• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Disusun Oleh: RUDIMAN SIGIRO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Disusun Oleh: RUDIMAN SIGIRO"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

IMPLEMENTASI UU NO 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK PELAYANAN INFORMASI DAN KOMUNIKASI DINAS KOMUNIKASI

DAN INFORMATIKA KOTA MEDAN

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Disusun Oleh:

150921004 RUDIMAN SIGIRO

DEPARTEMEN ADMINISTRASI NEGARA EKSTENSI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATRA UTARA MEDAN

2017

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ADMINISTRASI NEGARA EKSTENSI

HALAMAN PERSETUJUAN Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh:

Nama : Rudiman Sigiro NIM : 150921004

Departemen : Administrasi Negara Ekstensi

Judul : Implementasi UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Pelayanan Informasi dan Komunikasi pada Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan

Medan, April 2017 Pembimbing Ketua Program Studi

Drs. M. Ridwan Rangkuti, MS

NIP: 19611004198601001 NIP: 196203011986031027 Dr. Tunggul Sihombing, MA

Dekan FISIP USU

NIP. 197409302005011002 Dr. Muryanto Amin,S.Sos,M.Si

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan kasih karunia-Nya yang diberikan sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan.

Skripsi saya yang berjudul “ Implementasi UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Pelayanan Informasi dan Komunikasi pada Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan”, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Administrasi Negara di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Program Studi Administrasi Negara Ekstensi Universitas Sumatera Utara Medan.

Saya persembahkan khususnya skripsi saya ini kepada kedua orang tua saya yang sangat saya kasihi yang selalu memberikan cinta kasih, arahan, motivasi, dukungan dan yang paling penting doa mereka di setiap waktu untuk saya.

Saya juga menerima banyak bantuan dari berbagai pihak untuk kelancaran penyelesaian skripsi ini. Untuk itu saya sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, MSi selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, MA selaku Ketua Program Studi S1 Admininstrasi Negara Ekstensi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. M. Ridwan Rangkuti, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingannya dengan penuh kesabaran, memberikan waktu, perhatian, saran serta arahan selama penulisan skripsi ini.

(4)

4. Seluruh Staf dan Karyawan Departemen Admininstrasi Negara Ekstensi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Kepada saudara-saudara saya yang telah memberikan cinta kasih dan motivasi demi kelancaran skripsi ini.

6. Kepada seluruh teman-teman yang memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, untuk itu dengan segala kerendahan hati saya sebagai penulis meminta maaf. Akhir kata, penulis mengucapkan terimakasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi berbagai pihak.

Medan, April 2017 Penulis

Rudiman Sigiro

(5)

ABSTRAK

IMPLEMENTASI UU NO. 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK PELAYANAN INFORMASI DAN KOMUNIKASI

PADA DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KOTA MEDAN Nama : Rudiman Sigiro

NIM : 150921004

Prodi : Administrasi Negara Ekstensi Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, MS

Informasi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Medan adalah informasi yang berkaitan dengan badan publik, informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik terkait, informasi mengenai laporan keuangan dan informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kelompok masyarakat yang paling membutuhkan informasi adalah LSM, Wartawan dan Akademisi, dimana mereka dapat menyebarkan informasi yang sudah diterima kepada masyarakat luas sehingga pemerintah dapat dinilai masyarakat transparan.

Sehinggga dirasa perlu untuk membahas apakah implementasi kebijakan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik terkait pelayanan dan komunikasi pada Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Medan maka masyarakat dapat mendapat informasi yang transparan dan akuntabel.

Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk menjelaskan implementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pelayanan dan Komunikasi di Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan.

Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah kualitatif. Data penelitian diperoleh dari observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Informan dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok, yaitu informan kunci, informan utama dan informan tambahan. Penentuan informan utama dilakukan secara purposive yaitu penentuan informan secara sengaja.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di lapangan menunjukkan bahwa dari segi komunikasi, keterbukaan informasi pada dinas Kominfo masih belum memadai. Informasi yang disampaikan secara terbuka kepada masyarakat masih terbatas pada informasi yang kurang penting, dan cara penyampaiannya pun tidak secara langsung kepada masyarakat. Dari segi sumber daya, informasi data yang diberikan sudah sesuai dengan kepentingan publik, dan dampaknya secara fisik telah diterima masyarakat. Namun sering terjadi penyelewengan dana sehingga sangat merugikan kepentingan umum. Dari segi struktur birokrasi, dinas telah melakukan fungsi pengawasan atas pelaksanaan pemberian informasi pelaksanaan pemerintahan telah dilakukan dengan baik. Pimpinan yang terkait dengan fungsi pengawasan telah memantau secara langsung ke lapangan untuk mengetahui bahwa masyarakat sudah memperoleh informasi secara memadai dan benar-benar sesuai dengan kepentingan publik. Dari segi disposisi, Dinas Kominfo secara serius menanggapi keluhan yang timbul dari masyarakat khususnya data-data yang kurang. Namun keterbatasan sumber daya dana sering menjadi kendala sehingga tanggapan terhadap keluhan masyarakat dengan realisasi perbaikan menjadi terlambat

(6)

Kata Kunci: Implementasi, Keterbukaan Informasi Publik, Pelayanan Informasi dan Komunikasi

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... iii

ABSTRACT ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 9

1.4. Manfaat Penelitian ... 9

1.5. Kerangka Teori Penelitian ... 10

1.5.1. Kebijakan Publik ... 10

1.5.2. Tahap-tahap Perumusan Kebijakan ... 12

1.5.3. Implementasi Kebijakan ... 15

1.5.4. Transparansi ... 21

1.5.5. Informasi ... 26

1.6. Penelitian Terdahulu ... 28

1.7. Kerangka Berpikir ... 30

BAB II METODE PENELITIAN 2.1. Bentuk Penelitian ... 32

(7)

2.2. Lokasi Penelitian ... 33

2.3. Informan Penelitian ... 33

2.4. Teknik Pengumpulan Data ... 34

2.5. Instrument Penelitian ... 35

2.6. Teknik Analisis Data ... 36

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 3.1. Sejarah Singkat ... 38

3.2. Visi dan Misi ... 38

3.3. Tugas Pokok dan Fungsi ... 40

3.4. Struktur Organisasi ... 42

BAB IV PENYAJIAN HASIL PENELITIAN BAB V ANALISIS DATA 5.1. Kategorisasi Data ... 66

5.2. Pembahasan ... 70

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 86

6.2. Saran ... 87 DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Bagan Kerangka Berpikir ... 30 Gambar 2.1. Komponen Dalam Analisis Data ... 37 Gambar 3.1. Struktur Organisasi Dinas Komunikasi dan Informatika

Sumatera Utara ... 43

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Transkrip Data... 49 Tabel 5.1. Kategorisasi Data ... 66

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam era demokrasi saat ini, Informasi merupakan kebutuhan yang sangat penting. Informasi dapat menciptakan perkembangan dalam kehidupan manusia baik secara politik, hukum, ekonomi, maupun sosial budaya. Oleh karena itu, dalam pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa kebebasan memperoleh keterbukaan informasi merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM).

Pemerintah, baik pusat maupun daerah, dituntut untuk dapat mewujudkan pelayanan publik yang prima. Menurut Keputusan MenPAN No 63 Tahun 2003, Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kebutuhan penerima pelayanan, masyarakat, salah satunya adalah kebutuhan akan informasi.

Salah satu upaya dalam mewujudkan kebutuhan masyarakat akan informasi adalah dengan mewujudkan transparansi penyelenggaraan pemerintah.

Transparansi penyelenggaraan pelayanan publik merupakan pelaksanaan tugas dan kegiatan yang bersifat terbuka bagi masyarakat atas proses kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan atau pengendaliannya, serta mudah diakses oleh semua pihak yang membutuhkan informasi. Pelayanan publik dalam masyarakat dan keterbukaan informasi publik tidak dapat dipisahkan. Negara

(11)

berkewajiban melayani setiap warga negara untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik. Guna mewujudkan pemerintahan yang transparan, pemerintah telah mengatur adanya keterbukaan informasi publik melalui Undang-Undang Nomor14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

UU KIP mulai berlaku pada tanggal 30 April 2010. UU KIP sebagai produk hukum yang akan menjamin keberadaan informasi pada badan-badan publik untuk masyarakat. Hal ini menarik mengingat selama ini informasi pada badan publik masih dirasakan kurang, bahkan cenderung tertutup sehingga keberadaan UU KIP sangat penting sebagai landasan hukum yang berkaitan dengan (1) hak setiap orang untuk memperoleh informasi; (2) kewajiban Badan Publik menyediakan dan melayani permintaan informasi secara cepat, tepat waktu, biaya ringan/proporsional, dancara sederhana, (3) pengecualian bersifat ketat dan terbatas; (4) kewajiban badan publik untuk membenahi sistem dokumentasi dan pelayanan Informasi. UU KIP telah memberikan kewajiban kepada seluruh penyelenggara pemerintahan, termasuk pemerintahan daerah.

Hal ini dapat dilihat sebagai badan publik, pemerintah daerah memiliki kewajiban untuk membuka akses informasi publik yang berkaitan dengan badan publik kepada masyarakat luas. Sesuai dengan Pasal 9, 10, dan 11 UU KIP, Badan publik wajib menyediakan informasi baik yang berkala, informasi yang serta merta harus disebarluaskan, informasi yang harus ada setiap saat, maupun informasi yang diminta oleh masyarakat. Selain itu, badan publik wajib mengumumkan layanan informasi yang berkaitan dengan rekapitulasi jumlah

(12)

permintaan informasi, waktu yang diperlukan, jumlah pemberian dan penolakan, dan alasan penolakan tersebut.

Dalam UU ini juga telah ditentukan batasan-batasan mengenai informasi yang wajib disediakan dan diumumkan oleh Badan Publik dengan cara penyebarluasan yang mudah dijangkau oleh masyarakat serta dalam bahasa yang mudah dipahami. Secara lengkap juga, UU KIP ini menjelaskan mengenai jenis- jenis informasi yang dikecualikan untuk diketahui oleh masyarakat dengan alasan- alasan tertentu. Secara komprehensif UU KIP mengatur mengenai kewajiban badan publik negara dan badan publik non-negara untuk memberikan pelayanan informasi yang terbuka, transparan dan bertanggung jawab kepada masyarakat.

Menurut UU KIP Pasal 13, upaya mewujudkan pelayanan publik dalam pemberian informasi, badan publik dituntut untuk menunjuk Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi, serta membuat dan mengembangkan sistem penyediaan layanan informasi secara cepat, mudah, dan wajar sesuai dengan petunjuk teknis standar layanan informasi publik yang berlaku.

Keadaan in imencipatakan badan publik yang memiliki pejabat baru dan sistem penyediaan layanan informasi. Untuk mencapai semua hal tersebut sangatlah dibutuhkan inisiatif badan publik untuk merubah ketertutupan mereka selama ini sehingga dapat menjadi badan publik yang terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat. Pemerintah daerah saat ini dituntut menyediakan akses informasi bagi siapa saja sehingga dapat mewujudkan keterbukaan atau transparansi penyelenggaraan pemerintah dan pelayanan publik. Transparansi pada pemerintahm daerah, didukung dengan adanya pejabat khusus yang bertugas

(13)

dalam memberikan keterbukaan informasi. Penunjukkan PPID merupakan langkah awal dilaksanakannya UU KIP.

Saat ini, jumlah pemerintah daerah yang telah melaksanakan UU KIP masih sangat sedikit. Hal ini ditunjukkan dengan masih sedikitnya jumlah pemerintah daerah yang telah membentuk PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) Daerah. Dari data rekapitulasi jumlah PPID menurut Ditjen IKP hingga 22 November 2012, jumlah pemerintah daerah yang telah membentuk PPID masih jauh dari jumlah PPID yang seharusnya terbentuk. Padahal PPID merupakan bagian yang penting guna terselenggarakannya UU KIP. Masih banyaknya PPID yang belum terbentuk menyebabkan terhambatnya pemerintahan yang transparan bagi masyarakat.

Sesuai dengan Permendagri No 35 Tahun 2010, PPID merupakan pejabat yang bertanggungjawab kepada sekretaris daerah dan memiliki tanggungjawab yang besar dalam terwujudnya transparansi.Sebagai pengelola informasi, PPID memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mengumpulkan, mengkordinasikan dan menyebarluaskan informasi yang menjadi tanggung jawabnya. Oleh karena itu, peran PPID secara langsung terhadap terwujudnya keterbukaan informasi sangat besar. Dalam pengelolaan informasi, sesuai UU KIP, selalu dituntut adanya koordinasi antar SKPD sehingga informasi mengenai seluruh informasi, baik kebijakan dan anggaran pemerintah daerah, dapat dikelola dan menjadi informasi bagi publik.

Dalam UU No. 14 Tahun 2008 tentang KIP telah diatur mengani hak dan kewajiban badan publik. Badan publik perlu menginformasikan informasi-informasi

(14)

yang terbuka secara umum menurut peraturan ini. Undang-Undang tersebut tidak hanya mengatur keterbukaan informasi pada lembaga negara saja, tetapi juga pada organisasi nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari dana publik, baik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sumbangan masyarakat, maupun sumber luar negeri.

Keberadaan aturan yang kuat secara hukum sangat perlu diatur dalam peraturan daerah. Hal ini ditujukan guna meningkatkan kualitas keterbukaan informasi publik di Kota Medan. PPID memiliki peran yang vital dalam penerapan UU KIP. PPID harus memiliki kemampuan dan kewenangan untuk mengelola memberikan informasi ke masyarakat. PPID juga harus mampu mengkategorikan informasi yang terbuka dan informasi yang tertutup. Namun, dilihat dari informasi yang masih disebarluaskan oleh PPID Kota Medan melalui website resminya, masih belum menunjukkan informasi-informasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Bahkan, informasi laporan keuangan tidak ada sama sekali.

Terdapat banyak masalah yang terjadi di Pemerintahan Kota Medan tidak melibatkan publik dalam proses mengambil keputusan. Artinya keputusan yang diambil pemerintah tanpa menunggu hasil musyawarah dengan publik, sehingga banyak informasi-informasi tidak diketahui oleh publik karena dari awalnya saja publik tidak dilibatkan, maka pemerintah dengan sendirinya akan berusaha menutup-nutupi informasi yang dibutuhkan publik.

Tidak adanya informasi ini, tidak sesuai dengan amanat peraturan pelaksanaan UU KIP, PerKI No 1 Tahun 2010 tentang standar layanan informasi.

Seharusnya sejak berlakunya UU KIP dan dibentuknya PPID, hal ini sudah

(15)

merupakan tanggungjawab karena merupakan peran dan fungsi PPID. Melihat UU KIP sendiri, masih banyak kewajiban badan publik sebagaimana yang diamanatkan dalam UU KIP. Menarik untuk dilihat, bahwa dengan adanya UU KIP dan munculnya PPID dapat memberikan perubahan terhadap kualitas informasi dan pelayanan informasi kepada masyarakat dan penyelesaian sengketa informasi.

Adanya UUKIP dan munculnya PPID dapat memberikan perubahan terhadap kualitas informasi dan pelayanan informasi kepada masyarakat dan penyelesaian sengketa informasi. Pada tahun 2011, Kota Medan menempati urutan kedua sebagai kota terkorup (Detik News, 2011). Bahkan, pada tahun 2012, Pemerintah Kota Medan menurut survey integritas KPK, menempati urutan pertama dengan nilai terburuk (Kompas, 2012). Hasil tersebut merupakan survey integritas badan publik yang dilakukan KPK. Tingkat korupsi yang masih tinggi di Kota Medan merupakan bentuk buruknya birokrasi.

Pemerintah yang korup, dapat diatasi salah satunya dengan mendorong transparansi pada birokrasi pemerintahan. Transparansi sangat erat kaitannya dengan tingkat korupsi. Pemerintahan daerah yang transparan, akan menyebabkan adanya keterbukaan dalam penyelenggaraan pemerintahan sehingga dapat mengurangi penyalahgunaan wewenang dalam pelaksanaan tugas pemerintahan. Selain itu, transparansi juga menimbulkkan adanya peran serta masyarakat dalam mengawasi setiap kebijakan-kebijakan pemerintah sehingga masyarakat dapat ikut berperan aktif dalam melakukan pengawasan. Saat ini,sangat sedikit sekali masyarakat yang paham terhadap kebijakan-kebijakanpemerintahannya sendiri.

(16)

Hal ini menyebabkan semakin mudahnya korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara pemerintahan. Transparansi merupakan salah satu upaya dalam mencegah timbulnya praktik korupsi. Adanya UU KIP diharapkan mampu mengurangi praktik korupsi di Kota Medan. Hasil survey Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) soal Indeks Persepsi Integritas terkait pelayanan publik dalam mengurus perizinan, seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP), Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) pada Pemerintah Kota (Pemkot) Medan mengindikasikan perilaku korupsi di jajaran Pemkot Medan sudah sampai pada tingkat mewabah dan sistemik.

Itulah yang membuat Pemkot Medan mendapat nilai buruk sebagai kota terkorup kedua. Munculnya Surat Keputusan Walikota tentang Penunjukkan PPID diharapkan dapat memberikan angin segar terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang terbuka dan transparan. Menurut amanat UU KIP, badan publik harus menetapkan standar operasional prosedur sehingga ada kejelasan dalam pengelolaan informasi yang terbuka. Mengingat Kota Medan telah memiliki keputusan pembentukan PPID, keberadaan PPID di Kota Medan perlu dilihat peran dan fungsinya serta dukungan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Kota Medan untuk medukung keterbukaan informasi publik seperti anggaran, kebijakan, sarana, dan prasarana hingga hasil yang dicapai oleh PPID.

Informasi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat Medan adalah informasi yang berkaitan dengan badan publik, informasi mengenai kegiatan dan kinerja badan publik terkait, informasi mengenai laporan keuangan dan informasi lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Kelompok masyarakat yang paling membutuhkan informasi adalah LSM, Wartawan dan Akademisi, dimana mereka dapat menyebarkan informasi yang sudah diterima kepada

(17)

masyarakat luas sehingga pemerintah dapat dinilai masyarakat transparan.

Informasi yang dapat diberikan oleh Pemerintah Kota Medan kepada masyarakat terbatas pada dinas-dinas yang sudah dibentuk oleh pemerintah dan tidak bisa diberikan diluar bidang masing-masing dinas tersebut.

Laporan keuangan merupakan salah satu informasi yang harus disebarluaskan. Namun, sebelum disebarluaskan, laporan keuangan terlebih dahulu diaudit oleh BPK agar informasi yang dihasilkan benar-benar akurat.

Namun menurut peneliti, hingga saat ini belum ada laporan keuangan yang disebarluaskan oleh Pemkot Medan. Seharusnya Pemko Medan sudah dapat menyebarluaskan informasi keuangan dan kinerja pada tahun sebelumnya.

Namun, yang terjadi saat ini, masih belum ditemukan informasi-informasi tersebut dalam situs resmi Pemko Medan. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakseriusan Pemkot Medan dalam melaksanakan UU KIP.

Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk melihat implementasi UU No. 14 Tahun 2008. Oleh karena itu penulis mengangkatnya dalam sebuah penelitian yang berjudul “Implementasi UU No. 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Pelayanan Informasi dan Komunikasi pada Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan”.

1.2. Rumusan Masalah

Adanya UU KIP dan PPID, masih memunculkan sengketa-sengketa informasi sehingga patut menjadi pertanyaan pelaksanaan UU KIP di Medan.

Dalam setiap pelaksanaan suatu kebijakan butuh adanya Political will dari pimpinan daerah untuk memberikan apa yang seharusnya dimiliki oleh

(18)

masyarakat. Sengketa informasi di Kota Medan telah muncul sebagai hak masyarakat untuk memperoleh informasi.

Munculnya sengketa informasi mengindikasikan masih adanya informasi yang belum dibuka pada publik meskipun merupakan informasi yang terbuka.

Informasi yang terbuka dan tertutup sebagian besar sudah ditentukan oleh peraturan UU KIP melalui PerKI No 1 Tahun 2010. Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan riset mengenai implementasi kebijakan UU KIP di wilayah Pemerintahan Kota Medan. Sebagai badan publik, Pemerintah Kota Medan wajib melaksanakan amanat dari di undang undangkannya UU Nomor 14 Tahun 2008.

Oleh karena itu, pertanyaan dalam penelitian ini adalah: Apakah implementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik terkait pelayanan dan komunikasi pada Dinas Komunikasi dan Informasi Kota Medan maka masyarakat dapat mendapat informasi yang transparan dan akuntabel ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian untuk menjelaskan implementasi kebijakan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pelayanan dan Komunikasi di Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan adanya latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, penulis juga ingin menuliskan manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

(19)

1. Bagi penulis, dalam upaya menambah wawasan dan pengetahuan mengenai implementasi kebijakan undang-undang keterbukaan informasi publik di lingkungan pemerintah daerah dan kendalanya

2. Bagi pemerintah, memberikan kontribusi pengetahuan dalam bidang implementasi kebijakan undang-undang keterbukaan informasi publik pada pemerintahan daerah dan dapat memberi masukan berupa sumbangan pemikiran guna pendalaman teori implementasi kebijakan keterbukaan informasi publik pemerintah daerah.

3. Bagi akademis, menjadi tambahan kepustakaan dalam studi lebih lanjut bagi peneliti lainnya dan memberikan tambahan wawasan yang berkaitan dengan penelitian serupa dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam di masa yang akan datang

1.5. Kerangka Teori 1.5.1. Kebijakan Publik

Menurut Tangkilisan (2006:1) bahwa:

Kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Dalam kenyataannya kebijakan tersebut telah banyak membantu para pelaksana pada tingkat birokrasi pemerintah maupun para politisi untuk memecahkan masalah-masalah publik. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.

Menurut Heglo dalam Abidin (2007:21) bahwa kebijakan adalah suatu tindakan yang bermaksud untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sedangkan menurut Anderson dalam Abidin (2007:21) mendefinisikan kebijakan sebagai

(20)

serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.

Dalam pelaksanaan kebijakan publik terdapat tiga tingkat pengaruh sebagai implikasi dari tindakan pemerintah yaitu:

a. Adanya pilihat kebijakan atau keputusan yang dibuat oleh politisi, pegawai pemerintah atau yang lainnya yang bertujuan menggunakan kekuatan publik untuk mempengaruhi kehidupan masyarakat.

b. Adanya output kebijakan, dimana kebijakan yang diterapkan pada level ini menuntut pemerintah untuk melakukan pengaturan, penganggaran, pembentukan personil dan membuat regulasi dalam bentuk program yang akan mempengaruhi kehidupan masyarakat.

c. Adanya dampak kebijakan yang merupakan efek pilihan yang mempengaruhi kehidupan masyarakat.

Konsep kebijakan publik ternyata juga dimaknai dan dirumuskan secara beragam. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa sebagian besar definisi yang dikemukakan dipengaruhi oleh masalah-masalah tertentu yang ingin dilihat.

Pandangan pertama, ialah pendapat para ahli yang mengidentikkan kebijakan publik dengan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. Beranggapan bahwa semua tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pada dasarnya disebut sebagai kebijakan publik.

Padangan kedua, ialah pendapat para ahli yang memusatkan perhatian pada implementasi kebijakan. Mereka melihat kebijakan publik sebagai keputusan-

(21)

keputusan yang mempunyai tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran tertentu dan mempunyai dampak dan akibat-akibat yang diramalkan, atau dapat diantisipasikan sebelumnya. Seperti yang dikemukakan Wahab (2008:52) bahwa kebijakan publik adalah serentetan intruksi/perintah dari para pembuat kebijakan yang ditujukan kepada para pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan serta cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Menurut Anderson dalam Tangkilisan (2006:2) bahwa kebijakan publik merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang actor atau sejumlah actor dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan. Konsep kebijakan publik ini kemudian mempunyai beberapa implikasi, yaitu:

1. Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan.

2. Kebijakan publik itu berisi tindakan-tindakan pemerintah.

3. Kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan.

4. Kebijakan pemerintah tersebut didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

1.5.2. Tahap-tahap Perumusan Kebijakan

Menurut Winarno (2011:12) bahwa “Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak proses maupun variabel yang harus

(22)

dikaji”. Oleh karena itu, dalam memacahkan sebuah permasalahan yang dihadapi kebijakan publik, ada beberapa tahap analisis yang harus dilakukan, yaitu:

1. Agenda kebijakan

Tahap penetapan agenda kebijakan ini adalah penentuan masalah publik yang akan dipecahkan, dengan memberikan informasi mengenai kondisi- kondisi yang menimbulkan masalah. Dalam hal ini isu kebijakan dapat berkembang menjadi agenda kebijakan apabila memenuhi syarat, seperti:

memiliki efek yang besar terhadap kepentingan masyarakat, dan tersedianya teknologi dan dana untuk menyelesaikan masalah publik tersebut.

2. Formulasi kebijakan

Formulasi kebijakan berarti pengembangan sebuah mekanisme untuk menyelesaikan masalah publik. Dalam menentukan kebijakan pada tahap ini dapat menggunakan analisis biaya manfaat dan analisis keputusan, dimana keputusan yang harus diambil pada posisi tidak menentu dengan informasi yang serba terbatas. Pada tahap ini diidentifikasi kemungkinan kebijakan yang dapat digunakan melalui prosedur forecasting untuk memecahkan masalah yang di dalamnya terkandung konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan yang akan dipilih.

3. Adopsi kebijakan

Merupakan tahap untuk menentukan pilihan kebijakan yang akan dilakukan. Terdapat di dalamnya beberapa hal yaitu identifikasi alternatif kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk merealisasikan masa

(23)

depanyang diinginkan dan juga mengidentifikasi alternatif-alternatif dengan menggunakan kriteria-kriteria yang relevan agar efek positif alternatif kebijakan lebih besar daripada efek negatif yang akan terjadi.

4. Implementasi kebijakan

Pada tahap ini suatu kebijakan telah dilaksanakan oleh unit-unit eksekutor (birokrasi pemerintah) tertentu dengan memobilisasikan sumber dan adan sumber daya lainnya (teknologi dan manajemen). Implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah diseleksi.

Sehingga dengan mengorganisir, seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber daya, unit-unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program.

5. Evaluasi kebijakan

Tahap akhir dari proses pembuatan kebijakan adalah penilaian terhadap kebijakan yang telah diambil dan dilakukan. Dalam penilaian ini semua proses implementasi dinilai apakah telah sesuai dengan yang telah ditentukan atau direncanakan dalam program kebijkakan tersebut sesuai dengan ukuran-ukuran (kriteria-kriteria) yang telah ditentukan. Evaluasi keijakan dapat dilakukan oleh lembaga independen maupun pihak birokrasi pemerintah sendiri (sebagai eksekutif) untuk mengetahui apakah program yang dibuat oleh pemerintah telah mencapai tujuannya atau tidak.

Apabila ternyata tujuan program tidak tercapai atau memiliki kelemahan,

(24)

maka perlu diketahui apa penyebabnya sehingga kesalahan yang sama tidak terulang di masa yang akan datang.

1.5.3. Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijakan dirumuskan. Tanpa suatu implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia belaka. Oleh karena itu implementasi kebijakan mempunyai kedudukan yang penting di dalam kebijakan publik. Menurut Wahab bahwa “Pelaksanaan kebijakan adalah suatu yang penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan hanya akan berupa impian atau rencana yang bagus, yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.

Menurut Nakamura dan Smallwood dalam Tangkilisan (2006:17) bahwa hal-hal yang berhubungan dengan implementasi kebijakan adalah keberhasilan dalam mengevaluasi masalah dan kemudian menterjemahkannya ke dalam keputusan yang bersifat khusus.

1.5.3.1. Model-model Kebijakan Implementasi 1. Charles O. Jones

Tiga kegiatan utama yang paling penting dalam implementasi adalah:

a. Penafsiran, yaitu merupakan kegiatan yang menterjemahkan makna program ke dalam pengaturan yang dapat diterima dan dapat dijalankan.

b. Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program ke dalam tujuan kebijakan.

(25)

c. Penerapan yang berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan, upah, dan lain-lainnya.

Proses implementasi kebijakan itu sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku badan administratif yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok sasaran, melainkan pula menyangkut jaringan kekuatan-kekuatan politik, ekonomi dan sosial yang langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat dan yang pada akhirnya berpengaruh terhadap tujuan kebijakan, baik yang negatif maupun yang positif.

2. Edward III

Ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan menurut Subarsono (2005:90), yaitu:

a. Komunikasi b. Sumber daya c. Struktur birokrasi d. Disposisi.

a. Komunikasi

Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintah-perintah tersebut dapat diikuti. Tentu saja, komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat. Secara umum membahas tiga hal penting dalam proses

(26)

komunikasi kebijakan yakni transmisi, konsistensi dan kejelasan. Transmisi artinya sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Kejelasan, jika kebijakan sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk pelaksana tidak hanya harus diterima oleh para implementor, tetapi juga komunikasi kebijakan harus jelas. Ketidakjelasan pesan komunikasi yang disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijakan akan mendorong terjadinya interpretasi yang salah bahkan mungkin bertentangan dengan makna pesan awal. Konsistensi, artinya bahwa jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas.

b. Sumber daya

Sumber daya adalah faktor paling penting dalam implementasi kebijakan agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumber daya financial. Tanpa adanya sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

c. Disposisi (kecenderungan atau tingkah laku)

Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor

(27)

memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.

d. Struktur birokrasi

Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang paling penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang standar (standar operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi implementor dalam bertindak. Selain itu struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Dan pada akhirnya menyebabkan aktifitas organisasi tidak fleksibel.

3. Gogin

Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan model Gogin, maka perlu diidentifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan formal pada keseluruhan implementasi yakni: (1) bentuk dan isi kebijakan, termasuk di dalamnya kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi, (2) kemampuan organ isasi dengan segala sumber daya berupa dana maupun insentif lainnya yang akan mendukung implementasi secara efektif, dan (3) pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik, motivasi, kecenderungan hubungan antar warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya.

4. Grindle

Grindle menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan dan hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang dicapai akan

(28)

dipengaruhi oleh isi kebijakan yang terdiri dari: (1) kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi, (2) jenis atau type manfaat yang dihasilkan, (3) derajat perubahan yang diharapkan, (4) letak pengambilan keputusan, (5) pelaksanaan program, dan (6) sumber daya yang dilibatkan. Pengaruh selanjutnya adalah lingkungan yang terdiri dari: kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga penguasa, dan kepatuhan serta daya tanggap.

Tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah. Oleh karena itu tugas implementasi mencakup terbentuknya a policy delivery system dimana sarana-sarana tertentu dirancang dan dijalankan dengan

harapan sampai pada tujuan-tujuan yang diinginkan. Dengan demikian, kebijakan publik pernyataan-pernyataan secara luas tentang tujuan, sasaran, dan sarana diterjemahkan ke dalam program-program tindakan yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang dinyatakan dalam kebijakan.

5. Van Meter dan Horn

Model implementasi kebijakan oleh Meter dan Horn dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu (1) standar kebijakan dan sasaran yang menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh, (2) sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi, (3) komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai, (4) karakteristik pelaksanaan, artinya karakteristik organisasi merupakan faktor krusial yang akan menentukan berhasil tidaknya suatu program, (5) kondisi

(29)

sosial ekonomi dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan, dan (6) sikap pelaksanaan dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan.

Beberapa unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam mengimplementasikan kebijakan, yaitu:

1. Kompetensi dan ukuran staf suatu badan.

2. Tingkat pengawasan hiraki terhadap keputusan-keputusan sub-unit dan proses-proses dalam badan-badan pelaksana.

3. Sumber-sumber politik suatu organisasi (misalnya dukungan diantara anggota-anggota legislative dan eksekutif).

4. Vitalitas suatu organisasi

5. Tingkat komunikasi-komunikasi terbuka yang didefinisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horizontal dan vertical secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi dalam komunikasi dengan individu-individu di luar organisasi.

6. Kaitan formal dan informal suatu badan dengan badan pembuat keputusan atau pelaksana keputusan.

Diantara model-model implementasi kebijakan yang diuraikan di atas, maka yang dipilih peneliti dalam implementasi UU No 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Pelayana Informasi dan komunikasi Dinas Komunias dan Informatika Kota Medan menggunakan teori implementasi kebijakan dikemukakan oleh Edward III. Alasan peneliti menggunakan teori Edward II adalah: ada kecocokan teori dengan fenomena yang terjadi dilapangan

(30)

mengkaji implementasi kebijakan dari segi keberhasilan dan kegagalan suatu implementasi.

1.5.4. Transparansi

Salah satu yang dapat menghambat dan memberi ruang gerak kegiatan korupsi adalah manajemen pemerintah yang tidak transparan. Pihak IMF memang sangat serius dalam mempertahankan kebijakan pemberantasan korupsi untuk membantu proses recovery ekonomi, karena walaupun sudah menjadi fenomena universal, tapi Indonesia, korupsi sudah menimbulkan efek metastarik, yakni penyebaran ke seluruh elemen birokrasi pemerintahan, dari puncak pimpinan sampai pada pegawai yang paling rendah sekalipun.

Transparansi merupakan salah satu pilar good governance (tata kelola pemerintahan yang baik). Tata keloa pemerintahan yang baik sangat erat hubungannya dengan keterbukaan informasi. Hal in dikarenakan tata kelola pemerintahaan yang baik menganut prinsip transparansi. Kterbukaan informasi adalah prinsip transparansi. Keterbukaan informasi diharapkan dapat menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebjakan pemerintah dibuat berdasarkan preferensi publik. Transparansi sebagaimana yang dinyatakan oleh Lembaga Administrasi Negara adalah adanya upaya untuk menciptakan kepercayaan antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melalui penyediaan informasi di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

Transparansi juga berarti prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintah, yakni informasi tentang ebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasilhasil

(31)

yang dicapai. Transparansi menyangkut berbagai aspek kehidupan di bidang politik, ekonomi, dan bisnis, sosial dan kebudayaan.

Menurut Bapennas (2006:8) definisi World Bank mengenai prinsip transparansi Good Governance adalah “prinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai”. Sedangkan menurut Rahman (2007:151) yang dimaksud dengan informasi adalah “informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau publik.

Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat beradsarkan preferensi publik”. Menurut Mardiasmo (2004:151), transparansi berarti keterbukaan (opennsess) pemerintah dalam memberikan informasi yang terkait dengan aktivitas pengelolaan seumberdaya publik kepada pihak – pihak yang membutuhkan informasi”.

Indikator minimal suatu lembaga dapat dikatakan transparan antara lain:

1. Tersedianya informasi yang memadai pada setiap proses penyusunan dan implementasi kebijakan publik.

2. Adanaya akses pada informasi yang siap, mudah dijangkau, bebas diperoleh dan tepat waktu

Solihin (2006:60) mengungkapkan “Perangkat indikator minimal suatu lembaga dapat dikatakan transparan antara lain, peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan informasi, pusat/balai informasi, website, (e-government,

(32)

eprocurement, dan sebagainya), iklan layanan masyarakat, media cetak dan

pengumuman”.

Transparansi menunjukkan proses keterbukaan dari para pengelola manajemen, khususnya manajemen publik, untuk membangun akses dalam proses pengelolaannya sehingga arus informasi keluar dan masuk secara berimbang. Jadi dalam proses transparansi, informasi bukan saja diberikan oleh pengelola manajemen publik tetapi masyarakat memiliki hak untuk memperoleh yang menyangkut kepentingan publik.

Dengan kata lain pemerintah dituntut untuk terbuka dan menjamin akses stakeholders terhadap berbagai informasi mengenai kebijakan serta, pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan. Transparansi dapat dikatakan sebagai sebuah kebijakan terbuka bagi masyarakat dalam melakukan pengawasan.

Sedangkan informasi adalah segala mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau publik. Prinsip transparansi memiliki 2 aspek, yaitu:

1. Komunikasi publik oleh pemerintah, dan;

2. Hak masyarakat terhadap akses informasi.

Kedua aspek tersebut akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya. Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari transparansi. Transparansi harus seumbang dengan kebutuhan dan kerahasiaan lembaga maupun informasi yang mempengaruhi hak-hak privasi individu. Karena pemerintahan menghasilkan data dalam jumlah yang besar, maka dibutuhkan petugas informasi yang profesional dalam menyebarluaskan

(33)

keputusan-keputusan yang penting kepada masyarakat serta menjelaskan alas an dari setiap kebijakan tersebut.

Menurut Sondang P. Siagian (2007:20), transparansi harus terjadi karena dengan demikian masyarakat akan mengetahui beberapa hal seperti:

1. Tidak adanya tindakan pemerintah yang merugikan rakyat banyak 2. Oknum-oknum dalam birokrasi yang menyalahgunakan kekuasaan

atau wewenangnya

3. Prosedur perolehan haknya

4. Penegakan hukum yang “tidak pandang bulu”, dan segi-segi kehidupan bernegara lainnya yang benar-benar menjurus pada peningkatan mutu hidup.

Pada dasarnya masyarakat (publik) memiliki hak dasar terhadap pemerintah. Hak masyarakat tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

1. Hak untuk mengetahui (right to know) yaitu mengetahui kebijakan pemerintah, apa keputusan yang diambil pemerintah dan alasan dilakukannya kebijakan tersebut dan keputusan tersebut.

2. Hak untuk diberi informasi (right to be informed) yang meliputi hak untuk diberi penjelasan secara terbuka atas permasalahan-permasalahan tertentu yang menjadi perdebatan publik.

3. Hak untuk didengar pendapat dan aspirasinya (right to be heard and to be listened to).

Konsep mengenai transparansi merupakan ide yang relatif baru dalam kaitannnya dengan penyelenggaraan pembangunan dan pemerintahan di Indonesia sehingga belum ada standard baku yang dapat dipergunakan untuk mengukurnya.

Konsep lain yang berkaitan dengan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan negara atau kepemerintahan adalah konsep yang diberikan oleh

(34)

OECD (Organization for Economic Coorporation and Development). Menurut konsep ini bahwa untuk mendukung terwujudnya lembaga pemerintahan yang lebih transparan dan akuntable, minimal diperlukan prasyarat antara lain:

peningkatan responsivitas (daya tanggapp) pemerintah terhadap warga tingkat lokal; meningkatnya akses warga terhadap informasi dan pemerintah; adanya praktek moral dalam pengelolaan pemerintah.

Konsep transparansi dalam pelayanan publik menunjukkan pada suatu keadaan dimana segala aspek dari proses penyelenggaraan pelayanan bersifat terbuka dan dapat diketahui dengan mudah oleh pengguna dan stakeholders yang membutuhkan. Jika segala aspek proses penyelenggaraan pelayanan seperti persyaratan, biaya, dan waktu yang diperlukan, cara pelayanan serta hak dan kewajiban penyelenggara dan penggun layanan dipublikasikan secara terbuka sehingga mudah diakses dan dipahami oleh publik, maka praktik penyelenggaraan pelayanan itu dapat dinilai memiliki transparansi tinggi.

Berkaitan dengan transparansi informasi, maka pada prinsipnya kewajiban badan publik untuk mempublikasikan informasi yang dikelolanya atau memberikan kemudahan untuk melakukan akses informasi paling tidak harus memuat hal-hal sebagai berikut:

1. Informasi operasional tentang fungsi badan publik termasuk dalamnya pembiayaan badan publik yang bersangkutan, tujuan didirikannya badan publik, audit keuangan, hasil yang telah dicapai oleh badan publik, dsb.

(35)

2. Informasi yang dapat diminta, keluhan dan tindakan langsung yang bias dilakukan oleh badan publik yang bersangkutan apabila mendapat keluhan dari masyarakat.

3. Petunjuk bagaimana masyarakat dapat turut serta dalam pembuatan kebijakan oleh badan publik yang bersangkutan.

4. Tipe organsisasi yang dikelola oleh badan publik dan dalam format apa informasi tersebut tersedia.

5. Keputusan atau kebijakan apa yang dibuat oleh badan publik yang bersangkutan yang mempengaruhi hajat hidup orang banyak.

Solihin (2006:13) mengungkapkan isu strategis penerapan prinsip transparansi antara lain:

1. Lemahnya komitmen aparat untuk melakukan transparansi

2 Belum semua peraturan yang memuat ketentuan mengenai transparansi dilengkapi dengan ketentuan mengenai sanksinya

3. Rendahnya pemahaman dan kemampuan Sumber Daya Manusia dalam menjalankan transparansi

4. Belum jelasnya batasan-batasan transparansi

5. Rendahnya kesadaran hak dan kewajiban masyarakat mengenai penerapan Transparansi.

1.5.5. Informasi

Berkaitan dengan transparansi informasi seperti yang diungkapkan di atas, maka perlu diketahui apa definisi dari informasi itu sendiri. Informasi adalah data yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang menerimanya. Informasi adalah data yang telah diolah menjadi bentuk yang memiliki arti bagi si penerima dan bermanfaat bagi pengambilan keputusan saat ini atau mendatang. Adanya informasi akan sangat memberikan manfaat bagi

(36)

manusia yang menggunakannya, informasi memberikan pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia untuk pengambilan keputusan.

Kualitas dari suatu informasi sangat tergantung pada empat hal, yaitu informasi harus akurat (accurate), tepat pada waktunya (timeliness), relevan (relevance), dan ekonomis. hal ini disampaikan oleh Davis dalam Ais (2011:17) adalah.

a. Akurat, berarti informasi harus bebas dari kesalahan-kesalahan dan tidak meyesatkan bagi orang yang menerima informasi tersebut.

Akurat juga berarti informasi harus jelas mencerminkan maksudnya.

Dalam prakteknya, mungkin dalam penyampaian suatu informasi banyak terjadi gangguan (noise) yang dapat merubah atau merusak isi dari informasi tersebut.

b. Tepat pada waktunya, berarti informasi yang diterima harus tepat pada waktunya, sebab informasi yang using (terlambat) tidak mempunyai nilai yang baik, sehingga bila digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan akan dapat berakibat fatal. Saat ini mahalnya nilai informasi disebabkan harus cepatnya informasi tersebut didapat, sehingga diperlukan teknologi-teknologi mutakhir untuk mendapatkannya, mengolah, dan mengirimkannya.

c. Relevan, Informasi harus mempunyai manfaat bagi si penerima.

Relevansi informasi untuk tiap-tiap orang satu dengan yang lainnya berbeda.

d. Ekonomis, informasi yang dihasilkan mempunyai manfaat yang lebih besar dibandingkan dengan biaya mendapatkannya dan sebagian besar informasi tidak dapat tepat ditaksir keuntungannya dengan satuan nilai uang tetapi dapat ditaksir nilai efektivitasnya.

Apabila keempat faktor tersebut dapat dipenuhi, maka informasi dapat dikategorikan memiliki nilai yang tinggi. Sehingga kemudian semakin besar pula pengorbanan yang harus dilakukan untuk memperoleh informasi yang memiliki nilai tinggi.

(37)

1.6. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian Muhamad Zuliadi (2012) dengan judul penelitian Implementasi Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Infomrasi Publik (Studi Pada Instansi Pemerintah Kota Bengkulu) menunjukkan bahwa pelaksanaan keterbukaan informasi publik oleh instansi pemerintah di Kota Bengkulu seperti amanat UU No. 14/2008 belum berjalan dengan baik, karena masih ada ketidakjelasan kewenangan dalam pengelolaan informasi publik, PPID yang ditunjuk belum menjalankan tugas dan wewenangnya secara maksimal serta masih menjalankan tugas lain di luar aturan UU No.14/2008, tidak ada daftar informasi publik yang ada di bawah penguasaan instansi publik, tidak ada meja informasi, dan tidak diberdayakannya situs resmi milik pemerintah daerah Kota Bengkulu (Bengkulukota,go.id) padahal media online seperti itu memenuhi kriteria mudah diakses, murah biaya, dan cepat.

Faktor-faktor yang mendorong implementasi UU No.14/2008 oleh instansi pemerintah daerah Kota Bengkulu adalah tuntutan masyarakat intelektual dan punishment. SedangkanfaktorPenghambatnyaadalahkurangnya pengetahuan mengenai UU No.14/2008, kurangnya kemauan untuk melaksanakan, belum ada komisi informasi di daerah, belum ada kejelasan pembagian kewenangan pengelola informasi publikdansumberdaya yang masihsangatterbatas.

Hasil penelitian Andaya Putera Raharja (2013) dengan judul Implementasi Undang-Undang No.14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik Di

(38)

Pemerintahan Kota Depok menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan keterbukaan informasi publik berdasarkan UU No.14 Tahun 2008 di Pemkot Depok belum menggunakan sumberdaya dan struktur birokrasi, disamping masalah dalam komunikasi kebijakan dan disposisi pelaksanaanya. Pelaksanaan UU tersebut juga terhambat pada proses penegakkan hukumnya.

Hasil penelitian Rakmat Bakhtiar (2014) dengan judul Implementasi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik di Kabupaten Pandeglang (Studi Pada Pejabat Pengelola Informasi Dan Dokumentasi Kabupaten Pandeglang) menunjukkan bahwa PPID telah berupaya dengan sangat baik untuk melayani masyarakat dalam menyediakan informasi yang telah dimohonkan sebelumnya oleh masyarakat, meskipun dalam beberapa hal terjadi ketidakpuasan dari pemohon informasi publik itu sendiri. Kurangnya pemahaman dari pemohon mengenai UU KIP dan informasi macam apa yang bisa dimohonkan maupun yang dikecualikan membuat petugas PPID harus memberikan penjelasan yang gamblang mengenai UU tersebut. Perselisihan informasi publik sering terjadi karena adanya missed communication antara pemohon dan petugas PPID. saran: harus ada sistem koordinasi informasi, yaitu sistem pelaporan dari masing-masing bidang kepada PPID atas daftar kegiatan dan informasi-informasi yang harus diumumkan secara berkala serta informasi yang terbuka untuk publik; Untuk mengoptimalisasi kinerja dari PPID, peneliti menyarankan agar pejabat PPID Utama maupun PPID Pembantu diharapkan tidak

(39)

merangkap jabatan agar pekerjaan yang dilakukan bisa lebih fokus pada pemberian layanan informasi; membekali petugas PPID tentang tata cara pemberian pelayanan publik yang baik dan prima sehingga masyarakat sebagai pemohon merasa nyaman dan merasa dibantu maksimal oleh petugas pelayanan;

keterbukaan informasi publik hendaknya diiringi dengan gerakan sosialisasi yang massif untuk warga masyarakat agar terbukanya pikiran masyarakat mengenai pentingnya informasi publik sehingga mendorong partisipasi masyarakat.

1.7. Kerangka Berpikir

Gambar 1.1 : Bagan Kerangka Berpikir

Keluarnya Undang-Undang nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik telah diatur menangani hak dan kewajiban badan publik. Badan publik perlu menginformasikan informasi-informasi yang terbuka secara umum menurut peraturan ini. Undang-Undang tersebut tidak hanya mengatur keterbukaan informasi pada lembaga negara saja, tetapi juga pada

Kebijakan Publik UU No. 14 tahun 2008

Implementasi dengan teori Edward III 1. Komunikasi 2. Sumber daya 3. Struktur birokrasi 4. Disposisi

Dipublikasikan

oleh Dinas Komunikasi dan Informatika

dengan:

1. Transparan 2. Akuntabel

- Masyarakat Kota Medan - Organisasi - Akademisi - Media Pers

(40)

organisasi nonpemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari dana publik, baik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), sumbangan masyarakat, maupun sumber luar negeri.

Implementasi undang-undang ini dibandingkan dengan teori Edward III, yaitu menyangkut komunikasi, sumber daya, struktur birokrasi dan disposisi.

Keberadaan aturan yang kuat secara hukum sangat perlu diatur dalam peraturan daerah. Hal ini ditujukan guna meningkatkan kualitas keterbukaan informasi publik di Kota Medan. Dalam melaksanakan tugasnya harus didukung oleh publik yang harus mendapat informasi dinas agar berjalan dengan baik dan dapat diterima masyarakat Kota Medan, organisasi, akademisi dan media pers.

(41)

BAB II

METODE PENELITIAN

Agar didapatkan kesimpulan dari penelitian dan menjawab masalah penelitian, maka harus ditempuh prosedur-prosedur penelitian yang meliputi pendekatan metode yang digunakan, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.

2.1. Bentuk Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu mengambil data-data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti sehingga dapat diuraikan secara deskriptif, kualitatif dan komperhensif, yaitu menggambarkan kenyataan yang berlaku dan membahas permasalahan-permasalahan yang dikemukakan berkaitan dengan Implementasi UUU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik di Pemerintahan Kota Medan. Penelitian ini dipaparkan secara deskriptif dengan metode pendekatan yuridis administrasi publik.

Penelitian deskriptif adalah prosedur yang bertujuan membuat pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat- sifat populasi atau fenomena keadaan yang sedang terjadi. Digunakannya metode deskriptif ini, karena peneliti ingin memperoleh hasil yang benar-benar sesuai dengan fakta yang ada dan berkembang.Untuk pendekatan yuridis dalam penelitian ini dimaksudkan untuk membahas UU No. 14 Tahun 2008 tentang

(42)

keterbukaan informasi publik, sedangkan pendekatan sosiologis dimaksudkan untuk melihat berlakunya UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

2.2. Lokasi Penelitian

Tempat dilaksanakannya penelitian ini adalah Kantor Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan, dengan alamat Jl. Sidorukun No. 35 Medan.

2.3. Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitiannya. Menurut Bagong Suyatno (2005:172) bahwa Informan penelitian meliputi beberapa macam, yaitu: 1) informan kunci merupakan mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian, 2) informan utama merupakan mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti, 3) informan tambahan merupakan mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan informan kunci yaitu:

1. Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan 2. Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan 3. Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)

4. Masyarakat.

5. Media Pers (wartawan) 6. Akademisi

(43)

2.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah langkah penting dalam penelitian ilmiah karena data yang dihasilkan digunakan untuk memecahkan masalah yang ada.Alat pengumpul data berfungsi untukmengumpulkan data-data di lapangan yang diperlukan dalam kegiatan penelitian.

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan penelitian lapangan (field research), yaitu dengan mendatangi secara langsung lokasi penelitian dan mengamati kejadian atau keadaan sebenarnya.

Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini antara lain : 1. Pengumpulan Data Primer

Yaitu perolehan data melalui kegiatan penulis langsung ke lokasi penelitian untuk mendapat data yang lengkap dan berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu:

a. Wawancara (interview) merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, yakni melalui kontak atau hubungan pribadi antara peneliti dengan sumber data (informan). Komunikasi tersebut dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Dalam penelitian ini komunikasi dilakukan secara langsung, wawancara dilakukan dengan cara

“face to face” artinya peneliti berhadapan langsung dengan informan untuk menanyakan secara lisan hal-hal yang berkaitan dengan fokus penelitian dan peneliti mencatat jawaban dari informan.

b. Pengamatan (observasi) adalah pengumpulan data untuk menjawab masalah penelitian dengan cara melakukan pengamatan yakni mengamati gejala yang diteliti secara langsung. Teknik pengamatan ini

(44)

memungkinkan peneliti melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan UU No. 14 Tahun 2008 di Pemerintah Kota Medan.

2. Pengumpulan Data Sekunder

a. Studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi melalui literatur yang relevan dengan judul penelitian seperti buku-buku, artikel dan makalah yang memiliki relevansi dengan masalah yang diteliti.

b. Studi dokumentasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dari dokumen atau arsip-arsip termasuk internet yang sesuai dengan masalah yang diteliti.

2.5. Instrument Penelitian

Dalam mendukung proses pengumpulan data dan memperoleh data yang diinginkan, peneliti menggunakan instrumen berupa :

1. Peneliti sendiri yang merupakan alat pengumpul data utama, terutama dalam proses wawancara dan analisis data.

2. Pedoman wawancara atau interview guide yaitu berupa daftar pertanyaan yang diajukan pada informan. Hal ini berguna dalam mengarahkan peneliti dalam pengumpulan data terutama dalam melakukan wawancara

3. Perangkat penunjang yang meliputi buku catatan lapangan dan alat tulis menulis.

(45)

2.6. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2009:430) bahwa ”Analsiis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu”.

Analisis data yang dilakukan secara deskriptif kualitatif, yaitu mengambil data-data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti sehingga dapat diuraikan secara deskriptif, kualitatif dan komperhensif, yaitu menggambarkankenyataan yang berlaku dan masih ada kaitannya dengan aspek- aspek hukum yang berlaku. Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Sejalan dengan analisis yang dimaksud, maka dalam penelitian ini upaya penggambaran secara sistematis, aktual dan akurat mengenai implementasi UU No. 14 Tahun 2008. Adapun 3 (tiga) komponen analisis data interaktif yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Reduksi Data ( Data Reduction )

Data dilapangan dituangkan dalam uraian atau laporan yang lengkap dan terinsi. Laporan lapangan akan direduksi, dirangkum, dipilih hal-hal yang pokok, difokuskan pada hal-hal yang penting kemudian dicari tema atau polanya.

2. Penyajian Data ( Data Display )

Dimaksudkan untuk memudahkan bagi peneliti guna melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian.Olehkarena itu, dalam penelitian ini peneliti menyajikan data dalam bentuk uraian yang naratif.

(46)

3. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi.

Peneliti berusaha untuk menggambarkan dari data yang dikumpulkan yang dituangkan dalam kesimpulan yang masih bersifat tentatif. Akan tetapi, dengan bertambahnya data melalui proses verifikasi secara terus menerus akan ditarik kesimpulan seperti pada gambar di bawah ini :

Gambar 2.1. Komponen Dalam Analisis Data

Sumber: Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitaif, Kualitatif dan R&D), Cetakan Keempatbelas, Alfabeta, Bandung, 2009, hal. 431

Dengan demikian, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak, karena masalah dan rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah penelitian berada di lapangan.

Data

Collection Data Display

Conclusion Drawing/

Verification Data

Reduction

(47)

BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

3.1. Sejarah Singkat Dinas Komunikasi dan Informatika

Menurut Peraturan Provinsi Sumatera Utara, Dinas Komunikasi dan Informatika berada di bagian KedelapanBelas pada pasal ke 37 di antara Organisasi dan Tata Kerja Dinas-Dinas Daerah Provinsi Sumatera Utara, dan terletak di Jl. Jl. Sidorukun No. 35 Medan. Dinas Komunikasi dan Informatika adalah unsur Pelaksanaan Otonomi Daerah Pemerintah Provinsi, yang dipimpin oleh seorang Kepala Dinas, berkedudukan dibawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur melalui Sekretaris Daerah.

3.2. Visi dan Misi Dinas Komunikasi dan Informatika VISI

Terwujudnya Indonesia informatif menuju masyarakat sejahtera melalui pembangunan kominfo berkelanjutan, yang merakyat dan ramah lingkungan, dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

MISI

1. Meningkatkan kecukupan informasi masyarakat dengan karakteristik komunikasi lancar dan informasi benar menuju terbentuknya Indonesia informatif.

2. Mewujudkan birokrasi layanan komunikasi dan informatika yang profesional dan memiliki integritas moral yang tinggi.

(48)

3. Mendorong peningkatan tayangan dan informasi edukatif untuk mendukung pembangunan karakter bangsa.

4. Mengembangkan sistem komunikasi dan informatika yang berbasis kemampuan lokal yang berdaya saing tinggi dan ramah lingkungan.

5. Memperjuangkan kepentingan nasional komunikasi dan informatika dalam sistem pasar global.

Dinas Komunikasi dan Informatika mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan/kewenangan Provinsi, dibidang kebijakan teknis aplikasi telematika pendapat umum, hubungan kelembagaan sarana komunikasi, desiminasi, pos, telekomunikasi, data informasi dan bina media massa serta tugas pembantuan. Dan Kementerian Komunikasi dan Informatika mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang komunikasi dan informatika dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang dimaksud pada tulisan di atas, Dinas Komunikasi dan Informatika menyelenggarakan fungsi yang bersumber dari Peraturan Gubernur Sumatera Utara (Nomor 44 Tahun 2011), yaitu:

a) Perumusan kebijakan teknis di bidang aplikasi telematika, pendapatan umum, hubungan kelembagaan, sarana komunikasi, desiminasi, informasi, pos, telekomunikasi, data informasi dan pembinaan media massa.

b) Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang aplikasi telematika, pendapat umum, hubungan kelembagaan, sarana

(49)

komunikasi, desiminasi, informasi, pos, telekomunikasi, data informasi, dan pembinaan media massa.

c) Pelaksanaan pemberian perizinan di bidang komunikasi, informasi, dan telematika.

d) Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang komunikasi, informasi dan telematika.

e) Pelaksanaan tugas pembantuan di bidang komunikasi, informasi dan telematika.

f) Pelaksanaan pelayanan administrasi internal dan eksternal.

g) Pelaksanaan tugas lain yang di berikan oleh Gubernur, sesuai dengan tugas dan fungsinya.

3.3. Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Komunikasi dan Informatika 1. Tugas Pokok

a. Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan adalah unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang informasi dan komunikasi yang dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.

b. Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan mempunyai tugas melaksanakan sebagian urusan rumah tangga daerah dalam bidang informasi komunikasi dan pengolahan data elektronik serta melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.

(50)

2. Fungsi :

a. Merumuskan dan melaksanakan kebijakan teknis dalam bidang informasi komunikasi dan pengolahan data elektronik;

b. Melaksanakan pelayanan informasi dan komunikasi kepada masyarakat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa;

c. Melaksanakan pemantauan, registrasi, fasilitasi, apresiasi terhadap lembaga pemerintah dan masyarakat di bidang pelayanan informasi dan komunikasi;

d. Melaksanakan kegiatan pelayanan pemberian izin sesuai dengan bidang tugasnya;

e. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan peredaran film dan rekaman video komersil;

f. Melaksanakan kegiatan pelayanan pembinaan dan pengawasan media cetak dan elektronik sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku;

g. Menyelenggarakan perjanjian daan persetujuan atas nama daerah di bidang informasi dan komunikasi;

h. Menyelenggarakan kerjasama pengembangan teknologi informasi dan komunikasi dengan pihak lain dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan sistem informasi dan komunikasi;

i. Menyelenggarakan pelayanan sistem informasi dan komunikasi pemerintaah dan masyarakat;

j. Menyelenggarakan peningkatan sumber daya manusia di bidang teknologi informasi dan komunikasi;

(51)

k. Memberikan bimbingan teknis di bidang pembangunan dan pengembangan sistem informasi dan komunikasi;

l. Mengendalikan dan memberdayakan sistem informasi dan komunikasi;

m. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya;

n. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.

3.4. Struktur Organisasi Dinas Komunikasi dan Informatika

Stuktur Organisasi diperlukan untuk membedakan wewenang dan tanggung jawab secara sistematis yang menunjukkan adanya keterkaitan antar bagian untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Struktur organisasi berfungsi untuk menyelenggarakan tugas dengan tujuan yang diinginkan. Dengan struktur organisasi masing masing pegawai tahu akan tugas, wewenang, dan tanggung jawab sehingga para pegawai tersebut dengan sendirinya mengerjakan tugas yang di bebankan kepada nya dengan baik dan tanggungjawab.

Untuk mencapai tujuan organisasi, diperlukan suatu wadah yang mengatur seluruh aktivitas organisasi yang disusun dalam suatu stuktur organisasi dalam instansi. Melalui struktur organisasi yang baik, pengaturan pelaksanaan dapat diterapkan, sehingga efisiensi dan efektifitas kerja dapat diwujudkan melalui kerja sama dengan koordinasi yang baik sehingga tujuan perusahaan dapat dicapai.

Struktur organisasi Dinas Komunikasi dan Informatika Sumatera Utara dapat dilihat pada Gambar 3.1.

(52)
(53)

Berikut uraian tugas dari setiap bagian pada struktur organisasi Dinas Komunikasi dan Informatika, terdiri dari :

1. Dinas

Dinas merupakan pimpinan Dinas Komunikasi dan Informatika. Adapun Tugas Umum dari Dinas adalah :

a. Memimpin penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan dan pengajaran penelitian, pengabdian kepada masyarakat.

b. Bertanggung jawab kepada kinerja bawahannya agar tidak terjadi kesalahan terhadap pekerjaannya masing-masing.

2. Sekretariat

Sekretariat merupakan seseorang yang bertugas membantu pekerjaan pimpinan Dinas Komunikasi dan Informatika (Dinas). Adapun tugas sekretariat adalah membantu pimpinan dalam mengerjakan tugas-tugasnya agar dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Sekretariat di Dinas Komunikasi dan Informatika terbagi tiga bagian yaitu :

a. Sub Bagian Umum

Sekretariat Sub Bagian Umum memiliki tugas merencanakan, mengurus dan mengatur jadwal kegiatan pimpinan dan bertanggung jawab kepada seluruh kegiatan yang menyangkut pekerjaan pimpinan.

b. Sub Bagian Keuangan

Sekretariat Sub Bagian Keuangan memiliki tugas mengadministrasi bagian keuangan dengan baik dan benar, dan membuat laporan

Gambar

Gambar 1.1 : Bagan Kerangka Berpikir
Gambar 2.1. Komponen Dalam Analisis Data
Tabel 5.1  Kategorisasi Data

Referensi

Dokumen terkait

13,29-30 Keuntungan dari TEG adalah kemampuan bedsidenya yang dapat menunjukkan ringkasan dari fungsi platelet, proses koagulasi dan inhibisinya, dan system fibrinolysis

Setelah melakukan uji banding pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan melakukan uji kesamaan proporsi dan uji kesamaan dua rata-rata, diperoleh hasil bahwa: proporsi

Berdasarkan hasil penelitian tergambarkan bahwa masayarakat desa terapung sangat berragam dalam upaya peningkatan imunitas tubuh, hal ini sesuai dengan pemahaman dan

Terkait fiqh, telah banyak yang menyandarkan dengan beragam kata: fiqh muamalah, fiqh siyasah, fiqh kesehatan dan yang menarik dalam artikel ini salah satunya “fiqh

finishing lainnya. 3) Tim pelaksana menyampaikan materi pengantar berupa sejarah batik dan berbagai macam motif batik. 4) Tim pelaksana mempresentasikan konsep batik

Dalam penelitian yang lain tentang hubungan komitmen dengan kualitas kerja, Zin (2004) menemukan adanya hubungan antara program karakteristik individu terhadap

BAB II Pola asuh orang tua dan kecerdasan spiritual. Kecerdasaan spiritual meliputi pengertian kecerdasaan spiritual, ciri-ciri kecerdasaan spiritual, fungsi

Figur tersebut dihadirkan sebagai objek utama dalam lukisan, dengan menggunakan teknik pewarnaan dan tekstur yang persis pada jajan sarad , semua melalui pengulangan