13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep dan Pengertian Pelanggaran Lalu Lintas 1. Tinjauan Umum Tentang Lalu Lintas
Tertuang di Pasal 1 Uu No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diartikan:1
” Pergerakan angkutan dan orang dalam ruang lalu lintas jalan sebagai media bertujuan untuk memindahkan angkutan, orang, dan/atau benda berupa jalan dengan sarana penunjang.”
Pasal 1 UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan, lalu lintas ialah segala sesuatu yang terintegrasi dengan media jalan sebagai fasilias untuk mencapai destinasi. Transportasi berarti integrasi antara orang dengan atau tanpa moda transportasi dari satu destinasi ke destinasi yang lain dengan media jalan. Purwadarminta menyatakan lalu lintas ialah siklus berjalan, bepergian di jalan dari satu destinasi ke destinasi lain.
2. Tinjauan Umum Tentang Pelanggaran Lalu Lintas
Pelanggaran Lalu lintas ialah perilaku atau aksi yang melanggar tata aturan di jalan. 2
Pelanggaran Lalu Lintas diatur dalam Pasal 105 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 yang berbunyi:
“sebagai pengguna jalan harus tertib dan meminimalisir terjadinya hal yang tidak dikehendaki terjadi di jalan seperti jatuh di jalan”
1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
2 Ramdon Naning, 1983, Mengairahkan Kesadaran Hukum Masyarakat dan Disiplin Penegak Hukum dalam Lalu Lintas, Surabaya, Bina Ilmu, hlm. 57
14
Menurut Wirjono Prodjodikoro pelanggaran ialah “overtredigen” atau pelanggran ialah aksi yang menciderai tata aturan yang tidak lain ialah peritiwa melawan hukum.3
Dari makna diatas pelanggaran ialah sesuatu aktivitas atau aksi yang bertolak belakang pada ketetapan undang-undang. Apabila pelanggaran tersebut dilakukan maka dapat dikenakan sanksi berupa sanksi administrative, sanksi denda maupun sanksi kurungan.
Menurut pemaparan diatas, yang di maksud pelanggaran lalu lintas ialah aktivitas atau aksi yang diwujudkan oleh pengendara dan pejalan kaki yang melanggar tata aturan di jalan.
Jenis-jenis Pelanggaran Lalu Lintas
Tertuang di UU No. 14 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), penegakan hukum wajib ditegakkan, termasuk ketidakpatuhan terhadap persyaratan teknis dan kelayakan jalan, pelanggaran angkutan, pelanggaran izin, pelabelan, dan pelanggaran peralatan lampu lalu lintas.
Perkara lalu lintas jalan ialah peridtiwa khusus untuk pelanggaran tertentu:
a) Menggunakan jalan yang dapat berakibat fatal kepada orang lain serta dapat merusak jalan.
b) Mengggunkaan kendaraan tanpa dilengkapi surat . c) Kendaraan tidak standart,
d) Tidak mengidahkan peraturan di jalan.4
3 Wirjono Prodjodikoro, 2003, Asas-asas Hukum Pidana, Bandung, Refika Aditama, hlm.33
4 P.A.F. Lamintang, Theo Lamintang, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana dan Yurisprudensi, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, hlm. 467
15
Dalam hemat Perkins lalu lintas (traffic) ialah hubungan antara kendaraan dan aset jalan, termasuk perjalanan, lalu lintas kendaraan, transportasi orang, arus orang berjalan, serta berbagai aksi yang terlibat dalam penggunaan angkutan.5
Pelanggaran lalu lintas sering muncul karena pengemudi kendaraan tidak memiliki syarat kualifikasi. Di satu sisi, pengemudi juga mengabaikan elemen penting seperti standar keselamatan di jalan, seperti halnya tidak membawa surat kendaraan. Dalam mengoperasikan kendaraan yang sering diperiksa:
a) Lisensi mengendarai b) Lisensi kendaraan c) Kelengkapan kendaraan
UU No. 22 Tahun 2009 tentang LLAJ, mengatur tentang Lalu Lintas Jalan dan Angkutan, dalam Pasal 106, dan Pasal 291 berisi mngenai ketertiban, keselamatan dan denda:
“Setiap pengendara harus konsentrasi serta mematuhi aturan dan kualifikasi di jalan raya serta wajib membawa surat kendaraan agar terwuudnya keselamatan bersama”
Jenis pelanggaran lalu lintas yang terdapat di tata aturan Lalu Lintas dan Angkutan dibuat demi keselamatan pengguna jalan serta orang lain, peraturan sudah dibuat dan didalamnya terdapat hal-hal yang tidak diperbolehkan untuk dilakukan di jalan raya tujuannya hanyalah untuk ketertiban dan keselamatan saat dijalan.
B. Konsep Mengenai Pembuktian dan Sidang Acara Cepat/Ringan Tilang Lalu Lintas
1. Konsep dan Pembuktian Pelanggaran Lalu Lintas
5Djajusman, H.S. 1986. Polisi dan Lalu Lintas. Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Bandung, 1986, hlm, 9.
16
Pembuktian adalah klausa yang memuat garis-garis besar dan petunjuk tentang bagaimana undang-undang mengizinkan seorang terdakwa untuk membuktikan kesalahannya.6
a) Pembuktian menurut keyakinan hakim belaka (conviction intime). hakim memiliki ideologi bahwa dialah yang bersalah serta berdasar pada bukti- bukti.
b) Pembuktian menurut tata uran positif (positif wettelijk bewijs theori).
Hakim memberikan vonis berdasarkan aturan serta bukti yag ada.
c) Pembuktian menurut keteguhan hakim atas dalih yang masuk akal (logis) (conviction rasionnee). Hakim memberikan ideloginya berdasaran dalih yang masuk akal (logic).
d) Pembuktian menurut tata aturan negatif (negatif wettelijk bewijs theorie).
Hakim memvonis berdasarkan idelogi serta aturan yang terwujud dalam bukti-bukti.
Pembuktian yang diturut peradilan pidana ialah pembuktian ”negatief wettelijk stelsel” atau pembuktian berdasar tata aturan negatif yang:
a. Kesalahan terbukti minimal “dua alat bukti yang sah”.
b. Minimum jumlah alat bukti yang sah tersebut hakim mendapat keteguhan bahwa terjadi peristiwa hukum dan dia pelakunya.7
Pilar dalam suatu teori pembuktian yaitu :
1. Suatu peristiwa yang lazim tidak perlu dibuktikan (notoire feiten) Pilar ini termaktub di Pasal 184 ayat (2) KUHAP yakni:
“Suatu peristiwa yang lazim tidak perlu dibuktikan”
6 M. Yahya Harahap, op.cit. hlm 273
7 Anonim, KUHAP dan KUHP, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal. 271.
17
Pada intinya fakta notoire dibagi oleh:
a. Sesuatu atau peristiwa yang khalayak tahu selazimnya seperti itu.
Hakikat sesuatu contohnya, laptop over price dari buku. Dan peristiwa contohnya, 02 Mei ialah hari pendidikan nasional.
b. Fakta atau pengetahuan yang selalu dan selalu mengarah pada ini atau selalu pada kepastian ini.
2. Seorang saksi bukan saksi (unus testis nullus testis)
Pilar ini tertuang di Pasal 185 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:
“penjelasan satu saksi tidak dapat membuat orang menjadi bersalah atas apa yang diuduhkan”.
3. Penjelasan tertuduh kurang untuk membuktikan kealpaannya Pilar ini tertuang di Pasal 189 ayat (4) KUHAP yang berbunyi:
“penjelasan tertuduh tidak dapat membuat ia bersalah kecuali ada bukti lain”.
Bahwasanya dari pengakuan saja tidak cukup untuk menjatuhkan hukuman kepadanya karena tidak disertai dengan bukti-bukti.
4. Penjelasan tertuduh hanya terikat untuk dirinya
Pilar ini tertuang di Pasal 189 ayat (3) KUHAP, yakni:
“Penjelasan tertuduh hanya terikat pada dirinya”.
Hal yang disampaikan tertuduh dapat disetujui dan diakui menjadi alat bukti yang berlaku hanya pada dirinya.
2. Tinjauan Umum Tentang Alat Bukti
Tertuang di Pasal 184 ayat (1) KUHAP, alat bukti yakni:8
“pengakuan saksi,ahli, surat, petunjuk dan pengakuan dari terdakwa”
8 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
18
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Uu No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik:9
Pasal 1
(1) Informasi Elektronik ialah satu atau gabungan data elektronik, berupa gambar, tulisan, suara dan sejenisnya yang telah diolah seta bisa dipahami
Pasal 5
(1) Informasi dan/atau data elektronik beserta hard copy nya ialah alat bukti yang sah
Dari peraturan perundang-undangan diatas dapat diartikan bahwa alat bukti yang dahulu hanya berjumlah 5 (lima), seiring berkembang zaman kini muncul Undang-undang baru yaitu UU ITE yang menambahkan jumlah alat bukti. Dengan adanya tambahan alat bukti tersebut hukum di Indonesia dapat mengikuti seiring berkembangnya zaman.
C. Alat Rekam CCTV dan Rekaman Video di Media Sosial Sebagai Alat Bukti Pelanggaran Lalu Lintas
Alat bukti adalah apa saja yang berintegrasi dengan aktivitas dan dapat digunakan bersama dengan alat bukti untuk meningkatkan keteguhan hakim akan keabsahan peristiwa hukum yang tertuduh lakukan.10
Tertuag di Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 5 ayat (1) Uu No.19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik:11
9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
10 Insan Pribadi, 2018, Legalitas Alat Bukti Elektronik Dalam Sistem Peradilan Pidana, No. 1 Vol.
3, Lex Renaissance
11 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
19
Pasal 1
(1) Informasi Elektronik ialah satu atau gabungan data elektronik, berupa gambar, tulisan, suara dan sejenisnya yang telah diolah seta bisa dipahami.
Pasal 5
(1) Informasi dan/atau data elektronik beserta hard copy nya ialah alat bukti yang sah
.
Berdasarkan tata aturan, CCTV dan Rekaman Video yang berasal dari media sosial dapat dikategorikan sebagai alat bukti yang sah, sahnya alat bukti diperiksa oleh digital forensik agar terbukti keasliannya.
D. Tinjauan Yuridis Tentang Penggunaan Rekaman Video Sebagai Bukti Pelanggaran Lalu Lintas
a. Tinjauan Yuridis Pasal 184 ayat (1) KUHAP Tentang Alat Bukti Tertuang di Pasal 184 ayat (1) KUHAP alat bukti ialah:12
“pengakuan dari saksi,ahli, surat, petunjuk dan pengakuan dari terdakwa”
b. Tinjauan Yuridis UU ITE Pasal 5 ayat (1) Tahun 2008 Tentang Alat Bukti Elektronik
Dalam UU ITE Pasal 5 ayat (1) Tahun 2008 Tentang Alat Bukti Elektronik yang berbunyi: 13
“Informasi dan/atau dokumen elektronik beserta hard copynya ialah produk hukum yang sah”.
Jadi maksud dari adanya tata aturan tersebut ialah untuk menyempurnakantata aturan di Pasal 184 KUHAP, dengan adanya tata aturan ini
12 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
13 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
20
dapat memberikan tambahan mengenai alat butki yang sah serta hukum di Indonesia dapat bersifat fleksibel sesuai perkembangan zaman.
c. Tinjauan Yuridis Pasal 39 ayat (1) KUHAP tentang Barang Bukti Sebagaimana termaktub dalam KUHAP, Pasal 39 ayat (1) tentang barang bukti berbunyi : 14
“Benda yang diperoleh,digunakan untuk melakukan atau menghalangi penyidkan dan memiliki hubungan dengan peristiwa hukum”
Dapat diketahui mengenai apa saja barang yang diperuntukan dalam memenuhi kriteria barang bukti, barang bukti merupakan bukti tambahan dari adanya alat bukti. Dari kedua hal tersebut memiliki hubungan yaitu alat bukti ialah bukti yang dapat dipisahkan sedangkan barang bukti ialah bukti yang tidak dapat dipisahkan tetapi harus dimaknai bersama alat bukti lainnya
d. Tinjauan Yuridis Pasal 115 UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Dalam Uu No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan berbunyi:15
Pengendara dilarang:
a. Mengoperasikan kendaraan mengungguli ambang kecepatan serta tidak diperkenankan balapan
Dalam hal ini kita sebagai pengguna jalan dilarang untuk mengendarai melewati batas ketentuan yang berlaku serta dilarang untuk melakukan balapan di jalan yang bukan pada tempatnya untuk balapan, karena ketika melanggar peraturan tersebut yang dirugikan adalah diri kita sendiri dan orang lain.
e. Tinjauan Yuridis Pasal 12 UU No.38 Tahun 2004 Tentang Jalan
14 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 39 ayat (1) tentang barang-bukti
15 Undang-Undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
21
Undang-undang Pasal 12 UU No.38 Tahun 2004 Tentang Jalan berbunyi:16
“pengendara tidak diperkenankan untuk melakukan aksi yang dapat berakibat terganggunya fungsi jalan”
Jadi pengertian dari tata aturan tersebut ialah sebagai pengguna jalan dilarang untuk menunaikan perbuatan bisa mengganggu fungsi jalan seperti halnya memberhentikan kendaraan bukan pada tempatnya, menggunakan bahu tol untuk mendahului kendaraan lain. Dengan maksud tersebut pengguna jalan yang lain dapat meraskan haknya menggunakan jalan dengan nyaman serta membuat rasa aman bagi pengguna jalan yang lainnya.
f. Tinjauan Umum Sistem Penilangan
Tilang merupakan kepanjangan dari bukti pelanggar lalu lintas ialah surat yang berisi data diri pelanggar serta pelanggaran apa saja yang dilanggar. Tertuang di PP No.80 Tahun 2012 tentang Pemeriksan dan penindakan di jalan, berikut prosedur penilangannya:
1) (Pasal 9)
Petugas pemeriksa harus dilakukan oleh polisi atau peyidik PNS di bidang lalu lintas
(2)(Pasal 15)
Syarat Pemeriksaan ialah petugas harus dilengkapi surat tugas (3)(Pasal 16)
Anggota yang menilangan wajib mengenakan seragam dan atribut.
(4)(Pasal 21 dan 22)
Pemeriksaan kendaraan dilakukan di tempat yang aman serta diberi tanda Ketika pengendara melanggar aturan maka polisi melakukan aksi berupa tilang, mekanisme tilang untuk lembar berwarna merah dan biru ialah:
16 Undang-Undang No.38 Tahun 2004 Tentang Jalan
22
1. Lembar warna merah:
a. Polisi menindak dengan lembar berwarna merah
b. Polisi mengamankan SIM/STNK/kendaraan sebagai barang bukti c. Menjelaskan waktu dan tempat untuk mengambil SIM.STNK
d. Pengambilan SIM/STNK harus menunggu selesai sidang serta membayar denda.
2. Lembar warna biru:
a. Polisi memberikan formulir warna biru b. Polisi mengamankan SIM/STNK
c. Pelanggar diberikan kode pembayaran untuk dibayarkan di bank
d. Pelanggar harus membuktikan pembayarannya agar SIM/STNK dapat diambil di pos polisi.