PERANAN SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN SUKABUMI
RINI RUSDIANA 108092000031
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2012 M/ 1433 H
PERANAN SUB SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN SUKABUMI
Oleh:
Rini Rusdiana
NIM 108092000031
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2012 M/ 1433 H
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN
Jakarta,31 Juli 2012
Rini Rusdiana 108092000031
RINGKASAN
RINI RUSDIANA, Peranan Sub Sektor Perikanan Terhadap Perekonomian Wilayah di Kabupaten Sukabumi. Di bawah bimbingan ACHMAD TJAHJA dan RAHMI PURNOMOWATI.
Potensi sumberdaya perikanan Indonesia sangat besar, dimana luas lautan Indonesia sebesar 2/3 luas daratan, dengan luas perairan sebesar 5.8 juta km2. Luas wilayah laut Kabupaten Sukabumi 702 km2 dan panjang garis pantai 117 km, memberikan peluang yang baik dalam pengembangan sub sektor perikanan.
Potensi perikanan diperkirakan mencapai 6,26 juta ton per tahun yang dapat dikelola secara lestari dengan rincian 4,4 juta ton dapat ditangkap di perairan Indonesia dan 1,86 juta ton dari perairan ZEEI. Kabupaten Sukabumi yang terletak di wilayah Pantai Selatan Jawa memiliki potensi baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya yang cukup potensial untuk dikembangkan.
Permasalahan utama suatu daerah dalam pelaksanaan pembangunan adalah kurang mampunya pemerintah daerah melaksanakan strategi perencanaan yang matang dan kurang telitinya melihat potensi daerah tersebut.
Tujuan penelitian ini adalah : 1) Menganalisis berapa besar kontribusi sub sektor perikanan terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi, 2) Menganalisis tingkat basis ekonomi sub sektor perikanan dalam perekonomian di Kabupaten Sukabumi dan 3) Menganalisis daya saing dan laju pertumbuhan sub sektor perikanan Kabupaten Sukabumi periode 2006-2010.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2012. Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan
secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa penduduk Kabupaten Sukabumi rata-rata mata pencaharian adalah nelayan dan memiliki sembilan kecamatan yang termasuk wilayah pesisir dari 47 kecamatan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data tersebut berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sukabumi serta data perikanan dan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat selama lima tahun dari tahun 2006-2010. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Location Quetiont dan Shift Share.
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan metode LQ di kabupaten Sukabumi dari tahun 2006-2010 menunjukkan bahwa sub sektor perikanan merupakan tingkat basis. Hasil analisis shift share menunjukkan bahwa sub sektor perikanan kontribusi sebesar 4,86 % serta mengalami laju pertumbuhan lambat (PPij<0) karena terjadi penurunan sebesar Rp. 4,08 milyar (-3,11%) dan daya saing yang lemah dimana terjadi penurunan sebesar Rp. 14,82 milyar (-11,33 persen)
Kata Kunci: Sub sektor perikanan, PDRB, ekonomi wilayah, Location Quetiont (LQ), shift share.
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang ditulis oleh :
Nama : Rini Rusdiana
NIM : 108092000031
Program Studi : Agribisnis
Judul Skripsi :Peranan Sub Sektor Perikanan Terhadap Perekonomian Wilayah di Kabupaten Sukabumi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Rini Rusdiana Nama panggilan : Rini
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 8 Oktober 1990 Jenis kelamin : Perempuan
Golongan darah : O
Status :Belum Menikah
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat : Jl. Sumur No.152 RT 03/RW 01
Kelurahan Lading Cakiah, Kecamatan Aur Birugo Tigo Baleh, Bukittinggi, Sumatera Barat
Telepon : 085774749421
Email : rinifunny@yahoo.com Hobi : menyanyi dan membaca
Moto hidup : Segala sesuatu harus dijalanin dengan ikhlas dan sabar
IPK : 3, 75
DATA PRIBADI
PENGALAMAN ORGANISASI
1996 – 2002 SDN 19 Pagi Kemanggisan Jakarta Barat 2002 – 2005 SMP N 111 Jakarta Barat
2005 – 2008 SMA N 65 Jakarta Barat, Jurusan IPA 2008 – sekarang Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Agribisnis
2002-2004 PMR dan Pencak Silat SMP N 111
2006-2007 Rohis
2009-2010 BEMJ Agribisnis
Maret - Mei 2011 Guru Privat Matematika dan IPA kelas SD dan SMP November 2011-Januari 2012 Magang Bank BRI Syariah Menara Jamsostek Februari-Juli 2012 Suryevor Lembaga Survei Indonesia (LSI)
PENDIDIKAN
PENGALAMAN BEKERJA
i KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia yang tak terbatas, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Peranan Sub Sektor Perikanan Terhadap Perekonomian Wilayah di Kabupaten Sukabumi”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulisan ini tidak mungkin terlaksana jika tidak ada bimbingan dan peranan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis dalam kesempatan ini ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Dr. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. Acep Muhib, MM, selaku ketua jurusan/prodi Agribisnis Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Achmad Tjahja Nugraha dan Rahmi Purnomowati, SP, M.Si selaku pembimbing I dan II yang telah memberikan bimbingan dan arahan hingga terselesainya penulisan skripsi ini.
4. Dr. Iskandar Andi Nuhung, M.Si dan Drs. Acep Muhib, MM selaku penguji I dan II.
5. BAPPEDA Kabupaten Sukabumi, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Sukabumi, Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Jawa Barat, Badan Pusat
ii Statistik Kabupaten Sukabumi, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, atas data-data yang di perlukan untuk penelitian ini.
6. Seluruh dosen pengajar program studi Agribisnis yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat serta pengalaman.
7. Ibunda Eli Sofina, Bapakku Eldi Gusmar, dan adikku Rahmat Dani untuk cinta, doa dan dukungan yang tidak pernah putus demi keberhasilan penulis.
8. Teman-teman angkatan Agribisnis 2006 dan 2008 kelas A dan B untuk semua bantuannya.
9. Dan kepada semua pihak dan rekan-rekan yang telah membantu penulis dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Akhir kata semoga skripsi ini berguna bagi pihak-pihak yang memerlukan untuk penelitian lebih lanjut. Terima kasih sebanyak-banyaknya bagi pihak yang telah memberikan andilnya dalam proses dan hasil dari penelitian ini.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Jakarta, Juli 2012
Penulis
iii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 5
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 6
1.5. Ruang Lingkup ... 7
BAB II TINJAUAN PUSATAKA ... 8
2.1. Perekonomian Wilayah ... 8
2.2. Sektor Perikanan ... 9
2.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ... 12
2.4. Konsep Daya Saing Wilayah ... 13
2.5. Konsep Basis Ekonomi ... 15
2.6. Shift Share ... 17
2.7. Location Quotient (LQ) ... 23
2.8. Penelitian Terdahulu ... 25
2.9. Kerangka Pemikiran ... 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 30
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 30
3.3. Metode Analisis Data... 31
3.3.1 Analisis Shift Share ... 31
3.3.2 Analisis Location Quotient (LQ) ... 36
3.4. Definisi Operasional ... 37
iv
BAB IV GAMBARAN LOKASI PENELITIAN ... 39
4.1 Letak Geografis dan Keadaan Alam ... 39
4.2 Kependudukan ... 43
4.3 Pendidikan ... 44
4.4 Ketenagakerjaan ... 45
4.5 Aspek Sosial dan Budaya ... 46
4.6 Potensi Perikanan dan Kelautan ... 47
BAB V PEMBAHASAN ... 55
5.1. Kontribusi Sub Sektor Perikanan Terhadap PDRB ... 55
5.1.1. Produksi dan Nilai Raman ... 57
5.2. Sub Sektor Perikanan Sebagai Sektor Basis ... 62
5.3. Laju Pertumbuhan dan Daya Saing Sub Sektor Perikanan Di Kabupaten Sukabumi Tahun 2006-2010 ... 68
5.3.1. Analisis Rasio PDRB Kabupaten Sukabumi dan PDRB Provinsi Jawa Barat Tahun 2006-2010... 70
5.3.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Sukabumi Tahun 2006-2010 ... 72
BAB VI PENUTUP ... 76
6.1. Kesimpulan ... 76
6.2. Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 78
LAMPIRAN ... 80
v DAFTAR TABEL
1. PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Sukabumi Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 – 2010 (dalam milyar rupiah) ... 3 2. Luas Wilayah Kabupaten Sukabumi dan Pembagian Daerah Administrasi
Menurut Kecamatan Tahun 2010 ... 41 3. Jumlah Penduduk Kabupaten Sukabumi Tahun 2010 ... 43 4. Jumlah Sekolah, Murid dan Guru Menurut Kecamatan Tahun 2010 ... 44 5. Persentase Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut
Lapangan Pekerjaan Utama di Kabupaten Sukabumi Tahun 2008 –2010 ... 45 6. Tabel Upah minimum regional (UMR) Kabupaten Sukabumi tahun
2006-2011 ... 46 7. Data kecamatan dan desa pesisir di Kabupaten Sukabumi ... 48 8. Potensi Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Sukabumi ... 49 9. Luas Areal Tempat Pemeliharaan/Penangkapan Ikan Menurut Kecamatan
Di Kabupaten Sukabumi Tahun 2009 ... 49 10. Jumlah Kapal/Perahu Perikanan Dan Jumlah Nelayan Yang
Menggunakan Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu Sebagai Fisin Base Tahun 2006-2010 ... 51 11. Kontribusi sub sektor perikanan terhadap sektor pertanian dan seluruh
sektor Kabupaten Sukabumi Tahun 2006-2010 (Atas Dasar Harga Konstan) ... 55 12. Kontribusi sub sektor perikanan terhadap sektor pertanian dan seluruh
sektor Kabupaten Sukabumi Tahun 2006-2010 (Atas Dasar Harga Berlaku) ... 56 13. Data Produksi dan Nilai Raman Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tahun
2009-2010 ... 58 14. Data Produksi dan Nilai Produksi Perikanan dan Kelautan Tahun 2010. .... 59 15. Perkembangan Produksi Kelautan Perikanan Tahun 2006-2010 (ton) ... 60 16. Analisis Location Quetiont (LQ) PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun
2006-2010 (milyar rupiah) ... 61 17. Analisis Location Quetiont (LQ) PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun
2006-2010 (milyar rupiah) ... 62 18. Jumlah ikan yang dipasarkan dari Pasar Ikan Cibaraja tahun 2009 ... 64 19. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sukabumi
Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2010 (Dalam Persen) ... 67
vi 20. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sukabumi
Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2010 (Dalam Persen) ... 68 21. Nilai Komponen Pertumbuhan Wilayah Perikanan di Kabupaten
Sukabumi Tahun 2006-2010 ... 72
vii DAFTAR GAMBAR
1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 Tahun 2007 – 2010
(dalam juta rupiah) ... 2
2. Model Shift share ... 18
3. Kerangka Pemikiran ... 29
4. Perkembangan Produksi Kelautan dan Perikanan 2006-2011 (Ton) ... 60
5. Perkembangan Produksi Benih Ikan Tahun 2006 – 2010 ... 61
6. Nilai LQ Sub Sektor Perikanan Kabupaten Sukabumi Harga Konstan dan Harga Berlaku Tahun 2006-2010 ... 64
viii DAFTAR LAMPIRAN
1. Peta Provinsi Jawa Barat ... 79 2. Peta Kabupaten Sukabumi ... 80 3. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sukabumi Atas Dasar
Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 (Jutaan Rupiah) ... 81 4. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sukabumi Atas Dasar
Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 (Jutaan Rupiah) ... 82 5. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga
Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2010 (Milyar Rupiah) ... 83 6. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Jawa Barat Atas Dasar Harga
Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2010 (Milyar Rupiah) .... 84 7. Perhitungan Analisis Location Quotient (LQ) ... 85 8. Perhitungan Analisis Shift Share ... 86
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun merupakan salah satu dari keberhasilan pembangunan daerah, ini dapat ditunjukkan oleh nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB dikategorikan dalam berbagai sektor perekonomian. Pertumbuhan PDRB tidak lepas dari peran setiap sektor-sektor perekonomian, besar kecilnya kontribusi pendapatan setiap sektor perekonomian merupakan hasil perencanaan secara sektoral yang dilaksanakan oleh daerah.
Laju pertumbuhan ekonomi merupakan suatu indikator makro yang menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Indikator ini biasanya digunakan untuk menilai seberapa jauh keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah dalam periode waktu tertentu. Salah satu indikator tingkat kemajuan perekonomian wilayah di suatu wilayah adalah dalam ukuran Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita yang menggambarkan besarnya pendapatan rata-rata yang dicapai masyarakat.
Pendapatan suatu daerah sangat dipengaruhi oleh sektor perekonomian, sedangkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari PDRB-nya.
Perkembangan PDRB berdasarkan atas harga berlaku dan harga konstan dari tahun 2006-2010 di Kabupaten Sukabumi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan peningkatan dari
1 beberapa sektor perekonomian di Kabupaten Sukabumi untuk lebih jelasnya dapat disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Konstan 2000 Tahun 2007–2010 (dalam juta rupiah)
Sumber: BPS Kabupaten Sukabumi 2010
Gambar 1 menjelaskan bahwa tingginya pertumbuhan masing- masing sektor. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sukabumi tahun 2010 semua sektor meningkat. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku mencapai Rp. 18,59 triliun, atau mengalami peningkatan sebesar 7,71 persen dibandingkan tahun sebelumnya, yang hanya sebesar Rp. 17,26 triliun, sedangkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 mengalami peningkatan sebesar 4,02 persen, yaitu dari Rp. 8,31 triliun tahun 2009 naik menjadi Rp. 8,64 triliun pada tahun 2010.
Peningkatan pendapatan suatu wilayah mempunyai perbedaan- perbedaan karakteristik seperti sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan lain-lain. Distribusi PDRB secara sektoral menunjukkan peranan masing-
0 5.000.000 10.000.000 15.000.000 20.000.000
2007 2008 2009 2010
14.596.938,13
16.133.202,65 17.264.686,11 18.595.077,39
771,465,2.99 801,520,1.03 830,805,9.04 864,173,4.073
PDRB Berlaku PDRB Konstan y
x
RpJuta
Tahun
2 masing sektor ekonomi dalam menciptakan nilai tambah. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan total PDRB Kabupaten Sukabumi adalah sektor pertanian sedangkan sub sektor perikanan sendiri mempunyai peranan tersendiri dalam memberikan kontribusi terhadap PDRB.
Tabel 1. PDRB atas Dasar Harga Konstan 2000 Kabupaten Sukabumi Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 – 2010 (dalam milyar rupiah)
Sektor 2007 2008 2009 2010
1. Pertanian 2.759,7 2.840,7 2.946,9 3.038,6 2. Pertambangan & Penggalian 378,4 390,0 401,4 406,5 3. Industri Pengolahan 1.368,6 1.437,7 1.485,5 1.546,2 4. Listrik, Gas & Air Bersih 88,4 93,7 99,1 104,5
5. Bangunan 163,3 173,8 184,9 200,8
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 1.449,6 1.524,8 1.591,4 1.692,7 7. Angkutan & Komunikasi 426,0 443,0 458,8 475,7 8. Keu. Persewaan & Jasa Perusahaan 295,1 306,1 316,7 328,1
9. Jasa-jasa 785,5 805,4 823,3 848,9
PDRB 7.714,6 8.015,2 8.308,1 8.642,0
Sumber : BPS Kabupaten Sukabumi 2010
Potensi sumberdaya perikanan Indonesia sangat besar, dimana luas lautan Indonesia sebesar 2/3 luas daratan, dengan luas perairan sebesar 5.8 juta km2. Luas wilayah laut Kabupaten Sukabumi 702 km2 dan panjang garis pantai 117 km, memberikan peluang yang baik dalam pengembangan sub sektor perikanan. Potensi perikanan diperkirakan mencapai 6,26 juta ton per tahun yang dapat dikelola secara lestari dengan rincian 4,4 juta ton dapat ditangkap di perairan Indonesia dan 1,86 juta ton dari perairan ZEEI (Dahuri
3 R 2001). Kabupaten Sukabumi yang terletak di wilayah Pantai Selatan Jawa memiliki potensi baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya yang cukup potensial untuk dikembangkan
Permasalahan utama suatu daerah dalam pelaksanaan pembangunan adalah kurang mampunya pemerintah daerah melaksanakan strategi perencanaan yang matang dan kurang telitinya melihat potensi daerah tersebut. Upaya dalam peningkatan pembangunan ekonomi adalah perlu penetapan sektor unggulan sebagai sektor basis daerah yang kemudian akan menjadi titik pertumbuhan daerah serta melihat bagaimana laju pertumbuhan dan daya saing sektor-sektor perekonomian, dengan demikian diharapkan akan tumbuh dan berkembang daerah-daerah sebagai pusat pertumbuhan nasional sehingga pada akhirnya daerah akan menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Sektor perikanan selama ini belum menjadi fokus utama pembangunan, padahal apabila sektor perikanan dikelola dengan serius akan memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB.
Peningkatan nilai PDRB sektor perikanan menunjukkan peranan dalam kontribusi terhadap pendapatan daerah cukup signifikan. Dalam PDRB Kabupaten Sukabumi sektor perikanan termasuk dalam sektor primer. Peningkatan nilai suatu sektor yang termasuk sektor primer diharapkan mampu meningkatkan perekonomian Kabupaten Sukabumi (Bappeda, 2010) Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti mengambil judul “Peranan Sub Sektor Perikanan Terhadap Perekonomian Wilayah di Kabupaten Sukabumi”.
4 1.2. Rumusan Masalah
Sub Sektor perikanan belum menjadi sektor yang dapat diandalkan dalam pembangunan, karena pemerintah lebih fokus untuk mengelola sektor pertanian yang mempunyai potensi besar dan banyak menyerap tenaga kerja.
Rumusan masalah penelitian ini yaitu menganalisis peranan sub sektor perikanan terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Sukabumi. Apakah besarnya potensi sumberdaya perikanan yang tersedia memberikan kontribusi nyata terhadap PDRB di Kabupaten Sukabumi. Perumusan masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana kontribusi sub sektor perikanan terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi?
2. Bagaimana tingkat basis ekonomi sub sektor perikanan dalam perekonomian di Kabupaten Sukabumi?
3. Bagaimana laju pertumbuhan dan daya saing sub sektor perikanan Kabupaten Sukabumi?
5 1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis berapa besar kontribusi sub sektor perikanan terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi.
2. Menganalisis tingkat basis ekonomi sub sektor perikanan dalam perekonomian di Kabupaten Sukabumi.
3. Menganalisis daya saing dan laju pertumbuhan sub sektor perikanan Kabupaten Sukabumi periode 2006-2010.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini antara lain:
1. Bagi masyarakat dan pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan informasi dan pertimbangan untuk mengetahui peranan sub sektor perikanan terhadap perekonomian wilayah tersebut.
2. Bagi penulis, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bagi pembaca, dapat menambah wawasan serta menjadi referensi penelitian berikutnya yang terkait.
6 1.5. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi sektor basis serta laju pertumbuhan dan daya saing sub sektor perikanan di Kabupaten Sukabumi. Alat analisis yang digunakan yakni LQ dan shift share. LQ digunakan untuk mengetahui sektor basis sedangkan shift share untuk mengetahui kontribusi, laju pertumbuhan yang cepat atau pertumbuhan yang lambat serta dapat mengetahui daya saing sub sektor perikanan di Kabupaten Sukabumi selama periode waktu analisis yaitu tahun 2006- 2010. Data yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah data sekunder PDRB periode 2006-2010.
7 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perekonomian Wilayah
Ekonomi berasal dari bahasa Yunani, yaitu οἶ κος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan νόμος (nomos) yang berarti
"peraturan, aturan, hukum". Menurut Abraham Maslow, ekonomi adalah salah satu bidang pengkajian yang mencoba menyelesaikan masalah keperluan asas kehidupan manusia melalui penggemblengan segala sumber ekonomi yang ada dengan berasaskan prinsip serta teori tertentu dalam suatu sistem ekonomi yang dianggap efektif dan efisien
Wilayah didefinisikan sebagai suatu unit geografi yang membutuhkan organisasi dan pengaturan ruang dan waktu dalam pemanfaatan segala kekayaannya (Budiharsono, 2005). Wilayah dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: (1) wilayah homogen, (2) wilayah nodal, (3) wilayah perencanaan, dan (4) wilayah administratif.
Ekonomi wilayah adalah ilmu yang membahas semua persoalan yang dihadapi oleh suatu wilayah tertentu dari sudut pandang ilmu ekonomi yang menekankan analisanya pada aspek wilayah. Ekonomi wilayah bertujuan agar daerah dapat melaksanakan pembangunan secara proporsional dan merata sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut. serta menentukan di wilayah mana suatu kegiatan ekonomi sebaiknya dipilih dan mengapa wilayah tersebut menjadi pilihan. Menurut Tarigan (2007) peran ekonomi wilayah:
8 a) Penentu kebijakan awal, sektor mana yang dianggap strategis
memiliki daya saing dan daya hasilnya yang besar.
b) Dapat menyarankan komoditi/ kegiatan apa yang perlu dijadikan unggulan dan sub wilayah mana komoditi itu dapat dikembangkan.
Ekonomi wilayah pada umumnya memiliki tujuan yang sama dengan teori ekonomi umum yaitu menciptakan full employment, adanya economic growth, dan terciptanya price stability (Richardson, 1991).
Kestabilan tingkat harga ini pada ekonomi wilayah tidak mungkin dilakukan apabila suatu daerah bekerja sendiri, sehingga ada tujuan pokok tambahan yang diatur dalam ekonomi wilayah yaitu, terjaganya kelestarian lingkungan hidup, pemerataan pembangunan dalam wilayah, penetapan sektor unggulan wilayah, memberikan keterkaitan antar sektor yang lebih serasi dalam wilayah sehingga menjadi sinergis dan berkesinambungan serta pemenuhan kebutuhan pangan wilayah (Tarigan, 2007).
2.2. Sektor Perikanan
Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya, mulai dari pra produksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan, hal ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor. 31 Tahun 2004 tentang perikanan.
9 Berdasarkan data BPS dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia Tahun 2009, perikanan adalah kegiatan usaha yang mencakup penangkapan dan budi daya ikan, jenis crustacea (seperti udang, kepiting), moluska, dan biota air lainnya di laut, air payau dan air tawar. Sumber daya perikanan dapat dimanfaatkan melalui penangkapan ikan (perikanan tangkap) dan budidaya ikan. Tujuan utama perikanan adalah penyediaan makanan bagi manusia, sedangkan tujuan lain yaitu olahraga, rekreasi dan produk ikan seperti minyak ikan. Perikanan terdiri atas dua bidang, yaitu penangkapan dan budidaya.
Berdasarkan Undang-undang 45 Tahun 2009, penangkapan ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudayakan dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah atau mengawetkannya. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di lingkungan perairan (Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan). Dalam perikanan pengelolaan dan konservasi mutlak dilakukan untuk keterusan jalannya sektor perikanan.
Budidaya perikanan adalah semua upaya termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumber daya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang
10 diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.
Sektor perikanan tak lepas dari peran nelayan dan pembudidaya.
Tanpa adanya mereka, sektor perikanan dapat diambil manfaatnya. Nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan.
Nelayan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari (Undang- Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan). Pembudidaya ikan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan.
Pembudidaya ikan kecil adalah orang yang mata pencahariannya melakukan pembudidayaan ikan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari (Undang-Undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan).
Menurut Kusumastanto (2000), salah satu persoalan yang mendasar dalam perencanaan pengembangan sektor perikanan adalah lemahnya akurasi data statistik perikanan. Hal ini menyebabkan kendala dalam penerapan kebijakan pengembangan sektor perikanan. Selain itu, untuk menjadikan sektor perikanan sebagai motor penggerak sektor riil, dalam pengembangnya harus memperhatikan kaidah ekonomi dengan memperhatikan keterkaitan dengan berbagai sektor ekonomi.
11 2.3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah sejumlah nilai tambah (value added) yang timbul dari berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu yang dinyatakan dalam rupiah.
Mardiasmo (2000) menyebutkan bahwa unit-unit produksi tersebut dikelompokkan menjadi 10 sektor lapangan usaha, yaitu: a) Pertanian, b) Industri pengolahan c) Pertambangan dan Penggalian, d) Listrik, gas dan air bersih, e) Bangunan, f) Perdagangan, hotel dan restoran, g) Pengangkutan dan Komunikasi, h) Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan i) Perbankan daerah, dan j) Jasa-jasa.
Pendapatan ataupun pertumbuhan ekonomi suatu negara atau daerah dapat diukur dengan menggunakan Produk Domestik Bruto Regional (PDRB). PDRB menggambarkan keadaan perekonomian nasional atau daerah baik tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pendapatan per kapita maupun struktur ekonominya (Mattola, dalam Mulyani, 1997). PDRB berperan dalam melihat perencanaan dan kebijaksaan pembangunan ekonomi suatu daerah. Selain itu, PDRB juga dapat menentukan arah pembangunan merata mengevaluasi hasil pembangunan. PDRB ini merupakan hasil penjumlahan seluruh nilai tambah bruto dari seluruh unit kegiatan ekonomi yang dihasilkan dalam batas-batas suatu wilayah pada periode tertentu yang biasanya selama periode satu tahun (Suryadi, 1997).
PDRB dapat dijadikan indikator untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi secara sektoral agar dapat dimonitor sektor-sektor apa saja yang
12 menyebabkan tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut, sehingga ada prioritas pada sektor tersebut. PDRB dibagi menjadi dua yaitu PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan.
Kepentingan analisa dalam pengukuran perubahan tingkat kemakmuran secara riil digunakan perhitungan atas dasar harga konstan, sedangkan untuk melihat pengaruh yang terjadi bila masih termasuk inflasi dan menggunakan tingkat harga nominal, maka PDRB atas dasar harga berlaku yang digunakan (Tarigan,2007). PDRB atas dasar harga berlaku menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan berdasarkan harga-harga tahun berjalan. Sedangkan PDRB atas dasar konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihasilkan berdasarkan harga tahun dasar. PDRB menurut harga konstan banyak digunakan untuk menganalisis suatu perkembangan, karena data ini memberikan informasi yang lebih riil setelah dikoreksi atas pengaruh inflasi (Bappeda Kabupaten Sukabumi, 2012).
2.4. Konsep Daya Saing Wilayah
Daya saing adalah suatu keunggulan komparatif dari kemampuan dan pencapaian suatu perusahaan, sub sektor atau wilayah untuk memproduksi, menjual, dan menyediakan barang-barang dan jasa kepada pasar. Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu barang atau jasa dengan biaya yang cukup rendah sehingga pada harga- harga yang terjadi di pasar internasional kegiatan produksi tersebut
13 menguntungkan (Saptana, 2010). Daya saing dapat diterapkan pada suatu komoditas, sektor, wilayah dan negara (Feryanto, 2010). Daryanto dan Hafizriandra (2010) pada tingkat wilayah, konsep daya saing daerah menurut Departemen Perdagangan dan Industri Inggris (UK-DTI) adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik dan internasional.
Menurut Center for Urban and Regional Studies (CURDS) di Inggris konsep daya saing adalah kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya, sedangkan World Economic Forum (WEF) mendefinisikan daya saing nasional sebagai kemampuan perekonomian nasional yang mencapai pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan. Komponennya meliputi kebijakan-kebijakan yang tepat, institusi yang sesuai, serta karakteristik ekonomi lain yang mendukung. Hakikatnya daya saing adalah kompetisi.
Menurut Porter (1990) terdapat empat faktor utama yang menentukan dayasaing industri di suatu wilayah, yaitu kondisi faktor sumberdaya, kondisi permintaan, kondisi industri terkait dan industri pendukung, serta kondisi struktur, persaingan, dan strategi perusahaan. Keempat atribut tersebut didukung oleh peranan pemerintah dan peranan kesempatan dalam meningkatkan keunggulan dayasaing industri wilayah yang secara bersama- sama membentuk suatu sistem.
14 Daya saing suatu wilayah tercipta jika wilayah tersebut memiliki kompetensi inti (core competence) yang dapat dibedakan dari wilayah lainnya. Kompetensi inti tersebut dapat dicapai melalui creation of factor, yaitu upaya menciptakan berbagai faktor produksi yang jauh lebih baik dibandingkan para pesaingnya.
2.5. Konsep Basis ekonomi
Menurut Glasson (1997) teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya peningkatan ekspor dari wilayah tersebut.
Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas kegiatan basis dan kegiatan nonbasis. Kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah. Dalam teori ekonomi basis, perekonomian di suatu daerah dibagi menjadi dua sektor utama yaitu sektor basis dan non basis. Sektor basis yaitu sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan.
Sektor non basis yaitu sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor non basis ini tidak mengekspor barang dan jasa maupun tenaga kerja sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor non basis hanya bersifat lokal.
Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan
15 oleh besarnya peningkatan ekspor di wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokan atas kegiatan basis dan kegiatan non basis. Kegiatan basis yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah (Tarigan, 2007).
Bertambah banyak kegiatan basis di dalam suatu wilayah akan menambah arus pendapatan ke dalam wilayah yang bersangkutan, sehingga hal ini akan menambah permintaan terhadap barang-barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor basis dan bukan basis (Kadariah dalam Mulyani, 1997). Sebaliknya berkurangnya kegiatan basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk ke dalam wilayah yang bersangkutan dan turunnya permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis.
Menentukan apakah suatu sektor merupakan sektor basis dapat digunakan dua pendekatan yaitu pendekatan secara langsung atau pendekatan tidak langsung. Penelitian ini menggunakan pendekatan secara tidak langsung yaitu dengan metode Location Quetiont (LQ) dimana dasar teknik analisis menunjukkan perbandingan relative kemampuan suatu sektor dalam wilayah yang diteliti dibandingkan dengan kemampuan sektor yang sama pada wilayah yang satu tingkat lebih luas. Beberapa besaran yang dapat digunakan dalam perhitungan LQ ini adalah pendapatan, nilai tambah, penduduk, luas tanah dan tenaga kerja (Isaard dalam Silangen, 1992).
Konsep basis ekonomi mempunyai beberapa kelebihan seperti konsep sederhana, mudah diterapkan, dapat menjelaskan struktur perekonomian
16 dan memberikan peramalan jangka pendek pertumbuhan suatu wilayah.
Keterbatasan dari konsep ini adalah adanya perubahan unit lokasi harus disesuaikan dengan penentuan kegiatan basis dan non basis. Semakin luas wilayahnya maka model ini semakin kurang diandalkan.
Bertambah banyaknya kegiatan basis disuatu daerah akan menambah arus pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan, menambah permintaan barang dan jasa didalamnya dan menimbulkan kenaikan volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya berkurangnya kegiatan basis akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk ke dalam daerah yang bersangkutan dan turunnya permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis. Dengan demikian, kegiatan basis mempunyai peranan penggerak pertama (prime move role) dimana setiap perubahan mempunyai efek multiplier terhadap perekonomian wilayah (Budiharsono, 2001).
2.6. Shift share
Shift share menurut Perloff, et al. (1960) merupakan suatu analisis dengan metode yang sederhana untuk membuat keputusan baik lokal maupun regional di seluruh dunia untuk menetapkan target sektor dan menganalisis dampak ekonomi. Shift share berguna untuk dapat mengidentifikasi keunggulan daerah dan menganalisis sektor yang menjadi dasar perekonomian daerah, serta juga dapat mengetahui perubahan dan pergeseran sektor pada perekonomian. Shift share menggambarkan kinerja
17 sektor-sektor di suatu wilayah dibandingkan dengan perekonomian nasional. Suatu daerah memperoleh kemajuan sesuai dengan kedudukannya dalam perekonomian nasional, maka akan dapat ditemukan adanya shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah.
Laju pertumbuhan sektor-sektor di suatu wilayah akan dibandingkan dengan laju pertumbuhan perekonomian nasional beserta sektor-sektornya, sekaligus melihat apabila daerah itu memperoleh pertumbuhan sebagai perubahan suatu variabel wilayah yaitu pendapatan atau output sektor-sektor ekonomi daerah selama kurun waktu tertentu menjadi pengaruh pertumbuhan provinsi. Pengaruh provinsi disebut pengaruh pangsa (share), dan pengaruh keunggulan kompetitif disebut regional share. Skema skematik model analisis shift share disajikan pada Gambar 2.
Sumber : Budiharsono (2001).
Gambar 2. Model Shift share Komponen Pertumbuhan Nasional
(PN) atau
Pertumbuhan Regional (PR)
Sektor ke i
(sektor ke i) Wilayah ke jj (Sektor i)
Lamban pp + ppw < 0 Komponen
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
Maju pp + ppw ≥ 0
Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)
18 Berdasarkan Gambar 2 Shift share menunjukkan bahwa perubahan sektor i pada wilayah j dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan wilayah. Menurut Firdaus (2007), Ketiga komponen yang dimaksud yaitu :
1. Komponen Pertumbuhan Nasional (national growth component) / Pertumbuhan Regional (regional growth component)
Pertumbuhan nasional / pertumbuhan regional adalah perubahan produksi suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi nasional secara umum, perubahan kebijakan ekonomi nasional, atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian suatu sektor dan wilayah. Bila diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik ekonomi antar sektor dan antar wilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan wilayah. Akan tetapi pada kenyataannya beberapa sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat daripada sektor dan wilayah lainnya.
2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (proportional or industrial mix growth component)
Pertumbuhan proporsional tumbuh karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, ketersediaan bahan mentah, kebijakan industry, struktur dan keragaman pasar.
19 3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (regional share growth
component)
Pertumbuhan pangsa wilayah terjadi karena peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh keunggulan komparatif, akses pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.
Berdasarkan ketiga komponen tersebut dapat diidentifikasikan pertumbuhan suatu sektor perekonomian, apakah pertumbuhannya cepat atau lambat. Apabila PP1 + PPW2 ≥ 0, maka pertumbuhan sektor perekonomian termasuk ke dalam kelompok progresif (maju), tetapi apabila PP + PPW ≤ 0 berarti sektor perekonomian tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat.
2.6.1. Kelebihan-kelebihan Shift share
Menurut Soepono (1993), kelebihan-kelebihan Shift share adalah:
1. Shift share dapat melihat perkembangan produksi atau kesempatan kerja di suatu wilayah hanya pada dua titik waktu tertentu, satu titik waktu dijadikan sebagai dasar analisis, sedangkan satu titik lainnya dijadikan sebagai akhir analisis.
2. Perubahan PDRB di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dengan tahun akhir analisis dapat dilihat melalui tiga komponen yakni
1 Pertumbuhan Proporsional
2 Pertumbuhan Pangsa Wilayah
20 komponen pertumbuhan nasional (PN), komponen pertumbuhan proporsional (PP) dan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW).
3. Berdasarkan komponen pertumbuhan nasional dapat diketahui laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dibandingkan dengan laju pertumbuhan nasional.
4. Komponen pertumbuhan proporsional dapat digunakan untuk mengetahui pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah. Hal ini berarti bahwa suatu wilayah dapat mengadakan spesialisasi di sektor-sektor yang berkembang secara nasional dan bahwa sektor-sektor dari perekonomian wilayah telah berkembang lebih cepat daripada rata-rata nasional untuk sektor-sektor itu.
5. Komponen pertumbuhan pangsa wilayah dapat digunakan untuk melihat daya saing sektor-skor ekonomi dibandingkan dengan sektor ekonomi pada wilayah lainnya.
6. Persentase pertumbuhan proporsional dan pertumbuhan pangsa wilayah dijumlahkan, maka dapat ditunjukkan adanya Shift (pergeseran) hasil pembangunan perekonomian daerah.
2.6.2. Keterbatasan-keterbatasan Analisis Shift share
Shift share dapat menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian suatu wilayah, baik itu laju pertumbuhan maupun daya saing sektor tersebut, akan tetapi shift share juga memiliki beberapa
21 keterbatasan. Keterbatasan-keterbatasan shift share dapat menurut Soepono (1993), dapat dijelaskan berikut ini:
1. Teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem akunting dan tidak analitik. Oleh karena itu analisis tidak untuk menjelaskan mengapa, misalnya, pengaruh daya saing (keunggulan komparatif) adalah positif dibeberapa wilayah, tetapi negatif di wilayah- wilayah lainnya.
2. Komponen pertumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ekuivalen dengan laju pertumbuhan nasional. Gagasan tersebut terlalu sederhana, karena mengakibatkan sebab-sebab pertumbuhan wilayah.
3. Arti ekonomi dari kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) tidak dikembangkan dengan baik. Keduanya berkaitan dengan prinsip-prinsip ekonomi yang sama, seperti perubahan penawaran dan permintaan, perubahan teknologi dan perubahan lokasi.
4. Ada data periode waktu tertentu di tengah periode pengamatan yang tidak terungkap.
5. Tidak dapat dipakai untuk melihat keterkaitan antar sektor dan antar daerah
Teknik analisis shift share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua barang yang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Bila pasar suatu wilayah bersifat lokal maka barang itu tidak
22 dapat bersaing dengan wilayah-wilayah lain yang menghasilkan barang yang sama, sehingga tidak mempengaruhi permintaan agregat.
2.7. Location Quotient (LQ)
Location Quotient (LQ) adalah perbandingan tentang besarnya peranan suatu sektor disuatu daerah terhadap besarnya peranan sektor tersebut secara nasional. Terdapat banyak variabel yang bisa diperbandingkan, tetapi yang umum adalah tingkat pendapatan dan jumlah lapangan kerja. Nilai LQ < 1 maka wilayah yang bersangkutan harus mengimpor, sedangkan apabila nilai LQ > 1 suatu wilayah lebih dari satu maka wilayah tersebut dapat melakukan ekspor (Tarigan R, 2004).
Location Quotient adalah salah satu alat analisis dalam perencanaan pembangunan yang digunakan untuk menganalisis sektor potensial atau sektor basis dan non-basis dalam suatu daerah (Priyarsono, et al., 2007).
Analisis ini dilakukan dengan cara mengukur konsentrasi suatu sektor ekonomi dalam suatu daerah yaitu menghitung perbandingan antara pendapatan di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan dari total semua sektor pada daerah bawah dengan pendapatan di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan semua sektor di daerah atasnya. Daerah atas dan daerah bawah dalam analisis location quotient merupakan daerah administratif. Analisis dilakukan di tingkat Kabupaten maka daerah bawahnya adalah Kabupaten itu sendiri, sedangkan daerah atasnya adalah provinsi dimana Kabupaten tersebut berada.
23 Metode analisis location quotient memiliki keunggulan dan kelemahan. Keunggulan metode location quotient dalam mengidentifikasi sektor basis antara lain penerapannya sederhana, mudah dan tidak memerlukan program pengolahan data yang rumit. Penyelesaian analisis cukup dengan spread sheet dari Ms.Excel atau program Lotus, bahkan jika datanya tidak terlalu banyak bisa menggunakan kalkulator. Kelemahan metode location quotient ini adalah karena demikian sederhananya, maka yang dituntut yaitu akurasi data. Sebaik apapun hasil olahan location quotient tidak akan banyak manfaatnya jika data yang digunakan tidak valid. Analisis location quotient tidak bisa menjawab apa yang menyebabkan sebuah sektor menjadi sektor unggulan. Selain itu, dalam analisis location quotient juga diperlukan data pembanding antara dua wilayah pada periode yang sama.
Budiharsono (2001) menyatakan bahwa metode Location Quetiont (LQ) merupakan perbandingan antara pangsa relatif pendapatan total wilayah dengan pangsa pasar relatif pendapatan sektor perikanan pada tingkat Kabupaten terhadap pendapatan Kabupaten. Hal tersebut secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
LQ= bi/bn Bi/Bn dimana :
bi : PDRB sub sektor perikanan Kabupaten Bn : Total PDRB Kabupaten
24 Bi : PDRB sub sektor perikanan tingkat provinsi
Bn : : Total PDRB tingkat provinsi
Perhitungan location quotient merupakan perbandingan tingkat pendapatan di suatu wilayah dengan pendapatan yang terakumulasi di Kabupaten. Perhitungan tersebut dapat menentukan pelaksanaan pembangunan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di bidang ekonomi.
2.8. Penelitian Terdahulu
Keseluruhan hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu dapat dijadikan dasar dan bahan pertimbangan dalam mengkaji penelitian ini.
1) Emeng Sutiardi tahun 2001, judul Peranan Sub Sektor Perikanan Terhadap Pembangunan Wilayah Di Kota Bengkulu. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan Staf Dinas Perikanan Provinsi Bengkulu yang digunakan untuk menentukan altematif strategi dan pembobotan pada analisis SWOT. Data sekunder diperoleh dari lembaga-lembaga yang berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan sektor perikanan, yaitu: Biro Pusat Statistik Kota Bengkulu, Bappeda Kota Bengkulu, Dinas Perikanan Kota Bengkulu dan Biro Pusat Statistik Provinsi Bengkulu. Analisis data yang digunakan adalah a) analisis Location Quotient (LQ), b) analisis
25 Aglomerasi, c) analisis Multiplier Effect dan d) analisis SWOT dan e) analisis Spesialisasi. Hasil penelitian yaitu kontribusi sub sektor perikanan terhadap PDRB cenderung menurun berdasarkan harga konstan sebesar 2,63 % pada tahun 1998. Analisis location quotient menunjukkan sub sektor perikanan di Kota Bengkulu kecenderungan menjadi tidak basis. Analsis efek pengganda nilai tambah sub sektor perikanan berdasarkan harga berlaku mengalami peningkatan sebesar 48,475.
2) Keristina tahun 2011, dengan judul Peranan Dan Dampak Subsektor Perikanan Tangkap Terhadap Ekonomi Wilayah Kabupaten Cirebon.
Metode analisis yang digunakan yaitu analisis shift share, location quotient (LQ), multiplier effect (ME) dan produktivitas unit penangkapan ikan. Kontribusi rata-rata subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Cirebon selama periode analisis tahun 2005-2009 terhadap total PDRB sebesar 3,33% dan terhadap sektor pertanian sebesar 10,96%. Peranan sub sektor perikanan tangkap selama tahun 2005-2009 terhadap perekonomian wilayah di Kabupaten Cirebon termasuk pada kegiatan basis (LQ>1). Multiplier effect subsektor perikanan tangkap berdasarkan indikator PDRB tertinggi sebesar Rp 80,69 pada tahun 2007. Multiplier effect sub sektor perikanan tangkap berdasarkan indikator tenaga kerja tertinggi sebesar 76,43 pada tahun 2006.
26 3) Irma Nurdianti tahun 2011, judul Analisis Laju Pertumbuhan
dan Daya Saing Sektor-sektor Perekonomian di Kabupaten Kerinci Periode 2005-2009. Metode analisis yang digunakan adalah metode Location Quotient dan metode Shift Share dengan menggunakan data PDRB Kabupaten Kerinci dan Provinsi Jambi menurut lapangan usaha berdasarkan harga konstan 2000. Daya saing sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Kerinci selama periode 2005-2009 terhadap Provinsi secara keseluruhan memiliki daya saing yang rendah dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi Jambi.
2.9. Kerangka Pemikiran
Suatu daerah mempunyai potensi sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan daerahnya. Sektor-sektor yang sesuai dengan kondisi dan karakteristik daerah dalam pengembangannya akan memberikan dampak positif terhadap perekonomian daearah tersebut. Oleh karena itu diperlukan tindakan yang dapat memberikan prioritas kepada sektor-sektor yang mampu memberikan kontribusi besar bagi perekonomian daerah. Sektor prioritas ditentukan dengan menggunakan pendekatan basis ekonomi yang kemudian membedakannya sebagai sektor basis dan bukan
27 basis. Penelitian ini mencoba untuk melihat apakah sub sektor perikanan merupakan sektor basis dalam perekonomian Kabupaten Sukabumi.
Sub sektor perikanan terdiri dari perikanan budidaya dan perikanan tangkap yang menghasilkan PRDB sub sektor perikanan Kabupaten Sukabumi. PDRB Sub sektor perikanan digunakan untuk melihat kontribusi, tingkat basis, laju pertumbuhan dan daya saing wilayah.
Penentuan peranan sektor perikanan terhadap perekonomian, serta basis atau tidaknya sub sektor perikanan digunakan metode LQ untuk mengetahui peran sub sektor perikanan merupakan sektor basis atau non basis di Kabupaten Sukabumi Analisis shift share untuk mengetahui besarnya kontribusi, laju pertumbuhan dan daya saing sub sektor perikanan terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Sukabumi. Secara sistematis kerangka pemikiran dapat disajikan pada Gambar 3.
28 Gambar 3.Alur Kerangka Pemikiran
LQ
Peranan Sub Sektor Perikanan Terhadap Perekonomian di Kabupaten Sukabumi
Shift share
Perikanan Tangkap
Kontribusi, Laju pertumbuhan dan Daya Saing terhadap Perekonomian Wilayah
PDRB sektor perikanan Sektor Perikanan Kabupaten Sukabumi
Perikanan Budidaya
Basis / non basis
29 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2012. Adapun lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa penduduk Kabupaten Sukabumi rata-rata mata pencaharian adalah nelayan dan memiliki sembilan kecamatan yang termasuk wilayah pesisir dari 47 kecamatan.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data tersebut berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sukabumi serta data perikanan dan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Barat selama lima tahun dari tahun 2006-2010 menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 dan atas dasar harga berlaku serta data-data lain yang mendukung. Ini dimaksudkan agar perkembangan PDRB dapat ditelaah sebelum dan sesudah
30 memperhitungkan pengaruh harga. Penyajian PDRB atas dasar harga konstan akan lebih mencerminkan perubahan PDRB tanpa dipengaruhi perubahan harga yang biasanya cenderung pada perubahan produksi (BPS Kabupaten Sukabumi, 2008).
Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Sukabumi, Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat, berbagai instansi terkait lainnya serta literatur dan internet
3.3. Metode Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena dapat memberikan dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian (Nazir, 1988). Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Data-data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan kemudian ditampilkan dalam bentuk tabel. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan kondisi perekonomian sektor perikanan di Kabupaten Sukabumi.
Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk mengetahui sektor perikanan termasuk basis atau non basis ekonomi di Kabupaten Sukabumi, untuk mengetahui laju pertumbuhan dan daya saing serta kontribusi terhadap perekonomian wilayah dilihat dari indikator PDRB. Metode yang digunakan untuk kedua analisis di atas adalah Location Quotient,dan Shift share
31 3.3.1. Analisis Shift share
Analisis shift share faktor waktu sudah diperhitungkan.
Analisis shift share mengakui adanya perbedaan dan kesamaan antar wilayah. Pada prinsipnya analisis shift share berusaha untuk memecahkan atau mendekomposisi besaran deviasi (selisih) antara nilai tambah pada tahun ke-t (tahun akhir analisis) dengan nilai tambah pada tahun dasar analisis. Langkah-langkah utama dalam analisis shift share sebagai berikut:
1. Menentukan wilayah yang akan dianalisis.
Wilayah yang akan dianalisis dapat dilakukan di tingkat provinsi, kabupaten atau kota. Jika wilayah analisis yang dipilih adalah kabupaten atau kota maka wilayah atasnya adalah provinsi atau nasional. Pada penelitian ini analisis dilakukan ditingkat Kabupaten yaitu Kabupaten Sukabumi, dengan wilayah atasnya adalah Provinsi Jawa Barat.
2. Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis.
Penelitian ini digunakan indikator kegiatan ekonomi pendapatan yang dicerminkan oleh nilai PDRB. Periode waktu yang akan dianalisis yaitu tahun 2006 sebagai tahun dasar analisis dan tahun 2010 sebagai tahun akhir analisis.
3. Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisis.
32 Tahap ini menentukan sektor apa saja yang menjadi fokus utama. Pada penelitian ini akan difokuskan pada sektor perikanan di wilayah Kabupaten Sukabumi.
4. Menghitung rasio indikator kegiatan ekonomi
Rasio indikator kegiatan ekonomi digunakan untuk melihat perbandingan PDRB sektor perekonomian di suatu daerah tertentu. Rasio tersebut terdiri dari ri, Ri dan Ra.
a. ri (Rasio PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Sukabumi)
ri = [Y’ij - Yij] / Yij keterangan :
Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Kerinci pada tahun dasar analisis
Y’ij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Kerinci pada tahun akhir analisis
b. Ri (Rasio PDRB sektor i pada wilayah Provinsi Jawa Barat)
Ri = [Y’i – Yi] / Yi keterangan :
Yi = PDRB sektor i wilayah Provinsi Jawa Barat pada tahun dasar analisis
Y’i = PDRB sektor i wilayah Provinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis
33 c. Ra (Rasio PDRB pada wilayah Provinsi Jawa Barat)
Ra = [Y’..- Y..] / Y..
keterangan :
Y.. = PDRB wilayah Provinsi Jawa Barat pada tahun dasar analisis
Y’.. = PDRB wilayah Provinsi Jawa Barat pada tahun akhir analisis
5. Menghitung komponen pertumbuhan wilayah a. Komponen Pertumbuhan Regional (PR)
PRij = (Ra)Yij keterangan :
PRij = komponen pertumbuhan regional sektor i untuk wilayah Kabupaten Sukabumi
Ra = rasio PDRB pada wilayah Provinsi Jawa Barat
Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Sukabumi pada tahun dasar analisis
b. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) PPij = (Ri – Ra)Yij
keterangan :
PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah Kabupaten Sukabumi
Ri = rasio PDRB sektor i pada wilayah Provinsi Jawa Barat Ra = rasio PDRB pada wilayah Provinsi Jawa Barat
34 Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Sukabumi pada
tahun dasar analisis Jika :
PPij<0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah Kabupaten Sukabumi laju pertumbuhannya lambat.
PPij>0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah Kabupaten Sukabumi laju pertumbuhannya cepat.
c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah PPWij = (ri – Ri)Yij keterangan :
PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah Kabupaten Sukabumi
ri = rasio PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Sukabumi
Ri = rasio PDRB sektor i pada wilayah Provinsi Jawa Barat Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Sukabumi pada
tahun dasar analisis Jika :
PPWij>0, maka sektor i pada wilayah Kabupaten Sukabumi mempunyai daya saing yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya.
35 PPWij<0, maka sektor i pada wilayah Kabupaten Sukabumi berdaya saing rendah jika dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi sub sektor perikanan terhadap PDRB, model matematikanya adalah sebagai berikut (Sawono Y dan S Endang 1983)
Ki = Vi x 100%
Pi dimana :
Ki : Besarnya kontribusi sub sektor perikanan Kabupaten Sukabumi pada tahun i
Vi : PDRB sub sektor perikanan Kabupaten Sukabumi pada tahun i
Pi : Total PDRB Kabupaten pada tahun i
Kriteria nilai shift share yaitu semakin besar nilai shift share maka kontribusi sub sektor perikanan semakin besar.
3.3.2 Analisis LQ
Analisis ini untuk mengetahui status sub sektor perikanan sebagai sektor basis atau non basis dalam perekonomian wilayah dengan menggunakan rumus:
LQ = bi/bn
Bi/Bn dimana:
bi : PDRB sub sektor perikanan Kabupaten Sukabumi
36 bn : Total PDRB Kabupaten Sukabumi
Bi : PDRB sub sektor perikanan Jawa Barat Bn : Total PDRB tingkat Jawa Barat Kriteria penentuan sektor basis :
Jika LQ <1, maka sektor i merupakan sektor non-basis dan kemampuan produksi sektor tersebut di Kabupaten Sukabumi lebih kecil dibandingkan sektor sejenis di Provinsi Jawa Barat.
Jika LQ>1, maka sektor i merupakan sektor basis dan kemampuan produksi sektor tersebut di Kabupaten Sukabumi lebih besar dibandingkan sektor sejenis di Provinsi Jawa Barat.
3.4. Definisi Operasional
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
PDRB adalah sejumlah nilai tambah (value added) yang timbul dari berbagai unit produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu yang dinyatakan dalam rupiah. PDRB yang akan dianalisis adalah PDRB Kabupaten Sukabumi dan Provinsi Jawa Barat atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha 2006- 2010.
2. Tahun Dasar dan Tahun Akhir Analisis
37 Tahun dasar analisis merupakan tahun yang dijadikan titik awal sebagai acuan untuk menganalisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian. Tahun akhir analisis merupakan tahun yang dijadikan titik akhir untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian.
3. Location Quetiont
Location Quotient adalah salah satu alat analisis dalam perencanaan pembangunan yang digunakan untuk menganalisis sektor potensial atau sektor basis dan non-basis dalam suatu daerah 4. Sektor Basis
Sektor basis yaitu sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan.
5. Sektor non basis
Sektor non basis yaitu sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor non basis ini tidak mengekspor barang dan jasa maupun tenaga kerja sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor non basis hanya bersifat lokal
38 BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Letak Geografis dan Keadaan Alam
Secara geografis wilayah Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat dengan posisi geografis terletak di antara 6o 57’ - 7o 25’ Lintang Selatan dan 106o 49’ - 107o 00’ Bujur Timur dan mempunyai luas daerah 4.128 km2 atau 14,39% dari luas Jawa Barat atau 3,01% dari luas Pulau Jawa. Ibukota Kabupaten Sukabumi adalah Palabuhanratu yang terletak di Kecamatan Palabuhanratu. Secara administratif, wilayah Kabupaten Sukabumi terdiri dari 47 kecamatan, 363 desa dan empat kelurahan, dengan batas-batas wilayahnya adalah sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat;
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia;
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Provinsi Banten dan Samudera Indonesia;
4. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Cianjur.
Selain itu secara administratif Kabupaten Sukabumi juga berbatasan secara langsung dengan wilayah Kota Sukabumi yang merupakan daerah
39 kantong (enclave) dikelilingi beberapa wilayah kecamatan di Kabupaten Sukabumi, yaitu Kecamatan Sukabumi di sebelah utara, Kecamatan Cisaat dan Kecamatan Gunungguruh di sebelah barat, Kecamatan Nyalindung di sebelah selatan, Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Kebonpedes di sebelah timur.
Kabupaten Sukabumi beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata setahun tercatat 270 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November dengan curah hujan 762 mm dan hari hujan 25 hari. Curah hujan di bagian utara berkisar antara 2.000–4.000 mm/tahun, sementara di bagian selatan berkisar 2.000–3.000 mm/tahun. Suhu udara tidak banyak berubah sepanjang tahun, hal ini karena letaknya yang dekat ke garis khatulistiwa.
Suhu udara berkisar 19,7o–31,3o C dengan suhu rata-rata 24o C.
Kelembaban rata-rata sebesar 86,2 % (BPS, 2010).
Bentuk permukaan tanah (morfologi) Kabupaten Sukabumi pada umumnya bervariasi dari datar, bergelombang, berbukit, sampai bergunung.
Ketinggian wilayah Kabupaten Sukabumi bervariasi dari 0 sampai dengan 2.958 m dpl (dengan puncak tertinggi terdapat di Gunung Salak 2.211 m dan Gunung Gede 2.958 m). Daerah datar umumnya terdapat di daerah pantai dan kaki gunung yang sebagian besar merupakan persawahan, sementara sebagian daerah selatan merupakan daerah berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar 300 – 1.000 m dpl. Berikut adalah tabel luas wilayah Kabupaten Sukabumi dan Pembagian Daerah Administrasi Menurut Kecamatan Tahun 2010.
40 Tabel 2. Luas Wilayah Kabupaten Sukabumi dan Pembagian Daerah
Administrasi Menurut Kecamatan Tahun 2010.
No Kecamatan Luas (Ha) Kelurahan Desa RW RT
1 Ciemas 26.696,00 0 8 74 321
2 Ciracap 16.056,10 0 8 72 290
3 Waluran 6.180,12 0 5 34 180
4 Surade 13.393,09 1 10 91 395
5 Cibitung 15.021,66 0 6 36 149
6 Jampangkulon 7.977,02 0 10 69 271
7 Cimanggu 7.511,04 0 6 29 103
8 Kalibunder 7.786,79 0 7 24 131
9 Tegalbuleud 15.054,43 0 8 51 203
10 Cidolog 6.982,33 0 5 39 120
11 Sagaranten 12.204,58 0 11 63 248
12 Cidadap 6.693,98 0 4 24 116
13 Curugkembar 5.407,80 0 6 68 152
14 Pabuaran 10.878,24 0 7 45 186
15 Lengkong 14.303,27 0 5 48 169
16 Palabuhanratu 10.287,91 1 7 34 125
17 Simpenan 16.922,16 0 6 69 251
18 Warungkiara 9.297,97 0 10 101 330
19 Bantargadung 8.217,35 0 7 46 173
20 Jampangtengah 25.309,36 0 11 86 398
21 Purabaya 9.381,72 0 7 43 234
22 Cikembar 8.651,83 0 9 101 428
23 Nyalindung 10.442,00 0 10 73 290
24 Gegerbitung 5.496,96 0 7 47 183
41
25 Sukaraja 4.199,00 0 9 108 400
26 Kebonpedes 1.034,83 0 5 42 153
27 Cireunghas 2.862,00 0 5 42 150
28 Sukalarang 2.203,89 0 6 46 204
29 Sukabumi 2.389,48 0 6 53 180
30 Kadudampit 5.420,17 0 9 67 269
31 Cisaat 2.145,40 0 13 134 499
32 Gunungguruh 2.285,10 0 7 94 298
33 Cibadak 6.289,29 1 9 137 490
34 Cicantayan 3.842,58 0 7 60 274
35 Caringin 2.319,50 0 9 61 195
36 Nagrak 7.027,22 0 10 112 422
37 Ciambar 5.718,05 0 5 44 143
38 Cicurug 4.637,60 1 12 89 387
39 Cidahu 2.916,90 0 8 49 212
40 Parakansalak 6.426,68 0 6 43 172
41 Parungkuda 3.182,75 0 8 65 225
42 Bojonggenteng 2.656,68 0 5 26 120
43 Kalapanunggal 7.501,37 0 7 58 192
44 Cikidang 19.210,03 0 12 79 279
45 Cisolok 16.057,72 0 11 103 344
46 Cikakak 11.644,26 0 8 59 203
47 Kabandungan 14.675,33 0 6 44 154
JUMLAH 412.799,54 4 363 3.052 11.694 Sumber : BAPPEDA Kabupaten Sukabumi, 2010
Berdasarkan pada Tabel 2, kecamatan terluas di Kabupaten Kerinci adalah Kecamatan Ciemas mencapai 26.696 Ha. Wilayah kecamatan yang paling sempit adalah Kecamatan Kebonpedes mencapai 1.034,83 Ha.