• Tidak ada hasil yang ditemukan

SIKAP PETANI CABAI MERAH TERHADAP KEBERADAAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) (Kasus : Desa Sidodadi Ramunia, Kec. Beringin, Kab. Deli Serdang) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SIKAP PETANI CABAI MERAH TERHADAP KEBERADAAN SUB TERMINAL AGRIBISNIS (STA) (Kasus : Desa Sidodadi Ramunia, Kec. Beringin, Kab. Deli Serdang) SKRIPSI"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

OLEH:

DWI RIZKI ANISA PANDIA 150304083

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

SKRIPSI

OLEH :

DWI RIZKI ANISA PANDIA 150304083

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)
(5)

DWI RIZKI ANISA PANDIA (150304083/AGRIBISNIS) dengan judul

“Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) (Kasus : Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli serdang)”. Dibimbing oleh Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT dan Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku anggota komisi pembimbing.

Salah satu upaya dalam menstabilkan harga dan memotong mata rantai tata niaga yang terlalu panjang pada petani cabai merah adalah dengan membangun sebuah sarana pemasaran yaitu Sub Terminal Agribisnis (STA). Namun STA yang telah dibangun belum dimanfaatkan secara optimal oleh petani.

Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang juga membangun Sub Terminal Agribisnis (STA) yang telah beroperasi menampung hasil produksi cabai merah. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur sikap petani cabai merah terhadap keberadaan STA serta menganalisis hubungan faktor pembentuk sikap yaitu media massa, pengalaman, orang lain yang dianggap penting, pendidikan formal dan non formal atas keberadaan STA. Sampel penelitian ini adalah 25 petani yang memanfaatkan STA dan 58 petani yang tidak memanfaatkan STA. Metode analisis skoring dengan penskalaan Likert digunakan untuk mengukur sikap serta korelasi Rank Spearman untuk menganalisis hubungan antara faktor pembentuk sikap dengan sikap petani cabai merah. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sikap petani cabai merah terhadap keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) adalah dominan positif. Hubungan faktor-faktor pembentuk sikap yaitu media massa dan pendidikan formal berhubungan sangat lemah dan tidak signifikan. Sedangkan pengalaman, orang lain yang dianggap penting dan pendidikan non formal berhubungan lemah dan signifikan.

Kata Kunci : STA, Sikap Petani, Faktor Pembentuk Sikap Petani

(6)

DWI RIZKI ANISA PANDIA (150304083/AGRIBUSINESS) with title

"The Red Chili Farmer’s Attitude On Sub Terminal Of Agribusiness (STA)(Case: Sidodadi Ramunia, Beringin, Deli Serdang)”.Guided by Mr. Ir. Thomson Sebayang, MT as the Chairman of the Advisory Committee and Mrs. Dr. Ir. Salmiah, MS as Member of Supervising Commission.

One of the efforts to stabilizing theprice and improving the efficiency trade of red chili is by building a marketing facility, namely the Sub Terminal Of Agribusiness (STA).

In Sidodadi Ramunia, Beringin, Deli Serdang has also been built Sub Terminal Of Agribusiness (STA) which operates to accommodate the production of red chili.

But the STA has not been utilize optimally by farmers.This study aims to measure the attitude of red chili farmers to the existence of STA and analyze the relationship between attitude forming factors, namely media massa, experience, other people who are considered important, formal and non formal education on existence of STA. The sample of this study was 25 farmers who used STA and 58 farmers who did not use the STA. the scoring analysis method with Likert scaling was usd to measure Rank Spearman’s attitude and correlation to analyze the relationship between attitude forming factors and the attitude of the red chili farmers. The results of the study concluded that the attitude of the red chilli farmers to the existence of the Agribusiness Sub Terminal (STA) was dominantly positive. The relationship between the attitudinal factors namely media massa and formal education is not significantly related to the attitude of farmers.Whereas experience, the role of other people who are considered important and non-formal education are significantly weak.

Keywords:STA, Farmer's Attitude, Factors Forming Farmers' Attitudes

(7)

DWI RIZKI ANISA PANDIA lahir di Deli Tua, Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang pada tanggal 30 Agustus 1997. Penulis adalah anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Setia Budi Pandia S.H dan Ibu Rosdiana Br. Ginting S.Pd.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh dan kegiatan yang pernah diikuti penulis adalah sebagai berikut:

1. Tahun 2003 masuk SD Negeri 060907 Kampung Baru, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan dan lulus tahun 2009.

2. Tahun 2009 masuk SMP Negeri 34 Medan dan lulus tahun 2012.

3. Tahun 2012 masuk SMA Negeri 13 Medan dan lulus tahun 2015.

4. Tahun 2015 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur SBMPTN.

5. Melaksanakan Pertukaran Mahasiswa Tanah Air Nusantara di Universitas Padjajaran pada tahun 2017.

6. Melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Mekar Mulio, Kecamatan Sei Balai, Kabupaten Batu Bara, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Juli – Agustus tahun 2018.

7. Bulan Februari 2019 Penulis melakukan penelitian di Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Februari 2019.

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) (Kasus : Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang)”. Skripsi ini disusun dalam rangka memperoleh gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur, penulis secara khusus menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memotivasi penulis tanpa mengenal lelah, serta mendukung dan membantu penulis sejak masa perkuliahan hingga dalam penyelesaian skirpsi ini.

Kebijaksanaan, ketegasan dan ketepatan sikap bapak menjadi panutan bagi penulis. Juga kepada Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku anggota komisi pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan motivasi, memberikan pengarahan dan memberi kemudahan kepada penulis selama penulisan skripsi ini. Kesabaran dan keikhlasan ibu menjadi panutan bagi penulis.

Ungkapan rasa terima kasih yang sama juga disampaikan kepada :

1. Kepada Bapak Dr.Ir.Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian USU dan Bapak Ir. M. Jufri, M.Si selaku

(9)

2. Kepada seluruh dosen Fakultas Pertanian USU khususnya Program Studi Agribisnis yang telah memberikan ilmu - ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama masa perkuliahan serta kepada seluruh pegawai Fakultas Pertanian, Khususnya Program Studi Agribisnis yang telah memberikan banyak kemudahan dalam menjalankan perkuliahan dan penyelesaian skripsi.

3. Kepada orang tua tercinta Ayahanda Setia Budi Pandia S.H dan Ibunda Rosdiana Br. Ginting S.Pd, yang selalu memberikan semangat, nasihat, doa yang tiada putus-putusnya serta dukungan baik secara materi maupun non materi yang tiada henti-hentinya, juga kasih sayang dan perhatiannya yang membawa penulis hingga sampai pada proses akhir pendidikan sarjana ini.

4. Kepada Kakanda tercinta Eka Safitri Pandia, Amd, Abangnda Briptu Suhaga Satriawan dan Adik-adik tercinta Tri Ayu Apulina Pandia dan Rahmad Teguh Ananda Pandia yang telah memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan proses pendidikan ini. Curahan kasih sayang dan dorongan semangat dari mereka yang selalu menguatkan penulis.

5. Kepada responden penelitian yang telah meluangkan waktu dan kesempatan untuk diwawancarai oleh penulis demi kesempurnaan penelitian penulis serta kepada semua pihak yang terlibat yang telah mendukung yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Namun demikian penulis menyadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik

(10)

Medan, April 2019

Penulis

(11)

Halaman

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

I. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Komoditi Cabai Merah ... 10

2.2. Landasan Teori ... 11

2.2.1. Teori Sikap ... 11

2.2.2. Sub Terminal Agribisnis (STA) ... 17

2.2.3. Pemasaran ... 25

2.3. Penelitian Terdahulu ... 28

2.4. Kerangka Berpikir ... 29

2.5. Hipotesis Penelitian... 32

III. METODE PENELITIAN ... 33

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 33

3.2. Metode Pengambilan Sampel ... 33

3.3. Metode Pengumpulan Data ... 34

3.4. Metode Analisis Data ... 34

3.5. Definisi dan Batasan Operasional ... 39

3.5.1. Definisi ... 39

3.5.2. Batasan Operasioanl ... 41

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 42

4.1. Deskripsi Desa Sidodadi Ramunia... 42

4.1.1. Letak Geografis dan Luas Wilayah ... 42

4.2. Kependudukan ... 42

4.2.1. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin ... 42

4.2.2. Komposisi Penduduk Menurut Umur ... 43

(12)

4.3.1. Fasilitas Pendidikan ... 46

4.3.2. Fasilitas Pemerintahan ... 46

4.4. Karakteristik Petani Responden ... 47

4.4.1. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Usia ... 47

4.4.2. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 48

4.4.3. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan ... 48

4.4.4. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani ... .49

4.4.5. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan ... .50

4.5. Gambaran Umum Sub Terminal Agribisnis (STA) Juli Tani ... 50

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

5.1. Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnsis (STA) ... 53

5.2. Hubungan Faktor-faktor Pembentuk Sikap Dengan Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) ... 54

5.2.1. Hubungan Media Massa Dengan Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) ... 54

5.2.2. Hubungan Pengalaman Dengan Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) ... 57

5.2.3. Hubungan Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting Dengan Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) ... 59

5.2.4. Hubungan Pendidikan Formal Dengan Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) ... 62

5.2.5. Hubungan Pendidikan Non Formal Dengan Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA).. ... 64

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

6.1. Kesimpulan ... 67

6.2. Saran ... 67 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

Tabel Keterangan Halaman 1.1. Produksi Sayuran Semusim Yang Produksinya Terbesar di

Indonesia Tahun 2013-2017 (Ton)

2

1.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Volatile Food Oktober 2018 (mtm)

3

1.3. Daftar Harga Komoditas Cabai Merah di Tingkat Produsen Pada Tahun 2018

4

3.1. Data Jumlah Sampel Penelitian 34

3.2. Tingkat Penilaian Skala Sikap 35

3.3. Tingkat Penilaian Korelasi 39

4.1. Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang

43

4.2. Jumlah Penduduk Menurut Umur di Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang

43

4.3. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Pendidikan di Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang

44

4.4. Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Tenaga Kerja di Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang

45

4.5. Jumlah Penduduk Menurut Pekerjaan di Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang

45

4.6. Jumlah Fasilitas Pendidikan di Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang

46

4.7. Fasilitas Pemerintah di Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang

46

4.8. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia 47 4.9. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 48 4.10. Karakteristik Responden Berdasarkan Luas Lahan 49 4.11. Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Usahatani 49 5.1. Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Keberadaan Sub 53

(14)

Merah Terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) di Desa Sidodadi Ramunia, Kec. Beringin, Kab. Deli Serdang 5.3. Hubungan Media Massa Dengan Sikap Petani Cabai Merah

Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

56

5.4. Pengalaman Yang Terkait Dengan Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) di Desa Sidodadi Ramunia, Kec. Beringin, Kab. Deli Serdang

57

5.5. Hubungan Pengalaman Dengan Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

58

5.6. Orang Lain Yang Dianggap Penting Yang Terkait Dengan Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) di Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang

60

5.7. Hubungan Pengaruh Orang Lain Yang Dianggap Penting Dengan Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

61

5.8. Tingkat Pendidikan Formal Yang Terkait Dengan Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) di Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang

63

5.9. Hubungan Pendidikan Formal Dengan Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

63

5.10. Tingkat Pendidikan Non Formal Yang Terkait Dengan Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) di Desa Sidodadi Ramunia, Kec. Beringin, Kab. Deli Serdang

65

5.11. Hubungan Pendidikan Non Formal Dengan Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

65

(15)

No Keterangan Halaman 1.1 Grafik Inflasi dan Harga Cabai Merah di Indonesia

Tahun2014-2018

2

2.1 Skema Kerangka Pemikiran Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

31

4.1 Sub Terminal Agribisnis (STA) Kelompok Tani Juli Tani 51

(16)

No Keterangan

1 Karakteristik Petani Sampel Yang Memanfaatkan Sub Terminal Agribisnis (STA)

2 Karakteristik Petani Sampel Yang Tidak Memanfaatkan Sub Terminal Agribisnis (STA)

3 Kuesioner Pernyataan Positif Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

4 Skor Pernyataan Positif Petani Sampel Yang Memanfaatkan Sub Terminal Agribisnis (STA)

5 Kuesioner Pernyataan Negatif Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

6 Skor Pernyataan Negatif Petani Sampel Memanfaatkan Sub Terminal Agribisnis (STA)

7 Total Skor Pernyataan Positif dan Negatif Petani Sampel Yang Memanfaatkan Sub Terminal Agribisnis (STA)

8 Skor Pernyataan Positif Petani Sampel Yang Tidak Memanfaatkan Sub Terminal Agribisnis (STA)

9 Skor Pernyataan Negatif Petani Sampel Tidak Memanfaatkan Sub Terminal Agribisnis (STA)

10 Total Skor Pernyataan Positif dan Negatif Petani Sampel Yang Tidak Memanfaatkan Sub Terminal Agribisnis (STA)

11 Nilai Skala T Skor Jawaban Petani Sampel Yang Memanfaatkan Sub Terminal Agribisnis (STA) Terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

12 Nilai Skala T Skor Jawaban Petani Sampel Yang Tidak Memanfaatkan Sub Terminal Agribisnis (STA) Terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

13 Kuesioner Pernyataan Positif Faktor-Faktor Pembentuk Sikap Terhadap Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) 14 Skor Pernyataan Positif Faktor-Faktor Pembentuk Sikap Terhadap Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) Petani Sampel Yang Memanfaatkan Sub Terminal Agribisnis (STA)

15 Kuesioner Pernyataan Negatif Faktor-Faktor Pembentuk Sikap Terhadap Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

(17)

17 Total Skor Pernyataan Positif dan Negatif Faktor-Faktor Pembentuk Sikap Terhadap Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) Petani Sampel Yang Memanfaatkan Sub Terminal Agribisnis (STA)

18 Skor Pernyataan Positif Faktor-Faktor Pembentuk Sikap Terhadap Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) Petani Sampel Yang Tidak Memanfaatkan Sub Terminal Agribisnis (STA) 19 Skor Pernyataan Negatif Faktor-Faktor Pembentuk Sikap Terhadap Sikap

Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) Petani Sampel Yang Tidak Memanfaatkan Sub Terminal Agribisnis (STA) 20 Total Skor Pernyataan Positif dan Negatif Faktor-Faktor Pembentuk Sikap

Terhadap Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) Petani Sampel Yang Tidak Memanfaatkan Sub Terminal Agribisnis (STA)

21 Total Skor Pernyataan Positif dan Negatif Faktor-Faktor Pembentuk Sikap Terhadap Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

22 Korelasi Rank Spearman Antara Media Massa Dengan Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

23 Korelasi Rank Spearman Antara Pengalaman Dengan Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

24 Korelasi Rank Spearman Antara Orang Lain Yang Dianggap Penting Dengan Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

25 Korelasi Rank Spearman Antara Pendidikan Formal Dengan Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

26 Korelasi Rank Spearman Antara Pendidikan Non Formal Dengan Sikap Petani Cabai Merah Atas Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Berdasarkan Direktorat Jendral Hortikultura (2016), Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar wilayahnya mencakup sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan sebagai sumber penghasil bahan makanan, sumber bahan baku bagi industri, mata pencaharian sebagian besar penduduk, penghasil devisa negara dari ekspor komoditasnya bahkan berpengaruh besar terhadap stabilitas dan keamanan nasional. Sektor pertanian terbagi menjadi tanaman pangan, perkebunan hortikultura, peternakan, perikanan dan kehutanan.

Hortikultura merupakan sektor penting untuk memenuhi kebutuhan pokok manusia. Khususnya tanaman buah dan sayuran merupakan komoditas hortikultura yang berkembang pesat di Indonesia. Kebanyakan sayuran mempunyai nilai komersial yang cukup tinggi disebabkan produk hortikultura ini senantiasa dikonsumsi setiap saat (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2008).

Menurut Badan Pusat Statistik tahun 2018, lima komoditas sayuran semusim dengan produksi terbesar secara berurutan adalah bawang merah, kubis, cabai merah, kentang, dan cabai rawit. Tabel 1.1. di bawah ini menyajikan perkembangan jumlah produksi sayuran semusim yang produksinya terbesar di Indonesia.

(19)

Tabel 1.1. Produksi Sayuran Semusim yang Produksinya Terbesar di Indonesia Tahun 2013-2017 (Ton)

Komoditi 2013 2014 2015 2016 2017

Bawang Merah

1.010.773 1.233.984 1.229.189 1.446.859 1.470.155 Kubis 1.480.625 1.435.833 1.443.227 1.513.318 1.442.624 Cabai Merah 1.012.879 1.072.977 1.045.200 1.045.591 1.206.272 Kentang 1.124.282 1.347.728 1.219.277 1.213.041 1.164.738 Cabai Rawit 713.502 800.409 869.954 915.993 1.153.159

Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2018

Berdasarkan Tabel 1.1. diketahui perkembangan jumlah produksi sayuran semusim dari tahun 2013-2017 berfluktuasi. Salah satu komoditi yang relatif berfluktuasi adalah cabai merah. Produksi cabai merah tertinggi yaitu pada tahun 2017 sebesar 1.206.272 ton setelah mengalami penurunan dari tahun 2014 ke tahun 2015 kemudian mengalami peningkatan lagi di tahun 2016.

Cabai merah (Capsicum annum) adalah satu dari berbagai jenis komoditas hortikultura yang memiliki nilai permintaan tinggi dan memiliki pengaruh besar terhadap dinamika perokonomian nasional sehingga dimasukkan dalam jajaran komoditas penyumbang inflasi terbesar yang terjadi setiap tahun. Gambar 1.1.

menunjukkan sumbangan komoditi cabai merah terhadap inflasi di Indonesia pada kurun waktu Januari 2014 sampai dengan Juli 2018.

Gambar 1.1. Grafik Inflasi dan Harga Cabai Merah di Indonesia Tahun

2014-2018

Sumber : Bank Indonesia, 2018

(20)

Berdasarkan Gambar 1.1. dapat diketahui perkembangan inflasi cabai merah dari tahun 2014-2018 mengalami fluktuasi. Inflasi cabai merah tertinggi yaitu pada tahun 2016 sebesar 33,09% yang selanjutnya mengalami perubahan yang cukup besar pada tahun 2017 yaitu -14,91% dan tahun 2018 yaitu 19,56%.

Sumatera Utara adalah salah satu provinsi yang tercatat sebagai penyumbang inflasi terbesar melalui komoditas cabai merah. Tabel 1.2 di bawah ini menunjukkan provinsi yang tercatat sebagai penyumbang inflasi kelompok volatile food pada Oktober 2018.

Tabel 1.2. Komoditas Penyumbang Inflasi Kelompok Volatile Food Oktober 2018 (mtm)

No. Komoditas Inflasi (% mtm)

Provinsi Pencatat Inflasi Tertinggi 1. Cabai Merah 15.79 Sumatera Utara (37,35%), Jawa Timur

(21,13%), dan Kepulauan Riau (20,16%) 2. Beras 0.23 Riau (2,94%), Sumatera Barat (2,61%), dan

Sulawesi Barat (2,42%)

3. Jeruk 1.62 Aceh (17,60%), Bali (10,79%), dan Bangka Belitung (5,56%)

4. Daging Sapi 0.86 Maluku (6,50%), DKI Jakarta (5,39%), dan Sulawesi Tenggara (4,99%)

Sumber : Bank Indonesia, 2018

Berdasarkan tabel 1.2 dapat diketahui bahwa provinsi Sumatera Utara tercatat menyumbangkan inflasi sebesar 37,35% melalui komoditi cabai merah. Naik turunnya inflasi cabai merah dipengaruhi oleh harga cabai merah itu sendiri.

Faktor cuaca dan iklim yang akan mempengaruhi banyak sedikitnya cabai merah yang dihasilkan. Kurangnya pasokan cabai merah baik dari lokal maupun non lokal akan menyebabkan kebutuhan masyarakat tidak terpenuhi sehingga akhirnya akan berdampak pada harga cabai merah. Tabel 1.3 di bawah ini akan menyajikan perkembangan harga komoditas cabai merah di tingkat produsen pada tahun 2018.

(21)

Tabel 1.3. Daftar Harga Komoditas Cabai Merah di Tingkat Produsen Pada Tahun 2018 No Kabupaten

Cabai Merah Keriting (Rp/Kg)

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

1. Mandailing Natal 45.000 34.000 41.067 36.857 35.000 - 21.375 24.667 21.364 33.727 31.600 28.167 2. Tapanuli Selatan 40.000 33.000 36.652 35.583 38.000 11.000 16.828 19.118 20.143 28.714 26.000 23.500 3. Tapanuli Utara - 26.000 34.125 32.500 - 24.000 20.368 17.000 12.333 - 20.000 - 4. Toba Samosir - 27.538 41.500 35.000 35.000 16.000 - - 16.000 26.000 25.000 23.333

5. Asahan - - - -

6. Simalungun 37.000 28.206 30.474 30.500 32.000 18.000 16.591 22.647 22.800 32.063 30.571 28.125

7. Dairi - - - 15.500 - - - -

8. Karo - - 35.841 32.222 31.000 17.000 18.800 20.353 23.429 34.636 26.857 26.833 9. Deli Serdang 41.429 31.667 30.125 31.250 - - 20.462 14.727 15.250 28.400 15.250 16.000 10. Langkat 33.333 27.000 33.800 33.100 30.000 18.000 14.800 18.125 20.634 24.438 23.444 23.556 11. H. Hasundutan - 27.357 38.077 36.111 37.000 14.000 18.444 20.529 24.000 30.692 19.667 20.000 12. Samosir 26.000 27.750 38.789 31.636 34.000 12.000 17.435 19.706 23.364 34.333 21.500 23.000 13. Serdang Bedagai 35.614 25.368 33.333 31.200 32.000 16.000 13.909 18.706 18.571 30.625 23.111 23.111

14. Batu Bara - - - 28.000 - 35.000 - 27.000 - - - -

15. Pd. Lawas - - - 20.000 22.818 26.200 33.462 32.143 32.143

16. Tanjung Balai - - - 32.667 33.000 20.000 16.214 20.000 8.250 31.000 24.000 -

17. Pematang Siantar - - - 15.000 - - - -

18. Medan - - - -

19. Pd. Sidempuan - - - 16.667 20.500 36.000 - -

Rata-rata

Bulanan 36.911 28.789 35.837 32.817 33.700 18.273 17.936 19.535 19.488 31.084 25.549 24.343

Sumber : Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Utara, 2018.

(22)

Berdasarkan tabel 1.3 dapat diketahui perkembangan rata-rata harga cabai merah di Sumatera Utara pada tingkat produsen tahun 2018 mengalami fluktuasi. Rata- rata harga cabai merah tertinggi di Sumatera Utara yaitu pada bulan Januari sebesar Rp. 36.911/kg dan terendah pada bulan Juli sebesar Rp.17.936/kg.

Selain harga, permasalahan cabai merah adalah rantai tata niaga yang terlalu panjang sehingga diperlukan upaya penting untuk memotong rantai tata niaga.

Selama ini pemasaran komoditas pertanian terlalu melibatkan banyak pihak sehingga memiliki rantai tata niaga yang panjang dimulai dari petani produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer sampai ke konsumen akhir. Di sisi lain, konsumen harus membayar lebih mahal dari harga yang selayaknya karena setiap lembaga mengambil keuntungan dalam proses pemasaran sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan yang diterima oleh konsumen (Susanawati dkk, 2015).

Pemasaran dengan rantai tata niaga seperti ini akan menyebabkan adanya margin biaya antara petani produsen dan konsumen akhir. Hal ini akan menyebabkan keuntungan yang diterima oleh petani menjadi kecil. Oleh karena itu, tata niaga produk pertanian perlu dibenahi agar efisien sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

Menurut Badan Agribisnis Departemen Pertanian (2000), salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan pada komoditas cabai merah adalah dengan membangun sarana pemasaran berupa Sub Terminal Agribisnis.

Sub Terminal Agribisnis (STA) adalah infrastruktur pemasaran untuk transaksi jual beli hasil-hasil pertanian, baik untuk transaksi fisik (lelang, langganan, pasar

(23)

spot) maupun non fisik (kontrak, pesanan, future market), yang terletak di sentra produksi.

STA tidak hanya sebagai tempat transaksi untuk jual beli, namun juga sebagai wadah petani untuk saling berkordinasi dan berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya. Sub Terminal Agribisnis (STA) sebagai infrastruktur memiliki manfaat yaitu untuk (1) Memperlancar kegiatan dan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas agribisnis, yang meliputi pusat transaksi hasil-hasil agribisnis, pusat informasi pertanian serta sebagai sarana promosi produk pertanian, dan memperbaiki struktur pasar, cara dan jaringan pemasaran; (2) Mempermudah pembinaan mutu hasil-hasil agribisnis yang meliputi penyediaan air bersih, es, gudang, cool room dan cold storage, serta melatih para petani dan pedagang dalam penanganan dan pengemasan hasil-hasil pertanian; (3) Sebagai wadah bagi pelaku agribisnis untuk merancang bangun pengembangan agribisnis, menyinkronkan kebutuhan atau permintaan pasar dengan manajemen lahan, pola tanam, kebutuhan saprodi dan permodalan serta peningkatan SDM pemasaran; (4) Peningkatan pendapatan daerah melalui jasa pelayanan pemasaran; dan (5) pengembangan agribisnis dan wilayah (Anugrah,2004).

Dari uraian di atas menjelaskan bahwa komoditas cabai merah merupakan komoditas yang cukup penting bagi perekonomian Sumatera Utara sehingga pemerintah menyediakan sarana berupa Sub Terminal Agribisnis sebagai salah satu upaya pemerintah dalam menstabilkan harga cabai merah. Salah satu daerah yang memiliki Sub Terminal Agribisnis (STA) di Sumatera Utara adalah Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang. Pada

(24)

Serdang masih terdapat petani yang tidak memanfaatkan Sub Terminal Agribisnis.

Oleh karena itu peneliti tertarik untuk menganalisis “Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) (Kasus : Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang)”.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana sikap petani cabai merah terhadap keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah?

2. Bagaimana hubungan antara faktor-faktor pembentukan sikap dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah?

a) Bagaimana hubungan antara peran media massa dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah?

b) Bagaimana hubungan antara peran pengalaman dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah?

c) Bagaimana hubungan antara peran orang lain yang dianggap penting dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah?

d) Bagaimana hubungan antara peran pendidikan formal dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah?

(25)

e) Bagaimana hubungan antara peran pendidikan non formal dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengukur sikap petani cabai merah terhadap keberadaan Sub Terminal

Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah.

2. Untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor pembentukan sikap dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA).

a) Menganalisis hubungan antara peran media massa dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah.

b) Menganalisis hubungan antara peran pengalaman dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah.

c) Menganalisis hubungan antara peran orang lain yang dianggap penting dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah.

d) Menganalisis hubungan antara peran pendidikan formal dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah.

e) Menganalisis hubungan antara peran pendidikan non formal dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah.

(26)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Sebagai tambahan informasi bagi para petani, para penyuluh pertanian dan segenap pemerhati agribisnis cabai merah.

2. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan yang berhubungan dengan komoditi cabai merah di Sumatera Utara.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Komoditi Cabai Merah

Cabai ( Capsicum annuum L.) adalah tanaman yang termasuk ke dalam keluarga tanaman Solanaceae. Cabai mengandung senyawa kimia yang dinamakan capsaicin (8-methyl-N-vanillyl-6-nonenamide). Selain itu, terkandung juga berbagai senyawa yang mirip dengan capsaicin, yang dinamakan capsaicinoids.

Sedangkan buah cabai merupakan buah buni dengan bentuk garis lanset, merah cerah, dan rasanya pedas. Daging buahnya berupa keping-keping tidak berair.

Bijinya berjumlah banyak serta terletak di dalam ruangan buah (Setiadi, 2008).

Tanaman cabai dapat tumbuh subur di berbagai ketinggian tempat mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi tergantung varietasnya. Sebagian besar sentra produsen cabai berada didataran tinggi dengan ketinggian antara 1.000- 1250 meter dari permukaan laut. Walaupun di dataran rendah yang panas kadang- kadang dapat juga diperoleh hasil yang memuaskan, namun di daerah pegunungan buahnya dapat lebih besar dan manis. Rata-rata suhu yang baik adalah antara 210- 280C. Suhu udara yang lebih tinggi menyebabkan buahnya sedikit (Tim Bina Karya Tani, 2009).

Tanaman yang berbuah pedas ini digunakan secara luas sebagai bumbu masakan di seluruh dunia. Tanaman cabai pada mulanya diketahui berasal dari Meksiko, dan menyebar di negara-negara sekitarnya di Amerika Selatan dan Amerika Tengah pada sekitar abad ke-8. Dari Benua Amerika kemudian menyebar ke

(28)

menyebar ke berbagai negara tropik terutama di benua Asia, dan Afrika (Tim Bina Karya Tani, 2009).

Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin diantaranya Kalori, Protein, Lemak, Karbohidrat, Kalsium, Vitamin A, B, dan Vitamin C.

Selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabai juga dapat digunakan untuk keperluan industri diantaranya, Industri bumbu masakan, Industri makanan, Industri obat-obatan atau jamu (Setiadi, 2008).

Di Indonesia pengembangan budidaya tanaman cabai mendapat prioritas perhatian sejak tahun 1961. Tanaman cabai menempati urutan atas dalam skala prioritas penelitian pengembangan garapan Puslitbang Hortikurtura di Indonesia bersama 17 jenis sayuran komersial lainnya (Tim Bina Karya Tani, 2008). Dan daerah- daerah di Indonesia yang merupakan sentra produksi cabai mulai dari urutan yang paling besar adalah daerah-daerah di Jawa Timur, Padang, Bengkulu dan lain- lain sebagainya. Terdapat lima spesies cabai, yaitu Capsicum annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense, Capsicum bacctum, dan Capsicum pubescens. Di

antara kelima spesies tersebut yang memiliki potensi ekonomis ialah C. annuum dan C. frutescens (Santika,1999).

2.2. Landasan Teori 2.2.1 Teori Sikap

Berkowitz menemukan adanya lebih dari tiga puluh definisi sikap. Puluhan definisi itu umumnya dapat dimasukkan ke dalam salah satu dari tiga kerangka pemikiran. Pertama adalah kerangka pemikiran yang diwakili oleh para ahli psikologi seperti Louis Thurstone, Rensis Likert, dan Charles Osgood. Menurut

(29)

mereka, sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favourable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavourable) pada objek tersebut. Secara lebih spesifik Thurstone sendiri memformulasikan sikap sebagai derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis (Azwar, 2007).

Pengertian sikap ini bisa dibedakan menjadi dua bentuk yaitu, sikap dalam bentuk fisik dan sikap dalam bentuk nonfisik. Sikap dalam bentuk fisik adalah tingkah laku yang terlahir dalam bentuk gerakan dan perbuatan fisik. Sikap dalam bentuk non fisik, yang juga sering disebut mentalis, merupakan gambaran keadaan kepribadian seseorang yang tersimpan dan mengendalikan setiap tindakannya;

tidak dapat dilihat dan sulit dibaca (Suit dan Almasdi, 2006).

Sikap manusia tidak terbentuk sejak manusia dilahirkan. Sikap manusia terbentuk melalui proses sosial yang terjadi selama hidupnya, dimana individu mendapatkan informasi dan pengalaman. Proses tersebut dapat berlangsung di dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Saat terjadi proses sosial terjadi hubungan timbal balik antara individu dan sekitarnya.

Pembentukan sikap seorang individu juga dipengaruhi oleh adanya interaksi dengan sekitarnya melalui proses yang kompleks. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap seorang individu yang berasal dari faktor internal dan eksternal (Gerungan, 2004).

Faktor internal pembentuk sikap adalah pemilihan terhadap objek yang akan disikapi oleh individu, tidak semua objek yang ada disekitarnya itu disikapi.

(30)

Objek yang disikapi secara mendalam adalah objek yang sudah melekat dalam diri individu. Individu sebelumnya sudah mendapatkan informasi dan pengalaman mengenai objek, atau objek tersebut merupakan sesuatu yang dibutuhkan, diinginkan atau disenangi oleh individu kemudian hal tersebut dapat menentukan sikap yang muncul, positif maupun negatif.

Faktor eksternal mencakup dua pokok yang membentuk sikap manusia, yaitu: 1) Interaksi kelompok, pada saat individu berada dalam suatu kelompok pasti akan terjadi interaksi. Masing-masing individu dalam kelompok tersebut mempunyai karakteristik perilaku. Berbagai perbedaan tersebut kemudian memberikan informasi, atau keteladanan yang diikuti sehingga membentuk sikap.

2) Komunikasi, melalui komunikasi akan memberikan informasi. Informasi dapat memeberikan sugesti, motivasi dan kepercayaan. Informasi yang cenderung diarahkan negatif akan membentuk sikap yang negatif, sedangkan informasi yang memotivasi dan menyenangkan akan menimbulkan perubahan atau pembentukan sikap positif.

Sikap yang ditunjukan seorang individu terhadap objek, mempunyai struktur yang terdiri dari beberapa komponen. Saifudin Azwar (2010: 23-28) menjelaskan komponen dalam struktur sikap yaitu:

1. Komponen kognitif, yaitu suatu kepercayaan dan pemahaman seorang individu pada suatu objek melalui proses melihat, mendengar dan merasakan. Kepercayaan dan pemahaman yang terbentuk memberikan informasi dan pengetahuan mengenai objek tersebut.

2. Komponen afektif, yaitu komponen yang berhubungan dengan permasalahan emosional subjektif individu terhadap sesuatu.

(31)

3. Komponen perilaku atau konatif, yaitu kecenderungan berperilaku seorang individu terhadap objek yang dihadapinya.

Sikap individu perlu diketahui arahnya, negatif atau positif. Untuk mengetahui arah sikap manusia dapat dilihat dari komponen-komponen sikap yang muncul dari seorang individu.

Individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Dalam interaksi sosial, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain:

pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media massa, lembaga pendidikan atau lembaga agama (Azwar, 2003).

Kehidupan di masyarakat dapat diamati dari sikap masyarakat dengan kebudayaan yang ada di lingkungannya. Kebudayaan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakat karena memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat. Hanya kepribadian individu yang telah mapan dan kuat yang bisa memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individual (Azwar, 2003).

Media Massa sebagai sarana komunikasi seperti: televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam membentuk opini dan kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi media massa membawa pula

(32)

pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap. Pesan-pesan sugestif yang dibawa oleh informasi tersebut apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu sehingga terbentuk sikap (Azwar, 2003).

Pengalaman pribadi yaitu apa yang telah berlalu yang membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Tidak adanya pengalaman sama sekali terhadap suatu objek psikologis akan membentuk sikap negatif terhadap objek. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat sehingga sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional (Azwar, 2003).

Pengaruh orang lain yang dianggap penting merupakan salah satu diantara komponen sosial yang mempengaruhi sikap. Orang lain yang dianggap penting ini merupakan seseorang yang dianggap penting, seseorang yang diharapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap terhadap suatu objek psikologis. Diantara orang yang dianggap penting bagi pembentukan sikap antara lain: orangtua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat, guru, teman kerja, istri atau suami, dan lain-lain. Pada umumnya individu mempunyai sikap yang konformis atau searah dengan orang yang dianggap penting karena dimotivasi

(33)

oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting (Azwar, 2003).

Orang lain yang dianggap penting adalah orang-orang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah laku dan opini kita, orang yang tidak ingin dikecewakan, dan yang berarti khusus. Misalnya adalah orang tua, pacar, suami/isteri, teman dekat, guru, pemimpin. Umumnya individu tersebut akan memiliki sikap yang searah (konformis) dengan orang yang dianggap penting.

Orang-orang yang dianggap penting tersebut dapat mengarahkan kepada sikap yang searah (Rahayuningsih, 2008).

Kebanyakan keputusan tentang pertanian masih dibuat petani secara perorangan.

Akan tetapi ia membuat keputusan-keputusan tersebut dalam rangka memenuhi hasrat untuk meberikan yang lebih baik bagi keluarganya. Anggota-anggota keluarga dapat memberikan tekanan kepada petani dalam mengambil keputusan.

Di lain pihak hasrat petani untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi keluarganya merupakan dorongan yang efektif dalam banyak hal untuk meningkatkan produktivitas usahatani. Keputusan-keputusan yang diambil oleh petani juga dapat dipengaruhi oleh sikap dan perilaku serta hubungan-hubungan dalam masyarakat setempat (Soetriono et all, 2006).

Pendidikan formal memiliki tugas untuk membina dan mengembangkan sikap anak didiknya menuju sikap yang diharapkan. Pada hakekatnya tujuan pendidikan adalah mengubah sikap anak didik ke arah tujuan pendidikan. Peranan sekolah itu jauh lebih luas. Di dalamnya berlangsung beberapa bentuk-bentuk dasar dari kelangsungan pendidikan pada umumnya (Azwar, 2003).

(34)

Menurut Soekartawi (2003) pendidikan formal merupakan sarana belajar yang dapat menanamkan pengertian sikap yang menguntungkan menuju penggunaan praktek pertanian yang lebih modern.

Pendidikan nonformal merupakan pendidikan yang didapat diluar bangku sekolah.

Penyuluhan dan pelatihan merupakan pendidikan nonformal. Penyuluhan merupakan sistem pendidikan nonformal yang tidak sekedar memberikan penerangan atau menjelaskan tetapi berupaya untuk mengubah perilaku sasarannya agar memiliki pengetahuan pertanian, memiliki sikap progresif untuk melakukan perubahan dan inovatif terhadap inovasi sesuatu (informasi) baru, serta terampil melakukan kegiatan (Azwar, 2003).

Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap manusia adalah masalah pengungkapan (assessment) atau pengukuran (measurement) sikap, dan secara ilmiah sikap dapat diukur, di mana sikap terhadap objek diterjemahkan dalam sistem angka (Azwar, 2005).

2.2.2 Sub Terminal Agribisnis (STA)

Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan perwujudan atas fenomena yang selama ini berkembang dalam pemasaran komoditas pertanian. Pemasaran komoditas pertanian selama ini, pada umumnya mempunyai mata rantai yang panjang, mulai dari petani produsen, pedagang pengumpul, pedagang besar hingga ke konsumen, sehingga mengakibatkan kecilnya keuntungan yang diperoleh petani. Konsumen membayar lebih mahal dari harga yang selayaknya ditawarkan sehingga biaya pemasaran (marketing cost) dari produsen ke konsumen menjadi tinggi (Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 2000).

(35)

Fenomena lain menunjukkan bahwa jaminan pasar merupakan prasyarat utama yang menentukan tingkat keunggulan suatu komoditas, termasuk di dalamnya indikasi tentang daya tampung dan potensi pengembangan pasar, tingkat efisisensi distribusi, kesesuaian agroekosistem, ketersediaan dan peluang pengembangan teknologi pertanian. Di sisi lain, pola pemasaran tidak mampu menunjang upaya pengembangan berbagai jenis komoditas. Lemahnya posisi rebut tawar petani serta semakin banyaknya produksi pesaing dari impor komoditas yang sama di pasar dalam negeri, menuntut upaya peningkatan efisiensi pemasaran dengan mengembangkan infrastuktur pemasaran (Anugrah, 2004).

Tujuan Sub Terminal Agribisnis (STA) antara lain : 1). Meningkatkan Nilai Tambah Produk Pertanian. Pengelolaan STA tidak hanya sebagai tempat pelelangan produk agribisnis tetapi juga sebagai tempat pelayanan berbagai kepentingan pelaku agribisnis seperti petani, pengolah dan pedagang. Aktifitas STA adalah memberikan pelayanan pemasaran dan peningkatan nilai tambah produk kepada petani/kelompok tani/gabungan kelompok tani/asosiasi petani maupun pelaku usaha lainnya. Untuk dapat membantu peningkatan nilai tambah maka STA harus dilengkapi dengan berbagai sarana pemasaran seperti alat grading, packaging house, sarana informasi, informasi pasar, outlet tempat

transaksi dan sarana lainnya (Saswita, 2010).

2) Meningkatkan Akses Pasar. Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan salah satu upaya untuk menanggulangi kurangnya akses pasar dan memperbaiki posisi tawar petani. Keberadaan STA ini dikonsepsikan dekat dengan produsen dalam rangka mendekatkan pelayanan pemasaran formal ke petani dan kelompok tani

(36)

membantu petani meningkatkan nilai tawar petani (bargaining position). STA memerankan fungsi Business Leader bagi pelaksanaan manajamen rantai pasokan sehingga produk petani dapat didistribusikan ke sentra konsumen secara efisien (Saswita, 2010).

Pasar komoditas pertanian dibangun pada lokasi simpul akses yang mendapat persetujuan masyarakat agribisnis setempat dalam bentuk Sub Terminal Agribisnis (STA). Fungsi STA ini antara lain: menampung, menyimpan dan mengawetkan komoditas hinterland serta penyediaan jasa-jasa terkait dengan transportasi komoditas. Sebagai tempat transaksi dapat dikembangkan suatu pasar lelang komoditas. STA diharapkan memiliki konstruksi seperti yang dikehendaki masyarakat agribisnis setempat. Konstruksi tersebut diharapkan dapat diakses oleh transportasi terutama depo container carrier (Bappeda, 2006).

3) Meningkatkan Transparansi Pasar. Karakteristik STA adalah ditujukan untuk membantu transparansi pasar dengan cara memberikan informasi tentang harga, serta jumlah penawaran dan permintaan yang sangat bermanfaat baik bagi produsen maupun bagi pihak manajemen pasar sehingga dapat menentukan tujuan dan waktu penjualan. Informasi ini memungkinkan produsen mengundur panen atau menyimpan produknya sampai harga lebih baik atau hingga fasilitas transportasi tersedia. Selain itu dapat membantu untuk membuat perencanaan produksi jangka panjang. Secara teoritis, peningkatan transparansi pasar dapat bertindak sebagai pemicu berfungsinya suatu pasar, membaiknya persaingan dan meningkatnya adaptasi untuk memenuhi kebutuhan penawaran dan oportuniti pasar. Penekanan dari adanya STA dititikberatkan pada pertimbangan manfaat terhadap pertumbuhan dan perkembangan wilayah pedesaan (Tambunan, 2001).

(37)

Kegiatan STA yang paling penting adalah informasi pasar. Informasi pasar yang dimiliki oleh pemeran pasar terbatas pada harga, kuantitas dan kualitas. Pemeran pasar yang paling banyak memiliki informasi pasar adalah pedagang besar dari luar daerah. Pedagang pengumpul desa memiliki informasi pasar yang relatif sedikit dibanding pedagang besar dari luar daerah. Informasi yang dimiliki adalah informasi yang diperoleh ketika sehari sebelumnya mereka menjual produk di STA. Petani memiliki informasi pasar yang paling sedikit. Aktifitas utama petani adalah mengerjakan usaha taninya di lahan, sehingga mereka hampir tidak mengetahui apa yang terjadi di pasar. Secara terbatas mereka bisa saling berbagi informasi pasar dengan tetangga sebelah rumah, disamping itu untuk mendapatkan informasi, bila memungkinkan mereka terkadang juga pergi di STA.

Petani yang sama sekali tidak mempunyai informasi pasar, biasanya mereka langsung menjual sayurannya ke pedagang pengumpul ataupun pedagang besar di STA, yang dapat menyebabkan harga jual yang diterima petani tidak bisa maksimal (Yuliawati dan Harton, 2013).

4) Meningkatkan Transaksi Pemasaran Hasil Pertanian. Sub Terminal Agribisnis (STA) merupakan infrastruktur pemasaran yang berfungsi untuk transaksi jual beli hasil-hasil pertanian. Transaksi tersebut dapat berupa transaksi fisik (lelang, langganan, pasar spot) maupun nonfisik (kontrak, pesanan, future market). STA merupakan perwujudan atas fenomena yang berkembang dalam pemasaran komoditas pertanian dan sekaligus sebagai bagian dari rangkaian kegiatan agribisnis. STA diharapkan dapat difungsikan untuk pembinaan peningkatan mutu produksi sesuai dengan permintaan pasar, pusat informasi, promosi, dan tempat

(38)

latihan atau magang dalam upaya pengembangan peningkatan sumber daya manusia (Badan Agribisnis Departemen Pertanian, 2000).

Menurut Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Departemen Pertanian (2006), pada dasarnya tugas dan fungsi STA diarahkan pada usaha pemasaran dan pembinaan terhadap petani produsen lewat kelompok. Dengan demikian STA bertugas untuk : (a) Melayani konsumen umum ataupun konsumen lembaga seperti pasar induk, supermarket, eksportir, maupun melakukan perdagangan antar daerah/antar pulau dan ekspor; (b) Selain menjual secara langsung pada kios/lapak-lapak yang disediakan, STA juga melakukan sistem penjualan melalui mekanisme lelang yang dikelola oleh manajemen STA, baik dengan lelang secara langsung (spot) maupun berjangka (forward); (c) Mengarahkan petani untuk memproduksi komoditi pertanian sesuai dengan permintaan pasar atau mitra pasar STA (sesuai informasi pasar yang disampaikan STA); (d) Mendampingi Gapoktan agar mampu dalam manajemen usaha, penanganan teknis pasca panen, penanganan mutu, packaging, kemitraan dan pemasaran serta mampu mendapatkan kredit dari sumber permodalan seperti Koperasi, Lembaga Keuangan Mikro, dan Perbankan (SP3).

Pelaksanaan Sub Terminal Agribisnis (STA) antara lain : 1) Prosedur Kegiatan Pemasaran di STA. Alternatif kegiatan pemasaran yang mencoba memfungsikan kelembagaan Sub Terminal Agribisnis (STA) di sentra produksi petani pada beberapa komoditas tertentu berdasarkan komoditas yang dominan di sentra produksi, memasarkan hasil produksinya dengan dikoordinasi oleh ketua kelompok tani. Ketua kelompok mempunyai data dan sampel produk yang akan ditawarkan kepada pembeli melalui STA dan sekaligus mengetahui harga pasar

(39)

yang terbentuk. Tugas kelompok tani adalah mengkoordinasi jumlah produksi serta menyeleksi menjadi beberapa kriteria sesuai dengan kualitas produk yang dihasilkan. Hal ini akan memberikan dampak positif bagi petani dengan menghasilkan produk yang baik dan meningkatkan kualitas produksi, sekaligus dapat memfungsikan kelompok tani (Anugerah, 2004).

Dilihat dari bentuk hubungan yang terjalin dengan pembeli, ada beberapa petani yang menjual produknya kepada pembeli yang relatif tetap, sehingga terbentuk hubungan pelanggan, tetapi lebih banyak yang menjual produknya kepada pembeli bebas. Pedagang pengumpul desa umumnya membeli produk di rumah, dan kemudian menjualnya ke pedagang besar di STA. Hubungan petani dengan pedagang dalam jual beli produk yang baik adalah hubungan berlangganan. Bila hubungan semacam ini terjadi menunjukkan bahwa antara kedua pihak sama- sama merasa puas dalam jual beli. Petani tidak usah terlalu repot mencari pembeli ketika mau menjual produknya, sehingga terjadi efisien waktu (Yuliawati dan Harton, 2013).

2) Prosedur Berjualan di STA. Keberadaan STA membantu petani untuk dapat mempromosikan hasil tani mereka yang berpotensi di Kawasan Agropolitan (Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2012).

3) Prosedur Mendapatkan Kios di STA. Bagi pedagang baru akan cukup menemui hambatan untuk masuk sebagai pemain pasar, terutama pada tingkat pedagang pengumpul dan pedagang antar daerah. Hal ini dikarenakan pedagang baru harus mampu beradaptasi dan masuk dalam jaringan kelembagaan yang sudah ada di pasar, serta mengikuti aturan main yang sudah ada, jika ingin menjadi pedagang

(40)

yang bertahan dan berkembang usahanya. Adapun untuk menjadi pedagang dadakan (tiba-tiba), tidak ada aturan yang secara signifikan menghambat, hanya resikonya produk yang dijual mungkin harganya rendah atau tidak laku karena belum mempunyai banyak kenalan sesama pedagang dalam satu level atau pedagang pada level yang lebih tinggi yang ada di pasar. Khusus pedagang grosir/retail STA, hambatan untuk keluar masuk pasar secara administratif lebih rumit dibanding lembaga pemasaran lainnya karena perlu menyelesaikan terlebih dahulu urusan perizinan dan administrasi sewa kios dengan pihak pengelola STA (Baladina, 2012).

4) Penyediaan Sarana dan Prasarana Pemasaran yang Memadai. STA merupakan lembaga pemasaran yang memberikan pelayanan pemasaran kepada petani di sentra produksi. Oleh karena itu STA harus dapat menyediakan dan menambah fasilitas yang belum tersedia dengan memanfaatkan lahan yang ada dan dukungan kebijakan penyediaan anggaran STA sesuai dengan kemampuan keuangan daerah dan memfungsikan fasilitas yang telah ada. Fasilitas yang perlu disediakan antara lain, kios sarana produksi tani, tempat bongkar muat, koperasi, tempat parkir sedangkan fasilitas yang perlu difungsikan antara lain WC umum dan sarana angkutan (Rizal, 2010).

Sub Terminal agribisnis (STA) sebagai infrastruktur pemasaran berdasarkan konsep dari Badan Agribisnis Departemen Pertanian (2000); Tanjung (2001) dan Sukmadinata (2001), pada intinya diharapkan bermanfaat untuk : (1) memperlancar kegiatan dan meningkatkan efisiensi pemasaran komoditas agribisnis karena mencakup sebagai pusat transaksi hasil-hasil agribisnis;

memperbaiki struktur pasar, cara dan jaringan pemasaran; sebagai pusat informasi

(41)

pertanian serta sebagai sarana promosi produk pertanian, (2) mempermudah pembinaan mutu hasil-hasil agribisnis yang meliputi : penyediaan tempat sortasi dan pengemasan; penyediaan air bersih, es, gudang, cool room dan cold storage;

melatih para petani dan pedagang dalam penanganan dan pengemasan hasil-hasil pertanian, (3) sebagai wadah bagi pelaku agribisnis untuk merancang bangun pengembangan agribisnis, mensinkronkan permintaan pasar dengan manajemen lahan, pola tanam, kebutuhan saprodi dan permodalan serta peningkatan SDM pemasaran, (4) peningkatan pendapatan daerah melalui jasa pelayanan pemasaran, dan (5) pengembangan agribisnis dan wilayah.

Sasaran utama pembangunan Sub Terminal Agribisnis (STA) pada dasarnya adalah untuk meningkatkan nilai tambah bagi petani dan pelaku pasar, di samping untuk mendidik petani untuk memperbaiki kualitas produknya sekaligus mengubah pola pikir ke arah agribisnis serta menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD) di samping untuk mengembangkan akses pasar (Sukmadinata, 2001).

Untuk menjalankan fungsinya dengan baik, struktur organisasi dan manajemen STA harus dilakukan secara terpadu dan profesional. Kepengurusan STA harus terdiri dari orang-orang yang banyak terlibat dalam struktur pemasaran dan komoditi agribisnis yang ditangani di daerah yang bersangkutan, serta memiliki kemampuan manajemen yang memadai. Pengelolaan STA tidak hanya mengutamakan aspek komersialisasi pemasaran, melainkan juga aspek pelayanan pemasaran (Ditjen P2HP Departemen Pertanian, 2006).

(42)

Pengelolaan STA dapat dilakukan oleh koperasi pelaku agribisnis, dalam hal ini petani, nelayan, pengolah serta pedagang; gabungan dari koperasi pelaku agribisnis dengan pemerintah daerah atau bahkan bisa dilakukan hanya oleh pemerintah daerah. Pengelolaan juga dapat dilakukan oleh pengusaha swasta, baik nasional maupun asing atau bahkan gabungan dari swasta asing dan nasional dengan koperasi. Begitu pula dengan BUMD serta gabungan dari pelaku pasar agribisnis lainnya. Dengan demikian dalam pengelolaannya, STA dapat ditentukan sesuai dengan kepentingan serta kesepakatan dari para pelaku agribisnis di dalamnya (Sukmadinata, 2001).

2.2.3 Pemasaran

Pemasaran adalah proses sosial yang dengan proses itu individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan pihak lain (Kotler, 2005).

Pemasaran dalam kegiatan pertanian dianggap memainkan peran ganda. Peran pertama merupakan peralihan harga antara produsen dengan konsumen. Peran kedua adalah transmisi fisik dari titik produksi (petani atau produsen) ke tempat pembelian (konsumen). Namun untuk memainkan kedua peran tersebut petani menghadapi berbagai kendala untuk memasarkan produk pertanian, khususnya bagi petani berskala kecil. Masalah utama yang dihadapai pada pemasaran produk pertanian meliputi, antara lain (Syahza A, 2008) :

Kesinambungan produksi salah satu penyebab timbulnya berbagai masalah pemasaran hasil pertanian berhubungan dengan sifat dan ciri khas produk

(43)

pertanian, yaitu : a) volume produksi yang kecil karena diusahakan dengan skala usaha kecil, b) produksi bersifat musiman sehingga hanya tersedia pada waktu- waktu tertentu, c) lokasi usahatani yang terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam proses pengumpulan produksi, sehingga memperbesar biaya pemasaran, d) sifat produk pertanian yang mudah rusak, berat dan memerlukan banyak tempat.

Kurang memadainya pasar. Kurang memdainya pasar yang dimaksud berhubungan dengan cara penetapan harga dan pembayaran. Ada 3 cara penetapan harga jual produk pertanian yaitu : a) sesuai dengan harga yang berlaku, b) tawar menawar, c) dan borongan.

Panjangnya saluran pemasaran. Panjangnya saluran pemasaran menyebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan (marjin pemasaran yang tinggi) serta ada bagian yang dikeluarkan sebagai keuntungan pedagang.

Rendahnya kemampuan tawar-menawar. Kemampuan petani dalam penawaran produk yang dihasilkan masih terbatas karena keterbatasan modal yang dimiliki, sehingga ada kecenderungan produk-produk yang dihasilkan dijual dengan harga yang rendah.

Berfluktuasinya harga. Harga produksi hasil pertanian yang selalu berfluktuasi tergantung dari perubahan yang terjadi pada permintaan dan penawaran. Naik turunnya harga dapat terjadi dalam jangka pendek atau dalam jangka panjang.

Pada saat musim produk melimpah harga rendah, sebaliknya pada saat tidak musim harga meningkat drastis. Kurang tersedianya informasi pasar. Informasi pasar merupakan faktor yang menentukan apa yang diproduksi, dimana, mengapa, bagaimana dan untuk siapa produk dijual dengan keuntungan terbaik.

(44)

Kurang jelasnya jaringan pemasaran. Produsen atau pedagang dari daerah sulit untuk menembus jaringan pemasaran yang ada di daerah lain karena pihak-pihak yang terlibat dalam jaringan pemasaran tersebut dan tempat kegiatan berlangsung tidak diketahui.

Rendahnya kualitas produksi. Rendahnya kualitas produksi yang dihasilkan karena penanganan yang dilakukan belum intensif. Masalah mutu ini timbul karena penanganan kegiatan mulai dari pra panen sampai dengan panen yang belum dilakukan dengan baik. Masalah mutu juga ditentukan pada kegiatan pasca panen, seperti melalui standarisasi dan grading.

Rendahnya kualitas sumberdaya manusia. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia ini tidak pula didukung oleh fasilitas pelatihan yang memadai, sehingga penanganan produk mulai dari pra panen sampai ke pasca panen dan pemasaran tidak dilakukan dengan baik.

Pada dasarnya kegiatan pemasaran komoditas hasil pertanian Indonesia selama ini sangat dipengaruhi oleh adanya keterkaitan antara para petani dengan berbagai jenis pedagang, baik yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam proses pemasaran hasil pertanian tersebut (Anugrah, 2004).

Menurut Nuhung (2002) dalam Rizal M. (2010), terdapat beberapa tipe pengusaha perantara antara lain:

1. Pedagang Pengumpul, yaitu pedagang yang mengumpulkan barang-barang hasil pertanian dari pengusaha atau petani produsen dan kemudian memasarkannya kembali dalam partai besar kepada pedagang lain.

(45)

2. Pedagang Besar, yaitu pedagang yang membeli hasil pertanian dari pedagang pengumpul atau langsung dari pengusaha/produsen, serta menjual kembali kepada pengecer dan pedagang lain dan atau kepada pembeli untuk industri, lembaga, dan pemakai komersial yang tidak menjual dalam volume yang sama pada konsumen akhir.

3. Pedagang Pengecer, yaitu pedagang yang menjual barang hasil pertanian ke konsumen dengan tujuan memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen dalam partai kecil.

Sebagian besar petani, terutama petani dengan skala usaha kecil dan menengah lebih banyak memasarkan produksinya melalui pedagang pengumpul desa, selain itu ada juga ke pedagang kecamatan (bandar) atau bahkan ke pedagang dari pasar induk dan pedagang besar lainnya yang datang langsung ke petani.

2.3. Penelitian Terdahulu

Saswita (2010), meneliti Perbedaan Pendapatan Petani yang Menggunakan Sub Terminal Agribisnis (STA) Dengan yang Tidak Menggunakan STA Sebagai Lembaga Pemasaran Di Kota Payakumbuh Propinsi Sumatera Barat. Metode yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan regresi linier berganda dan deskrptif kualitatif. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa STA tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan petani di Kota Payakumbuh, tetapi setelah dilakukan analisis regresi masing-masing untuk petani pengguna STA dan petani yang tidak menggunakan STA diperoleh hasil bahwa terdapat peningkatan pendapatan yang lebih tinggi untuk petani yang menggunakan STA dibandingkan dengan petani yang tidak menggunakan STA.

(46)

Annissa (2017), meneliti Sikap Petani Wortel Terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) Watusambang di Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar. Metode yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan teknik survei dan deskrptif kualitatif. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa petani mempunyai sikap yang netral terhadap STA Watusambang.

Terdapat hubungan yang sangat signifikan antara faktor pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, dan kebudayaan dengan sikap petani wortel terhadap keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) Watusambang pada taraf kepercayaan 99% (α= 0,01); sedangkan umur, pendidikan formal, dan terpaan media massa terdapat hubungan yang tidak signifikan dengan sikap petani wortel terhadap keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) Watusambang.

2.4. Kerangka Berpikir

Salah satu kebijakan yang dilakukan sehubungan dengan peningkatan kegiatan agribisnis di Kabupaten Deli Serdang adalah pengembangan kawasan agropolitan. Salah satu kawasan agropolitan di Kabupaten Deli Serdang adalah Desa Sidodadi Ramunia, Kecamatan Beringin yang menjadi salah satu klaster cabai merah di Deli Serdang dan memiliki Sub Terminal Agribisnis (STA) sangat berperan dalam meningkatkan kegiatan agribisnis di daerah pedesaan.

Adanya perbedaan antara harapan dan fakta pada objek STA melatarbelakangi penelitian ini. Harapannya, STA yang disediakan oleh pemerintah dimanfaatkan oleh masyarakat tani. Namun pada kenyataanya, belum banyak masyarakat tani yang memanfaatkan STA secara optimal. Oleh karena itu dilakukan kajian mengenai sikap petani cabai merah terhadap keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA).

(47)

Skema kerangka pemikiran menggambarkan sikap petani cabai merah yang terbentuk dari faktor-faktor pembentuk sikap seperti terapan media massa, pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pendidikan formal dan pendidikan non formal terhadap keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah. Adapun indikator yang digunakan adalah tujuan, manfaat dan prosedur penyelenggaraan STA yang akan ditunjukkan melalui gambar 2.1.

(48)

Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)

Peran Media Massa Peran Orang

Lain Yang Dianggap

Penting Peran Pendidikan

Formal Peran Pengalaman

Pribadi

Manfaat STA

Prosedur Penyelenggaraan

STA Tujuan STA

Keberadaan Sub Terminal Agribisnis Sikap

Petani

Positif

Negatif

Peran Pendidikan Non

Formal

(49)

2.5.Hipotesis Penelitian

1. Petani cabai merah bersikap positif terhadap keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA).

2. Faktor pembentuk sikap berhubungan nyata dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA).

a) Media massa berhubungan nyata dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah.

b) Pengalaman berhubungan nyata dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah.

c) Peran orang lain yang dianggap penting berhubungan nyata dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah.

d) Pendidikan formal berhubungan nyata dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah.

e) Pendidikan non formal berhubungan nyata dengan sikap petani cabai merah atas keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA) dalam memasarkan hasil produksi cabai merah.

Gambar

Tabel  1.1.  Produksi  Sayuran  Semusim  yang  Produksinya  Terbesar  di       Indonesia Tahun 2013-2017 (Ton)
Gambar 2.1. Skema Kerangka Pemikiran Sikap Petani Cabai Merah Terhadap Keberadaan Sub Terminal Agribisnis  (STA) Peran Media Massa Peran Orang Lain Yang Dianggap Penting Peran Pendidikan Formal  Peran Pengalaman Pribadi  Manfaat STA Prosedur  Penyelenggara
Gambar 4.1. Sub Terminal Agribisnis (STA) Kelompok Tani Juli Tani  Sub  Terminal  Agribisnis  (STA)  Kelompok  Tani  Juli  Tani  saat  ini  masih  merupakan  wadah  untuk  mengumpulkan,  menyortir,  menimbang  dan  menjual  hasil produksi cabai merah yang
Tabel 5.3. Hubungan Media Massa Dengan Sikap  Petani  Cabai Merah  Atas           Keberadaan Sub Terminal Agribisnis (STA)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016 bertujuan yang pertama untuk mengetahui sikap petani padi sawah terhadap keberadaan irigasi dan tujuan kedua untuk mengetahui

Adapun judul skripsi ini adalah “ Sikap Petani terhadap Keberadaan Irigasi dalam Peningkatan Produktivitas Padi Sawah (Kasus : Desa Perdamean, Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2016 bertujuan yang pertama untuk mengetahui sikap petani padi sawah terhadap keberadaan irigasi dan tujuan kedua untuk mengetahui

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Desa Pardamean Kecamatan Tanjung Morawa, Kabupaten Deli Serdang untuk menganalisis sikap

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses bisnis Koja, menganalisis persepsi petani cabai merah terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan Koja sebagai sumber

Kesediaan petani untuk menerima ataupun menolak teknologi pada umumnya didasari oleh keadaan faktor sosial ekonomi petani, diantaranya faktor usia petani yang

Analisis Efisiensi dan Optimasi Serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Pupuk Kimia Oleh Petani Pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum Annum L) di Kabupaten

JAE: JURNAL AKUNTANSI DAN EKONOMI AKREDITASI NOMOR 21/E/KPT/2018 DOI: 10.29407/jae.v8i3.21326 E ISSN 2541-0180 P ISSN 2721-9313 PENGARUH MODAL, LUAS LAHAN DAN ZIS ZAKAT, INFAK,