• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PERSEPSI POLA ASUH ORANG TUA DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN PERSEPSI POLA ASUH ORANG TUA DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN PERSEPSI POLA ASUH ORANG TUA DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KEMANDIRIAN

BELAJAR SISWA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Nobertus Leon NIM: 151334063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2020

(2)

ii

(3)

iii

(4)

iv

PERSEMBAHAN Skripsi ini peneliti persembahkan kepada:

1. Tuhan yang maha Esa yang telah memberikan kesehatan, rahmat, berkat, suka cita, rezeki, semangat dan kesabaran dalam hidup saya. Tuhan Yesus penopangku.

2. Kedua orang tua saya Bapak Simon Suri dan Ibu Julmira Aek yang telah mendukung baik moral maupun material. Keempat kaka saya kaka Hila, kaka Thres, kaka Frengki, kaka Selvi dan kedua adik saya adik Diana dan adik Putri, yang telah mendoakan, mendukung dan selalu memberikan semangat.

3. Pak Bambang selaku dosen pembimbing saya yang telah banyak membantu dan membimbing saya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Teman payung saya Atonius Mario yang selalu memberi semangat dan menemani saya mengerjakan skripsi.

5. Teman saya Sivianus Gelalang Boli (Sil) yang selalu memberi semangat dan dukungan kepada saya dalam mengerjakan skripsi.

6. Group “Mata ayam hah” Adri, Egi, Tiwi, Richardo yang selalu memberi semangat dan motivasi dalam mengerjakan skripsi.

7. Teman-teman Pendidikan Akuntansi 2015.

8. Almamaterku, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

(5)

v

MOTTO

"Jadilah Kamu Manusia Yang Pada Kelahiranmu Semua Orang Tertawa Bahagia, Tetapi Hanya Kamu Sendiri Yang Menangis; Dan Pada Kematianmu

Semua Orang Menangis Sedih, Tetapi Hanya Kamu Sendiri Yang Tersenyum."

(Mahatma Gandhi)

(6)

vi

(7)

vii

(8)

viii

ABSTRAK

HUBUNGAN PERSEPSI POLA ASUH ORANG TUA DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR

Nobertus Leon Universitas Sanata Dharma

2020

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) hubungan persepsi nilai pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar (2) hubungan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang dilaksanakan pada bulan November-Desember 2019. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI dan kelas XII SMA BOPKRI 2 Yogyakarta. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI dan kelas XII SMA BOPKRI 2 Yogyakarta. Sampel penelitian sebanyak 198 siswa diambil dengan teknik purposive sampling. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner dan diuji dengan menggunakan korelasi spearman.

Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) tidak ada hubungan antara persepsi nilai pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar dengan nilai correlation coefficient = +0,329; nilai sig (2-tailed) = 0,000; 2) ada hubungan antara motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar dengan nilai correlation coefficient = +0,535; nilai sig (2-tailed) = 0,000.

Kata kunci: Persepsi nilai pola asuh orang tua, motivasi berprestasi, kemandirian belajar.

(9)

ix ABSTRACT

RELATIONSHIPS OF PERCEPTIONS ON PARENT PARENTING AND ACHIEVEMENT MOTIVATIONS WITH LEARNING INDEPENDENCE

Nobertus Leon Sanata Dharma University

2020

This study aimed to find out (1) the relationship between the perception of the value of parenting parents and learning independence (2) the relationship between achievement motivations and learning independence.

This type of research is a correlation study conducted in November- December 2019. The subjects of this study were students of class XI and class XII SMA BOPKRI 2 Yogyakarta. The study population was all students of class XI and class XII of SMA BOPKRI 2 Yogyakarta. The research samples were 198 students of the school that were taken by purposive sampling technique. The research data were collected using a questionnaires and tested using Spearman correlation.

The results showed that: 1) there was no relationship between the perception on the value of parenting parents with learning independence with the value of the correlation coefficient = 0.329; sig (2-tailed) = 0,000; and 2) there was a relationship between achievement motivations and learning independence with correlation coefficient = 0.535; sig value (2-tailed) = 0,000.

Keywords: Perception of the value of parenting parents, achievement motivations, learning independence.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan cinta kasih-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“HUBUNGAN PERSEPSI POLA ASUH ORANG TUA DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Pada penyususnan skripsis ini, Peneliti banyak mendapatkan bimbingan, bantuan maupun saran dari berbagai pihak sehingga peneliti selalu bersemangat dan dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Ignatius Bondan Suratno, S.Pd., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi, BKK Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Drs. Bambang Purnomo, S.E., M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberi bimbingan, masukan, kritik dan saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

(11)

xi

(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah ... 6

C. Rumusan Masalah... 6

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 7

(13)

xiii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 9

A. Persepsi Pola Asuh Orang Tua ... 9

B. Motivasi Berprestasi ... 20

C. Kemandirian Belajar Siswa ... 30

D. Kerangka Berpikir ... 42

E. Hipotesis Penelitian ... 44

BAB III METODE PENELITIAN... 45

A. Jenis Penelitian ... 45

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 45

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 45

D. Populasi Sampel Penelitian ... 46

E. Operasional Variabel ... 47

F. Teknik Pengumpulan Data ... 52

G. Pengujian Instrumen... 52

H. Teknik Analisi Data ... 64

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 72

A. Deskripsi Data ... 72

B. Pengujian Prasyarat Analisis Data ... 76

C. Pengujian Hipotesis ... 77

D. Pembahasan ... 80

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN... 85

A. KESIMPULAN ... 85

B. KETERBATASAN ... 86

(14)

xiv

C. SARAN ... 86 DAFTAR PUSTAKA ... 88 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 90

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Daftar Jumlah Siswa Kelas XI dan kelas XII

SMA BOPKRI 2 Yogyakarta ... 46

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Vaiabel Pola Asuh Orang Tua ... 49

Tabel 3.3 Kisi-kisi Variabel Motivasi Berprestasi ... 50

Tabel 3.4 Kisi-kisi Variabel kemandirian belajar siswa ... 51

Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Item Variabel Pola Asuh Orang Tua ... 55

Tabel 3.6 Hasil Pengujian validitas Item Variabel Pola Asuh Orang Tua (Kedua) ... 56

Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Item Variabel Motivasi Berprestasi ... 57

Tabel 3.8 Hasil Pengujian Validitas Item Variabel Motivasi Berprestasi (Kedua) ... 58

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Validitas Item Variabel Kemandirian Belajar ... 59

Tabel 3.10 Hasil Pengujian Validitas Item Variabel Kemandirian Belajar (Kedua) ... 60

Tabel 3.11 Kriteria Penilaian Reliabilitas ... 62

Tabel 3.12 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Pola Asuh Orang Tua ... 62

Tabel 3.13 Hasil Pengujian Reliabilitas Variabel Motivasi Berprestasi ... 63

(16)

xvi

Tabel 3.14 Hasil Pengujian Reliabelitas Variabel

Kemandirian Belajar ... 64

Tabel 3.15 Kecenderungan Berdasarkan PAP Tipe II ... 65

Tabel 3.16 Skor Interval Variabel Pola Asuh Orang Tua ... 66

Tabel 3.17 Skor Interval Variabel Motivasi Berprestasi ... 67

Tabel 3.18 Skor Interval Variabel Kemandirian Belalajar Siswa ... 68

Tabel 3.19 Pedoman Untuk Memberikan Interprestasi Terhadap Koefisien Korelasi ... 69

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Variabel Pola Asuh Orang Tua ... 73

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Variabel Motivasi Berprestasi ... 74

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Variabel Kemandirian Belajar ... 75

Tabel 4.4 Hasil Pengujian Normalitas Intreumen Pola Asuh Orang Tua ... 76

Tabel 4.5 Hasil Pengujian Normalitas Instrumen Motivasi Berprestasi ... 77

Tabel 4.6 Hasil Uji Korelasi Variabel Pola Asuh Orang Tua Dengan Kemandirian Belajar ... 78

Tabel 4.7 Hasil Uji Korelasi Variabel Motivasi Berprestasi Dengan Kemandirian Belajar ... 79

(17)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Paradigma Penelitian ... 43

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Instrumen Penelitian (Kuesioner dan lembar jawab) ... 92

Lampiran 2 Data Induk Penelitian ... 103

Lampiran 3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 130

Lampiran 4 Daftar r Tabel... 138

Lampiran 5 Uji Normalitas ... 141

Lampiran 6 Uji Korelasi Spearman... 143

Lampiran 7 Surat Ijin Penelitian ... 145

(19)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan investasi penting guna menyiapkan generasi yang memiliki pengetahuan, keterampilan, serta akhlak mulia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat. Saat ini, pendidikan berada di masa pengetahuan di mana segala upaya pemenuhan kebutuhan dalam berbagai konteks berbasis pada pengetahuan. Dalam hal ini pendidikan diharapakan mampu melahirkan sumber daya manusia yang berkulitas. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 menyebutkan bahwa pendidikan menengah bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Berdasarkan paparan di atas terlihat bahwa pendidikan menengah memiliki tanggung jawab memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada siswa agar menjadi pribadi yang mandiri dalam menjalani kehidupannya.

Seorang anak dalam menjalankan aktivitas sehari-hari baik di rumah, sekolah maupun lingkukangan masyarakat tidak lepas dari dari kegiatan belajar. Agar terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik maka aktivitas belajar tersebut tidak boleh berhenti. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya, dengan demikian melalui proses belajar seseorang akan

(20)

menghasilkan perubahan Slameto (2003:2). Agar proses belajar menjadi optimal dan dapat menghasilkan perubahan maka sangat diperlukan sikap mandiri dari siswa sebagai subyek yang belajar.

Dalam lembaga pendidikan, tidak dapat dipungkiri bahwa prestasi belajar merupakan parameter yang penting dalam mengukur keberhasilan proses belajar mengajar siswa. Dalam konteks pendidikan, prestasi belajar siswa sangat tergantung pada kemandirian siswa dalam belajar. Prestasi belajar juga sangat berkaitan dengan cara belajar siswa, yang selanjutnya dapat disebut sebagai kemandirian belajar siswa. Menurut Adiningsih (2012:40) siswa yang memiliki kemandirian belajar menunjukan bahwa ia mempunyai perencanaan dalam belajar, adanya keinginan untuk memecahkan masalah sendiri, berpartisipasi aktif, adanya keinginan untuk maju, belajar atas inisiatif sendiri, dan melakukan evaluasi sendiri. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kemandirian belajar tidak dapat dihasilkan atau diperoleh begitu saja tetapi melalui usaha-usaha secara sadar dengan bersikap aktif baik dalam kegiatan pembelajaran maupun saat di luar kegiatan pembelajaran.

Pendidikan di Indonesia saat ini telah merapkan kurikulum 2013 dengan salah satu prinsipnya yaitu dari guru yang memberi tahu ke siswa yang mencari tahu. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kurikulum 2013 sebetulnya menginginkan agar siswa dapat belajar secara mendiri. Namun di sisi lain, fakta yang terjadi saat ini masih terdapat anak yang kemandirian belajarnya masih rendah. Hal ini ditandai dengan adanya anak yang tidak tahan lama jika belajar, malas belajar, asyik sendiri dan kurang memperhatikan penjelasaan

(21)

guru, melakukan aktivitas yang tidak berkaitan dengan materi, kurang aktif untuk menjawab pertanyaan dan memberikan penjelasan, dan baru belajar jika menjelang ulangan atau ujian. Lebih jauh lagi sikap siswa ini menimbulkan kecemasan bagi dirinya sendiri karena anak anak belajar jika disuruh terlebih dahulu, bahkan sering kali harus ditunggui karena kalau tidak, enggan untuk belajar.

Kemandirian belajar siswa banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain disamping proses pengajaran itu sendiri yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal atau faktor dari dalam diri siswa seperti keadaan fisik atau jasmani siswa dan keadaan psikologis yaitu meliputi kesehatan, intelegensi, motivasi, minat, bakat, perhatian, tanggapan, dan cara belajar.

Sedangkan faktor eksternal atau faktor dari luar diri siswa yaitu meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Salah satu faktor eksternalnya adalah lingkungan keluarga. Berawal dari lingkungan keluargalah, kemandirian anak mulai terbentuk. Anak mulai belajar dan menyatakan diri sebagai makhluk sosial melalui keluarga. Dalam keluarga juga, orang tua menjadi orang pertama dan utama dalam mengasuh, mendidik, membimbing, membantu dan mengarahkan anak untuk menjadi pribadi yang mandiri. Bila tindakan orang tua dalam mengasuh anak tidak maksimal maka dapat menimbulkan sikap dan perilaku yang kurang mandiri pada anak. Pembentukan kemandirian anak sangat terkait dengan pola asuh orang tuanya.

(22)

Pola asuh orang tua merupakan gambaran yang dipakai orang tua untuk mengasuh (merawat, menjaga, dan mendidik) anak Al & Branda (2014:24).

Pola asuh orang tua tersebut diberikan dengan tujuan agar anak-anaknya menjadi pribadi yang mandiri seperti yang diinginkan orang tua. Orang tua ingin melakukan yang terbaik untuk anaknya. Begitupun dalam hal membentuk kemandirian anak. Terdapat orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anak belajar sesuai dengan keinginannya, agar anak menjadi seperti yang diinginkan oleh orang tuanya. Terdapat juga orang tua yang membiarkan anaknya belajar ataupun tidak belajar, dan menuruti permintaan sesuka hati anaknya. Namun, terdapat juga orang tua yang tidak memaksakan kehendaknya agar anak belajar sesuai dengan keinginan orang tua namun hanya mengarahkan anak sesuai keputusan yang telah mereka ambil bersama.

Masing-masing anak memiliki keunikan termasuk dalam hal kemandirian belajarnya, terkadang orang tua bisa menyesuaikan antara pola pengasuhan dengan keunikan anaknya, namun terdapat juga orang tua yang kurang bisa menyesuaikan pola asuh yang diterapkan dengan keunikan yang dimiliki oleh anaknya, sehingga memberikan dampak yang berbeda-beda juga bagi kemandirian belajar anaknya.

Selain pola asuh oraang tua, kemandirian belajar siswa juga dipengaruhi oleh motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan dorongan dari dalam diri siswa untuk meraih prestasi setinggi-tingginya. Hal ini ditegaskan oleh Mustari (2011:100) yang menyatakan bahwa “Untuk memulai kemandirian diperlukan cita-cita dan kerja keras untuk mencapainya”.

(23)

Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa cita-cita dan kerja keras itu adalah motivasi berprestasi siswa. Motivasi berprestasi akan memepengaruhi kemandirian belajar siswa karena dengan motivasi berprestasi yang tinggi siswa akan terdorong untuk berusaha meningkatkan prestasinya dengan belajar atas inisiatif sendiri tanpa harus disuruh terlebih dahulu. Di sisi lain, siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah akan kurang memiliki dorongan untuk mencapai prestasi yang baik, sehingga kurang memiliki inisiatif untuk belajar. Beberapa fakta memperihatinkan yang sering ditemukan dalam kaitannya dengan motivasi berperstasi adalah bahwa ada siswa yang tidak memiliki keinginan untuk memperoleh nilai yang terbaik di kelasnya. Siswa akan belajar saat menjelang ulangan atau ujian, terkadang harus disuruh terlebih dahulu oleh orang tua dan guru. Para guru sering mengeluh bahwa ada siswa yang tidak memiliki semangat untuk belajar secara sungguh-sungguh.

Hal ini ditandai dengan ada siswa yang sering lupa atau tidak mengerjakan PR dan ketika ada diskusi dalam kelompok terdapat siswa yang hanya duduk menonton, tidak memberikan ide, gagasan atau pendapatnya.

Kemandirian belajar siswa dipengaruhi beberapa faktor di atas.

Berdasarkan dari factor-faktor tersebut, peneliti lebih mendalami faktor pola asuh orang tua yang terkait penerapan pola asuh orang tua dan motivasi yang terkait dengan motivasi berprestasi. Permasalahan yang ditemukan di sekolah adalah masih terdapat siswa yang belum mandiri dalam belajar. Maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam dengan mengambil judul,

(24)

Hubungan Persepsi Pola Asuh Orang Tua dan Motivasi Berprestasi dengan Kemandirian Belajar Siswa SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

B. Batasan Masalah

Oleh karena keterbatasan waktu, biaya, tenaga dan untuk mempermudah dalam pengumpulan data, maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Peneliti hanya meneliti peserta didik di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

2. Penelitian ini hanya dibatasi pada permasalahan mengenai korelasi antara persepsi penerapan pola asuh orang tua dan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan yang signifikan antara penerapan pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar siswa/i SMA BOPKRI 2 Yogyakarta?

2. Apakah ada hubungan yang signifikan antara motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa/i SMA BOPKRI 2 Yogyakarta?

3. Apakah ada hubungan yang signifikan antara penerapan pola asuh orang tua dan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa/i SMA BOPKRI 2 Yogyakarta?

(25)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui hubungaan antara persepsi penerapan pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar siswa/i SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui hubungaan antara motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa/i SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

3. Untuk mengetahui hubungaan antara persepsi penerapan pola asuh orang tua dan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa/i SMA BOPKRI 2 Yogyakarta.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan teori-teori selanjutnya serta bisa dijadikan sebagai acuan bagi penelitian sejenis yang memiliki fokus pada penerapan pola asuh dan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa.

(26)

2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah

Sekolah dapat melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan kemandirian belajar siswa, dapat mencipatakan pola asuh orang tua yang positif dan mendorong motivasi berprestasi siswa.

b. Bagi Guru

Dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang penerapan nilai pola asuh orang tua, motivasi berprestasi, dan kemandirian belajar siswa sehingga dapat bersinergi, melatih, mengembangkan kemandirian siswa dalam belajar.

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan, dan pengalaman secara langsung dalam menghadapi permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan.

(27)

9 BAB II

KAJIAN TEORETIK

A. Persepsi Pola asuh Orang Tua

1. Pengertian persepsi

Persepsi merupakan kata serapan yang berasal dari Bahasa Inggris yaitu perception yang berarti pengaturan indetifikasi serta penerjemahan informasi yang didapatkan melalui sistem panca indera yang terdapat dalam diri manusia dengan tujuan untuk bisa mendapatkan pemahaman dan pengertian mengenai lingkungan sekitar (Savitra, 2018). Pada dasarnya persepsi berkenaan dengan proses perlakuan individu terhadap informasi tentang suatu objek yang masuk dalam dirinya melalui pengamatan dan penggunaan indera-indera yang dimilikinya. Proses perlakuan itu berhubungan dengan pemberian arti, gambaran, interpretasi terhadap objek persepsi.

Persepsi adalah pengalaman yang diterima seseorang tentang peristiwa yang diterimanya melalui alat indera, dan kemudian ditafsirkan menurut kemampuan kognitif masing-masing individu Daulay (2014:151). Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Sugihartono dkk (2007:8) yang menyatakan bahwa persepsi merupakan kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus yang diperoleh melalui alat indera yang dimilki oleh manusia.

(28)

Berdasarkan dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah suatu proses kognitif yang diterima melalui lima indera dan kemudian ditafsirkan untuk menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti. Persepsi yang dimaksud dalam skripsi ini adalah presepsi mengenai persepsi pola asuh orang tua.

2. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

Keluarga adalah kelompok sosial dimana menjadi tempat yang pertama dan utama bagi anak untuk melakukan sosialisasi. Sampai anak memasuki sekolah, dalam keluargalah anak menghabiskan seluruh waktunya. Melalui keluargalah kepribadian dan karakter anak akan terbentuk dan berkembang. Setiap anggota keluarga menjadi model untuk ditiru anak, terutama orang tua. Adapun salah satu upaya yang dilakukan orang tua untuk membentuk karakter anak adalah melakukan pendampingan yang berbentuk pola asuh. Pada dasarnya pola asuh dapat diartikan seluruh cara perlakuan orang tua yang diterapkan pada anak agar anak menjadi seperti yang diharapkan oleh orang tuanya. Pernyataan tersebut sejalan dengan pola asuh orang tua menurut Casmini (2007:47) dimana pola asuh orang tua merupakan bagaimana orang tua memberlakukan anak, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan, serta melindungi anak dalam mencapai kedewasaan hingga upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya. Melalui pola asuh orang tua menyiapkan anak-anaknya agar dapat diterima oleh masyarakat.

(29)

Hidayah (2006:17) menyatakan bahwa orang tua mempunyai tanggung jawab untuk mendidik anak-anaknya menjadi orang yang sukses dan penting bagi orang tua untuk memahami perkembangan anak-anaknya. Pola pengasuhan orang tua juga mempengaruhi sikap dan perilaku anak seperti yang dinyatakan oleh Hurlock dalam Al &

Branda, (2014:3) bahwa perilaku orang tua terhadap anak akan mempengaruhi sikap anak dan perilakunya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan dari mengasuh anak adalah agar mereka dapat diterima oleh masyarakat dan dapat hidup dengan baik sesuai dengan perkembangannya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pola asuh orang tua merupakan cara mengasuh, mendidik, membimbing dan melindungi seorang anak yang orang tua lakukan dengan tujuan membentuk watak dan kepribadian anak, serta menyiapkan anak agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar dan menjadi seperti yang diharapkan orang tuanya.

3. Dimensi Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh orang tua memilki dua dimensi, yaitu dimensi kontrol dan dimensi kehangatan Al & Branda (2014:5). Setiap dimensi ini memiliki beberapa aspek yang berperan, berikut penjelasan dari kedua dimensi tersebut.

(30)

a. Dimensi Kontrol

Dalam dimensi ini orang tua mengharapkan dan menuntut kematangan serta perilaku yang bertanggung jawab dari anak.

Dalam dimensi ini terdapat 5 aspek yang berperan, diantaranya sebagai berikut.

1. Pembatasan (restrictiveness)

Pembatasan diartikan sebagai tindakan pencegahan atas apa yang ingin dilakukan anak, dengan tanda banyak larangan yang diberikan pada anak. Orang tua memberikan batasan- batasan pada anak tanpa disertai penjelasan mengenai apa yang boleh dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh anak.

2. Tuntutan (demandingenes)

Suatu tuntutan diartikan sebagai orang tua mengaharapkan dan berusaha agar anak dapat memenuhi normalnya tingkah laku, sikap, tanggung jawab sosial yang tinggi yang telah orang tua tetapkan. Tuntutan yang orang tua berikan bermacam-macam tergantung akan sejauh mana orang tua menjaga, mengawasi, atau berusaha agar anak memenuhi tuntutan tersebut.

(31)

3. Sikap Ketat (strctness)

Sikap ketat merupakan bentuk sikap orang tua yang ketat dan tegas dalam menjaga anaknya agar selalu mematuhi aturan dan tuntutan yang diberikan oleh orang tua. Orang tua tidak menginginkan anak membantah ataupun keberatan dengan peraturan yang telah ditentukan oleh orang tua.

4. Campur (intrusiveness)

Orang tua selalu turut campur dalam kegiatan anak, yang menyebabkan kurang mempunyai kesempatan untuk mengembangkan diri sendiri sehingga membuat anak memiliki perasaan dirinya tidak berdaya. Akibatnya, anak menjadi apatis, pasif, kurang inisiatif, kurang termotivasi, bahkan bisa jadi anak menjadi depresif.

5. Kekuasaan yang Sewenang-wenang (arbitrary exercise of power)

Orang tua memiliki kekuasaan yang tinggi untuk mengatur aturan-aturan dan batasan-batasan untuk anak. Orang tua berhak untuk menghukum anak jika tingkah laku anak tidak sesuai dengan tuntutan yang orang tua harapkan.

Hukuman yang diberikan juga tidak disertai penjelasan atas

(32)

letak kesalahan anak. Akibatnya, anak menjadi kurang bisa bersikap positif pada teman, kurang mandiri dan menarik diri.

b. Dimensi Kehangatan

Dalam pengasuhan anak dimensi kehangatan menciptakan suasana yang menyenangkan dalam kehidupan keluarga. Dimensi kehangatan memiliki beberapa aspek yang berperan, diantaranya sebagai berikut:

1. Perhatian orang tua terhadap kesejahteraan anak.

2. Responsivitas orang tua terhadap kebutuhan anak.

3. Meluangkan waktu untuk melakukan kegiatan bersama dengan anak.

4. Menunjukkan rasa antusias pada tingkah laku yang ditampilkan anak.

5. Peka terhadap kebutuhan emosional anak.

Pada umumnya orang tua mengajari anak mereka melalui 4 cara menurut Edwards (2006:49) yaitu memberi contoh, respon positif, tidak ada respon dan hukuman.

1. Memberi Contoh

Cara yang pertama adalah memberikan contoh melalui suatu perbuatan akan lebih cepat diserap, ditiru dan

(33)

difahami anak dibandingkan jika hanya dengan menyuruh anak melakukan apa yang orang tua katakan. Jika orang tua menyuruh anak untuk berkata sopan dengan orang tua namun orang tua tersebut masih berkata kasar kepada anaknya sama halnya dengan menyangkal perkataan diri sendiri. Tentunya perbuatan lebih berpengaruh dari pada kata-kata.

2. Respon Positif

Cara yang kedua adalah memberikan respon positif mengenai sikap mereka. Memberikan pujian, apresiasi setelah anak menuruti nasehat orang tua. Jika orang tua mengatakan betapa mereka menghargai anak karena mereka menuruti nasehat orang tua maka anak akan mengulangi sikap tersebut.

3. Tidak Ada Respon

Cara yang ketiga adalah dengan mengabaikan sikap- sikap anak. Sikap-sikap anak yang cenderung diabaikan maka cenderung tidak akan diulangi. Mengabaikan suatu perilaku tertentu dapat mengurangi perilaku tertentu, terutama apabila perilaku tersebut bersifat mengganggu misalnya sikap suka merengek.

(34)

4. Hukuman

Cara yang terakhir adalah melalui sebuah hukuman.

Orang tua memberi pelajaran kepada anak- anak melalui hukuman atau secara aktif memberikan respon negatif terhadap suatu sikap. Meskipun hukuman bisa menjadi metode yang efektif dibandingkan dengan metode positif yang lain, hukuman tidak banyak membantu, khususnya jika dilakukan terlalu sering. Jika hukuman dilakukan terlalu sering maka tindakan tersebut malah bisa membuat sikap negatif yang semakin menjadi-jadi karena reaksi emosional anak terhadap hukuman itu sendiri.

Melalui keempat cara tersebutlah orang tua mengajari anak mereka dan membentuk watak serta kepribadian anak mereka. Cara mendidik atau pola asuh orang tua terhadap anaknya sangat mempengaruhi anak, terutama dalam hal seberapa baik anak membangun nilai-nilai dan sikap-sikap.

Dari pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat dua dimensi pola asuh orang tua yaitu :

a. Dimensi kehangatan yang meliputi perhatian orang tua terhadap kesejahteraan anak, responsivitas orang tua terhadap kebutuhan anak, meluangkan waktu untuk

(35)

melakukan kegiatan bersama dengan anak, menunjukkan rasa antusias pada tingkah laku yang ditampilkan anak, dan peka terhadap kebutuhan emosional anak.

b. Dimensi kontrol meliputi pembatasan, tuntutan, sikap ketat, campur tangan, dan kekuasaan sewenang-wenang.

4. Factor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua

Pola asuh yang orang tua terapkan pada anak terkait dengan beberapa faktor yang mempengaruhi, menurut Al & Branda (2014:24) terdapat beberapa faktor yang di antaranya adalah usia orang tua, keterlibatan orang tua, pendidikan orang tua, pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak, stress orang tua dan hubungan suami istri.

Penjelasan dari masing-masing faktor adalah sebagai berikut:

a. Usia Orang Tua

Rentang usia orang tua berperan dalam pengasuhan anak.

Bila terlalu muda atau terlalu tua kan mempengaruhi dalam menjalan peran-peran tersebut secara optimal karena dibutuhkan kekuatan fisik dan psikososial.

b. Keterlibatan Orang Tua

Keterlibatan kedua orang tua dalam membina hubungan dengan anak adalah penting. Hubungan ayah dan anak sama pentingnya dengan hubungan ibu dan anak. Sehingga keterlibatan antra keduanya berpengaruh dalam pengasuhan anak.

(36)

c. Pendidikan Orang Tua

Pendidikan dan pengalaman yang ditempuh orang tua turut mempengaruhi kesiapan orang tua dalam melakukan pengasuhan terhadap anaknya.

d. Pengalaman Sebelumnya dalam Mengasuh Anak

Orang tua yang telah memiliki pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak akan lebih siap menjalankan peran pengasuhan dan lebih tenang dalam hal lain, orang tua lebih mampu mengamati tanda-tanda pertumbuhan dan perkembangan anak yang normal.

e. Stress Orang Tua

Stress yang dialami orang tua, baik salah satu maupun dari keduanya akan mempengaruhi kemampuan orang tua dalam menjalankan pengasuhan, terutama dalam hal strategi menghadapi masalah anak. Walaupun demikian kondisi anak juga dapat menyebabkan orang tua menjadi stress seperti memiliki anak yang tempramennya sulit atau memiliki keterbelakangan mental.

f. Hubungan Suami Istri

Hubungan yang kurang harmonis akan mempengaruhi kemampuan mereka dalam mengasuh anak dengan penuh rasa

(37)

kebahagiaan dengan satu sama lain saling memberi dukungan dan menghadapi masalah dengan strategi yang positif.

Sejalan dengan pendapat diatas menurut Edwards (2006:83) juga terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh. Yang diantaranya adalah ketegangan yang dirasakan oleh orang tua dan terpengaruh oleh cara orang tua membesarkan.

Adapun penjelasan faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah sebagai berikut:

1. Ketegangan yang Dirasakan Oleh Orang Tua

Setiap hari ketegangan yang dirasakan oleh orang tua akan mempengaruhi gaya pengasuhan pada anak- anaknya.

Misalnya seorang ayah otoriter, sedang mengerjakan proyek yang sulit mungkin pada hari biasa dia memaksakan anaknya untuk mengerjakan tugasnya di malam hari namun karena pekerjaannya dia tidak mengeluarkan energi untuk memaksakan anaknya untuk mengerjakan tugasnya.

2. Terpengaruh Oleh Cara Orang Tua Dibesarkan

Terkadang orang tua cenderung membesarkan anaknya sama halnya dengan cara ketika orang tua mereka membesarkannya. Namun terkadang juga orang tua membesarkan anaknya berbeda jauh dari cara orang tua

(38)

mereka, karena mereka menganggap bahwa cara pola asuh orang tua mereka terlalu ketat dan tidak baik untuk anaknya.

Dari beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pola asuh orang tua. Faktor-faktor tersebut adalah ketegangan yang terjadi dalam keluarga, hubungan suami dan istri, keterlibatan kedua orang tua dalam mengasuh anak, pendidikan orang tua, pengalaman sebelumnya dalam mengasuh anak, terpengaruh cara orang tua sebelumnya membesarkan, tekanan ekonomi, usia orang tua dan budaya.

B. Motivasi Berprestasi

1. Pengertian Motivasi Berprestasi

Motivasi adalah dorongan untuk melakukan suatu perbuatan atau proses menggerakan keinginan-keinginan menjadi kegiatan atau tingkah laku yang nyata dalam mencapai tujuan tertentu Surya (2003:8). Motivasi menurut Wlodkowsky dalam Sugihartono dkk (2007:78) merupakan suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan memberi arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut. Dalam hal ini motivasi dapat dipandang sebagai alasan atas adanya suatu perilaku dari individu. McDonald dalam Hamalik (2002:173) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu

(39)

perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai suatu tindakan. Dengan adanya motivasi, seseorang dapat tergerak untuk melakukan sesuatu dengan tekun dan ulet.

Sugihartono dkk (2007:78) mengatakan motivasi berprestasi bahwa siswa belajar untuk meraih prestasi atau keberhasilan yang telah ditetapkannya. Dalam hal ini, siswa telah memiliki target seberapa besar prestasi yang harus dicapai dari proses belajar yang dilakukannya. Sedangkan menurut Akbar & Hawadi (2001:87), motivasi berprestasi adalah daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai taraf prestasi setinggi mungkin, sesuai dengan yang ditetapkan oleh siswa itu sendiri. Dalam hal ini diketahui bahwa siswa memiliki tujuan sendiri dalam berlajar serta bertanggungjawab terhadap tujuan yang ingin dicapainya.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi adalah dorang yang berasal dari dalam diri siwa untuk malukan aktivitas dalam rangka mencapai prestasi yang telah ditetapkan oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, siswa hendaknya

(40)

memiliki tekat dan tujuan mengenai prestasi yang hendak dicapainya dan secara konsisten bertanggungjawab atas tujuannya tersebut.

2. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi

Setiap siswa memiliki tingkat motivasi berprestasi yang berbeda- beda. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi tentu akan berbeda dengan siswa yang memilliki motivasi berprestasi rendah.

McClelland dalam Akbar & Hawadi (2001:87) menyebutkan empat hal yang membedakan tingkat motivasi seseorang dengan orang lain, yaitu:

a. Tanggung jawab

Siswa yang memiliki motivasi tinggi akan menerima tugas yang diberikan kepadanya dengan baik dan secara bertanggungjawab akan menyelesaikan setiap tugas tersebut dengan sungguh-sungguh.

b. Mempertimbangan Resiko

Siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan lebih suka pada tantangan. Dalam hal ini ia tidak suka pada tuga- tugas yang sama dan akan memilih tugas yang menantang kemampuannya, tetapi memungkinkan untuk diselesaikan dengan baik.

c. Memperhatikan Umpan Balik

(41)

Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi menyukai adanya umpan balik atas hasil kerjanya. Umpan balik yang diberikan oleh guru atas hasil pekerjaan dapat menjadi tolok ukur sajauh mana siswa berhasil memahami materi pelajaran.

d. Kreatif-Inovatif

Siswa yang memiliki motivasi berprestasi cenderung mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas-tugasnya secara efisien dan efektif.

Sugihartono dkk (2007:78) juga manyatakan bahwa motivasi yang tinggi dapat menggiatkan aktivitas belajar siswa, maka motivasi yang tinggi dilihat dalam perilaku siswa antara lain:

a. Adanya kualitas keterlibatan siswa dalam belajar yang sangat tinggi. Dalam kegiatan pembelajaran, siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan terlibat secara aktif. Siswa memperhatikan penjelasan guru dengan baik, mengajukan pertanyaan, menjawab bila diberi pertanyaan, menjelaskan materi yang sulit kepada teman-temannya, serta mealukan degan baik hal- hal yang dimintai guru.

b. Adanya perasaan dan keterlibatan afektif siswa yang tinggi dalam belajar. Dalam hal ini, siswa tidak mudah putus asa ketika menghadapi tugas-tugas yang sulit dan akan terus berusaha menyelesaikannya dengan baik. Selain itu, siswa juga mampu

(42)

mengendalikan dirinya untuk tetap memperhatikan penjelasan yang disampaikan guru.

c. Adanya upaya siswa untuk senantiasa memelihara atau menjaga agar tetap memiliki motivasi yang tinggi. Siswa senantiasa memiliki antusias yang tinggi dan mampu mengendalikan motivasi yang dimilikinya.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri- ciri motivasi berprestasi yaitu

1) Tekun mengerjakan tugas dan tanggung jawab 2) Mempunya motivasi belajar yang tinggi

3) Menyukai tantangan dan mempertimbangkan resiko

4) Terlibat aktif dalam pembelajaran dan kreatif- inovatif dalam belajar.

3. Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Berprestasi

Ada siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dan ada pula siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah. Perbedaan tingkat motivasi ini desebabkan oleh beberapa faktor seperti yang disebutkan oleh Akbar & Hawadi (2001:45) sebagai berikut:

a. Faktor Individual

(43)

Berdasarkan penelitian Harter dalam Akbar & Hawadi (2001:45) pada siswa dengan dimensi intrinsik dan ekstrinsik menunjukan bahwa hanya siswa yang memiliki kecondongan berkompetensi di bidang akademis yang mampu mengembangkan motivasi intrinsik. Siswa yang memiliki persepsi diri yang tinggi lebih menyukai tugas-tugas yang manantang serta selalu berusaha untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Sebalikanya siswa yang memiliki persepsi diri rendah lebih menyukai tugas-tugas yang mudah dan apa yang dikerjakan sangat tergantung pada arahan guru.

Pengaruh orang tua juga merupakan salah satu faktor individual motivasi berprestasi. Dari penelitian Ames dan Achter dalam Akbar & Hawadi (2001:45) terlihat bahwa orang tua yang lebih menekankan bagaimana anaknya berusaha dan berproses serta menganggap nilai yang baik adalah hasil dari usaha, maka motivasi yang berkembang pada siswa adalah motivasi dari dalam dirinya (intrinsik). Jadi pengarahan orang tua terhadap anak juga akan berpengaruh bagi motivasi berprestasi siswa.

b. Faktor Situasional

Keadaan kelas cenderung berpengaruh terhadap motivasi siswa. Kelas dengan jumlah siswa yang banyak cenderung bersifat formal, ada persaingan, serta ada kontrol dari guru. Sebaliknya,

(44)

pada kelas kecil, siswa akan merasa lebih leluasa untuk mengatur dirinya sendiri dan memberi kesan tidak formal dan membuat siswa lebih bebas.

Uno, (2006:29) juga menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi, yaitu:

a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil

Siswa dengan kemampuan yang sama, serta lingkungan keluarga yang sama, akan tetapi jika semangat untuk menyelesaikan tuganya berbeda, hasilnya juga akan berbeda.

Siswa yang memiliki keinginan berhasil yang tinggi akan lebih cepat dan tepat dalam menyelesaikan tugasnya. Sedangkan siswa yang tidak memiliki hasrat untuk berhasil anak cenderung lambat dan suka menunda pekerjaan.

b. Adanya dorongan dan kebutuhan belajar

Siswa dengan motivasi tunggi akan memandang belajar sebagai kebutuhan bagi dirinya. Akan tetapi terkadang seseorang tugasnya justru karena dorongan untuk menghindari katakutan atau kegagalan. Siswa akan tampak bekerja lebih sungguh-sunguh karena takut tuganya tidak terselesaikan dengan baik dan tepat, ia akan dimarahi oleh guru, orang tua, bahkan diejek oleh teman.

c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan

(45)

Timbulnya cita-cita dalam diri siswa beriringan dengan perkembangan kepribadiannya. Cita-cita merupakan yang disertai dengan perhitungan akal sehat. Siswa dengan motivasi tinggi akan memperkuat perilaku belajar dengan harapan dapat meraih citi-cita di masa yang akan datang.

d. Adanya penghargaan

Pengahargan juga dapat mempengaruhi motivasi siswa.

Misalnya seorang siswa dalam ulangan pertamanya mendapatkan nilai yang bagus, maka untuk selanjutnya ia akan lebih bersemangat lagi. Dalam hal ini motivasi berprestasi dapat diperkuat dengan pemberian penghargaan.

Motivasi belajar yang tinggi dapat menggiatkan aktivitas belajar siswa. Motivasi tinggi dapat ditemukan dalam sifat perilaku siswa seperti yang dikemukakan Sugihartono dkk (2007) antara lain: Pertama, adanya kualitas keterlibatan siswa dalam belajar yang sangat tinggi. Kedua, adanya perasaan dan keterlibatan afektif siswa yang tinggi dalam belajar. Ketiga, adanya upaya siswa untuk senantiasa memelihara atau menjaga agar senantiasa memiliki motivasi belajar tinggi.

(46)

Dengan memperhatikan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi berprestasi yaitu:

a) Adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil, b) Tidak putus asa jika menghadapi kesulitan

c) Tertarik terhadap bermacam masalah dan memecahkannya d) Senang bekerja sendiri

e) Bosan dengan tugas rutin

f) Dapat mempertahankan pendapat dan tidak mudah melepaskan apa yang diyakini.

4. Fungsi Motivasi Berprestasi

Untuk dapat mencapai prestasi diperlukan adanya motivasi. Usaha siswa untuk mencapai suatu prestasi akan semakin besar jika terdapat motivasi yang besar pula. Siswa yang berkeinginan untuk lulus dengan nilai terbaik, maka ia akan berusaha belajar secara maksimal untuk mencapai keinginannya tersebut. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa motivasi akan mendorong siswa utuk bertindak secara nyata.

(47)

Sehubungan dengan hal tersebut, motivasi memiliki beberapa fungsi, diantarnya seperti yang disebutkan oleh Hamalik (2002:175) sebagai berikut:

a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu berbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar. Dalam hal ini berlajar sebagai kegiatan yang berasal dari kesadaran diri sendiri.

b. Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan guna mencapai tujuan yang hendak dicapai

c. Besarnya kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Sejalan dengan pendapat Oemar Hamalik, Prawira (2014:321) juga mengemukakan bahwa ada tiga fungsi motivasi, yaitu:

a. Mengarahkan dan mengatur tingkah laku individu

Individu dikatakan memiliki motivasi apabila tingkah lakunya bergerak ke arah tertentu. Dengan adanya motivasi, tingkah laku individu menjadi lebih terarah dan teratur sejalan dengan tujuan yang dimilikinya. Artinya bahwa, tinggkah laku siswa menjadi lebih terarah dan teratur jika terdapat motivasi di dalam dirinya.

(48)

b. Menyeleksi tingkah laku individu

Dengan adanya motivasi, menajdikan idividu menajadi lebih cermat dalam memilih dan memilah apa saja yang harus ia lakukan dan apa yang tidak boleh ia lakukan agar semakin dekat dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini siswa dapat menetapkan serangkaian tindakan yang dapat mengantarkannya mencapai tujuan yang ditargetkan.

c. Memberi energi dan menahan tingkah laku individu

Motivasi dapat menjadi daya dorong bagi individu untuk melakukan aktivitas tertentu. Selain itu, motivasi individu juga dapat mempertahankan agar perbuatan dapat berlangsung terus menerus dalam jangka waktu lama. Maka siswa yang memiliki motivasi dapat terdorong untuk melakukan perbuatan tertentu serta mempertahankannya dalam jangka waktu lama.

Dengan melihat beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pada intinya fungsi motivasi berprestasi adalah sebagai pendorong, sebagai penggerkan, dan sebagai penyeleksi perbuatan atau tingkah laku siswa dalam mencapai prestasi yang hendak dicapai. Dengan motivasi siswa akan terdorong untuk berjuang mewujudkan prestasi atau dapat dikatakan motivasi berprestasi menajdi salah satu jalan guna mengantarkan siswa untuk berprestasi.

(49)

C. Kemandirian Belajar Siswa

1. Pengertian Kemandirian Belajar Siswa

Menurut Surya (2003:114) belajar mandiri adalah proses menggerakan kekuatan atau dorongan dari dalam diri individu yang belajar untuk menggerakan potensi dirinya mempelajari objek belajar tanpa ada tekanan atau pengaruh asing di luar dirinya. Dengan demikian kemandirian belajar yang dimaksud adalah lebih mengarah pada pembentukan kemandirian dalam cara-cara belajar itu sendiri.

Sejalan dengan pendapat di atas, kemandirian belajar menurut Haris (2007:7) adalah kegiatan belajar aktif yang didorong oleh motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah dan dibangun oleh bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki.

Kegiatan belajar aktif yang dimaksud adalah kegiatan belajar yang memiliki ciri keaktifan pembelajaran, persistensi, keterarahan, dan kreativitas untuk mencapai tujuan dan motif atau niat yang dimaksud adalah kekuatan pendorong kegiatan belajar secara intensif. Jadi, siswa yang memiliki kemandirian belajar disebut memiliki self motivated learning. Self motivated learning mengandung makna bahwa seseorang yang menjalankan kegiatan belajar mandiri lebih ditandai dan ditentukan oleh motif belajar yang timbul di dalam diri siswa.

Selain teori self motivated learning dari Haris Mujiman, terdapat juga teori self regulatory learning dalam mendorong kemandirian

(50)

belajar siswa. Self regulatory learning atau bisa disebut juga sebagai pebelajaran mengatur diri sendiri menurut Santrock (2012:334) lebih memfokuskan siswa untuk melakukan pembangkitan diri dan pemantauan diri atas pikiran perasaan dan perilaku dengan tujuan untuk mencapai suatu sasaran. Sasaran tersebut dapat berupa sasaran prestasi akademik ataupun sasaran sosioemosional.

Terdapat beberapa karakteristk siswa yang melakukan self regulatory learning. Seperti yang dinyatakan oleh Winne dalam Santrock (2012:334) bahwa terdapat 5 karakteristik siswa yang melakukan self regulatory learning. Diantaranya adalah sebagai berikud.

a. Menetapkan sasaran untuk memperluas pengetahuan mereka dan mempertahankan motivasi mereka.

b. Sadar akan emosi mereka dan mempunyai strategi untuk mengatur emosi mereka.

c. Secara berkala memantau tujuan mereka untuk mencapai sasaran.

d. Menyempurnakan atau merevisi strategi mereka berdasarkan kemajuan yang mereka buat.

e. Mengevaluasi rintangan-rintangan yang mungkin timbul dan melakukan adaptasi-adaptasi yang diperlukan.

Menurut Kurniawan (2013:143) yang menyatakan bahwa siswa yang memiliki kemandirian belajar adalah siswa yang mampu mempelajari pokok bahasan tertentu dengan membaca buku atau

(51)

dengan mendengarkan media audiovisual tertentu tanpa bantuan atau dengan bantuan terbatas dari orang lain. Siswa juga memiliki otonomi dalam belajar. Otonomi tersebut terwujud dalam beberapa kebebasan, yaitu :

a. Siswa yang memiliki kesempatan untuk menentukan bahan belajar yang ingin dipelajarinya dan yang ingin dicapai sesuai dengan kondisi dan kebutuhan belajarnya.

b. Siswa boleh menentukan bahan belajar yang ingin dipelajarinya dan cara mempelajarinya.

c. Siswa mempunyai kebebasan untuk belajar sesuai dengan kecepatan belajarnya sendiri.

d. Siswa dapat ikut menentukan cara evaluasi yang akan digunakan untuk menilai kemajuan belajarnya.

Siswa yang memiliki kemandirian dalam belajar bukan berarti siswa tersebut belajar sendirian, bukan berarti mengasingkan siswa untuk belajar sendiri tanpa adanya teman belajar maupun gurunya.

Namun kemandirian belajar lebih ditekankan pada siswa berusaha sendiri terlebih dahulu untuk memahami isi dari pelajaran. Saat siswa sudah mulai kesulitan, barulah siswa bertanya pada guru atau teman untuk mendiskusikan kesulitan yang siswa alami.

Siswa dikatakan telah mampu belajar secara mandiri apabila ia telah mampu melakukan tugas belajar tanpa ketergantungan dengan orang lain. Ciri-ciri pokok siswa mampu mandiri dalam belajar dapat

(52)

dilihat dari bagaimana ia memulai belajarnya, mengatur waktu dalam belajar sendiri melakukan belajar dengan cara dan teknik sesuai dengan kemampuan sendiri serta mampu mengetahui kekurangan diri sendiri.

Sebagai syarat agar siswa dapat belajar mandiri, siswa tersebut harus memiliki dan melatih metode belajar yang baik, sehingga sejak awal dari pemberian tugas belajar, harus sudah timbul dalam jiwa dan pikiran anak untuk menata kegiatan belajar sendiri berdasarkan metodologi belajar yang baik dan pada tahapan-tahapan dalam proses belajar tersebut tidak harus “diperintah”. Siswa mengetahui aah tujuan langkah yang harus diperbuatnya dalam menyelesaikan tugas yang dihadapkan kepadanya. Siswa memiliki kemahiran dalam menyelesaikan tugas belajarnya dan mampu mengimplementasikan pengetahuan yang diperolehnya tersebut.

Dari berbagai pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah aktivitas belajar dengan self motivated learning atau kemampuan untuk bisa mengatur pembelajarannya sendiri, mulai dari penetapan tujuan, strategi untuk mencapai tujuan belajarnya ataupun mengevaluasi pembelajaran yang telah dilakukan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian Belajar Siswa

(53)

Kemandirian yang dimiliki oleh individu tidak secara serta merta muncul begitu saja, akan tetapi keberadaannya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ali & Asrori (2005:118) menyebutkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terbentuknya kemandirian, yaitu:

a. Gen atau keturunan orang tua

Kemandirian yang dimiliki oleh orang tua seringkali menurun kepada anaknya. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian yang tinggi, dimungkinkan anaknya juga memiliki kemandirian yang tinggi.

b. Pola asuh orang tua

Cara orang tua mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak. Orang tua yang terlalu banyak melarang anak untuk melakukan sesuatu tanpa disertai penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian siswa.

Sebaliknya, orang tua yang mampu menciptakan suasana nyaman bagi anak akan mendorong perkembangan kemandiriannya.

c. Sistem pendidikan di sekolah

Sistem pendidikan di sekolah yang lebih mementingkan pemberian penghargaan terhadap potensi dan hasil belajar yang dimiliki masing-masing siswa serta terciptanya kompetisi yang

(54)

positif di lingkungan sekolah akan mendorong perkembangan kemandirian. Sebaliknya, lingkungan sekolah yang menekankan pada pemberian sanksi atau hukuman akan menghambat perkembangan kemandirian belajar siswa.Sistem pendidikan di sekolah meliputi interaksi siswa dengan guru, interaksi siswa dengan siswa, metode mengajar, kurikulum, dan sebagainya.

d. Sistem kehidupan di masyarakat

Keadaan masyarakat yang aman dan mampu menghargai potensi anak dalam berbagai bentuk kegiatan akan mendorong perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya masyarakat yang kurang menghargai potensi anak dalam kegiatan yang produktif dapat menghambat perkembangan kemandirian siswa.

Dari beberapa uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi kemandirian belajar siswa ada 4 hal, yaitu: gen atau keturunan orang tua, pola asuh orang tua, sistem pendidikan di sekolah, dan sistem kehidupan di masyarakat.

Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Suryabrata (2012:233) yang mengemukakan bahwa kemandirian belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

a. Faktor Internal

Fakor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa.

Adapun faktor ini terbagi menjadi dua, yaitu:

(55)

1) Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis merupakan pengaruh dari keadaan fisik siswa.

Faktor ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a) Keadaan tonus jasmani pada umumnya. Keadaan tonus akan dapat mempengaruhi kegiatan belajar, seperti kekurangan gizi dapat menyebabkan seseorang itu tidak bersemangat dalam belajar.

b) Keadaan fungsi jasmani tertentu. Yang dimaksud adalah kurang berfungsinya alat indera seorang siswa yang akan berpengaruh dalam kegitan belajar.

2) Faktor Psikologis

Yang dimaksud faktor ini diantaranya adalah motif, sikap, perhatian, bakat, tanggapan, pengamatan, minat, dan intelegensi. Selain itu faktor psikologis menurut N. Frandien dalam Suryabrata (2012) sebagai berikut:

(a) Adanya sifat ingin tahu dan menyelidiki dunia yang lebih luas

(b) Adanya sifat yang kreatif dan keinginan untuk selalu maju (c) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati orang tua,

guru, dan teman-temannya

(56)

(d) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang pernah dialami dengan usaha yang baru.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa.

Faktor ini meliputi:

1) Faktor-faktor Non Sosial

Faktor-faktor non sosial merupakan faktor-faktor dari luar diri selain manusia, seperti keadaan udara, suhu, cuaca, waktu (pagi/siang/malam), tempat (letak, gedung), alat-alat yang dipakai untuk belajar (alat tulis, buku-buku, alat peraga).

2) Faktor-Faktor Sosial

Yang dimaksud faktor sosial ialah faktor manusia (sesama manusia) baik manusia yang hadir maupun yang kehadirannya dapat disimpulkan. Kehadiran orang lain pada waktu seseorang sedang belajar seringkali mengganggu kegiatan belajar.

Misalnya ketika seorang anak sedang belajar di kamar, lalu ada satu atau dua orang yang hilir mudik keluar masuk kamarnya.

Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi kemandirian belajar yaitu:

a) Pola asuh orang tua

b) Sistem pendidikan di sekolah

(57)

c) Faktor fisiologis d) Faktor psikologis

3. Ciri-ciri Siswa yang Memiliki Kemandirian Belajar

Agar siswa dapat mandiri dalam belajar maka siswa harus mampu berfikir kritis, bertanggung jawab atas tindakannya, tidak mudah terpengaruh pada orang lain, bekerja keras dan tidak tergantung pada orang lain. Ciri-ciri kemandirian belajar merupakan faktor pembentuk dari kemandirian belajar siswa. Ciri- ciri seorang siswa yang memiliki kemandirian belajar dapat dilihat melalui beberapa aspek, seperti pendapat Robert Havighurst (Desmita, 2014) yang menyebutkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, diantaranya adalah aspek intelektual, sosial, emosi, dan ekonomi.

a. Aspek intelektual, aspek ini mencakup pada kemampuan berfikir, menalar, memahami beragam kondisi, situasi dan gejala-gejala masalah sebagai dasar usaha mengatasi masalah.

b. Aspek sosial, berkenan dengan kemampuan untuk berani secara aktif membina relasi sosial, namun tidak tergantung pada kehadiran orang lain di sekitarnya.

c. Asoek emosi, mencakup kemampuan individual untuk mengelola serta mengenalikan emosi dan reaksinya dengan tidak bergantung secara emosi pada orang tua.

(58)

d. Aspek ekonomi, mencakup kemandiran dalam hal mengatur ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan ekonomi tidak lagi bergantungan pada orang tua.

Aspek-aspek tersebut saling terkait satu sama lainnya, karena aspek tersebut mempunyai pengaruh yang sama kuat dan saling melengkapi dalam membentuk kemandirian belajar dalam diri seseorang.

Pendapat yang lain adalah menurut Thoha (1996:123) membagi ciri kemandirian belajar dalam delapan jenis, yaitu:

a. Mampu berfikir secara kritis, kreatif dan inovatif b. Tidak mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain c. Tidak lari atau menghindari masalah

d. Memecahkan masalah dengan berfikir yang mendalam

e. Apabila menjumpai masalah dipecahkan sendiri tanpa meminta bantuan oran lain.

f. Tidak merasa rendah diri apabila harus berbeda dengan orang lain

g. Bertanggung jawab atas tindakannya sendiri.

Sedangkan menurut Haris (2007:16) siswa yang memiliki kemandirian belajar memiliki ciri-ciri, memiliki tujuan belajar, sumber dan media belajar, tempat belajar yang nyman, waktu belajar, kecepatan dan intensitas belajar, menemukan cara belajar, mengevaluasi dan merefleksi hasil belajarnya.

(59)

a. Memiliki tujuan belajar, dengan semakin banyak tujuan belajar yang ia miliki maka akan semakin banyak kompetensi yang siswa peroleh.

b. Memiliki berbagai sumber dan media belajar. Guru, tutor, teman, pakar, praktisi dan siapapun yang memiliki informasi dan keterampilan diperlakukan oleh siswa sebagai sumber belajar baginya. Paket-paket yang berisi self intuctional materials, buku teks, sampai teknologi informasi dapat digunakan guna mendukung kemandirian belajar.

c. Tempat belajar yang nyaman. Seseorang yang memiliki kemandirian belajar memiliki tempat belajar yang baginya dapat mendukung berlangsungnya kegiatan belajar, baik di sekolah, rumah, perpustakaan, warnet dan tempat yang memungkinkan untuk berlangsungnya kegiatan belajar.

d. Memiliki waktu belajar yang dilaksanakan setiap waktu yang dikehendaki oleh siswa di sela-sela waktu untuk kegiatan yang lain.

e. Kecepatan dan intensitas belajar yang ditentukan oleh siswa sendiri sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kesempatan yang tersedia.

f. Bisa menemukan cara belajar yang tepat untuk dirinya sendiri sehingga dapat mendukung kemandirian belajarnya.

(60)

g. Dapat mengevaluasi dari tujuan belajarnya atau bisa disebut dengan self evalation. Dapat membandingkan antara tujuan belajar dengan hasil belajaranya.

h. Dapat merefleksi atas kegiatan belajar yang dilakukan apakah kegiatan tersebut berhasil atau gagal. Serta dapat menentukan langkah yang harus dilakukan untuk mencapai keberhasilan belajar.

i. Memiliki motif belajar. Motif belajar inilah yang menjadi ciri penting dari seseorang yang memiliki kemandirian belajar.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil simpulan bahwa ciri- ciri kemandirian belajar pada setiap siswa dapat dilihat dari aspek intelektual, sosial, emosi dan juga ekonomi. Dengan ciri-ciri siswa belajar untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan padanya. Memiliki kesadaran untuk belajar sendiri, percaya diri, dapat merencanakan kegiatan belajarnya yang meliputi menentukan tujuan belajar, waktu belajar, tempat belajar, sumber dan media belajar, cara belajar, serta dapat mengevaluasi dan merefleksi kegiatan belajarnya, memiliki kedisiplinan belajar dan juga tidak mengharapkn bantuan orang lain.

D. Kerangka Berpikir

Menurut Casmini (2007:47) dimana pola asuh orang tua merupakan bagaimana orang tua memberlakukan anak, mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan, serta melindungi anak dalam mencapai

(61)

kedewasaan hingga upaya pembentukan norma-norma yang diharapkan oleh masyarakat pada umumnya. Melalui pola asuh, orang tua menyiapkan anak-anaknya agar dapat diterima oleh masyarakat.

Motivasi berprestasi adalah orang yang berasal dari dalam diri siwa untuk malukan aktivitas dalam rangka mencapai prestasi yang telah ditetapkan oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, siswa hendaknya memiliki tekad dan tujuan mengenai prestasi yang hendak dicapainya dan secara konsisten bertanggungjawab atas tujuannya tersebut.

Kemandirian belajar adalah aktivitas belajar dengan self motivated learning atau kemampuan untuk bisa mengatur pembelajarannya sendiri, mulai dari penetapan tujuan, strategi untuk mencapai tujuan belajarnya ataupun mengevaluasi pembelajaran yang telah dilakukan.

Dalam penelitian ini penerapan pola asuh orang tua dan motivasi berprestasi yang dimiliki oleh siswa memiliki keterkaitan dengan kemandirian belajar. Jika pola asuh orang tua baik atau dengan kata lain nilai-nilai karakter seperti kedisiplinan, kerja keras, kreatif, mandiri, menghargai prestasi, dan gemar membaca dimiliki dan diterapkan secara baik maka akan mendorong terwujudnya kemandirian belajar pada siswa.

Selain itu, siswa yang memiliki motivasi berprestasi akan terdorong untuk melakukan kegiatan belajar tanpa harus diperintah, aktif dalam kegitan pembelajaran, dan dapat bertanggungjawab pada tujuannya. Dengan begitu kemandirian belajar pada siswa akan dapat tewujud.

(62)

Adapun kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan dalam bagan berikut:

Gambar 2.1 Model Hubungan Antar Variabel Penelitian E. Hipotesis

Berdasarkan pernjelasan terori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas maka penulis mengajukan hipotesi sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang positif antara penerapan pola asuh orang tua dengan kemandirian belajar siswa.

2. Terdapat hubungan yang positif antara motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa,

3. Terdapat hubungan yang positif antara penerapan pola asuh orang tua dan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa.

Penerapan Nilai Pola Asuh Orang Tua (X1)

Motivasi Berprestasi (X2)

Kemandirian Belajar Siswa (Y)

(63)

45 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah jenis penelitian kuantitatif.

Sugiyono (2012) menyatakan bahwa metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini di akukan di SMA BOPKRI 2 Yogyakarta yang berada di Jl. Jenderal Sudirman No. 87 Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan pada bulan November 2019.

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah peserta didik kelas XI dan kelas XII SMA BOPKRI 2 Yogyakarta

(64)

2. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian peneliti untuk diamati. Dalam penelitian ini, yang menajdi objek penelitian adalah persepsi penerapan pola asuh orang tua, motivasi berprestasi dengan kamandirian belajar siswa.

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel

1. Populasi dan Sampel Penelitian

Sugiyono (2012) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulanya. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI dan XII SMA BOPKRI 2 Yogyakarta. Berikut ini data jumlah siswa kelas XI dan XII SMA BOPKRI 2 Yogyakarta:

Tabel 3.1

Daftar Jumlah Siswa Kelas XI dan XII SMA BOPKRI 2 Yogyakarta

No. Kelas Jumlah siswa

1 XII IPA 1 19

2 XII IPA 2 20

3 XII IBB 14

4 XII IPS 1 20

5 XII IPS 2 20

6 XI IPA 1 24

7 XI IPA 2 24

8 XI IBB 17

9 XI IPS 1 21

10 XI IPS 2 19

Jumlah 198

Sumber: SMA BOPKRI 1Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Proses belum selesai pada sebatas ijin, namun terdapat kegitan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 12 (1) RUU tentang PPKIPT dan EBT , bahwa “Setelah mendapat izin

Hasil analisis matriks QSPM menunjukkan bahwa strategi yang direkomendasikan dari beragam alternatif yang diperoleh adalah meningkatkan dukungan melalui implementasi

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengevaluasi proses produksi modifikasi terhadap metode dan suhu filling pada jamu kunyit asam yang ditinjau dari karakteristik

Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan, maka penelitian tentang optimasi parameter respon mesin cetak sistem injeksi perlu dilakukan dengan prosedur terpadu yang

adalah untuk lebih mendalami pribadi anak, merangsang kecerdasan, dan mengasah bakat anak. Pola interaksi pembelajaran yang baik di TK dimaksudkan untuk lebih

Orang yang menyakini allah memiliki sifat al-akhir akan menjadiakn allah sebagai satu-satunya tujuan hidup yang tiada tujuan hidup selainnya, tidak ada permintaan kepada selainnya,

Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora

konsep adaptasi mahluk hidup terhadap lingkungan. Kondisi ekosistem sungai Padang Guci, Air Nelenagau, dan Air Nipis sebagai habitat ikan Sicyopterus