• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modifikasi Morfologi dan Karakterisasi Mikrofiber dari Benang laba-Laba Nephila pilipes dengan Metode Elektrospinning untuk Aplikasi Material Scaffold.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Modifikasi Morfologi dan Karakterisasi Mikrofiber dari Benang laba-Laba Nephila pilipes dengan Metode Elektrospinning untuk Aplikasi Material Scaffold."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)


 v
 ABSTRACT

Microfiber Modification and Characterization of Nephila pilipes’ Dragline Silk by Electrospinning for scaffold application

Sandy K. Setyo Budi., 2014, 1st tutor : Angela Evelyna, drg., M.Kes. 2nd tutor : Prof. Dr. Ir. Bambang S.P., M.Eng.

The research’s objective is to reengineer the physical topography of natural spider dragline silk into microfiber scaffold, to identify and compare the morphology, size and chemical structure of Nephila p. dragline silk and reengineered microfiber scaffold using SEM and FTIR and to identify antibacterial characteristic microfiber scaffold using paper-disk diffusion assay. The method of this research is qualitative descriptive. The materials that were used: natural Nephila p. dragline silk, Trifluoroacetic acid and Dichloromethane. Dragline silk was dissolved in TFA: DCM mixture. Dissolved dragline silk solution went through electrospinning process, hence produced microfiber scaffold.

SEM result at 2000x magnification showed that electrospun scaffold has distribution of smaller fiber than natural dragline silk, range between 1-3 µm and showed interconnectivities between fibers. Natural Nephila p. dragline silk distribution range is between 4-9 µm. FTIR result showed there were similarities frequency between spectrum of natural dragline silk and electrospun scaffold, that proved microfiber scaffolds still carry natural properties of Nephila p. dragline silk. Average inhibition zone of microfiber scaffold through diffusion assay is 8,67mm.

In conclusion, natural Nephila p. dragline silk can be reengineered into smaller size microfiber mats with similar chemical bond content, having possibilities to be used as scaffold.

(2)


 iv
 ABSTRAK

MODIFIKASI MORFOLOGI DAN KARAKTERISASI MIKROFIBER DARI BENANG LABA-LABA Nephila pilipes DENGAN METODE ELECTROSPINNING UNTUK APLIKASI MATERIAL SCAFFOLD

Sandy K. Setyo Budi., 2014, Pembimbing I : Angela Evelyna, drg., M.Kes. Pembimbing II: Prof. Dr. Ir. Bambang S.P., M.Eng. Tujuan penelitian ini untuk mengubah topografi fisik benang laba-laba natural menjadi microfiber scaffold, membandingkan morfologi, ukuran, dan struktur kimia benang laba-laba Nephila p. dan microfiber scaffold dengan menggunakan SEM dan FTIR serta mengetahui sifat antibakteri microfiber scaffold melalui tes difusi lempengan agar.

Metode penelitian berupa deskriptif kualitatif. Material yang digunakan ialah benang laba-laba Nephila p., Trifluoroacetic acid dan Dichloromethane. Benang laba-laba dilarutkan dalam campuran TFA:DCM. Larutan benang laba-laba akan melalui proses electrospinning menjadi lembaran microfiber yang kemudian dianalisa.

Hasil penelitian uji SEM perbesaran 2000x menunjukkan lembaran microfiber hasil electrospinning memiliki distribusi fiber lebih kecil dari benang laba-laba alami, berkisar antara 1-3 µm dan menunjukan interkonektivitas antar fiber. Distribusi benang laba-laba alami berkisar antara 4-9 µm. Hasil FTIR menunjukkan kemiripan frekuensi antara spektrum benang laba-laba alami dan lembaran microfiber, membuktikan lembaran microfiber masih membawa sifat asli benang laba-laba Nephila p. Rata-rata zona hambat microfiber scaffold melalui tes lempengan agar ialah 8,67mm.

Simpulan penelitian adalah benang laba-laba Nephila p. dapat diubah menjadi lembaran microfiber yang lebih kecil dengan komposisi ikatan kimia yang mirip, sehingga memiliki kemungkinan digunakan sebagai scaffold.

(3)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING………...ii

SURAT PERNYATAAN………...iii

ABSTRAK………...iv

ABSTRACT………...v

PRAKATA ………..………...………vi

DAFTAR ISI………...ix

DAFTAR TABEL………..xii

DAFTAR GAMBAR ………xiii

DAFTAR LAMPIRAN ………..xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah………...………..………1

1.2. Identifikasi Masalah……….………...…………...4

1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian………..………...…………..5

1.3.1. Maksud penelitian………....5

1.3.2. Tujuan penelitian……….5

1.4. Manfaat Penelitian………..………..………..5

1.4.1 Kegunaan Ilmiah………..………..………...5

1.4.2 Kegunaan Praktis………..………..………..6

(4)

x
 


1.6. Metode Penelitian………..…………..……….10

1.7. Lokasi dan Waktu Penelitian………..………..…………10

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Tissue engineering dan scaffold………..…….11

2.2 Laba-laba Nephila pilipes………..…...15

2.3 Electrospinning………..……..25

2.4 Pelarut untuk Electrospinning………...…………..…...27

2.5 Karakterisasi Scanning Electron Microscope………...………...28

2.6 Karakterisasi Fourier Transform Infrared Spectrometry………....30

2.7 Uji antibakteri menggunakan metode difusi lempengan agar…………...31

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan alat……….……34

3.1.1 Bahan dan alat prosedur pengambilan benang laba-laba…...…...34

3.1.2 Bahan dan alat pembuatan larutan benang fiber………...35

3.1.3 Bahan dan alat pembuatan scaffold tiga dimensi…...………...35

3.2 Metode Penelitian...……….36

3.2.1 Desain penelitian………...………36

3.2.2 Variabel Penelitian………....………36

3.2.2.1 Variabel Bebas……….…….36

3.2.2.2 Variabel Terikat……….………...36

3.2.3 Definisi operasional……..………37

3.2.4 Sampel penelitian……….………38

(5)




xi


3.3.1 Proses persiapan pengambilan benang laba-laba……….40

3.3.2 Prosedur pengambilan benang laba-laba…………..………...40

3.3.3 Prosedur pembuatan larutan benang fiber……..……….41

3.3.3.1 Pembuatan benang fiber……….……….………41

3.3.4 Proses Electrospinning………....……....………41

3.3.5 Uji Scanning Electron Microscope……….……...……....……...43

3.3.6 Uji Fourier Transform Infrared Spectrometry…...…...………...44

3.3.7 Uji antibakteri metode difusi lempengan agar…………...……….46

3.4 Lokasi dan jadwal penelitian...………...………..47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian………..…………..…….48

4.1.1 Hasil karakterisasi morfologi struktur spesimen (SEM)…………48

4.1.2 Hasil karakterisasi gugus fungsional senyawa kimia (FTIR).……52

4.1.3 Hasil uji antibakteri metode difusi lempengan agar…..………….54

4.2 Pembahasan………..………55

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan……….………..58

5.2 Saran……….………58

DAFTAR PUSTAKA……….…………..59

LAMPIRAN……….……….65

(6)

xii

DAFTAR TABEL

(7)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Pendekatan Tissue Engineering dengan menggunakan konstruksi

cell-scaffold………..…………...13

Gambar 2.2 Scaffold dari polimer telah dibentuk sesuai dengan bentuk mandibula………..14


Gambar 2.3 Skema Orb atau bulatan jaring laba-laba yang asimetris ……..…...16

Gambar 2.4 Nephila pilipes betina dari ventral………...……….17

Gambar 2.5 Nephila pilipes betina dari dorsal………...……….….………17

Gambar 2.6 Nephila pilipes betina.………..………....18

Gambar 2.7 Distribusi Nephila pilipes ………...………..……...19

Gambar 2.8 Kelenjar pada laba-laba beserta fungsi benang yang disekresi dari setiap kelenjar……….…………..20


Gambar 2.9 A. Sepasang major dan minor ampullate glands laba-laba Nephila pilipes………...20

B. Major ampullate glands laba-laba Nephila pilipes. …………...20


Gambar 2.10 A. Hasil mikroskop cahaya sel yang melekat pada benang laba-laba
 B. Hasil SEM salah satu fibroblast yang melekat pada benang laba-laba………..….….23


Gambar 2.11 Hasil immunofluorescence microscopy dari fibroblast yang melekat pada benang laba-laba………....23

(8)


 xiv


B. Staining Live/Dead dari fibroblast yang terdapat pada benang

laba-laba………...………..24

C. Immunofluorescence benang laba-laba, fibroblast dan ekstraseluler matriks………...…………24

D. Staining DAPI menunjukkan sel berwarna biru, antibodi fibronectin berwarna pink………...…24

Gambar 2.13 Ikatan sel pada scaffold……….... ………..25


Gambar 2.14 Teknik Electrospinning………...27


Gambar 2.15 Tampilan SEM dan fungsinya……….…………...……...29


Gambar 2.16 Skema magnifikasi rendah dan tinggi……….…...….29

Gambar 2.17 Proses FTIR………..…………...………...31

Gambar 2.18 Metode difusi lempengan agar………...…….32

Gambat 2.19 Koloni Staphylococcus aureus……..………...………….33

Gambar 3.1 Alat penenun benang laba-laba...34

Gambar 3.2 Skema Alur Penelitian………..…..………..39

Gambar 3.3 Laba-laba yang diletakkan di atas styrofoam………..….40

Gambar 3.4 Alat Electrospinning………..……...………....…42


Gambar 3.5 Proses Electrospinning……….………...…..…....…...43

Gambar 3.6 Mesin Uji Scanning Electron Microscope……...…..………...44

Gambar 3.7 Mesin Fourier Transform Infrared Spectroscopy BRUKER ALPHA………..45

(9)

xv


Gambar 4.1 A. Benang laba-laba hasil tenunan……...….………48

B. Lembaran nanofiber hasil electrospinning ……...….……..48

Gambar 4.2 Hasil karakterisasi SEM perbesaran 100x……...………...49

A. Benang laba-laba……...………...49

B. Lembaran mikrofiber hasil electrospinning……...………...49 


Gambar 4.3 Hasil karakterisasi SEM perbesaran 550x……...………...49

A. Benang laba-laba……...………...49

B. Lembaran mikrofiber hasil electrospinning……...………..49 


Gambar 4.4 Hasil karakterisasi SEM perbesaran 2000x……...………...50

A. Benang laba-laba……...………...50

B. Lembaran mikrofiber hasil electrospinning……….50 


Gambar 4.5 Hasil karakterisasi SEM perbesaran 2500x……...………...50

A. Benang laba-laba……...………...50

B. Lembaran mikrofiber hasil electrospinning……...………..50 


Gambar 4.6 Hasil karakterisasi SEM perbesaran 2000x……...………...51

A. Benang laba-laba……...………...51

B. Distribusi diameter benang laba-laba……...………...51 


Gambar 4.7 Hasil karakterisasi SEM perbesaran 2000x……...………...51

A. Lembaran mikrofiber hasil electrospinning……...……...51

B. Distribusi diameter fiber pada lembaran mikrofiber……....51

Gambar 4.8 Hasil FTIR benang laba-laba………...52

(10)


 xvi


Gambar 4.10 Perbandingan hasil FTIR antara benang laba-laba dengan

lembaran mikrofiber dari proses electrospinning…...…...53

Gambar 4.11 Hasil uji antibakteri dari lembaran mikrofiber hasil

electrospinning………..…...54


 
 


(11)


 xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Permohonan Penggunaan Alat untuk Penelitian…………65

(12)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Tissue engineering adalah suatu ilmu pengetahuan yang mencakup bidang

biologi, medis dan engineer yang digunakan untuk meningkatkan kesehatan dan

kualitas hidup manusia dengan mengembalikan, menjaga, atau menambah fungsi

jaringan dan organ.1 Cabang ilmu pengetahuan ini banyak digunakan untuk

aplikasi estetik, pengobatan modern segala bidang, termasuk di bidang

kedokteran gigi. Tissue engineering termasuk salah satu teknik yang paling

dikembangkan di luar negeri, namun sayangnya kurang berkembang di Indonesia.

Hal ini dapat disebabkan karena keterbatasan alat dan kurangnya pengertian

masyarakat mengenai bidang tersebut dan kegunaannya dalam kehidupan

sehari-hari, namun hal tersebut harus ditanggulangi. Indonesia diharapkan dapat

memberikan kontribusi kepada dunia dalam pembuatan obat ataupun regenerative

medicine dengan adanya sumber nabati dan hewani yang berlimpah, selain itu

Indonesia juga harus mampu memasuki era globalisasi di mana dapat

memproduksi bahan solusi yang lebih ramah lingkungan, lebih hipoalergenik

terhadap manusia dan lebih natural serta dapat dijangkau oleh masyarakat.2

Tissue Engineering memiliki salah satu komponen penting, yang dikenal

dengan scaffold. Scaffold merupakan suatu template yang berfungsi untuk

(13)

2 


Scaffold yang ideal memiliki sifat-sifat sebagai berikut antara lain, memiliki sifat

mekanis yang sesuai dengan jaringan yang akan digantikan, biokompatibel,

bioresorbable, memiliki tingkat degradasi yang sama dengan formasi jaringan

baru, memiliki karakteristik permukaan yang mempermudah perlekatan,

pertumbuhan, proliferasi dan differensiasi sel serta mampu mencetuskan

pembentukan ekstraseluler matriks, memiliki karakteristik struktur yang optimal

dalam hal ukuran pori-pori, porositas, interkonetivitas pori-pori, serta

permeabilitas yang nantinya dapat mempermudah penyampaian nutrisi. Scaffold

yang ideal dapat diperoleh dari bahan-bahan dasar biomaterial.3,4,5,6

Biomaterial, seperti benang laba-laba (spider silk) telah menarik perhatian

banyak peneliti karena memiliki karakteristik yang unggul dan unik dibandingkan

material lainnya. Benang laba-laba memiliki resiliensi, elastisitas dan tensile

strength sejajar atau lebih tinggi dari material metalik dan non metalik pada

umumnya, serta dibutuhkan energi yang lebih untuk memutuskan benang

laba-laba dibandingkan baja kevlar. Benang laba-laba-laba-laba juga telah dikenal memiliki

sejarah karakteristik medis yang dapat ditelusuri hingga zaman Yunani kuno, di

mana pada zaman tersebut benang laba-laba telah banyak digunakan sebagai

wound dressing. Penelitian tentang laba-laba mulai berkembang dengan pesat,

terutama laba-laba Nephila clavipes yang berdomisili di di Ameria Utara dan

Selatan pada abad 20. Penelitian mengenai laba-laba ini berpusat pada banyak hal,

baik ekologi dan cara berkembang biak laba-laba, sifat mekanis benang laba-laba

ataupun rekeyasa genetik protein benang laba-laba. Laba-laba spesies Nephila

(14)

3 


interaksi scaffold dari Nephila clavipes ini dengan sel fibroblast membuahkan

hasil yang sesuai harapan, di mana perlekatan, proliferasi dan migrasi sel

fibroblast berlangsung dengan baik. Sel- sel fibroblast terlihat hidup pada hari

ketiga setelah penanaman sel melalui Live/Dead assay. Tes sitokompabilitas dan

uji mekanis yang telah diuji membuktikan bahwa benang laba-laba dapat

digunakan sebagai scaffold. Penelitian Macintosh et al pada tahun 2006,

menggunakan egg sac silk laba-laba Nephila edulis juga berhasil meregenerasi

hyaline-like cartilage, sehingga dapat disimpulkan bahwa benang laba-laba

memiliki potensi sebagai scaffold untuk tissue engineering kartilago. 7,8

Laba-laba Nephila pilipes, yang masih satu genus dengan laba-laba Nephila

clavipes, banyak ditemukan di Asia Tenggara, seperti Cina, Indonesia hingga

Australia. Laba-laba spesies Nephila p. diharapkan memiliki karakteristik mekanis

dan medis yang mirip dengan Nephila c. Keberadaan laba-laba Nephila p. yang

berlimpah di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, diharapkan selain dapat

mempermudah pengumpulan benang laba-laba sebagai bahan dasar untuk

pembuatan scaffold, juga dapat memberikan solusi pengobatan baru yang aman

dan murah bagi masyarakat di sekitar.9

Benang laba-laba dapat diproses menjadi scaffold berporus 3-dimensi dengan

berbagai cara, salah satunya menggunakan teknik electrospinning. Teknik

electrospinning berpusat pada penggunaan tegangan tinggi dan memiliki

kemampuan untuk memproduksi fiber. Teknik electrospinning ini diharapkan

dapat merubah topografi fisik dari benang laba-laba Nephila pilipes yang natural

(15)

4 


dan ukurannya dengan uji karakteristik SEM serta struktur organiknya dengan uji

karakteristik FTIR. Scaffold hasil electrospinning juga akan diuji sensitivitasnya

terhadapt bakteri, di mana hasil dari ketiga pengujian tersebut akan memberikan

informasi awal dari serangkaian penelitian berikutnya mengenai kemungkinan

penggunaan benang laba-laba Nephila pilipes dalam aplikasi klinis sebagai

scaffold.10,11,12,13

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat diidentifikasi

masalah-masalah sebagai berikut:

1. Apakah modifikasi menggunakan teknik electrospinning mampu merubah

morfologi alami benang laba-laba Nephila pilipes dengan menghasilkan

lembaran mikrofiber yang memiliki interkoneksi yang cukup sebagai scaffold?

2. Apakah modifikasi benang laba-laba Nephila pilipes dengan teknik

electrospinning mampu menghasilkan lembaran mikrofiber yang memiliki

karakteristik fisik dan gugus kimia yang sama dengan benang laba-laba alami

serta menunjang sebagai scaffold?

3. Apakah modifikasi benang laba-laba Nephila pilipes dengan teknik

electrospinning mampu menghasilkan lembaran mikrofiber yang memiliki

(16)

5 


1.3Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1. Maksud penelitian

Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengembangkan ilmu dan

teknik material kedokteran gigi di bidang tissue engineering khususnya dalam

sistesis scaffold berbahan biomaterial.

1.3.2. Tujuan penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui perubahan morfologi benang laba-laba Nephila pilipes melalui

teknik electrospinning menjadi lembaran mikrofiber dengan interkonektivitas

fiber yang cukup sebagai scaffold.

2. Mengetahui morfologi dan gugus kimia lembaran mikrofiber hasil

electrospinning melalui SEM (Scanning Electron Microscope) dan FTIR

(Fourier Transform Infrared Spectroscopy).

3. Mengetahui sifat antibakteri lembaran mikrofiber hasil electrospinning

melalui uji antibakteri metode difusi lempengan agar.

1.4Manfaat Penelitian

Kegunaan dari penelitian ini terdiri dari kegunaan ilmiah dan kegunaan praktis

yang akan diuraikan sebagai berikut:

1.4.1 Kegunaan Ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan yang bermanfaat

(17)

6 


menyumbangkan pengetahuan mengenai pembuatan scaffold tiga dimensi

berbahan benang laba-laba sebagai template untuk perlekatan sel.

1.4.2 Kegunaan Praktis

Pembuatan scaffold tiga dimensi berbahan benang laba-laba diharapkan dapat

menjadi harapan baru dan alternatif dari masalah kebutuhan masyarakat akan

bahan pengobatan regenerasi jaringan yang cukup mudah didapat dengan

memanfaatkan biomaterial dari sumber alam indonesia yang melimpah.

1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

Tissue engineering merupakan perkembangan dan manipulasi molekul, sel,

jaringan, organ di laboratorium yang berfungsi untuk menggantikan atau

mendukung fungsi tubuh yang terluka atau cacat.14 Tissue Engineering memiliki

beberapa komponen penting yang salah satunya adalah scaffold, suatu matriks

atau pendukung jaringan yang dapat dibuat dari berbagai tipe material, seperti

polimer natural dan sintentik serta substansi inorganik yang berfungsi untuk

menggantikan, memperbaiki atau meregenerasi jaringan. Bentuk scaffold dapat

disesuaikan dengan fungsi serta lokasi jaringan yang akan diregenerasi. Ukuran

scaffold sangat beragam, hal ini dipengaruhi oleh bahan yang digunakan serta

metode pembuatannya. Para peneliti menyebutkan bahwa, scaffold yang terdiri

dari mikrofiber dapat menyediakan banyak area perlekatan untuk reseptor sel

membran sehingga membantu memfasilitasi penyebaran sel yang lebih mirip

dengan ekstraseluler natural. Pembuatan scaffold mikrofiber dapat dicapai, salah

(18)

7 


Electrospinning merupakan salah satu metode pembuatan fiber dengan

menggunakan aplikasi tegangan tinggi, di mana larutan polimer yang dikeluarkan

dari syringe akan membentuk fiber ukuran nano atau mikron di atas kolektor.

Teori dasar electrospinning yang ditemukan oleh Sir Geoffrey Ingram Taylor,

antara tahun 1964 dan 1969, berpusat pada model matematis dari bentuk kerucut

(cone) yang dibentuk oleh tetesan cairan (fluid droplets) yang berada di bawah

pengaruh medan listrik. Karakteristik kerucut ini kerap dikenal dengan Taylor

cone. Beberapa kumpulan peneliti pada awal tahun 1990, terutama Reneker,

mempopulerkan metode electrospinning dengan mendemonstrasikan bahwa

banyak polimer organik dapat di proses menjadi mikrofiber dan sejak itu,

publikasi mengenai electrospinning telah meningkat dengan drastis setiap

tahunnya.12

Saat ini electrospinning, telah dikenal sebagai teknik yang simpel serta efisien

dalam pembuatan fiber dengan ukuran nano atau mikron dari berbagai material,

termasuk polimer, komposit dan keramik. Perkembangan penelitian-penelitian di

atas menunjukan electrospinning merupakan metode yang telah diuji

berabad-abad, aman serta stabil untuk digunakan dalam penelitian-penelitian modern.

Kelebihan electrospinning lainnya terletak pada kemampuan memproduksi mikro

hingga mikrofiber dalam jumlah yang banyak dengan bahan mentah (raw

material) yang sedikit. Metode electrospinning ini dapat digunakan untuk

memproduksi fiber secara masal, hal ini mengurangi biaya dan waktu produksi.

(19)

8 


pendidikan dan industri di berbagai daerah di Indonesia, karena itu akses

penggunaannya pun lebih luas.16






Selama dua dekade terakhir, ahli biologi dan ahli material telah meneliti benang

laba-laba sebagai material alami molekular yang berpotensial. Benang laba-laba

memiliki kualitas mekanis yang menarik, yaitu tensile strength yang tinggi,

kemampuan untuk meregang, elastisitas dan shape memory, selain itu juga telah

terbukti memiliki karakteristik piezoelektrik dan stabilitas di berbagai suhu.

Benang laba-laba ini digunakan sebagai bahan dasar pembuatan scaffold tiga

dimensi untuk regenerasi tulang dan menjadi bahan alternatif karena sifat

alaminya yang degradable, di mana ketika dilekatkan dengan organ lain akan

bersatu tanpa meninggalkan sisa, serta memiliki karakteristik viskoelastisitas yang

mirip dengan tulang manusia. Scaffold dengan biomaterial ini memiliki

interkonektivitas fiber yang mempermudah perlekatan sel-sel serta vaskularisasi

sehingga dapat mempercepat penyembuhan atau regenerasi tulang ke bentuk yang

normal. Beberapa jurnal dan penelitian telah menyatakan bahwa benang laba-laba

memiliki sifat antibakteri dan memiliki presentase yang kecil dalam mencetuskan

alergi. Hal ini disebabkan karena benang laba-laba tidak memiliki protein adesif

(sericin) seperti pada larva Bombxy mori (ulat sutera). Karakteristik-karakteristik

mekanis yang sangat ideal ini membuat benang laba-laba dapat memperkuat

struktur scaffold tiga dimensi. Laba-laba Nephilia pilipes merupakan salah satu

spesies golongan laba-laba penenun benang emas (golden orb web spiders) yang

banyak ditemukan di Indonesia. Laba-laba ini biasa disebut sebagai laba-laba

(20)

9 


Timur, dan Papua. Keberadaan laba-laba Nephila pilipes yang melimpah ini dapat

memberikan kemudahan dalam pengumpulan biomaterial, sehingga dapat

mempermudah pembuatan scaffold tiga dimensi.9,18

Uji karakterisasi scaffold menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope)

dan FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) sangat penting sebagai

penelitian awal untuk menunjang pembuatan scaffold. Kedua karakterisasi ini

sering dipakai dan dikenal juga sebagai uji dasar dari suatu material. Uji

karakterisasi SEM, yang menggunakan cahaya energi elektron, sering dipakai

sebagai tes dasar karena berfungsi untuk mempelajari morfologi dan dimensi dari

permukaan material dengan perbesaran 100 kali hingga 10.000 kali. Fungsi inilah

yang sangat membantu para peneliti untuk dapat menganalisis topografis fisik dari

suatu material baru. Karakteristik FTIR menggunakan radiasi infrared yang

diberikan ke sampel, yang nantinya sebagian akan diserap oleh sampel dan

sebagian ditransmisikan. Hasil uji karakterisasi FTIR ini digunakan untuk

menganalisa senyawa kimia dari suatu material baru. Fungsi FTIR pada penelitian

ini ditujukan untuk membandingkan struktur kimiawi benang laba-laba Nephila

pilipes. dengan scaffold hasil electrospinning. Kedua alat uji karakterisasi ini telah

dimiliki oleh berbagai lembaga pendidikan dan penelitian di Indonesia, sehingga

mudah dijangkau baik untuk mahasiswa ataupun peneliti.10,11

Uji antibakteri scaffold dengan menggunakan metode difusi lempengan agar

merupakan penelitian tambahan dalam menunjang pembuatan scaffold. Uji

(21)

10 


laba-laba terhadap Bacillus subtilis dan Escherichia coli melalui difusi lempengan

agar yang telah terbukti. Keuntungan dari metode ini yaitu merupakan teknik yang

paling umum dan sering digunakan, karena mudah dan sederhana. Fungsi uji

antibakteri pada penelitian ini yaitu untuk mengetahui sifat antibakteri dari

scaffold hasil electrospinning. Penelitian ini menggunakan cakram kertas di mana

dapat menentukan apakah bakteri resisten atau peka terhadap scaffold hasil

electrospinning dengan mengukur zona hambat pertumbuhan bakteri.13,19

1.6Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif. Jumlah sampel yang

digunakan adalah lima sampel. Sampel akan digunakan untuk uji karakteristik

SEM dan FTIR, serta uji antibakteri metode difusi lempengan agar.

1.7Lokasi dan Waktu Penelitian

Persiapan penelitian dilakukan di Laboratorium Pemrosesan Material, Fakultas

Teknologi Industri, Institut Teknologi Bandung, pada Desember 2013. Penelitian

dilakukan di Laboratorium PT. Badan Tenaga Nuklir Nasional (PT.BATAN),

lingkungan PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang Selatan dan Laboratorium

Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha, Bandung

pada Desember 2013- Februari 2014.

(22)

58

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1Simpulan

1. Morfologi natural benang laba-laba Nephila pilipes telah berhasil dirubah

menjadi lembaran mikrofiber melalui teknik electrospinning dan memiliki

interkonektivitas antar fiber yang dapat menyediakan banyak area perlekatan

untuk reseptor sel membran.

2. Morfologi lembaran mikrofiber memiliki hasil yang lebih kecil dari benang

laba-laba yang asli, sedangkan gugus senyawa kimia scaffold memiliki

kemiripan dengan karakteristik benang laba-laba yang asli.

3. Sifat antibakteri lembaran mikrofiberfiber hasil electrospinning dari benang

laba-laba Nephila pilipes belum memiliki hasil yang signifikan.

5.2Saran

1. Dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui tingkat citotoksisitas,

biokompatibilitas, biodegradable dari scaffold, serta meningkatkan

homogenitas scaffold.

2. Dilakukan tes alergi untuk mengetahui pembuatan scaffold hipoalergenik.

3. Dilakukan penambahan bahan pengisi lain dan penggatian pelarut, seperti

asam asetat untuk meningkatkan fungsi antimikrobial dari scaffold.

4. Dilakukan penelitian pembuatan protein sintetik laba-laba untuk

(23)

59

DAFTAR PUSTAKA

1. Tissue Engineering pages. NIH Definition of Tissue Engineering/

Regenerative Medicine. [Online]. [2004][cited 2014 Apr 16]. Available from:

URL:http://www.tissue-engineering.net/index.php?seite=whatiste

2. Langer R, Vacanti JP. Tissue Engineering. Science 1993: (260): 920.

3. Salgado AJ, Countiho OP, Reis RL. Bone tissue engineering: state of the are

and future trends. Macromolecule Bioscience 2004; 4: 743.

4. Ma PX. Scaffolds for tissue fabrication. Materials Today; 2004: (7): 30.

5. Yoon DM, Fischer JP. Polymeric scaffolds for tissue engineering applications.

CRC Press/Taylor & Francis Group, Boca Raton 2007: 1-18.

6. Karande TS, Agrawal CM. Functions and requirements of synthetic scaffolds

in tissue engineering. CRC Press/Taylor & Francis Group, Boca Raton 2008:

53-86.

7. Kuhbier JW, et al. Interactions between Spider Silk and Cells-NIH/3T3

Fibroblast seeded on Miniature Weaving Frames. Plos One Journal

2010;5(8):12032.

8. MacIntosh A, Crawford A, Hatton P. Investigation of Spider Egg Case Silks

for Cartilage Tissue Engineering. European Cells and Materials 2006; 11: 77.

9. Harvey MS, Austin AD, & Adams M. The systematics and biology of the

spider genus Nephila (Araneae: Nephilidae) in the Australasian region.

Invertebrate Systematics 2007; 21: 407-451.

10.Australian Microscopy & Microanalysis Research Facility. Scanning Electron

Microscopy. [Online]. [2008?][cited 2014 Mar 07]. Available from:

URL:http://www.ammrf.org.au/myscope/sem/practice/principles/

11.Thermo Nicolet. Introduction to Fourier Transform Infrared Spectrometry.

[Online]. [2001][cited 2014 Mar 07]. Available from:

(24)

60

12.Tucker N, Stanger JJ, Staiger M, Razzaw H, Hofman K. The History of the

Science and Technology of Electrospinning from 1600 to 1995. Journal of

Engineered Fibers and Fabrics; 2012.

13.Samaranayake L. Essential Microbiology for Dentistry. 4th ed. Elsevier;

2012.p.124-26.

14.Pittsburgh Tissue Engineering Initiative. The Pittsburgh Definition of Tissue

Engineering. [Online]. [2004][cited 2014 Apr 16]. Available from:

URL:http://sirius.mtm.kuleuven.be/Research/GBOU-IWT/tissue-engineering/content.definition.html

15.ASTM F2150-07. Standard guide for characterization and testing biomaterial

scaffolds used in tissue engineered medical products; 2007.

16.Gualandi C. Porous Polymeric Bioresorbable Scaffold for Tissue Engineering.

Springer Theses 2011:1-30.

17.Stevens MM, George JH. Exploring and engineering the cell surface

interface. Science 2005;310:1135.

18. Yang H, Gnesa E, Jeffery F, Tang S, Vierra C. Spider Silk Composites and

Applications. Metal, Ceramic and Polymeric Composites for Various Uses;

2011.

19.Mirghani M, Kabbashi N, Elfaki F, Zulkifli M. Investigation of the spider web

for antibacterial activity. Malaysian International Conference on Trends in

Bioprocess Engineering (MICOTriBE); 2012.

20.Mason C, Dunhill P. A brief definition of regeneratice medicine. Regen Med

2008; 3:1.

21.Vacanti J, Vacanti C. The history and scope of tissue engineering. Principles

of Tissue Engineering. Elsevier 2007:3-6.

22.Kaigler D, Mooney D. Tissue Engineering’s Impact on Dentistry. Transfer of

Advances in Sciences into Dental Education 2001: 456-461.

23.Tso M, Lin C, Yang, E. Colourful orb-weaving spiders, Nephila pilipes

through a bee’s eyes.The Journal of Experimental Biology 2007: 2631-2637.

24.Cranford S, Tarakanova A, Pugno N, Buehler M. Nonlinear material

(25)

61

25.Amaley AH. Study of Silk Glands and Silk Secreting Apparatus in Nephila

pilipes. Indian Society of Arachnology 2012;1:157-160.

26.Vollrath F. Spider webs and Silks. Scientific American 1992;3:52-58.

27.Heimer S. Wunderbare Welt der Spinnen; 1988.

28.Allmeling C, Jokuszies A, et al. Use of spider silk fibres as an innovative

material in a biocompatible artificial nerve conduit. Journal of Cellular and

Molecular Medicine 2006;3:770-777.

29.Kozlowska HD, Majer A, Tomasiewicz P, Lozinska J, Kaplan DL,

Mackiewicz A. Purification and cytotoxicity of tag-free bioengineered spider

silk proteins. Journal of Biomedical Materials Research Part A; 2012.

30.Agnarsson I, Boutry C, Blackedge TA. Spider silk aging: initial improvement

in a high performance material followed by slow degradation. Journal of

Experimental Zoology part A 2008;309(A):494-504.

31.Meinel L, Karageorgiou V, Hofmann S, Fajardo R, Snyder B, Li C, et al.

Engineering bone-like tissue in vitro using human bone marrow stem cells and

silk scaffolds. Journal of Biomedical Materials Research Part A 2004; 71(A):

25-34.

32.Meinel L, Hofmann S, Karageorgiou V, Zichner L, Langer R, Kaplan D,

Vunjak-Novakovic G. Engineering cartilage-like tissue using human

mesenchymal stem cells and silk protein scaffolds. Biotechnology and

Bioengineering 2004; 88: 379-391.

33.Brown CP, R F, Traversa E, Licoccia S. Spider silk as a load bearing

biomaterial: tailoring mechanical properties via structural modifications.

Nanoscale Materials and Modeling-Relations among Processing,

Microstructure and Mechanical Properties; 2011.

34.Gosline JM, Guerette PA, Ortlepp CS, Savage KN. The mechanical design of

spider silks: from fibroin sequence to mechanical function. Journal of

Experimental Biology 1999;202:3295-3303.

35.Lawrence BA, Vierra CA, Moore AM. Molecular and mechanical properties

of major ampullate silk of black widow spider, Latrodectus hesperus.

(26)

62

36.Hedhammar M, et al. Sterilized recombinant spider silk spiders of low

pyrogenicity. Biomacromolecules 2010;11: 953-959.

37.Meinel L, et al. The inflammatory Responses to Silk films in Vitro and in Vivo.

Biomaterials; 2005: (26): 147-155.

38.Hofer MM. Development of spider silk protein particles for pharmaceutical

applications. Ludwig-Maximillians University Journal; 2013.

39.AMSilk GmBH,

http://www.amsilk.com/en/products/functional-cosmetics.html, Copyright © 2013 AMSilk GmBH.

40.Seo YK, Yoon HH, Park YS, Song KY, Lee WS, Park JK. Correlation

between scaffold in Vivo biocompatibility and in Vitro Cell Compatibility

Using Mesenchymal and Mononuclear Cell Cultures. Cell Biolody and

Toxicology 2009; 25: 513-522.

41.Agapov II, et al. Three-Dimensional Scaffold made from recombinant spider

silk protein for Tissue Engineering. Doklady Biochemistry and Biophysics

2009; 426:127-130.

42.Pan ZJ, Diao JY, Jian Shi. Morphology and Cell Compatibility of Regenerated

Ornithoctonus Huwena Spider Silk by Electrospinning. Journal of Fiber

Bioengineering and Informatics 2008;1: 55-61.

43.Liu TL, et al. Cytocompatibility of Regenerated Silk Fibron Film: A Medical

Biomaterial Applicable to Wound Healing. Journal of Zhejiang University

Science B 2010;11:10-16.

44.Acharya C, Hinz B, Kundu S. The effect of Lactose-conjugated Silk

Biomaterials on the Development of Fibrogenic Fibroblasts. Biomaterials

2008;29:4665-4675.

45.Allmeling, Christina. Use of Spider Silk Fibres as an Innovatie Material in a

Biocompatible Artificial Nerve Conduit. Journal of Cellular and Molecular

Medicine 2006: 10.

46.MacIntosh AC, Kearns VR, Crawford A, Hatton PV. Skeletal Tissue

Engineering Using Silk Biomaterials. Journal of Tissue Engineering and

Regenerative Medicine 2008;2:71-80.

47.Amoabediny G, Salehi-Nik N, Heli B. The Role of Biodegradable Engineered

(27)

63

48.Kwok IK, Kidoaki S, Matsuda T. Electrospin nano-to microfiber fabrics made

of biodegradable copolyesters: structural characteristics, mechanical

properties and cell adhesion potential. Biomaterials 2005;26:3929.

49.Noh HK, Lee SW, Kim JM, et al. Electrospinning of chitin nanofibers:

degradation behavior and cellular response to nomal human keratinocytes

and fibroblasts. Biomateirals; 2006: (27): 3934.

50.Raghavan P, et al. Electrospun polymer nanofibers: The booming cutting edge

technology. Reactive & Functional Polymers Journal 2012;72:915-930.

51.Sun K, Li ZH. Preparations, properties and applications of chitosan based

nanofibers fabricated by electrospinning. eXPRESS Polymer Letters

2010;5:343.

52.Veleirinho B, Rei MF, Lopes-DA-Silva JA. Solvent and concentration effects

on the properties of electrospin poly(ethylene terephthalate) nanofiber mats.

Journal of Polymer Science Part B Polymer Physics 2008;46:460-471.

53.Basu B, Katti DS, Kumar A. Advanced Biomaterials: Fundamentals,

Processing, and Applications. Wiley 2010:461.

54.Lagaron JM, Ocio MJ, Lopez-Rubio A. Antimicrobial Polymers. Wiley; 2012.

55.Jiang L. Comparison of Disk Diffusion, Agar Dilution, and Broth

Microdilution for Antimicrobial Susceptibility Testing of Five Chitosans.

[Online][2011][cited 2014 Apr 20]. Available from:

URL:http://etd.lsu.edu/docs/available/etd-06072011-103035/unrestricted/(Jiang)thesis.pdf

56.Centers for Disease Control and Prevention. Chapter 11: Antimicrobial

Susceptibility Testing of Neisseria meningitidis, Haemophilus inlfuenzae, and

Streptococcus pneumoniae. [Online].[2014][cited 2014 Apr 20]. Available

from:

URL:http://www.cdc.gov/meningitis/lab-manual/chpt11-antimicrobial-suscept-testing.html

57.Vollrath F. Strength and structure of spiders' silks. Journal of Biotechnology

2000;74:67-83.

58.Rising A, Nimmervoll H, Grip S, Fernandez-Arias A, Storckenfeldt E, et al.

Spider silk proteins-mechanical property and gene sequence. Zoological

(28)

64

59.Bini E, Foo CWP, Huang J, Karageorgiou V, Kitchel B, Kaplan DL. RGD

Functionalized Bioengineered Spider Dragline Silk Biomaterial.

Biomacromolecules 2006;7:3139-45.

60.Kalia S, Averous L. Biopolymers: Biomedical and Environmental

Applications. Wiley; 2011:75.

61.Bruker Alpha-P Instruction. [Online]. [2011?][cited 2014 Mar 07]. Available

from: URL:http://www.utsc.utoronto.ca/~traceslab/Bruker%20AlphaP.pdf

62.Ando Y, Okano R, Nishida K, Miyata S, Fukade E. Piezoelectric and related

properties of hydrated silk fibroin. Rep Prog Polymer Physics Japan

1980;23:775-778.

63.Zarkoob S, et al. Polymer 45 2004: 3973.

64.Liu C, et al. Clinical Practice Guidelines by the Infectious Disease Society of

America for the Treatment of Methicillin-Resistant Staphylococcus Aureus

Infections in Adults and Children. Clinical Infectious Diseases Advance

Access; 2011.

65.Microbiolab. Performance Standards for Antimicrobial Susceptibility Testing;

Seventeenth Informational Supplement. [Online][2007][cited 2014 Apr 20].

Available from: URL: http://www.microbiolab-bg.com/CLSI.pdf

66.Clinical Laboratory Standards Institute. Performance standards for

antimicrobial disk susceptibility tests. 9th ed. Clinical Laboratory Standards

Institute. [Online][2007][cited 2014 Apr 20]. Available from:

URL:http://webmedia.unmc.edu/alliedhealth/CLS/CLS418%2011/Performanc

e%20Standards%20for%20Anitmicrobial%20Susceptibility%20Testing,%20P

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan kualitas dalam konsep SPC adalah bagaimana baiknya suatu output memenuhi spesifikasi dan toleransi yang telah ditetapkan oleh bagian design dari suatu

Dalam penelitian ini, aspal yang digunakan untuk bahan ikat pada pembuatan benda uji aspal keras Pertamina Pen 60/70 adalah data sekunder. Yaitu data hasil pemeriksaan

Unsur data yang dikumpulkan melalui simak dan cakap meliputi kata-kata dan kalimat yang mengandung medan makna verba melihat bahasa Melayu dialek Sambas yang

Sebagai fungsi akuntabilitas, pengeluaran anggaran hendaknya dapat di pertanggungjawabkan dengan menunjukkan hasil ( result ) berupa outcome atau setidaknya output

Penelitian ini membahas mengenai Pola komunikasi organisasi antara pimpinan dan karyawan dalam meningkatkan motivasi kerja (studi kasus di PT Harian Amanah Al

Oleh karena itu, dalam proyek akhir ini akan dibangun sebuah aplikasi atau perangkat lunak yang dapat membantu pengguna dalam membuat, melihat, mengedit, menghapus

Malm, P William, 1967, Reviewed Works of Music In Bali, A Study of Form and Instrument Orgnization in Balinese Orchestral Music, by Coli McPhee, Notes , 2 nd Series, Vol..

Dari beberapa pendapat konsep kualitas layanan tersebut, penulis berkesimpulan bahwa kualitas pelayanan dalam hubungan dengan penyelenggaraan diklat adalah suatu kegiatan