5 BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Teori Harold D. Lasswell
Teori komunikasi Harold Lasswell merupakan teori komunikasi awal (1948). Lasswell menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan : Who, Says What, In Which Channel, To Whom, With What Effect (Siapa Mengatakan Apa Melalui Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Efek Apa).
1. Who (siapa/sumber). Who dapat diartikan sebagai sumber atau komunikator yaitu, pelaku utama atau pihak yang mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi dan yang memulai suatu komunikasi, bisa seorang individu,kelompok,organisasi,maupun suatu negara sebagai komunikator.
Pihak tersebut bisa seorang individu, kelompok, organisasi, maupun suatu Negara sebagai komunikator.
2. Says what (pesan). Says menjelaskan apa yang akan disampaikan atau dikomunikasikan kepada komunikan (penerima), dari komunikator (sumber) atau isi informasi. Apa yang akan disampaikan/dikomunikasikan kepada penerima(komunikan),dari sumber(komunikator)atau isi informasi.Merupakan seperangkat symbol verbal/non verbal yang mewakili perasaan,nilai,gagasan/maksud sumber tadi. Ada 3 komponen pesan yaitu makna,symbol untuk menyampaikan makna,dan bentuk/organisasi pesan.
3. In which channel (saluran/media). Saluran/media adalah suatu alat untuk menyampaikan pesan dari komunikator (sumber) kepada komunikan (penerima) baik secara langsung (tatap muka) maupun tidak langsung (melalu media cetak/elektronik).
4. To whom (siapa/penerima). Sesorang yang menerima siapa bisa berupa suatu kelompok, individu, organisasi atau suatu Negara yang menerima pesan dari sumber.Hal tersebut dapat disebut tujuan (destination), pendengar (listener), khalayak (audience), komunikan, penafsir, penyandi balik (decoder).
6 5. With what effect (dampak/efek). Dampak atau efek yang terjadi pada komunikan (penerima) seteleh menerima pesan dari sumber seperti perubahan sikap dan bertambahnya pengetahuan.
Komunikasi harus memiliki efek, yakni terjadinya perubahan perilaku pendengarnya (audience). Perubahan perilaku pendengar antara lain :
a. Terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan (kognitif) b. Terjadinya perubahan pada tingkat emosi/perasaan (afektif) c. Terjadinya perubahan pada tingkat tingkah laku (psikomotor) 2.2 Pengertian Resepsi
Resepsi berasal dari bahasa latin “recipere” yang berarti menerima.
Resepsi adalah aliran dalam penelitian sastra yang semenjak tahun 60-an menggeserkan fokus pada teks sendiri (aliran egosentris arau gerakan ekonomi) ke arah pembaca. Dalam arti luas, istilah ini diperuntukkan bagi setiap aliran dalam penelitian sastra yang mempelajari bagaimana karya-karya sastra diterima oleh pembaca. Cara penerimaan tersebut dapat bersifat psikologis maupun sosiologis.
Riset khalayak mempunyai perhatian langsung dan fokus terhadap analisis di dalam sebuah konteks sosial dan politik di mana isi media diproduksi (encoding), serta konsumsi isi media yang dimaknai oleh khalayak dalam konteks kehidupan sehari-hari (decoding). Analisis resepsi memfokuskan pada perhatian penerimaan individu serta responsnya dalam proses komunikasi massa (decoding), yang berarti pada proses penerimaan dan pemaknaan yang kemudian menciptakan respons pada khalayak media secara mendalam atas teks media, dan bagaimana individu menginterpretasikan isi media dengan pengetahuan dan pengalaman hidupnya sendiri. (Stuart Hall, 1974)
2.3 Brifing
Menurut Liong menyatakan bahwa “Brifing adalah suatu pengarahan atau proses membahas yang ada di depan, sesuatu yang belum terjadi. Brifing harus diberikan setiap saat kepada para karyawan dan bawahan untuk mensosialisasikan aturan-aturan dan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat”.
7 Pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa brifing adalah suatu komunikasi tatap muka antara Saver dengan pendaki untuk meningkatkan kesadaran menjaga lingkungan sekitar. Dengan adanya brifing yang dilakukan secara terus-menerus maka kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan sekitar semakin meningkat. Maka dari itu brifing yang dilakukan setiap kali melakukan pendakian akan sangat bermanfaat untuk menanamkan pola pikir positif kepada semua pendaki.
Menurut Bernadeta beberapa manfaat dari brifing tentunya dengan sudut pandang dan cara-cara saat pernah menghadiri dan mengikuti brifing, yaitu:
1. Brifing sebagai sarana berbagi semangat
2. Brifing adalah sarana berbagi opini dan pendapat
3. Brifing adalah sarana menyelesaikan problem yang ringan 4. Brifing adalah sarana pengingat tujuan bersama
5. Brifing adalah sarana pembangun keakraban
6. Brifing adalah sarana sharing knowledge dan informasi 2.4 Menjaga Lingkungan Wisata Pendakian Gunung
“Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar suatu organisme, meliputi (1) lingkungan mati (abiotik), yaitu lingkungan di luar suatu organisme yang terdiri atas benda atau faktor alam yang tidak hidup, seperti bahan kimia, suhu, cahaya, gravitasi, atmosfer, dan lainnya, (2) lingkungan hidup (biotik), yaitu lingkungan di luar suatu organisme yang terdiri atas organisme hidup, seperti tumbuhan, hewan, dan manusia.” Neolaka (2008).
Soemarwoto (1985) menyatakan bahwa lingkungan hidup adalah segala sesuatu benda, segala makhluk hidup, ruang, benda hidup, atau tidak hidup dal hal-hal lain yang ada di lingkungan hidup manusia.
Undang-undang kepariwisataan pasal 24 dan 27 tentang kewajiban dan larangan. Pada pasal 24 dijelaskan bahwa setiap orang berkewajiban: (1) menjaga dan melestarikan daya tarik wisata, dan (2) membantu terciptanya suasana aman, tertib, bersih, berperilaku santun, dan menjaga kelestarian lingkungan destinasi pariwisata. Sedangkan pada pasal 27 dijelaskan bahwa:
(1) setiap orang dilarang merusak sebagian atau seluruh fisik daya tarik wisata. (2) merusak fisik daya tarik wisata sebagaimana dimaksud pada ayat
8 (1) adalah melakukan perbuatan mengubah warna, mengubah bentuk, menghilangkan spesies tertentu, mencemarkan lingkungan, memindahkan, mengambil, menghancurkan, atau memusnahkan daya tarik wisata sehingga berakibat berkurang atau hilangnya keunikan, keindahan, dan nilai autentik suatu daya tarik wisata yang telah ditetapkan oleh Pemerintah dan/ Pemerintah Daerah. Di dalam prosedur pendakian telah disebutkan poin-poin bahwa para pendaki harus menjaga lingkungan.
Menurut Sastha (2007: 12) prosedur selama pendakian menyebutkan beberapa poin bahwa para pendaki harus menjaga lingkungan di antaranya yaitu:
1. Lindungi lingkungan sekitar kamu dengan tidak melakukan berbagai kegiatan vandalisme (merusak pohon yang masih mempunyai manfaat dengan menggunakan pisau atau mencoret-coretnya dengan cat dan alat sejenisnya).
2. Membawa kembali barang-barang yang berpotensi menjadi sampah.
Pastinya barang yang lama mengurai di dalam tanah seperti plastik dan sejenisnya.
3. Memakai kantung atau tempat yang dapat digunakan berulang kali
4. Berjalan atau berkemah pada jalur dan tempat yang sudah disiapkan, khususnya daerah yang telah di klaim sebagai Taman Nasional dan Cagar Alam.
5. Tidak mendirikan tenda di dekat aliran sungai, danau dan sumber air lainya untuk menghindari pencemaran. Dengan begitu, pendaki juga berbagi dengan kehidupan liar lainnya untuk datang dan minum di sumber-sumber air tersebut. Selain itu juga untuk melindungi dari bahaya banjir yang datang tiba-tiba karena naiknya permukaan air.
6. Jika meninggalkan area camp, pastikan cek lagi lokasi tersebut sebelum meninggalkannya. Jangan meninggalkan apapun di tempat tersebut.
7. Berhati-hati jika ingin membuat api unggun, kecuali terdapat peraturan tidak diperbolehkan membuat api unggun. Gunakan batang pohon atau ranting yang telah roboh dan mati. Pastikan api unggun yang dibuat telah mati ketika meninggalkannya.
9 8. Jangan membuang kotoran apapun kedalam sumber air.
9. Mengurangi pencemaran dengan tidak mandi langsung di sumber air apabila menggunakan sabun.
Pariwisata sangat peka terhadap kerusakan lingkungan. Untuk menjaga lingkungan wisata salah satunya tidak melakukan vandalisme. “Vandalisme ialah kegiatan yang merusak. Vandalisme yang sangat umum yaitu: (1) bentuk corat-coret. Kelompok dan perorangan ingin menunjukkan, mereka telah mengunjungi tempat tertentu. Itulah kebanggaan mereka. (2) memotong pohon, dahan, memetik bunga, dan mengambil tanaman. Perbuatan itu sering dilakukan dengan tidak menyadari kerusakan yang di akibatkan olehnya.
Mereka banyak yang naik gunung dengan tidak melewati jalan setapak yang ada, karena dianggapnya lebih sulit dan prestasi yang dicapainya dianggap lebih besar.” Soemarwoto (2004: 309).
2.5 Tinjauan Tentang Komunitas Traveler Minim Dana
Gambar 1.1 Logo Traveler Minim Dana
Traveler Minim Dana adalah komunitas yang berada di kota Ngawi.
Komunitas ini terbentuk pada tahun 2015 di mana komunitas ini terbentuk karena obrolan iseng dua pendaki yang sedang naik gunung Lawu dan mempunyai mimpi untuk menjelajahi beberapa gunung tertinggi di Indonesia dengan keterbatasan dana yang mereka punya. Pendiri komunitas Traveler Minim Dana ini yaitu Rendra Sukma Perdana dan Hesbul Khofi. Traveler Minim Dana mempunyai tagline biarlah kami menjadi pejalan yang sederhana dan apa adanya. (sumber : travelerminimdana.com)
Komunitas ini sudah memiliki 38 anggota yang mana anggotanya berasal dari berbagai kota di pulau Jawa. Tujuan dari komunitas ini yaitu memperbanyak kawan, berbagi ilmu, membuka jaringan, sebagai pusat
10 informasi, dan aksi sosial. Komunitas Traveler Minim Dana juga sudah banyak melakukan pendakian ke gunung-gunung tertinggi yang berada di Indonesia yaitu gunung Semeru, gunung Rinjani, gunung Argopuro, gunung Gede Pangrango dan banyak lagi. Komunitas ini juga menyediakan trip organizer dan private trip untuk pendaki yang ingin mendaki gunung.
2.6 Tinjauan Tentang Pendakian Gunung Semeru
Gunung Semeru merupakan gunung aktif yang secara tata letak masuk dalam dua kabupaten, yaitu kabupaten Malang dan kabupaten Lumajang, termasuk dalam kawasan Taman Nasional. Gunung Semeru termasuk gunung yang paling tinggi di pulau Jawa, dengan puncak Jonggring Saloka di ketinggian 3.676 mdpl.
Dibutuhkan waktu kira-kira 4 hari untuk mendaki puncak gunung Semeru hingga turun kembali. Setiap orang yang akan melakukan kegiatan pendakian dikenakan biaya sekitar Rp19.000/orang perhari untuk weekday, dan Rp 24.000/orang perhari untuk weekend. Di desa Ranu Pani, pos perijinan gunung Semeru terdapat dua danau yaitu Danau Ranupani (1 ha) dan Ranu Regulo (0,75 ha) yang berada di ketinggian 2.200 mdpl.
Sebelum melakukan pendakian diwajibkan untuk mendaftar secara online dan memenuhi persyaratan pendakian berupa fotokopi ktp dan surat kesehatan dari dokter atau puskesmas. Setelah semua persyaratan terpenuhi, pendaki harus menyerahkan berkas tersebut kepada petugas di pos perijinan Ranupani.
Para pendaki juga wajib mengikuti brifing yang diberikan oleh SAVER Semeru dan SAVER akan memeriksa barang bawaan para pendaki. Jika semua persyaratan sudah terpenuhi dan menyerahkan kartu identitas ketua kelompok kepada petugas, para pendaki akan diperbolehkan untuk memulai pendakian Gunung Semeru.
Dari pos perijinan jalan berupa aspal menuju ke gapura pendakian Gunung Semeru, pendakian melewati perbukitan. Jalur pendakian di awal cukup rata , melewati lereng pegunungan yang rimbun oleh pepohonan. Terdapat beberapa petunjuk arah dari papan dan ada pipa air di sepanjang jalan yang dapat digunakan sebagai petunjuk arah. Banyak terjadi pohon yang tiba-tiba jatuh, dan ranting yang menjulang di atas kepala.
11 Setelah mendaki kira-kira 5km menyusuri lereng bukit pendaki sampai ddi kawasan watu rejeng. Di area tersebut terdapat anda dapat melihat pemandangan sangat indah ke arah lembah, yang ditumbuhi hutan cemara dan pinus. Sesekali pendaki bisa melihat kepulan asap yang muncul dari kawah gunung Semeru. Terdapat beberapa pos yang bisa digunakan pendaki untuk beristirahat, di sekitar pos juga terdapat warung kecil yang digunakan warga lokal untuk berjualan.
Menurut Cak Yo salah satu Saver Semeru, untuk perjalanan ke Ranukumbolo masih harus menempuh jarak sekitar 4,5km. Di Ranukumbolo terdapat 2 campground untuk mendirikan tenda. Tergambar jelas danau dengan air yang cukup bersih dan bisa diminum dan view indah saat pagi, pendaki juga bisa melihat sunrise yang muncul diantara dua bukit.
Dari Ranukumbolo sebaiknya menyiapkan air secukupnya untuk bekal perjalanan menuju Kalimati. Meninggalkan Ranukumbolo kemudian mendaki bukit dengan tanjakan terjal yang biasa disebut pendaki dengan tanjakan cinta dan setelah melewati tanjakan cinta, terdapat savana yang terbentang sangat luas bernama oro-oro ombo.
Kawasan tersebut dikelilingi beberapa pegunungan yang sangat indah, jika memasuki musim hujan terdapat tumbuhan Verbena berwarna ungu yang sangat indah. Selanjutnya memasuki hutan cemara yang di namakan Cemoro kandang. Setelah melewati cemorokandang , trek yang dilalui semakin berat dan terjal, butuh tenaga ekstra dan fisik yang kuat untuk menuju Kalimati.
Pos Kalimati berada pada ketinggian 2.700 m, di sini dapat mendirikan tenda untuk beristirahat. Terdapat sumber air di sekitar kalimati, ke arah barat melewati pinggiran hutan kalimati dengan berjalan kaki dengan estimasi waktu satu jam pulang hingga kembali. Kalimati merupakan tempat camp terakhir sebelum melanjutkan perjalanan menuju puncak Gunung Semeru.
Dari Kalimati menuju arcopodo menempuh waktu sekitar satu jam berjalan dengan trek yang cukup terjal, dengan tanah yang berpasir. Pendaki lebih aman mengenakan kacamata dan masker karena cukup banyak debu beterbangan.
12 Dari arcopodo mendaki ke arah puncak Mahameru dibutuhkan waktu 4-5 jam, berjalan melalui trek yang terjal berpasir dengan kemiringan yang sangat curam. Di jalur menuju puncak juga terdapat beberapa bendera segitiga kecil berwarna merah. Semua barang bawaan, kecuali bekal dan barang penting lainnya sebaiknya tinggal di Kalimati karena trek yang dilalui sangat terjal dan menguras tenaga.
Pendakian ke arah puncak dilakukan tengah malam sekitar jam 23.00 dari kalimati dikarenakan saat siang, angin mengarah menuju jalur pendakian membawa asap dari kawah jongring Saloko. Jalur yang dilalui pendaki saat turun sama dengan jalur saat naik, jadi pendaki tidak perlu khawatir jika salah jalur atau tersesat. Setelah turun dan sampai di pos perijinan, ketua kelompok harus lapor ke petugas bahwa rombongannya sudah turun dan menukar kartu identitas yang ditinggal di pos perijinan dengan sampah yang dibawa turun.
2.7 Kerangka Pikiran
Semakin maju suatu kawasan wisata alam maka kerusakan yang ditimbulkan juga semakin besar. Banyak para pendaki gunung yang mengalami kecelakaan pada saat melakukan pendakian dan membuang sampah serta melakukan vandalisme tanpa rasa bersalah ini semua dikarenakan para pendaki gunung yang tidak mengetahui SOP pendakian dan aturan yang berlaku di kawasan pendakian tersebut. Lalu terbentuklah Saver Semeru yang memberikan edukasi tentang pentingnya menjaga kelestarian alam beserta standar operasional prosedur pada saat melakukan pendakian.
Pendaki wajib mengikuti brifing sebelum pendakian dengan tujuan agar para pendaki lebih sadar dan perduli terhadap kelestarian alam dan mengurangi angka kecelakaan di gunung. Kesadaran dapat terbentuk berdasarkan tiga aspek yaitu pengetahuan, sikap, dan perilaku. Berikut ini adalah bagan kerangka berpikir dalam penelitian ini.
13 Bagan 1. Kerangka Pikiran
Kawasan Pendakian Gunung
Kawasan pendakian Gunung Semeru banyak terjadi kecelakaan saat pendakian dan vandalisme serta membuang sampah sembarangan
Terpaan materi briefing dari Saver kepada pendaki
Kesadaran para pendaki
Pengetahuan para pendaki Sikap para pendaki Perilaku para pendaki Resepsi Pendaki Pada Penyampaian Materi Brifing
Tentang Pentinya Menjaga Lingkungan Wisata Terbektuk Saver Semeru