4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Pendahuluan
Penelitian yang telah dilakukan berupa pengamatan di lapangan, pembagian kuesioner dan wawancara. Penelitian ini dilakukan pada proyek perumahan yang sedang dalam tahap pekerjaan pemasangan dinding, baik dinding dengan bata konvensional maupun bata ringan. Data pengamatan lapangan diperoleh dari enam proyek perumahan di Surabaya Barat dan Timur, sedangkan kuesioner dibagikan kepada kontraktor, pelaksana lapangan, pengawas maupun mandor yang mempunyai pengalaman menangani proyek perumahan dengan menggunakan material bata konvensional maupun bata ringan di kota Surabaya. Waktu pelaksanaan dimulai pada pertengahan bulan Maret 2009 hingga pertengahan bulan Mei 2009, sedangkan pengamatan mengenai persentase volume dilakukan pada awal bulan Mei 2009.
Analisis data dibagi menjadi dua bagian yang meliputi: (1) observasi lapangan untuk mengetahui persentase berat dan volume sisa material pada pemasangan dinding bata konvensional dan bata ringan, (2) data kuesioner mengenai faktor-faktor yang menyebabkan sisa material dan usaha penanganan yang dilakukan oleh kontraktor, serta ditunjang dengan hasil wawancara dan dokumentasi yang didapat di lapangan.
4.2. Observasi Lapangan
Observasi lapangan dilakukan untuk memperoleh hasil berupa berat dan volume sisa material terhadap dinding yang terpasang. Pengambilan data pengamatan dilakukan pada enam proyek perumahan di Surabaya Barat dan Timur. Data proyek yang diamati dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Data Proyek Observasi Lapangan
No. Nama Proyek Nama Perusahaan
Kontraktor Lokasi Proyek Jenis Material yang Diamati 1 Perumahan Onegolf Terrace,
Pakuwon Indah
PT. Duta Sarana Sumberjaya
Surabaya Barat Bata Konvensional, Mortar Konvensional 2 Perumahan Granada,
Pakuwon Indah
PT. Duta Sarana Sumberjaya 3 Perumahan Puri Galaxy PT. Inti Daya
Kontraktor Surabaya Timur
Bata Ringan, Mortar Siap Pakai 4 Perumahan Moca Residence,
Dian Istana CV. Bintang Jaya Surabaya Barat 5 Perumahan Alam Galaxy PT. Graha
Manunggal Permata Surabaya Barat
Mortar Siap Pakai 6 Perumahan San Diego,
Pakuwon City Candra (Perorangan) Surabaya Timur
Langkah-langkah yang dilakukan peneliti saat di lapangan dalam pengambilan data sisa material (bata konvensional, bata ringan, mortar untuk spesi dan plesteran) dari pemasangan dinding, yaitu :
1. Pertama-tama peneliti mengamati permulaan dari pekerjaan yang dilakukan pada saat itu yaitu pemasangan bata konvensional/bata ringan serta pekerjaan plesteran.
2. Setelah pekerjaan pemasangan dalam suatu periode, peneliti mengukur luasan dinding yang terpasang (m2) dan mengumpulkan sisa dari pekerjaan pemasangan tersebut. Kemudian peneliti mengukur sisa bata konvensional/bata ringan serta mortar untuk spesi yang digunakan dengan cara menimbangnya, dan sisa tersebut dimasukkan ke dalam kardus untuk diukur volumenya. Hal tersebut di atas juga dilakukan pada sisa mortar dari pekerjaan plesteran.
Sedangkan pengolahan data untuk mendapatkan hasil persentase volume dari setiap material tersebut dilakukan dalam beberapa tahap:
1. Mengetahui ukuran bata konvensional yaitu 5 cm x 20 cm x 10 cm, ukuran bata ringan 20 cm x 60 cm x 10 cm, dan berat dari satu buah bata konvensional sebesar 1,5 kg, berat bata ringan sebesar 7,5 kg, serta rata-rata berat dari satu timba mortar untuk masing-masing proyek.
2. Menghitung luasan dinding yang terpasang (m2), menimbang sisa bata, mortar yang terpasang baik untuk spesi maupun plesteran, sisa mortar dari spesi dan plesteran (kg).
3. Dari luasan yang terpasang, diperoleh jumlah bata (buah) dan berat total yang terpasang (kg), dimana untuk dinding bata konvensional tebal spesi adalah 2-2,5 cm dan tebal plesteran 3 cm, sedangkan untuk dinding bata ringan tebal spesi
adalah 2 mm dan tebal plesteran 1-1,5 cm sesuai dengan keadaan di proyek yang diamati.
4. Memperoleh hasil berat sisa material yang telah ditimbang serta volume dari setiap sisa material dengan menggunakan kotak/dus air minum untuk sisa bata dan sisa mortar dengan menggunakan timba sebagai alat bantu untuk mengetahui perkiraan volume dari sisa material yang terjadi
5. Mendapatkan berat volume sisa material (kg/m3) dari masing-masing material yang diambil beberapa sample saja.
Berat volume sisa material =
) (m sisa volume
(kg) sisa berat
3
6. Dari berat volume sisa akan didapatkan volume sisa material, kemudian dilakukan perhitungan persentase (%) volume sisa material:
% 100 ) x (m pengamatan selama
terpasang yang
material volume
) (m terjadi yang material sisa
volume
3 3
dimana : Volume bata yang terpasang = banyak bata yang terpasang x volume 1 bata Volume mortar = banyak mortar (timba) yang terpasang x volume 1 timba 7. Perhitungan rata-rata persentase volume sisa dari keseluruhan pengamatan, dapat
dihitung dengan cara:
 
 
 Ai
Ai Mean Xi
4.2.1. Pengamatan Dinding Bata Konvensional
Pengamatan terhadap dinding bata konvensional dilakukan di 2 proyek yaitu di proyek perumahan Onegolf Terrace dan di proyek perumahan Granada. Hasil pengamatan untuk masing-masing material, adalah sebagai berikut:
 Pada bata konvensional, pengambilan data untuk mengetahui berat volume diambil secara acak sebanyak 11 kali dan diperoleh rata-rata berat volume sebesar 1180,84 kg/m3 (Lampiran 3). Pada kedua proyek dapat dilihat frekuensi pengamatan secara keseluruhan dari persentase volume sisa bata konvensional seperti terlihat pada Gambar 4.1, sedangkan pada Gambar 4.2 terlihat besarnya persentase volume sisa bata konvensional berdasarkan luasan yang dilakukan saat pengamatan. Dari kedua proyek dapat diperoleh rata-rata persentase volume (mean) sisa bata sebesar 1,09%.
Gambar 4.1. Frekuensi Persentase Volume Sisa Bata Konvensional
Gambar 4.2. Persentase Volume Sisa Bata Konvensional
Persentase volume sisa bata konvensional yang terjadi pada proyek Onegolf Terrace lebih rendah dibandingkan dengan proyek di Granada. Dapat diketahui juga pada luasan dinding terpasang yang lebih kecil menghasilkan persentase volume sisa lebih banyak daripada luasan dinding yang besar. Hal ini disebabkan perbedaan kontraktor dan perilaku pekerja dalam masing-masing proyek.
 Pada mortar konvensional untuk spesi, perhitungan rata-rata berat volume diambil dari pengambilan data secara acak sebanyak 11 kali dan diperoleh rata-rata berat
volume sebesar 1624,47 kg/m3 (Lampiran 4). Pada kedua proyek dapat dilihat frekuensi pengamatan secara keseluruhan dari persentase volume sisa mortar konvensional untuk spesi seperti terlihat pada Gambar 4.3, sedangkan pada Gambar 4.4 terlihat besarnya persentase volume sisa mortar konvensional untuk spesi berdasarkan luasan yang dilakukan saat pengamatan. Dari kedua proyek dapat diperoleh rata-rata persentase volume (mean) sisa mortar sebesar 0,68%.
Gambar 4.3. Frekuensi Persentase Volume Sisa Mortar Konvensional untuk Spesi
Gambar 4.4. Persentase Volume Sisa Mortar Konvensional untuk Spesi
Persentase volume sisa mortar konvensional untuk spesi yang terjadi pada proyek Granada lebih rendah dibandingkan dengan proyek di Onegolf Terrace. Hal ini
disebabkan perilaku pekerja yang berbeda-beda dan juga dipengaruhi ketebalan spesi tiap luasan dinding terpasang dalam pekerjaan pemasangan dinding bata.
 Pada mortar konvensional untuk plesteran, perhitungan rata-rata berat volume diambil secara acak sebanyak 18 kali dan diperoleh rata-rata berat volume sebesar 1593,37 kg/m3. Pada kedua proyek dapat dilihat frekuensi pengamatan secara keseluruhan dari persentase volume sisa mortar konvensional untuk plesteran seperti terlihat pada Gambar 4.5, sedangkan pada Gambar 4.6 terlihat besarnya persentase volume sisa mortar konvensional untuk plesteran berdasarkan luasan yang dilakukan saat pengamatan. Dari kedua proyek dapat diperoleh rata-rata persentase volume (mean) sisa mortar sebesar 1,64%.
Gambar 4.5. Frekuensi Persentase Volume Sisa Mortar Konvensional untuk Plesteran
Gambar 4.6. Persentase Volume Sisa Mortar Konvensional untuk Plesteran
Persentase volume sisa mortar konvensional untuk plesteran yang terjadi pada proyek Granada lebih rendah dibandingkan dengan proyek di Onegolf Terrace. Hal ini disebabkan perilaku pekerja dalam masing-masing proyek yang berpengaruh terhadap terjadinya sisa mortar konvensional untuk plesteran, seperti tidak menggunakan kembali mortar yang belum mengering, kecerobohan pekerja dalam pemindahan mortar sehingga mortar terjatuh/tercecer.
Berdasarkan data pengamatan dengan melihat faktor application & residue waste serta cutting waste, pada dinding bata konvensional telah diketahui rata-rata persentase volume sisa material, sehingga dapat diketahui seberapa besar volume sisa material yang terbuang dari satu rumah seperti contoh di bawah ini:
 Pada proyek perumahan Onegolf Terrace, dengan luas bangunan 190 m2 dan luas dinding 370,12 m2 diperoleh:
- Pada bata konvensional: rata-rata persentase volume sisa sebesar 1,09%, sehingga didapat volume sisa bata yang terbuang yaitu 0,26 m3
- Pada mortar untuk spesi: rata-rata persentase volume sisa sebesar 0,68%, sehingga didapat volume sisa mortar yang terbuang yaitu 0,09 m3
- Pada mortar untuk plesteran: rata-rata persentase volume sisa sebesar 1,64%, sehingga didapat volume sisa mortar yang terbuang yaitu 0,18 m3
 Pada proyek perumahan Granada, dengan luas bangunan 238 m2 dan luas dinding 538,11 m2 diperoleh:
- Pada bata konvensional: rata-rata persentase volume sisa sebesar 1,09%, sehingga didapat volume sisa bata yang terbuang yaitu 0,35 m3
- Pada mortar untuk spesi: rata-rata persentase volume sisa sebesar 0,68%, sehingga didapat volume sisa mortar yang terbuang yaitu 0,15 m3
- Pada mortar untuk plesteran: rata-rata persentase volume sisa sebesar 1,64%, sehingga didapat volume sisa mortar yang terbuang yaitu 0,26 m3
Pada pengamatan di lapangan sisa bata dan sisa mortar terjadi pada saat pemasangan dinding bata (application & residue), dimana sisa bata terjadi karena ada bata yang terjatuh pada saat pekerja memasangnya, sedangkan sisa mortar terjadi karena pekerja tidak mengumpulkan kembali mortar basah yang terjatuh pada saat pemasangan (Gambar 4.7).
Gambar 4.7. Sisa Bata dan Mortar Konvensional akibat Application & Residue
Sedangkan cara penanganan untuk mengurangi sisa mortar yang dilakukan pekerja yaitu mengumpulkan kembali mortar yang belum mengering untuk digunakan kembali, seperti terlihat pada Gambar 4.8.
Gambar 4.8. Pengumpulan Mortar yang Belum Mengering
4.2.2. Pengamatan Dinding Bata Ringan
Pengamatan terhadap sisa bata ringan dan mortar siap pakai untuk spesi dilakukan di proyek perumahan Puri Galaxy dan proyek perumahan Dian Istana.
Sedangkan pengamatan terhadap sisa mortar siap pakai untuk plesteran dilakukan di 2 proyek yang berbeda dengan sisa bata dan sisa mortar untuk spesi, yaitu pada proyek perumahan Alam Galaxy dan perumahan San Diego. Hasil pengamatan untuk masing- masing material, adalah sebagai berikut:
 Pada bata ringan, perhitungan rata-rata berat volume sisa bata diambil dari pengambilan data secara acak sebanyak 13 kali dan diperoleh rata-rata berat volume sisa bata sebesar 647,28 kg/m3. Pada kedua proyek dapat dilihat frekuensi
pengamatan secara keseluruhan dari persentase volume sisa bata ringan seperti terlihat pada Gambar 4.9, sedangkan pada Gambar 4.10 terlihat besarnya persentase volume sisa bata ringan berdasarkan luasan yang dilakukan saat pengamatan. Dari kedua proyek dapat diperoleh rata-rata persentase volume (mean) sisa bata sebesar 0,64%.
Gambar 4.9. Frekuensi Persentase Volume Sisa Bata Ringan
Gambar 4.10. Persentase Volume Sisa Bata Ringan
Persentase volume sisa bata ringan yang terjadi pada proyek Puri Galaxy lebih besar dibandingkan dengan proyek Dian Istana. Selain itu dapat dilihat pada pemasangan bata, luasan dinding yang terpasang lebih besar dikarenakan ukuran dari bata ringan yang besar sehingga waktu pemasangan juga lebih cepat. Hal ini
disebabkan perilaku pekerja yang belum terbiasa dalam pemasangan bata ringan dan pada pemotongan bata tidak menggunakan alat yang dianjurkan dan penyalahgunaan pekerja mengenai cara pemakaian alat.
 Pada mortar siap pakai untuk spesi, perhitungan rata-rata berat volume sisa diambil dari pengambilan data secara acak sebanyak 13 kali dan diperoleh rata- rata berat volume sisa mortar untuk spesi sebesar 1348,62 kg/m3. Pada kedua proyek dapat dilihat frekuensi pengamatan secara keseluruhan dari persentase volume sisa mortar siap pakai seperti terlihat pada Gambar 4.11, sedangkan pada Gambar 4.12 terlihat besarnya persentase volume sisa mortar siap pakai berdasarkan luasan yang dilakukan saat pengamatan. Dari kedua proyek dapat diperoleh rata-rata persentase volume (mean) sisa mortar sebesar 0,67%.
Gambar 4.11. Frekuensi Persentase Volume Sisa Mortar Siap Pakai untuk Spesi
Gambar 4.12. Persentase Volume Sisa Mortar Siap Pakai untuk Spesi
Persentase volume sisa mortar siap pakai untuk spesi yang terjadi pada proyek Puri Galaxy lebih rendah dibandingkan dengan proyek di Dian Istana. Perbedaan persentase volume sisa mortar ini disebabkan oleh pekerja yang belum terbiasa dalam pemasangan spesi pada mortar siap pakai, dimana pemasangan spesi pada dinding bata ringan memiliki ketebalan yang lebih tipis daripada spesi pada dinding bata konvensional.
 Pada mortar siap pakai untuk plesteran, perhitungan rata-rata berat volume sisa diambil secara random sebanyak 20 kali dan diperoleh rata-rata berat volume sisa sebesar 1638,57 kg/m3. Pada kedua proyek dapat dilihat frekuensi pengamatan secara keseluruhan dari persentase volume sisa mortar siap pakai seperti terlihat pada Gambar 4.13, sedangkan pada Gambar 4.14 terlihat besarnya persentase volume sisa mortar siap pakai berdasarkan luasan yang dilakukan saat pengamatan. Dari kedua proyek dapat diperoleh rata-rata persentase volume (mean) sisa mortar sebesar 0,73%.
Gambar 4.13. Frekuensi Persentase Volume Sisa Mortar Siap Pakai untuk Plesteran
Gambar 4.14. Persentase Volume Sisa Mortar Siap Pakai untuk Plesteran
Persentase volume sisa mortar siap pakai untuk plesteran yang terjadi pada proyek San Diego lebih rendah dibandingkan dengan proyek di Alam Galaxy. Hal ini disebabkan perilaku pekerja yang sudah terbiasa dan adanya perbedaan ketebalan pemasangan plesteran yang disesuaikan dengan dinding terpasang.
Berdasarkan data pengamatan dengan melihat faktor application & residue waste serta cutting waste, pada dinding bata ringan telah diketahui rata-rata persentase volume sisa material, sehingga dapat diketahui seberapa besar volume sisa material yang terbuang dari satu rumah seperti contoh di bawah ini:
 Pada proyek perumahan Puri Galaxy, dengan luas bangunan 413 m2 dan luas dinding 1477,8 m2 diperoleh:
- Pada bata ringan: rata-rata persentase volume sisa sebesar 0,64%, sehingga didapat volume sisa bata yang terbuang yaitu 0,93 m3
- Pada mortar untuk spesi: rata-rata persentase volume sisa sebesar 0,67%, sehingga didapat volume sisa mortar yang terbuang yaitu 0,01311 m3
- Pada mortar untuk plesteran: rata-rata persentase volume sisa sebesar 0,73%, sehingga didapat volume sisa mortar yang terbuang yaitu 0,11 m3
 Pada proyek perumahan Dian Istana, dengan luas bangunan 465 m2 dan luas dinding 1202,9 m2 diperoleh:
- Pada bata ringan: rata-rata persentase volume sisa sebesar 0,64%, sehingga didapat volume sisa bata yang terbuang yaitu 0,76 m3
- Pada mortar untuk spesi: rata-rata persentase volume sisa sebesar 0,67%, sehingga didapat volume sisa mortar yang terbuang yaitu 0,01071 m3
- Pada mortar untuk plesteran: rata-rata persentase volume sisa sebesar 0,73%, sehingga didapat volume sisa mortar yang terbuang yaitu 0,09 m3
Pada dinding bata ringan, sisa material yang terjadi saat pengamatan di lapangan disebabkan pada saat pemasangan dinding (application & residue) serta pada saat pemotongan bata (cutting), dimana sisa bata terjadi karena penggunaan alat yang tidak semestinya. Sedangkan sisa mortar terjadi karena pekerja masih belum terbiasa memakai alat yang dianjurkan yaitu trowel, sehingga banyak mortar yang keluar dari batas bata dan menyebabkan mortar tersebut menjadi kering. Selain itu, sisa mortar terjadi karena pekerja yang tidak mengumpulkan kembali mortar yang masih basah tersebut (Gambar 4.15 dan Gambar 4.16).
Gambar 4.15. Sisa Bata Ringan dan Mortar Siap Pakai akibat Application & Residue
Gambar 4.16. Sisa Bata Ringan akibat Cutting
4.2.3. Perbandingan Pengamatan Sisa Material Antara Dinding Bata Konvensional dengan Dinding Bata Ringan
Dari masing-masing hasil pengamatan untuk dinding bata konvensional maupun dinding bata ringan, dapat dilihat perbandingan rata-rata persentase volume (Gambar 4.17) yaitu sebagai berikut:
1. Pada bata konvensional, rata-rata persentase volume sisa bata dari keseluruhan pengamatan di proyek sebesar 1,09%. Untuk bata ringan, rata-rata persentase volume sisa bata sebesar 0,64%.
2. Pada mortar konvensional, rata-rata persentase volume sisa mortar untuk spesi yaitu 0,68%. Sedangkan pada mortar siap pakai, rata-rata persentase volume sisa mortar pada keseluruhan pengamatan yaitu 0,67%.
3. Pada plesteran, rata-rata persentase volume sisa mortar konvensional yaitu 1,64%.
Untuk mortar siap pakai, rata-rata persentase volume sisa mortar yaitu 0,73%.
Gambar 4.17. Perbandingan Persentase Volume Sisa Material
Dari hasil pengamatan untuk mendapatkan persentase volume sisa material, dapat dilihat perbedaan yang cukup signifikan antara persentase volume sisa material dinding bata konvesional dengan dinding bata ringan yaitu pada sisa mortar untuk plesteran. Hal ini disebabkan karena pada awal pengamatan sisa mortar tersebut banyak terbuang.
4.3. Kuesioner
Kuesioner ditujukan kepada pihak kontraktor yang pernah menangani proyek perumahan yang menggunakan dinding bata konvensional dan dinding bata ringan.
Kuesioner diisi oleh 60 responden, masing-masing 40 responden untuk dinding bata konvensional, dan 20 responden untuk dinding bata ringan. Dalam satu perusahaan terdapat satu hingga empat responden yang mengisi kuesioner. Pada awal pendistribusian kuesioner ke pihak kontraktor, peneliti membagikan sebanyak 40 kuesioner sama rata antara kuesioner dinding bata konvensional maupun dinding bata ringan. Tetapi pengembalian kuesioner tidak sebanding, hal ini disebabkan belum banyaknya perumahan di Surabaya yang menggunakan dinding bata ringan.
4.3.1. Dinding Bata Konvensional a. Data Responden:
Kuesioner untuk dinding bata konvensional ini dibagikan ke beberapa kontraktor perumahan di Surabaya seperti terlihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Data Perusahaan Kontraktor Pada Dinding Bata Konvensional No. Perusahaan Kontraktor
1 CV.Bintang Jaya
2 PT. Duta Sarana Sumber Jaya 3 PT. Pakuwon
4 Cahaya Bangun 5 Multiarindo 6 Grasindo
7 PT. Trieka Perdana 8 Tjendra
9 PT. Anugrah Bina Sukses 10 CV. Murni Jaya
11 PT. Karunia Cipta Mandiri 12 PT. Wijaya Prakarya Steel 13 PT. Mitra Suara Inti Pratama 14 CV. Media Cipta
15 PT. Cempaka Pertiwa 16 PT. Graha Primula 17 CV. Cipta Persada Indah 18 PT. Triaxial
19 WHL
20 CV. Tirta Kusuma 21 CV. JAP
22 PT. Graha Manunggal Permata
Responden yang mengisi kuesioner untuk dinding bata konvensional adalah Pelaksana Lapangan, Pengawas Lapangan dan Mandor. Selain itu, yang termasuk di dalam golongan lainnya adalah Quantity Surveyor, Site Arsitek, Logistik, dan Manajer Proyek yang terlihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Jabatan Responden Pada Dinding Bata Konvensional No. Jabatan Jumlah Responden Persentase (%)
1 Pelaksana Lapangan 13 32
2 Pengawas Lapangan 15 38
3 Mandor 8 20
4 Lain-lain 4 10
Total 40 100
Pada Tabel 4.4 terlihat sebagian besar responden adalah lulusan S1 atau Sarjana Teknik kemudian yang termasuk golongan lain-lain yaitu lulusan S2 sebanyak 2 orang, lulusan STM sebanyak 4 orang, lulusan SLTA sebanyak 4 orang, lulusan SMP sebanyak 3 orang, lulusan SD sebanyak 1 orang, serta lulusan D3.
Tabel 4.4. Pendidikan Terakhir Responden Pada Dinding Bata Konvensional
Untuk pengalaman kerja responden terbagi dalam tiga bagian, yaitu yang mempunyai pengalaman 1-5 tahun, lebih dari 5-10 tahun dan mempunyai pengalaman selama lebih dari 10 tahun, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5. Pengalaman Kerja Responden Pada Dinding Bata Konvensional No. Pengalaman Kerja Jumlah Responden Persentase (%)
1 1 - 5 thn 8 20
2 > 5 - 10thn 12 30
3 > 10thn 20 50
Total 40 100
No. Pendidikan Terakhir Jumlah Responden Persentase (%)
1 S1 21 52
2 D3 5 13
3 Lain-lain 14 35
Total 40 100
b. Faktor-faktor penyebab sisa material
Menurut hasil kuesioner, rata-rata skala nilai untuk faktor-faktor penyebab sisa bata konvensional yaitu seperti yang terlihat pada Gambar 4.18.
Gambar 4.18. Faktor Penyebab Sisa Bata Konvensional
Rata-rata hasil dari faktor penyebab sisa bata konvensional berdasarkan urutan skala terbesar yaitu:
1. Sering terjadi yang disebabkan oleh transport & delivery waste (dengan skala nilai 2,85), internal site transit waste (skala nilai 2,60), site storage waste dan application & residue waste (skala nilai 2,55).
2. Jarang terjadi yang disebabkan oleh cutting waste (skala nilai 2,48), learning waste dan fixing waste (skala nilai 1,78).
Pada mortar konvensional, rata-rata skala nilai faktor-faktor penyebab sisa mortar baik untuk spesi maupun plesteran, yaitu seperti terlihat pada Gambar 4.19.
. Gambar 4.19. Faktor Penyebab Sisa Mortar Konvensional
Rata-rata sisa mortar konvensional berdasar skala terbesar yaitu akibat internal site transit dengan skala nilai 2,95 (sering terjadi), application & residue dengan skala nilai 2,83 (sering terjadi), fixing dengan skala nilai 1,90 (jarang terjadi), learning dengan skala nilai 1,65 (jarang terjadi).
Pada pengamatan di lapangan, sisa bata konvesional yang terjadi karena letak dan cara penumpukan bata yang tidak baik, dapat dilihat pada Gambar 4.20.
Gambar 4.20. Site Storage Waste
Sisa bata konvensional akibat pemindahan bata dari tempat penumpukan ke tempat pemasangan, misal: pekerja yang melempar bata seperti terlihat pada Gambar 4.21. Apabila pekerja tidak berhati-hati maka akan mengakibatkan bata terjatuh dan tidak dapat digunakan lagi sehingga akan menimbulkan sisa bata di proyek.
Gambar 4.21. Internal Site Transit Waste
c. Cara penanganan yang dilakukan oleh kontraktor
Menurut hasil kuesioner, rata-rata skala nilai untuk cara penanganan terhadap sisa bata konvensional yang dilakukan oleh kontraktor dapat dilihat pada Gambar 4.22.
Gambar 4.22. Cara Penanganan Sisa Bata Konvensional
Rata-rata penanganan yang dilakukan oleh kontraktor terhadap sisa bata konvensional berdasarkan skala terbesar, yaitu:
1. Penanganan yang sering dilakukan berupa reduce :
- Memperhatikan kualitas dari bata yang digunakan dengan skala nilai 3,43.
- Memilah sisa bata yang masih bisa digunakan kembali dengan skala nilai 3,40.
- Merencanakan dan mengatur jarak antar tempat penumpukan bata dengan tempat pemasangan dengan skala nilai 3,23.
- Mengatur alur pemindahan bata dengan skala nilai 3,13.
- Memberikan pengarahan, pembelajaran, dan perhatian kepada pekerja sebelum pekerjaan pemasangan dinding dimulai dengan skala nilai 3,10.
- Merencanakan dan mengatur letak, sistem penumpukan dengan skala nilai 3,08.
- Memberi pengarahan kepada pekerja mengenai cara pemotongan bata yang benar dengan skala nilai 2,95.
2. Penanganan yang sering dilakukan berupa reuse, yaitu menggunakan kembali sisa bata untuk urugan dengan skala nilai 2,93.
3. Penanganan yang jarang dilakukan berupa salvage, yaitu memberikan sisa bata kepada pihak ketiga dengan skala nilai 1,78.
Sedangkan rata-rata skala nilai untuk cara penanganan terhadap sisa mortar konvensional yang dilakukan oleh kontraktor yaitu seperti terlihat pada Gambar 4.23.
Gambar 4.23. Cara Penanganan Sisa Mortar Konvensional
Cara penanganan yang dilakukan oleh kontraktor terhadap sisa mortar konvensional untuk spesi dan plesteran berdasarkan skala terbesar, yaitu:
1. Penanganan yang sering dilakukan berupa reduce :
- Melakukan pengawasan terhadap tebal spesi dan plesteran sesuai dengan standar dengan skala nilai 3,35.
- Merencanakan dan mengatur letak pengadukan mortar dengan skala nilai 3,30.
- Merencanakan sistem pemindahan mortar dengan skala nilai 3,10.
- Memberi pengarahan kepada pekerja mengenai cara pemasangan mortar yang benar untuk spesi dan plesteran dengan skala nilai 3,08.
- Memberikan pengarahan, pembelajaran, dan perhatian kepada pekerja sebelum pekerjaan pemasangan dinding dimulai dengan skala nilai 3,05.
2. Penanganan yang sering dilakukan berupa reuse, yaitu mengumpulkan sisa mortar yang belum mengering untuk digunakan kembali dengan skala nilai 2,75.
3. Penanganan yang jarang dilakukan berupa salvage, yaitu membuang mortar yang telah mengering sebagai sampah dengan skala nilai 2,23.
4.3.2. Dinding Bata Ringan a. Data Responden
Pada kuesioner untuk dinding bata ringan ini ditujukan kepada beberapa kontraktor khususnya yang pernah menggunakan bata ringan di Surabaya (Tabel 4.6).
Responden yang mengisi kuesioner untuk dinding bata ringan adalah Pelaksana Lapangan sebanyak delapan orang dari total responden 20 orang, kemudian Pengawas Lapangan sejumlah lima orang, serta Mandor empat orang. Selain itu, yang termasuk di dalam golongan lainnya adalah tiga orang Project Manager seperti yang terlihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.6. Data Perusahaan Kontraktor Pada Dinding Bata Ringan No. Perusahaan Kontraktor
1 CV. Bintang Jaya 2 PT. Medex 3 Candra 4 Ongky
5 PT. Inti Daya Kontraktor 6 Tjendra
7 PT. Graha Manunggal Permata
8 WHL
9 CV. Adhi Karya 10 CV. Grasindo
11 PT. Triaxial Surya Perkasa
Tabel 4.7. Jabatan Responden Pada Dinding Bata Ringan No. Jabatan Jumlah Responden Persentase (%)
1 Pelaksana Lapangan 8 40
2 Pengawas Lapangan 5 25
3 Mandor 4 20
4 Lain-lain 3 15
Total 20 100
Pada Tabel 4.8 pendidikan terakhir responden dapat terlihat lulusan S1 atau Sarjana Teknik, yaitu delapan orang. Lulusan D3 sebanyak dua orang, sedangkan untuk lain-lain yaitu lulusan STM sebanyak 7 orang, lulusan SLTA sebanyak 3 orang.
Tabel 4.8. Pendidikan Terakhir Responden Pada Dinding Bata Ringan
Untuk pengalaman kerja responden terbagi dalam tiga bagian, yaitu 5 responden mempunyai pengalaman 1-5 tahun, 3 responden mempunyai pengalaman lebih dari 5- 10 tahun dan 12 responden mempunyai pengalaman selama lebih dari 10 tahun seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Pengalaman Kerja Responden Pada Dinding Bata Ringan No. Pengalaman Kerja Jumlah Responden Persentase (%)
1 1 - 5 thn 5 25
2 > 5 - 10thn 3 15
3 > 10thn 12 60
Total 20 100
b. Faktor-faktor penyebab sisa material
Rata-rata hasil dari faktor penyebab sisa bata ringan berdasarkan urutan skala terbesar (Gambar 4.24):
1. Sering terjadi yang disebabkan oleh application & residue waste (skala nilai 2,55).
2. Jarang terjadi yang disebabkan oleh cutting waste (skala nilai 2,50), learning waste (skala nilai 2,35), fixing waste (skala nilai 2,20), transport & delivery (skala nilai 1,95), internal site transit (skala nilai 1,90) dan site storage (skala nilai 1,80).
No. Pendidikan Terakhir Jumlah Responden Persentase (%)
1 S1 8 40
2 D3 2 10
3 Lain-lain 10 50
Total 20 100
Gambar 4.24. Faktor Penyebab Sisa Bata Ringan
Pada mortar siap pakai untuk spesi maupun plesteran, rata-rata faktor penyebab sisa mortar siap pakai ini dapat dilihat pada Gambar 4.25.
Gambar 4.25. Faktor Penyebab Sisa Mortar Siap Pakai
Rata-rata hasil sisa mortar siap pakai berdasarkan urutan skala terbesar yaitu application & residue dengan skala nilai 2,80 (sering terjadi), akibat learning dengan skala nilai 2,50 (jarang terjadi), internal site transit dengan skala nilai 2,25 (jarang terjadi), fixing dengan skala nilai 2,25 (jarang terjadi).
Pada pengamatan yang dilakukan di lapangan, sisa bata ringan yang terjadi akibat letak dan cara penumpukan bata (site storage waste) seperti terlihat pada Gambar 4.26, sehingga terdapat pecahan-pecahan bata pada tempat penumpukan bata tersebut.
Gambar 4.26. Sisa Bata Ringan Pada Tempat Penumpukan
Sisa bata ringan akibat perbaikan (rework) atau perubahan dimensi sehingga pasangan bata harus dibongkar, seperti terlihat pada Gambar 4.27.
Gambar 4.27. Sisa Bata Ringan Akibat Rework
c. Cara penanganan yang dilakukan oleh kontraktor
Rata-rata penanganan yang dilakukan oleh kontraktor terhadap sisa bata ringan berdasarkan skala terbesar (Gambar 4.28) yaitu:
1. Penanganan yang selalu dilakukan berupa reduce:
- Memilah sisa bata yang masih bisa digunakan kembali dengan skala nilai 3,70.
- Memberikan pengarahan, pembelajaran, dan perhatian kepada pekerja sebelum pekerjaan pemasangan dinding dimulai dengan skala nilai 3,70.
- Memberi pengarahan kepada pekerja mengenai cara pemotongan bata yang benar dengan skala nilai 3,60.
2. Penanganan yang sering dilakukan berupa reduce :
- Memperhatikan kualitas dari bata yang digunakan dengan skala nilai 3,30.
- Merencanakan dan mengatur letak, sistem penumpukan dengan skala nilai 3,30.
- Merencanakan dan mengatur jarak antar tempat penumpukan bata dengan tempat pemasangan dengan skala nilai 3,10.
- Mengatur alur pemindahan bata dengan skala nilai 3,00.
3. Penanganan yang sering dilakukan berupa reuse, yaitu menggunakan kembali sisa bata untuk urugan dengan skala nilai 2,85.
4. Penanganan yang jarang dilakukan berupa salvage, yaitu memberikan sisa bata kepada pihak ketiga dengan skala nilai 1,95.
Gambar 4.28. Cara Penanganan Sisa Bata Ringan
Cara penanganan yang dilakukan oleh kontraktor terhadap sisa mortar siap pakai untuk spesi dan plesteran berdasarkan skala terbesar (Gambar 4.29) yaitu:
1. Penanganan yang selalu dilakukan berupa reduce:
- Melakukan pengawasan terhadap tebal spesi dan plesteran sesuai dengan standar dengan skala nilai 3,75.
- Memberikan pengarahan, pembelajaran, dan perhatian kepada pekerja sebelum pekerjaan pemasangan dinding dimulai dengan skala nilai 3,70.
- Memberi pengarahan kepada pekerja mengenai cara pemasangan mortar yang benar untuk spesi dan plesteran dengan skala nilai 3,55.
2. Penanganan yang sering dilakukan berupa reuse, yaitu mengumpulkan sisa mortar yang belum mengering untuk digunakan kembali dengan skala nilai 3,20.
3. Penanganan yang sering dilakukan berupa reduce:
- Merencanakan dan mengatur letak pengadukan mortar dengan skala nilai 2,95.
- Merencanakan sistem pemindahan mortar dengan skala nilai 2,90.
4. Penanganan yang jarang dilakukan berupa salvage, yaitu membuang sisa mortar yang telah mengering sebagai sampah dengan skala nilai 2,45.
Gambar 4.29. Cara Penanganan Sisa Mortar Siap Pakai
4.3.3. Perbandingan Antara Dinding Bata Konvensional dengan Dinding Bata Ringan
Dari hasil kuesioner dapat diketahui perbandingan faktor-faktor penyebab sisa bata seperti yang terlihat pada Gambar 4.30. Pada bata konvensional faktor penyebab yang sering terjadi yaitu transport & delivery, site storage, internal site transit dan
application & residue. Hal ini disebabkan karena kualitas bata yang kurang baik, mudah patah atau pecah-pecah sehingga pada saat pengiriman dan penurunan banyak terdapat pecahan-pecahan bata sehingga sisa bata yang terjadi lebih banyak. Faktor penyebab internal site transit disebabkan banyak bata yang dilempar oleh pekerja pada saat pemindahan bata. Pada faktor penyebab site storage, sisa bata terjadi akibat penumpukan bata yang tidak baik oleh pekerja sehingga banyak bata yang pecah dan pada saat pemasangan (application & residue) sisa bata terjadi karena adanya bata yang terjatuh.
Pada bata ringan, faktor penyebab sisa yang sering terjadi yaitu application &
residue disebabkan pekerja yang tidak terbiasa atau kurang berpengalaman dalam pemasangan maupun penggunaan alat yang dianjurkan sehingga hal ini menyebabkan terjadinya sisa material.
Gambar 4.30. Perbandingan Faktor Penyebab Sisa Bata
Pada mortar konvensional, faktor penyebab sisa yang sering terjadi yaitu akibat internal site transit dan application & residue. Hal ini disebabkan perilaku pekerja di lapangan seperti pekerja yang tidak berhati-hati dalam membawa timba mortar, mengisi timba dengan mortar yang terlalu penuh serta pada saat pemasangan bata banyak mortar yang jatuh atau tercecer. Pada mortar siap pakai, faktor penyebab yang sering terjadi yaitu saat application & residue, seperti perilaku pekerja yang memasang spesi terlalu tebal sehingga ketika hendak direkatkan dengan bata yang
lain, mortar keluar dari dimensi bata yang terpasang. Perbandingan faktor penyebab sisa mortar dapat dilihat pada Gambar 4.31.
Gambar 4.31. Perbandingan Faktor Penyebab Sisa Mortar
Cara penanganan yang banyak dilakukan oleh kontraktor yaitu berupa reduce.
Pada hasil kuesioner untuk cara penanganan sisa bata konvensional yang sering dilakukan yaitu memperhatikan kualitas bata, memilah sisa bata yang masih bisa digunakan kembali, merencanakan dan mengatur jarak antar tempat penumpukan bata dengan tempat pemasangan, mengatur alur pemindahan bata, memberi pengarahan, pembelajaran dan perhatian kepada pekerja sebelum pekerjaan dinding dimulai termasuk mengenai cara pemotongan bata yang benar, merencanakan dan mengatur letak dan sistem penumpukan serta menggunakan kembali sisa bata untuk urugan. Hal ini bisa dilakukan untuk meminimalisasi sisa bata, karena apabila menggunakan bata dengan kualitas yang baik dan tidak mudah patah secara langsung akan berpengaruh terhadap volume sisa yang dihasilkan. Cara penanganan dengan memilah sisa bata yang masih bisa digunakan lagi dan mengatur alur pemindahan, letak penumpukan, sistem penumpukan serta jarak tempat penumpukan dengan tempat pemasangan bertujuan agar volume sisa bata yang terbuang tidak besar.
Pada bata ringan, cara penanganan yang selalu dilakukan adalah memilah sisa bata yang bisa digunakan lagi dan memberi pengarahan, pembelajaran, perhatian kepada pekerja yang belum berpengalaman serta memberi pengarahan mengenai cara
pemotongan bata yang benar. Hal ini dilakukan karena bata ringan termasuk produk yang masih baru, dimana pekerja belum terbiasa sehingga perlu adanya suatu pembelajaran dalam pemasangan bata maupun penggunaan peralatan dalam proses pemasangan dinding bata ringan. Perbandingan cara penanganan sisa bata dapat dilihat pada Gambar 4.32.
Gambar 4.32. Perbandingan Cara Penanganan Sisa Bata
Secara garis besar cara penanganan terhadap sisa mortar konvensional dan mortar siap pakai hampir sama yaitu melakukan pengawasan terhadap tebal spesi dan plesteran dengan tujuan agar dalam pemasangan dinding baik spesi maupun plesteran nantinya dapat menghasilkan dinding yang baik dan rata, serta memberi pengarahan, pembelajaran, dan perhatian kepada pekerja sebelum pekerjaan pemasangan dinding dimulai serta pengarahan mengenai cara pemasangan mortar yang benar. Selain itu cara penanganan yang juga sering dilakukan adalah merencanakan letak pengadukan mortar dan sistem pemindahan mortar. Hal ini dilakukan untuk mencegah adanya mortar yang jatuh atau tercecer pada saat pemindahan mortar dengan timba. Dan juga cara penanganan yang sering dilakukan oleh kontraktor yaitu mengumpulkan kembali sisa mortar yang belum mengering untuk digunakan lagi, hal ini dapat meminimalisasi
sisa mortar yang terjadi di lapangan. Perbandingan cara penanganan sisa mortar konvensional dengan mortar siap pakai dapat dilihat pada Gambar 4.33.
Gambar 4.33. Perbandingan Cara Penanganan Sisa Mortar