CERITA RAKYAT “BATAK 27” TENTANG
MIGRASI ORANG BATAK KE TANAH GAYO DI
KECAMATAN BEBESEN KABUPATEN ACEH
TENGAH
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi
Sebagian persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh :
SAID MUBIN
NIM. 309 321 O46
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
i
ABSTRAK
Said Mubin. NIM. 309321046. Cerita Rakyat “Batak 27” Tentang Migrasi Orang Batak Ke Tanah Gayo Di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah. Skripsi Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan, 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui migrasi orang Batak ke tanah Gayo berdasarkan literatur, untuk mengetahui folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke tanah Gayo, untuk mengetahui fakta-fakta yang terdapat pada Folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke tanah Gayo.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode Sejarah. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan dan penelitian studi pustaka dengan menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan topik penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melakukan wawancara, observasi lapangan, dokumentasi foto, dan studi kepustakaan. Untuk menganalisis data dilakukan beberapa tahapan yaitu pengumpulkan sumber, melakukan verifikasi data, menginterpretasi data, dan menarik kesimpulan.
Dari hasil penelitian dilapangan diperoleh data bahwa migrasi orang Batak ke tanah Gayo terjadi pada masa Sultan Alaudin Riyatsyah “Alkahar memerintah pada abad ke XVI Masehi, pada masa itu Batak Karo (Batak 27) menang dalam peperangan melawan kerajaan Bukit, sehingga Batak Karo membentuk suatu kerajaan yang disebut dengan kerajaan Cik Bebesen. Selain itu, orang Batak datang ke tanah Gayo sebagai budak belian (temulok).
Folklor “Batak 27” mengambarkan aktivitas orang Batak di tanah Gayo yang menggambarkan tentang migrasi orang Batak ke tanah Gayo menurut tradisi lisan orang Gayo. Di dalam Folklor “Batak 27” tersebut menceritakan tentang kedatangan orang Batak ke tanah Gayo sebanyak 27 orang Batak Karo yang diawali dari pembunuhan beberapa orang Batak di tanah Gayo sehingga terjadinya peperangan antara orang Gayo dengan orang Batak karo yang diakhiri atas kemenangan orang Batak karo (Batak 27) sehingga orang Batak Karo (Batak 27) membentuk suatu kerajaan yang disebut dengan kerajaan Cik Bebesen.
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahhirrahmanirrahim, dengan mengucapkan puji dan syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Cerita Rakyat “Batak 27”
Tentang Migrasi Orang Batak ke Tanah Gayo di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah”.
Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mengalami kesulitan,
terutama kurangnya pengalaman penulis dalam penyusunan karya ilmiah serta
keterbatasan pengetahuan, namun demikian berkat bantuan dan bimbingan Bapak
Dosen Pembimbing yang selalu memberikan arahan, bimbingan dan nasehat
sehingga skripsi ini dapat terwujud sebagaimana mestinya.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ibnu Hajar Damanik M.Si, selaku Rektor Universitas Negeri
Medan beserta staf – stafnya yang telah membantu kelancaran urusan akademik maupun administrasi selama menjalani perkuliahan.
2. Bapak Dr. H. Restu MS, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial beserta stafnya.
3. Ibu Dra. Lukitaningsih M.Hum, selaku ketua Jurusan Pendidikan Sejarah dan
sekaligus sebagai dosen penguji.
4. Ibu Dra. Hafnita Sari Dewi Lubis M.Si, selaku sekretaris jurusan pendidikan
sejarah.
iii
6. Ibu Dra. Flores Tanjung, MA, selaku dosen pembimbing akademik sekaligus
dosen penguji skripsi.
7. Bapak Drs. Ponirin, M.Si selaku dosen penguji skripsi.
8. Seluruh dosen-dosen dan staf administrasi di Jurusan Pendidikan Sejarah,
terima kasih yang sebesar-besarnya atas jasa-jasa yang telah kalian berikan
kepada penulis, selaku mahasiswa di Jurusan Pendidikan Sejarah.
9. Teristimewa kepada Orang Tua Penulis, Ama Syamsuddin HS dan Ine
Almarhumah Rusmini yang penulis cintai, kasihi dan sayangi. Berijin (terima
kasih) karena selalu memberikan semangat, dukungan, motivasi, moril, dan
selalu mendoakan penulis sampai akhirnya penulis dapat menyelesaikan studi
dan akhirnya mendapat gelar sarjana. Semoga senantiasa Ama dalam
lindungan dan limpahan berkah Allah SWT, selalu diberikan kemudahan
rezeki, kesehatan dan umur yang berkah dan walaupun Ine (Ibunda) kini telah
tiada tetapi Ine (Ibunda) akan selalu ada dan hadir dalam hati, jiwa dan raga
penulis, semoga amal ibadah Ine (Ibunda) diterima di sisi Alllah SWT, di
jauhkan dari api neraka dan di tempatkan dalam surga, Amin Ya Rabbal
Alamin.
10. Terima kasih kepada Abang dan Kakak Ipar penulis, beserta adik-adik
penulis yang telah memberikan dukungan, motivasi dan semangat kepada
penulis.
11. Terima kasih kepada sahabat-sahabat penulis, Indera Temas Miko, Subhan,
Riska Khairani, Muisah Farhani Lubis Lisdawana Sirait, Intan Permana, Ita
iv
Mol Pulo Tige yang selama ini telah banyak membantu dan memberi
dukungan serta motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
12. Terima kasih buat teman-teman seperjuangan A/B Ekstensi 2009.
13. Teman-teman PPLT SMA Muhammadiah 17 Tanjung Tiram Batu Bara,
Dame S Silaban Rika Hardianti, Wita, Yani Rambe, Suryana, Jhon/Jul Fadli
Tarigan, Dana, dan Fahmi Nasution.
Medan Juli 2013 Penulis
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 5
D. Rumusan Masalah ... 5
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Kerangka Konsep ... 7
1. Konsep Folklor ... 7
2. Konsep Mitos ... 8
3. Konsep Fakta ... 9
4. Konsep Migrasi ... 9
5. Konsep Batak ... 11
B. Kerangka Berfikir ... 12
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 13
A. Metode Penelitian ... 13
vi
C. Lokasi Penelitian ... 16
D. Teknik Pengumpulan Data ... 16
E. Teknik Analisa Data ... 17
BAB IV PEMBAHASAN ... 20
A. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Aceh Tengah... 20
1. Sejarah Kabupaten Aceh Tengah ... 20
2. Letak Geografis ... 25
3. Asal-Usul Keturunan Suku Gayo ... 27
4. Kehidupan Masyarakat Gayo ... 31
B. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 32
1. Keadaan Alam dan Geografis ... 32
C. Migrasi orang Batak ke tanah Gayo berdasarkan Literatur ... 33
D. Folklor “Batak 27” Tentang Migrasi Orang Batak ke Tanah Gayo ... 46
1. Folklor “Batak 27” Berdasarkan Literatur ... 46
2. Folklor “Batak 27” Berdasarkan Hasil Wawancara ... 70
E. Fakta-Fakta Yang Terdapat Pada Folklor “Batak 27” Tentang Migrasi Orang Batak Ke Tanah Gayo... 79
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 84
A. Kesimpulan ... 84
B. Saran ... 85
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Nama-Nama Kepala Daerah Kabupaten Aceh Tengah
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tanah Gayo meliputi pusat pegunungan Bukit Barisan bagian Utara yang
merupakan dataran tinggi dengan ketinggian diatas 1.000 meter diatas permukaan
laut. Wilayahnya terpotong-potong oleh punggung-punggung bukit.
Punggung-punggung bukit dimaksud merupakan hulu-hulu sungai besar dan penting, seperti
Sungai Peusangan, Meulaboh, Jambu Aye/Jemer, Tripa, Temiang, dan Sungai
Perlak dengan beberapa anak sungainya. Jajaran bukit barisan yang membentang
disebelah Utara merupakan batas alam yang memisahkan Tanah Gayo dengan
pesisir Aceh bagian Utara. Kemudian dibagian Barat melengkung dibagian hulu
Sungai Senangan, arah ke Timur Bur Ni Alas, dan Bur Ni Serbe Langit yang
langsung berbatasan dengan Tanah Alas dan Tanah Batak. Secara tradisional,
wilayah Tanah Gayo terbagi atas empat bagian yaitu Wilayah Lut Tawar, Wilayah
Deret, (daerah jambu aye), Wilayah Gayo Lues dan Gayo Tanyo serta Wilayah
Serbe Jadi (Hurgroje, 1996 : 2-7).
Adanya empat wilayah tradisional tersebut sangat mungkin menjadikan
Tanah Gayo terbagi menjadi empat kelompok besar, namun masih satu bahasa,
yaitu bahasa Gayo, dengan dialek yang sedikit bervariasi antar wilayah tersebut.
Masyarakatnya hingga kini banyak bergerak di bidang pertanian, peternakan, dan
juga perikanan. Masyarakat Gayo menganut paham patrinial dimana didalam satu
2
mereka akan membuat rumah disekitar rumah induk, begitu seterusnya, hingga
terbentuk satu kampung yang merupakan satu belah.
Keberadaan tentang asal-usul masyarakat Gayo yang mendiami Dataran
Tinggi Tanah Gayo, dapat dikatakan belum terungkap dengan jelas, dikarenakan
bahan-bahan sejarah yang pernah ada ditulis sangat terbatas, dan setelah
dilakukan penelitian arkeologis yang dilakukan oleh Ketut Wirandyana dan
Taufikurrahman Setiawan menemukan titik terang tentang keberadaan asal-usul
orang Gayo.
Tim peneliti dan penulis Monografi Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh
Tengah dari Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh tahun 1997 menulis
bahwa suku bangsa Gayo berasal dari Melayu Tua yang datang ke Sumatera
gelombang pertama dan menetap di pantai Utara dan Timur Aceh dengan pusat
pemukiman di wilayah antara muara aliran sungai Jambu Aye, sungai Perlak dan
sungai Temiang. Kemudian menyusur daerah aliran sungai-sungai itu berkembang
ke Serbejadi, Lingga, dan Gayo Lues.
Menurut Latif dalam bukunya Pelangi Kehidupan Gayo dan Alas bahwa
sebelum dataran Tinggi Gayo dihuni oleh Melayu Tua, sebenarnya daerah ini
telah dihuni oleh golongan Manteue yang menyingkir kepedalaman akibat
kedatangan Melayu Tua. Melayu Tua terdiri dari suku Leong, Chong, Lie dan
Hoo yang berasal dari Mongolia di pegunungan Himalaya, menempati daerah
Perlak dan sekitarnya melalui pantai Timur Selat Malaka pada tahun 2500 SM
3
kemudian meyebar kepedalaman adalah suku Gayo, Alas, Nias, Batak dan suku
Toraja ( Latif, 1996 : 3).
Para ahli sejarah berpendapat, bahwa penduduk yang bermukim di wilayah
pedalaman merupakan orang yang datang gelombang pertama ke benua atau pulau
itu. Orang Gayo, orang Batak dan lain-lainnya yang bermukim di wilayah
pedalaman pulau Sumatera adalah mereka yang pada mulanya datang dari Hindia
belakang gelombang pertama dan menetap di pantai dari arah mana mereka
datang. Kemudian menyebar ke pedalaman melalui aliran sungai untuk
memperluas usaha dan menambah penghasilan (Ibrahim, 2007 : 5).
Berdasarkan hasil penelitian Arkeologis yang diteliti oleh Ketut
Wiradnyana dan Taufikurrahman Setiawan di situs Loyang Mendale dan situs
Loyang Ujung Karang yang terletak di daerah Takengon menemukan titik terang
tentang keberadaan asal suku Gayo, mereka berkesimpulan bahwa sebelum 7.400
tahun yang lalu, telah ada kelompok orang dengan ras Austromelanesoid yang
tinggal di pesisir-pesisir timur pulau Sumatera. Mereka adalah pengusung budaya
Hoabinh, yaitu sebuah budaya yang berasal dari Vietnam bagian Utara, yang
hidup dengan mengeksploistasi biota marti.
Kelompok manusia ini diindikasikan ada beberapa dan mereka hidup
dengan cara berburu dan juga menangkap ikan serta mengumpulkan berbagai
jenis kerang-kerangan ataupun siput sebagai bahan pangan. Pada kisaran 4.000
tahun yang lalu, mereka juga telah mengenal bercocok tanam sederhana, yaitu
dengan menanam umbi-umbian dan kacang-kacangan disekitar hunian. Mereka
4
punggung, yang ditempatkan di sekitar muara-muara sungai. Para perempuan,
anak-anak, dan orang tua tinggal di rumah, dan para lelaki dewasa pergi berburu.
Karena berbagai hal, diantara keterbatasan bahan pangan, bencana alam,
seperti banjir dan mungkin juga tsunami, mereka berpindah dengan menyusuri
sungai-sungai yang bermuara di laut di sekitar tempat tinggalnya. Salah satu dari
kelompok orang ini diantaranya ada yang menyusuri Sungai Pesangan dan mereka
di antaranya bertempat tinggal di Loyang Mendale (Wiradnyana, 2011 :
149-158).
Dalam sejarah, penduduk yang mendiami kampung Kebayakan dan
Bebesen merupakan kampung “inti” di Gayo Laut, mempunyai satu anggapan
bahwa asal usul mereka berbeda. Penduduk kampung Kebayakan mengatakan
mereka adalah penduduk asli di daerah Gayo, sedangkan yang satu pihak lagi,
yakni penduduk kampung Bebesen, memang menyadari bahwa mereka berasal
dari daerah Batak dengan sebutan Batak 27.
Batak 27 merupakan cerita rakyat yang dikenal cukup luas di Tanah Gayo,
cerita tentang Batak 27 juga di tulis oleh C. Snouck Hurgronje (1996: 53-54), H.
AR. Latief (1995 : 81) dan di tulis juga oleh H. Mahmud Ibrahim (2007 : 65-69).
Karena cerita ini berkaitan dengan kedatangan suku Batak ke Tanah Gayo
maka saya tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Cerita Rakyat “Batak
27” Tentang Migrasi Orang Batak Ke Tanah Gayo Di Kecamatan Bebesen
5
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dapat diidentifikasikan
masalah sebagai berikut :
1. Migrasi orang Batak ke Tanah Gayo berdasarkan literatur.
2. Folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke Tanah Gayo.
3. Tidak jelasnya fakta sejarah kapan terjadinya migrasi orang Batak ke Tanah
Gayo.
C. Pembatasan Masalah
Melihat luasnya ruang lingkup yang akan dibahas, sehingga dalam hal ini
mengharuskan peneliti untuk membatasi permasalahan yang ada agar penulisan
karya ilmiah ini dapat lebih terarah. Dengan demikian apa yang hendak dicapai
dapat terlaksana dengan baik dan sesuai dengan tujun penelitian. Dalam hal ini
peneliti membatasi masalah pada Cerita Rakyat “Batak 27” tentang Migrasi orang
Batak ke Tanah Gayo di Kecamatan Bebesen Kabupaten Aceh Tengah.
D. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam tulisan ini adalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana migrasi orang Batak ke Tanah Gayo berdasarkan literatur ?
2. Bagaimana folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke Tanah Gayo?
3. Fakta-fakta apa saja yang dapat dijadikan sebagai bukti dari folklor “Batak
6
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian tersebut adalah :
1. Untuk mengetahui migrasi orang Batak ke Tanah Gayo berdasarkan
literatur.
2. Untuk mengetahui folklor “Batak 27” tentang migrasi orang Batak ke Tanah
Gayo.
3. Untuk mengetahui fakta-fakta yang terdapat pada folklor “Batak 27” tentang
migrasi orang Batak ke Tanah Gayo.
F. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini nantinya adalah :
1. Sebagai pengumpulan bahan-bahan dalam penelitian migrasi orang Batak ke
Tanah Gayo.
2. Sebagai referensi tambahan terhadap penelitian-penelitian mengenai folklor
Batak 27 tentang migrasi orang Batak ke Tanah Gayo.
3. Dapat memberikan informasi yang lebih obyektif kepada masyarakat
1 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan keterangan dan analisis yang telah dilakukan maka peneliti
dapat membuat kesimpulan sebagai berikut:
1. Migrasi orang Batak ke tanah Gayo terjadi pada masa Sultan Alaudin
Riyatsyah “Alkahar memerintah pada abad ke XVI Masehi, pada masa itu
Batak Karo (Batak 27) menang dalam peperangan melawan kerajaan
Bukit, sehingga Batak Karo membentuk suatu kerajaan yang disebut
dengan kerajaan Cik Bebesen. Selain itu, orang Batak datang ke tanah
Gayo sebagai budak belian (temulok).
2. Folklor “Batak 27” mengambarkan aktivitas orang Batak di tanah Gayo
yang menggambarkan tentang migrasi orang Batak ke tanah Gayo menurut
tradisi lisan orang Gayo. Di dalam Folklor “Batak 27” tersebut
menceritakan tentang kedatangan orang Batak ke tanah Gayo sebanyak 27
orang Batak Karo yang diawali dari pembunuhan beberapa orang Batak di
tanah Gayo sehingga terjadinya peperangan antara orang Gayo dengan
orang Batak karo yang diakhiri atas kemenangan orang Batak karo (Batak
27) sehingga orang Batak Karo (Batak 27) membentuk suatu kerajaan
yang disebut dengan kerajaan Cik Bebesen.
3. Fakta-fakta yang ada dalam folklor “Batak 27” adalah keberadaan Klen
2
daerah Bebesen adanya nama lima buah klen utama (belah) yaitu belah
Linge, Munthe, Cebero, Tebe, dan Melala. Belah ini sama seperti marga
yang terdapat di dalam marga-marga Batak Karo.
B. Saran
Berdasarkan hasil peneltian yang dilakukan di lapangan, peneliti
memberikan beberapa saran yang mungkin dapat bermamfaat bagi para pembaca
khususnya bagi masyarakat Gayo diantaranya:
1. Diharapkan kepada masyarakat Gayo agar tidak terjadinya
perpecahan/perselihihan antar sesama karena perbedaan dari keturunan,
suku dan lain sebaganya.
2. Pentingnya untuk mengetahui dan menyusun cerita-cerita pada masa lalu
sehingga cerita-cerita pada masa lalu itu dapat dijadikan sebagai awal
penulisan sejarah untuk membuat suatu buku dengan judul Migrasi Orang
Batak Ke Tanah Gayo, yang dapat memperkaya kebudayaan kita,
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian suatu pendekatan praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Ara, L.K. dan Medri. 2008. Ensiklopedi Aceh: adat, Hikayat dan Sastra. Banda Aceh: Yayasan Mata Air Jernih (YMAJ).
Bangun, Payung. 1995. Kebudayaan Batak. Dalam Koentjaranigrat. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djamban.
Danandjaja, James. 1997. Folklor Indonesia: Ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta : Pustaka Utama Grafiti.
Gottschalk, Louis. Mengerti Sejarah. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-PRES).
Gayo, M.H. 1983. Perang Gayo – Alas Melawan Kolonialis Belanda. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Hurgronje, C. Snock. 1996. Tanah Gayo dan Penduduknya. Jakarta : Indonesia – Nederlands Coopertion in Islamic Studies.
Hurgronje, C. Snock. 1996. Gayo, Masyarakat dan Kebudayaannya Awal Abad ke-20. Jakarta: Balai Pustaka.
Ibrahim, Mahmud. 2007. Mujahid Dataran Tinggi Gayo. Takengon: Yayasan Maqamammahmuda.
Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metologi Sejarah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Latief, H. AR. 1996. Pelangi Kehidupan Gayo dan Alas. Bandung: Kurnia Bupa Bandung.
Munir, Rozy. 2007. Dasar-dasar Demografi. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Moleong, J Lexy. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Purba, O.H.S dan Purba, Elvis F. 1997. Migran Batak Toba di Luar Tapanuli Utara: Suatu Deskrepsi. Medan : Onora.
Rusli, Said. 1983. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta : LP3ES.
Susanto, Hary. 1987. Mitos, pemikiran Mircea Eliade. Yogyakarta: Kanisius.
Sjamsuddin, Helius. 2007. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.
Syukri. 2006. Sarakopat, Sistem Pemerintahan Tanah Gayo dan Relevansi Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah. Jakarta: Hijri Pustaka Utama.
Titus, Milan J. 1995. Migrasi Antar Daerah Di Indonesia Sebagai Cerminan Ketimpangan Regional dan Sosial. Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada.