1
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Sejarah sosial merupakan tema yang kerap dijumpai dalam kajian ilmu sejarah. Banyak peristiwa sosial masyarakat terjadi di masa lalu yang dibahas dalam penelitian sejarah. Menurut Kuntowijoyo sejarah bertujuan mempelajari hal-hal yang unik, tunggal, idiografis, dan sekali terjadi, sedangkan ilmu-ilmu sosial tertarik kepada yang umum, ajeg, nomotetis, dan merupakan pola.1 Pendekatan sejarah juga berbeda dengan ilmu-ilmu sosial. Sejarah itu diakronis, memanjang dalam waktu, sedangkan ilmu-ilmu sosial itu sinkronis, melebar dalam ruang.2 Kebanyakan sejarah sosial juga mempunyai hubungan erat dengan sejarah ekonomi, hingga sering disandingkan menjadi sejarah sosial ekonomi.3 Jadi, penelitian sejarah dengan objek fenomena sosial adalah salah satu tema yang menarik untuk dibahas. Salah satu kajian sosial yang sering menjadi tema dalam penelitian sejarah adalah perubahan sosial. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat di masa lalu, dijelaskan secara khusus dengan urutan waktu menjadi sebuah penelitian sejarah perubahan sosial.
1Kuntowijoyo, 1995, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Bentang Pustaka, hlm 107.
2Ibid., hlm 108.
3Kuntowijoyo, 1994, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya, hlm 33.
Perubahan sosial merupakan proses yang pasti terjadi di dalam kehidupan manusia, dan memiliki cakupan yang luas. Menurut Sudarno Wiryohandoyo perubahan sosial adalah proses perubahan bentuk yang mencakup keseluruhan aspek kehidupan masyarakat, terjadi baik secara alami maupun karena rekayasa sosial. Proses tersebut berlangsung sepanjang sejarah hidup manusia pada tingkat komunitas lokal, regional, dan global.4
Perubahan sosial bisa terjadi pada seluruh elemen masyarakat, termasuk dalam tatanan masyarakat pedesaan. Masyarakat pedesaan sendiri memiliki kaitan yang erat dengan kondisi alam yang ada di lingkungannya. Alam berperan penting sebagai papan, sandang, dan pangan bagi masyarakat di desa. Interaksi dengan alam juga memunculkan berbagai kegiatan yang merefleksikan kepercayaan masyarakat dengan beragam tata cara. Berdasarkan kepercayaan tersebut terciptalah adat istiadat dengan berbagai bentuk tradisi yang mengatur seluruh kehidupan masyarakatnya.5 Vedi R. Hadiz mengutip perkataan Ben Anderson tentang kepercayaan masyarakat Jawa yaitu:
Salah satu perbedaan paling mencolok antara masyarakat barat dan Jawa adalah tiadanya mitologi religius yang dihormati pada masyarakat barat, berbeda dengan kehadirannya di mana-mana pada masyarakat Jawa. Mitologi religius ini dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol budaya atau nasional yang dapat memaksakan penerimanya oleh segenap masyarakat, baik
4Sudarno dalam Agus Salim, 2002, Perubahan Sosial Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, hlm xix.
5Rahardjo, 1999, Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, hlm 86.
secara horizontal melalui setiap wilayah, dan secara vertikal melalui setiap kelas sosial.6
Membahas tema sosial pedesaan umumnya adalah membahas tentang masyarakat agraris, dengan pertanian sebagai sumber alam utama. Meskipun setiap desa memiliki potensi alam yang berbeda -beda, namun tetap saja tema sejarah pedesaan mempunyai garapan masyarakat petani.7 Secara historis sosiologi pedesaan berkembang setelah segi humaniora dari pertanian mendapat perhatian yang sangat serius di Amerika Serikat pada tahun 1908, kemudian tahun 1917 secara resmi diakui sebagai cabang dari ilmu sosiologi oleh The American Sociological Society.8
Pertanian dan usaha-usaha kolektif merupakan ciri kehidupan ekonomi pedesaan.9 Hasil dari sektor pertanian menjadi komoditi untuk memenuhi kebutuhan individu masyarakat dan membangun perekonomian desa. Maka dari itu pekerjaan sebagai petani adalah sesuatu hal yang umum ditemukan di pedesaan, karena kepemilikan sawah sebagai lahan pertanian selalu diwariskan dari orang tua kepada anaknya. Hal tersebut memungkinkan adanya estafet pekerjaan petani yang semula dimiliki orang tua berpindah kepada anak. Tidak
6Ben Anderson dalam Vedi R Hadiz, 1992, Politik Budaya dan Perubahan Sosial: Ben Anderson dalam Politik Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, hlm 43.
7Kuntowijoyo, op.cit., hlm 65.
8Jefta Leibo, 1986, Sosiologi Pedesaan, Mencari Suatu Strategi Pembangunan Masyarakat Indonesia Berparadigma Ganda, Yogyakarta: Andi Offset, hlm 6.
9Rahardjo, op.cit., hlm 41.
heran apabila di desa banyak ditemui masyarakat yang bekerja sebagai petani yang memiliki sawah sendiri, buruh tani, dan penggilingan padi.10
Pada umumnya, masyarakat desa sudah bisa merasa cukup dengan hasil yang didapatkan dari alam untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Oleh sebab itu, tidak ada keinginan masyarakat pedesaan untuk mencari keuntungan berlebihan dan mereka menjauhkan diri dari setiap tindakan yang mengandung resiko.11 Maksudnya, masyarakat pedesaan lebih cenderung memilih pekerjaan yang pada umumnya dilakukan anggota masyarakat lain dibanding melakukan pekerjaan di luar kebiasaan yang ada, meskipun tidak memiliki keuntungan yang tinggi.
Seiring berkembangnya zaman perubahan dalam orientasi ekonomi bagi masyarakat desa mulai berubah. Pemasukan dari pertanian tetap, namun biaya hidup semakin meningkat, apalagi tidak semua petani di desa memiliki lahan yang luas. Bagi petani yang memiliki sawah sempit, tidaklah cukup menggantungkan perekonomian keluarga hanya pada sawah milik sendiri. Pada akhirnya berbekal keterampilan yang dimiliki, banyak yang memilih menjadi buruh untuk menggarap sawah milik orang lain. Sedangkan petani yang tidak dapat menggarap lahan orang lain biasanya bekerja secara serabutan seperti menjadi buruh
10Merupakan jenis pekerjaan yang menawarkan jasa penggilingan hasil pertanian, seperti padi, jagung, kedelai, dan ubi-ubian. Di Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur pekerj ini sering disebut sebagai tukang selep. Umumnya para petani yang mendatangi penyedia jasa selep dikarenakan keadaan mesin yang berat, namun di beberapa daerah sudah ada jasa selep keliling ke rumah-rumah menghampiri para petani.
11Muryanti, 2011, Pedesaan dalam Putaran Zaman, Kajian Sosiologis Petani, Pertanian dan pedesaan, Yogyakarta: SUKA Press Yogyakarta, hlm 9.
bangunan, buruh pabrik, atau pedagang.12 Belum lagi munculnya rancangan pembangunan berkonsep pengembangan industri dengan pola perencanaan makro yang masuk ke pedesaan di Indonesia. Maka pengaruhnya sudah pasti dapat menimbulkan pergeseran pada perilaku sosial di desa sebagai bentuk dari keikutsertaan pada pembangunan. Menurut Agus Salim pada sekitar tahun 1970, sektor pertanian mengalami perubahan yang cukup berarti dan menggeser perilaku tradisional di pedesaan menuju perilaku yang lebih modern.13 Pola tersebut dijelaskan juga oleh Sjafri Sairin bahwa:
Kehidupan masyarakat yang semula lebih banyak bertumpu pada kegiatan pertanian tradisional, akan segera beralih kepada kegiatan industri. Kalaupun nanti petani Indonesia tetap saja melakukan aktivitas ekonomi sebagai petani tradisional, tetapi orientasi kegiatan mereka telah beralih, tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan substansi semata, tetapi sudah melangkah pada kegiatan ekonomi pertanian yang bersifat komersial.14
Permasalahan di atas telah mendorong masyarakat desa untuk mencari pekerjaan lain selain di bidang pertanian. Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan merantau, baik secara individu maupun migrasi berkelompok.
Merantau telah menjadi salah satu pilihan untuk mengantar masyarakat desa mendapatkan pekerjaan lain yang lebih menjanjikan. Keputusan ini diambil atas perhitungan bahwa kehidupan di tempat baru akan lebih baik dari sebelumnya.15 Pekerjaan yang dilakukan di perantauan terasa lebih mulia
12Muryanti, op.cit., hlm 38.
13Agus Salim, 2002, Perubahan Sosial Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, hlm 82.
14Sjafri Sairin, 2002, Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia Perspektif Antropologi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm 170.
15Jefta Leibo, op.cit., hlm 81.
dibanding bekerja di sektor pertanian.16 Sebagian besar tenaga kerja di Indonesia berasal dari pedesaan yang tersebar dari seluruh kawasan Indonesia.17 Lebih jauh lagi, kegiatan merantau ini dilakukan tidak hanya sampai batas luar kota saja.
Lambat laun banyak masyarakat desa yang memutuskan untuk bermigrasi dan bekerja ke luar negeri.
Migrasi penduduk ke luar negeri sebenarnya telah terjadi sejak lama. Pada masa Kolonial Belanda di awal abad ke-20, pemerintah kebanyakan membuat kebijakan untuk meningkatkan produktivisat pertanian, sehingga banyak tenaga kerja dari Jawa dipindah ke luar Jawa seperti Suriname, Kaledonia, dan Belanda untuk menjadi buruh pertanian. Kondisi migrasi berlanjut hingga pada masa kemerdekaan Indonesia. Pada tangal 3 Juli 1947 pemerintah membentuk lembaga yang mengurusi masalah perburuhan di Indonesia dengan nama Kementerian Perburuhan. Negara tujuan migrasi rata-rata adalah Malaysia, Arab Saudi, dan Singapura. Pada tahun 1970 pemerintah melakukan program pengerahan Antar Kerja Antar Derah (AKAD), dan Antar Kerja Antar Negara (AKAN). Program ini memberikan wewenang pada pemerintah dan pihak swasta untuk mengatur proses pengiriman tenaga kerja. Baru pada tahun 1979 terdapat upaya-upaya dari pemerintah untuk mengirim langsung tenaga kerja ke luar nageri. Adapun lembaga pemerintah yang mengurusi masalah ini sudah tidak lagi Kementerian Perburuhan, melainkan Departemen Tenaga Kerja.
16Muryanti, op.cit., hlm 29.
17Rudi Irawan, 2024, Tenaga Kerja Indonesia dan Kehidupan Sosial Ekonomi, Skripsi Prodi Sosiologi, Fakultas Dakwah Dan Komunikasi, UIN Sunan Ampel Surabaya, hlm 1.
Penelitian ini membahas tentang kehidupan sosial masyarakat Desa Kemiri, yang terletak di Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur. Pada tahun 2017 Desa Kemiri mendapatkan status sebagai Desa Migran Produktif (Desmigratif). Ini merupakan program yang dicanangkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan untuk desa-desa yang sebagian besar penduduknya bekerja di luar negeri sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Tipologi mata pencaharian di Desa Kemiri pada umumnya dominan di bidang pertanian.
Memasuki tahun 2000-an yang mana Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) masuk ke wilayah Kabupaten Ponorogo, banyak warga Desa Kemiri yang sudah masuk usia kerja beralih menjadi TKI.
Timbulnya dorongan untuk menjadi TKI dimulai sekitar tahun 1990-an ketika mendengar cerita kesuksesan dari warga yang bekerja di luar negeri.
Mendengar cerita tersebut mulai ada beberapa warga yang berangkat menjadi TKI sebagai buruh migran secara ilegal. Pada tahun tahun 1994 ada tiga warga dari Desa Kemiri yang berangkat ke Malaysia secara ilegal untuk menjadi buruh di sebuah proyek bangunan. Selanjutnya pendaftaran menjadi TKI dilakukan secara legal, namun pelaksana pemberangkatan merupakan perusahaan swasta dari Jakarta. Pada tahun 1997 ada dua warga yang diberangkatkan ke Negara Hongkong, disusul pada tahun 1998 dengan dua warga lagi berangkat ke Negara Taiwan. Kesemuanya memiliki pekerjaan awal sebagai petani, dan sebagian besar adalah perempuan. Tahun-tahun tersebut merupakan momen awal saat warga Desa Kemiri menjadi TKI. Setelah tahun 2000 barulah muncul PJTKI di daerah
Kabupaten Ponorogo, ini menjadi pemicu tambahan bagi masyarakat untuk menjadi TKI.
Ekonomi adalah faktor utama yang menjadikan penduduk Desa Kemiri beralih menjadi TKI. Pull factor yang terbentuk dari luar negeri adalah gaji yang lebih besar dibanding dengan gaji yang diperoleh di desa. Dari dalam Desa Kemiri sendiri, push factor yang dialami masyarakat adalah pendapatan dari pekerjaan sebelumnya dirasa kurang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Buruh tani memang biasanya menggarap satu atau beberapa petak sawah, namun hasilnya dibagi rata dengan sesama buruh yang ikut menggarap sawah tersebut, belum lagi masih harus melakukan bagi hasil dengan pemilik sawah. Selain itu, hutang juga menjadi pendorong kuat untuk menjadi TKI. Sekali kontrak bekerja di luar negeri dengan durasi dua atau tiga tahun sudah cukup untuk melunasi hutang yang dimiliki. Meski demikian banyak warga yang pada akhirnya tetap kembali menjadi TKI walaupun hutang yang dimiliki sudah lunas. Faktor-faktor tersebut didukung dengan adanya krisis moneter Indonesia tahun 1997-1998, yang menyebabkan inflasi dan membuat nilai mata uang asing menjadi semakin tinggi jika dirupiahkan.
Melihat uraian di atas muncul dua permasalahan yang menjadi pokok pembahasan penelitian ini. Permasalahan pertama, mengenai proses TKI menjadi pekerjaan yang banyak diminati oleh sebagian besar masyarakat di Desa Kemiri.
Seakan bekerja jauh di luar negeri menjadi sebuah hal yang lumrah terjadi di Desa Kemiri. Bahkan ada sebuah kalimat yang menjadi ibarat bagi remaja yang sedang menempuh pendidikan di tingkat menengah atas “cepet rampung leh sekolah,
kesuwen leh ra lungo-lungo”.18 Maksud kalimat tersebut adalah jangan terlalu lama bersekolah, segeralah selesaikan pendidikan kemudian berangkat ke luar negeri.
Permasalahan kedua, adalah dampak atau pengaruh dari banyaknya penduduk yang menjadi TKI terhadap kehidupan sosial di Desa Kemiri. Akibat dari maraknya warga yang menjadi TKI keadaan sosial lambat laun ikut berubah.
Perubahan sosial yang dimaksud adalah pada bidang ekonomi, mobilitas sosial, dan gaya hidup. Ekonomi penduduk Desa Kemiri mulai berubah seiring beralih pekerjaan menjadi TKI. Bisa dikatakan dengan adanya peralihan ini ekonomi masyarakat menjadi terangkat, semula pendapatan per bulannya di bawah kisaran Rp5.00.000,00 bisa naik hingga Rp10.000.000,00 perbulan. Status sosial yang dimiliki penduduk juga berubah, hal tersebut ditandai dengan banyak TKI yang membeli tanah dan sawah sendiri, kemudian bisa membangun tempat tinggal yang lebih layak, dan memberikan jenjang pendidikan lebih tinggi kepada anak.
Sebelumnya untuk memiliki satu sepeda motor sudah sangat susah, namun setelah menjadi TKI setiap anak bisa dibelikan orang tuanya sepeda motor meskipun dalam satu keluarga sebenarnya cukup memiliki satu sepeda motor saja, bahkan setelah tahun 2005 beberapa diantaranya sudah mampu memiliki mobil.
Melihat dua permasalahan di atas, maka skripsi ini mengambil judul
"Pengaruh TKI Terhadap perubahan Sosial Masyarakat Desa Kemiri Kabupaten Ponorogo Tahun 2000 – 2009". Tahun 2000 hingga 2009 diambil sebagai batasan periode karena pada tahun-tahun tersebut terjadi proses terbentuknya pola pikir di
18Wawancara dengan Sudjarno, tanggal 2 Juli 2020.
masyarakat bahwa bekerja menjadi TKI bukan lagi sesuatu yang tabu. Bahkan sampai menjadi hal yang biasa di Desa Kemiri. Tahun 2000 sendiri sebenarnya bukanlah tahun pertama warga Desa Kemiri menjadi TKI, namun setelah tahun tersebut banyak bermunculan PJTKI di wilayah Ponorogo, yang mana lebih bisa memantik keinginan warga lainnya untuk menjadi TKI. Adapun tahun 2009 terdapat perubahan secara langsung terhadap tradisi sosial masyarakat Desa Kemiri mengenai sistem pemakaman warga, perubahan ini tentunya merupakan bentuk reaksi atas banyaknya warga yang menjadi TKI.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka beberapa permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana keadaan sosial masyarakat di Desa Kemiri Kabupaten Ponorogo sebelum tahun 2000?
2. Bagaimana proses perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat di Desa Kemiri Kabupaten Ponorogo tahun 2000 – 2009?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi perubahan sosial pada masyarakat di Desa Kemiri Kabupaten Ponorogo tahun 2000 – 2009?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui bagaimana keadaan sosial yang ada pada masyarakat Desa Kemiri Kabupaten Ponorogo tahun 2000 – 2009.
2. Mengetahui proses dan latar belakang masalah yang mendasari terjadinya perubahan sosial pada masyarakat Desa Kemiri Kabupaten Ponorogo tahun 2000 – 2009.
3. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial pada masyarakat di Desa Kemiri Kabupaten Ponorogo tahun 2000 – 2009.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Praktis.
Hasil dari penelitian ini diharapkan bisa membantu lembaga pemerintah terkait dalam membangun kebijakan tentang TKI. Selain itu, diharapkan dapat menambah wawasan kepada masyarakat mengenai sejarah sosial budaya pedesaan, khususnya kepada masyarakat Desa Kemiri agar mengetahui bahwa sebenarnya desa yang ditinggali memiliki khazanah keilmuan yang menarik untuk diteliti, mengenai peralihan pekerjaan menjadi TKI tahun 2000 – 2009.
2. Manfaat Teoritis.
Penelitian yang berjudul pengaruh TKI terhadap perubahan sosial Masyarakat Desa Kemiri Kabupaten Ponorogo tahun 2000 – 2009 ini, diharapkan bisa menambah kemajuan ilmu pengetahuan khususnya tentang tema sejarah perubahan sosial. Lebih dari itu, penelitian ini diharapkan bisa menjadi tinjauan pustaka untuk para peneliti selanjutnya yang berminat pada kajian sejarah sosial pedesaan.
E. Kajian Pustaka
Penelitian ini menggunakan beberapa literatur berupa penelitian terdahulu seperti buku, skripsi, dan tesis yang berkaitan dengan tema perubahan sosial pedesaan. Literatur yang ditemukan kemudian dijadikan sebagai bahan acuan dan
pembanding dalam menyusun hasil dari penelitian ini. Adapun beberapa literatur yang digunakan adalah sebagai berikut:
Skripsi dari Innez Kartika Sari, yang berjudul Transformasi Identitas Tenaga Kerja Indonesia, Studi Deskriptif Transformasi Identitas Sosial TKI Pasca Migrasi di Kelurahan Mojorejo, Kecamatan Karangmalang, Kabupaten Sragen, dari Program Studi Sosiologi, Universitas Sebelas Maret. Skripsi ini membahas masyarakat Desa Mojorejo yang merubah mata pencaharian utama dari sektor pertanian menjadi TKI. Skripsi ini bukan penelitian sejarah, melainkan ilmu sosial, namun tetap menjadi salah satu kajian pustaka karena memiliki fenomena peralihan pekerjaan yang terjadi hampir serupa dengan Desa Kemiri tahun 2000- 2009, yaitu beralih menjadi TKI yang akhirnya bisa menjadi trend di masyarakat desa.
Tesis karya Imas Bagus Putra yang berjudul Makna Keluarga Sakinah Perspektif Para Suami Keluarga TKI Desa Ngrupit Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo, dari Program Studi Ahwal Syakhshiyyah IAIN Ponorogo.
Penelitian ini membahas dampak negatif dari banyaknya suami atau istri yang menjadi TKI. Meningkatnya angka perceraian akibat perselingkuhan menjadi fokus utama, kasus ini dianalisis dengan konsep keluarga Sakinah dalam agama Islam kemudian diterapkan dalam kehidupan sosial dalam keluarga di Desa Ngrupit Kecamatan Jenangan Kabupaten Ponorogo. Tesis ini menjdi salah satu kajian dalam memahami perubahan sosial yang bersifat negatif atau konflik- konflik yang terjadi di Desa Kemiri akibat peralihan pekerjaan menjadi TKI tahun 200-2009.
Tesis dari Ana Sabhana Azmy, yang berjudul Negara dan Buruh Migran Perempuan, Kebijakan Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2010, Studi Terhadap Perlindungan Buruh Migran Perempuan Indonesia di Malaysia, dari Program Pascasarjana Ilmu Politik, Universitas Indonesia. Tesis ini menjelaskan permasalahan, partisipasi politik, dan kebijakan pemerintah terkait dengan buruh migran perempuan Indonesia di Malaysia. Penelitian ini membantu menjelaskan TKI secara historis. Dan menjelaskan kehidupan TKI yang dibutuhkan untuk meneliti Pengaruh TKI Terhadap perubahan Sosial Masyarakat Desa Kemiri Kabupaten Ponorogo Tahun 2000-2009.
Buku dari Agus Salim yang berjudul Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus di Indonesia, yang diterbitkan pertama tahun 2002 oleh PT. Tiara Wacana Yogya. Buku ini membahas tentang perubahan sosial yang merupakan sebuah proses, meliputi bentuk keseluruhan aspek kehidupan masyarakat. Perubahan yang terjadi di Indonesia pada umumnya merupakan proses yang terkendali oleh pola perencanaan makro yang disebut sebagai pembangunan. Tulisan-tulisan dalam buku ini merupakan kajian dari kumpulan banyak sumber seperti buku, jurnal, hasil diskusi, kuliah, dan penelitian tentang perubahan sosial. Konsep dan teori yang dijelaskan dalam buku ini sangat membantu dalam menyusun skripsi ini. Khususnya untuk memahami bentuk perubahan sosial, dan fenomena migrasi di Desa Kemiri tahun 2000-2009.
Buku dari Tiwuk Kusuma Hastuti yang berjudul Tanah Sende dan Perubahan Sosial di Daerah Istimewa Yogyakarta: Studi Kasus di Desa
Sumberharjo Kec. Prambanan Kab. Sleman DIY Tahun 1980 hingga 1990-an.
Membahas tentang gadai tanah yang menjadi tradisi di Desa Sumberejo. Tradisi ini menimbulkan perubahan-perubahan dalam tatanan sosial masyarakat Desa Sumberharjo. Buku ini menjadi model penulisan dalam menyusun hasil penelitian Pengaruh TKI Terhadap perubahan Sosial Masyarakat Desa Kemiri Kabupaten Ponorogo Tahun 2000-2009.
Beberapa penelitian yang disebutkan di atas memiliki kesamaan untuk dijadikan acuan dalam menggali permasalahan dalam tema skripsi ini, yaitu mengenai perubahan sosial masyarakat akibat peralihan petani menjadi TKI di pedesaan. Belum ada penelitian sejarah secara spesifik yang dilakukan di Kabupaten Ponorogo mengenai tema tersebut. Terlebih lagi Desa Kemiri yang menjadi objek penelitian memiliki keunikan pada perubahan sosial yang dimaksudkan. Penelitian-penelitian di atas dapat menjadi pembanding dalam meneliti pengaruh apa saja yang terjadi dari banyaknya peralihan pekerjaan yang semula masyarakat petani menjadi TKI di Desa Kemiri Kabupaten Ponorogo selama tahun 2000-2009.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari empat langkah yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Adapun penjelasan yang lebih rinci adalah sebagai berikut:
1. Heuristik
Langkah pertama adalah heuristik atau pengumpulan data. Heuristik bertujuan untuk mengumpulkan data sebagai sumber sejarah yang sifatnya masih
acak untuk membangun fakta dalam penelitian. Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa dokumen tertulis dan sumber lisan.
a. Dokumen Tertulis
Dokumen tertulis merupakan sumber sejarah primer yang bisa mengungkap fakta mengenai apa, siapa, kapan, mengapa, dan bagaimana dalam suatu peristiwa. Dokumen tertulis yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kependudukan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo yang dibukukan, yaitu Kecamatan Jenangan dalam Angka tahun 1995 hingga 2009. Dalam dokumen tersebut berisi tentang rincian data kependudukan per desa yang ada di Kecamatan Jenangan. Adapun pendataan dan pembuatan laporan tersebut dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Ponorogo setiap tahunnya.
b. Sumber Lisan
Sumber lisan sering disebut dengan sejarah lisan. Dalam literatur lain terkadang digunakan istilah oral history. Dalam disiplin ilmu lain biasa disebut sebagai wawancara. Sumber ini merupakan keterangan lisan dari orang-orang yang menjadi pelaku sejarah atau saksi sejarah. Sumber lisan dalam penelitian ini menggunakan keterangan-keterangan dari informan yang mengalami langsung proses perubahan sosial masyarakat di Desa Kemiri.
Informan yang dimaksud berjumlah 17 orang, antara lain: Sudjarno mantan Kepala Desa Kemiri pada tahun 1997 hingga 2012, Lamidi TKI secara
ilegal tahun 1994, Jinem, Sinuk, dan Samsiatun yang menjadi TKI sebelum tahun 2000, Sisri, Mistun, dan Sutarmi yang menjadi TKI pada kurun tahun 2000 hingga 2004. Angger, Nanang, Selamet, Saelah, dan Parmi, yakni TKI pada kurun tahun 2005 hingga 2009, dan beberapa penduduk Desa Kemiri yaitu Bagus, Suharno, Iswanto, dan Mukin.
2. Kritik Sumber
Langkah kedua adalah kritik sumber, langkah ini terdiri dari kritik internal dan kritik eksternal. Kritik internal berguna untuk mengetahui kredibilitas sebuah data melalui unsur yang termuat di dalamnya. Kritik eksternal merupakan usaha untuk melihat sebuah data dari keadaan fisiknya, hal ini bertujuan untuk mengetahui data tersebut sezaman atau tidak. Adapun data Kecamatan Jenangan dalam Angka tahun 1995 hingga 2009 yang menjadi sumber tertulis penelitian ini telah dibukukan dan resmi diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Ponorogo pada tahun yang sesuai dengan periode penelitian, yakni tahun 2000- 2009.
3. Interpretasi
Langkah ketiga adalah interpretasi, yaitu menafsirkan data baik yang tertulis maupun lisan yang saling berhubungan secara kronologis, kemudian dikritisi dengan fakta sejarah yang ada. Fakta sebenarnya merupakan hasil dari pemikiran sejarawan, disinilah terdapat kesubjektivitasan sejarawan sehingga dalam proses analisis diperlukan sebuah ketepatan yang akan menentukan bobot suatu penelitian.
Teknik analisis yang digunakan adalah teknik deskriptif kualitatif, teknik ini digunakan untuk mengungkapkan gejala secara holistik-kontekstual melalui pengumpulan data dan latar alami dengan memanfaatkan penelitian sebagai instrumen kunci. Teknik yang menggunakan penelitian ini cenderung bersifat deskriptif, naratif, serta kreatif dalam mendukung penulisannya. Hal ini dilakukan agar penelitian yang ditulis tidak terlihat membosankan atau terlalu kaku.
4. Historiografi
Langkah yang terakhir adalah historiografi atau penulisan sejarah. Dari data-data yang sudah dikumpulkan dan diinterpretasi sebelumnya akan menghasilkan beragam fakta. Fakta-fakta tersebut kemudian menghasilkan satu kesimpulan peristiwa, dan pada akhirnya dinarasikan dalam bentuk tulisan.
Penulisan tentu dilakukan secara ilmiah dengan menyertakan sumber-sumber yang didapat.
G. Sistematika Penulisan
Hasil penelitian ini dituliskan dalam lima bab. Berikut adalah gambaran singkat mengenai isi dari masing-masing bab :
Bab I berisi pendahuluan yang meliputi, latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan Sistematika Penulisan.
Bab II berisi pembahasan mengenai deskripsi keadaan sosial masyarakat Desa Kemiri pada periode sebelum tahun 2000. Bab ini akan dijabarkan dalam
beberapa subbab secara rinci meliputi kependudukan, ekonomi, pendidikan, agama, dan tradisi masyarakat. Intinya akan menjelaskan mengenai push factor masyarakat Desa Kemiri menjadi TKI.
Bab III berisi pembahasan mengenai keadaan sosial masyarakat Desa Kemiri selama kurun tahun tahun 2000 hingga tahun 2004. Setelah beberapa warga menjadi TKI apa dampak yang terjadi dalam desa. Bab ini terdiri dari beberapa subbab yang memaparkan munculnya pilihan menjadi TKI, prosesnya, pull factor, dan perubahan-perubahan sosial yang terjadi setelah menjadi TKI.
Bab IV berisi pembahasan mengenai keadaan masyarakat Desa Kemiri selama periode 2005 hingga tahun 2009. Diawali dengan karakteristik masyarakat yang menjadi TKI, kemudian dilanjutkan dengan perubahan sosial yang meliputi bangunan rumah penduduk, kepemilikan tanah, tingkat pendidikan, ekonomi, kondisi keluarga, serta tradisi yang berlangsung di masyarakat Desa Kemiri.
Bab V adalah penutup, yang berisi kesimpulan.