa Kerja ... 53

Tabel 10. Deskripsi Statistik Data Penelitian ... 54

Tabel 11. Analisis Perbandingan Mean ... 54

Tabel 12. Hasil Uji Normalitas ... 56

Tabel 13. Hasil Uji Linearitas ... 57

(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Uji Coba ... 75

Lampiran 2. Reliabilitas Skala Uji Coba ... 86

Lampiran 3 Skala Penelitian ... 97

Lampiran 4 Uji Normalitas ... 106

Lampiran 5 Uji Linearitas ... 106

Lampiran 6 Uji Hipotesis... 109

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Faktor sumber daya manusia kini telah menjadi fokus perhatian bagi

dunia kerja. Dewasa ini, keberhasilan dan kesuksesan sebuah organisasi sangat bergantung pada kualitas sumber daya manusianya. Perusahaan yang sukses adalah perusahaan yang mampu mengelola sumber daya manusianya dengan baik. Menurut Susilo (2002), sumber daya manusia adalah pilar penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi, misi dan tujuannya. SDM perlu dikelola dengan baik agar dapat memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi perusahaan. Selain itu, perusahaan juga perlu memperhatikan dan mempertahankan karyawannya, karena karyawanlah yang mendukung kemajuan suatu perusahaan.

SDM merupakan suatu hal yang harus diperhatikan oleh perusahaan.

Jika SDM tidak dikelola dengan baik, akan menimbulkan banyak permasalahan yang akan merugikan perusahaan itu sendiri. Seperti yang terjadi beberapa tahun terakhir, sering terjadi pemberitaan mengenai demo dan mogok kerja yang dilakukan oleh karyawan. Misalnya yang terjadi pada bulan Juni 2013 (karimuntoday.com), puluhan karyawan berdemo di depan perusahaan mereka menuntut gaji yang belum dibayar oleh perusahaan. Karyawan merasa kecewa karena sempat terjadi pemutusan hubungan kerja

(18)

secara sepihak dan gaji sisa dari kontrak kerja belum dilunasi. Karyawan sempat membuang buku undang-undang (UU) tentang tenaga kerja karena merasa UU tersebut tidak berarti sama sekali. Pada bulan Desember 2014 (bisnis.com), sekitar 1000 buruh turun ke jalan di kota Yogyakarta menggelar aksi unjuk rasa menolak kebijakan upah murah.

Pada bulan Maret 2015 (tribun-medan.com), ratusan karyawan PT Wearsmart Textiles menggelar aksi mogok kerja akibat kekecewaan yang dirasakan oleh para karyawan. Mereka merasa kecewa dengan pihak manajemen perusahaan karena pihak perusahaan tidak transparan terhadap rincian gaji karyawan. Perusahaan juga tidak pernah memberikan promosi jabatan dan tidak adanya cuti tahunan yang diberikan. Selain itu, karyawan dilarang shalat pada saat jam kerja dan karyawan yang hamil dilarang mengajukan cuti. Pada bulan Maret 2015 (tribun-jabar.com), 100 karyawan CV Tirta Angkasa juga menggelar aksi unjuk rasa di halaman kantor. Para karyawan menuntut Kepala Depo dan Asisten Manajer segera dipindahkan. Karyawan merasa marah karena atasannya sering bertingkah arogan. Kasus-kasus tersebut terjadi karena karyawan merasa tidak puas dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya.

Demikian pula yang terjadi pada karyawan di salah satu perusahaan manufaktur di Yogyakarta, menurut hasil wawancara peneliti dengan FA selaku karyawan di perusahaan tersebut, harus diakui bahwa bekerja di perusahaan menyita banyak waktu dan tenaga, mengingat jam kerja yang

(19)

sangat padat dan keseluruhannya telah diatur oleh sistem dalam perusahaan. Hal ini yang terkadang menimbulkan gejolak pada masing-masing pribadi karyawan. Masih banyak karyawan yang merasa sakit hati karena yang didapatkan, terutama dalam segi finansial tidak sesuai dengan apa yang telah dikerjakan. FA juga merasa kecewa karena selama 6 tahun bekerja, perusahaan kurang memberikan penghargaan kepada karyawan yang berprestasi. Sebagai contoh, kurangnya promosi jabatan yang diberikan oleh pihak perusahaan kepada karyawan (Komunikasi Pribadi, 23 Maret 2015). Selain itu, berdasarkan data awal yang didapatkan peneliti dari bagian personalia menunjukkan bahwa masih terjadi peningkatan jumlah karyawan yang bolos kerja atau mangkir setiap tahunnya. Bagian personalia juga memberikan informasi bahwa dalam dua tahun terakhir terjadi penurunan jumlah karyawan (Komunikasi Pribadi, 19 Maret 2015). Hal ini mengindikasikan adanya tingkat kepuasan kerja yang rendah pada karyawan. Fenomena-fenomena tersebut menunjukkan adanya masalah dalam hal kepuasan kerja. Karyawan merasa sakit hati dan marah, kemudian melakukan aksi demo pada perusahaan sebagai bentuk rasa kecewa dan tidak puas terhadap pekerjaan dan lingkungan kerjanya. Kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan dan sikapnya. Senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja (Rivai, 2005). Semakin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi kepuasan terhadap kegiatan tersebut. Menurut

(20)

As’ad (2002), pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda tergantung penilaian individu terhadap aspek-aspek pekerjaannya.

Kepuasan kerja karyawan yang tinggi dapat meningkatkan keuntungan perusahaan dalam jangka panjang. Menurut Kuswadi (2004), kepuasan karyawan dapat membantu dalam memaksimalkan keuntungan perusahaan melalui tiga cara yaitu: (1) karyawan yang puas cenderung bekerja dengan kualitas yang lebih tinggi, (2) karyawan yang puas cenderung bekerja dengan lebih produktif, (3) karyawan yang puas cenderung bekerja bertahan lebih lama dalam perusahaan. Sedangkan kepuasan kerja yang rendah akan merugikan perusahaan seperti: produktivitas yang rendah, turnover tinggi, dan menurunnya laba perusahaan (Munandar, 2001).

Puas atau tidaknya karyawan terhadap pekerjaannya tidak lepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja. Menurut Yuwono dan Khajar (2005), kepuasan kerja ditentukan oleh beberapa faktor. Faktor pertama adalah pekerjaan itu sendiri. Pekerjaan yang dapat memuaskan karyawan adalah pekerjaan yang dapat mengembangkan potensi dirinya. Faktor kedua adalah kesempatan mendapat promosi, supervisi dan kolega kerja. Hal tersebut berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Adanya kesempatan promosi jabatan yang adil, mutu pengawasan yang bagus dari atasan, dan hubungan antar karyawan yang harmonis dalam perusahaan akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Faktor ketiga adalah gaji atau

(21)

insentif. Seseorang bekerja untuk mendapatkan imbalan yang bersifat finansial, atau untuk mendapatkan sumber pendapatan yang akan meningkatkan status sosialnya atau standar kehidupannya. Karyawan menginginkan sistem kompensasi dan kebijakan promosi yang adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan.

Faktor lainnya yang mempengaruhi kepuasan kerja adalah keadilan organisasi. Fatt et al (dalam Putra dan Putra, 2014), menyimpulkan bahwa keadilan yang dirasakan karyawan di dalam organisasi dapat mempengaruhi tingkat kepuasan kerja pada karyawan. Keadilan organisasi menjadi suatu hal yang penting untuk diteliti karena keadilan merupakan penentu yang kuat dari perilaku seseorang dalam organisasi (Harder dalam Sabatti, 2009). Perlakuan adil atau tidak adil yang didapatkan di perusahaan akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yang dapat mengakibatkan tinggi rendahnya produktivitas kerja karyawan. Keadilan organisasi adalah sesuatu yang mendasari persepsi karyawan tentang adanya keadilan di tempat kerjanya (Putra dan Putra, 2014).

Menurut Cropanzano et al (dalam Putra dan Putra, 2014), organisasi memiliki tiga dimensi yang menjadi dasar dalam menilai keadilan yaitu keadilan distributif, keadilan interaksional, dan keadilan prosedural. Ketiga dimensi keadilan tersebut sangat berkaitan dengan faktor-faktor kepuasan kerja. Keadilan prosedural didefinisikan sebagai keadilan yang dirasakan

(22)

melalui kebijakan dan prosedur yang digunakan dalam membuat keputusan dalam lingkungan kerja. Sedangkan keadilan distributif mengacu pada sejauh mana karyawan mempersepsikan keadilan dari outcome yang mereka terima dibandingkan dengan karyawan yang lain. Outcome yang dimaksudkan seperti: gaji, reward, jadwal kerja, beban kerja dan tanggung jawab. Keadilan interaksional didefefinisikan sebagai keadilan yang menyangkut hubungan antarpersonal pimpinan dengan karyawan (Kadaruddin dkk, 2013).

Berdasarkan fenomena dan hasil wawancara peneliti dengan para narasumber, peneliti ingin mengetahui hubungan antara keadilan organisasi dengan kepuasan kerja pada karyawan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

“Apakah terdapat hubungan antara keadilan organisasi dengan

kepuasan kerja karyawan?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara keadilan

organisasi dengan kepuasan kerja pada karyawan.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa manfaat teoretis dan manfaat praktis.

(23)

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi yang bermanfaat khususnya dalam bidang Psikologi Industri dan Organisasi yang berkaitan dengan keadilan organisasi dan kepuasan kerja karyawan. 2. Manfaat Praktis

a. Bagi Subjek Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan refleksi bagi subjek mengenai pentingnya memiki kepuasan kerja dan pentingnya mendapatkan keadilan dalam instansi terkait.

b. Bagi Perusahaan

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi untuk dapat mempertahankan karyawan secara optimal terhadap kepuasan kerja karyawan dan sebagai tambahan informasi tentang persepsi para karyawan terhadap keadilan perusahaan, sehingga dapat menjadi bahan evaluasi untuk mencegah atau mengurangi jika terjadi ketidakadilan pada instansi terkait.

(24)

8

BAB II

LANDASAN TEORI

A. KEADILAN ORGANISASI

1. Pengertian Keadilan Organisasi

Keadilan organisasi merupakan persepsi karyawan terhadap keadilan di dalam perusahaan (Greenberg, 1990). Senada dengan pendapat Greenberg (1990), pakar lain mendeskripsikan keadilan organisasi sebagai

persepsi bawahan mengenai keadilan perlakuan yang diterimanya dari

seluruh elemen organisasi (Wiyono, 2009). Pendapat ini diperkuat oleh

Sareshkeh (2012), yang menjelaskan bahwa keadilan organisasi merupakan konsep yang mengungkapkan persepsi karyawan tentang sejauh mana mereka diperlakukan secara adil dalam organisasi dan bagaimana persepsi tersebut mempengaruhi hasil organisasi.

Muchinsky (2006), menjelaskan bahwa keadilan organisasi merupakan perlakuan adil terhadap orang-orang di dalam organisasi. Hal serupa juga disampaikan oleh Moorman (1991), yang menyatakan bahwa keadilan organisasi berkaitan dengan adil atau tidaknya perlakuan yang diterima oleh karyawan dalam pekerjaan mereka.

(25)

Berdasarkan beberapa pengertian keadilan organisasi yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa keadilan organisasi adalah persepsi karyawan atas perlakuan yang diterimanya di dalam suatu organisasi.

2. Jenis-jenis Keadilan Organisasi

Muchinsky (2006) dan Faturochman (2002) merumuskan keadilan organisasi menjadi 3 jenis yaitu: keadilan prosedural, keadilan distributif, dan keadilan interaksional.

a. Keadilan Prosedural

Keadilan Prosedural didefinisikan sebagai keadilan yang dirasakan melalui kebijakan dan prosedur yang digunakan dalam membuat keputusan dalam organisasi (Greenberg, 1990). Orang-orang di dalam organisasi sangat memperhatikan dalam pembuatan keputusan secara adil, dan mereka merasa bahwa organisasi dan karyawan akan sama-sama merasa diuntungkan jika organisasi melaksanakan prosedur secara adil. Sedangkan definisi keadilan prosedural menurut Kreitner dan Kinicki (2003) adalah keadilan yang dirasakan dari proses dan prosedur yang digunakan untuk mengambil keputusan. Pendapat tersebut diperluas oleh Muchinsky (2006), yang menyatakan bahwa keadilan prosedural mengarah pada cara yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai tujuan. Hal ini berkaitan

(26)

dengan adil atau tidaknya prosedur dan peraturan yang berlaku di dalam organisasi. Sedangkan Wiyono (2009), mengatakan bahwa keadilan prosedural sebagai persepsi seseorang terhadap keadilan prosedur dan kebijakan yang digunakan untuk mengambil keputusan dalam organisasi.

Berdasarkan uraian tersebut, keadilan prosedural adalah persepsi karyawan mengenai adil atau tidaknya prosedur yang digunakan oleh perusahaan untuk mengambil keputusan.

b. Keadilan Distributif

Keadilan distributif adalah persepsi keadilan mengenai hasil yang diterima karyawan dari organisasi tempat bekerja (Wiyono, 2009). Greenberg dan Baron (2007) menyatakan bahwa keadilan distributif adalah keadilan outcome yang diterima anggota organisasi sebagai hasil dari keputusan tertentu. Dengan bahasa lain, keadilan distributif merupakan persepsi pekerja akan keadilan outcome yang diterimanya. Keadilan distributif menurut Muchinsky (2006) berkenaan dengan hasil akhir sebagai ganjaran yang diterima individu secara adil berdasarkan aturan standar tertentu. Keadilan jenis ini menyangkut masalah persepsi seseorang terhadap adil tidaknya gaji yang mereka terima (Handi & Suhariadi, 2003).

Menurut Deutsch (dalam Faturochman, 2002) menyatakan bahwa keadilan distributif berkaitan dengan distribusi keadaan dan

(27)

barang yang akan berpengaruh terhadap kesejahteraan individu, meliputi aspek-aspek fisik, psikologis, ekonomi, dan sosial. Oleh karena itu, tujuan dari distribusi dalam hal ini adalah kesejahteraan, sehingga yang didistribusikan biasanya berhubugan dengan sumber daya, ganjaran, dan keuntungan. Adams (dalam Colquitt et al, 2001) mengatakan bahwa keadilan distributif dikonseptualisasikan sebagai keadilan yang terkait dengan hasil keputusan dan distribusi sumber daya. Hasil atau sumber daya didistribusikan mungkin berwujud (misalnya, membayar) atau tidak berwujud (misalnya, pujian). Persepsi keadilan distributif dapat dipelihara outcome seimbang dengan input.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa keadilan distributif adalah persepsi karyawan mengenai keseimbangan antara yang diterima karyawan dari perusahaan dibandingkan dengan yang diberikan karyawan kepada perusahaan.

c. Keadilan Interaksional

Keadilan interaksional adalah persepsi keadilan dalam interaksi antara seorang karyawan dengan atasannya, dibandingkan dengan atasan dengan karyawan lainnya (Wiyono, 2009). Colquitt, et al (2001), menyatakan bahwa keadilan interaksional didefinisikan sebagai kualitas perlakuan interpersonal yang diterima pekerja selama pengimplementasian prosedur tertentu oleh pihak yang berwenang.

(28)

Bies dan Moag (dalam Yuwono et al, 2005) menyatakan keadilan interaksional sebagai keadilan tentang perlakuan interaksional pembuat keputusan (decision maker) terhadap bawahan atau karyawan ketika mengimplementasikan prosedur pembagian sumber daya. Dalam konteks kehidupan organisasi, perlakuan supervisor terhadap anak buah secara sopan dan hormat adalah bentuk keadilan interaksional. Kualitas perlakuan yang diterima bawahan dari interaksi

sosial yang terjadi sehari-hari dengan atasannya dapat mencerminkan

informasi mengenai status atau kedudukan sosialnya. Oleh karena itu, pekerja sangat mempedulikan keadilan interaksional (Wiyono, 2009).

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa keadilan interaksional adalah persepsi karyawan mengenai adil atau tidaknya perlakuan interpersonal yang diterima karyawan di tempat kerjanya.

3. Aspek-aspek Keadilan Prosedural, Distributif, dan Interaksional

Keadilan di dalam organisasi dapat dilihat dari keadilan secara prosedural, distributif, dan interaksional. Ketiga jenis keadilan tersebut masing-masing memiliki aspek yang menjadi indikator dalam penelitian ini. Aspek dari ketiga keadilan tersebut, yaitu:

(29)

Leventhal (dalam Faturochman, 2002 dan Colquitt, 2001) merumuskan enam aturan pokok dalam keadilan prosedural, antara lain:

1. Konsistensi. Prosedur yang adil harus konsisten terhadap setiap orang dan dari waktu ke waktu. Setiap orang memiliki hak dan diperlakukan sama dalam suatu prosedur yang sama.

2. Minimalisasi bias. Dalam upaya meminimalisasi bias, sebaiknya kepentingan individu atau pemihakan harus dihindari

3. Informasi yang akurat. Informasi yang adil haruslah akurat berdasarkan fakta, oleh karena itu harus disampaikan oleh orang yang benar-benar mengetahui permasalahan dan informasi yang disampaikan harus lengkap.

4. Dapat diperbaiki. Prosedur yang adil juga mengandung aturan yang bertujuan untuk memperbaiki kesalahan yang ada ataupun kesalahan yang mungkin akan muncul

5. Representatif. Prosedur yang adil adalah ketika melibatkan semua pihak yang bersangkutan

6. Etis. Prosedur yang adil harus berdasarkan pada standar etika dan moral

Aspek-aspek keadilan prosedural yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah aspek-aspek keadilan prosedural menurut Leventhal (dalam Faturochman, 2002 dan Colquitt, 2001), yaitu

(30)

konsistensi, minimalisasi bias, informasi yang akurat, dapat diperbaiki, representatif, dan etis. Menurut Faturochman (2002), suatu prosedur dapat dikatakan adil apabila enam aspek tersebut dapat diterapkan.

b. Aspek Keadilan Distributif

Aspek keadilan distributif yang sering digunakan adalah menurut teori equity dari Adams (Colquit, 2001). Menurut teori tersebut, keadilan distributif merupakan keseimbangan antara outcome yang diterima seseorang dengan input yang orang tersebut berikan.

Outcome adalah seluruh hal yang diterima karyawan dari perusahaan

seperti gaji, hadiah, dan fasilitas dari perusahaan. Sedangkan input adalah seluruh hal yang diberikan karyawan kepada perusahaan yang berkaitan dengan kontribusi, keterampilan, pendidikan dan pengalaman yang diberikan individu kepada perusahaan. Keadilan distibutif akan tercapai apabila outcome seimbang dengan input.

Aspek-aspek keadilan distributif yang akan dipakai dalam penelitian ini didasarkan pada teori equity yang disampaikan oleh Adams (Colquit, 2001). Outcome meliputi gaji, imbalan, dan fasilitas dari perusahaan. Sedangkan input meliputi kontribusi, keterampilan, pendidikan dan pengalaman yang diberikan individu kepada perusahaan.

(31)

c. Aspek Keadilan Interaksional

Tyler (dalam Faturochman, 2002) merumuskan tiga aspek keadilan interaksional, antara lain:

1. Penghargaan. Penghargaan terhadap status seseorang yang tercermin dalam perlakuan atasan terhadap bawahan. Semakin baik perlakuan yang diberikan, maka interaksinya dinilai semakin adil. Penghargaan tersebut dapat diberikan dalam bentuk kata-kata, sikap, ataupun tindakan.

2. Netralitas. Netralitas dapat tercapai ketika pengambilan keputusan didasarkan pada fakta, dilakukan secara objektif, dan validitasnya tinggi. Selain itu, dalam melakukan relasi sosial tidak terdapat perlakukan yang berbeda antara satu pihak dengan pihak lainnya. 3. Kepercayaan. Kepercayaan meliputi keyakinan, harapan, dan

perasaan. Kepercayaan merupakan harapan terhadap pihak lain dalam melakukan hubungan sosial dan mengandung resiko yang berasosiasi dengan harapan tersebut. Jika seseorang mempercayai orang lain namun hal tersebut tidak terbukti, maka orang tersebut akan menerima resiko seperti merasa dikhianati, kecewa, dan marah.

Aspek-aspek keadilan interaksional yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah aspek-aspek keadilan interaksional menurut Tyler (dalam Faturochman, 2002), yaitu penghargaan, netralitas

(32)

dan kepercayaan. Keadilan interaksional akan tercapai apabila tiga aspek tersebut dapat diterapkan.

4. Dampak Keadilan Organisasi

Greenberg (2001) berpendapat bahwa setiap orang meyakini bahwa untuk menjadi adil tergantung pada pendapat-pendapat yang telah disepakati secara umum tentang cara-cara yang tepat untuk mendistribusikan hasil-hasil dan cara-cara memperlakukan orang lain. Kesepakatan umum ini merupakan asal mula ekspektasi yang menjadi basis untuk memperkirakan perlakukan adil. Perilaku yang memenuhi ekspektasi ini diinterpretasikan sebagai tindakan adil, sedangkan yang melanggar ekspektasi-ekspektasi tersebut dianggap tidak adil. Jika tingkat keadilan dalam organisasi dianggap rendah oleh para anggotanya maka hal tersebut akan membuat mereka merasakan dan memiliki kepuasan kerja yang rendah juga, demikian pula sebaliknya. Keadilan organisasi yang tinggi juga menggiring pada tingginya kepuasan kerja.

Keadilan organisasi memberikan dampak yang positif dalam kemajuan organisasi atau instansi. Hal ini dikarenakan keadilan yang diterima karyawan baik secara prosedur (proses untuk memperoleh hasil), distributif (mendapatkan hasil), maupun interaksi (perlakuan interpersonal terhadap masing-masing karyawan) dapat mendukung performansi kerja karyawan. Hal ini dikarenakan secara psikologis keadilan dapat memberikan jaminan akan rasa aman (Faturochman, 2002). Rasa aman

(33)

yang diperoleh seseorang dalam kelompoknya dengan mendapatkan perlakuan yang sesuai dapat mengurangi terjadinya konflik. Rendahnya konflik yang terjadi dapat meningkatkan kepuasan kerja seseorang.

Menurut Ivancevich, et al (2008), keadilan organisasi terbukti memiliki dampak positif terhadap sejumlah reaksi perilaku dan afektif. Reaksi tersebut meliputi komitmen pada organisasi, keinginan menetap di organisasi, rasa percaya, kepuasan kerja, dan performansi kerja. Kebijakan organisasi atau instansi yang dirasa adil menurut karyawan akan meningkatkan komitmen pada organisasi yang akan menyebabkan tingginya keinginan karyawan untuk menetap di organisasi dan mengurangi intensitas turnover. Keadilan dalam pembuatan kebijakan tersebut juga menyebabkan kepuasan kerja pada karyawan. Oleh karena itu, karyawan akan meningkatkan usaha kerja dan performansi kerjanya. Selain itu, menurut Hasmarini (2008), karyawan yang merasakan keadilan atas pengalokasian imbalan di perusahaan mereka, akan membuat karyawan semakin puas atas pekerjaan mereka. Begitu juga sebaliknya, karyawan yang tidak merasakan keadilan atas pengalokasian imbalan di perusahaan mereka, akan membuat karyawan merasa tidak puas dengan pekerjaan mereka. Perlakuan yang adil juga akan menyebabkan karyawan merasa menjadi warga dari organisasi dan memiliki rasa percaya terhadap supervisiornya (Ivancevich et al, 2008).

(34)

Jika karyawan merasa diperlakukan adil, motivasi kerja mereka akan terpelihara, sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih stabil. Sebaliknya, jika karyawan merasa diperlakukan tidak adil, mereka akan berusaha meminimalkan ketidakadilan tersebut dengan berbagai macam cara sehingga beresiko menurunkan kinerjanya (Riggio, 2009).

B. KEPUASAN KERJA

1. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan, sikapnya, senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja (Rivai, 2005). Kepuasan kerja merupakan sesuatu yang bersifat individual. Semakin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keinginan individu, maka semakin tinggi kepuasan terhadap kegiatan tersebut. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh As’ad (2002), bahwa pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu akan mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda tergantung penilaian individu.

Davis dan Newstrom (2001), menambahkan bahwa kepuasan kerja merupakan suatu perasaan senang atau tidak senang pegawai terhadap pekerjaannya sebagai hasil evaluasi menyeluruh terhadap aspek-aspek kerja. Senada dengan Davis dan Newstrom (2001), menurut Riggio (2009), kepuasan kerja terdiri dari perasaan dan perilaku positif maupun negatif mengenai pekerjaan mereka. Semua aspek pekerjaan, baik dan

(35)

buruk, positif dan negatif, cenderung akan memberikan kontribusi terhadap perasaan puas atau tidak puas pada karyawan. Menurut Luthans (2005) kepuasan kerja sebagai suatu pernyataan emosional yang positif, yang diakibatkan atau dihasilkan dari penilaian terhadap pekerjaan atau pengalaman kerja mereka.

Berdasarkan beberapa pengertian kepuasan kerja yang telah diuraikan tersebut, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan positif (puas) maupun negative (tidak puas) yang dimiliki karyawan mengenai pekerjaannya.

2. Aspek Kepuasan Kerja

Terdapat dua pendekatan dalam mempelajari kepuasan kerja, yaitu pendekatan global (global approach) dan pendekatan aspek (facet

approach) (Spector, 2008). Pendekatan global melihat kepuasan kerja

sebagai kesatuan dari perasaan individu secara menyeluruh terhadap pekerjaannya. Disisi lain, pendekatan aspek berfokus pada berbagai aspek pekerjaan, seperti reward, rekan kerja atau supervisors, dan pekerjaan itu sendiri (Spector, 2008).

Penelitian ini menggunakan pendekatan aspek (facet approach) yang mengukur kepuasan kerja berdasarkan 9 aspek kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Spector (2008), yang meliputi gaji, promosi, supervisi, tunjangan tambahan, penghargaan, prosedur dan peraturan kerja, rekan kerja, pekerjaan itu sendiri, dan komunikasi. Peneliti lebih memilih

(36)

menggunakan facet approach karena pendekatan aspek lebih

menunjukkan gambaran yang lebih lengkap mengenai kepuasan kerja, karena dalam pengukurannya yang diukur adalah kepuasan individu terhadap berbagai aspek pekerjaan. Individu umumnya mempunyai tingkat kepuasan kerja yang berbeda terhadap berbagai aspek dari pekerjaan. Seseorang dapat merasa puas terhadap beberapa aspek pekerjaan, namun merasa tidak puas terhadap aspek pekerjaan lainnya (Spector, 2008). Selain itu, pendekatan aspek dapat membantu menunjukkan area khusus yang tidak memuaskan yang dapat dipakai sebagai target perbaikan kepuasan kerja (Locke dalam Riggio, 2009) sehingga dapat membantu manajer mengatasi masalah kepuasan kerja di perusahaan (Robbins, 2007).

Spector (2008), sebagai salah satu pakar psikologi mengemukakan beberapa aspek kepuasan kerja yang meliputi:

1. Gaji

Aspek ini berkaitan dengan gaji yang diterima dan adanya kenaikan gaji, yaitu besarnya gaji yang diterima sesuai dengan tingkat pekerjaan yang dianggap sepadan.

2. Promosi

Aspek ini berkaitan dengan sejauh mana kepuasan karyawan sehubungan dengan kebijaksanaan promosi, kesempatan untuk mendapat promosi. Kebijakan promosi harus dilakukan secara adil

(37)

yaitu setiap karyawan yang melakukan pekerjaan dengan baik mempunyai kesempatan yang sama untuk promosi.

3. Supervisi

Aspek ini berkaitan dengan kepuasan kerja seseorang terhadap atasannya. Karyawan lebih suka bekerja dengan atasan yang bersikap mendukung, penuh pengertian, hangat dan bersahabat, memberi pujian atas kinerja yang baik dari bawahan, dan memusatkan perhatian kepada karyawan (employee centered), dari pada bekerja dengan atasan yang bersifat acuh tak acuh, kasar, dan memusatkan pada pekerjaan (job centered).

4. Tunjangan Tambahan

Aspek ini berkaitan dengan sejauh mana individu merasa puas terhadap tunjangan tambahan yang diterima dari perusahaan. Tunjangan tambahan diberikan kepada karyawan secara adil dan sebanding.

5. Penghargaan

Aspek ini berkaitan dengan sejauh mana individu merasa puas terhadap penghargaan yang diberikan berdasarkan hasil kerja. Spector berpendapat bahwa setiap individu ingin usaha, kerja keras dan pengabdian yang dilakukan karyawan untuk kemajuan perusahaan dihargai dan juga mendapat imbalan yang semestinya.

(38)

Aspek ini berkaitan dengan prosedur dan peraturan di tempat kerja. Hal-hal yang berhubungan dengan prosedur dan peraturan di tempat kerja mempengaruhi kepuasan kerja seorang individu seperti birokrasi dan beban kerja.

7. Rekan Kerja

Aspek ini berkaitan dengan hubungan dengan rekan kerja misalnya adanya hubungan dengan rekan kerja yang menyenangkan, rukun dan saling melengkapi.

8. Pekerjaan itu sendiri

Aspek ini berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri, seperti kesempatan rekreasi dan variasi tugas, kesempatan untuk menyibukkan diri, peningkatan pengetahuan, tanggung jawab, otonomi, kompleksitas kerja dan sejauh mana pekerjaan itu tidak bertentangan dengan hari nurani.

9. Komunikasi

Aspek ini berkaitan dengan komunikasi yang berlangsung dalam perusahaan. Dengan komunikasi yang lancar, karyawan menjadi lebih paham akan tugas-tugas, kewajiban-kewajiban, dan segala sesuatu yang terjadi di dalam perusahaan.

(39)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Faktor-faktor yang menentukan kepuasan kerja menurut Robbins (1996) adalah:

a. Kerja yang secara mental mendukung

Karyawan lebih cenderung menyukai pekerjaan-pekerjan yang memberi mereka kesempatan untuk menggunakan ketrampilan dan kemampuan mereka dan menawarkan beragam tugas, kebebasan, dan umpan balik mengenai betapa baik mereka mengerjakan. Karakteristik tersebut membuat kerja secara mental menantang. Pekerjaan yang kurang menantang menciptakan kebosanan, tetapi yang terlalu banyak menantang menciptakan frustasi dan perasaan gagal. Kondisi kerja dengan tantangan yang sedang, karyawan akan mengalami kesenangan dan kepuasan.

b. Ganjaran yang pantas

Karyawan cenderung menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan adil sesuai harapan mereka. Apabila promosi dan upah dipandang adil berdasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu, dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar karyawan akan merasa puas.

c. Kondisi kerja yang mendukung

Karyawan lebih menyukai lingkungan kerja yang baik untuk kenyamanan pribadi maupun untuk memudahkan mengerjakan tugas

(40)

pekerjaan. Lingkungan kerja yang dianggap baik adalah lingkungan kerja yang tidak berbahaya atau merepotkan, temperatur, cahaya, dan kondisi lingkungan fisik lain yang tidak terlalu ekstrem, artinya tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit.

Faktor-faktor yang menentukan kepuasan kerja menurut Yuwono dan Khajar (2005), antara lain:

a. Pekerjaan itu sendiri

Pekerjaan yang dapat memuaskan karyawan adalah pekerjaan yang memberikan status pada karyawannya. Karyawan cenderung menyukai pekerjaan yang menawarkan bermacam tugas dan tantangan yang dapat mengembangkan potensi dirinya.

b. Gaji atau insentif

Seseorang bekerja untuk mendapatkan imbalan yang bersifat finansial, atau untuk mendapatkan sumber pendapatan yang akan meningkatkan status sosialnya atau standar kehidupannya. Karyawan menginginkan sistem kompensasi dan kebijakan promosi yang adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar pengupahan. Gaji atau kompensasi yang dipersepsikan adil menurut karyawan akan menyebabkan kepuasan kepuasan kerja pada karyawan tersebut. c. Kesempatan mendapat promosi, supervisi, kolega kerja

(41)

Kesempatan mendapat promosi, supervisi, kolega kerja yang bagus akan mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Adanya kesempatan promosi jabatan yang adil, mutu pengawasan yang bagus dari atasan, dan hubungan antar karyawan yang harmonis dalam perusahaan akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan. d. Rekan kerja yang mendukung

Seorang karyawan tidak hanya mempunyai kebutuhan akan uang dan prestasi saja, karyawan juga mempunyai kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain atau karyawan lain. Rekan kerja yang ramah dan mendukung dapat meningkatkan kepuasan karyawan. e. Kesesuaian kepribadian dan pekerjaan

Karakteristik kepribadian seorang karyawan yang sesuai dengan karakteristik pekerjaannya akan dapat membuat seorang karyawan lebihmerasa puas terhadap pekerjaannya.

Kreitner dan Knicki (2005) menyatakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya kepuasan kerja, yaitu:

a. Pemenuhan Kebutuhan

Kepuasan yang ditentukan oleh tingkatan karakteristik pekerjaan memberikan kesempatan kepada karyawan untuk memenuhi kebutuhannya

(42)

Kepuasan merupakan fungsi dari seberapa adil individu diperlakukan di tempat kerja.

c. Komponen genetik. Model ini didasarkan pada keyakinan bahwa kepuasan kerja sebagian merupakan fungsi sifat pribadi dan faktor genetik. Model menyiratkan perbedaan individu hanya mempunyai arti penting untuk menjelaskan kepuasan kerja seperti halnya karakteristik lingkungan pekerjaan.

d. Perbedaan

Model ini menyatakan bahwa kepuasan merupakan suatu hasil memenuhi harapan. Pemenuhan harapan mencerminkan perbedaan antara apa yang diharapkan dan apa yang diperoleh karyawan dalam mengemban pekerjaan

e. Pencapaian nilai

Kepuasan merupakan hasil dari persepsi pekerjaan yang memberikan pemenuhan nilai kerja individual yang penting

Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor yang menentukan kepuasan kerja adalah faktor psikologis, faktor sosial, faktor fisik, dan faktor finansial. Faktor psikologis merupakan faktor yang berhubungan dengan kejiwaan karyawan yang meliputi: kesesuaian kepribadian dan pekerjaan, ketentraman dalam bekerja, sikap terhadap kerja, keterampilan dan dan persepsi terhadap balas jasa yang adil dan layak. Faktor sosial merupakan

(43)

faktor yang berhubungan dengan interaksi sosial, baik antara sesama pegawai maupun dengan atasan, rekan kerja yang mendukung, dan sikap pimpinan dalam menjalankan kepemimpinan. Sedangkan faktor fisik merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi fisik lingkungan kerja karyawan yang meliputi: jenis pekerjaan, pengaturan waktu kerja dan istirahat, perlengkapan kerja, keadaan ruangan, suhu udara, dan penerangan. Faktor finansial merupakan faktor yang berhubungan dengan jaminan serta kesejahteraan karyawan yang meliputi: kesempatan mendapat promosi, jaminan sosial, macam-macam tunjangan, fasilitas yang diberikan, dan sistem besarnya gaji atau upah karyawan.

C. Dinamika Hubungan Antara Keadilan Organisasi dengan Kepuasan

Kerja

Keadilan organisasi merupakan persepsi karyawan atas perlakuan yang diterimanya di dalam suatu organisasi. Secara psikologis, keadilan organisasi dapat memberikan jaminan akan rasa aman dalam diri karyawan (Faturochman, 2002). Rasa aman yang diperoleh seseorang dalam kelompoknya dengan mendapatkan perlakuan yang sesuai dapat mengurangi terjadinya konflik. Riggio (2009) menambahkan bahwa jika karyawan merasa diperlakukan adil, motivasi kerja mereka akan terpelihara, sehingga mereka dapat bekerja dengan lebih stabil. Sebaliknya, jika karyawan merasa diperlakukan tidak adil, mereka akan berusaha meminimalkan ketidakadilan

(44)

tersebut dengan berbagai macam cara sehingga beresiko menurunkan kinerjanya.

Terdapat tiga jenis keadilan organisasi, yaitu keadilan prosedural, keadilan distributif, dan keadilan interaksional (Muchinsky, 2006; Faturochman, 2002). Keadilan prosedural berkaitan dengan adil atau tidaknya prosedur yang digunakan oleh perusahaan untuk mengambil keputusan.

Leventhal (dalam Faturochman, 2002 dan Colquitt, 2001) merumuskan enam aspek dalam keadilan prosedural. Bila setiap aspek tersebut dapat dipenuhi, suatu prosedur dapat dikatakan adil. Enam aspek tersebut adalah adanya prosedur yang konsisten, prosedur yang minim bias, adanya informasi yang akurat, adanya prosedur yang dapat diperbaiki, adanya prosedur yang representative, dan adanya prosedur yang etis.

Keadilan prosedural sebagai salah satu jenis keadilan organisasi yang menumbuhkan rasa aman dalam bekerja. Rasa aman dalam bekerja tersebut merupakan kondisi kerja yang baik. Kondisi kerja yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap karyawan, sehingga karyawan lebih

termotivasi dan mereka dapat bekerja dengan lebih stabil (Riggio, 2009).

Dengan adanya prosedur dan pengambilan keputusan yang adil di dalam lingkungan kerja juga akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan (Hasmarini, 2008). Selain itu, Menurut Rivai (2005), keadilan prosedural memberi pengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Sistem atau prosedur yang

(45)

adil dapat mengindikasikan bahwa seorang penilai cukup menghargai martabat orang yang dinilainya dalam pembuatan keputusan.

Mossholdere et al (dalam Hasmarini, 2008) melakukan analisis terhadap konteks keadilan prosedural pada tingkat individual dan tingkat unit kerja. Hasil analisis menunjukkan bahwa individu-individu yang menjadi bagian unit-unit kerja dengan persepsi keadilan prosedural yang lebih tinggi cenderung memiliki tingkat kepuasan kerja yang lebih tinggi pula. Sebaliknya, jika karyawan tidak merasakan keadilan, mereka dapat mengeluh, melakukan demonstrasi, menjadi tidak patuh, mencuri properti organisasi, atau menghindari sebagian tanggung jawab kerja mereka (Robbins & Judge, 2007).

Keadilan distributif berkaitan dengan adil atau tidaknya hasil yang diterima karyawan dari perusahaan (outcome) dibandingkan dengan yang diberikan karyawan kepada perusahaan (input). Keadilan distibutif akan tercapai apabila outcome seimbang dengan input. Outcome meliputi gaji, hadiah, dan fasilitas dari perusahaan. Sedangkan input meliputi kontribusi, keterampilan, pendidikan dan pengalaman yang diberikan individu kepada perusahaan. Keadilan distributif sebagai salah satu jenis keadilan organisasi yang juga menumbuhkan rasa aman dalam bekerja. Rasa aman dalam bekerja tersebut merupakan kondisi kerja yang baik. Kondisi kerja yang baik akan memberikan pengaruh positif terhadap karyawan, sehingga karyawan lebih

(46)

Lee dan Farh (dalam Hasmarini, 2008) menemukan bahwa kenaikan gaji atau bonus yang lebih tinggi cenderung dipersepsikan dengan adanya kenaikan hasil yang lebih adil dan lebih memuaskan. Selain itu, menurut Rivai (2005), keadilan distributif memberi pengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Pendistribusian imbalan yang seimbang dalam organisasi yang mencakup pembayaran, promosi, status, evaluasi kinerja, masa kerja, memiliki pengaruh signifikan pada kepuasan kerja, kualitas kerja, dan efektivitas organisasi. Sebaliknya, jika karyawan tidak merasakan keadilan, mereka dapat mengeluh, melakukan demonstrasi, menjadi tidak patuh, mencuri properti organisasi, atau menghindari sebagian tanggung jawab kerja mereka (Robbins & Judge, 2007).

Keadilan interaksional berkaitan dengan adil atau tidaknya perlakuan interpersonal yang diterima karyawan di tempat kerjanya. Perlakuan tersebut bisa berupa penghargaan, netralitas dan kepercayaan. Seperti keadilan prosedural dan keadilan distributif, keadilan interaksional juga menumbuhkan rasa aman dalam bekerja. Rasa aman yang diperoleh seseorang dalam kelompoknya dengan mendapatkan perlakuan yang sesuai tersebut dapat

mengurangi terjadinya konflik. Selain itu, perlakuan yang adil juga akan

menyebabkan karyawan merasa menjadi warga dari organisasi dan memiliki rasa percaya terhadap supervisiornya (Ivancevich et al, 2008). Sebaliknya, jika karyawan tidak merasakan keadilan, mereka dapat mengeluh, melakukan demonstrasi, muncul ketegangan, menjadi tidak patuh, mencuri properti

(47)

organisasi, atau menghindari sebagian tanggung jawab kerja mereka (Robbins & Judge, 2007).

Sutrisno (2012), menyatakan bahwa setiap manusia selalu menginginkan keadilan sebagai penggerak yang memotivasi mereka dalam bekerja sehingga memperoleh kepuasan dari pekerjaan yang dimilikinya. Perlakuan adil atau tidak adil yang didapatkan di perusahaan akan mempengaruhi kepuasan kerja karyawan yang dapat mengakibatkan tinggi rendahnya produktivitas kerja karyawan. Jika tingkat keadilan dalam organisasi dianggap rendah oleh para karyawan, maka hal tersebut akan membuat mereka merasakan dan memiliki kepuasan kerja yang rendah. Demikian pula sebaliknya, keadilan organisasi yang tinggi juga menggiring pada tingginya kepuasan kerja (Greenberg, 2001).

Kepuasan kerja adalah keadaan emosional baik positif (puas) maupun negatif (tidak puas) yang dimiliki karyawan mengenai pekerjaannya. Karyawan yang merasa diperlakukan adil secara prosedural, distributif dan interaksional oleh perusahaan akan merasa aman, termotivasi dan bekerja dengan stabil. Dengan kata lain, karyawan yang merasa diperlakukan adil secara prosedural, distributif dan interaksional oleh perusahaan akan memiliki kepuasan kerja yang tinggi. Sedangkan, karyawan yang merasa tidak diperlakukan adil secara prosedural, distributif dan interaksional oleh perusahaan akan memiliki kepuasan kerja yang rendah.

(48)

D. Skema Penelitian

Berdasarkan pemikiran diatas, dapat diperjelas melalui hubungan antara keadilan organisasi dengan kepuasan kerja seperti yang ditunjukkan dalam skema penelitian sebagai berikut :

a. Skema Hubungan Antara Keadilan Prosedural dengan Kepuasan Kerja Keadilan

Prosedural

Prosedur yang konsisten, minimal bias, akurat,

dapat diperbaiki, representatif dan etis

Dinilai adil Dinilai tidak/ kurang adil Adanya rasa aman, kondisi kerja yang baik, mengurangi konflik Kepuasan Kerja Tinggi Tidak adanya rasa aman, kondisi kerja yang buruk, terjadi konflik Kepuasan Kerja Rendah

(49)

b. Skema Hubungan Antara Keadilan Distributif dengan Kepuasan Kerja Keadilan Distributif Input (kontribusi, keterampilan, pendidikan, pengalaman)

= Output (gaji, hadiah, fasilitas)

Dinilai adil Dinilai tidak/ kurang adil Adanya rasa aman, karyawan termotivasi, mengurangi konflik Tidak adanya rasa aman, motivasi rendah, terjadi konflik Kepuasan Kerja Tinggi Kepuasan Kerja Rendah

(50)

c. Skema Hubungan Antara Keadilan Interaksional dengan Kepuasan Kerja Keadilan Interaksional - Netralitas - Kepercayaan - Penghargaan Dinilai tidak/ kurang adil Dinilai adil Adanya rasa aman, karyawan termotivasi, mengurangi konflik Tidak adanya rasa aman, motivasi rendah, terjadi konflik Kepuasan Kerja Tinggi Kepuasan Kerja Rendah

(51)

E. Hipotesis

1. Terdapat hubungan positif antara keadilan prosedural dengan kepuasan kerja karyawan. Semakin tinggi keadilan prosedural, maka semakin tinggi pula kepuasan kerja karyawan. Sebaliknya, semakin rendah keadilan prosedural, maka semakin rendah kepuasan kerja karyawan.

2. Terdapat hubungan positif antara keadilan distributif dengan kepuasan kerja karyawan. Semakin tinggi keadilan distributif, maka semakin tinggi pula kepuasan kerja karyawan. Sebaliknya, semakin rendah keadilan distributif, maka semakin rendah kepuasan kerja karyawan.

3. Terdapat hubungan positif antara keadilan interaksional dengan kepuasan kerja karyawan. Semakin tinggi keadilan interaksional, maka semakin tinggi pula kepuasan kerja karyawan. Sebaliknya, semakin rendah keadilan interaksional, maka semakin rendah kepuasan kerja karyawan.

(52)

36

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional (Santoso, 2010). Penelitian korelasional bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2010). Dalam penelitian ini, korelasi yang dimaksud adalah hubungan antara keadilan organisasi dengan kepuasan kerja.

B. Variabel Penelitian

Terdapat dua variabel yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:

1. Variabel bebas adalah Keadilan Organisasi, meliputi: a. Keadilan prosedural

b. Keadilan distributif c. Keadilan interaksional

2. Variabel tergantung adalah Kepuasan Kerja

C. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristik variabel tersebut yang dapat diamati (Azwar, 2010). Definisi operasional variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(53)

1. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah perasaan positif (puas) maupun negatif (tidak puas) yang dimiliki karyawan mengenai pekerjaannya. Kepuasan kerja dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala kepuasan kerja yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek kepuasan kerja, meliputi gaji, promosi, supervisi, tunjangan tambahan, penghargaan, prosedur dan peraturan kerja, rekan kerja, pekerjaan itu sendiri, serta komunikasi. Semakin tinggi skor total pada skala kepuasan kerja yang diperoleh, semakin tinggi kepuasan kerja yang dimiliki subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor total pada skala kepuasan kerja yang diperoleh, semakin rendah kepuasan kerja yang dimiliki subjek.

2. Keadilan Organisasi

Keadilan organisasi adalah persepsi karyawan atas perlakuan yang diterimanya di dalam suatu organisasi.

a. Keadilan Prosedural

Keadilan prosedural adalah persepsi karyawan mengenai adil atau tidaknya prosedur yang digunakan oleh perusahaan untuk mengambil keputusan. Keadilan prosedural dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala keadilan prosedural yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek keadilan prosedural, meliputi konsistensi, minimalisasi bias, informasi yang akurat, dapat diperbaiki, representatif, dan etis. Semakin tinggi skor total

(54)

pada skala keadilan prosedural yang diperoleh, semakin tinggi keadilan prosedural yang dimiliki subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor total pada skala keadilan prosedural yang diperoleh, semakin rendah keadilan prosedural yang dimiliki subjek.

b. Keadilan Distributif

Keadilan distributif adalah persepsi karyawan mengenai keseimbangan antara yang diterima karyawan dari perusahaan dibandingkan dengan yang diberikan karyawan kepada perusahaan. Keadilan distributif dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala keadilan distributif yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek keadilan distributif, meliputi gaji, hadiah, dan fasilitas dari perusahaan (Outcome), serta kontribusi, keterampilan, pendidikan dan pengalaman yang diberikan individu kepada perusahaan (input). Semakin tinggi skor total pada skala keadilan distributif yang diperoleh, semakin tinggi keadilan distributif yang dimiliki subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor total pada skala keadilan distributif yang diperoleh, semakin rendah keadilan distributif yang dimiliki subjek.

c. Keadilan Interaksional

Keadilan interaksional adalah persepsi karyawan mengenai adil atau tidaknya perlakuan interpersonal yang diterima karyawan di tempat kerjanya. Keadilan interaksional dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala keadilan interaksional berdasarkan

(55)

aspek keadilan interaksional, meliputi penghargaan, netralitas dan kepercayaan. Semakin tinggi skor total pada skala keadilan interaksional yang diperoleh, semakin tinggi keadilan interaksional yang dimiliki subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor total pada skala keadilan interaksional yang diperoleh, semakin rendah keadilan interaksional yang dimiliki subjek.

D. Subjek Penelitian

Menurut Azwar (2010), populasi merupakan kelompok subjek yang akan digeneralisasikan dengan hasil penelitian sedangkan sampel adalah bagian dari populasi. Oleh karena itu, sampel harus memiliki ciri-ciri yang sama dengan populasinya. Populasi dalam penelitian ini merupakan karyawan yang bekerja di wilayah Yogyakarta. Sedangkan subjek dalam penelitian ini adalah karyawan tetap yang bekerja minimal selama 1 tahun dari beberapa perusahaan yang bersedia dijadikan lokasi penelitian. tetap yang bekerja di wilayah Yogyakarta dan telah bekerja selama 1 tahun. Peneliti memilih karyawan yang telah bekerja 1 tahun dengan asumsi bahwa masa kerja selama itu dianggap sudah memahami kondisi pekerjaannya dan sudah dirasa cukup untuk memberikan penilaian terhadap keadilan organisasi.

Metode pengampilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik non-probability sampling. Teknik non-probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah convenience sampling. Teknik

(56)

kemudahan menemukan sampel. Sampel dapat dipilih pada waktu, situasi dan tempat yang tepat (Prasetyo dan Jannah, 2008).

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menyebarkan skala kepada para karyawan. Sedangkan alat pengumpulan data yang digunakan adalah skala. Skala merupakan suatu alat ukur berupa pertanyaan atau pernyataan yang memiliki stimulus untuk mengungkap indikator perilaku sehingga dapat memancing jawaban yang menggambarkan tentang keadaan dirinya, sehingga respon subjek tersebut dapat diinterpretasi (Azwar, 2010). Skala yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam skala tertutup. Skala tertutup terdiri atas pertanyaan atau pernyataan dengan sejumlah jawaban tertentu sebagai pilihan (Nasution, 2011). Penelitian ini menggunakan 2 skala, yaitu skala kepuasan kerja dan skala keadilan organisasi. Skala kepuasan kerja bertujuan untuk mengukur tinggi rendahnya kepuasan kerja yang dimiliki oleh karyawan di wilayah Yogyakarta. Skala keadilan organisasi bertujuan untuk mengukur tinggi rendahnya keadilan yang terdapat pada organisasi di wilayah Yogyakarta sesuai dengan aspek-aspek yang telah ditetapkan. 1. Skala Kepuasan Kerja

Skala ini dibuat dengan mengacu pada aspek-aspek kepuasan kerja yang dikemukakan oleh Spector (2008) yang meliputi gaji, promosi, supervisi, tunjangan tambahan, penghargaan, prosedur dan peraturan kerja, rekan kerja, pekerjaan itu sendiri, serta komunikasi.

(57)

Skala ini dibuat untuk mengungkapkan kepuasan yang dimiliki oleh karyawan. Skala kepuasan kerja dibuat dalam bentuk skala likert yang terdiri dari 4 respon pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).

Menurut Supratiknya (2014), kategori penilaian untuk masing-masing item favorable adalah nilai 4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak setuju (STS). Sedangkan untuk masing-masing item unfavorable adalah nilai 1 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S), nilai 3 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Penggunaan jumlah genap opsi respon bertujuan untuk memaksa subjek memilih jawaban favorable atau unfavorable, artinya tidak memberi kesempatan kepada subjek memberikan respon netral. Skala ini disusun secara khusus oleh peneliti sesuai dengan tujuan penelitian dan tidak mengacu atau memodifikasi skala kepuasan kerja yang sudah ada. Berikut ini blue print skala kepuasan kerja sebelum uji coba.

Tabel 1

Blue Print Skala Kepuasan Kerja Sebelum Uji Coba

Aspek Favorable Unfavorable Total

Gaji 3 3 6

Promosi 3 3 6

Supervisi 3 3 6

Tunjangan tambahan 3 3 6

Penghargaan 3 3 6

Prosedur dan Peraturan Kerja

3 3 6

Pekerjaan itu sendiri 3 3 6

(58)

Komunikasi 3 3 6 Total 27 item (50%) 27 item (50%) 54 (100%) 2. Skala Keadilan Organisasi

Skala keadilan organisasi terdiri dari item-item favorable dan unfavorable. Item favorable adalah item yang isinya mendukung atau memihak atribut yang diukur. Sebaliknya, item unfavorable adalah item yang bersifat negative dan tidak mendukung atribut yang diukur (Azwar, 2010). Skala keadilan organisasi meliputi 3 bagian skala yang terdiri dari 3 jenis keadilan organisasi, yaitu keadilan prosedural, keadilan distributif dan keadilan interaksional.

a. Skala Keadilan Prosedural

Keadilan prosedural diukur dengan menggunakan skala keadilan prosedural yang disusun oleh peneliti. Aspek-aspek yang diukur dalam skala keadilan prosedural tersebut adalah aspek-aspek keadilan prosedural menurut Leventhal (dalam Faturochman, 2002 dan Colquitt, 2001), yaitu konsistensi, minimalisasi bias, informasi yang akurat, dapat diperbaiki, representatif, dan etis.

Setiap item pada skala keadilan prosedural menggunakan skala likert yang terdiri dari 4 respon pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Menurut Supratiknya (2014), kategori penilaian untuk masing-masing item favorable adalah nilai 4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak setuju (STS). Sedangkan untuk

(59)

masing-masing item unfavorable adalah nilai 1 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S), nilai 3 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Skala ini disusun secara khusus oleh peneliti sesuai dengan tujuan penelitian dan tidak mengacu atau memodifikasi skala keadilan prosedural yang sudah ada. Berikut ini blue print skala keadilan prosedural sebelum uji coba.

Tabel 2

Blue Print Skala Keadilan Prosedural

Aspek Favorable Unfavorable Total

Konsistensi 2 2 4

Minimalisasi bias 2 2 4 Informasi yang akurat 2 2 4 Dapat diperbaiki 2 2 4 Representatif 2 2 4

Etis 2 2 4

Total 12 item (50%) 12 item (50%) 24 (100%)

b. Skala Keadilan Distributif

Keadilan distributif diukur dengan menggunakan skala keadilan distributif yang disusun oleh peneliti. Masing-masing dalam skala ini mengukur kesimbangan antara outcome dengan input yang didasarkan pada teori equity yang disampaikan oleh Colquit (2001). Outcome meliputi gaji, hadiah, dan fasilitas dari perusahaan. Sedangkan input meliputi kontribusi, keterampilan, pendidikan dan pengalaman yang diberikan individu kepada perusahaan.

(60)

Setiap item pada skala keadilan distributif menggunakan skala likert yang terdiri dari 4 respon pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Menurut Supratiknya (2014), kategori penilaian untuk masing-masing item favorable adalah nilai 4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak setuju (STS). Sedangkan untuk masing-masing item unfavorable adalah nilai 1 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S), nilai 3 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Skala ini disusun secara khusus oleh peneliti sesuai dengan tujuan penelitian dan tidak mengacu atau memodifikasi skala keadilan distributif yang sudah ada. Berikut ini blue print skala keadilan distributif sebelum uji coba.

Tabel 3

Blue Print Skala Keadilan Distributif

Aspek Favorable Unfavorable Total Outcome = input 5 5 10

Total 5 item (50%) 5 item (50%) 10 (100%)

c. Skala Keadilan Interaksional

Keadilan interaksional diukur dengan menggunakan skala keadilan interaksional yang disusun oleh peneliti. Aspek-aspek yang diukur dalam skala keadilan interaksional tersebut adalah aspek-aspek keadilan interaksional menurut Tyler (dalam

(61)

Faturochman, 2002), yaitu penghargaan, netralitas dan kepercayaan.

Setiap item pada skala keadilan interaksional menggunakan skala likert yang terdiri dari 4 respon pilihan jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Menurut Supratiknya (2014), kategori penilaian untuk masing-masing item favorable adalah nilai 4 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 3 untuk Setuju (S), nilai 2 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak setuju (STS). Sedangkan untuk masing-masing item unfavorable adalah nilai 1 untuk Sangat Setuju (SS), nilai 2 untuk Setuju (S), nilai 3 untuk Tidak Setuju (TS), dan nilai 4 untuk Sangat Tidak Setuju (STS). Skala ini disusun secara khusus oleh peneliti sesuai dengan tujuan penelitian dan tidak mengacu atau memodifikasi skala keadilan interaksional yang sudah ada. Berikut ini blue print skala keadilan interaksional sebelum uji coba.

Tabel 4

Blue Print Skala Keadilan Interaksional

Aspek Favorable Unfavorable Total

Penghargaan 4 4 8

Netralitas 4 4 8

Kepercayaan 4 4 8

Referensi

Dokumen terkait

The stem structure consist of epidermal (one layer), cortex (7-8 cell layers), extra xilary fiber (I-2 cell layers) and vascular bundles (amphicribral type) in three circum-ference.

yang mengikuti semua standarisasi peralatan listrik seperti cara penggambaran dan kode- kode pengaman dalam pemasangannya, maka menjadi tanggung jawab kita untuk. menggunakan

Denagan aneka makanan dan minuman yang enak dan segar dengan harga yang bias dicapai oleh semua golongan masyarakat sehingga hal tersebutlah yang menyebabkan ketertarikan saya

Fasilitas yang disediakan oleh penulis dalam perancangan ini adalah kapel sebagai tempat berdoa baik bagi komunitas maupun masyarakat sekitar, biara dengan desain interior

Kata hasud berasal dari berasal dari bahasa arab ‘’hasadun’’,yang berarti dengki,benci.dengki adalah suatu sikap atau perbuatan yang mencerminkan

[r]

“ STUDI DESKRIPTIF MENGENAI SUBJECTIVE WELLBEING PADA LANSIA PENDERITA PENYAKIT KRONIS YANG MENGIKUTI PROLANIS DI PUSKESMAS ‘X’ KOTA BANDUNG “. Universitas Kristen

[r]