• Tidak ada hasil yang ditemukan

Methane Production and Fermentation Pattern of Local Sheep Rumen Given Complete Feed with Indigofera sp. and Mung Bean Sprout Waste Using RUSITEC

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Methane Production and Fermentation Pattern of Local Sheep Rumen Given Complete Feed with Indigofera sp. and Mung Bean Sprout Waste Using RUSITEC"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

PRODU

DO

M

UKSI GA

OMBA LO

MENGAN

TAU

IN

S METAN

OKAL YA

NDUNG

IN

UGE ME

NOOR

SEKOLA

NSTITUT

N DAN P

ANG DIB

INDIGOF

ENGGUN

HUDHIA

AH PASC

T PERTA

BOGO

2013

POLA FER

BERI PAK

FERA

SP.

AKAN R

A KRISH

CASARJA

ANIAN BO

OR

3

RMENTA

KAN KO

DAN LIM

RUSITEC

HNA

ANA

OGOR

ASI RUM

OMPLIT

MBAH

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Produksi Gas Metan dan Pola Fermentasi Rumen Domba Lokal yang Diberi Pakan Komplit Mengandung Indigofera sp. dan Limbah Tauge Menggunakan Rusitec adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, April 2013

(4)
(5)

RINGKASAN

NOOR HUDHIA KRISHNA. Produksi Gas Metan dan Pola Fermentasi Rumen Domba Lokal yang Diberi Pakan Komplit Mengandung Indigofera sp. dan Limbah Tauge Menggunakan RUSITEC. Dibimbing oleh DEWI APRI ASTUTI, LUKI ABDULLAH, dan SUHARYONO.

Metan (CH4) enterik secara alamiah merupakan metabolit hasil fermentasi mikroorganisme rumen yang berbentuk gas dan sebagian besar akan dikeluarkan melalui mulut pada proses eruktasi. Tanaman Indigofera sp. merupakan leguminosa pohon yang memiliki kandungan nutrisi cukup tinggi, protein kasar dapat mencapai 27.97%, NDF 19-50%, serat kasar 15%, kalsium 0.22%, fosfor 0.19% dan kecernaan bahan organik (in vitro) sebesar 56-72%. Limbah tauge adalah bagian tauge yang tidak dikonsumsi manusia, berupa kulit tauge berwarna hijau dan biasanya tercampur dengan potongan ekor serta kepala tauge yang sudah tidak utuh lagi. Limbah tauge mengandung protein kasar 13-14%, serat kasar 49.44% dan TDN sebesar 64.65%. Leguminosa pohon Indigofera sp. dan limbah tauge merupakan bahan pakan yang cukup potensial. Keduanya dapat digunakan dalam pakan ruminansia sebagai penyumbang protein dan energi yang tinggi. Produksi metan ruminansia banyak dipengaruhi oleh komposisi nutrisi dan bentuk kimia pakan, sehingga setiap informasi metan yang diproduksi oleh berbagai bentuk dan komposisi pakan sangatlah berharga. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan pakan komplit domba lokal yang mengandung 30% Indigofera sp. atau 30% limbah tauge dalam memproduksi metan dan mendapatkan pola fermentasi rumennya menggunakan RUSITEC.

Pengukuran produksi gas metan dapat dilakukan dengan menggunakan ternak percobaan (in vivo), in vitro, dan semi in vitro yang lebih dikenal dengan rumen simulation technique (RUSITEC) yang merupakan simulasi rumen yang lebih kompleks dibandingkan in vitro lainnya. Pengukuran konsentrasi metan menggunakan methane analyzer. Pakan disusun iso kalori, dibuat dalam bentuk pelet mengandung 30% Indigofera sp. ditambahkan 70% konsentrat (IS) atau 30% limbah tauge ditambahkan 70% konsentrat (LT). Sumber cairan rumen berasal dari delapan domba lokal dewasa yang dipelihara selama tiga bulan, empat ekor diantaranya diberikan IS dan empat ekor lainnya LT. Pakan yang diinkubasikan pada analisis menggunakan RUSITEC sama dengan yang diberikan pada saat domba dipelihara sehingga diharapkan kondisi dan hasil fermentasi sama. Analisis menggunakan RUSITEC dilakukan selama sebelas hari, lima hari pertama adalah masa adaptasi, selebihnya (hari keenam sampai sebelas) adalah waktu pengamatan. Respon yang diamati adalah produksi total gas, persentase metan dalam gas total, volume metan yang diproduksi, pH, konsentrasi amonia, degradasi bahan kering dan bahan organik. Dinamika fermentasi respon terhadap satuan waktu disajikan secara deskriptif. Rata-rata respon dianalisis menggunakan uji t-student.

(6)

kering yang diinkubasikan, tidak berbeda dengan LT sebesar 141.43 mL/hari atau setara dengan 8.23 mL/g bahan kering yang diinkubasikan. Nilai pH, konsentrasi amonia, degradasi bahan kering dan bahan organik pada IS dan LT berturut-turut adalah 6.78 dan 6.91; 7.59 mM dan 4.85 mM; 53.56% dan 43.25%; 57.52% dan 45.96%. Nilai pH dan konsentrasi amonia tidak berbeda nyata. sedangkan degradasi bahan kering dan bahan organik pada IS lebih tinggi (p<0,05) dibandingkan pakan mengandung LT. Nilai pH selama fermentasi menggunakan RUSITEC dalam kisaran normal (6.54-7.05).

Pada kedua kelompok pakan inkubasi, produksi total gas, persentase dan metan yang diproduksi, pH, konsentrasi amonia, degradasi bahan kering serta bahan organik berfluktuasi terhadap waktu pengamatan. Tingginya degradasi bahan kering dan bahan organik IS berpengaruh terhadap tingginya produksi total gas namun tidak cukup mampu mempengaruhi metan yang diproduksi.

(7)

SUMMARY

NOOR HUDHIA KRISHNA. Methane Production and Fermentation Pattern of Local Sheep Rumen Given Complete Feed with Indigofera sp. and Mung Bean Sprout Waste Using RUSITEC. Supervised by DEWI APRI ASTUTI, LUKI ABDULLAH, and SUHARYONO.

Methane (CH4) enteric, naturally is fermentation metabolic from rumen microorganism which is in gas form and most of it will be excreted through the mouth as an eructation process. Indigofera sp. is a legume shrub which has high nutrient content; 27.97% crude protein, 19-50% NDF (neutral detergent fiber), 15% crude fiber, 0.22% calcium, 0.19% phosphor, and organic matter digestibility (in vitro) was 56-72%. Mung bean sprout waste is part of bean sprouts which is not consumed by humans, it contain green husk of bean and usually mixed by chunks of tail and head of sprouts that are no longer intact. Mung bean sprout waste contain 13-14% crude protein, crude fiber 49.44%, and 64.65% TDN. Indigofera sp. and mung bean sprout waste are potential as feed sources. Both of them could be used in ruminant ration as high protein and energy contribution. Ruminant methane production is highly influenced by nutrient composition and chemical form of ration, so any information regarding methane production determined by forms and compositions of ration are precious. This study aimed to identify the effect of complete feed for local sheep containing 30% Indigofera sp. or 30% mung bean sprout waste on methane production and obtained the rumen fermentation pattern using RUSITEC.

The measurement of methane production can be performed using experimental animals (in vivo), in vitro, and semi in vitro–better known as rumen simulation technique (RUSITEC) which is a more complex rumen simulator than other in vitro analysis. Methane concentration was measured using methane analyzer. The rations were composed iso-calories and pelleted, they contained 30% Indigofera sp. and 70% concentrate (IS) or 30% mung bean sprout waste and 70% concentrate (LT). The rumen fluid were obtained from eight adult local sheep. They were kept for three months, four of them were fed IS and the other four were LT. Incubated ration in RUSITEC were same as fed for the sheep, it expected that obtained the same fermentation conditions between RUSITEC and sheep rumen. RUSITEC Analysis was conducted for eleven days, consisted of five days for adaptation period and six days (sixth to eleventh) for observation period. Responses observed were total gas production, percentage and methane production, pH, ammonia concentration, dry matter and organic matter degradation. The fermentation of responses by time were presented descriptively. Averages of responses were analyzed using student t-test.

(8)

4.85 mM; 53.56% and 43.25%; 57.52% and 45.96% respectively. The pH value and ammonia concentration were not significant different in all treatments, however dry and organic matter degradation were significantly (P < 0.05) higher in IS compared to LT. Value of pH during running with RUSITEC was in normal range (6.54-7.05).

In both groups of incubation rations, all responses were fluctuation during fermentation. The high degradation of dry matter and organic matter of IS had significant effect on total gas production but did not enough affect the methane production.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(10)
(11)

PRODUKSI GAS METAN DAN POLA FERMENTASI RUMEN

DOMBA LOKAL YANG DIBERI PAKAN KOMPLIT

MENGANDUNG

INDIGOFERA

SP. DAN LIMBAH

TAUGE MENGGUNAKAN RUSITEC

NOOR HUDHIA KRISHNA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)
(13)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Produksi Gas Metan dan Pola Fermentasi Rumen Domba Lokal yang Diberi Pakan Komplit Mengandung Indigofera sp. dan Limbah Tauge Menggunakan RUSITEC

Nama : Noor Hudhia Krishna

NIM : D152100061

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS Ketua

Dr Ir Luki Abdullah, MScAgr Anggota

Ir Suharyono, MRurSc Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

Dr Ir Dwierra Evvyernie A, MS, MSc

Tanggal Ujian : 08 Februari 2013

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(14)
(15)

PRAKATA

Alkhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji hanya milik Allah SWT, Rabb alam semesta. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah, Nabi Muhammad SAW dan semua mengikutinya hingga akhir zaman. Rasa syukur penulis panjatkan kepada Allah semata, atas hidayah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah berjudul “Produksi Gas Metan dan Pola Fermentasi Rumen Domba Lokal yang Diberi Pakan Komplit Mengandung Indigofera sp. dan Limbah Tauge Menggunakan RUSITEC” ini berhasil diselesaikan.

Rasa terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS; Bapak Dr Ir Luki Abdullah, MScAgr dan Bapak Ir Suharyono, MRurSc yang telah membagikan pengalaman, ilmu, waktu dan tenaga yang berharga kepada penulis dalam komisi pembimbingan tesis; kepada Bapak Prof Dr Ir Komang G Wiryawan, sebagai penguji luar komisi yang telah banyak memberikan saran untuk penyempurnaan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Ibu Ir Sri Rahayu, MSi sebagai ketua Penelitian Unggulan Fakultas (PUF) beserta tim yang telah mengijinkan penulis bergabung dan mendapatkan sebagian data dari penelitian tersebut; seluruh peneliti dan staf Laboratorium Kelompok Nutrisi Ternak, Bidang Pertanian, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN yang dengan semangat telah banyak menyumbangkan keahlian, waktu dan tenaganya demi kelancaran analisis RUSITEC dan uji-uji yang mengikutinya. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Ketua Komisi Pembinaan Tenaga Badan Litbang Pertanian, Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan dan Kepala Loka Penelitian Sapi Potong yang telah memberikan beasiswa dan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana, IPB.

Doa yang tulus kepada-Nya senantiasa teruntai serta terbalut rasa terima kasih tidak terhingga disampaikan kepada Bapak dan Ibu penulis yang selalu bermunajat demi keberhasilan penulis dan terselesaikannya studi dengan baik, semoga Allah SWT selalu menjaga beliau berdua dalam iman dan Islam yang kafah. Teruntuk istriku tercinta “Atty Widayati”, anugrah terindah hidupku, putriku tercinta “Dihyana Nuha Kriatdevi” dan putraku tersayang “Arka Khautal Kriatdeva” terima kasih atas doa dan motivasi yang selalu tersedia untuk keberhasilan ayah. Semoga Allah SWT senantiasa menjaga kita dan selalu menjadikan kita manusia yang bertakwa. Amin. Kepada teman-teman INP 2010, terima kasih atas kekompakan, kerja sama, saling semangat dan persahabatannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Amin.

Bogor, April 2013

(16)
(17)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xiv

DAFTAR LAMPIRAN xv

PENDAHULUAN 1 

Latar Belakang 1 

Tujuan Penelitian 2 

Manfaat Penelitian 2 

TINJAUAN PUSTAKA 3 

Potensi Pakan asal Leguminosa Pohon Indigofera sp. 3 

Potensi Pakan asal Limbah Tauge. 4 

Gas dan Metan pada Ruminansia 4 

Komposisi Kimia Pakan dan Potensi Terbentuknya Gas Metan 5 

RUSITEC (Rumen Simulation Technique) 8 

Domba Lokal 9 

MATERI DAN METODE 10 

Tempat dan Waktu 10 

Materi/Bahan 10 

Sumber Cairan Rumen 10 

Isi Rumen 11 

Pakan 10 

RUSITEC 11 

Metode 14 

Desain Penelitian 14 

Optimalisasi RUSITEC 14 

Pengukuran Produksi Gas, Metan dan Pola Fermentasi Rumen 16 

Peubah yang Diamati 17 

Analisis Data 18 

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 

Pola produksi total gas dan metan terhadap waktu fermentasi 18  Pola pH dan produksi amonia terhadap waktu fermentasi 27  Pola degradasi bahan kering dan bahan organik terhadap waktu fermentasi 31  Produksi total gas, persentase dan volume metan 33  Derajad Keasaman (pH) dan Konsentrasi amonia (NH3) 35  Degradasi Bahan Kering dan Bahan Organik 36 

Pembahasan Umum 38 

SIMPULAN 39 

DAFTAR PUSTAKA 39 

LAMPIRAN 49 

(18)
(19)

DAFTAR TABEL

Tabel 1  Komposisi gas hasil fermentasi rumen (%) 5 

Tabel 2  Gambaran produksi metan berdasarkan kandungan NDF legum Indigofera sp. pada beberapa level pupuk daun

Tabel 3  Komposisi bahan dan nutrisi pakan penelitian 11 

Tabel 4  Komposisi saliva buatan (McDougal 1984) 14 

Tabel 5  Hasil analisis statistik produksi total gas persen dan volume metan 34 

Tabel 6  Hasil analisis statistik derajad keasaman dan konsentrasi amonia 36 

Tabel 7  Hasil analisis statistik degradasi bahan kering dan bahan organik pakan

dinkubasikan 37 

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Laju pembentukan gas pada tingkat pH yang berbeda (Sung et al. 2007) 5 

Gambar 2 Jalur yang memungkinkan terbentuknya gas CO2 dan CH4 hasil fermentasi mikroorganisme rumen (Mitsumori and Sun 2008) 7 

Gambar 3 Skema komponen alat RUSITEC yang diwakili oleh satu vessel 13 

Gambar 4 Pola produksi total gas pada pakan yang mengandung Indigofera sp. dan limbah tauge selama enam hari inkubasi. ---o--- produksi total gas pakan mengandung Indigofera sp., ---+--- produksi total gas pakan

mengandung limbah tauge 18 

Gambar 5 Persentase metan terhadap total gas pada pakan yang mengandung Indigofera sp. dan limbah tauge selama enam hari inkubasi. ---o--- persentase metan pakan mengandung Indigofera sp., ---+--- persentase

metan pakan mengandung limbah tauge 23 

Gambar 6 Pola produksi metan pada pakan yang mengandung Indigofera sp. dan limbah tauge selama enam hari inkubasi. ---o--- produksi metan pakan mengandung Indigofera sp., ---+--- produksi metan pakan mengandung

limbah tauge 25 

Gambar 7 Dinamika pH effluent pada pakan yang mengandung Indigorera sp. dan limbah tauge selama enam hari inkubasi. ---o--- pH pakan mengandung Indigofera sp., ---+--- pH pakan mengandung limbah tauge 28 

Gambar 8 Pola konsentrasi ammonia pada pakan mengandung Indigofera sp. dan limbah tauge selama enam hari inkubasi. ---o--- konsentrasi amonia pakan mengandung Indigofera sp., ---+--- konsentrasi amonia pakan

mengandung limbah tauge 30 

Gambar 9 Pola degradasi bahan kering pakan yang mengandung Indigofera sp. selama enam hari inkubasi. ---o--- degradasi bahan kering pakan mengandung Indigofera sp., ---+--- degradasi bahan kering pakan

mengandung limbah tauge 31 

Gambar 10 Pola degradasi bahan organik pada pakan yang mengandung Indigofera sp. dan limbah tauge selama enam hari inkubasi. ---o--- degradasi bahan organik pakan mengandung Indigofera sp., ---+--- degradasi bahan

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1  Uji t pada produksi total gas 49 

Lampiran 2  Uji t pada persentase metan 49 

Lampiran 3  Uji t pada produksi metan 49 

Lampiran 4  Uji t pada nilai pH 49 

Lampiran 5  Uji t pada konsentrasi amonia 50 

Lampiran 6  Uji t pada degradasi bahan kering 50 

(21)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak memperoleh energi dari bahan pakan yang dikonsumsi. Energi asal pakan yang dikonsumsi ternak ruminansia tidak semuanya dapat dimanfaatkan oleh ternak tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Nutrisi asal pakan diserap dan dimanfaatkan oleh tubuh dalam proses metabolisme untuk menjadi energi, sedangkan selebihnya akan dibuang melalui feces, urin dan gas metan. Metan (CH4) enterik secara alamiah merupakan metabolit hasil fermentasi mikroorganisme rumen yang berbentuk gas dan sebagian besar akan dikeluarkan melalui mulut pada proses eruktasi dan bersamaan dengan proses regurgitasi serta sisanya bersama feses.

Metan tidak hanya merupakan penyumbang efek gas rumah kaca yang perlu diwaspadai, namun metabolit ini merupakan energi yang hilang dari energi yang dikonsumsi selama proses pencernaan. Dua keuntungan didapat sekaligus apabila produksi metan ruminansia dapat ditekan, yaitu mampu mengurangi cemaran metan ke lingkungan dan meningkatkan efisiensi penggunaan energi dalam tubuh yang berujung pada turunnya biaya produksi.

Hilangnya energi asal pakan dalam bentuk metan selama proses fermentasi di dalam rumen dapat diminimalisir. Eckard et al. (2010) memetakan bahwa manipulasi teknologi menurunkan metan pada ruminansia dapat dilakukan pada ternak itu sendiri, pakan maupun manipulasi pada rumennya. Benchaar et al. (2001) menyatakan bahwa faktor pakan, terkait komposisi dan level yang dikonsumsi merupakan penyebab utama produksi metan ruminansia.

Setiap bahan pakan memiliki komposisi nutrisi dan bentuk kimia yang khas. Ketika bahan-bahan pakan digunakan sebagai penyusun pakan ruminansia, terjadi akumulasi nutrisi dari setiap bahan pakan penyusunnya yang kemudian terbentuk komposisi nutrisi dan bentuk kimia baru. Baik bahan pakan maupun pakan dengan komposisi nutrisi dan bentuk kimia masing-masing, akan memiliki pola fermentasi dalam rumen yang khas, serta akan diproduksi metan enterik dengan besaran yang berbeda.

Beberapa kajian sudah mulai dilakukan peneliti untuk mengidentifikasi kemampuan suatu bahan pakan dalam memproduksi metan enterik. Kajian tersebut sangat berguna dalam menyusun basis data yang dapat digunakan sebagai acuan penyusunan pakan yang efisisen dan berwawasan lingkungan. Sebagai bagian dari mitigasi metan, terkait komposisi nutrisi dan bentuk kimia pakan yang kuat mempengaruhi produksi metan, sungguh berharga melakukan analisis untuk mengetahui produksi metan terhadap pakan siap konsumsi sekaligus menarik untuk mengamati pola fermentasinya. Hal tersebut dapat berguna untuk menambah referensi tentang produksi metan ruminansia yang lebih luas.

(22)

2

Secara umum penggunaan hijauan dari bagian tanaman leguminosa mampu mengemisikan metan enterik lebih rendah dibandingkan rumput (Archimède et al., 2011). Tanaman Indigofera sp. merupakan leguminosa pohon yang memiliki pertumbuhan sangat cepat, adaptif terhadap tingkat kesuburan tanah rendah, murah dan mudah dalam pemeliharaannya. Tanaman ini juga kaya akan unsur nitrogen, fosfor, kalium dan kalsium, kandungan protein kasar indigofera dapat mencapai 27.97%, NDF (neutral detergent fiber) 19-50%, serat kasar 15%, kalsium 0.22%, dan fosfor 0.19% dengan kecernaan bahan organik (in vitro) Indigofera sp. sebesar 56-72% (Hassen et al. 2007).

Tauge umumnya merupakan perkecambahan biji tanaman legume. Dipandang dari ketersediaannya baik jumlah dan keberlanjutannya limbah tauge cukup potensial dimanfaatkan sebagai substitusi pakan ternak. Meskipun merupakan limbah pasar, limbah tauge masih memiliki kandungan nutrisi cukup baik yaitu protein kasar sebesar 13-14%, serat kasar 49.44%, dan TDN sebesar 64.65% (Rahayu et al. 2010).

Leguminosa pohon Indigofera sp. dan limbah tauge merupakan bahan pakan yang cukup potensial. Keduanya dapat digunakan dalam pakan ruminansia penyumbang protein dan energi yang signifikan. Terkait hilangnya energi dari metan enterik diperlukan kajian tentang potensi pakan mengandung leguminosa pohon Indigofera sp. dan limbah tauge dalam memproduksi metan, sekaligus menarik mengamati pola fermentasi dari kedua pakan tersebut.

Pengukuran produksi gas metan dapat dilakukan dengan menggunakan ternak percobaan (in vivo), in vitro, dan semi in vitro yang lebih dikenal dengan rumen simulation technique (RUSITEC). Penggunaan ternak hidup bagaimanapun relatif lebih baik, karena nilai yang dihasilkan akan lebih sesuai. Namun percobaan in vivo membutuhkan peralatan yang kompleks, pakan dan tenaga yang lebih banyak sehingga menuntut biaya yang tinggi. Metode simulasi rumen secara in vitro memiliki kelemahan, diantaranya adalah populasi bakteri dalam tabung fermentor selama masa pengukuran atau masa inkubasi sulit terjaga. Alternatif untuk menengahi kedua metode tersebut adalah dengan simulasi rumen yang lebih kompleks yaitu dengan rumen simulation technique (RUSITEC). Simulasi ini lebih efektif dan efesien karena dapat digunakan untuk menggambarkan hal-hal yang terjadi di dalam rumen dengan lebih presisi.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kemampuan pakan komplit domba lokal yang mengandung 30% Indigofera sp. dan 30% limbah tauge dalam memproduksi gas metan dan mendapatkan pola fermentasi pada rumennya menggunakan RUSITEC.

Manfaat Penelitian

(23)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Pakan asal Leguminosa Pohon Indigofera sp.

Tanaman leguminosa pohon sangat potensial digunakan sebagai pakan ternak ruminansia terutama kontribusinya sebagai sumber protein. Tanaman Indigofera sp. merupakan tanaman leguminosa yang memiliki sekitar 700 spesies yang tersebar mulai dari benua Afrika, Asia, Australia dan Amerika Utara (Hassen et al. 2007). Leguminosa pohon ini cocok dikembangkan di Indonesia karena sifatnya yang toleran terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas tanah. Selain itu tanaman ini memiliki pertumbuhan yang sangat cepat, adaptif terhadap tingkat kesuburan tanah rendah, murah dan mudah dalam pemeliharaannya. Indigofera sp. sangat baik dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak karena kandungan bahan organik tanaman ini dapat meningkat dengan adanya pemberian pupuk organik, pemberian aras pupuk organik cair sebesar 40% dapat meningkatkan kecernaan bahan kering (4.94%), bahan organik (5.31%) dan protein kasar sebesar 3.49% (Suharlina 2010). Penelitian Abdullah dan Suharlina (2010) telah menemukan umur potong yang tepat untuk menghasilkan kualitas Indigofera sp. yang optimal, yaitu pada pemanenan 68 hari pasca pemangkasan dengan kandungan protein kasar sebesar 20.96% dan kecernaan bahan organik mencapai 70.79%.

Indigofera sp. kaya akan unsur nitrogen, fosfor, kalium dan kalsium, kandungan protein kasar indigofera dapat mencapai 27.97%, NDF (neutral detergent fiber) 19-50%, serat kasar 15%, kalsium 0.22%, fosfor 0.19%, sementara itu kecernaan bahan organik (in vitro) Indigofera sp. sebesar 56-72% (Hassen et al. 2007). Abdullah (2010) melaporkan bahwa daun Indigofera sp. yang dipelet mengandung protein kasar sebesar 25.66% dengan kandungan protein yang tinggi tersebut memungkinkan Indigofera sp. dapat dijadikan bahan substitusi konsentrat.

Prihantoro et al. (2012) melaporkan bahwa hasil analisis in vitro menggunakan metode Tilley and Terry (1963) pada Indigofera sp. didapatkan nilai degradasi bahan kering sebesar 67.18-67.47%, degradasi bahan organik (63.55-65.05%), konsentrasi NH3 (9.84-13.29 mM) dan VFA (174-190 mM). Menggunakan metode in vitro yang sama Tarigan et al. (2010) mendapatkan bahwa daun Indigofera sp. yang dipotong dengan interval waktu dan tinggi yang berbeda memiliki nilai degradasi bahan kering antara 68.02 dan 77.13%, degradasi bahan organik (66.86-74.98%). Sementara pada percobaan menggunakan kambing hidup, pemberian Indigofera sp. sampai dengan 45% dari total pakan mampu diperoleh kecernaan bahan kering sebesar 60.07% dan kecernaan bahan organik sebesar 62.53% (Tarigan 2009).

(24)

4

Potensi Pakan asal Limbah Tauge.

Limbah tauge merupakan bagian dari tauge yang tidak dikonsumsi oleh manusia, berupa kulit tauge atau tudung atau lebih dikenal dengan angkup tauge yang berwarna hijau dan biasanya tercampur dengan sedikit potongan ekor tauge serta kepala tauge yang sudah tidak utuh lagi. Limbah tauge pada umumnya termasuk limbah pasar, hal ini dikarenakan proses pemisahan limbah tauge dari tauge itu sendiri terjadi di pasar, terutama pasar sayuran pagi.

Limbah ini dapat digunakan sebagai sumber pakan inkonvensional yang dapat digunakan untuk substitusi pakan ternak. Limbah ini cukup potensial dipandang dari ketersediaannya baik jumlah dan keberlanjutannya. Diduga potensi limbah tauge sangat besar pada sebagian besar pasar tradisional di hampir seluruh daerah di Indonesia, sehubungan hampir secara merata masyarakat Indonesia mengkonsumsi tauge sebagai pelengkap makanan/sayuran. Survei potensi ketersediaan limbah tauge di Kotamadya Bogor per hari dapat mencapai 1,5 ton.

Analisis yang dilakukan oleh Haryanto et al. (1997) pada tauge kacang hijau, berdasarkan bahan kering, diperoleh sebesar 28.14% pada kandungan NDF, 13,26% ADF, 35.96% protein kasar dan 6.03% abu. Sementara Rahayu et al. (2010) melaporkan bahwa limbah tauge dari pasar memiliki kandungan nutrisi yang masih cukup baik, kandungan protein kasar limbah tersebut adalah sebesar 13-14%, serat kasar 49.44%, dan TDN sebesar 64.65%.

Domba yang diberikan pakan basal rumput raja dan konsentrat, kemudian ditambahkan tauge kacang hijau sebesar 50 dan 100 g/ekor/hari berturut-turut memiliki kecernaan bahan kering sebesar 48.9 dan 60.0%. Hasil pengamatan konsentrasi amonia dari cairan rumen domba tersebut berturut-turut adalah sebesar 22.3 dan 18.2 mM dengan pH antara 5.94 dan 6.12 (Haryanto et al. 1997).

Penelitian yang telah dilakukan oleh Rahayu et al. (2011) pada penggemukan domba ekor gemuk di wilayah Bogor dengan memanfaatkan limbah tauge dalam pakannya menunjukkan bahwa penggunaan limbah tauge sampai dengan 50% dalam pakan mampu menghasilkan pertambahan berat badan harian (PBBH) sebesar 145 g/ekor/hari, lebih tinggi dibandingkan apabila hanya diberikan pakan konsentrat (96 g/ekor/hari). Limbah tauge sangat berpotensi digunakan sebagai pakan ternak, terutama pada peternakan wilayah urban yang memiliki keterbatasan padang rumput namun dekat dengan pasar-pasar tradisional.

Gas dan Metan pada Ruminansia

(25)

Tabel 1 K Komponen H2 O2 N2 CH4 CO2 CO Keterangan: Sumber: Met tersebut a kerusakan indikasi h adalah seb kehilangan 10% dari t kaca (gree dibanding peternakan anaerobik H2 menjad

Gambar

Kon berbagai s dibentuk protozoa d menjadi difermenta mikroorga utama ferm Komposisi g n Rata-ra 0.2 0.5 7.0 26.8 65.5 -

: SbM (peng pakan), 2Ss *) Ishler et

an enterik akhir-akhir n lingkunga hilangnya en besar 55.22 n energi ya total gross enhouse gas gkan CO2. R n (Yan et a di dalam ru di bentuk CH

r 1 Laju pe

nversi mate spesies mik oleh bakte dan fungi) m

asam ami asi menjadi anisme pen mentasi pro

gas hasil fer

ata*) D

SbM 0.03 2 14 36 47 gukuran sebelu sM (pengukur

al (1996); **

adalah met ini sering an dan ter nergi pakan 2 MJ/kg (Ec ang cukup ti energy yan s) yang 20 k Ruminansia

al. 2010). M umen oleh b H4 (McAlli

embentukan

erial pakan kroorganism eri metanog menghidroli ino dan g i asam lem ncerna prim otozoa, fung rmentasi rum Domba Pakan M M 33 0.046 2.1 10.2 4.9 51.4 6.2 12.0 7.1 24.5 - -um pemberian ran dua jam se *) Hegarty an

tan yang di g diperbica rbentuknya n yang diko ckard et al. inggi dari e ng dikonsum kali lebih e

adalah pen Metan enteri bakteri meta

ster and Ne

gas pada ting

n menjadi me, dengan genik. Mik isis protein gula. Nutr mak terbang

mer dan sek gi dan bakte

men (%)

n Hay**)

2SsM 6 0.062 2 2.4 4 17.1 0 33.0 5 47.5 -

-n paka-n), M ( etelah pemberi nd Gerdes (199

produksi ol angkan ka

metan da onsumsi. Ka . 2010). En energi yang msi. Metan a

fektif menin nyumbang u

ik ruminans anogenik ya ewbold 2008

gkat pH yang

metan di tahap akhir kroorganism

, pati dan p risi-nutrisi

(VFA), hy kunder. Ga eri, namun g

Domba Pa SbM 0.023 4.5 16.8 26.1 54.3 <0.001 pengukuran p ian pakan). 99). leh hewan rena kontr ari ruminan andungan e nergi sebesa dikonsums adalah salah ngkatkan pe utama emisi sia diproduk ang meman 8).

g berbeda (S

dalam rum r pembentuk me utama polimer dind

sederhana ydrogen (H2 as H2 adala gas ini tidak

akan Konsen

M 2

0.319 10.5 37.5 16.3 35.7

0.001 0.

pada saat pem

ruminansia ribusinya d

nsia merup energi gas m ar itu merup

si, atau anta h satu gas r

emanasan g i metan di s uksi pada ko nfaatkan CO

Sung et al. 20

men melib ukan gas ter rumen (ba ding sel tan ini kem 2) dan CO2 ah produk k terakumul 5 ntrat**) 2SsM 0.135 1.5 5.3 24.8 68.4 001-0.01 mberian a. Gas dalam pakan metan pakan ara 6-rumah global sektor ondisi O2 dan

007) batkan rsebut akteri, naman mudian 2 oleh

(26)

6

dalam rumen dan akan digunakan oleh bakteri lain, terutama golongan metanogen. Produk VFA sebagian besar akan diserap oleh dinding rumen, metabolit yang lain, H2 dan CO2 akan dikonversi oleh bakteri metanogen menjadi metan (Boadi et al. 2004). Pembentukan gas metan diilustrasikan sebagai berikut.

C6H12O6 + 2H2O → 2C2H4O2 (asetat) + 2CO2 + 8H C6H12O6 + 4H → 2C3H6O2 (propionat) + 2H2O C6H12O6 → C4H8O2 (butirat) + 2CO2 + 4H CO2 + 8H → CH4 + 2H2O

Moss et al. (2000) mengemukakan bahwa produksi gas metan dapat dihitung melalui stoikiometri terbentuknya VFA hasil fermentasi (dihitung berdasarkan molar), utamanya yaitu asetat (C2), propionat (C3) dan butirat (C4) dengan persamaan:

CH4 = 0,45(C2) - 0,275(C3) + 0,40(C4)

Salah satu strategi menurunkan emisi metan pada ruminansia adalah dengan meningkatkan proporsi konsentrat terhadap hijauan di dalam pakan. Benchaar et al. (2001) menghitung produksi metan pada pakan dengan empat rasio hijauan dan konsentrat yang berbeda. Pakan dengan rasio hijauan:konsentrat 100:0, 80:20,

50:50 dan 30:70 berturut-turut mampu mengemisikan metan sebesar 2.55 Mcal/hari, 2.70 Mcal/hari, 2.61 Mcal/hari dan 2.12 Mcal/hari. Sementara itu

Lovett et al. (2003) menyatakan bahwa grafik penurunan rasio hijauan:konsentrat terhadap emisi gas metan yang dihasilkan cenderung berbentuk kuadratik. Pakan sapi betina dewasa dengan rasio hijauan:konsentrat 65:35, 40:60 serta 10:90 berturut-turut dapat mengemisikan metan sebesar 207 L/hari, 270 L/hari serta 170 L/hari atau per kg pakan yang dikonsumsi dihasilkan metan sebanyak 30.88 L, 32.25 L serta 20.64 L.

Komposisi Kimia Pakan dan Potensi Terbentuknya Gas Metan

Produksi gas metan ruminansia secara in vivo (indirect respiration calorimetry) bervariasi antara 2%-12% dari energi pakan yang dikonsumsi (gross energy), variasi tersebut dapat terjadi antara lain karena perbedaan jenis dan tipe produksi dari ternak, umur, serta jenis dan jumlah pakan yang dikonsumsi (Johnson and Johnson 1995).

(27)

juga dapat metan yan Gambar 2 Ener peningkata (2007) ba sapi poton produksi m rumen me produksi produksi m bahan pak dihasilkan ada hubun Tabel 2 G In Level Pup

Rata-rat

Sumber : *

t menjadi p ng diproduk

2 Jalur yan fermentas rgi pakan an konsums ahwa berdas ng, konsum metan. Sant endapatkan metan dan metan secar kan NDF d n, dengan ni ngan antara Gambaran

ndigofera sp puk (g/10 L

0 10 20 30 40 50 ta **) Abdullah

perkursor m ksi rumen m

ng memung si mikroorga yang hila si NDF (Est sarkan basis msi NDF m toso et al. (2 bahwa terd n NDF ter ra in vitro ol dan ADF be ilai r bertur produksi m produksi p. pada beb L)*** Kan

(2007) metan (Gam merupakan b gkinkan ter anisme rum ang bersam termann et s data pada merupakan p

2007) melak dapat korela rcerna. Hal

leh Jayaneg erkorelasi p rut-turut 0.8 metan dengan metan be berapa level ndungan ND 43.56 40.58 38.30 43.26 47.60 51.05 44.06

bar 2), dipe entukan dar

rbentuknya men (Mitsum

ma metan al. 2002). D a beberapa

parameter t kukan penel asi yang era l tersebut gara et al. (2 positif deng 86 dan 0.80 n protein ka rdasarkan

pupuk daun DF (%)*** 6 8 0 6 0 5 6 erkirakan 1 ri format.

gas CO2 mori and Sun

berbanding Ditambahka

penelitian y terbaik untu litian pada d at (r=0.94;

diperkuat 2009) bahwa gan konsent 0 (P<0.001) asar dan lem

kandungan n

CH4/g

5-20% dari

dan CH4 n 2008) g lurus de an oleh Ellis yang melib tuk mempre

domba berf P<0.001) a dengan an a diantara n trasi metan

, pada saat mak kasar.

n NDF l gas total (v:v

(28)

8

Soliva et al. (2008) melakukan analisis kandungan kimia beberapa tanaman legume tropis, dikaitkan dengan potensi gas yang diproduksi dan terbentuknya metan secara in vitro. Merujuk tulisan Estermann et al. (2002), Ellis et al. (2007), Santoso et al. (2007) dan Jayanegara et al. (2009). Data yang ditampilkan oleh Soliva et al. (2008) dapat dibuat regresi sederhana hubungan antara kandungan NDF dan CH4/gas total yang terbentuk. Sementara itu, Abdullah (2010) melakukan pengkajian pengaruh level pupuk daun terhadap beberapa komposisi kimia tanaman legum Indigofera sp. termasuk kandungan NDF. dengan menggunakan rumus regresi dari data Soliva et al. (2008) pada Tabel 2 ditampilkan gambaran pengaruh level pemupukan daun terhadap kandungan NDF legum yang diuji serta potensi gas metan yang dapat diproduksi.

RUSITEC (Rumen Simulation Technique)

Keunggulan ternak ruminansia adalah kemampuannya memfermentasi pakan berserat yang tidak dimiliki oleh ternak monogastrik. Umumnya penelitian yang menyangkut fermentasi dalam rumen dilakukan pada hewan berfistula, namun studi tersebut mahal dan tidak sejalan dengan isu animal welfare. Rumen merupakan sistem yang sangat kompleks sehingga dirasa sulit untuk melakukan studi fungsi rumen secara in vivo, disamping itu kesadaran masyarakat terhadap kesejahteraan hewan ditindaklanjuti dengan pengurangan hewan berfistula untuk penelitian fermentasi rumen, oleh karena itu dikembangkanlah teknologi pengukuran untuk mensimulasikan fungsi rumen dengan cara in vitro yang memperhatikan dinamika homeostatis rumen (Carro et al. 2005).

RUSITEC adalah kepanjangan dari rumen simulation technique merupakan metode analisis in vitro yang telah dimodifikasi sehingga terjadi proses fermentasi sebagaimana ternak hidup. Pada rumen buatan ini mikroorganisme dapat dipertahankan seutuhnya dalam waktu yang relatif lama, sampai dengan beberapa minggu, karena dalam sistem tersebut mikroorganisme diberikan pakan seperti hewan ruminansia yang hidup. Disamping itu mikroorganisme diberikan pula kondisi fisiologis seperti halnya lingkungan rumen seperti temperature, pH dan aliran saliva (IAEA 1987).

Analisis menggunakan RUSITEC memiliki respon yang cenderung dekat dengan uji in vivo, terhadap parameter yang diujikan. Hal tersebut setidaknya dilaporkan oleh Tejido et al. (2002) yang melakukan analisis in vivo kecernaan bahan kering beberapa hijauan dan membandingkannya terhadap in vitro menggunakan sumber inokulum dari rumen domba hidup dan effluent RUSITEC. Kedua sumber inokulum mampu memprediksi kecernaan bahan kering dengan akurasi yang sama, koefisien determinasi penetapan kecernaan menggunakan inokulum dari rumen domba hidup dan effluent RUSITEC dibanding in vivo masing-masing sebesar 0.885 dan 0.877.

(29)

9 mudah diukur menggunakan RUSITEC. Oleh sebab itu dengan RUSITEC dimungkinkan untuk mengamati kecernaan, fermentasi dan hal yang berhubungan dengan mikrobia pada saat yang bersamaan.

Domba Lokal

Domba lokal merupakan domba asli Indonesia, menurut Indrijani et al. (2006) domba lokal memiliki pola warna bulu bervariasi, namun umumnya didominasi oleh warna putih di seluruh bagian tubuh baik bagian kepala, badan, ekor maupun kaki, warna belang yang melengkapi warna dominan biasanya hitam. Sebagian besar memiliki telinga yang relatif panjang, dan memiliki tanduk. Sumantri et al. (2007) menyatakan bahwa domba lokal mampu bertahan hidup pada kondisi iklim setempat dan memiliki daya tahan yang tinggi terhadap beberapa penyakit dan parasit lokal.

Domba lokal dapat dibedakan berdasarkan tipe ekor, Jenis domba lokal yang ada di Indonesia menurut Iniguez et al. (1991) terdapat tiga jenis, yaitu Jawa ekor tipis, Jawa ekor gemuk dan Sumatra ekor tipis, sedangkan Devendra dan McLeroy (1982) mengklasifikasikan domba lokal menjadi domba ekor tipis yang banyak berkembang di Jawa Barat dan domba ekor gemuk yang berkembang di Jawa Timur. Domba ekor tipis yang berkembang di Jawa Barat lebih dikenal sebagai domba garut, yang memiliki keistimewaan sebagai salah satu domba prolifik dunia (Sodiq and Tawfik 2004).

Sumber pakan utama ternak domba adalah hijauan (90%) yang berasal dari berbagai jenis rumput dan dedaunan (Ørskov 1982). Dinyatakan oleh Forbes and Provenza (2000) bahwa dalam mencari makan domba memilih bagian tanaman yang tinggi karbohidrat mudah larut, hal tersebut untuk meningkatkan efisiensi sintesis protein mikrobia dan konsumsi bahan organik (Dove and Milne 1994). Rangkuti et al. (1984) melaporkan bahwa berdasarkan berat badan metabolis konsumsi domba lebih tinggi dibandingkan kambing. Domba mengkonsumsi bahan kering dan bahan organik rata-rata sebesar 78.28 g/kg BB0.75 dan 71.10 g/kg BB0.75 dibandingkan kambing (64.28 g/kg BB0.75 dan 58.26 g/kg BB0.75).

Proses pencernaan pakan pada ruminansia terjadi secara mekanis di dalam mulut, fermentatif oleh mikroorganisme rumen (bakteri, protozoa dan fungi) di dalam rumen dan hidrolisis oleh enzim pencernaan hewan inang (Suhartati 2005). Degradasi komponen pakan dalam rumen dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia bahan pakan tersebut, aktivitas enzimatis mikroorganisme rumen (Mertens 1977) serta kondisi lingkungan mikro di dalam rumen (Hungate 1966) yang antara lain mencakup ketersediaan mineral untuk pertumbuhan mikroorganisme rumen, pH, konsentrasi amonia, dan konsentrasi volatile fatty acids (VFA).

(30)

10

kedelai terproteksi getah pisang, pada kajian tersebut domba mampu memproduksi metan sebesar 70.3 mM, VFA (190.3 mM), NH3 (9.4 mM) dan pH (6.4).

Dilaporkan oleh Rusdiana and Priyanto (2008) yang melakukan pengkajian terhadap domba lokal berumur 7-9 bulan dengan berat badan sekitar 19 kg yang dipelihara di peternakan rakyat, rata-rata memiliki pertambahan bobot badan harian antara 4.7-13 g/ekor/hari. Sementara itu dengan perbaikan pakan Purbowati et al. (2009) mampu menghasilkan 115.33-128.90 g/ekor/hari pada domba lokal yang diberikan pakan komplit. Pada lain pihak Yamin et al. (2009) melakukan seleksi kecepatan tumbuh pada domba lokal, domba dengan pertumbuhan yang cepat mampu menghasilkan persentase karkas sampai dengan 44.91% lebih tinggi dibandingkan yang lambat (40.69%).

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di kandang percobaan Laborotorium Ternak Ruminansia Kecil, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Darmaga selama 4 bulan, dilanjutkan analisis menggunakan RUSITEC untuk menentukan produksi gas metan dan pola fermentasi cairan rumen yang dilaksanakan di Laboratorium Kelompok Nutrisi Ternak, Bidang Pertanian, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN, Jakarta. Analisis RUSITEC dilaksanakan selama sebelas hari.

Materi/Bahan

Sumber Cairan Rumen

Sumber cairan rumen yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari delapan ekor domba lokal dewasa berumur sekitar delapan bulan dengan berat badan sekitar 19 kg. Sebelum isi rumen domba-domba tersebut digunakan pada analisis menggunakan RUSITEC, terlebih dahulu domba dipelihara pada kandang individu selama tiga bulan dengan empat domba menggunakan pakan berbasis Indigofera sp. dan sisanya berbasis limbah tauge.

Pakan

(31)

11 Pakan dan air minum diberikan ad libitum terukur. Pemberian pakan dilakukan dua kali dalam sehari, yaitu pada pagi dan sore hari, kecuali sebelum waktu pemberian, pakan hampir habis. Pakan yang diinkubasikan pada analisis menggunakan RUSITEC sama dengan yang diberikan pada saat domba dipelihara sehingga diharapkan dapat diperoleh gambaran situasi rumen yang sama pada domba sebenarnya.

Tabel 3 Komposisi bahan dan nutrisi pakan penelitian

Bahan Pakan Kandungan Pakan

Indigofera sp. (%) Limbah Tauge (%)

Indigofera sp. 30 0

Limbah Tauge 0 30

Onggok 12 10

Jagung 10 10

Bungkil Kelapa 32 32

Bungkil Kedelai 8 10

Molases 5 5

CaCO3 2,5 2,5

NaCl 0,3 0,3

Premix 0,2 0,2

Jumlah 100 100

Komposisi Kimia1

Bahan Kering 85,27 85,94

Protein Kasar 16,23 13,51

Serat Kasar 12,29 13,26

Lemak Kasar 3,1 2,6

Abu 9,08 5,44

Ca 0,66 0,32

P 0,19 0,17

BETN2* 44,57 51,13

TDN3 59,81 59,76

NDF4 44,80 38,35

ADF5 29,20 30,09

DE (Mcal/kg)6* 2,64 2,64

C/N rasio 12,35 15,23

Keterangan : 1. Hasil analisis laboratorium terhadap pakan jadi; 2. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen; 3. Total Digestible Nutrient; 4. Neutral Detergent Fiber; 5. Acid Detergent Fiber; 6. Digestible Energy; *hasil perhitungan sesuai dalam Hartadi et al. (1980).

Isi Rumen

[image:31.595.111.514.186.631.2]
(32)

12

Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN di Jakarta menggunakan termos dengan suhu 39 °C.

Delapan buah termos disiapkan dan masing-masing digunakan untuk menampung isi rumen satu ekor domba. Beberapa jam sebelum termos digunakan terlebih dahulu diisi dengan air panas bersuhu sekitar 39 °C, sehingga ketika digunakan untuk menampung isi rumen suhu bagian dalam dinding termos sudah sesuai dengan suhu rumen, suhu dalam rumen adalah 38-42 °C (McDonald et al., 2002). Sesaat sebelum isi rumen dituang ke dalam termos, seluruh air panas dikeluarkan. Setelah isi rumen dimasukkan ke dalam termos, segera tutup termos rapat-rapat untuk meminimalisir kontak isi rumen dengan oksigen. Sebelum dituang ke dalam termos, dilakukan pengukuran volume dan penimbangan berat seluruh isi rumen.

RUSITEC

Teknik simulasi rumen menggunakan “Newly Improved Artificial Rumen (RUSITEC)” produksi “Sanshin Industrial Co. Ltd.” yang merupakan pengembangan dari RUSITEC yang digunakan oleh Czerkawski and Breckenridge (1977). RUSITEC merupakan tiruan dari beberapa organ saluran pencernaan ruminansia mulai mulut sampai dengan abomasum (lambung sejati), pada Gambar 3 ditampilkan ilustrasi sederhana salah satu tabung/vessel pada RUSITEC.

Mulut sebagai organ penghasil saliva direpresentasikan oleh penampung saliva dan pompa peristaltik yang menyuplai saliva ke dalam vessel secara terus-menerus. Vessel merupakan wujud dari rumen sebagai tempat fermentasi bahan pakan, vessel berbentuk sebuah tabung berukuran 800 mL berisi campuran cairan rumen dan saliva. Selain berisi cairan, dalam vessel ditempatkan sebuah tabung berdiameter 0.97 kali diameter bagian dalam vessel dan memiliki ketinggian sebesar 0.45 kali tinggi vessel. Tabung yang lebih kecil tersebut berfungsi sebagai tempat inkubasi pakan/sampel (feed container); untuk menjamin akses cairan rumen dengan sampel, Feed container berlubang dengan diameter 9 mm pada hampir seluruh dindingnya. Secara otomatis, hampir 24 jam dalam sehari feed container bergerak naik-turun meniru perputaran pakan dalam rumen.

Pada saluran pencernaan ruminansia, ingesta akan mengalir dari rumen menuju abomasum sedangkan gas akan dialirkan/dieruktasikan melalui mulut. Untuk menirukan aliran tersebut, luapan cairan dari vessel kemudian ditampung dalam botol khusus, cairan dari vessel tersebut disebut pula effluent. Pada ujung selang yang menuju botol terdapat percabangan yang dihubungkan dengan sebuah kantong plastik yang berguna untuk menampung gas yang terbentuk selama fermentasi.

Alat RUSITEC yang berada di Laboratorium Kelompok Nutrisi Ternak, Bidang Pertanian, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, BATAN, Jakarta tersebut memiliki delapan vessel yang direndam di dalam water bath bersuhu 39 °C dipanasi menggunakan automatic heater yang dikontrol oleh thermostat. Selain itu digunakan pula thermometer konvensional yang berfungsi memonitor secara manual suhu air tetap optimal.

(33)

13 dengan padatan rumen yang merupakan hasil perasan isi rumen, sebagai sumber mikroorganisme rumen. Mikroorganisme rumen, terutama protozoa banyak menempel pada substrat pakan dalam rumen. Selanjutnya setiap hari kantong diperbaharui dengan kantong berisi sampel pakan yang sudah digiling.

Keterangan

A : Penampung saliva buatan berisi larutan McDougall

B : Pompa peristaltik (mengalirkan saliva dari penampung ke dalam vessel) C : Vessel, merupakan tabung fermentor

D : Feed container, merupakan tempat inkubasi bahan pakan E : Heater (pemanas air) dilengkapi sensor panas (thermostat)

F : Botol penampung effluent (cairan hasil fermentasi) – ditempatkan dalam kotak berpendingin

G : gas-collection bag (plastik penampung gas hasil fermentasi) H : Motor listrik penggerak feed container

I : Roda gila, konvertor gerakan berputar menjadi naik-turun J : Gerakan naik turun feed container

Æ : Arah aliran cairan (saliva buatan dan effluent serta gas)

Gambar 3 Skema komponen alat RUSITEC yang diwakili oleh satu vessel

Masing-masing vessel dialiri oleh saliva buatan sebagai buffer sebagaimana petunjuk McDougall (1984), dengan komposisi ditunjukkan pada Tabel 4. Saliva buatan dialirkan melalui selang menggunakan pompa persitaltik dengan kecepatan alir 3% per jam atau sekitar 0.0067 mL/detik. Masing-masing vessel memiliki outlet yang berguna untuk mengalirkan cairan dan gas hasil fermentasi mikroorganisme. Effluent dalam vessel kemudian dialirkan ke dalam botol penampung khusus. Lingkungan sekitar botol dipertahankan sekitar 4°C dengan menempatkan botol ke dalam kotak berpendingin, hal tersebut berguna untuk menekan laju degradasi mikroorganisme lebih lanjut terhadap nutrisi yang terkandung dalam effluent serta untuk mempertahankan keberadaan metabolit

Air Hangat

[image:33.595.115.479.173.620.2]
(34)

14

yang volatil. Sementara gas yang diproduksi dialirkan ke dalam gas-collection bag yang terbuat dari polyvinyl fluoride film.

Tabel 4 Komposisi saliva buatan (McDougal 1984)

Bahan g/liter aquadest

NaHCO3 9.8

Na2HPO4.12H2O 9.3

NaCl 0.47 KCl 0.57 CaCl2 (atau CaCl2.2H2O) 0.04 (0.045)

MgCl2 (atau MgCl2.2H2O) 0.06 (0.065)

Gas yang tertampung di dalam gas-collection bag kemudian diukur volumenya menggunakan prinsip bejana berhubungan. Selanjutnya dilakukan pengukuran konsentrasi gas metan yang ada di dalam gas-collection bag dengan cara mengalirkan udara yang tertampung ke dalam methane analyzer melalui mulut kantong. Konsentrasi gas metan hasil pengukuran dikalikan dengan volume gas yang diproduksi merupakan volume gas metan yang terbentuk selama proses fermentasi dalam rumen.

Metode

Desain Penelitian

Penelitian menggunakan RUSITEC delapan vessel. Masing-masing vessel merupakan perwakilan dari rumen domba yang dipelihara sebelumnya, sampel pakan yang diinkubasikan mengikuti pakan yang diberikan ketika domba hidup. Sebelum dilakukan analisis menggunakan RUSITEC, dipelihara delapan ekor domba lokal dewasa menggunakan dua jenis pakan yang berbeda, empat domba diberikan pakan mengandung 30% Indigofera sp. sedangkan empat ekor domba yang lain diberikan pakan mengandung 30% limbah tauge.

Optimalisasi RUSITEC

Terdapat beberapa tahapan dalam menjalankan alat RUSITEC yaitu tahap persiapan, pelaksanaan dan penghentian RUSITEC.

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini alat RUSITEC dijalankan tanpa sampel pakan, hal tersebut berguna untuk mengecek kinerja alat agar seluruh komponen bekerja optimal, mulai dari pompa peristaltik, vessel, sampai dengan heater. Pada tahap ini tidak digunakan cairan dan padatan rumen, vessel hanya diisi dan dialiri akuades saja.

(35)

15 2. Tahap Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan kegiatan evaluasi pakan menggunakan RUSITEC ini meliputi penanganan isi rumen, penimbangan solid/padatan isi rumen, inkubasi pakan dalam vessel, pengontrolan aliran saliva ke vessel, pengumpulan produksi gas dan effulent selama 24 jam.

a. Penanganan isi rumen

Isi rumen disaring dengan 4 lapis kain kasa, cairan rumen dimasukkan ke dalam vessel sebanyak 400 mL dan ditambahkan dengan saliva buatan sebanyak 400 mL. Sementara padatan isi rumen setelah diperas timbang sebanyak 75 g, kemudian dimasukkan ke dalam kantong nilon yang telah diberi kode dan dimasukkan ke dalam feed continer di dalam vessel. Kantong nilon berisi padatan isi rumen diambil pada 24 jam setelah dimasukkan untuk diganti dengan pakan baru yang diinkubasikan. Baik penanganan padatan maupun cairan rumen dilakukan secepatnya dibantu dengan mengalirkan gas CO2 untuk menjaga isi rumen tersebut dalam kondisi anaerob.

b. Penimbangan sampel pakan yang diinkubasikan.

Pakan yang diinkubasikan setelah dihaluskan kemudian ditimbang 15 g berdasarkan bahan kering dan dimasukkan ke dalam kantong nilon berkode serta diikat rapat. Kantong nilon tersebut selanjutnya dimasukkan bersama padatan ke dalam tabung berpori dalam vessel pada hari pertama untuk diambil pada 48 jam mendatang.

c. Penggantian kantong nilon

Penggantian kantong nilion dilakukan setiap 24 jam sekali dengan cara mengambil salah satu dari dua kantong nilon yang telah diinkubasikan dengan waktu inkubasi sudah mencapai 48 jam. Pada saat pengambilan tersebut dimasukkan lagi kantong nilon berisi pakan yang baru sehingga jumlah kantong nilon dalam tabung berpori di dalam vessel selalu dua buah. Agar tidak terjadi kesalahan pengambilan, tali pengikat kantong nilon dibedakan menjadi dua warna, masing-masing mewakili hari ganjil atau genap pada saat kantong dimasukkan/dikeluarkan. Untuk meminimalisir kejutan temperature pada proses penggantian kantong nilon vessel tetap direndam pada air bersuhu ± 39°C, sementara itu di dalam vessel dialiri CO2 untuk menjaga lingkungan dalam vessel tetap anaerob. Di samping penggantian kantong nilon, dilakukan pula koleksi effluent dan gas yang diproduksi sekaligus pengukuran konsentrasi metan. Oleh karena itu pada proses penggantian ini alat RUSITEC (motor) dan pompa peristaltik saliva dimatikan untuk sementara waktu.

d. Pengontrolan aliran saliva ke vessel

Kegiatan ini harus dilakukan, terutama sesaat setelah penggantian sampel yang diinkubasikan. Seringkali effluent di dalam vessel belum penuh sehingga effluent yang masuk ke botol penampung terganggu. Untuk memperlancar aliran dapat dilakukan dengan menyuntikkan saliva ke dalam outlet vessel secara kontinyu hingga effulent dapat masuk dalam botol secara stabil.

3. Tahap Penghentian

(36)

16

sampel pada analisis berikutnya. Cara yang dilakukan adalah sama dengan tahap persiapan.

Pengukuran Produksi Gas, Metan dan Pola Fermentasi Rumen

Pada penelitian dilakukan pengukuran parameter yang menggambarkan pola fermentasi menggunakan RUSITEC.

a. Pengukuran produksi gas

Pengukuran produksi gas dilakukan setiap hari selama 24 jam bersamaan dengan penggantian pakan dan pengukuran parameter yang lain. Pengukuran dilakukan dengan menenggelamkan gas-collection bag dalam bejana berisi air dengan mengukur air yang dipindahkan maka dapat diketahui volume gas yang terbentuk.

b. Pengukuran konsentrasi metan

Pengukuran konsentrasi metan menggunakan methane analyzer dengan merek ”Sable system MA-10a CH4 Analyzer”. Sebelum methane analyzer digunakan untuk mengukur kandungan metan dalam gas bag yang diproduksi selama 24 jam analisis, terlebih dahulu dialiri dengan gas N2 untuk memastikan gas metan dari lingkungan tidak terperangkap di dalam saluran methane analyzer. Kemudian dilakukan optimalisasi keseksamaan pembacaan alat pengukur terhadap gas metan yang telah diketahui kemurniannya, penyesuaian dilakukan dengan cara mengalirkan gas metan ke dalam methane analyzer diikuti dengan memutar tombol pengatur sedemikian rupa sehingga methane analyzer memberikan informasi konsentrasi metan yang sesuai dengan konsentrasi metan yang dialirkan. Setelah penyesuaian pembacaan alat dilakukan, konsentrasi gas metan pada delapan gas-collection bag dapat segera diukur secara bergantian dengan memasukkan mulut gas-collection bag ke dalam saluran input methane analyzer. Angka yang terbaca pada methane analyzer adalah persentase volume metan pada gas yang tertampung dalam gas-collection bag.

c. Pengukuran pH effluent

Pengukuran pH dilakukan segera setelah selang penghubung botol effluent dan vessel dicabut, bersamaan dengan inkubasi pakan baru. Sebelum dilakukan pengukuran terlebih dahulu tabung effluent digoyang-goyangkan sehingga effluent di dalam tabung homogen. Pengukuran pH effluent menggunakan pH meter digital.

d. Pengukuran konsentrasi NH3 effluent

(37)

17 Na2CO3 jenuh tercampur rata dan didiamkan selama 24 jam pada suhu kamar.

Ion hidrogen asam borat akan mengikat N-Amonia dari supernatan dan asam borat dititrasi dengan H2SO4 0.0104 N sampai warnanya berubah dari biru menjadi merah muda. Kadar NH3 dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

Konsentrasi NH3 (mM) = Vol H2SO4 (mL) x N-H2SO4 x (1000/vol sampel (mL))

e. Pengukuran degradasi bahan kering pakan inkubasi (DBK)

Pengukuran degradasi/kehilangan bahan kering pakan yang diinkubasikan dilakukan dengan memasukkan kantong nilon beserta sisa pakan di dalamnya yang diambil dari dalam feed container ke dalam oven 55 °C dan oven 105 °C. Setelah berat kantong konstan, kantong berisi sisa pakan ditimbang. Selisih berat bahan kering sebelum dan sesudah sampel diinkubasikan ke dalam feed container merupakan nilai degradasi bahan kering pakan.

(BK x A) – (BK x B)

DBK (%) = --- x 100% (BK x A)

Keterangan:

DBK : degradasi bahan kering BK : kandungan bahan kering (%) A : total berat sampel sebelum inkubasi B : total berat sampel setelah inkubasi

f. Pengukuran degradasi bahan organik pakan inkubasi (DBO)

Pengukuran degradasi bahan organik pakan yang diinkubasikan dilakukan dengan memasukkan sebagian sampel pakan ke dalam tanur bersuhu 600 °C untuk diabukan. Selisih berat sampel sebelum dan sesudah diabukan merupakan kadar bahan organik sampel. Perkalian antara persentase degradasi bahan organik dengan berat kering sampel pakan hasil inkubasi merupakan degradasi bahan organik.

(BK x A x BO) – (BK x B x BO)

DBO (%) = --- x 100% (BK x A x BO)

Keterangan:

DBO : degradasi bahan organik BK : kandungan bahan kering (%) BO : kandungan bahan organik (%) A : total berat sampel sebelum inkubasi B : total berat sampel setelah inkubasi

Peubah yang Diamati

(38)

18

Analisis Data

Dinamika fermentasi (produksi gas total, persentase metan, volume gas metan, pH dan NH3 effluent serta degradasi bahan kering dan bahan organik) terhadap satuan waktu disajikan secara deskriptif. Rata-rata produksi gas total, persentase metan, produksi gas metan dan parameter fermentasi yang lain (pH effluent, NH3, degradasi bahan kering dan bahan organik) dianalisis menggunakan uji t-student (Steel and Torry 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola produksi total gas dan metan terhadap waktu fermentasi

Total gas yang diproduksi per hari selama enam hari pengamatan digambarkan sebagai pola fermentasi produksi total gas berdasarkan waktu, disajikan pada Gambar 4. Baik pola produksi total gas kelompok pakan mengandung Indigofera sp. maupun kelompok pakan mengandung limbah tauge berfluktuasi dan terlihat kelompok pakan mengandung Indigofera sp. lebih fluktuatif dibandingkan limbah tauge.

Produksi total gas terendah pada pakan mengandung Indigofera sp. adalah di hari kesebelas sebanyak 1426.78 mL/hari dan tertinggi pada hari kesembilan (2732.03 mL/hari). Produksi total gas pakan mengandung limbah tauge terendah terjadi pada hari kedelapan sebesar 1487.92 mL/hari dan tertinggi pada hari ketigabelas sebesar 2058.97 mL/hari.

Gambar 4 Pola produksi total gas pada pakan yang mengandung Indigofera sp. dan limbah tauge selama enam hari inkubasi. ---o--- produksi total gas pakan mengandung Indigofera sp., ---+--- produksi total gas pakan mengandung limbah tauge

1200 1700 2200 2700

5 6 7 8 9 10 11 12

vol

um

e t

o

ta

l gas

(m

L)

(39)

19 Gas hasil fermentasi mikroorganisme rumen merupakan akumulasi dari beberapa komponen gas. Pada Tabel 1 dapat dilihat beberapa komponen gas yang dapat diproduksi oleh rumen dan komposisinya. Komponen gas tertinggi hasil fermentasi mikroorganisme rumen umumnya adalah gas karbon dioksida (CO2) dan metan. Gas CO2 merupakan hasil samping pembentukan asetat dan butirat dari piruvat karena metabolisme mikroorganisme rumen, sedangkan pembentukan propionat tidak menghasilkan CO2, selain itu CO2 dapat dibebaskan pula oleh asam format. Kenyataan tersebut menyiratkan bahwa laju pembentukan VFA (terutama asetat dan butirat) berbanding lurus dengan terbentukanya total gas hasil fermentasi mikroorganisme rumen. Namun pembentukan VFA oleh mikroorganisme rumen baik in vivo maupun in vitro (RUSITEC) tidak mudah untuk dijelaskan, hal tersebut terkait dengan interelasi antara kandungan pakan, aliran saliva beserta seluruh komponen RUSITEC yang bertujuan menjaga stabilitas mikroorganisme serta peran bermacam mikroorganisme itu sendiri dengan berbagai macam pola hubungan yang beragam. Namun begitu pengamatan terhadap nilai-nilai dari metabolit yang dihasilkan, sedikit banyak dapat dimanfaatkan untuk menguak proses-proses yang terjadi selama fermentasi.

Pakan mengandung Indigofera sp. maupun mengandung limbah tauge pada awal fermentasi sudah menunjukkan aktivitas fermentasi, hal tersebut ditunjukkan dengan tetap terbentuknya metabolit hasil fermentasi berupa gas. Terbentuknya gas total hasil fermentasi sebelum pengamatan pada kedua kelompok pakan hampir sama dan cenderung konstan, hal tersebut mengindikasikan bahwa lingkungan fermentasi pada rumen domba hidup tidak jauh berbeda dengan vessel RUSITEC (fermentor). Apalagi pakan yang diinkubasikan pada saat domba masih hidup sama persis dengna pakan yang diinkubasikan. Kondisi tersebut dapat terjadi akibat mikroorganisme rumen masih dalam taraf adaptasi dengan lingkungan baru. Satu hal yang menjadikan fermentasi in vivo berbeda dengan in vitro adalah pada fermentasi in vitro tidak ada mekanisme penyerapan hasil metabolit fermentasi seperti VFA dan NH3 seperti halnya pada dinding rumen serta kontrol terhadap kuantitas dan kualitas saliva yang dialirkan ke dalam rumen. Kondisi tersebut mirip dengan eksperimen Busquet et al. (2005) yang melakukan analisis untuk membandingkan beberapa ekstrak tanaman dan beberapa zat aktif tanaman menggunakan continuous culture system, pada enam hari pertama analisis tidak terdapat perbedaan nilai total VFA dan amonia.

(40)

20

dan susunan yang luas dari rangkaian sistem enzim yang dimiliki oleh mikroorganisme-mikroorganisme tersebut. Diungkapkan pula bahwa pengetahuan tentang mekanisme molekuler yang mendasari perubahan mikroorganisme dan biokimia mikroorganisme rumen bahkan lebih sedikit.

Pola grafik produksi total gas pada Gambar 4, terutama setelah mikroorganisme menyesuaikan diri dengan lingkungan fermentor terlihat pola yang sama pada kedua kelompok pakan, terjadi trend naik dan mencapai puncak pada hari kesembilan dilanjutkan dengan fase penurunan produksi total gas menyentuh titik terendah pada hari kesebelas sebelum berangsur naik kembali. Dikaitkan dengan nilai pH (Gambar 7), fermentasi produksi total gas cenderung berbanding terbalik dengan pH. Sekilas hal tersebut bertentangan dengan pendapat Sung et al. (2007) yang menyatakan bahwa semakin pH rumen mendekati netral maka akan diproduksi lebih banyak gas, sebaliknya gas akan semakin sedikit diproduksi apabila pH rumen semakin asam. Namun mungkin karakter pakan yang berbeda akan menimbulkan pola fermentasi yang berbeda pula, khususnya pada fermentasi in vitro, semakin tinggi pakan mengandung konsentrat secara linear akan dihasilkan pH yang semakin menurun (Lana et al. 1998). Turunnya pH banyak disebabkan oleh tingginya VFA yang terbentuk, sementara tidak ada penyerapan VFA dalam fermentor (Lascano and Heinrichs 2009).

Sudah jelas bahwa dasar terbentuknya komponen-komponen gas di dalam rumen utamanya merupakan hasil samping metabolisme karbohidrat menjadi asam lemak volatil, utamanya asetat dan butirat (Boadi et al. 2004; Mitsumori and Sun 2008). Namun bentuk kimia dari bahan baku pembentukan asetat dan butirat yang berbeda mempengaruhi cara pembentukannya, mulai dari enzim, langkah dan mikroorganisme yang berbeda sedemikian rupa sehingga dapat mempengaruhi komposisi populasi mikrobia yang bervariasi mengikuti pakannya. Pembentukan VFA dari karbohidrat tinggi selulosa dan hemiselulosa akan berbeda dengan pembentukan VFA dari mono dan disakarida, sehingga jumlah dan komposisi VFA parsial pada waktu yang sama pada pakan kaya serat akan cenderung berbeda dengan pakan kaya konsentrat. Calsamiglia et al (2008) mengemukakan bahwa fermentasi mikroorganisme rumen didahului oleh substrat yang mudah larut terlebih dahulu, nutrisi karbohidrat mudah larut cepat memproduksi VFA.

Pendapat Sung et al. (2007) didasarkan pada pakan tinggi serat menggunakan hay rumput thimoty (Phleum pretense), imbangan hijauan:konsentrat yang digunakan adalah 60:40, dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari. Kandungan serat kasar hay rumput timothy adalah antara 27.8-33.2% (Lloyd et al. 1961), kandungan NDF dan ADF berturut-turut 62.6 dan 35.0% (Ordakowski-Burk et al. 2006). Tidak ada informasi rinci mengenai bahan penyusun konsentrat maupun komposisi nutrisi pakan yang diberikan, namun dengan memperhatikan imbangan hijauan dan konsentrat serta frekuensi pemberian pakan yang jarang dapat diperkirakan mikroorganisme yang lebih berkembang adalah golongan fibrolitik yang menghasilkan asetat dan butirat dari karbohidrat struktural.

(41)

21 dibandingkan dengan hasil perhitungan standar nasional untuk konsentrat sapi potong (BSN 2009), yang mensyaratkan BETN minimal sebesar 38.37% dalam 100% bahan kering. Tarmidi (2004) menyusun pakan domba dengan kandungan BETN antara 42.27% dan 48.21% menggunakan beberapa level ampas tebu yang telah dilakukan biokonversi mendapatkan pertambahan bobot badan harian sebesar 49.64-71.47 g/ekor/hari. Sementara Suharyono et al. (2010) memberikan beberapa suplemen pakan berbeda pada pemeliharaan domba dengan kandungan BETN 46.74-47.29% menghasilkan PBBH 49.41-111.94 g/ekor/hari. Pada pemeliharaan domba sistem feed lot, Purbowati et al. (2007) menggunakan BETN 49.81-60.02% menghasilkan PBBH 145.22-164.98 g/ekor/hari.

Bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) adalah hasil pengurangan bahan kering oleh protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan abu (Hartadi et al. 1980), sehingga BETN merupakan gambaran jumlah fraksi karbohidrat mudah larut yang merupakan karbohidrat non struktural seperti gula-gula sederhana, pati dan pektin (Russel et al. 1992). Dijelaskan lebih lanjut oleh Chalupa and Sniffen (2000) bahwa tingkat laju fermentasi karbohidrat berbeda-beda. Gula sederhana difermentasi lebih cepat dibandingkan pati, sedangkan pati dan pektin difermentasi lebih cepat dibandingkan dengan serat. Sementara pati dalam biji-bijian difermentasi dengan laju yang berbeda pula (gandum > barley > jagung > sorgum). Fermentasi serat dan pati akan meningkat apabila dilakukan pengurangan ukuran partikel. Pengurangan ukuran partikel akan meningkatkan area permukaan per unit berat sehingga partikel pakan lebih mudah diakses oleh enzim mikroorganisme.

Propionat (dan laktat) diproduksi dari fermentasi pati dan gula sederhana (Chalupa and Sniffen 2000). Lebih lanjut diungkapkan bahwa kandungan konsentrat yang tinggi biasanya menyebabkan imbangan asetat:propionat menurun, penurunan tersebut disebabkan oleh produksi propionat yang meningkat meskipun produksi asetat cenderung tetap. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab tingginya produksi VFA pada pakan tinggi karbohidrat mudah larut, sehingga dapat dipahami bahwa gas total yang diproduksi oleh pakan yang diikubasikan dapat mencapai jumlah yang cukup tinggi dengan cepat setelah sebelumnya sangat sedikit gas yang dapat diproduksi.

Wolin (1960) mengenalkan persamaan yang menggambarkan hubungan antara VFA, produksi gas dan fermentasi glukosa. Persamaan ini sering digunakan untuk memprediksi perubahan produksi gas yang disebabkan oleh dinamika fermentasi. Sehingga jelas bahwa pakan inkubasi yang mengandung BETN tinggi dapat cepat membentuk gas dan semakin lama fermentasi gas yang dapat terbentuk cenderung banyak. Doane et al. (1997) menambahkan bahwa umumnya hasil dari fermentasi jangka panjang menghasilkan hubungan yang konstan antara substrat terdegradasi dan pembentukan produk akhir fermentasi.

(42)

22

berada pada titik yang rendah. Penurunan pH fermentor seiring dengan fermentasi yang semakin optimal yang dimulai pada hari keenam sampai hari kesembilan. Kondisi demikian dimungkinkan karena tingginya VFA yang terbentuk kurang seimbang dengan saliva yang dialirkan ke dalam fermentor sehingga effluent menjadi semakin asam akibat akumulasi VFA hasil fermentasi mikroorganisme. Kondisi fermentor yang asam disebabkan pula oleh terbentuknya laktat.

Dijkstra et al. (2012) mengemukakan bahwa pada kondisi pH rendah, bakteri amilolitik lebih berkembang dan semakin aktif, sebaliknya bakteri pencerna serat utama tidak toleran terhadap rendahnya pH sehingga pencernaan serat turun drastis. Komposisi populasi mikroorganisme rumen dapat berubah bergantung substrat yang ada, namun komposisi jenisnya cenderung tidak berubah, Kamra (2005) menyatakan bahwa mikroorganisme rumen memang rumit dan tidak mudah dipahami, mikroorganisme tersebut dapat bertahan dari kepunahan terhadap gangguan lingkungan rumen maupun yang berhubungan dengan pakan, bahkan faktor-faktor anti-nutrisi yang dapat membatasi populasi beberapa mikroorganisme rumen.

Tidak hanya bakteri amilolitik saja yang berkembang, pada saat konsentrasi gula sederhana tinggi, protozoa lebih banyak berkembang dengan mengambil gula sederhana terlarut dan pati (Veira 1986) dijelaskan pula bahwa protozoa lebih mampu beradaptasi dibandingkan bakteri, sehingga sangat dimungkinkan pada awal fermentasi dan sesaat setelah konsentrasi karbohidrat non struktural meninggi protozoa lebih berkembang. Sementara untuk metabolisme dirinya protozoa mengambil N dari bakteri (Cottle 1978). Indikasi berkembangnya protozoa dapat dilihat dari nilai pH (Gambar 7) yang tidak turun terlalu jauh (masih mendekati netral), Mendoza et al. (1993) menyatakan bahwa protozoa menurunkan laju degradasi pati, Williams (1986) menambahkan bahwa protozoa membantu mencegah timbulnya asidosis oleh asam laktat dengan cara cepat mengasimilasi gula yang larut menjadi amilopektin. Proses selanjutnya adalah pati yang tertelan dan polisakarida yang tersimpan oleh protozoa perlahan difermentasi membentuk VFA sehingga efektif menstabilkan pH. Namun mekanisme tersebut tidak berlaku untuk semua karbohidrat non structural, Coleman (1979) mengestimasikan hanya sepertiga gula yang dikonsumsi ternak yang akan dikonversi oleh protozoa menjadi pati, selebihnya digunakan oleh bakteri rumen.

(43)

23 Gas metan merupakan bagian dari kumpulan bermacam gas hasil fermentasi mikroorganisme rumen (Tabel 1). Penentuan kuantitas gas metan yang diproduksi dilakukan dengan mendeteksi persentase metan dari gas yang ditampung pada gas collection bag. Persentase gas metan selama enam hari pengamatan disajikan pada Gambar 5.

Sebaran nilai persentase kandungan metan terhadap keseluruhan gas yang terbentuk pada kedua kelompok pakan cukup fluktuatif. Persentase kandungan metan selama pengamatan terendah dicapai pada hari keenam pada kedua kelompok pakan, dengan nilai terendah pada pakan mengandung Indigofera sp. (7.06%) disusul oleh pakan mengandung limbah tauge (5.45%). Adapun persentase kandungan metan tertinggi terjadi pada pakan mengandung limbah tauge pada hari kesebelas sebesar 9.57%. Persentase metan tertinggi pada pakan mengandung Indigofera sp. adalah sebesar 9.01% dicapai pada hari kesepuluh.

Gambar 5 Persentase metan terhadap total gas pada pakan yang mengandung Indigofera sp. dan limbah tauge selama enam hari inkubasi. ---o--- persentase metan pakan mengandung Indigofera sp., ---+--- persentase metan pakan mengandung limbah tauge

Pada dua hari pertama fermentasi persentase metan terhadap produksi total gas sudah relatif tinggi dibandingkan dengan waktu fermentasi selanjutnya. Pada hari pertama RUSITEC dijalankan, digunakan cairan dan padatan isi rumen yang banyak mengandung mikroorganisme rumen aktif untuk mendampingi pakan yang diinkubasikan. Martínez et al. (2010) menyatakan bahwa umumnya domba yang diberikan rumput memiliki jumlah bakteri yang lebih banyak berasosiasi dengan padatan rumen dibandingkan yang berasosiasi dengan cairan rumen. Michalet-Doreau et al. (2001) melaporkan bahwa mikroorganisme rumen tidak tersebar merata pada padatan dan cairan rumen, populasi bakteri selulolitik tinggi di dalam padatan rumen. Sementara populasi protozoa tidak konsisten pada bagian tertentu isi rumen. Protozoa seringkali berada pada bagian bawah cairan rumen (Coleman 1979), terutama golongan holotrica protozoa biasanya berasosiasi

5 7 9

5 6 7 8 9 10 11 12

produk

si

t

erhadap t

o

ta

l

gas (%)

(44)

24

dengan cairan retikulorumen (Martin et al. 1999) pada lain pihak, Orpin (1985) melaporkan bahwa ciliata banyak menempel pada substrat hijauan, terutama beberapa menit setelah pakan masuk ke dalam rumen.

Baik cairan maupun padatan rumen merupakan starter untuk menjamin kelangsungan analisis selama fermentasi dilakukan. Pada awal dijalankannya RUSITEC, lingkungan fermentor relatif bebas dari metabolit yang berlebih yang dapat menghambat kinerja mikroorganisme, seperti VFA dan NH3 sudah diserap oleh domba ketika masih hidup. Sementara itu perkursor metan seperti CO2 dan H2 yang tidak terserap dinding rumen tersedia cukup sehingga dapat digunakan oleh metanogen (mikroorganisme pembentuk metan) untuk membentuk metan. Dijelaskan pula oleh Krumholz (1983) bahwa banyak metanogen menggantungkan kehidupannya dari protozoa sehubungan protozoa mampu mendukung aktivitas metanogenesis. Lebih lanjut dijelaskan oleh Ohene-Adjei et al. (2007) bahwa protozoa pada habitat anaerobik seperti rumen kaya akan hidrogen sehingga seringkali berasosiasi dengan bakteri metanogen.

Persentase kandungan gas metan dalam total gas yang tertampung dibandingkan hasil beberapa analisis lain relatif rendah. Carro et al. (1999) menganalisis penambahan DL-malat yang berpotensi meningkatkan pembentukan propionat dalam rumen dan penembahan propionat pada pakan mengandung hijauan dan konsentrat masing-masing 50% menggunakan RUSITEC dengan inokulum rumen domba, setelah hari kesebelas mendapatkan persentase metan terhadap gas CO2 dan metan sebesar 16.85 dan 17.80% masing-masing untuk penambahan DL-malat dan propionat. Apabila diperhitungkan dengan gas lain yang terbentuk seperti H2, O2 serta N2 (Ishler et

Gambar

Tabel 1 KKomposisi g
Gambar 22 Jalur yan
Tabel 3 Komposisi bahan dan nutrisi pakan penelitian
Gambar 3 Skema komponen alat RUSITEC yang diwakili oleh satu vessel
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian tentang kemampuan tanaman kangkung (Ipomea sp) dalam mengurangi kadar logam plumbum (Pb) berdasarkan waktu detensi dapat

(2) Pelaksanaan meto- de eksperimen, (a) Usahakan eksperimen dapat diikuti, diamati oleh seluruh kelas, (b) Tumbuhkan sikap kritis pada siswa sehingga terdapat tanya jawab,

Mana kala siswa diluar wilayah sekolah tentu saja sekolah akan sulit mengawasi atau bahkan memberikan kekangan ketika berada didalam lingkungan sekolah,

Usulan yang dapat diberikan adalah dengan menambahkan DHL (sektor swasta) sebagai pemain utama karena kompeten di bidang logistik dan mengubah peranan beberapa lembaga

Pengaruh Pembelajaran Menggunakan Multimedia Animasi Terhadap Penguasaan Konsep Materi Diagram Fasa Pada Mata Kuliah Material Teknik Untuk Mahasiswa JPTM.. Universitas

Dengan ini kami umumkan perubahan pada persyaratan kualifikasi untuk SBU semula ͞ SBU SI011 Jasa Pelaksana Pekerjaan Bangunan Stadion untuk Olah Raga outdoor [dengan Sub

ada yang sesuai adajuga yang tidak sesuai diantaranya: Adanya kesadaran akan kewajiban zakat pertanian cabai, mengeluarkan zakat pertanian cabai dari hasil bersih setelah

Hasil penelitian ini adalah; (1) modul interaktif dengan menggunakan program LCDS pada materi optika geometri yang telah dikembangkan dan dapat digunakan pada