• Tidak ada hasil yang ditemukan

CERITA RAKYAT BATAK 27 TENTANG MIGRASI ORANG BATAK KE TANAH GAYO DI KECAMATAN BEBESEN KABUPATEN ACEH TENGAH.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "CERITA RAKYAT BATAK 27 TENTANG MIGRASI ORANG BATAK KE TANAH GAYO DI KECAMATAN BEBESEN KABUPATEN ACEH TENGAH."

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

CERITA RAKYAT “BATAK 27” TENTANG

MIGRASI ORANG BATAK KE TANAH GAYO DI

KECAMATAN BEBESEN KABUPATEN ACEH

TENGAH

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi

Sebagian persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

SAID MUBIN

NIM. 309 321 O46

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

(2)
(3)
(4)

i

ABSTRAK

Said Mubin. NIM. 309321046. Cerita Rakyat “Batak 27” Tentang Migrasi Orang Batak Ke Tanah Gayo Di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan, 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui migrasi orang Batak ke tanah Gayo berdasarkan literatur, untuk mengetahui folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke tanah Gayo, untuk mengetahui fakta-fakta yang terdapat pada Folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke tanah Gayo.

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode Sejarah. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan dan penelitian studi pustaka dengan menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan topik penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melakukan wawancara, observasi lapangan, dokumentasi foto, dan studi kepustakaan. Untuk menganalisis data dilakukan beberapa tahapan yaitu pengumpulkan sumber, melakukan verifikasi data, menginterpretasi data, dan menarik kesimpulan.

Dari hasil penelitian dilapangan diperoleh data bahwa migrasi orang Batak ke tanah Gayo terjadi pada masa Sultan Alaudin Riyatsyah “Alkahar memerintah pada abad ke XVI Masehi, pada masa itu Batak Karo (Batak 27) menang dalam peperangan melawan kerajaan Bukit, sehingga Batak Karo membentuk suatu kerajaan yang disebut dengan kerajaan Cik Bebesen. Selain itu, orang Batak datang ke tanah Gayo sebagai budak belian (temulok).

Folklor “Batak 27” mengambarkan aktivitas orang Batak di tanah Gayo yang menggambarkan tentang migrasi orang Batak ke tanah Gayo menurut tradisi lisan orang Gayo. Di dalam Folklor “Batak 27” tersebut menceritakan tentang kedatangan orang Batak ke tanah Gayo sebanyak 27 orang Batak Karo yang diawali dari pembunuhan beberapa orang Batak di tanah Gayo sehingga terjadinya peperangan antara orang Gayo dengan orang Batak karo yang diakhiri atas kemenangan orang Batak karo (Batak 27) sehingga orang Batak Karo (Batak 27) membentuk suatu kerajaan yang disebut dengan kerajaan Cik Bebesen.

(5)

ii

KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim, dengan mengucapkan puji dan syukur

kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya, sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Cerita Rakyat “Batak 27”

Tentang Migrasi Orang Batak ke Tanah Gayo di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan,

terutama kurangnya pengalaman penulis dalam penyusunan karya ilmiah serta

keterbatasan pengetahuan, namun demikian berkat bantuan dan bimbingan Bapak

Dosen Pembimbing yang selalu memberikan arahan, bimbingan dan nasehat

sehingga skripsi ini dapat terwujud sebagaimana mestinya.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik M.Si, selaku Rektor Universitas Negeri

Medan beserta staf – stafnya yang telah membantu kelancaran urusan akademik maupun administrasi selama menjalani perkuliahan.

2. Bapak Dr. H. Restu MS, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial beserta stafnya.

3. Ibu Dra. Lukitaningsih M.Hum, selaku ketua Jurusan Pendidikan Sejarah dan

sekaligus sebagai dosen penguji.

4. Ibu Dra. Hafnita Sari Dewi Lubis M.Si, selaku sekretaris jurusan pendidikan

sejarah.

(6)

iii

6. Ibu Dra. Flores Tanjung, MA, selaku dosen pembimbing akademik sekaligus

dosen penguji skripsi.

7. Bapak Drs. Ponirin, M.Si selaku dosen penguji skripsi.

8. Seluruh dosen-dosen dan staf administrasi di Jurusan Pendidikan Sejarah,

terima kasih yang sebesar-besarnya atas jasa-jasa yang telah kalian berikan

kepada penulis, selaku mahasiswa di Jurusan Pendidikan Sejarah.

9. Teristimewa kepada Orang Tua Penulis, Ama Syamsuddin HS dan Ine

Almarhumah Rusmini yang penulis cintai, kasihi dan sayangi. Berijin (terima

kasih) karena selalu memberikan semangat, dukungan, motivasi, moril, dan

selalu mendoakan penulis sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan studi

dan akhirnya mendapat gelar sarjana. Semoga senantiasa Ama dalam

lindungan dan limpahan berkah Allah SWT, selalu diberikan kemudahan

rezeki, kesehatan dan umur yang berkah dan walaupun Ine (Ibunda) kini telah

tiada tetapi Ine (Ibunda) akan selalu ada dan hadir dalam hati, jiwa dan raga

penulis, semoga amal ibadah Ine (Ibunda) diterima di sisi Alllah SWT, di

jauhkan dari api neraka dan di tempatkan dalam surga, Amin Ya Rabbal

Alamin.

10. Terima kasih kepada Abang dan Kakak Ipar penulis, beserta adik-adik

penulis yang telah memberikan dukungan, motivasi dan semangat kepada

penulis.

11. Terima kasih kepada sahabat-sahabat penulis, Indera Temas Miko, Subhan,

Riska Khairani, Muisah Farhani Lubis Lisdawana Sirait, Intan Permana, Ita

(7)

iv

Mol Pulo Tige yang selama ini telah banyak membantu dan memberi

dukungan serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

12. Terima kasih buat teman-teman seperjuangan A/B Ekstensi 2009.

13. Teman-teman PPLT SMA Muhammadiah 17 Tanjung Tiram Batu Bara,

Dame S Silaban Rika Hardianti, Wita, Yani Rambe, Suryana, Jhon/Jul Fadli

Tarigan, Dana, dan Fahmi Nasution.

Medan Juli 2013 Penulis

(8)

v

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Kerangka Konsep ... 7

1. Konsep Folklor ... 7

2. Konsep Mitos ... 8

3. Konsep Fakta ... 9

4. Konsep Migrasi ... 9

5. Konsep Batak ... 11

B. Kerangka Berfikir ... 12

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 13

A. Metode Penelitian ... 13

(9)

vi

C. Lokasi Penelitian ... 16

D. Teknik Pengumpulan Data ... 16

E. Teknik Analisa Data ... 17

BAB IV PEMBAHASAN ... 20

A. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Aceh Tengah... 20

1. Sejarah Kabupaten Aceh Tengah ... 20

2. Letak Geografis ... 25

3. Asal-Usul Keturunan Suku Gayo ... 27

4. Kehidupan Masyarakat Gayo ... 31

B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 32

1. Keadaan Alam dan Geografis ... 32

C. Migrasi orang Batak ke tanah Gayo berdasarkan Literatur ... 33

D. Folklor “Batak 27” Tentang Migrasi Orang Batak ke Tanah Gayo ... 46

1. Folklor “Batak 27” Berdasarkan Literatur ... 46

2. Folklor “Batak 27” Berdasarkan Hasil Wawancara ... 70

E. Fakta-Fakta Yang Terdapat Pada Folklor “Batak 27” Tentang Migrasi Orang Batak Ke Tanah Gayo... 79

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 85

(10)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Nama-Nama Kepala Daerah Kabupaten Aceh Tengah

(11)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tanah Gayo meliputi pusat pegunungan Bukit Barisan bagian Utara yang

merupakan dataran tinggi dengan ketinggian diatas 1.000 meter diatas permukaan

laut. Wilayahnya terpotong-potong oleh punggung-punggung bukit.

Punggung-punggung bukit dimaksud merupakan hulu-hulu sungai besar dan penting, seperti

Sungai Peusangan, Meulaboh, Jambu Aye/Jemer, Tripa, Temiang, dan Sungai

Perlak dengan beberapa anak sungainya. Jajaran bukit barisan yang membentang

disebelah Utara merupakan batas alam yang memisahkan Tanah Gayo dengan

pesisir Aceh bagian Utara. Kemudian dibagian Barat melengkung dibagian hulu

Sungai Senangan, arah ke Timur Bur Ni Alas, dan Bur Ni Serbe Langit yang

langsung berbatasan dengan Tanah Alas dan Tanah Batak. Secara tradisional,

wilayah Tanah Gayo terbagi atas empat bagian yaitu Wilayah Lut Tawar, Wilayah

Deret, (daerah jambu aye), Wilayah Gayo Lues dan Gayo Tanyo serta Wilayah

Serbe Jadi (Hurgroje, 1996 : 2-7).

Adanya empat wilayah tradisional tersebut sangat mungkin menjadikan

Tanah Gayo terbagi menjadi empat kelompok besar, namun masih satu bahasa,

yaitu bahasa Gayo, dengan dialek yang sedikit bervariasi antar wilayah tersebut.

Masyarakatnya hingga kini banyak bergerak di bidang pertanian, peternakan, dan

juga perikanan. Masyarakat Gayo menganut paham patrinial dimana didalam satu

(12)

2

mereka akan membuat rumah disekitar rumah induk, begitu seterusnya, hingga

terbentuk satu kampung yang merupakan satu belah.

Keberadaan tentang asal-usul masyarakat Gayo yang mendiami Dataran

Tinggi Tanah Gayo, dapat dikatakan belum terungkap dengan jelas, dikarenakan

bahan-bahan sejarah yang pernah ada ditulis sangat terbatas, dan setelah

dilakukan penelitian arkeologis yang dilakukan oleh Ketut Wirandyana dan

Taufikurrahman Setiawan menemukan titik terang tentang keberadaan asal-usul

orang Gayo.

Tim peneliti dan penulis Monografi Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh

Tengah dari Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh tahun 1997 menulis

bahwa suku bangsa Gayo berasal dari Melayu Tua yang datang ke Sumatera

gelombang pertama dan menetap di pantai Utara dan Timur Aceh dengan pusat

pemukiman di wilayah antara muara aliran sungai Jambu Aye, sungai Perlak dan

sungai Temiang. Kemudian menyusur daerah aliran sungai-sungai itu berkembang

ke Serbejadi, Lingga, dan Gayo Lues.

Menurut Latif dalam bukunya Pelangi Kehidupan Gayo dan Alas bahwa

sebelum dataran Tinggi Gayo dihuni oleh Melayu Tua, sebenarnya daerah ini

telah dihuni oleh golongan Manteue yang menyingkir kepedalaman akibat

kedatangan Melayu Tua. Melayu Tua terdiri dari suku Leong, Chong, Lie dan

Hoo yang berasal dari Mongolia di pegunungan Himalaya, menempati daerah

Perlak dan sekitarnya melalui pantai Timur Selat Malaka pada tahun 2500 SM

(13)

3

kemudian meyebar kepedalaman adalah suku Gayo, Alas, Nias, Batak dan suku

Toraja ( Latif, 1996 : 3).

Para ahli sejarah berpendapat, bahwa penduduk yang bermukim di wilayah

pedalaman merupakan orang yang datang gelombang pertama ke benua atau pulau

itu. Orang Gayo, orang Batak dan lain-lainnya yang bermukim di wilayah

pedalaman pulau Sumatera adalah mereka yang pada mulanya datang dari Hindia

belakang gelombang pertama dan menetap di pantai dari arah mana mereka

datang. Kemudian menyebar ke pedalaman melalui aliran sungai untuk

memperluas usaha dan menambah penghasilan (Ibrahim, 2007 : 5).

Berdasarkan hasil penelitian Arkeologis yang diteliti oleh Ketut

Wiradnyana dan Taufikurrahman Setiawan di situs Loyang Mendale dan situs

Loyang Ujung Karang yang terletak di daerah Takengon menemukan titik terang

tentang keberadaan asal suku Gayo, mereka berkesimpulan bahwa sebelum 7.400

tahun yang lalu, telah ada kelompok orang dengan ras Austromelanesoid yang

tinggal di pesisir-pesisir timur pulau Sumatera. Mereka adalah pengusung budaya

Hoabinh, yaitu sebuah budaya yang berasal dari Vietnam bagian Utara, yang

hidup dengan mengeksploistasi biota marti.

Kelompok manusia ini diindikasikan ada beberapa dan mereka hidup

dengan cara berburu dan juga menangkap ikan serta mengumpulkan berbagai

jenis kerang-kerangan ataupun siput sebagai bahan pangan. Pada kisaran 4.000

tahun yang lalu, mereka juga telah mengenal bercocok tanam sederhana, yaitu

dengan menanam umbi-umbian dan kacang-kacangan disekitar hunian. Mereka

(14)

4

punggung, yang ditempatkan di sekitar muara-muara sungai. Para perempuan,

anak-anak, dan orang tua tinggal di rumah, dan para lelaki dewasa pergi berburu.

Karena berbagai hal, diantara keterbatasan bahan pangan, bencana alam,

seperti banjir dan mungkin juga tsunami, mereka berpindah dengan menyusuri

sungai-sungai yang bermuara di laut di sekitar tempat tinggalnya. Salah satu dari

kelompok orang ini diantaranya ada yang menyusuri Sungai Pesangan dan mereka

di antaranya bertempat tinggal di Loyang Mendale (Wiradnyana, 2011 :

149-158).

Dalam sejarah, penduduk yang mendiami kampung Kebayakan dan

Bebesen merupakan kampung “inti” di Gayo Laut, mempunyai satu anggapan

bahwa asal usul mereka berbeda. Penduduk kampung Kebayakan mengatakan

mereka adalah penduduk asli di daerah Gayo, sedangkan yang satu pihak lagi,

yakni penduduk kampung Bebesen, memang menyadari bahwa mereka berasal

dari daerah Batak dengan sebutan Batak 27.

Batak 27 merupakan cerita rakyat yang dikenal cukup luas di Tanah Gayo,

cerita tentang Batak 27 juga di tulis oleh C. Snouck Hurgronje (1996: 53-54), H.

AR. Latief (1995 : 81) dan di tulis juga oleh H. Mahmud Ibrahim (2007 : 65-69).

Karena cerita ini berkaitan dengan kedatangan suku Batak ke Tanah Gayo

maka saya tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Cerita Rakyat “Batak

27” Tentang Migrasi Orang Batak Ke Tanah Gayo Di Kecamatan Bebesen

(15)

5

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasikan

masalah sebagai berikut :

1. Migrasi orang Batak ke Tanah Gayo berdasarkan literatur.

2. Folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke Tanah Gayo.

3. Tidak jelasnya fakta sejarah kapan terjadinya migrasi orang Batak ke Tanah

Gayo.

C. Pembatasan Masalah

Melihat luasnya ruang lingkup yang akan dibahas, sehingga dalam hal ini

mengharuskan peneliti untuk membatasi permasalahan yang ada agar penulisan

karya ilmiah ini dapat lebih terarah. Dengan demikian apa yang hendak dicapai

dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan tujun penelitian. Dalam hal ini

peneliti membatasi masalah pada Cerita Rakyat “Batak 27” tentang Migrasi orang

Batak ke Tanah Gayo di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.

D. Rumusan Masalah

Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana migrasi orang Batak ke Tanah Gayo berdasarkan literatur ?

2. Bagaimana folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke Tanah Gayo?

3. Fakta-fakta apa saja yang dapat dijadikan sebagai bukti dari folklor “Batak

(16)

6

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah :

1. Untuk mengetahui migrasi orang Batak ke Tanah Gayo berdasarkan

literatur.

2. Untuk mengetahui folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke Tanah

Gayo.

3. Untuk mengetahui fakta-fakta yang terdapat pada folklor “Batak 27” tentang

migrasi orang Batak ke Tanah Gayo.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini nantinya adalah :

1. Sebagai pengumpulan bahan-bahan dalam penelitian migrasi orang Batak ke

Tanah Gayo.

2. Sebagai referensi tambahan terhadap penelitian-penelitian mengenai folklor

Batak 27 tentang migrasi orang Batak ke Tanah Gayo.

3. Dapat memberikan informasi yang lebih obyektif kepada masyarakat

(17)

1 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan keterangan dan analisis yang telah dilakukan maka peneliti

dapat membuat kesimpulan sebagai berikut:

1. Migrasi orang Batak ke tanah Gayo terjadi pada masa Sultan Alaudin

Riyatsyah “Alkahar memerintah pada abad ke XVI Masehi, pada masa itu

Batak Karo (Batak 27) menang dalam peperangan melawan kerajaan

Bukit, sehingga Batak Karo membentuk suatu kerajaan yang disebut

dengan kerajaan Cik Bebesen. Selain itu, orang Batak datang ke tanah

Gayo sebagai budak belian (temulok).

2. Folklor “Batak 27” mengambarkan aktivitas orang Batak di tanah Gayo

yang menggambarkan tentang migrasi orang Batak ke tanah Gayo menurut

tradisi lisan orang Gayo. Di dalam Folklor “Batak 27” tersebut

menceritakan tentang kedatangan orang Batak ke tanah Gayo sebanyak 27

orang Batak Karo yang diawali dari pembunuhan beberapa orang Batak di

tanah Gayo sehingga terjadinya peperangan antara orang Gayo dengan

orang Batak karo yang diakhiri atas kemenangan orang Batak karo (Batak

27) sehingga orang Batak Karo (Batak 27) membentuk suatu kerajaan

yang disebut dengan kerajaan Cik Bebesen.

3. Fakta-fakta yang ada dalam folklor “Batak 27” adalah keberadaan Klen

(18)

2

daerah Bebesen adanya nama lima buah klen utama (belah) yaitu belah

Linge, Munthe, Cebero, Tebe, dan Melala. Belah ini sama seperti marga

yang terdapat di dalam marga-marga Batak Karo.

B. Saran

Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan di lapangan, peneliti

memberikan beberapa saran yang mungkin dapat bermamfaat bagi para pembaca

khususnya bagi masyarakat Gayo diantaranya:

1. Diharapkan kepada masyarakat Gayo agar tidak terjadinya

perpecahan/perselihihan antar sesama karena perbedaan dari keturunan,

suku dan lain sebaganya.

2. Pentingnya untuk mengetahui dan menyusun cerita-cerita pada masa lalu

sehingga cerita-cerita pada masa lalu itu dapat dijadikan sebagai awal

penulisan sejarah untuk membuat suatu buku dengan judul Migrasi Orang

Batak Ke Tanah Gayo, yang dapat memperkaya kebudayaan kita,

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Ara, L.K. dan Medri. 2008. Ensiklopedi Aceh: adat, Hikayat dan Sastra. Banda Aceh: Yayasan Mata Air Jernih (YMAJ).

Bangun, Payung. 1995. Kebudayaan Batak. Dalam Koentjaranigrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djamban.

Danandjaja, James. 1997. Folklor Indonesia: Ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.

Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-PRES).

Gayo, M.H. 1983. Perang Gayo – Alas Melawan Kolonialis Belanda. Jakarta: PN Balai Pustaka.

Hurgronje, C. Snock. 1996. Tanah Gayo dan Penduduknya. Jakarta : Indonesia – Nederlands Coopertion in Islamic Studies.

Hurgronje, C. Snock. 1996. Gayo, Masyarakat dan Kebudayaannya Awal Abad ke-20. Jakarta: Balai Pustaka.

Ibrahim, Mahmud. 2007. Mujahid Dataran Tinggi Gayo. Takengon: Yayasan Maqamammahmuda.

Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Latief, H. AR. 1996. Pelangi Kehidupan Gayo dan Alas. Bandung: Kurnia Bupa Bandung.

Munir, Rozy. 2007. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Moleong, J Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Purba, O.H.S dan Purba, Elvis F. 1997. Migran Batak Toba di Luar Tapanuli Utara: Suatu Deskrepsi. Medan : Onora.

Rusli, Said. 1983. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta : LP3ES.

Susanto, Hary. 1987. Mitos, pemikiran Mircea Eliade. Yogyakarta: Kanisius.

(20)

Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Syukri. 2006. Sarakopat, Sistem Pemerintahan Tanah Gayo dan Relevansi Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jakarta: Hijri Pustaka Utama.

Titus, Milan J. 1995. Migrasi Antar Daerah Di Indonesia Sebagai Cerminan Ketimpangan Regional dan Sosial. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada.

Gambar

Tabel 1.1

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan banyak kelompok yang dapat menyelesaikan soal maka soal tersebut mengundang siswa dalam mencari alasan serta bersikap secara sistematis dan teratur dengan

Dalam wawancara ini peneliti akan menanyakan beberapa pertanyaan secara mendalam yang berhubungan dengan evaluasi pelaksanaan manajemen program literasi perspektif CIPP di

edaan tingkat aspirasi karir yang signifikan antara siswa jur kotaan (selisih rerata = 13.97, signifikansi = 0.009 > 0.05) siswa jurusan IPS perkotaan lebih tinggi dibanding

menggunakan metode Economic Production Quantity (EPQ) adalah sebesar 43.657 unit perbulan, sedangkan untuk total cost-nya adalah Rp 7.176.177,3 perbulan.sedangkan Nilai

on an increase in the sintering temperature for both dense HA/TCP and HA/TCP-CNTs composite. However linear shrinkage at sintering temperatures of 1100 o C for HA/TCP-CNTs

[r]

Dari grafik lama waktu penyelesaian KTI mahasiswa Program Studi DIII Kebidanan tingkat akhir di STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta didapatkan hasil dengan presentase

kebenaran apa yang diutarakan oleh para penghadap tersebut di atas, karena benar telah mengetahui dan mengenal almarhum.-- bahwa berdasarkan atas keterangan para penghadap dan