• Tidak ada hasil yang ditemukan

Protokol Pemilihan Pasangan Lintasan Dengan Metode Pareto Pada Jaringan Ad Hoc.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Protokol Pemilihan Pasangan Lintasan Dengan Metode Pareto Pada Jaringan Ad Hoc."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PROTOKOL PEMILIHAN PASANGAN LINTASAN DENGAN

METODE PARETO PADA JARINGAN AD HOC

Oleh :

Dr. Nyoman Gunantara, ST, MT.

NIP. 197408272001121002

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS UDAYANA

(3)

iii

RINGKASAN

Transmisi nirkabel untuk menghasilkan sinyal kualitas tinggi membutuhkan bandwidth yang tinggi dan rentan terhadap pengaruh lingkungan propagasi. Untuk mengatasi hal tersebut maka komunikasi point to point dengan antena tunggal beralih ke teknologi antena jamak disebut multi input multi output (MIMO). Teknologi MIMO ini mempunyai banyak keunggulan tetapi penerapannya sangat sulit dilakukan. Melihat kondisi tersebut maka dikembangkan teknologi komunikasi kooperatif.

Dalam komunikasi kooperatif, setiap node dalam skenario multi node bekerja sama dan berkoordinasi sehingga menghasilkan kinerja yang lebih baik. Kerjasama dalam komunikasi kooperatif memerlukan relay dalam transmisi dari source ke destination. Penelitian saat ini baru sebatas pemilihan relay untuk membentuk satu lintasan dan menggunakan protokol tradisional. Pada protokol tradisional semua trafik dari source dikirim melalui lintasan tunggal. Apabila jumlah trafik yang dikirim melalui lintasan tunggal yang memiliki kapasitas yang lebih kecil dari trafik yang dikirim maka akan terjadi congestion. Selain

congestion, protokol tradisional akan membutuhkan banyak waktu transmisi

dalam mengirimkan informasi dari source ke destination.

(4)

iv

PRAKATA

Puja dan puji penulis sembahkan kehadapan Sang Pencipta yang telah memberikan karuniaNya kepada penulis sehingga penulisan laporan ini dapat diselesaikan.

Banyak hambatan dan tantangan penulis lewati dalam penulisan laporan ini. Namun berkat bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulisan laporan ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi perbaikan dan pengembangan penelitian ini.

(5)

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

RINGKASAN ii

PRAKATA iii

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 1

1.2. Rumusan Masalah 3

1.3. Tujuan Khusus 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komunikasi Kooperatif 4

2.2. Jaringan Ad Hoc Nrikabel 7

2.3. Propagasi Nirkabel 9

2.4. Optimasi Lintas Lapisan 10

2.5. Optimasi Permasalahan Jamak (MOO) 11

2.5.1. Metode Skalarisasi 12

2.5.2. Metode Pareto 13

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Pemodelan Sistem Dan Protokol 15

3.2. Parameter Simulasi 17

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kriteria Permasalahan Jamak 19

4.1.1. SNR 20

4.1.2. Load Variance 20

4.2. Protokol Komunikasi Kooperatif Dengan Metode Pareto 21

4.3. Hasil Simulasi 23

BAB V KESIMPULAN 27

(6)

v

DAFTAR TABEL

(7)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Komunikasi Nirkabel Ad Hoc 2

Gambar 2.1. Komunikasi Kooperatif pada Tiga User 4 Gambar 2.2. Konfigurasi Sistem Komunikasi Kooperatif 6

Gambar 2.3. Multipath Routing 8

Gambar 2.4. Tujuh Lapisan OSI 10

Gambar 2.5. POF untuk 2 Fungsi Obyektif 14

Gambar 3.1. Model Sistem 16

Gambar 3.2. Diagram Alir Protokol Diversitas Kooperatif 17 Gambar 4.1. Kemungkinan Hasil Pemilihan Path 19 Gambar 4.2. Model Jaringan Ad Hoc Nirkabel 24 Gambar 4.3. POF Jaringan Ad Hoc Nirkabel 24

Gambar 4.4. Pasangan Lintasan Terbaik 25

Gambar 4.5. CDF dari SNR 26

(8)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Transmisi nirkabel dengan kecepatan dan kualitas tinggi merupakan tantangan karena membutuhkan sifat yang real time. Disamping itu, transmisi nirkabel dengan kecepatan dan kualitas tinggi membutuhkan bandwidth yang tinggi dan sensitif terhadap error. Transmisi nirkabel dengan kecepatan dan kualitas tinggi biasa digunakan untuk komunikasi multimedia yaitu video digital. Sementara kanal nirkabel rentan terhadap kondisi lingkungan propagasi serta dibatasi oleh bandwidth. Sehingga komunikasi point to point dengan antena tunggal beralih ke teknologi antena jamak pada sisi pemancar maupun penerima. Teknologi ini disebut multi input multi output (MIMO). Teknologi MIMO ini mempunyai keunggulan dalam hal meningkatkan kapasitas kanal dan kehandalan komunikasi dibandingkan dengan teknologi antena tunggal (Zhang dan Dai, 2004). Keunggulan dari teknologi MIMO tersebut sudah banyak diketahui secara luas namun dalam penerapannya sangat sulit dilakukan. Dilihat dari sisi peralatan radionya yaitu dibatasi oleh ukuran, biaya, kemampuan daya dari baterai, dan perangkat keras yang tidak mendukung (Cui et al, 2004).

(9)

2

informasi dilanjutkan ke tujuan. Ini memperlihatkan bahwa dua node berkooperatif tersebut bertindak seperti antena jamak terdistribusi.

Relay kedua berikutnya adalah relay pada lapisan jaringan yang berfungsi sebagai router pada komunikasi nirkabel ad-hoc. Pada penelitian ini, komunikasi nirkabel ad-hoc ini menggunakan multipath routing yang berbeda dari skema routing tradisional. Pada routing tradisional semua trafik dari sumber dikirim melalui lintasan tunggal. Apabila jumlah trafik yang dikirim melalui lintasan tunggal yang memiliki kapasitas yang lebih kecil dari trafik yang dikirim maka akan terjadi congestion. Selain terjadi congestion maka waktu transmisi dari source ke destination dibutuhkan lebih besar. Untuk mengurangi terjadinya

congestion dan banyaknya waktu transmisi tersebut digunakan metode mutipath

routing. Metode multipath routing dapat dijelaskan seperti pada Gambar 1. Semua trafik dari node 1 (sumber) yang akan dikirim ke node 6 (tujuan) dibagi menjadi dua lintasan. Lintasan yang dimaksud adalah kumpulan beberapa link dari sumber ke tujuan. Sedangkan link adalah hubungan dari node ke node yang lain. Lintasan pertama yaitu lintasan 1-2-3-6 dan lintasan kedua adalah lintasan 1-4-5-6. Lintasan 1-2-3-6 dan 1-4-5-6 disebut dengan lintasan node disjoint. Multipath routing ini akan mengakibatkan load balancing sehingga congestion pada node dapat dikurangi seperti yang dijelaskan pada penelitian (Wu and Harms, 2001, Iyer et al, 2002).

1

4 5

6 3

2

(10)

3

1.2. Rumusan Masalah

Adanya congestion dan waktu transmisi yang besar pada lintasan tunggal untuk sistem komunikasi kooperatif maka dibuat rumusan masalah sebagai berikut :

a. Bagaimana protokol dalam pemilihan pasangan lintasan untuk komunikasi kooperatif pada jaringan ad hoc dengan metode Pareto?

b. Bagaimana kinerja dari protokol pemilihan pasangan lintasan untuk kehandalan pada jaringan ad hoc yang menggunakan metode Pareto?

1.3. Tujuan

Penelitian ini mempunyai tujuan khusus sebagai berikut :

a. Mendesain protokol dalam pemilihan pasangan lintasan untuk komunikasi kooperatif pada jaringan ad hoc.

(11)

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Protokol pemilihan pasangan lintasan pada komunikasi kooperatif dapat mengurangi terjadinya congestion dan waktu transmisi dari source ke destination pada jaringan ad hoc. Dari state of the art ini maka di bawah ini akan diuraikan teori-teori pendukungnya.

2.1. Komunikasi Kooperatif

Komunikasi kooperatif adalah sistem dimana source bekerja sama dan berkoordinasi dengan relay sebelum sampai pada tujuan untuk meningkatkan kualitas transmisi. Untuk lebih jelasnya mengenai komunikasi kooperatif tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1 (Nosratinia et al, 2004).

S

D R

Ps

Pr

hs,r

hr,d

hs,d

Gambar 2.1. Komunikasi kooperatif pada tiga user

Dalam komunikasi kooperatif ada tiga komponen utama yang harus ada yaitu :

- Sumber (S) : user yang mengirimkan informasi.

- Relay (R) : user yang menerima dan mengirimkan informasi untuk meningkatkan komunikasi diantara sumber dan tujuan.

(12)

5

Dari tiga komponen utama dalam sistem komunikasi kooperatif dapat dikembangkan menjadi berbagai konfigurasi. Konfigurasi sistem komunikasi kooperatif tersebut ada dua yaitu dengan menggunakan tiga user dan empat user. Untuk tiga user, dibagi menjadi dua yaitu kooperatif dengan relay kanal akses jamak dan kooperatif dengan relay kanal tersebar. Sedangkan untuk empat user, dibagi menjadi dua yaitu kooperatif dengan relay kanal paralel dan kooperatif dengan relay kanal interferensi. Berbagai jenis konfigurasi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2 (Laneman, 2002).

Dari Gambar 2.2 dapat dijelaskan berbagai jenis konfigurasi sistem komunikasi kooperatif. Gambar 2.2a dikatakan relay kanal akses jamak karena sumber dan relay berkooperatif untuk mengirimkan informasi secara serentak ke tujuan. Ini dilakukan untuk mengatasi pengaruh dari kanal akses jamak. Gambar 2.2b dikatakan relay kanal tersebar karena sumber mengirimkan informasi ke relay dan tujuan secara bersamaan atau dengan kata lain relay dan tujuan berkooperatif dalam menerima informasi dari sumber. Gambar 2.2c menjelaskan relay kanal paralel. Pada relay kanal paralel, sumber mengirimkan informasi kepada dua relay dan dua relay tersebut berkooperatif untuk mengirimkan kembali ke tujuan. Gambar 2.2d menjelaskan relay kanal interferensi. Kasus ini terjadi apabila sumber dekat dengan relay dan relay dekat dengan tujuan saling berkooperatif dalam menerima informasi. Konfigurasi ini dengan tujuan mengatasi interferensi antar cluster.

S

R

T S

R

T

(13)

6 S

R 1

T

R 2 S

R 1

T R 2

(c) (d)

Gambar 2.2. Konfigurasi sistem komunikasi kooperatif : (a). Relay kanal akses jamak; (b). Relay kanal tersebar

(c). Relay kanal paralel; (d). Relay kanal interferensi

Penerapan dari konfigurasi sistem komunikasi kooperatif tersebut telah banyak dilakukan di berbagai bidang penelitian. Salah satunya adalah penerapan dalam pengkodean blok berdasarkan ruang dan waktu (STBC). An et al (2007) meneliti tentang pengiriman kode blok Alamouti STBC dengan menerapkan konfigurasi pada Gambar 1. Hasil yang dicapai adalah terjadi penurunan BER yang cukup signifikan apabila dibandingkan kode blok Alamouti tersebut dikirimkan tanpa melalui komunikasi kooperatif.

Dalam sistem komunikasi kooperatif ada dua metode relay yang biasa digunakan yaitu :

a. Metode amplify and forward (AF)

Pada metode AF, sumber mengirim sinyal informasi ke relay. Sinyal yang diterima oleh relay bercampur dengan noise dikuatkan amplitudonya untuk mengkompensasi akibat adanya fading pada transmisi dan selanjutnya dikirimkan ke tujuan. Pada tujuan diperlukan pengetahuan keadaan kanal untuk mendapatkan kembali sinyal informasi yang dikirimkan.

b. Metode decode and forward (DF)

(14)

7

diterima oleh relay kemudian didekodekan dan selanjutnya dikirimkan ke tujuan. Dalam mendekodekan kembali sinyal yang diterima kemungkinan terjadi error, untuk mengatasi maka diperlukan metode koreksi kesalahan yaitu forward error correction (FEC).

2.2. Jaringan Ad-Hoc Nirkabel

Jaringan ad-hoc nirkabel adalah kumpulan node yang bergerak tanpa memiliki infrastruktur yang membentuk jaringan temporer. Dalam membentuk jaringan tersebut dipergunakan beberapa teknik routing. Secara garis besar terdapat dua teknik routing dalam jaringan ad-hoc yaitu (Wu and Harms, 2001) :

a. Proactive routing

Routing yang memelihara rute untuk semua kemungkinan tujuan tanpa memperhatikan apakah node tersebut diperlukan atau tidak. Artinya protokol routing harus secara periodik mengirim pesan kontrol untuk memelihara informasi rute yang benar. Proactive routing biasa disebut dengan table driven protocol. Tiap-tiap node dalam protokol ini biasanya mempunyai semua atau sebagian informasi topologi.

b. Reactive routing

Reactive routing biasa disebut dengan istilah on demand protocol. Protokol ini memulai menemukan rute tergantung dari kebutuhan data trafik. Rute-rute tersebut dipergunakan hanya untuk node tujuan yang diharapkan. Pendekatan rute ini secara drastis meneurunkan overload dari setiap rute apabila jaringan tidak berubah. Metode ini setiap node mempunyai sedikit informasi mengenai topologi. Sehingga tanpa pengetahuan yang lengkap dan akurat dari informasi topologi maka akan sulit menemukan node disjoint untuk lintasan jamak.

(15)

8

kapasitas yang lebih kecil dari paket data yang masuk. Untuk hal tersebut maka strategi multipath routing digunakan supaya trafik dari paket data dibagi menjadi beberapa lintasan. Multipath routing tersebut bertujuan mengurangi terjadinya congestion pada lintasan. Teknik multipath routing tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 2.3 (Medhi and Ramasamy, 2007).

Dari Gambar 2.3 tersebut dijelaskan bahwa dari node1 (sumber) akan mengirimkan paket data ke node 6 (tujuan). Pada setiap link berisi trafik. Trafik dari node 1 ke node 6 dapat melewati beberapa lintasan node disjoint diantaranya adalah lintasan node disjoint 1-2-3-6, 1-2-3-5-6, 1-2-4-3-6, 1-2-4-5-6, dan 1-4-5-6.

1

4 5

6 3

2

2

2 1

1 1

1 1

1 1

Gambar 2.3. Multipath routing

Selain untuk mengurangi congestion pada link, multipath routing bertujuan untuk mengantisipasi apabila lintasan yang satu mengalami kegagalan maka diperlukan lintasan yang lain untuk mengirimkan paket data ke tujuan. Pada lintasan jamak yang menghubungkan node sumber ke node tujuan maka sumber dapat melakukan beberapa tugas yaitu (Kesidis, 2007) :

1. Mengirimkan pada satu lintasan.

2. Menyeimbangkan beban secara dinamis dengan memilih satu lintasan untuk tiap paket atau berkelompok untuk mengirimkan paket.

(16)

9

2.3. Propagasi Nirkabel

Apabila daya terima � suatu node melalui kanal nirkabel telah ditentukan maka pada jarak sejauh � pada kondisi ruang bebas maka daya pancar (konsumsi daya) dapat dihitung malalui persamaan berikut (Rappaport, 2002) :

�� = �� ����

4��� −2

(2.1)

di mana :

�� = konsumsi daya

�� = daya terima

�� = gain antena pemancar

�� = gain antena penerima

� = jarak antara pemancar dan penerima

� = panjang gelombang sinyal

Secara umum maka persamaan konsumsi daya dapat ditulis sebagai berikut :

�� ~ �� ����

1

��

−∝

(2.2)

Pangkat ∝ dari persamaan (2.2) merupakan pangkat dari jarak lintasan yang ditentukan oleh kondisi daerah dimana lintasan sinyal berada. Sebagai contoh untuk daerah urban bershadowing n bernilai 3 sampai 5.

Salah satu ukuran yang menggambarkan kinerja sistem transmisi nirkabel adalah daya radiasi efektif suatu pemancar. Daya radiasi efektif suatu pemancar dapat dihitung melalui persamaan berikut (Rappaport, 2002) :

�� = ���� (2.3)

di mana :

(17)

10

�� = konsumsi daya

�� = gain antena pemancar

2.4. Optimasi Lintas Lapisan

Menurut model open system interconnection (OSI) ada tujuh lapisan komunikasi seperti terlihat pada Gambar 2.4. Dari Gambar 2.4 dijelaskan bahwa lapisan fisik adalah lapisan paling bawah yang berhubungan langsung dengan media transmisi. Semakin ke atas lapisannya maka pengaruh terhadap media transmisi semakin berkurang. Dari ketujuh lapisan komunikasi tersebut tiga lapisan pertama yang menentukan dalam desain suatu sistem komunikasi.

Aplikasi Aplikasi

Presentasi Presentasi

Sesi Sesi

Transport Transport

Jaringan Jaringan

Data Link Data Link

Fisik Fisik

Host A Host B

PROTOKOL

Antar Muka Lapisan 7

6

5

4

3

2

1

Gambar 2.4. Tujuh lapisan OSI

Berikut ini akan dijelaskan fungsi atau tugas masing-masing tiga lapisan pertama tersebut (Haykin, 2005).

(18)

11

Bertugas mengirimkan informasi dari sumber ke tujuan. Pada lapisan fisik ada tiga komponen utama dalam sistem komunikasi yaitu pemancar, kanal, dan penerima.

฀ Lapisan data link

Bertugas memperbaiki kesalahan atau mendeteksi. Ada sub lapisan medium

access control (MAC) yang bertugas mengatur akses dari sistem

komunikasi. Metode aksesnya adalah : FDMA, TDMA, CDMA, dan SDMA.

฀ Lapisan jaringan

Bertugas untuk menentukan routing dari informasi, mengontrol jaringan, dan kualitas layanan.

Untuk mengoptimalkan kinerja sistem maka fungsi atau tugas dari tiap-tiap lapisan perlu diadaptasikan yang dikenal dengan istilah lintas lapisan. Tujuan dari lintas lapisan tersebut tergantung dari besaran pada lapisan yang mau diadaptasikan. Sebagai contoh, kinerja yang ingin dioptimalkan adalah mengurangi konsumsi daya dan pemilihan rute maka lintasan yang akan beradaptasi adalah lintasan fisik dan jaringan.

2.5. Optimasi Permasalahan Jamak (MOO)

Definisi yang paling sederhana tentang optimasi yaitu proses mencari solusi yang terbaik dari permasalahan optimasi. Permasalahan optimasi ada yang berupa memaksimalkan atau meminimalkan fungsi obyektif. Solusi yang terbaik pada proses optimasi adalah mencari solusi yang optimal.

Permasalahan dalam membuat keputusan dalam MOO, memungkinkan terjadinya kompromi (tradeoff) terhadap beberapa permasalahan yang saling kontradiktif. MOO diperkenalkan oleh Vilfredo Pareto. Dalam permasalahan MOO terdapat vektor fungsi obyektif. Setiap fungsi obyektif adalah fungsi dari vektor solusi. Secara matematis persamaan dari permasalahan MOO dapat ditulis sebagai berikut (Erhgott, 2005) :

min {�1(�),�2(�), … ,�(�)}

subject to : � ∈ �

(2.4)

(19)

12

n = banyaknya fungsi obyektif

� = himpunan yang layak

�� = fungsi obyektif ke- n

� = solusi

min = meminimalkan suatu obyek gabungan

Metode untuk menyelesaikan permasalahan MOO dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu metode skalarisasi dan Pareto (Weck, 2004). Metode skalarisasi dan Pareto adalah metode yang berbeda. Berikut ini akan dijelaskan masing-masing metode tersebut.

2.5.1. Metode Skalarisasi

Metode skalarisasi dibuat solusi tunggal dan pembobot terlebih dahulu ditentukan sebelum proses optimasi. Metode skalarisasi ada beberapa macam yaitu weighted sum approach (WSA), compromise programming, physical

programming, goal programming, dan fuzzy logic. Salah satu metode skalarisasi

yang paling banyak digunakan adalah metode weighted sum approach (WSA) karena metode ini lebih mudah dianalisis. Metode WSA, menggabungkan fungsi multi obyektif menjadi solusi fitness skalar seperti pada persamaan berikut (Murata et al, 1996) :

�(�) =�11(�) +�22(�) +⋯+�(�) (2.5)

di mana :

n = banyaknya fungsi obyektif

�(�) = fungsi fitness

��(�) = fungsi obyektif ke - n

� = solusi

�� = bobot ke - n

(20)

13

2.5.2. Metode Pareto

Pada metode Pareto menjaga elemen dari vektor solusi secara terpisah (independen) selama optimasi dan adanya konsep dominasi untuk membedakan solusi dominasi (inferior) dan tidak didominasi (non inferior). Solusi dominasi dan Nilai optimal pada MOO biasanya tercapai apabila salah satu fungsi obyektif tidak dapat meningkat tanpa mengurangi fungsi obyektif yang lain. Kondisi ini biasa disebut Pareto optimality. Kumpulan beberapa solusi optimal dalam MOO disebut Pareto optimal solution. Di dalam Pareto optimal solution terdapat istilah solusi tidak terdominasi (non inferior) atau Pareto efficient. Sedangkan solusi dimana suatu fungsi obyektif dapat ditingkatkan tanpa mengurangi fungsi obyektif yang lain disebut non Pareto optimal solution. Solusi ini disebut dengan solusi dominasi (inferior). Secara matematis, permasalahan MOO dapat diselesaikan apabila telah ditemukan sekumpulan Pareto optimal solution (Erhgott, 2005).

Untuk optimasi dengan dua fungsi obyektif maka solusi tidak terdominasi dapat digambarkan dalam Pareto optimal front (POF) dalam bidang datar (dua dimensi) (Chong dan Zak, 2008). Sebagai contoh fungsi obyektifnya adalah meminimalkan konsumsi daya dan meminimalkan load variance. Maka solusi tidak terdominasi dapat dilihat pada Gambar 2.13.

Sedangkan untuk optimasi dengan tiga fungsi obyektif maka solusi tidak terdominasi dapat digambarkan dalam Pareto optimal front dalam bidang ruang (tiga dimensi). Apabila optimasi dengan fungsi obyektif lebih dari tiga maka solusi non dominated tidak dapat digambarkan ke dalam Pareto optimal front (Pernodet dkk, 2009).

Gambar 2.13 menjelaskan bahwa titik-titik solusi yang mewakili lintasan komunikasi nirkabel ad-hoc multihop. Sebagai contoh titik 1-3-9-32 yang berarti komunikasi dari node 1 (source) melewati node 3 dan node 9 (sebagai relay) sebelum sampai node 32 (destination) merupakan salah satu lintasan atau node disjoint dari jaringan ad-hoc tersebut.

(21)

14 a. Titik Anchor

Titik anchor merupakan titik dengan nilai terbaik dari salah satu fungsi obyektif.

b. Titik Utopia

Titik Utopia merupakan titik dari perpotongan nilai maksimal/minimal suatu fungsi obyektif dan nilai maksimal/minimal suatu fungsi obyektif yang lain.

c. Titik Dominasi dan Tidak Didominasi

Titik dominasi dan tidak didominasi dapat diketahui dari membandingkan dua buah solusi, sebagai contoh p3 dan p9, yang terdapat pada Pareto optimal solution. Sebuah solusi p3 dikatakan dominasi dari solusi p9 apabila kedua kondisi dibawah ini benar yaitu (Deb, 2001):

- Solusi p3 tidak buruk dibandingkan p9 dalam semua fungsi obyektif.

- Solusi p3 lebih baik dibandingkan dengan solusi p9 untuk paling sedikit satu fungsi obyektif.

L

*

Solusi tidakterdominasi Solusi

(22)

15

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini memaparkan metode penelitian dalam Hibah Bersaing 2015 ini yaitu perumusan protokol komunikasi kooperatif berdassarkan kriteria permasalahan jamak lintas lapisan. Kriteria permasalahan jamak lintas lapisan tersebut diformulasi menjadi MOO. Selanjutnya dilakukan simulasi untuk mengetahui kinerja protokol komunikasi kooperatif dengan kriteria permasalahan jamak lintas lapisan yang diformulasi menjadi MOO yang diselesaikan dengan metode Pareto.

3.1. Pemodelan Sistem Dan Protokol

Model jaringan ad hoc yang digunakan adalah satu source, satu destination, dan multi relay. Semua node berada pada ruang terbuka dengan luas 100 m × 100 m. S mengirimkan paket data secara broadcast ke D dibantu oleh multi relay node. Pada studi ini, ditentukan sebanyak 30 node memiliki peluang menjadi relay. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1.

Dalam studi ini setiap node dapat bertindak sebagai source (S), relay (R), dan destination (D). Ciri-ciri dari model sistem ini adalah :

• Tiap-tiap node mengunakan antena tunggal dengan radiasi omnidirectional.

• Relay dalam melakukan komunikasi kooperatif menggunakan metode AF.

• Metode pengiriman paket berdasarkan half duplex.

• Transmisi dilakukan dalam fase transmisi langsung dan satu atau lebih fase transmisi kooperatif.

• Daya pancar S dan R dianggap sama sebesar �.

• Model kanal yang digunakan adalah model path loss yaitu distance power law yang dipengaruhi oleh shadowing (Gunantara dan Hendrantoro, 2013).

(23)

16

S

D

1

N

8

7

6

5

4

3

2

Gambar 3.1. Model sistem

(24)

17

S Transmit

Mulai

Selesai Langsung :

S - D

Kooperatif : S - R - D

Metode Pareto :

Continuously Updated

Euclidean Distance Terkecil P = { Langsung,

Kooperatif }

Gambar 3.2. Diagram alir protokol diversitas kooperatif

3.2. Parameter Simulasi

Untuk mewujudkan model sistem dalam pemilihan relay dan pasangan lintasan serta protokol diversitas kooperatif maka dilakukan simulasi. Parameter-parameter yang digunakan untuk melakukan simulasi diambil berdasarkan penerapan WLAN pada jaringan ad hoc nirkabel yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 3.1. Parameter Simulasi

Parameter : Value

Path loss exponent , ∝ : 4

Standard deviation of shadowing, � : 8 dB

(25)

18

Transmit antenna gain, � : 2 dB

Receive antenna gain, � : 2 dB

Frequency, � : 2.5 GHz

Noise, �0 : - 101 dBm

(26)

19

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini memaparkan hasil yang dicapai berupa protokol pemilihan lintasan diversitas kooperatif pada jaringan ad hoc nirkabel dengan kriteria permasalahan jamak lintas lapisan dengan metode Pareto.

4.1. Kriteria Permasalahan Jamak

Pemilihan relay yang akan digunakan didasarkan pada kombinasi dua kriteria, yaitu SNR dan varians beban trafik untuk setiap kemungkinan relay node. Formulasi dari kedua kriteria tersebut beserta protokol diversitas kooperatif dengan metode Pareto akan dijabarkan sebagai berikut. Terdapat 5 kemungkinan hasil pemilihan path yaitu D only, R-D only, D and R-D, R1-D and S-R2-D, dan no connection. Kemungkinan hasil pemilihan path dapat dilihat pada Gambar 4.1.

S D

S D

R

S D

R

S D

R1

R2

(a) S-D only (b) S-R-D only

(c) S-D and S-R-D

(d) S-R1-D and S-R2-D

(27)

20

4.1.1. SNR

Keberhasilan komunikasi dengan konfigurasi S-D dan S-R-D dengan relay AF ditentukan besarnya nilai kapasitas kanal terhadap spektral efisiensi �. Nilai kapasitas kanal dari metode AF dapat dihitung dengan persamaan berikut :

�� = 12log(1 +�)

= 12log�1 +�,� +��,��

= 12log�1 +�,�+

��,�����,�

��,��+���,�+1�

(4.1)

Dari persamaan (4.1) maka kapasitas kanal akan mencapai nilai optimal apabila nilai �, optimal juga. Sehingga untuk mencapai nilai �, optimal maka dibutuhkan relay yang memberikan nilai optimal. Relay terbaik diberikan oleh nilai ���� optimal. Secara matematis dapat ditulis menjadi (Zhao dkk, 2006) :

���� = arg max �,��,�����,�

��+���,�+1� (4.2)

di mana subscript ��� berarti nilai optimal.

4.1.2. Load Variance

Load variance, yaitu varians beban trafik semua node, berbanding terbalik dengan load balance atau fairness (Wong dkk, 1982). Pada jaringan ad hoc nirkabel, load balance menjadi sangat penting karena beberapa node mungkin memiliki kesempatan yang lebih besar untuk menjadi relay. Pada pasangan lintasan dimana node � digunakan sebagai relay maka beban node � tersebut menjadi :

�� =���+��� (4.3)

dengan ��� dan ��� berturut-turut adalah beban trafik dirinya sendiri dan beban trafik yang menuju ke node � tesebut.

(28)

21

semua node di dalam pasangan lintasan tersebut. Nilai load variance tersebut dapat diketahui dengan menghitung load balance dengan persamaan berikut (Wong dkk, 1982):

4.2. Protokol Komunikasi Kooperatif Dengan Metode Pareto

Untuk permasalahan yang saling berlawanan, dimana untuk permasalahan SNR adalah dimaksimalkan dan permasalahan load variance adalah diminimalkan dapat digunakan metode Pareto dalam mencari solusi Pareto optimal front. Jika jumlah node total (termasuk pasangan source dan destination) adalah �, maka terdapat 1 solusi single-hop dan (� −2) solusi 2-hop. Secara matematis kedua permasalahan tersebut dapat ditulis sebagai berikut (Ehrgott, 2005) :

���� = max ��1,�2, … ,�(�−2)�

(4.5)

���� = min ��1,�2, … ,�(�−2)�

Optimasi dengan metode Pareto menjaga solusi pada Pareto optimal solution untuk setiap permasalahan secara terpisah selama optimasi. Pada Pareto optimal solution terdapat adanya konsep dominasi untuk membedakan solusi dominasi (inferior) dan tidak didominasi (non inferior). Untuk optimasi dengan dua permasalahan maka solusi tidak didominasi dapat digambarkan dalam POF bidang datar (dua dimensi). Sedangkan untuk optimasi tiga permasalahan maka solusi tidak didominasi dapat digambarkan dalam POF bidang tiga dimensi (Pernodet dkk, 2009). POF untuk dua permasalahan yang meminimalkan dapat dilihat pada Gambar 2.13 (Chong dan Zak, 2008).

(29)

22

merupakan populasi (P) solusi. Dalam mencari solusi tidak didominasi dilakukan dengan cara Exhaustive dan Continuously Updated. Exhaustive yaitu mengecek semua solusi secara keseluruhan. Sedangkan Continuously Updated adalah pendekatan terus diperbarui dalam mencari solusi tidak didominasi. Pendekatan Continuously Updated (terus diperbarui) tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Deb, 2001) :

a. Inisialisasi himpunan lintasan tidak didominasi �′= {1}. Set counter �= 2. b. Set � = 1.

c. Bandingkan solusi � dengan � yang terdapat pada �′ untuk mencari solusi yang lebih dominan.

d. Jika solusi � mendominasi solusi �, hapus anggota ke- � dari �′. Jika � kurang dari jumlah anggota �′ tambahkan � dengan satu dan kembali ke langkah c. Sebaliknya, maka lanjut ke langkah e.

Jika anggota ke- � dari �′ mendominasi solusi �, tambahkan � dengan satu dan kembali ke langkah b.

e. Masukkan solusi � ke dalam �′ atau perbarui �′= �′ ∪ {�}. Jika � < �, dimana � adalah banyaknya solusi maka tambahkan � dengan satu dan kembali ke langkah b. Sebaliknya, proses berhenti dan nyatakan �′ sebagai himpunan tidak terdominasi. Himpunan tidak terdominasi tersebut yang membentuk POF.

Setelah POF terbentuk dari solusi tidak didominasi maka dipilih 2 (dua) melalui Euclidean Distance terkecil. Dalam menentukan Euclidean Distance terkecil dari titik Utopia ke titik-titik pada POF dapat menggunakan persamaan berikut (Cohanim dkk, 2004) :

�� = min��� − � dicari nilai maksimumnya dan variabel load variance yang dicari nilai minimumnya, {�,�} adalah koordinat solusi-solusi pada POF, dan {�����,�����}

(30)

23

����� ditentukan berdasarkan nilai maksimum dari solusi tidak terdominasi �,

sedangkan ����� ditentukan berdasarkan nilai minimum dari solusi tidak terdominasi �.

4.3. Hasil Simulasi

Untuk simulasi perhitungan load variance, diasumsikan bahwa selain source yang mengirim data ke destination terdapat lima node lain yang mengirimkan data secara bersamaan ke node tujuan masing-masing. Akibatnya ada beberapa node yang memiliki peluang lebih besar untuk menjadi relay karena memiliki beban yang relatif lebih rendah. Dalam contoh ini lima pasangan node tersebut menggunakan lintasan 4-12-31, 7-11-25, 10-19-23, 16-12-2, dan 25-20-6. Diasumsikan bahwa source, node 4, node 7, node 10, node 16, node 25 masing-masing mengirimkan data secara berturut-turut sebesar 5 Mbps, 3 Mbps, 8 Mbps, 7 Mbps, 2 Mbps, dan 11 Mbps. Sedangkan node-node lain diasumsikan memiliki beban secara acak sebesar 2 Mbps, 7 Mbps, 12 Mbps, atau 17 Mbps.

Gambar 4.2 mengilustrasikan salah satu contoh hasil dari simulasi. Tanda ‘square’ merupakan node source dan destination, ‘star’ menandakan bahwa node tersebut aktif atau sedang ada komunikasi dengan node lain, dan ‘circle’ merupakan node-node sebagai relay.

(31)

24

Gambar 4.2. Model jaringan ad hoc nirkabel

Gambar 4.3. POF jaringan ad hoc nirkabel

Untuk memilih dua solusi tidak didominasi sebagai pasangan lintasan maka dilakukan dengan mencari jarak euclidean terkecil. Nilai jarak Euclidean untuk solusi tidak didominasi �1′,�2′, �3′,�4′, dan �5′ berturut-turut adalah 0.1087, 0.3792, 0.4251, 0.4347, dan 0.4808. Sehingga dua pasangan lintasan yang terpilih berdasarkan nilai jarak Euclidean tekecil adalah �1′ lintasan (S-11-D) dan �2′ lintasan (S-28-32). Dua pasangan lintasan terbaik untuk pasangan lintasan kooperatif dapat dilihat pada Gambar 4.4.

(32)

25

Gambar 4.4. Pasangan lintasan terbaik

Simulasi dilakukan sebanyak 1000 kali dengan posisi dan beban node yang acak untuk mengetahui distribusi dari masing-masing kriteria dan dibandingkan dengan metode skalarisasi. Hasil simulasi yang dilakukan sebanyak 1000 kali ditampilkan pada Gambar 4.5 sampai Gambar 4.6. Nilai cdf (cumulative distribution function) dari SNR pada protocol diversitas kooperatif dapat dilihat pada Gambar 4.5. Dari Gambar 4.5 tersebut dapat dijelaskan bahwa nilai SNR dari metode Pareto yang diusulkan berkisar 23.5 sampai 48.5 dB. Sebagai perbandingan ditampilkan juga nilai SNR yang dilakukan dengan metode skalarisasi [15]. Nilai SNR yang dihasilkan adalah berkisar 18.5 sampai 45 dB. Dari hasil tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dengan protokol yang diajukan diperoleh nilai SNR lebih besar dibandingkan dengan metode skalarisasi.

(33)

26

Gambar 4.5. CDF dari SNR

Selanjutnya dianalisa nilai cdf dari load variance dimana hasil simulasinya dapat dilihat pada Gambar 4.6. Nilai load variance dari protokol yang diusulkan diperoleh berkisar 38.51 sampai 50.39 Mbps2. Sedangkan dengan metode skalarisasi diperoleh nilai load variance berkisar 39.20 sampai 51.26 Mbps2.Gambar 4.6 menunjukkan bahwa nilai load variance dengan protokol yang diusulkan lebih kecil dibandingan load variance dengan metode skalarisasi. Hal ini disebabkan oleh beban trafik dari node-node pada protokol yang diusulkan lebih terdistribusi dibandingkan beban trafik dari node-node dengan protokol dengan metode skalarisasi.

Gambar 4.6. CDF of Load Variance

15 20 25 30 35 40 45 50 55 60 65

Load Variance (Mbps2)

(34)

27

4.4.Kesimpulan

Berdasarkan analisa hasil simulasi dari protocol diversitas kooperatif yang diusulkan maka dapat dibuat beberapa kesimpulan. Pertama, pemilihan pasangan lintasan terbaik dilakukan dengan metode Pareto yaitu algoritma continuously updated berdasarkan dua kriteria permasalahan jamak yaitu SNR dan load variance. Dua pasangan lintasan terbaik dihasilkan melalui solusi tidak didominasi yang memiliki jarak Euclidean terkecil. Kedua, nilai SNR dengan algoritma yang diusulkan lebih besar dibandingkan dengan metode skalarisasi. Terakhir, nilai load variance dengan menggunakan protocol yang diusulkan lebih kecil dibandingkan dengan protokol skalarisasi. Ini berarti bahwa komunikasi dengan protocol yang diusulkan mengakibatkan beban trafik menjadi terdistribusi lebih merata.

(35)

27

BAB V KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil pada laporan akhir ini adalah :

1. Pemilihan lintasan sebagai solusi tidak didominasi untuk membentuk POF dilakukan dengan cara Continuously Updated berdasarkan dua kriteria permasalahan jamak yaitu SNR dan load variance.

2. Dua pasangan lintasan terbaik dihasilkan melalui solusi tidak didominasi yang memiliki jarak Euclidean terkecil.

3. Nilai SNR dengan algoritma yang diusulkan lebih besar dibandingkan dengan metode skalarisasi.

(36)

28

DAFTAR PUSTAKA

April, J., Glover F., Kelly, J. P., dan Laguna, M., Practical Introduction to Simulation Optimization, (2003), Proceedings of the 2003 Winter

Simulation Conference.

Bletsas, A., Lippman, A., and Reed, D. P., (2005), A Simple Distributed Method for Relay Selection in Cooperative Diversity Wireless Networks, based on Reciprocity and Channel Measurements, Proceedings of the

IEEE Vehicular Technology Conference Spring, Stockholm, Sweden.

Boyd, S., dan Vandenberghe, L., (2004), Convex Optimization, Cambridge University Press.

Chen, W., Dai, L., Letaief, K. B., and Cao, Z., (2008), A Unified Cross Layer Framework for Resource Allocation in Cooperative Networks, IEEE

Transc. on Wireless Communications, vol. 7, no. 8.

Chong, E. K. P., and Zak, S. H., (2008), An Introduction to Optimization, Third Edition, John Wiley & Sons, USA.

Cohanim, B. E., Hewitt, J. N., and de Weck, O., (2004), The Design of Radio Telescope Array Configurations Using Multiobjective Optimization: Imaging Performance versus Cable Length, The Astrophysical Journal

Supplement Series, vol. 154, issue 2, pp. 705-719.

Cui, S., Goldsmith, A. J., and Bahai, A., (2004), Energy-efficiency of MIMO and Cooperative MIMOTechniques in Sensor Networks, IEEE Journal

On Selected Areas In Communications, vol. 22, no. 6.

Deb, K., (2001), Multi-Objective Optimization using Evolutionary Algorithms, John Wiley & Sons, England.

Ding, L., Melodia, T., Batalama, S. N., and Matyjasy, J. D., (2010), Distributed Routing, Relay Selection, and Spectrum Allocation in Cognitive and Cooperative Ad Hoc Networks, Proceedings of the Seventh Annual IEEE

Communications Society Conference on Sensor, Mesh and Ad Hoc Communications and Networks, Boston.

(37)

29

Gunantara, N. and Hendrantoro, G. “Multi-Objective Cross-Layer Optimization with Pareto Method for Relay Selection in Multihop Wireless Ad hoc Networks,” WSEAS Transaction on Communications, issue 3, vol. 12, March 2013

Gunantara, N. and Hendrantoro, H. “Multi-Objective Cross-Layer Optimization for Selection of Cooperative Path Pairs in Multihop Wireless Ad hoc Networks,” Journal of Communications Software and Systems, vol. 9, no. 3, September 2013

Gunantara, N. Sastra,N. P., and Hendrantoro, G. “Cooperative Diversity Path Pairs Selection Protocol with Multi Objective Criterion in Wireless Ad Hoc Networks,” International Journal of Applied Engineering Research, vol. 9, no. 23, 2014.

Elmusrati, M., El-Sallabi, H., and Koivo, H., (2008), Applications of Multi-Objective Optimization Techniques in Radio Resource Scheduling of Cellular Communication Systems, IEEE Transc. on Wireless

Communication, vol. 7, no. 1.

Haykin, S., and Moher, M., (2005), Modern Wireless Communication, Pearson Prentice Hall, USA.

Honcharenko, W., Bertoni, H. L., and Dailing, J., (1993), Mechanisms governing propagation between different floors in buildings, IEEE

Transc. On Antennas and Propagation, vol. 41, no. 6.

Hong, Y. W. P. , Huang, W. J., and Kuo, C. C. J., “Cooperative Communications and Networking,” Springer, London, 2010

Huang, J., Han, Z., Chiang, M., and Poor, H. V., (2008), Auction-Based Resource Allocation for Cooperative Communications, IEEEJournal on Selected Areas in Comm. vol. 26, no. 7, 2008.

Iranmanesh, H., Skandari, M. R., dan Allahverdiloo, M., (2008), Finding Pareto Optimal Front for the Multi-Mode Time, Cost Quality Trade-off in Project Scheduling, World Academy of Science, Engineering, and

Technology, 40.

(38)

30

ATL Technical Report, TR02-ATL-051027.

Karkkainen, A. S., Miettinen, K., and Vuori, J., (2006), Best Compromise Solution for a New Multiobjective Scheduling Problem, Elsevier:

Computers & Operations Research, vol. 33, pp 2353–2368.

Kesidis, G., (2007), An Introduction to Communication Network Analysis, John Wiley & Sons, New Jersey.

Laneman, J. N., Tse, D., and Wornell, G. W., (2004), Cooperative diversity in wireless networks: Efficient protocols and outage behavior, IEEE

Trans. Inf. Theory, vol. 50, no. 12, pp. 3062–3080.

Le, L., and Hossain, E., (2008), Cross layer optimization frameworks for multihop wireless network using cooperative diversity, IEEE Trans. On

Wireless Communication, vol. 7, no. 7.

Li, X. E., (2009), Hop Optimization and Relay Node Selection in Multi-Hop Wireless Ad-hoc Networks, LNCS Social Informatics and

Telecommunications Engineering, vol. 2, pp 161-174.

Medhi, D., and Ramasamy, K., (2007), Network Routing : Algorithms,

Protocol, and Architectures, Morgan Kaufmann, USA.

Meulen, V. D. E.C., (1986), Transmission of information in a T-terminal discrete memorylesschannel. Ph.D. Thesis, Department of Statistics, University of California, Berkeley, CA.

Murata, T. and Ishibuchi, H., (1996), Multi-Objective Genetic Algorithm and its Application to Flow-Shop Scheduling, International Journal of

Computers and Engineering, vol. 30, no. 4.

Nosratinia, A., Hunter, T. E., and Hedayat, A., (2004), Cooperative Communication in Wireless Networks, IEEE Commun Magazine, vol. 42, no. 10, pp. 74-80.

Ozcelebi, T., (2006), Multi-Objective Optimization for Video Streaming, Ph.D Thesis, Graduate School of Sciences and Engineering, Koc University. Perkins, D.D, Hughes, H. D., and Owen, C. B., (2002), Factors Affecting the

Performance of Ad Hoc Networks, Proceedings of the IEEE International

Conference on Communications (ICC), pp.2048-2052.

(39)

31

for Multicriteria Optimization of Building Refurbishment, Eleventh

International IBPSA Conference, Glasgow, Scotland.

Rappaport, T. S., (2002), Wireless Communication Principles and Practice, Prentice-Hall, USA.

Rao, S. S., (2009), Engineering Optimization Theory and Practice, John Wiley & Sons, New Jersey.

Roy, R. R., (2012), Handbook of Mobile Ad hoc Networks for Mobility Models, Springer, London.

Runser, K. J., Comaniciu, C., and Gorcey, J. M., (2010), A Multiobjective Optimization Framework for Routing in Wireless Ad Hoc Networks,

IEEE International Symposium on Conference Modeling and Optimization in Mobile, Ad Hoc, and Wireless Networks (WiOpt).

Sendonaris, A. E., Erkip, E., and Aazhang, B., (2003), User cooperation diversity-part I: system description and User cooperation diversity part II: implementation aspects and performance analysis, IEEE Trans.

Commun., vol. 51, no. 11.

Shi, Y., Hou, Y. T., Sherali, H. D., and Kompella, S., (2006), Cross Layer Optimization for UWB-Based Ad hoc Networks, Military

Communications Conference (MILCOM), pp. 1-7.

Weck, O. L. D., (2004), Multiobjective Optimization: History and Promise,

Proceedings of 3rd China-Japan-Korea Joint Symposium on Optimization of Structural and Mechanical Systems, Kanazawa, Japan.

Wong, J. W., Sauve, J. P., and Field, J. A., (1982), “A Study of Fairness in Packet Switching Networks,” IEEE Transactions on Communications, vol. 30, no. 2, 1982.

Wu, K., and Harms, J., (2001), Performance Study of Multipath Routing Method for Wireless Mobile Networks, Proceedings Ninth International Symposium on Modeling, Analysis, and Simulation of Computer and Telecommunication Systems.

Zhang, H. and Dai, H., (2004), On The Capacity of Distributed MIMO Systems,

Conference on Information Sciences and Systems, London.

(40)

Amplify-32

Gambar

Gambar 1.1. Komunikasi nirkabel ad-hoc
Gambar 2.1. Komunikasi kooperatif pada tiga user
Gambar 2.2. Konfigurasi sistem komunikasi kooperatif :
Gambar 2.3. Multipath routing
+7

Referensi

Dokumen terkait

Helical fin ditempatkan pada pipa bagian dalam heat exchanger yang dapat mendorong terjadinya turbulensi hingga mempengaruhi naiknya angka Reynolds seiring dengan naiknya

Berdasarkan simpulan hasil penelitian, saran yang dapat penulis sampaikan dalam penelitian ini adalah Pemerintah Provinsi Bali perlu terus

BADAN KEARSIPAN DAN PERPUSTAKAAN DAERAH Pengadaan Pakaian Dinas Beserta Perlengkapannya engadaan Pakaian Dinas Beserta Perlengkapannya JB: Barang/jasa JP: Jasa Lainnya 1 Paket Rp.

Konsep kualitas tak dapat dilepaskan dari manajemen mutu, sebab kualitas bukan barang tambang yang sudah jadi, melainkan sebuah proses dinamis yang baru dicapai setelah

Steker mini stereo 3.5 mm (dengan konektor bentuk “L”) (tidak disediakan) Anda dapat menghubungkan komponen eksternal ke jack input auxiliary pada panel kontrol (F-AUX) dan/atau

Dengan menggunakan alat bongkar muat kapal dan unitisasi muatan yang terpilih, dapat meningkatkan kinerja operasional kapal.. Peningkatan kinerja operasional kapal

Berdasarkan temuan hasil penelitian disarankan hal-hal sebagai berikut: (1) bagi orang tua sebaiknya bekerja sama dengan terapis anak-anak ASD ikut menyelami dunia anak ASD,