• Tidak ada hasil yang ditemukan

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN ENREKANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN ENREKANG TAHUN BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
400
0
0

Teks penuh

(1)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018

I- 1 LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN ENREKANG

NOMOR : 7 Tahun 2014

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) KABUPATEN ENREKANG TAHUN 2014-2018

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pembangunan dapat dimaknai sebagai upaya sadar untuk memanfaatkan potensi yang layak, memecahkan permasalahan yang dihadapi serta memenuhi kebutuhan dan keinginan masyarakat menuju keadaan atau kesejahteraan masyarakat yang lebih baik. Potensi, permasalahan serta kebutuhan masyarakat tidak dapat dimanfaatkan, dipecahkan serta dipenuhi dalam jangka pendek. Demikian pula sumber daya yang tersedia untuk pembangunan selalu terbatas bila dibandingkan dengan kebutuhan. Oleh karena itu diperlukan suatu perencanaan pembangunan jangka menengah sebagai pedoman bagi pelaksanaan pembangunan tahunan yang saling berkaitan dan berkesinambungan. Perencanaan pembangunan daerah itu sendiri pada prinsipnya merupakan kegiatan mensinergikan berbagai kepentingan dari stakeholders atau pelaku pembangunan daerah yang dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) domain yaitu state atau lembaga pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislatif daerah, private atau swasta yaitu pelaku-pelaku dunia usaha, dan society atau masyarakat.

Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus pemerintahannya sendiri, namun dalam penyusunan perencanaan daerah tetap harus memperhatikan keterkaitan antara perencanaan pemerintahan pusat, propinsi dan antar pemerintah daerah, sehingga pencapaian tujuan daerah mendukung pencapaian tujuan nasional.

Aspek hubungan tersebut memperhatikan kewenangan yang diberikan terkait dengan hubungan sumber daya alam dan sumber daya lainnya maupun dengan pelayanan umum serta keuangan. Pemberian otonomi itu dimaksudkan untuk mempercepat proses terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan

(2)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018

I- 2 pemerintah daerah selain mampu meningkatkan daya saing, melalui prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan dalam pembangunan juga mampu meningkatkan daya guna potensi dan keanekaragaman sumber daya daerah.

Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan, bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, Pemerintah Daerah berkewajiban menyusun perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan sistem perencanaan pembangunan nasional. Perencanaan pembangunan daerah tersebut meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 5 (Lima) tahun dan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) untuk jangka waktu 1 (Satu) tahun.

Terkait dengan amanat tersebut Pemerintah Kabupaten Enrekang telah menyusun RPJPD tahun 2008-2028, yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 14 tahun 2008. Selanjutnya RPJPD tersebut akan menjadi pedoman dalam penyusunan RPJMD. RPJMD merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program Kepala Daerah yang penyusunannya berpedoman pada RPJPD dan memperhatikan RPJM Nasional, memuat arah dan kebijakan keuangan daerah, strategi pembangunan daerah, kebijakan umum dan program Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas SKPD, dan program kewilayahan disertai dengan rencana-rencana kerja dalam kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif. Bersifat indikatif yang dimaksudkan adalah bahwa informasi, baik sumberdaya yang diperlukan maupun keluaran dan dampak yang tercantum di dalam dokumen RPJMD hanya merupakan indikasi yang hendak dicapai dan bersifat tidak kaku.

Ketentuan ini termuat dalam pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional jo pasal 150 ayat (3) huruf c Undang-Undang No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Sesuai dengan ketentuan pasal 150 ayat (3) huruf b undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahahn Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun merupakan penjabaran dari visi, misi dan program kepala

(3)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018

I- 3 daerah”. Selanjutnya dalam pasal 15 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan dan Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah dinyatakan bahwa “Peraturan Daerah tentang RPJMD ditetapkan paling lama 6 (enam) bulan setelah Kepala Daerah dilantik”.

Berkaitan dengan hal tersebut di atas, dan dengan telah ditetapkannya hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Enrekang pada tanggal 29 Agustus 2013, serta telah dilantiknya pasangan Bupati dan Wakil Bupati Enrekang periode 2013- 2018, Bapak Drs. H. Muslimin Bando, M.Pd dan Bapak H. M.

Amiruddin, SH, pada tanggal 9 Oktober 2013 berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 131.73.6901 Tahun 2013 tentang Pengesahan Pemberhentian dan Pengesahan Pengangkatan Bupati Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan dan Keputusan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 132.73.6902 Tahun 2013 tentang Pengesahan Pemberhentian dan Pengesahan Pengangkatan Wakil Bupati Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan, maka disusunlah RPJMD Kabupaten Enrekang 2013-2018. Dokumen RPJMD ini akan menjadi pedoman bagi SKPD dalam menyusun Rencana Strategis (Renstra) dan sebagai acuan bagi seluruh stakeholder di Kabupaten Enrekang dalam melaksanakan kegiatan pembangunan selama kurun waktu 2013–2018. RPJMD Kabupaten Enrekang 2013-2018 ini menjabarkan visi, misi, dan program Kepala Daerah terpilih. Dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah Kabupaten Enrekang ini juga menjadi refleksi suatu kompromi dan sinergisitas antara kepentingan Bupati dan Wakil Bupati terpilih dengan para pemangku kepentingan. Kepentingan Bupati dan Wakil Bupati terpilih adalah merealisasikan rumusan visi dan misi yang telah dijanjikan kepada konstituennya pada saat kampanye selama masa baktinya sebagai Kepala Daerah, sedangkan kepentingan pemangku kepentingan adalah kebutuhan riil akan sarana prasarana baik fisik maupun non fisik yang bermanfaat bagi peningkatan kesejahteraan mereka dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Kedua kepentingan tersebut dipertemukan sehingga menjadi rumusan komitmen yang disepakati sebagai amanah dan tanggungjawab bersama dalam membangun daerah Kabupaten Enrekang.

(4)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018

I- 4 1.2. Dasar Hukum Penyusunan

1. Undang - Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah–Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1822);

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

3. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4310);

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);

7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);

8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);

(5)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018

I- 5 9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);

10. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

11. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);

13. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Minimal.

14. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);

15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);

16. Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4815);

17. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan;

18. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4817);

19. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

(6)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018

I- 6 20. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 Tentang

Pengesahan, Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-Undangan;

21. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010–2014;

22. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan;

23. Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Yang Berkeadilan;

24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;

25. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri Keuangan Nomor: 28 tahun 2010, Nomor:

0199/M PPN/04/2010, Nomor: PMK 95/PMK 07/2010 tentang Penyelarasan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014;

26. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah;

27. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2008-2028 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2008 Nomor 10, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan 243);

28. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 10 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2013-2018 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013 Nomor 10);

29. Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2008 tentang Sistim Perencanaan Partisipatif Pembangunan Daerah Kabupaten Enrekang;

30. Peraturan Daerah Kabupaten Enrekang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Enrekang Tahun 2008-2028.

(7)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018

I- 7 1.3. Hubungan Antar Dokumen

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, RPJMD Kabupaten Enrekang merupakan satu sub sistem dalam sistem perencanaan pembangunan nasional yang disusun dalam rangka menjaga kesinambungan pembangunan Kabupaten Enrekang. Oleh karena itu, dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 memiliki keterkaitan yang erat dengan dokumen perencanaan lainnya. Penyusunan RPJMD Kabupaten Enrekang 2014-2018 berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Enrekang 2008-2028 dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Enrekang 2011-2031, dan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2008-2013, serta dokumen perencanaan lainnya.

Dalam kaitannya dengan hubungan fungsional dengan dokumen perencanaan lain, penyusunan dokumen ini senantiasa memperhaikan dokumen RPJMD Kabupaten Sidenreng Rappang dan RPJMD Kabupaten Pinrang serta RPJMD Kabupaten Tana Toraja. Keterkaitan hubungan fungsional ini terutama pada program-program pembangunan sitem jaringan sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat. Dengan sinergitas perencanaan untuk pencapaian prioritas pembangunan kewilayahan maka diharapkan pembangunan terutama pada kawasan perbatasan dan sekitarnya akan dapat diintegrasikan.

Selain dokumen perencanaan daerah tetangga, dokumen perencanaan teknis lainnya yang menjadi bahan perhatian dan pembanding dalam penyusunan RPJMD ini adalah Masterplan beberapa Kementrian Teknis, Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), dokumen pencapaian Millenium Development Goal’s (MDG’S).

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kajian Lingkungan Hidup Strategis dalam Penyusunan atau Evaluasi Rencana Pembangunan Daerah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2013 tentang Pedoman Pembangunan Wilayah Terpadu (PWT), Penyusunan RPJMD Kabupaten Enrekang telah terintegrasi dengan Permendagri tersebut di atas, dengan

(8)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018

I- 8 tujuan untuk memastikan bahwa prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan dan pembangunan kewilayahan telah menjadi dasar dalam penyusunan RPJMD.

RPJMD Kabupaten Enrekang merupakan dokumen induk yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah selama 5 (lima) tahun dan menjadi acuan dalam penyusunanRencana Strategis (RENSTRA) bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang disusun berdasarkan tahapan yang melibatkan berbagai stakeholders. RPJMD Sulawesi Selatan ini nantinya akan dijabarkan di dalam rencana pembangunan tahunan dalam bentuk dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Dokumen Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) menjadi dasar penyusunan Kebijakan Umum APBD (KUA), Rencana Kerja (RENJA) serta prioritas dan plafon anggaran (PPA) setiap tahunnya.

Dengan demikian diharapkan sasaran dan tujuan pembangunan di dalam RPJMD ini setiap tahun dapat dicapai secara bertahap, sehingga proses pembangunan dapat terwujud dalam suatu sistem yang terencana dan berkelanjutan.

Hubungan antar dokumen perencanaan pembangunan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar I.1

Bagan Hubungan Antar Dokumen Perencanaan (Undang-Undang No. 25 Tahun 2004)

PUSAT

DAERAH acuan

RPJP Nasional

RPJM

Nasional RKP

RENSTRA KL

RENJA KL

RPJP Daerah

RPJM Daerah

RKP Daerah

RENSTRA SKPD

RENJA SKPD

acuan diperhatikan

pedoman dijabarkan

pedoman

pedoman dijabarkan

pedoman

pedoman pedoman

acuan

RAPBD RAPBN pedoman

pedoman

(9)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018

I- 9 1.4. Sistematika Penulisan

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2013-2015 disusun dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I. Pendahuluan;

Pada bagian ini dijelaskan mengenai gambaran umum penyusunan rancangan awal RPJMD agar substansi pada bab-bab berikutnya dapat dipahami dengan baik.

Bab II. Gambaran umum kondisi daerah;

Bagian ini menjelaskan dan menyajikan secara logis dasar- dasar analisis, gambaran umum kondisi daerah yang meliputi aspek geografi dan demografi serta indikator kinerja penyelenggaraan pemerintah daerah.

Bab III. Gambaran pengelolaan keuangan daerah serta kerangka pendanaan;

Bagian ini menyajikan gambaran hasil pengolahan data dan analisis terhadap pengelolaan keuangan daerah.

Bab IV. Analisis isu-isu strategis;

Bagian ini menjelaskan analisis isu-isu strategis yang menjadi dasar utama visi dan misi pembangunan jangka menengah, yang akan menentukan kinerja pembangunan dalam 5 (lima) tahun mendatang. Penyajian isu-isu strategis meliputi permasalahan pembangunan daerah, dinamika lingkungan strategis, analisa factor internal dan eksternal, dan isu strategis.

Bab V. Visi, misi, tujuan dan sasaran;

Dalam bagian ini diuraikan; (1) Visi Kepala Daerah terpilih 2013-2018, dan Artikulasi atau penjelasan kata-kata kunci dari pernyataan Visi; (2) Pernyataan Misi merupakan penjabaran dari Visi; (3) pernyataan tujuan-tujuan dan pernyataan sasaran-sasaran pembangunan daerah.

Bab VI. Strategi dan arah kebijakan;

Dalam bagian ini diuraikan strategi yang dipilih dalam mencapai tujuan dan sasaran serta arah kebijakan dari setiap strategi terpilih.

(10)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018

I- 10 Bab VII. Kebijakan umum dan program pembangunan daerah;

Dalam bagian ini diuraikan kebijakan umum yang berisi arah kebijakan pembangunan berdasarkan strategi yang dipilih dengan target capaian indikator kinerja, serta program pembangunan daerah.

Bab VIII. Indikasi rencana program prioritas dan kebutuhan pendanaan;

Dalam bagian ini diuraikan hubungan urusan pemerintah dengan SKPD terkait beserta program prioritas yang menjadi tanggung jawab SKPD dalam suatu tahapan pembangunan per tahun selama lima tahun sesuai dengan tema per tahunnya. Pada bagian ini juga diuraikan pencapaian target indikator kinerja pada akhir periode perencanaan yang dibandingkan dengan pencapaian indikator kinerja pada awal periode perencanaan.

Bab IX. Penetapan indikator kinerja daerah.

Bagian ini memberi gambaran tentang ukuran keberhasilan pencapaian Visi dan Misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah pada akhir periode masa jabatan, yang ditunjukan dari akumulasi pencapaian indikator outcome program pembangunan daerah setiap tahun atau indikator capaian yang bersifat mandiri setiap tahun sehingga kondisi kinerja yang diinginkan pada akhir periode RPJMD dapat dicapai.

Bab X Pedoman transisi dan kaidah pelaksanaan

Bagian ini memuat materi tentang pedoman transisi, kaidah pelaksanaan, dan penutup.

1.5. Maksud dan Tujuan

RPJMD adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah periode 5 (lima) tahun terhitung sejak tahun 2013 sampai tahun 2018, ditetapkan dengan maksud untuk memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen pelaku pembangunan daerah (pemerintah daerah, dunia usaha dan masyarakat) dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan daerah yang integral dengan tujuan nasional sesuai dengan visi, misi, dan arah pembangunan daerah yang telah disepakati bersama, sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh segenap komponen pelaku pembangunan akan menjadi lebih efektif, efisien,

(11)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018

I- 11 terpadu, berkesinambungan, dan saling melengkapi satu dengan lainnya, dalam satu pola sikap dan pola tindak.

Adapun tujuannya antara lain :

a. Pedoman penyusunan RKPD setiap tahun.

b. Pedoman dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra SKPD) yang akan digunakan sebagai pijakan dalam penyusunan Rencana Kerja (Renja SKPD) pada setiap tahunnya.

c. Tolok ukur keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan daerah dibawah kepemimpinan Bupati dan wakil Bupati;

d. Tolok ukur penilaian keberhasilan kepala SKPD dalam melaksanakan pembangunan sesuai dengan tugas, fungsi, kewenangan dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mewujudkan visi, misi dan program kepala daerah;

e. Pedoman seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan pembangunan di wilayah Kabupaten Enrekang; dan

f. Instrumen pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD dalam mengendalikan penyelenggaraan pembangunan daerah dan menyalurkan aspirasi masyarakat sesuai dengan prioritas dan sasaran program pembangunan yang ditetapkan dalam Perda tentang RPJMD.

(12)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-1

BAB II

GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH 2.1. Aspek Geografi dan Demografi

2.1.1. Aspek Geografi

2.1.1.1 Luas dan Batas Wilayah Administrasi

Kabupaten Enrekang secara georafis adalah Kabupaten yang terletak di sebelah utara Propinsi Sulawesi Selatan dengan jarak ± 240 Km yang berupa wilayah pegunungan dataran tinggi, dengan luas wilayah 1.786,01 Km2 (lebih kurang 2,86 % dari luas Propinsi Sulawesi Selatan). Batas wilayah Kabuapten Enrekang adalah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kabupaten Tana Toraja b. Sebelah Timur : Kabupaten Luwu c. Sebelah Selatan : Kabupaten Sidrap d. Sebelah Barat : Kabupaten Pinrang 2.1.1.2 Letak dan Kondisi Geografis

Secara geografis Kabupaten Enrekang terletak pada posisi antara 3014’36” - 3050’0” Lintang Selatan dan 119040’53” - 12006’33”

Bujur Timur. Posisi ini terletak tepat di Jantung Provinsi Sulawesi Selatan. Secara administratif Kabupaten Enrekang juga terletak di poros tengah Trans Sulawesi melalui jalan Strategis Nasional untuk Pariwisata di Tana Toraja.

Kabupaten Enrekang merupakan salah satu wilayah strategis di Sulawesi Selatan dengan penetapan menurut Rencana Tata Ruang Provinsi Sulawesi Selatan sebagai Kawasan Strategis untuk pengembangan Tanaman Hortikultura dan Kopi.

Secara administratif, Kabupaten Enrekang terdiri dari 12 Kecamatan, 112 Desa dan 17 Kelurahan.

Adapun luas wilayah masing-masing kecamatan diperlihatkan pada Tabel 2.1 berikut.

(13)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-2

Tabel 2.1.

Luas Daerah Menurut Kecamatan di Kabupaten Enrekang

No Kecamatan Luas

Daerah (Km2) %

1 Maiwa 392,87 22,00

2 Bungin 236,83 13,26

3 Enrekang 291,19 16,30

4 Cendana 91,01 5,1

5 Baraka 159,15 8,91

6 Buntu Batu 126,65 7,09

7 Anggeraja 125,34 7,02

8 Malua 40,36 2,26

9 Alla 75,74 4,24

10 Curio 178,51 9,99

11 Masalle 40,36 2,26

12 Baroko 28,04 1,57

Jumlah 1.786,06 100

Sumber: Buku Kabupaten Enrekang Dalam Angka Tahun 2012.

Gambar 2.1 Gambar Diagram Persentase Luas Kecamatan Kabupaten Enrekang

2.1.1.3 Topografi

Topografi Wilayah Kabupaten Enrekang ini pada umumnya mempunyai wilayah Topografi yang bervariasi berupa perbukitan, pegunungan, lembah dan sungai dengan ketinggian 47 - 3.293 m dari permukaan laut serta tidak mempunyai wilayah pantai. Secara umum keadaan Topografi Wilayah wilayah didominasi oleh bukit- bukit/gunung-gunung yaitu sekitar 84,96% dari luas wilayah Kabupaten Enrekang sedangkan yang datar hanya 15,04%.

Musim yang terjadi di Kabupaten Enrekang ini hampir sama dengan musim yang ada di daerah lain yang ada di Propinsi Sulawesi Selatan yaitu musim hujan dan musim kemarau dimana musim hujan

(14)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-3

terjadi pada bulan November - Juli sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Agustus - Oktober.

Kabupaten Enrekang memiliki topografi wilayah bergunung dan berbukit serta memiliki beberapa puncak gunung seperti Gunung Bambapuang, Gunung Latimojong dan lain-lain

Penggunaan lahannya didominasi oleh kawasan hutan dan sisanya berupa tanah bangunan, sawah, tegal/kebun, ladang/huma, padang rumput, rawa-rawa, kolam, perkebunan dan areal peruntukan lainnya. Pada umumnya jenis tanahnya bervariasi, terdiri dari tanah podsolik coklat dan merah kuning dengan tekstur liat berpasir, struktur remuk, konsistensi gembur permeabilitas sedang. Keadaan tersebut menjadikan Enrekang sebagai daerah yang subur dan menjadi pusat produksi hasil pertanian dataran tinggi di Provinsi Sulawesi Selatan dan Kawasan Indonesia Timur.

Topografi wilayah kabupaten Enrekang sebagian besar berada pada ketingggin > 1500 m dpl. Pada ketinggian tersebut relatif banyak kendala untuk berbagai kegiatan pembangunan. Khususnya pada ketinggian >2000 m dpl tidak dapat dikembangkan untuk budidaya yang bersifat ekonomi, hal ini dikarenakan daerah dengan ketinggian tersebut ditetapkan sebagai kawasan lindung. Sebaran wilayah pada ketinggian tersebut berada pada bagian timur wilayah kabupaten Enrekang seperti Kecamatan Bungin dan Buntu Batu.

Sifat fisik tanah cukup menjadi kendala bagi pengembangan wilayah adalah kemiringan lahan pada wilayah Kabupaten Enrekang didominasi oleh kemiringan lahan 25->40%. Namun demikian areal lahan terbuka yang belum dimanfaatkan secara optimal masih banyak dan merupakan satu potensi yang dapat dikembangkan khususnya untuk tanaman lahan kering baik tanaman perkebunan, buah-buahan atau tanaman keras lainnya.

2.1.1.4 Geologi

Struktur geologi Kabupaten Enrekang memiliki karakteristik yang kompleks dicirikan oleh morfologi wilayah yang bervariasi.

Berdasarkan morfologinya, maka wilayah Kabupaten Enrekang dapat dibagi menjadi 9 (Sembilan) yaitu: Brown Farest Soil yang banyak terdapat di Kecamatan Cendana, Mediterian Coklat kekelabu-labuan banyak terdapat di wilayah Kecamatan Alla, Kecamatan Anggeraja, Kecamatan Baraka dan Kecamatan Enrekang, Mediteran Coklat

(15)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-4

banyak terdapat di Kecamatan Anggeraka dan Kecamatan Alla, Podsolik Coklat banyak terdapat di Kecamatan Enrekang, Kecamatan Maiwa, Kecamatan Anggeraja dan Kecamatan Baraka, Podsolik Kekuningan banyak terdapat di Kecamatan Maiwa, Kecamatan Baraka dan Kecamatan Alla, Podsolik Violet terdapat di Kecamatan Baraka dan Kecamatan Alla.

2.1.1.5 Hidrologi

Secara umum Kondisi Hidrologi yang ada di Kabupaten Enrekang adalah dengan air permukaan, meskipun ada beberapa daerah mempunyai potensi dengan memakai mata air bawah tanah dengan memanfaatkan aliran sungai. Khusus untuk daerah Kecamatan Curio dan Kecamatan Maiwa sebagian besar masih menggunakan sistem pemboran dengan memakai mesin bor jenis rotari.

Daerah Aliran Sungai yang ada di Kabupaten Enrekang adalah DAS Saddang dan DAS Bila di tambah dengan sungai sungai yang mengalir dari daerah perbukitan/pegunungan yang tersusun dari berbagai formasi geologi antara lain batuan sedimen, batuan beku, batuan volkan dan batuan malihan. Sungai-sungai di Kabupaten Enrekang mengalir dengan perbedaan gradient yang rendah sehingga terbentuk sungai-sungai yang berkelok-kelok.

Tabel 2.2.

Daerah Aliran Sungai di Kabupaten Enrekang

No Sungai Nama Das Kecamatan Yang Dilalui Panjang (Km)

Luas (Km2) 1 Sungai Saddang Saddang Kecamatan Masalle,

Kecamatan Enrekang dan Kec. Cendana

39.107 6.887

2 Sungai Bila, Sungai Bungin dan Sungai Bulu Cenrana

Bila Kecamatan Bungin dan Kecamatan Maiwa

68.609

3 Sungai Malua Kecamatan Curio,

Kecamatan Malua dan Kecamatan Baraka

39.366

4 Sungai Mata Allo Kecamatan Alla,

Kecamatan Anggeraja dan Kecamatan Enekang

35.211

2.1.1.6 Klimatologi

Meskipun kondisi iklim dan curah hujan bisa berubah setiap saat tetapi secara umum curah hujan yang ada di Kabupaten Enrekang di bagi tiga kategori. Curah hujan hujan yang paling tinggi terjadi di Kecamatan Maiwa, sementara daerah di Kecamatan Baroko, Kecamatan Masalle, Kecamatan Alla, sebagian Kecamatan Anggeraja

(16)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-5

dan Kecamatan Baraka mempunyai curah hujan yang rendah. Khusus Kecamatan Curio, Kecamatan Malua, Kecamatan Buntu Batu, Kecamatan Bungin, Kecamatan Enrekang, Kecamatan Cendana, sebagaian Kecamatan Maiwa, Kecamatan Anggeraja mempunyai curah hujan kategori sedang.

Tabel 2.3.

Banyaknya Curah Hujan dan Hari Hujan di Kab. Enrekang (Tahun 2007 - 2010)

Bulan

Hari Hujan Curah Hujan

2007 2008 2009 2010 2007 2008 2009 201 0 Januari 14 9 14 16 219 111 143 82 Februari 15 12 9 10 95 106 56 117 Maret 15 15 11 10 74 353 143 179 April 13 16 8 12 465 203 148 175

Mei 26 14 9 23 712 85 369 345

Juni - 18 7 22 - 261 37 388

Juli 19 18 11 20 384 235 218 496 Agustus 22 24 5 19 140 211 5 456 Septemb

er 7 15 12 26 98 263 157 452

Oktober 17 21 8 26 91 406 211 480 Novembe

r 9 13 8 20 172 308 132 216

Desembe

r 26 16 12 14 299 123 357 70

Jumlah/

Total 183 191 114 218 2.749 2.665 1.976 3.45 6 2.1.1.7 Penggunaan Lahan

Luas lahan secara keseluruhan di Kabupaten Enrekang adalah sekitar 64.451,92 Ha atau 36% dari luas wilayah Kabupaten Enrekang, yang terdiri dari lahan untuk penggunaan tanaman perkebunan sekitar 45.221,85 Ha (25,31%), lahan untuk penggunaan tanaman Hortikultura sekitar 3.022,45 Ha (1,69%) dan lahan untuk penggunaan tanaman pangan sekitar 16.162,62 Ha (9,05%) yang mencakup lahan basah 5.123,70 Ha, lahan kering 11.038,92 Ha. Penggunaan tanah di Kabupaten Enrekang untuk kawasan permukiman relatif kecil yaitu sekitar 3.005,34 Ha atau sekitar 1,68% dari luas wilayah. Gambaran penggunaan lahan di Kabupaten Enrekang hingga tahun 20011, selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:

(17)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-6

Tabel 2.4. Luas Lahan Perkebunan menurut kecamatan di Kabupaten Enrekang

NO. KECAMATAN LUAS (HA) (%)

01 Kecamatan Alla 1.160,05 2.57

02 Kecamatan Anggeraja 568,32 1.26

03 Kecamatan Baraka 5.384,65 11.91

04 Kecamatan Baroko 798,86 1.77

05 Kecamatan Bungin 2.667,07 5.90

06 Kecamatan Buntu Batu 1.479,67 3.27

07 Kecamatan Cendana 4.194,11 9.27

08 Kecamatan Curio 10.027,11 22.17

09 Kecamatan Enrekang 6.808,85 15.06

10 Kecamatan Maiwa 7.150.56 15.81

11 Kecamatan Malua 4.490,47 9.93

12 Kecamatan Masalle 492,14 1.09

Jumlah 45.221,85 100.00

Sumber: Dokumen RTRW Kab. Enrekang

Berdasarkan luasan yang ada, maka potensi pengembangan tanaman perkebunan berada di Kecamatan Curio, Kecamatan Maiwa, Kecamatan Enrekang dan kecamatan Baraka. Namun untuk pengembangan Komoditi Kopi sebagai komoditi Unggulan daerah potensinya berada di Kecamatan Baraka, Kecamatan Buntu Batu dan Kecamatan Bungin.

Tabel 2.5. Luas Lahan Hortikultura menurut kecamatan di Kabupaten Enrekang

NO KECAMATAN LUAS (HA) (%)

01 Kecamatan Alla 329.92 10.92

02 Kecamatan Anggeraja 283.26 9.37

03 Kecamatan Baroko 582.36 19.27

04 Kecamatan Curio 536.22 17.74

05 Kecamatan Malua 999.69 33.08

06 Kecamatan Masalle 291.01 9.63

Jumlah 3.022.45 100.00

Sumber: Dokumen RTRW Kab. Enrekang

(18)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-7

Kabupaten Enrekang telah dikenal sebagai daerah penghasil Hortikultura yang telah mensuplay keberbagai daerah baik skala regional maupun nasional seperti komditi Bawang Merah, Kentang, Kol/Kubis dll, bahkan salah satu komoditi seperti wortel telah diekspor ke luar negeri. Keenam kecamatan yang ditampilkan pada tabel 2.5. diatas merupakan wilayah penghasil Hortikultura. Potensi luasan berada di Kecamatan Malua, Baroko dan Curio, namun untuk Kecamatan Alla, Anggeraja dan Masalle diperlukan peningkatan produktivitas melalui aplikasi teknologi. Selain Enam kecamatan sebagaimana pada tabel 2.5 diatas, potensi pengembangan Hortikultura juga diarahkan pada wilayah kecamatan Baraka dan Kecamatan Buntu Batu yang selama ini sebagian wilayahnya telah dikembangkan tanaman Hortikultura

Tantangan yang dihadapi untuk komoditi Hortikulutura adalah daya saing kualitas produk yang terindikasi mengandung residu zat kimia dan telah menjadi isu tingkat konsumen atau .pasar. Oleh karena itu penggunaan aplikasi teknologi serta penerapan sistem pertanian ramah lingkungan perlu lebih digalakkan secara nyata dan berkesinambungan untuk mengembalikan image pasar yang baik terhadap produk Hortikultura di Kabupaten Enrekang.

Tabel 2.6. Luas Lahan Tanaman Pangan menurut kecamatan di Kab.

Enrekang

NO. KECAMATAN

LAHAN BASAH

(Ha)

(%)

LAHAN KERING

(Ha)

(%)

01 Kecamatan Alla 214.89 4.19 - -

02 Kecamatan Anggeraja 85.62 1.67 - -

03 Kecamatan Baraka 1.247.62 24.35 - -

04 Kecamatan Baroko 135.12 2.64 - -

05 Kecamatan Bungin 103.38 2.02 - -

06 Kecamatan Buntu Batu 505.02 9.86 - - 07 Kecamatan Cendana 1.088.83 21.25 531.51 4.81

08 Kecamatan Curio 591.87 11.55 - -

09 Kecamatan Enrekang 505.88 9.87 1.231.10 11.15 10 Kecamatan Maiwa 287.79 5.62 9.276.31 84.03

11 Kecamatan Malua 324.61 6.34 - -

12 Kecamatan Masalle 33.07 0.65 - -

Jumlah 5.123.70 100.00 11.038.92 100.00

Sumber: Dokumen RTRW Kab. Enrekang

(19)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-8

Berdasarkan tabel 2.6 diatas, luasan lahan basah atau Sawah sekitar 5.123,70 Ha sebagain besar di Kecamatan Baraka dan Cendana, namun potensi untuk pengembangan penecatan sawah baru maupun pengembangan tanaman pangan lainnya seperti Jagung dan Kedelai berada di Kecamatan Maiwa dan Enrekang.

2.1.2 Potensi Pengembangan Wilayah

Potensi Pengembangan wilayah di Kabupaten Enrekang, akan ditujukan untuk menuju pencapaian visi daerah sebagai daerah Agropolitan Mandiri. Kabupaten Enrekang juga telah ditetapkan dalam skala kawasan yang lebih luas yang masuk dalam kategori sebagai pusat pengembangan Bawang Merah di Indonesia Bagian Timur. Potensi pengembangan wilayah Kabupaten Enrekang mencakup berbagai sektor, selain sektor pertanian, juga potensi disektor pertambangan, Energi dan Pariwisata cukup potensil.

Dokumen RTRW Provinsi Sulawesi Selatan telah menetapkan Kawasan Agropolitan Belajen sebagai salah satu Kawasan Strategis Provinsi, bahkan juga Kabupaten Enrekang termasuk daerah yang tergabung dalam Kawasan Strategis Nasional Kapet Parepare yang diarahkan sebagai basis pengembangan Tanaman Hortikultura, Kopi dan Peternakan.

Berdasarkan Arahan Dokumen RTRW Kabupaten Enrekang, maka ada beberapa kawasan Strategis Daerah yang akan dikembangka kedepan, antara lain sebagai berikut :

1. Kawasan Strategis Pertumbuhan Ekonomi

a. Kawasan perkebunan dan holtikultura (kopi, Vanila, kakao dan Palawija);

b. PKL Kabupaten Enrekang;

c. Kawasan Cepat Tumbuh PKLp Kota Baraka;

d. Kawasan Industri Maiwa (KIWA);

e. Kawasan Perkotaan Penyangga PKLp Maiwa; dan f. Kota Penyangga PKLp Cakke;

2. Kawasan Strategis Sosial Budaya

a. Desa Wisata “NO SMOKING VILLAGE (kawasan bebas merokok)” di Desa Bone-Bone Kecamatan Baraka;

(20)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-9

b. Kawasan pekuburan batu (mandu) di Tontonan Kecamatan Anggeraja;

c. Kawasan Goa Bubau di Pasui Kecamatan Buntu Batu;

d. Desa Wisata Limbuang di Kecamatan Maiwa;

e. Goa Nippon di Lura Kecamatan Anggeraja;

f. Kuburan Tua Nenek Lintik di Baroko (perbatasan Enrekang-Toraja), makam Tandi Jalling Mandante;

g. Lo’ko Malillin di Pana Kecamatan Alla; dan h. Kawasan pendidikan di Maiwa.

3. Kawasan Strategis Kepentingan Sumberdaya Alam dan Teknologi Tinggi, terdiri atas:

a. Kawasan potensi tambang batu bara di Kecamatan Enrekang;

b. Kawasan PLTA di Desa Lebani Kecamatan Bungin dan di Desa Buttu Batu Kecamatan Enrekang; dan

c. Kawasan penambangan minyak Blok Enrekang di seluruh wilayah Kabupaten Enrekang;

4. Kawasan Strategis Kabupaten kepentingan daya dukung lingkungan hidup, terdiri atas:

a. Kawasan DAS Saddang, DAS Bila, DAS Mata Alio dan DAS Malua;

b. Kawasan, mata air Bongso di Pasui Kecamatan Buntu Batu, kawasan mata air Mata Allo di Kalosi Kecamatan Alla, dan kawasan mata air Malauwe di Kecamatan Enrekang;

c. Kawasan Wisata Pemandian Lewaja di Kecamatan Enrekang;

d. Kawasan wisata pemandian alam Kaluppang di Kecamatan Maiwa;

e. Kawasan wisata alam terpadu Gunung Bambapuang dan Gunung Nona di Kecamatan Anggeraja;

2.1.3 Wilayah Rawan Bencana

Bentuk-bentuk bencana yang sering terjadi di Kabupaten Enrekang adalah bencana tanah longsor, namun sesekali terjadi Banjir dan Angin Puting. Beberapa kawasan rawan bencana di Kabupaten Enrekang sebagai berikut :

1. Kawasan rawan bencana alam zona patahan di Kecamatan Bungin, Kecamatan Maiwa, Kecamatan Enrekang, Kecamatan Anggeraja, Kecamatan Masalle, Kecamatan Baroko, Kecamatan Alla dan Kecamatan Malua

(21)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-10

2. Kawasan rawan longsor di Kecamatan Masalle, Kecamatan Baroko, Kecamatan Bungin dan Kecamatan Enrekang; dan

3. Kawasan rawan banjir di Kecamatan Cendana dan Kecamatan Enrekang.

Faktor penyebab terjadinya tanah longsor merupakan bagian dari identifikasi dan interpretasi faktor-faktor geologi yang bekerja pada suatu daerah. Pada dasarnya ada dua faktor penyebab terjadinya tanah longsor antara lain: faktor pengontrol (internal) dan faktor pemicu (eksternal). Faktor pengontrol meliputi jenis litologi, hidrologi, soil/tanah, struktur geologi dan bentukan morfologi, sedangkan faktor pemicunya terdiri dari kondisi tata guna lahan, curah hujan dan aktivitas manusia.

Kriteria kawasan rawan bencana longsor adalah kawasan yang diidentifikasi sering dan berpotensi tinggi mengalami bencana longsoran Bencana tanah longsor merupakan melimpahnya volume air yang berlebih umumnya dari air hujan yang tidak bisa diserap oleh lapisan tanah dan vegetasi di kawasan resapan air daerah (hulu) sehingga semakin lama air dapat mengikis tanah dan akhirnya terjadi longsor. Daerah-daerah yang termasuk kawasan rawan bencana longsor di Kabupaten Enrekang meliputi daerah- daerah yang berada di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Saddang, DAS Mata Allo, dan sekitar ruas-ruas Jalan Negara, Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten, serta beberapa titik lainnya.

Banjir besar terjadi apabila air hujan cukup tinggi dan jatuh tersebar merata di seluruh daerah tangkapan air, kemudian berubah menjadi limpasan permukaan yang terkumpul secara cepat pada suatu titik keluaran (outlet). Faktor alami daerah tangkapan air merupakan faktor yang mempengaruhi kecepatan limpasan permukaan dari seluruh daerah tangkapapan air untuk bisa terkumpul secara bersama-sama di titik keluaran.

Proses terjadinya angin puting beliung, biasanya terjadi pada musim pancaroba pada siang hari suhu udara panas, pengap, dan awan hitam mengumpul, akibat radiasi matahari di siang hari tumbuh awan secara vertikal, selanjutnya di dalam awan tersebut terjadi pergolakan arus udara naik dan turun dengan kecepatan yang cukup tinggi. Arus udara yang turun dengan kecepatan yang tinggi menghembus ke permukaan bumi secara tiba-tiba dan

(22)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-11

berjalan secara acak.

2.1.4 Aspek Demografi

Penduduk Kabupaten Enrekang pada tahun 2012 tercatat sebanyak 192.163 jiwa yang terdiri dari laki-laki 96.925 jiwa dan perempuan 95.538 jiwa. Penduduk tersebut tersebar diseluruh desa/kelurahan dalam wilayah Kabupaten Enrekang dengan kepadatan 107,6 jiwa/km2. Kecamatan terpadat adalah Kecamatan Alla yaitu sekitar 597,2 jiwa/km2 dan yang terjarang penduduknya adalah Kecamatan Bungin sekitar 18,4 jiwa/km²

Tabel 2.7. Jumlah dan Kepadatan Penduduk 5 tahun Terakhir Kabupaten Enrekang

No Kecamatan Luas

(Km2)

Jumlah Penduduk

Kepadatan Penduduk

1 Maiwa 392,87 23.415 58,8

2 Bungin 236,84 4.365 18,3

3 Enrekang 291,19 30.822 105,0

4 Cendana 91,01 8.720 133,3

5 Baraka 159,15 21.414 133,3

6 Buntu Batu 126,65 12.907 100,6

7 Anggeraja 125,34 24.120 190,6

8 Malua 40,36 7.742 191,0

9 Alla 43,66 20.902 590,2

10 Curio 178,51 15.045 82,9

11 Masalle 68,35 12.387 180,9

12 Baroko 41,08 10.324 250,7

J U M L A H

2012 1.786,01 192.163 107,6

2011 1.786,01 190.248 106,5

2010 1.786,01 190.576 106,7

2009 1.786,01 188.070 105,3

2008 1.786,01 185.727 104,0

Sumber : Enrekang Dalam Angka Tahun 2013

Gambar 2.11. Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Enrekang Periode Tahun 2008 – 2012

(23)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-12

Kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar pada tahun 2012 terdapat di Kecamatan Enrekang ± 30.588 jiwa, sedangkan kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terendah terdapat di Kecamatan Buungin, yang memiliki jumlah penduduk ± 4.365 jiwa.

2.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat

2.2.1 Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 2.2.1.1 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara umum dibagi ke dalam nilai atas dasar harga berlaku dan nilai atas dasar harga konstan (harga konstan tahun 2000). Gambaran selengkapnya akan diuraikan pada bagian berikut:

1. PDRB Harga Berlaku

Di antara ke Sembilan sektor utama penopang PDRB di Kabupaten Enrekang adalah Sektor Pertanian yang memberi kontribusi sebesar 46 % terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Enrekang. Namun ada kecenderungan penurunan kontribusi Sektor Pertanian, terlihat pada tahun 2008 kontribusinnya sebesar 51% mengalami penurunan menjadi 46% pada Tahun 2012.

Namun secara nominal sektor pertanian mengalami perkembangan dari Rp.691.940.610.000 tahun 2008, meningkat menjadi Rp.1.224.912.850.000, atau naik sebesar Rp.532.972.240 (77,03%) selama kurun waktu 4 Tahun.

Sektor penopang PDRB Kabupaten Enrekang terbesar kedua setelah Sektor Pertanian adalah Sektor Jasa . Sektor Jasa merupakan sektor yang mengalami kenaikan/perkembangan terbesar. Berdasarkan Harga berlaku, sektor jasa pada tahun 2008 sebesar Rp. 331.458.550.000, telah mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp. 774.304.180.000 pada tahun 2012, atau mengalami kenaikan sebesar Rp. 442.845.630.000, atau naik 133,61% selama kurun waktu 4 Tahun. Nilai tambah sektor jasa ini sebagian besar berasal dari sub jasa pemerintahan umum khususnya sub administrasi pemerintahan. Sedangkan yang berasal dari jasa swasta masih relatif kecil. Untuk itu andil sub sektor swasta memungkinkan dapat ditingkatkan melalui peranan jasa sosial/kemasyarakatan disektor pendidikan, kesehatan, hiburan dan rekreasi.

(24)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-13

Adapun 6 Sektor lainnya cenderung memperlihatkan perkembangan yang statis selama kurun waktu 4 tahun.

Gambaran perkembangan nilai PDRB Harga Berlaku di Kabupaten Enrekang, selengkapanya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.8

PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku di Kabupaten Enrekang Tahun 2008–2012 (dalam Juta Rupiah)

Sumber : Buku PDRB Kabupaten Enrekang Tahun 2013

2. PDRB Harga Konstan Tahun 2000

Berdasarkan PDRB Harga Konstan, kontribusi sektor pembentukan PDRB Kabupaten Enrekang masih didominasi oleh sektor Pertanian (48,59%) dan Sektor Jasa (18,66%). Namun Kontribusi pada kedua sektor tersebut mempelihatkan kecenderungan menurun, terlihat pada tabel 2.9. bahwa kontribusi sektor pertanian dari 51,45% tahun 2008 menurun menjadi 48,59% tahun 2012. Demikian pula Sektor Jasa dari 20,57% tahun 2008 menurun menjadi 18,66% tahun 2012.

Sebaliknya, 6 sektor lainnya memperlihatkan kecenderungan meningkat. Sektor Konstruksi/Bangunan memberikan peningkatan kontribusi yang terbesar yakni sekitar 2,14%, menyusul Sektor Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan meningkat 1,24%, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran meningkat 0,83%, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi meningkat 0.3%, Sektor Pertambangan dan Penggalian 0,19%, Sektor Industri Pengolahan naik 0,04% dan Sektor Listrik, Gas

(25)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-14

dan Air Bersih naik 0,02%. Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.9.

PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kabupaten Enrekang Tahun 2008 – 2012 (dalam juta rupiah)

(Rp) % (Rp) % (Rp) % (Rp) % (Rp) %

1 Pertanian 345.499,82 51,45% 355.290,51 49,62% 366.813,11 48,79% 391.197,29 48,68% 418.556,87 48,59%

2 Pertambangan &

Penggalian 3.647,92 0,54% 5.095,86 0,71% 5.618,07 0,75% 6.016,91 0,75% 6.258,02 0,73%

3 Industri Pengolahan 29.747,88 4,43% 30.840,50 4,31% 32.039,60 4,26% 36.257,45 4,51% 38.543,29 4,47%

4 Listrik,Gas & Air bersih 3.947,53 0,59% 4.058,00 0,57% 4.367,77 0,58% 4.851,06 0,60% 5.217,63 0,61%

5 Konstruksi 35.165,38 5,24% 49.608,03 6,93% 57.053,50 7,59% 60.653,38 7,55% 63.592,57 7,38%

6 Perdagangan, Hotel &

Restoran 67.826,90 10,10% 71.084,73 9,93% 75.163,09 10,00% 82.118,16 10,22% 94.105,01 10,93%

7 Pengangkutan &

Komunikasi 17.965,13 2,68% 18.908,90 2,64% 21.347,67 2,84% 23.557,88 2,93% 25.685,63 2,98%

8 Keuangan, sewa, & Js.

Perusahaan 29.596,40 4,41% 32.997,54 4,61% 38.032,17 5,06% 41.713,75 5,19% 48.645,58 5,65%

9 Jasa-jasa 138.137,25 20,57% 148.139,08 20,69% 151.371,73 20,13% 157.325,57 19,58% 160.735,00 18,66%

PDRB 671.534,21 100% 716.023,15 100% 751.806,71 100% 803.691,45 100% 861.339,60 100%

NO Sektor 2008 2009 2010 2011 2012

Sumber : Buku PDRB Kabupaten Enrekang Tahun 2013

Besaran daya tumbuh yang diturunkan dari perubahan nilai PDRB Harga Konstan Tahun 2000 pada 2 (dua) titik waktu akan menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator ekonomi yang merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan, karena indikator ini dapat memberikan implikasi pada kinerja perekonomian makro.

Pertumbuhan ekonomi juga bisa merefleksikan perkembangan kegiatan perekonomian di suatu daerah. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu daerah menunjukkan semakin berkembangnya kegiatan perekonomian di daerah tersebut, baik itu kegiatan produksi, konsumsi, kegiatan investasi maupun perdagangan di daerah tersebut yang akhirnya akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja.

Selama periode tahun 2007– 2012, perekonomian Kabupaten Enrekang relatif sama bila kita bandingkan dengan perekonomian Sulawesi Selatan hanya tiaga tahun terakhir menunjukkan bahwa pertumbuhan Sulawesi Selatan selalu lebih tinggi dari pertumbuhan Kabupaten Enrekang. Pada tahun 2007, ekonomi Kabupaten Enrekang tumbuh sekitar 6,34 persen, sedangkan pada level Propinsi hanya tumbuh sekitar 5,11 persen, dan pada tahun 2008 pertumbuhan ekonomi yang berhasil dicapai Kabupaten Enrekang adalah sekitar 6,49 persen, sedangkan untuk level Propinsi Sulawesi Selatan tumbuh sekitar

(26)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-15

7,78 persen, dan pada tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Enrekang adalah sekitar 6,62 persen dan pertumbuhan ekonomi Sulawesi Selatan 6,20 persen, pada tahun 2010 terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Enrekang yang hanya tumbuh sekitar 5,00 persen sedangkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sulawesi Selatan adalah sekitar 8,18 persen, kemudian pada tahun 2011 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Enrekang meningkat menjadi sekitar 6,90 persen sedangkan Provinsi Sulawesi Selatan mengalami pertumbuhan sekitar 7,65 persen.Dan pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Enrekang kembali meningkat menjadi sekitar 7,18 persen, demikian halnya dengan Propinsi Sulawesi Selatan yang pertumbuhan ekonominya mencapai 8,37 persen.

Selama periode tahun 2005 – 2011 terlihat bahwa pertumbuhan riil setiap sektor ekonomi berfluktuasi, dengan rata – rata pertumbuhan tertinggi pada Sektor Bangunan yaitu sekitar 16,73 persen pertahun selama periode tersebut, dan rata – rata pertumbuhan terendah pada Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih, dengan pertumbuhan rata – rata sekitar 4,00 persen selama periode tersebut. Berikut akan diuraikan pertumbuhan riil masing – masing sektor ekonomi. Pada Tabel berikut menyajikan pertumbuhan riil setiap sektor ekonomi di Kabupaten Enrekang selama periode tahun 2007 – 2012

Tabel 2.10

Pertumbuhan Riil PDRB Kabupaten Enrekang Tahun 2007–2012 Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2000 (dalam satuan persen)

Lapangan Usaha

Pertumbuhan PDRB Rata

- Rata 200

7

200 8

200 9

201

0 2011 2012

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Pertanian 3,9

0 6,47 2,83 3,24 6,65 6,99 5,01 Pertambangan dan

Penggalian

15,

73 6,52 39,6 9

10,2

5 7,10 4,01 13,8 8 Industri Pengolahan 0,7

9 2,05 3,67 3,89 13,1 6

6,30 4,98 Listrik, Gas & Air

Bersih

1,5

0 2,99 2,80 7,63 11,0 7

7,56 5,59 Konstruksi &

Bangunan

17,

44 4,03 41,0 7

15,0

1 6,31 4,85 14,7 9 Perdagangan, Hotel 3,4 6,21 4,80 5,74 9,25 14,6 7,34

(27)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-16

Lapangan Usaha

Pertumbuhan PDRB Rata

- Rata 200

7

200 8

200 9

201

0 2011 2012

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

& Restoran 2 0

Angkutan &

Komunikasi

10,

43 6,80 5,25 12,9 0

10,3 5

9,03 9,13 Bank dan Lembaga

Keuangan

5,4 0

15,4 4

11,4 9

15,1

2 9,68 16,6 9

12,3 0

Jasa-jasa 6,3

0 6,63 7,24 2,18 3,93 2,17 4,74 Pertumbuhan

Ekonomi

5,1

1 6,49 6,6 2

5,0

0 6,90 7,18 6,23 Sumber : Buku PDRB Kabupaten Enrekang Tahun 2013

Gambar 2.2

Grafik Pertumbuhan Ekonomi di Kabupaten Enrekang Tahun 2007 – 2012

(dalam satuan persen)

14,29 16,34

13,99

17,76 18,97 19,82 19,03 19,27

16,98

5,34 5,90

3,78 5,11 6,49 6,62

5,00 6,90 7,18

3,90

6,47

2,83 3,24

6,65 6,99

0 5 10 15 20 25

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Laju Perkembangan Ekonomi Harga Berlaku (%) Laju Pertumbuhan Ekonomi Harga Konstan (%) Pertumbuhan Sektor Pertanian

Tabel 2.11

Struktur Perekonomian Pembentuk PDRB Berdasar Kelompok Sektor Ekonomi di Kabupaten Enrekang atas dasar Harga Berlaku

Tahun 2008 – 2012 (Rp juta dan persen) Sektor

Ekonomi

2008 2009 2010 2011 2012

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

Primer

691.940, 61 (51%)

741.380, 20 (46%)

909.612, 49 (47%)

1.085.45 1,92 (47%)

1.224.91 2,85 (46%) Pertanian 691.940,6

1

741.380, 20

909.612,4 9

1.085.451 ,92

1.224.912 ,85 Sekunder 112.302, 152.794, 175.436, 205.876, 239.661,

(28)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-17

Sektor Ekonomi

2008 2009 2010 2011 2012

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

07 45 28 43 84

Pertambang an dan Penggalian

6.918,18 10.991,8

2 12.555,4 14.260,58 15.740,66 Industri

Pengolaha n

38.151,4 41.088,0

5 42.903,87 59.817,60 74.480,36 Listrik, Gas

dan Air Bersih

6.943,02 7.400,55 8.563,59 10.186,26 12.465,6 Konstruksi

dan

Bangunan

60.289,47 93.314,0 3

111.413,4 2

121.611,9 9

136.975,2 2 Tersier 542.968,

85

720.040, 56

836.360, 08

1.000.36 2,19

1.196.23 4,32 Perdaganga

n, Ho-tel dan Restoran

127.410,4 9

138.937, 91

170.839,3 8

201.709,3 2

247.537,8 4 Angkutan

dan

Komunikasi

32.484,47 35.181,0

5 43.609,34 52.554,99 62.937,7 Keuangan,

Persewa-an dan js.

Pershn

51.615,34 63.438,6

2 77.765,9 89.261,97 111.454,6

Jasa-jasa 331.458,5 5

482.482, 98

544.145,4 6

656.835,9 1

774.304,1 8 Total 1.347.21

1,53

1.614.21 5,21

1.921.40 8,85

2.291.69 0,54

2.660.80 9,01 Sumber : Buku PDRB Kabupaten Enrekang Tahun 2013

PDRB kelompok sektor sekunder yang diusung oleh sektor- sektor Industri Pengolahan, Listrik dan Air, serta Bangunan berdasarkan harga berlaku pada tahun 2008 tercatat sebesar Rp.

112.302,07 juta, dan terus bertambah hingga menjadi Rp.

239.661,84 juta pada tahun 2012.

2.2.1.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Perkapita

PDRB per kapita merupakan salah satu indikator ekonomi yang sering dipergunakan dalam mengukur atau menilai tingkat kemakmuran/kesejah-teraan masyarakat dalam suatu daerah. Nilai ini diperoleh dengan membagi jumlah total PDRB dalam satu waktu tertentu dengan jumlah penduduk tahun yang bersangkutan. Meski

(29)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-18

nilai yang diperoleh belum tentu mencerminkan nilai yang benar- benar diperoleh masyarakat, setidaknya bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait dengan tingkat kemakmuran masyarakat. Sementara yang dimaksud pendapatan, adalah Nilai Tambah Bruto/ NTB (upah, gaji, laba, sewa tanah, bunga uang, penyusutan dan pajak tak langsung neto), bukan nilai produksi (perkalian dari jumlah produksi dengan harga satuannya).

Nilai tambah bruto merupakan bagian dari nilai produksi.

Selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.12

PDRB Perkapita Kabupaten Enrekang Tahun 2005 – 2009

Tahu n

Jumlah Pendud

uk

Pertumbu hn Penduduk

(%)

PDRB per Kapita Atas dasar Harga Berlaku (Rp)

Pertumbu hn PDRB per kapita ADHB (%)

PDRB per Kapita Atas dasar Harga Konstan (Rp)

Pertumbu hn PDRB per kapita ADHK (%)

2008 188.07

0 7.160.000 3.570.000

2009 190.57

5 1,33 8.470.000 18,30 3.760.000 5,32 2010 191.17

5 0,32 10.050.000 18,65 3.930.000 4,52 2011 192.16

3 0,52 11.930.000 18,71 4.180.000 6,36 2012 193.68

3 0,79 13.740.000 15,17 4.450.000 6,46 Sumber : Buku PDRB Kabupaten Enrekang Tahun 2013

Perkembangan peningkatan pendapatan per kapita setidaknya mencerminkan tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat Kabupaten Enrekang yang semakin membaik selama kurun waktu lima tahun terakhir. Apabila kita melihat PDRB perkapita menurut harga konstan meningkat sebesar Rp. 190.000 (5,32%) dari Rp.

3.570.000 pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp. 4.450.000 pada tahun 2012. Pertumbuhan rata - rata dari PDRB perkapita Kabupaten Enrekang ini sebesar 5,67% per tahun.

Perolehan pertumbuhan pendapatan perkapita (berdasarkan harga konstan) tertinggi dicapai pada tahun 2012 yaitu sebesar 6,46%. dengan tingkat pertumbuhan penduduk sebesar 0.79%.

Tingkat Pertumbuhan penduduk pada tahun 2012 ini lebih rendah apabila dibandingkan tingkat pertumbuhan penduduk pada tahun 2009 yaitu sebesar 1,33%. Tingkat rata-rata kesejahteraan penduduk Kabupaten Enrekang cukup tinggi, dengan PDRB perkapita sekitar 1,15 Juta Rupiah perbulan pada tahun 2012, atau tumbuh sebesar

(30)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-19

15,17% dari tahun 2011 yang sudah mencapai 994 Ribu Rupiah per bulan namun secara riil (berdasarkan harga konstan), perolehan pendapatan perkapita Kabupaten Enrekang pada tahun 2012 tersebut sebesar Rp. 4.450.000 dengan jumlah penduduk 193.683 jiwa menurut harga konstan yang berarti mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2011 sebesar Rp. 270.000 (tumbuh sebesar 6,46%).

Tingkat pertumbuhan per kapita rata - ratanya sebesar 5,67%

per tahun menurut harga konstan. Pendapatan tersebut merupakan nilai tambah bruto yang berupa upah/gaji, laba, sewa tanah, bunga uang, penyusutan, dan pajak tak langsung netto. Perkiraan PDRB perkapita Tahun 2013 atas dasar Harga Konstan adalah sebesar Rp 4.702.000.

2.2.2 Fokus Kesejahteraan Sosial

Analisis kinerja atas fokus kesejahteraan sosial dilakukan terhadap beberapa indikator sosial, yang mencakup: (i) Indeks Pembangunan Manusia (IPM); (ii) Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG); (iii) Kemiskinan; dan (iv) Rasio Penduduk yang Bekerja. Gambaran rincian terhadap fokus kesejahteraan sosial di Kabupaten Enrekang secara umum adalah sebagai berikut:

2.2.2.1 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Berbagai program pembangunan khususnya dalam pembangunan manusia yang dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Enrekang selama ini telah menunjukkan hasil yang cukup baik, salah satunya diukur dari indikator Indek Pembangunan Manusia (IPM). Selama periode 5 (lima) tahun terakhir, pencapaian angka IPM Kabupaten Enrekang relatif terus membaik. Pencapaian terakhir di tahun 2009 meningkat hingga 0,28 poin dibanding angka tahun 2008. Seluruh komponen IPM mengalami kenaikan, kecuali pada rata-rata lama sekolah yang masih stagnan di level 8,3 Tahun. Secara lebih lengkap pencapaian IPM Kabupaten Enrekang periode 2005-2009 dapat dilihat pada tabel berikut ini:

(31)

RPJMD Kabupaten Enrekang Tahun 2014-2018 II-20

Tabel 2.13

Pencapaian Indeks Pembangunan Manusia dan Komponennya di Kabupaten Enrekang Tahun 2007-2011

Uraian 2007 2008 2009 2010 2011 2012 Indeks

Pembangunan Manusia [%]

73,32 73,76 74,20 74,55 74,84 75,30 Angka

Harapan Hidup (e0) [Tahun]

74,30 74,33 74,70 74,99 75,19 75,39

Angka Melek

Huruf [%] 89,80 89,80 90,40 90,44 90,49 91,26 Rata-rata

lama sekolah [Tahun]

8,10 8,10 8,30 8,30 8,32 8,34 Pengeluaran

Perkapita Riil Disesuaikan [Rp. 000]

619,40 624,50 624,70 626,63 628.530 630.590

Sumber: BPS Kabupaten Enrekang

Ini semua mencerminkan derajat kualitas hidup/kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Enrekang kian membaik. Dengan demikian tujuan utama dari pembangunan daerah yakni menciptakan lingkungan yang memungkinkan bagi penduduknya untuk menikmati umur panjang, sehat dan menjalankan kehidupan yang produktif di Kabupaten Enrekang semakin kondusif dan telah berjalan dalam jalur yang benar (on the right track). Meski demikian, tetap harus diupayakan adanya akselerasi peningkatan angka IPM secara signifikan yang memerlukan optimalisasi, penajaman, dan sinergitas sasaran pembangunan manusia. Dalam konteks ini, premis penting yang dikembangkan adalah mengutamakan manusia sebagai pusat perhatian (bukan sebagai alat atau instrument) dan memperbesar pilihan-pilihan bagi manusia secara keseluruhan (tidak hanya terbatas pada peningkatan pendapatan atas aspek ekonomi semata).

Dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain di Provinsi Sulawesi Selatan, peringkat IPM Kabupaten Enrekang berhasil menduduki peringkat 4 (Empat) se-Sulawesi Selatan pada tahun 2007, 2008, 2009, 2010, dan 2011 ini. Apabila dibandingkan dengan wilayah Kabupaten (Non Kota), sampai dengan tahun

Referensi

Dokumen terkait

The higher rates implied by the steeper slope in rates, we can expect the negative relation between asset should make the sensitivity factor more important, as the value and

responses are present in buyer–seller relationships; (2) af- Thus, both the effect of reliability and the effect of benevo- fective responses differ according to whether they

• Apabila SPT Tahunan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan atau dalam batas waktu perpanjangan penyampaian SPT Tahunan, dikenakan sanksi administrasi berupa

A gender ternative view concerning gender differences in field sales classification scheme is proposed based on a gender balance in the sales organizations (Schul and Wren, 1992;

[r]

The Seventh International Conference on the Juvenile Hormones (JH VII) convened on the Mount Scopus Campus of the Hebrew University of Jerusalem from August 28 to September 3,

Dalam prosedur audit awal, auditor membuktikan keandalan catatan akuntansi piutang usaha yang diselenggarakan oleh klien, dengan cara mengusut saldo piutang usaha yang dicantumkan

Standar Kompetensi adalah kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang diharapkan dicapai pada setiap