• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI KHOLIZAH PRATIWI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI KHOLIZAH PRATIWI"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH BUDAYA ORGANISASI DAN KETERIKATAN KARYAWAN TERHADAP INTENSI TURNOVER PADA KARYAWAN PELAKSANA DI KANTOR DIREKSI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA

III MEDAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi

Oleh:

KHOLIZAH PRATIWI 151301029

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)
(3)
(4)

Pengaruh Budaya Organisasi dan Keterikatan Karyawan terhadap Intensi Turnover Pada Karyawan Pelaksana di Kantor Direksi PTPN III Medan.

Kholizah Pratiwi1 dan Siti Zahreni2 ABSTRAK

Fenomena turnover menjadi suatu permasalah yang harus diselesaikan, karena dapat merugikan perusahaan dari berbagai aspek. Oleh karena itu, untuk mengatasinya, perusahaan dapat memprediksi turnover karyawan melalui intensi turnover. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh budaya organisasi dan keterikatan karyawan terhadap intensi turnover karyawan pelaksana di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Subjek penelitian berjumlah 168 karyawan pelaksana yang bekerja di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan. Alat ukur yang digunakan adalah skala intensi turnover yang dikonstruksi berdasarkan teori Mobley (1997), skala budaya organisasi yang dimodifikasi dari alat ukur Denison & Neale (1996) dan skala keterikatan karyawan yang dimodifikasi dari alat ukur Schaufeli & Bakker (2004). Analisa data dilakukan dengan metode multiple regression. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara budaya organisasi terhadap intensi turnover dengan kontribusi sebesar 11.9%, terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara keterikatan karyawan terhadap intensi turnover dengan kontribusi sebesar 5.7%, serta terdapat pengaruh negatif yang signifikan antara budaya organisasi dan keterikatan karyawan terhadap intensi turnover dengan kontribusi sebesar 15.7%. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi perusahaan khususnya bagian Sumber Daya Manusia untuk memperkuat budaya organisasi dan meningkatkan keterikatan karyawan, sebagai upaya mencegah terjadinya intensi turnover karyawan pelaksana di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan.

Kata Kunci : Budaya organisasi, Keterikatan Karyawan, Intensi Turnover.

1Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

2Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara

(5)

The Impact of Organizational Culture and Employee Engagement on Turnover Intention of Executing Employees in Head Office PT. Perkebunan

Nusantara III Medan Kholizah Pratiwi1 and Siti Zahreni2

ABSTRACT

Turnover phenomenon becomes a problem that must be solved, because it can harm the company from various aspects, therefore, the company can predict employee turnover through turnover intention. This research aims to determine the impact of organizational culture on employee engagement in Head Office PT.

Perkebunan Nusantara III Medan. The method used in this study is a quantitative method. The research subjects were 168 executing employees working in the Head Office PT. Perkebunan Nusantara III Medan. The measuring instrument used in this study is the turnover intention scale which is based on the theory of Mobley (1997), the organizational culture scale modified from measuring instruments Denison & Neale (1996) and the scale of employee engagement modified from the measuring instrument Schaufeli & Bakker (2004). Data analysis was done by multiple regression methods. The results of this study indicate that there is a significant negative influence between organizational culture on turnover intention with a contribution of 11.9%, there is a significant negative effect between employee engagement on turnover intention with a contribution of 5.7%, and there is a significant negative influence between organizational culture and employee engagement with turnover intentions with a contribution of 15.7%. This research is expected to be a reference for this company, especially the Human Resources Departement, to strengthen the organizational culture and to improve the employee engagement, as an effort to prevent employee turnover intentions in Head Office PT. Perkebunan Nusantara Medan.

Keywords: Organizational Culture, Employee Engagement, Turnover Intention.

1Psychology Student, Under Graduate Program, Faculty of Psychology, University of North Sumatera

2Lecture at Faculty of Psychology, University of North Sumatera

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji dan Syukur saya ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan saya kekuatan dan kemudahan dalam mengerjakan skripsi yang berjudul “Pengaruh Budaya Organisasi dan Keterikatan Karyawan Terhadap Intensi Turnover Karyawan Pelaksana di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan” guna memenuhi persyaratan ujian sarjana Psikologi ini dengan sebaik-baiknya.

Saya merasakan berbagai tantangan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Diperlukan kerja keras, kesungguhan dan sifat pantang menyerah terutama terhadap diri sendiri. Saya menyadari banyaknya bimbingan serta bantuan baik moril maupun materil dari berbagai pihak selama saya menjalankan perkuliahan maupun menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya menyampaikan ucapan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada semua pihak, terutama kedua orang tua saya Bapak Edy Mulyono dan Ibu Rosdewita Hasibuan, serta abang dan adik saya Ridho Prawira S.pd dan Ahmad Yusuf Habibie yang selalu memberikan saya energi positif berupa semangat, doa dan dukungan.

Saya juga mengucapkan terima kasih serta penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu:

1. Bapak Zulkarnain, Ph. D., Psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi USU.

2. Kak Siti Zahreni, M.Psi, Psikolog selaku dosen pembimbing M.K Skripsi saya yang telah memberikan waktu, pengetahuan, nasehat, dan bimbingan

(7)

selama proses pembuatan skripsi ini, sehingga skripsi ini bisa terselesaikan.

3. Bapak dan Ibu dosen Departemen Psikologi Industri dan Organisasi yang telah memberikan saran selama saya menyelesaikan skripsi.

4. Ibu Dr. Wiwik Sulistyaningsih, M.Psi selaku dosen pembimbing akademik saya yang telah memberikan nasehat dan bimbingan selama masa perkuliahan di Fakultas Psikologi USU

5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang mendukung saya selama masa perkuliahan.

6. Bapak dan Ibu pegawai Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kelancaran proses administrasi selama masa perkuliahan serta pengerjaan skripsi.

7. Kepada Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan yang telah memberikan izin dan bantuan selama saya melakukan penelitian.

8. Sahabat-sahabat saya tercinta, My Cuteness Overload: Amalia, Ami, Arfa, Ayu, Dinda, Fara, Jejen, Kimod, Lia, Marha, Pamela, Sari, Sry yang telah memberikan semangat, cinta, bantuan serta kenangan indah selama saya menjalankan masa perkuliahan. Thanks to love me unconditionally.

(8)

9. Sahabat 30A Squad, Kak Plinda, Kak Via dan Daba yang telah menyemangati, mendengarkan keluh kesah serta mengingatkan saya untuk mengerjakan skripsi, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

10. Kepada teman-teman angkatan 2015 Fakultas Psikologi USU yang sama sama berjuang menjalani kehidupan kampus. Semoga kita sukses kedepannya.

11. Kepada rekan-rekan organisasi, senior maupun junior Fakultas Psikologi USU yang telah memberikan saya semangat, bantuan serta pengalaman- pengalaman hidup. Semoga kita sukses kedepannya.

12. Kepada seluruh pihak yang telah memberikan banyak dukungan dan bantuan kepada saya yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, saya bersedia menerima kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Di akhir kata, saya berharap skripsi ini akan bermanfaat bagi pembaca. Apabila ada kesalahan dalam skripsi ini, saya meminta maaf atas kesalahan tersebut. Terima kasih.

Medan, 14 Juli 2019 Peneliti

Kholizah Pratiwi 151301029

(9)

DAFTAR ISI

ABSTRAK i

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI vi

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar belakang 1

B. Rumusan masalah 10

C. Tujuan penelitian 10

D. Manfaat penelitian 11

E. Sistematika Penulisan 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 13

A. Intensi Turnover 13

1. Pengertian Intensi Turnover 13

2. Proses Intensi Turnover 16

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Turnover

18

B. Budaya Organisasi 20

1. Pengertian Budaya Organisasi 20

2. Dimensi Budaya Organisasi 21

3. Dampak Budaya Organisasi 25

C. Keterikatan Karyawan 27

1. Pengertian Keterikatan Karyawan 27

2. Dimensi Keterikatan Karyawan 29

3. Dampak Keterikatan Karyawan 30

D. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Intensi

Turnover 32

E. Pengaruh Keterikatan Karyawan Terhadap Intensi

Turnover 34

F. Pengaruh Budaya Organisasi dan Keterikatan Karyawan

(10)

G. Hipotesis Penelitian 41

BAB III METODE PENELITIAN 42

A. Identifikasi Variabel Penelitian 42

B. Definisi Operasional 42

1. Intensi Turnover 43

2. Budaya Organisasi 44

3. Keterikatan Karyawan 44

C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel 45

1. Populasi 45

2. Sampel 45

3. Metode Pengambilan Sampel 45

D. Metode Pengumpulan Data 46

1. Skala Intensi Turnover 46

2. Skala Budaya Organisasi 47

3. Skala Keterikatan Karyawan 48

E. Uji Coba Alat Ukur Penelitian 49

1. Uji Validitas 49

2. Uji Reliabilitas 49

3. Uji Daya Diskriminasi Aitem 50

F. Hasil Uji Coba Alat Ukur 50

1. Skala Intensi Turnover 50

2. Skala Budaya Organisasi 51

3. Skala Keterikatan Karyawan 51

G. Prosedur Penelitian 52

1. Tahap Persiapan Penelitian 52

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian 53

3. Tahap Pengolahan Data 54

H. Metode Pengolahan Data 54

1. Uji Normalitas 54

2. Uji Linearitas 54

(11)

4. Uji Multikolinearitas 55

5. Uji heterokedastisitas 56

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN 57

A. Analisa Data 57

1. Gambaran Umum Subjek Penelitian 57

2. Hasil Uji Asumsi Penelitian 60

3. Hasil Penelitian 64

4. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik 71

5. Kategorisasi Data Penelitian 73

B. Pembahasan 76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 83

A. Kesimpulan 83

B. Saran 84

1. Saran Metodologis 84

2. Saran Praktis 86

DAFTAR PUSTAKA 86

LAMPIRAN 92

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Rekapitulasi Turnover Karyawan 8

Tabel 3.1 Blue print Skala Intensi Turnover 47

Tabel 3.2 Blue print Skala Budaya Organisasi 48

Tabel 3.3 Blue print Skala Keterikatan Karyawan 49 Tabel 3.4 Blue print Skala Intensi Turnover Setelah Uji Coba 50 Tabel 3.5 Blue print Skala Budaya Organisasi Setelah Uji Coba 51 Tabel 3.6 Blue print Skala Keterikatan Karyawan Setelah Uji Coba 52 Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin 57 Tabel 4.2 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Usia 58 Tabel 4.3 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Tingkat

Pendidikan 58

Tabel 4.4 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Masa Kerja 59 Tabel 4.5 Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Bagian 60

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas 61

Tabel 4.7 Hasil Uji Linearitas 61

Tabel 4.8 Hasil Uji Autokorelasi 62

Tabel 4.9 Hasil Uji Multikolonieritas 63

Tabel 4.10 Hasil Uji Heterokedastisitas 64

Tabel 4.11 Hasil Regresi Budaya Organisasi dan Intensi Turnover 65 Tabel 4.12 Hasil Kontribusi Budaya Organisasi terhadap Intensi Turnover

65 Tabel 4.13 Hasil Persamaan Regresi Budaya Organisasi dan Intensi

Turnover 66

Tabel 4.14 Hasil Keterikatan Karyawan Organisasi dan Intensi

Turnover 67

Tabel 4.15 Hasil Kontribusi Keterikatan Karyawan terhadap Intensi

Turnover 67

Tabel 4.16 Hasil Persamaan Regresi Keterikatan Karyawan dan Intensi

(13)

Tabel 4.17 Hasil Regresi Budaya Organisasi dan Keterikatan Karyawan

Terhadap Intensi Turnover 69

Tabel 4.18 Hasil Kontribusi Budaya Organisasi dan Keterikatan Karyawan

Terhadap Intensi Turnover 69

Tabel 4.19 Hasil Persamaan Regresi Budaya Organisasi dan Keterikatan

Karyawan Terhadap Intensi Turnover 70

Tabel 4.20 Perbandingan Nilai Hipotetik dan Nilai Empirik Intensi

Turnover. 71

Tabel 4.21 Perbandingan Nilai Hipotetik dan Nilai Empirik Budaya

Organisasi 72

Tabel 4.22 Perbandingan Nilai Hipotetik dan Nilai Empirik Keterikatan

Karyawan 72

Tabel 4.23 Norma Kategorisasi Intensi Turnover 73

Tabel 4.24 Kategorisasi Intensi Turnover 73

Tabel 4.25 Norma Kategorisasi Budaya Organisasi 74

Tabel 4.26 Kategorisasi Budaya Organisasi 74

Tabel 4.27 Norma Kategori Keterikatan Karyawan 75

Tabel 4.28 Kategori Keterikatan Karyawan 75

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Penelitian

Lampiran 2 Reliabilitas dan Uji Daya Beda Aitem Lampiran 3 Data Mentah Subjek Penelitian Lampiran 4 Uji Asumsi dan Hasil Penelitian

Lampiran 5 Surat Izin Pengambilan Data dari Perusahaan

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring perkembangan zaman, luas areal perkebunan kepala sawit di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Menurut data statistik Perkebunan Indonesia Tahun 2016, luas areal perkebunan komoditas kelapa sawit pada tahun 1970 mencapai 133.298 Hektar dan data terakhir tahun 2015 meningkat drastis menjadi 11.260.277 hektar (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2016). Industri kelapa sawit dinilai menjadi salah satu komoditas potensial dan selalu di minati di pasar internasional, bahkan minyak kelapa sawit mentah berhasil menjadi komoditas ekspor unggulan Indonesia di pasar internasional.

Asosiasi Gabungan Industri Minyak Nabati (GMNI) memprediksi dengan semakin meningkatnya areal tertanam perkebuan kelapa sawit nasional, maka akan mendorong tingginya permintaan tenaga kerja untuk sektor perkebuan kelapa sawit (Pardamean, 2017). Melihat jumlah areal perkebunan yang terus bertambah, wajar jika industri perkebunan kelapa sawit masih membutuhkan banyak sumber daya manusia untuk dipekerjakan. Indonesian Palm Oil memprediksi tenaga pekerja pelaksana di on farm tahun 2030 diperkirakan terus bertambah menjadi sekitar 6,3 juta orang atau terdapat penambahan 2.056 ribu angkatan kerja dibanding tahun 2011 silam (InfoSawit, 2017).

(16)

Fakta-fakta diatas menujukan bahwa dengan semakin berkembangnya luas area tertaman kelapa sawit, maka kebutuahan terkait tenaga kerja khususnya dibidang perkebunan kelapa sawit akan meningkat setiap tahunnya. Kondisi ini akan menjadi masalah jika tidak dibarengi dengan jumlah sumber daya manusia yang tersedia. Jika kebutuhan akan sumber daya manusia tinggi namun jumlah karyawan yang tersedia tidak dapat memenuhi kebutuhan, maka perusahaan akan mengalami kesulitan dalam menjalankan organisasi. Selain dengan merekrut karyawan baru, salah satu cara terbaik yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan mempertahankan karyawan lama untuk tetap bekerja di perusahaan.

Menurut Ridlo (2012) karyawan merupakan asset serta pelaku utama produksi dan pemasaran hasil, sehingga bisnis tidak akan tercapai apabila tidak ada karyawan.

Pada sebuah organisasi, fenomena turnover karyawan menjadi suatu permasalah yang harus diselesaikan. Secara umum turnover dijelaskan sebagai perubahan dalam keanggotaan organisasi atau perputaran posisi antara karyawan yang keluar dengan karyawan baru (Jewell, 1998). Turnover menyebabkan organisasi kehilangan sejumlah tenaga kerja, sehingga harus diganti dengan karyawan yang baru (Novliadi, 2007). Fenomena pengunduran diri di sebuah perusahaan dikatakan wajar apabila jumlahnya tidak lebih dari 10% pertahunnya (Ridlo, 2012).

Turnover dapat berdampak positif maupun negatif terhadap perusahaan dan individu. Saat turnover terjadi, perusahaan berkesempatan mengganti karyawan lama dengan karyawan baru yang memiliki performa lebih baik, membawa pemikiran, pendekatan dan teknologi baru yang lebih efisien seiring hadirnya

(17)

karyawan baru, merangsang perubahan dalam kebijakan dan praktik perusahaan serta mengurangi konfik yang telah mengakar sebagai akibat dari perbedaan nilai dengan karyawan lama (Mobley, 1982). Bagi individu, turnover menjadi salah satu cara untuk meningkatkan jenjang karir, penghasilan serta menciptakan person-organization fit dengan perusahaan baru, karena bidang kerja sesuai dengan kemampuan dan keterampilan yang dimiliki (Mobley, 1982).

Namun, secara umum perusahaan jelas akan mengalami kerugian yang lebih besar jika turnover terjadi, terlebih jika karyawan yang meninggalkan organisasi adalah sosok yang ingin dipertahankan. Bagi organisasi turnover merugikan perusahaan mulai dari bertambahnya pengeluaran meliputi biaya saat proses pengeluaran karyawan, biaya perekrutan dan penempatan serta biaya untuk keperluan pelatihan karyawan baru (Mobley, 1982). Selain itu, turnover menyebabkan adanya produksi yang hilang selama masa pergantian karyawan dan perlunya melakukan kerja lembur agar tidak terjadi penundaan produksi (Ridlo, 2012).

Menurut Ghosh, Satyawadi, Joshi & Shadman (2013) turnover dapat membuat citra perusahaan menjadi kurang baik, karena calon karyawan baru akan merasa khawatir bekerja di perusahan tersebut, bahkan karyawan yang ada akan berfikir untuk meninggalkan organisasi karena melihat teman-temannya berhenti dan mencari pekerjaan lain. Bagi individu, turnover dapat menyebabkan stres pada karyawan yang ditinggalkan karena beban kerja bertambah serta mengurangi hubungan kerja yang mendukung diantara karyawan (Knight, Becan, Flynn, 2013).

(18)

Menurut Jewell (1998) turnover pada anggota organisasi dapat dilakukan secara sukarela dan tidak sukarela. Istilah sukarela mengacu pada keputusan karyawan untuk meninggalkan organisasi karena keinginan sendiri, misalnya terdapat alternatif perusahaan yang lebih baik, terdapat kondisi kerja yang lebih baik, pembayaran yang lebih tinggi ditempat lain serta terdapat masalah dengan pemimpin. Sedangkan turnover tidak suka rela dilakukan bukan karena keinginan sendiri atau diberhentikan oleh organisasi misalnya pemutusan hubungan kerja, pemecatan, masalah medis maupun kematian. Adapun yang dimaksud pada penelitian ini adalah turnover yang terjadi karena keinginan dari karyawan pribadi, atau di sebut sebagai turnover secara sukarela.

Tunover bukanlah proses yang terjadi secara tiba-tiba, namun merupakan proses yang melibatkan waktu, perubahan dan interaksi antara individu dengan organisasi. Menurut Mobley (1982) turnover dapat diprediksi melalui adanya keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi atau disebut sebagai intensi turnover. Intensi turnover merupakan langkah akhir dari tahap kognitif pengambilan keputusan di mana karyawan secara aktif mempertimbangkan untuk berhenti dan mencari alternatif pekerjaan lain (Park & Kim, 2009)

Turnover dan intensi turnover dikategorikan sebagai dua konsep yang berbeda. Turnover digambarkan sebagai tindakan individu untuk meninggalkan organisasi, sedangkan intensi turnover digambarkan sebagai persepsi individu untuk meninggalkan organisasi, sehingga intensi turnover dapat digunakan sebagai indikator dalam menentukan turnover (Dawwas & Zahare, 2013). Intensi

(19)

turnover dianggap dapat menghambat pertumbuhan organisasi, oleh karena itu diperlukan pemecahan masalah untuk menguranginya.

Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya intensi turnover.

Kaya &Abdioğlu (2010) mengidentifikasi bahwa kondisi organisasi, karakteristik demografi dan karakteristik personal berpengaruh terhadap intensi turnover, selain itu ditemukan bahwa kondisi organisasi yaitu kebijakan institusi, isu terkait pekerjaan, lingkungan tempat kerja serta hak personal dan keuntungan mempengaruhi intensi turnover. Karakteristik demografi seperti jenis kelamin dan tingkat pendidikan berpengaruh terhadap intensi turnover. Perempuan cenderung memiliki niat yang lebih sedikit untuk melakukan turnover dari pada laki-laki dan karyawan dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung memiliki niat untuk melakukan turnover. Karakteristik personal ditemukan tidak mempengaruhi intensi turnover.

Ghosh, et al (2013) menemukan terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi intensi turnover, yaitu kejelasan tujuan organisasi, otonomi, keterikatan karyawan, komitmen afektif, kompensasi, komitmen normatif serta budaya organisasi.

Menurut Novliadi (2007) budaya organisasi mempengaruhi intensi seseorang untuk melakukan turnover. Hal ini didukung oleh hasil temuan penelitian Sweeney (2017) bahwa budaya organisasi secara signifikan dapat memprediksi intensi turnover, di mana budaya organisasi yang kuat mampu menurunkan intensi turnover.

Budaya organisasi merupakan sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang membedakan organisasi tersebut dengan

(20)

organisasi yang lain (Robbins & Judge, 2013). Budaya organisasi membentuk suatu keyakinan dasar yang dimiliki oleh anggota perusahaan berisi nilai, norma dan kebiasaan yang mempengaruhi cara karyawan bekerja. Semakin banyak karyawan yang menerima nilai, norma dan kebiasaan organisasi maka akan semakin kuat budaya organisasinya. Budaya organisasi yang kuat dapat berpengaruh terhadap perilaku anggota, karena tingkat berbagi dan intensitas yang tinggi akan menciptakan iklim kontrol perilaku yang tinggi.

Budaya organisasi berperan dalam menciptakan lingkungan yang sehat dan bahagia saat bekerja sehingga diharapkan dapat meningkatkan efektivitas organisasi. Hal ini didukung oleh penelitan Denison & Mishra, (1995) yang menemukan bahwa budaya organisasi berdampak pada efektivitas organisasi, meliputi kualitas, kepuasan karyawan dan performa perusahaan. Budaya yang kuat akan membentuk kohesivitas, kesetiaan dan komitmen terhadap perusahaan sehingga akan mengurangi keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi (Robbins & Judge, 2013).

Menurut Bangun (2008) budaya organisasi yang kuat ditunjukan oleh seberapa banyak anggota organisasi yang mengakui dan menjalankan tugas- tugasnya sesuai dengan nilai-nilai yang ditetapkan organisasi tersebut. Budaya kuat dapat memperlihatkan kesepakatan yang tinggi diantara para anggotanya dalam mencapai tujuan organisasi. Kesepakatan semacam itu menunjukkan tingginya keterlibatan dan komitmen para anggota terhadap organisasi, hingga akhirnya akan mengurangi turnover karyawan.

(21)

Selain budaya organiasi, keterikatan karyawan dianggap dapat mempengaruhi intensi turnover (Schaufeli & Bakker, 2004; Lee & Shin, 2005).

Keterikatan karyawan merupakan konsep yang relatif baru dalam dunia psikologi industri dan organisasi. Keterikatan karyawan penting untuk diketahui karena mempengaruhi kinerja karyawan dalam organisasi. Keterikatan karyawan menghasilkan manfaat bagi organisasi seperti karyawan yang lebih produktif, menghasilkan kepuasan pelanggan serta memperoleh keuntungan yang lebih besar (Jones & Harter, 2005).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Schaufeli & Bakker (2004) terdapat hubungan negatif antara keterikatan dengan intensi turnover, sehingga dapat diartikan keterikatan karyawan yang tinggi akan menurunkan kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Karyawan yang terikat dengan perusahaan akan lebih bersemangat dengan pekerjaan mereka dan memiliki tingkat energi yang tinggi, mereka sepenuhnya menikmati pekerjaan dan merasa sulit untuk melepaskan diri dari pekerjaan. Hal ini tentu mendorong karyawan menyukai pekerjaannya dan cenderung merasa puas dengan keberadanya di organisasi. Keterikatan karyawan yang tinggi meningkatkan keinginan karyawan untuk setia berada di organisasi (Bakker, Schaufeli, Leiter &

Taris, 2008).

PT. Perkebunan Nusantara III (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang usaha Agro Bisnis dan Agro Industri Kelapa Sawit dan Karet. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2014, PTPN III resmi menjadi perusahaan induk (holding) bagi perusahaan perkebunan

(22)

di Indonesia, mulai dari PTPN I hingga PTPN XIV. Pada tahun 2016 luas areal tanaman perkebunan mencapai 991.278,45 ha, di mana 58% didominasi oleh perkebunan kelapa sawit (PTPN III).

Sejak menjadi perusahaan induk, PTPN III melakukan perubahan budaya kerja menjadi Sinergi, Integritas dan Profesional. Tagline budaya kerja ini dinilai sebagai sebuah karakter, prinsip dan perilaku dalam bekerja yang bertujuan untuk menghasilkan kualitas sumber daya manusia yang baik di lingkungan Holding Perkebunan Nusantara PTPN III (Persero) serta seluruh anak perusahaan (PTPN III).

Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, pada tahun 2016 hingga tahun 2018 setidaknya terjadi 535 kasus kasus turnover baik pada level karyawan pimpinan dan karyawan pelaksana di PTPN III, adapun rincian datanya disajikan dalam tabel 1.1.

Tabel 1. 1 Data Rekapitulasi Turnover Karyawan Tahun 2016-2018

No. Tahun

Karyawan

Jumlah Pimpinan Pelaksana

1. 2016 3 267 270

2. 2017 2 149 151

3. 2018 6 108 114

Jumlah 11 524 535

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 26 Maret 2019 dengan salah satu karyawan bagian Sumber Daya Manusia (SDM) di

(23)

di lingkungan Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu diberhentikan secara tidak hormat dan Atas Permintaan Sendiri (APS). Pemberhentian secara tidak hormat terjadi karena karyawan melanggar aturan-aturan yang ditetapkan perusahaan atau mangkir kerja, sedangkan APS terjadi karena berbagai alasan, seperti terdapat pekerjaan lainnya diluar pekerjaan saat ini, pindah lokasi rumah serta alasan pribadi seperti mengurus orang tua.

Berdasarkan uraian diatas, peneliti melihat adanya fenomena menarik untuk diteliti terkait dengan pengaruh budaya organisasi dan keterikatan karyawan terhadap intensi turnover. Adapun judul penelitian ini adalah “Pengaruh budaya organisasi dan keterikatan karyawan terhadap intensi turnover karyawan pelaksana di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan.

(24)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka rumusan masalah yang diajukan penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat pengaruh antara budaya organisasi terhadap intensi turnover karyawan pelaksana di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan?

2. Apakah terdapat pengaruh antara keterikatan karyawan terhadap intensi turnover karyawan pelaksana di Kantor Direksi PT. Perkebunan

Nusantara III Medan?

3. Apakah terdapat pengaruh antara budaya organisasi dan keterikatan karyawan terhadap intensi turnover karyawan pelaksana di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Pengaruh budaya organisasi terhadap intensi turnover karyawan pelaksana di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan.

2. Pengaruh keterikatan karyawan terhadap intensi turnover karyawan pelaksana di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan.

3. Pengaruh budaya organisasi dan keterikatan karyawan terhadap intensi turnover karyawan pelaksana di Kantor Direksi PT. Perkebunan

Nusantara III Medan.

(25)

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini diharapkan memperoleh manfaat baik secara teoritis maupun manfaat secara praktis:

1. Manfaat teoritis

a. Menambah pengetahuan dan referensi keilmuan bagi bidang ilmu psikologi, khususnya bidang psikologi industri dan organisasi mengenai topik budaya organisasi, Keterikatan karyawan dan intensi turnover.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian selanjutnya mengenai topik yang serupa di masa mendatang.

2. Manfaat praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi kepada pimpinan Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan mengenai seberapa kuat budaya organisasi, tingkat Keterikatan karyawan serta seberapa tinggi tingkat intensi turnover karyawan pelaksana di Kantor Direksi PT.

Perkebunan Nusantara III Medan.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi untuk bagian Sumber Daya Manusia (SDM) Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan dalam mencegah meningkatnya intensi turnover karyawan pelaksana di Kantor Direksi PT. Perkebunan Nusantara III Medan.

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam lima bab dengan sistematika penulisan:

1. BAB I: Pendahuluan

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

(26)

penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

2. BAB II:Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan tinjauan mengenai variabel penelitian. Konsep teori yang dijelaskan dalam penelitian ini adalah tentang budaya organisasi, keterikatan karyawan dan intensi turnover.

3. BAB III: Metode Penelitian

Bab ini berisi penjelasan mengenai variabel penelitian, pendekatan penelitian, populasi penelitian, subjek penelitian, lokasi penelitian, metode pengumpulan data, alat bantu pengumpulan data, prosedur penelitian dan kredibilitas penelitian.

4. BAB IV: Analisa Data dan Pembahasan

Bab ini berisi penjelasan mengenai gambaran subjek, hasi uji asumsi, hasil penelitian, hasil analisa tambahan dan pembahasan hasil penelitian.

5. BAB V: Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi penjelasan mengenai kesimpulan dan saran yang telah dilakukan pada penelitian ini.

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab II berisi uraian mengenai teori-teori yang berkaitan dengan ruang lingkup variabel penelitian. Teori bertujuan sebagai acuan peneliti dalam melakukan penelitian. Bab ini terdiri dari pembahasan mengenai intensi turnover, budaya organisasi, Keterikatan karyawan, pengaruh masing-masing variabel serta hipotesis penelitian.

A. Intensi Turnover

1. Pengertian Intensi Turnover

Terdapat beberapa istilah yang digukan untuk menggambarkan keinginan seseorang untuk meninggalkan organisasi seperti intention to leave, withdrawal intention dan intensi turnover, namun ketiga istilah ini merujuk pada makna yang sama. Peneliti menggunakan istilah intensi turnover untuk menggambarkan variabel penelitian.

Menurut Fishbein & Ajzen (1975) intensi dapat diartikan sebagai probabilitas subyektif yang melibatkan hubungan antara diri individu dan tindakannya. Intensi dapat memprediksi secara akurat kecenderungan seseorang berperilaku. Terdapat banyak bukti yang menunjukan bahwa intensi adalah antisenden perilaku yang memiliki hubungan paling kuat dari pada antisenden lainnya. Intensi akan diterjemahkan menjadi tindakan pada waktu dan kesempatan yang tepat, dengan asumsi bahwa perilaku tersebut sebenarnya dibawah kontrol kehendak, sehingga dapat menghasilkan tindakan yang diinginkan (Ajzen, 2005).

(28)

Menurut theory planned behavior yang dikemukakan oleh Ajzen (2005), intensi memiliki tiga penentu dasar, yaitu sikap individu terhadap perilaku, norma subjektif dan kontrol perilaku yang dihayati (perceived behavior control). Sikap individu terhadap perilaku diartikan sebagai sikap seseorang berdasarkan pandangan dan evaluasi terhadap suatu perilaku, norma subjektif diartikan sebagai persepsi terhadap tuntutan sosial untuk menampilkan perilaku berdasarkan pertimbangan yang ada, sedangkan kontrol perilaku yang dihayati diartikan sebagai sense of self-efficacy atau kemampuan untuk melakukan perilaku atau minat. Ketiga komponen ini berinteraksi menjadi penentu bagi intensi yang akhirnya menentukan apakah sebuah perilaku akan ditampilkan.

Menurut Mobley (1982) turnover diartikan sebagai berhentinya individu dari anggota suatu organisasi yang disertai dengan pemberian imbalan keuangan oleh organisasi yang bersangkutan. Jewell (1998) mendefinisikan turnover kedalam dua bagian, yaitu pengertian secara umum dan khusus. Secara umum, turnover mengacu pada perubahan dalam keanggotaan dari organisasi dimana posisi yang ditinggalkan oleh pemegang jabatan yang keluar dari organisasi digantikan oleh anggota baru. Sementara dalam pengertian khusus, turnover mengacu pada anggota organisasi yang keluar.

Turnover dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis yaitu turnover secara sukarela dan tidak suka rela. Turnover secara sukarela terjadi ketika pegewai memutuskan, karena alasan pribadi atau professional, untuk mengakhiri hubungan dengan perusahaan, seperti adanya alternative pekerjaan yang lebih baik dan pensiun. Selanjutnya turnover tidak sukarela terjadi ketika manajemen

(29)

memutuskan menghentikan hubungannya dengan karyawan karena kebutuhan ekonomi manajemen dan kurangnya kesesuaian antara karyawan dan organisasi (Kaswan, 2017).

Turnover tidak terjadi secara tiba-tiba, namun melalui proses yang melibatkan waktu, perubahan dan interaksi individu dan organisasi. Menurut Mobley (1982) intensi turnover merupakan tanda awal terjadinya turnover, oleh karena itu, intensi turnover merupakan prediktor dominan yang bersifat positif dalam memprediksi terjadinya turnover.

Menurut Cotton & Turtle (1986) intensi turnover dapat diartikan sebagai persepsi probabilitas individu untuk tetap atau meninggalkan organisasi tempat ia bekerja saat ini. Hom dan Griffeth (1991) mendefinisikan intensi turnover sebagai kekuatan relatif dari keinginan individu untuk menarik diri secara permanen dari suatu organisasi. Intensi turnover adalah niat atau keinginan sengaja dan sadar untuk mencari alternatif pekerjaan lain di organisasi yang lain (Tedd & Mayer, 1993). Menurut Peterson (2004) karyawan akan memulai proses pemutusan hubungan dengan organsasi ketika terdapat keinginan (intensi) serta kemungkinan melakukannya. Karyawan dengan intensi turnover yang tinggi secara subjektif menilai bahwa mereka akan meninggalkan organisasi dalam waktu dekat, selain itu, intensi turnover dianggap sebagai tahap akhir sebelum terjadinya turnover, sehingga terjadinya turnover dapat diprediksi melalui intensi turnover (Carmeli, 2005).

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa intensi turnover merupakan probabilitas niat atau keinginan karyawan yang untuk meninggalkan

(30)

organisasi atau mencari alternatif pekerjaan lainnya yang dilakukan secara sadar dan disengaja.

2. Proses Intensi Turnover

Menurut Mobley (1977) proses terjadinya intensi turnover terdiri dari:

a. Thinking of Quitting

Pada tahap ini, individu memiliki pemikiran untuk berhenti dari pekerjaan. Hal ini dinilai sebagai konsekuensi dari ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaan.

b. Evaluation of Expected Utility of Search and Cost of Quitting

Evaluasi utilitas pencarian yang diharapkan melibatkan proses kognitif dalam mengevaluasi apakah terdapat kemungkinan menemukan pekerjaan lain serta biaya yang mungkin dikeluarkan selama masa pencarian. Jika biaya meninggalkan organisasi lebih tinggi maka utilitas pencarian yang diharapkan rendah, namun jika terdapat peluang yang dirasakan untuk menemukan alternatif serta biaya yang dikeluarkan lebih rendah maka akan berlanjut ke tahap berikutnya.

c. Intention to search for alternative

Pada tahap ini, individu memiliki niat untuk mencari pekerjaan lainnya yang dianggap lebih menguntungkan.

d. Search for alternative

Individu menunjukan perilaku-perilaku mencari pekerjaan.

e. Comparasion of Alternative vs Present Job

(31)

Pada tahap ini individu telah menemukan alternatif pekerjaan, kemudian membandingkan pekerjaan yang ditemukan dengan pekerjaan saat ini. Jika pekerjaan yang ditemukan lebih menguntungkan maka akan mendorong niat untuk meninggalkan organisasi, sebaliknya jika pekerjaan saat ini lebih menguntungkan maka individu dapat menerima keadaan saat ini dan mengurangi pemikiran untuk meninggalkan organisasi atau terus mencari alternatif pekerjaan lainnya

f. Intention to Quit

Pada tahap ini, individu memiliki niat meninggalkan organisasi dapat di lihat dari hasil evaluasi terhadap alternatif pekerjaan yang tersedia.

Mobley, Horner & Hamingsworth menyatakan bahwa terdapat versi sederhana dari model turnover yang dikemukakan oleh Mobley, yaitu thinking of quitting, intention to search for alternative dan intention to quit. Thinking of quitting diprediksi secara langsung mempengaruhi intention to search for alternative, dan pada gilirannya intention to search for alternative dapat mempengaruhi intention to quit (Hom, Griffeth & Sellaro, 1984). Selain itu, menurut berbagai penelitian, proses thinking of quitting, intention to search for alternative dan intention to quit dinilai mampu mengevaluasi intensi turnover karyawan secara keseluruhan (Carmeli, 2005; Fah, Foon, Leong & Osman, 2010;

Oluwafemi, 2013; Biswakarma, 2015).

(32)

3. Faktor yang Mempengaruhi Intensi Turnover

Jha (2009) merangkum faktor yang dapat mempengaruhi intensi turnover, diantaranya:

a. Stres kerja

Stres kerja dapat menimbulkan keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Stres kerja memiliki efek langsung dan negatif pada kepuasan kerja yang mengakibatkan berkurangnya komitmen organisasi hingga mengarah pada niat untuk berhenti, dan akhirnya keluar dari organisasi.

b. Dukungan sosial

Dukungan sosial dari pengawas/supervisi mengurangi tingkat kelelahan karyawan. Efek ini secara tidak langsung dapat mengurangi keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi.

c. Perbandingan sosial

Perbandingan sosial mengacu pada suatu kelompok yang dirujuk oleh individu dengan cara membandingkan isu-isu mengenai kariernya.

Karyawan cenderung membandingkan dirinya dengan atasan atau bawahannya untuk mengevaluasi kinerjanya sendiri. Terdapat hubungan positif antara perbandingan sosial dan kepuasan kerja saat karyawan melakukan perbandingan dengan bawahan. Namun saat karyawan melakukan perbandingan dengan atasan maka secara positif terkait dengan intensi turnover.

(33)

d. Job changing decision

Keputusan pengubah pekerja sebagian besar dipengaruhi oleh faktor intrinsik yaitu adanya kesempatan kerja untuk memperoleh pertumbuhan profesional.

e. Kepuasan terkait upah

Kepuasan terkait upah berdampak terhadap turnover melalui pengaruhnya terhadap keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Penelitian menunjukan bahawa kepuasan terkait upah mempengaruhi intensi turnover baik secara langsung maupun tidak langsung.

f. Budaya organisasi

Budaya organisasi merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi intensi turnover karyawan. Budaya organisasi menyediakan inovasi sehingga mengurangi keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi.

Selain itu, menurut penelitian yang dilakukan oleh Lee & Shin (2005) terdapat dua hal yang mempengaruhi intensi turnover, yaitu:

a. Keterikatan

Keterikatan merupakan prediktor yang berhubungan negatif dengan intensi turnover, semakin tinggi keterlibatan karyawan di dalam organisasi maka semakin rendah keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi.

(34)

b. Burnout

Burnout memiliki pengaruh pada karyawan, semakin tinggi tingkat burnout maka semakin tinggi keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Burnout terkait dengan tuntutan pekerjaan seperti kelebihan beban kerja dan tuntutan emosional terhadap pekerjaan.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi dan Keterikatan karyawan dapat mempengaruhi intensi turnover karyawan.

B. Budaya Organisasi

1. Pengertian Budaya Organisasi

Secara umum, konsep budaya organisasi dapat diartikan sebagai seperangkat nilai, keyakinan dan pola perilaku yang membentuk identitas pokok suatu organisasi (Denison, 1984). Schein (1990) mendefinisikan budaya organisasi sebagai pola asumsi dasar yang diciptakan, ditemukan atau dikembangkan oleh organisasi terkait dengan cara beradaptasi dengan lingkungan eksternal dan melakukan integrasi dengan lingkungan internal, yang selama ini dianggap efektif sehingga harus diteruskan kepada anggota baru sebagai cara yang tepat untuk berfikir dan memahami suatu masalah. Sedangkan Robbins & Judge (2013) mendefinisikan budaya organisasi sebagai sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi yang lain.

Budaya organisasi menunjukkan bagaimana karyawan merasakan karakteristik budaya di dalam organisasi yang kemudian menjadi dasar untuk

(35)

saling memahami, bersikap didalam organisasi serta bagaimana mengerjakan sesuatu berdasarkan pengertian bersama. Budaya organisasi mewakili persepsi umum yang dimiliki oleh anggota organisasi, oleh karena itu penting untuk membentuk budaya organisaisi agar seluruh karyawan baik yang memiliki perbedaan latar belakang maupun perbedaan tingkatan dalam organisasi mampu menggambarkan budaya organisasi dalam istilah yang serupa (Robbins & Judge, 2013).

Budaya organisasi yang kuat ditandai oleh nilai-nilai inti organisasi yang dipegang kuat serta dianut bersama secara luas. Semakin banyak anggota yang menerima nilai-nilai organisasi maka semakin besar komitmen karyawan serta akan berpengaruh terhadap perilaku anggota. Selain itu, budaya organisasi yang kuat mampu mengurangi turnover karena menunjukkan persetujuan yang tinggi tentang apa yang diwakili organisasi. Sebaliknya, pada budaya organisasi yang lemah, nilai-nilai yang dianut tidak begitu kuat sehingga jati diri organisasi tidak begitu menonjol dan berkemungkinan berubah ketika pergantian pimpinan atau kebijakan baru (Robbins, 2013).

Berdasarkan definisi-definisi yang disebutkan di atas, maka penelitian ini akan mengacu pada definisi yang dikemukakan Denison (1984) yang menyatakan bahwa budaya organisasi adalah sebagai seperangkat nilai, keyakinan dan pola perilaku yang membentuk identitas pokok suatu organisasi.

2. Dimensi Budaya Organisasi

Budaya organisasi terdiri dari empat dimensi (Denison & Mirsha, 1994) yaitu:

(36)

a. Misi

Misi merupakan tujuan dan arah organisasi. Misi memberikan arah dan tujuan yang jelas, berfungsi dalam menentukan perilaku yang tepat bagi organisasi dan anggotanya. Sense of mission memungkinkan organisasi membentuk perilaku saat ini sesuai dengan harapan organisasi di masa depan. Misi ditandai dengan:

1) arah strategis dan maksud. Tujuan strategis yang jelas dapat menyampaikan tujuan organisasi dan memperjelas bagaimana setiap orang dapat berkontribusi dan “membuat jejak” dalam industri.

2) tujuan dan sasaran. Seperangkat tujuan dan sasaran yang jelas dapat berhubungan dengan visi, misi dan strategi serta menyediakan arah yang jelas bagi pekerjaan setiap orang dalam organisasi.

3) visi. Organisasi memiliki pandangan yang sama mengenai keadaan yang diinginkan di masa depan. Hal ini dilakukan dengan mewujudkan nilai- nilai pokok dan menangkap hati dan pikiran anggota organisasi sambil memberikan bimbungan dan arahan.

b. Keterlibatan

Anggota organisasi terlibat dalam mencapai misi organisasi. Anggota organisasi berkomitmen pada pekerjaan dan memiliki rasa kepemilikan yang kuat terhadap organisasi. Karyawan di semua tingkatan merasa bahwa mereka berperan dalam memberikan saran dan membuat

(37)

beberapa keputusan yang akan mempengaruhi pekerjaan mereka. Selain itu, karyawan merasa bahwa pekerjaan yang dilakukan berhubungan langsung dengan tujuan organisasi. Keterlibatan ditandai dengan:

1) pemberdayaan. Individu memiliki otoritas, inisiatif dan kemampuan untuk mengatur pekerjaan mereka. Hal ini menciptakan rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap organisasi.

2) berorientasi pada tim. Karyawan menempatkan nilai dalam pekerjaan secara kooperatif untuk mencapai tujuan bersama dan seluruh karyawan merasa saling memiliki tanggung jawab.

Organisasi bergantung pada usaha tim dalam menyelesaikan pekerjaan.

3) mengembangkan kemampuan. Organisasi secara berkelanjutan berinvestasi dalam mengembangkan keterampilam karyawan agar dapat berkompetisi dan mampu memenuhi kebutuhan bisnis yang sedang berlangsung.

c. Konsistensi

Konsistensi merupakan nilai yang dimiliki bersama, sistem, dan proses yang mendukung efisiensi dan efektivitas dalam mencapai tujuan.

Konsistensi menjadi sumber stabilitas dan intregrasi internal organisasi.

Konsistensi membuat organisasi memiliki cara yang berbeda dalam menjalankan bisnis, memiliki karyawan dengan komitmen yang tinggi, kecenderungan untuk terdorong dari dalam serta seperangkat aturan

(38)

yang jelas mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan.

Konsistensi ditandai dengan:

1) nilai pokok. Karyawan dalam organisasi saling berbagi seperangkat nilai yang dapat menciptkan sense of identity dan seperangkat harapan yang jelas

2) kesepakatan. Karyawan dalam organisasi dapat mencapai kesepakatan mengenai isu- isu penting dan kemampuan untuk berdamai ketika terjadi perbedaan.

3) koordinasi dan integrasi. Fungsi dan unit organisasi yang berbeda dapat bekerja sama dengan baik untuk mencapai tujuan bersama.

Batasan organisasi tidak menjadi penghalang dalam menyelesaikan pekerjaan.

d. Kemampuan Menyesuaikan Diri

Kemampuan menyesuaikan diri merupakan kemampuan anggota organisasi untuk memahami apa yang diinginkan pelanggan serta melakukan perubahan sebagai respon terhadap tuntutan baru dengan cara mempelajari keterampilan dan teknologi terkini untuk mendukung kesuksesan. Kemampuan menyesuaikan diri membuat organisasi terus meningkatkan kemampuannya dengan cara menciptakan sistem norma dan keyakinan yang mendukung organisasi untuk menerima, menginterpretasi dan menerjemahkan sinyal dari lingkungan ke dalam sistem internal, sehingga hasilnya dapat meningkatkan peluang untuk

(39)

bertahan dan terus berkembang. Kemampuan menyesuaikan diri ditandai dengan:

1) menciptakan perubahan. Organisasi mampu menciptakan cara-cara adaptif untuk memenuhi kebutuhan akan perubahan dengan cara menafsirkan lingkungan bisnis, bereaksi cepat terhadap tren saat ini dan mengantisipasi perubahan di masa depan.

2) Fokus terhadap pelanggan. Organisasi memahami dan bereaksi terhadap pelanggan serta mengantisipasi kebutuhan pelanggan di masa depan. Hal ini mencerminkan sejauh mana organisasi terdorong untuk terus memberikan kepuasan kepada pelanggan.

3) pembelajaran organisasi. Organisasi menerima, menerjamahkan dan menafsirkan sinyal dari lingkungan sebagai peluang untuk mendorong inovasi, memperoleh pengetahuan dan mengembangkan kemampuan.

3. Dampak Budaya Organisasi

Terdapat beberapa dampak budaya organisasi, diantaranya:

a. Kinerja Karyawan

Budaya organisasi berperan dalam menginternalisasi hubungan yang mengarahkan organisasi pada proses pengelolaan yang efektif.

Budaya organisasi yang produktif membantu perusahaan meningkatkan kinerjanya melalui berbagai hal seperti, laba bersih yang diperoleh dan perkembagan organisasi kearah yang lebih positif. Dalam beberapa kondisi budaya organisasi membantu dalam

(40)

meningkatkan dan menyediakan keunggulan kompetitif (Awadh &

Saad, 2013).

b. Kepuasan Kerja

Budaya organisasi dinilai mampu meningkatkan kepuasan kerja karyawan, semakin tinggi budaya organisasi maka akan semakin tinggi kepuasan kerja. Budaya organisasi yang tinggi mendukung keselaran karyawan karena mereka lebih terlibat dengan pekerjaan mereka sehingga mendorong kpusaan terhadap pekerjaan (Sweeney, 2017).

c. Intensi Turnover

Budaya organisasi dinilai berdampak terhadap intensi turnover karyawan. Budaya organisasi dapat mempengaruhi sikap karyawan yang pada akhirnya berkontribusi terhadap hasil organisasi seperti menumbuhkan kepercayaan karyawan terhadap organisasi, kepuasaan kerja serta menurunkan keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi (Sweeney, 2017)

d. Komitmen Karyawan

Budaya organisasi yang kuat akan mendorong peningkatan komitmen karyawan terhadap organisasi. Budaya perusahaan yang kuat memungkinkan karyawan memahami tujuan organisasi serta bagaimana cara mencapai tujuan organisasi. Komitmen yang tinggi membantu organisasi menjalankan fungsi manajemen dengan baik (Ramdhan, Ramdhani & Ainisyifa, 2017)

(41)

C. Keterikatan karyawan

1. Pengertian Keterikatan karyawan

Konsep keterikatan karyawan pertama kali digunakan oleh Gallup Organization pada tahun 1990-an. Gallup melakukan survey kepada karyawan sejak tahun 1988 mengenai persepsi ditempat kerja, kemudian hasil survey tersebut diringkas oleh Buckingham and Coffman menjadi sebuah buku bestseller berjudul “Break all the rules”. Buku tersebut dijadikan dasar dalam menyusun alat ukur yang dikenal sebagai Gallup's Engagement Questionnaire. Pada tahun 1990 William Kahn menjadi peneliti pertama yang berhasil menerbitkan artiket ilmiah mengani Keterikatan di tempat kerja. Tahun-tahun berikutnya jumlah publikasi mengenai konsep keterikatan baik keterikatan kerja dan keterikatan karyawan terus mengalami peningkatan seiring dengan perubahan di dunia industry serta diperkenalkanya konsep psikologi positif oleh Martin Seligman (presiden American Psychological Association). Keterikatan karyawan dinilai sejalan dengan konsep psikologi positif sehingga penelitian mengenai keterikatan menarik banyak perhatian peneliti (Schaufeli, 2013).

Keterikatan merupakan sebuah konsep yang dianggap masih ambigu karena memiliki banyak pengertian berdasarkan berbagai perspektif, oleh karena itu dibutuhakan definisi yang jelas mengenai konsep tersebut (Macey &

Schneider, 2008). Secara umum keterikatan karyawan dan keterikatan kerja merupakan dua istilah yang sering digunakan secara bergantian dalam konsep keterikatan. Adapun yang membedakan keduanya adalah keterikatan kerja mengacu pada hubungan karyawan dengan pekerjaannya sedangkan keterikatan

(42)

karyawan mengacu pada hubungan karyawan dengan organisasi. Keterikatan dianggap sebagai antithesis dari burnout dan memiliki hubungan negatif yang kuat, namun kedua konsep ini tidak dalam sebuah garis kontinum yang sama, karena memiliki pengertian dan dimensi yang berbeda (Schaufeli, 2013).

Kahn (1990) mendefiniskan keterikatan sebagai kesadaran yang mendorong ikatan dengan pekerjaan maupun anggota organisasi serta terdapat keterlibatan aspek fisik, kognitif dan emosional saat bekerja yang berperan penuh dalam pekerjaan. Keterikatan mendorong seseorang terlibat secara fisik melalui tugas-tugas individu dan kelompok, secara kognitif selalu berhati- hati, secara emosi menyatakan apa yang difikiran dan dirasakan serta berempati dalam pelayanan yang berhubungan dengan pekerjaan.

Schaufeli dan Bakker (2004) mendefiniskan keterikatan sebagai keadaan yang positif, memuaskan, terkait dengan pikiran yang dicirikan oleh vigor, dedication dan absorption. Vigor merupakan level energi yang tinggi dan ketahanan mental yang kuat saat bekerja, dedication merupakan perasaaan antusiasme, inspirasi, kebanggaan dan tantangan saat bekerja serta absorption adalah konsentrasi penuh dan merasa gembira ketika terlibat dalam pekerjaan.

Menurut Saks (2006) keterikatan karyawan adalah konsep yang unik dan berbeda, yang terdiri dari komponen kognitif, emosi dan perilaku yang berhubungan dengan performa peran kinerja. Shuck (2011) mendefinisikan keterikatan karyawan sebagai kesadaran kognitif, emosi dan perilaku karyawan yang mengarahkan pada hasil yang diinginkan oleh organisasi. Keterikatan karyawan juga didefinisikan sebagai keterlibatan individu disertai kepuasan dan

(43)

antusiasme terhadap pekerjaan yang dilakukan. Karyawan merasa pekerjaan mereka penting dan berarti, serta interaksi dengan pimpinan dan karyawan lainnya adalah hal yang bermanfaat (Robbin & Judge, 2013).

Berdasarkan definisi-definisi yang disebutkan di atas, maka penelitian ini akan mengacu pada definisi yang dikemukakan oleh Schaufeli & Bakker (2004) yang menyatakan bahwa keterikatan karyawan adalah keadaan yang positif, memuaskan, terkait dengan pikiran yang dicirikan oleh vigor, dedikasi dan absorpsi. Vigor merupakan level energi yang tinggi dan ketahanan mental yang kuat saat bekerja, dedication merupakan perasaaan antusiasme, inspirasi, kebanggaan dan tantangan saat bekerja serta absorption adalah konsentrasi penuh dan merasa gembira ketika terlibat dalam pekerjaan.

2. Dimensi Keterikatan Karyawan

Menurut Schaufeli and Bakker (2004) menyatakan keterikatan karyawan terdiri dari dimensi- dimensi sebagai berikut:

a. Vigor

Vigor mengarah pada tingkat energi yang tinggi dan ketahanan mental yang kuat saat bekerja, kesediaan untuk memberikan usaha lebih saat bekerja, serta memiliki kegigihan walaupun sedang mengahadapi kesulitan. Vigor terdiri dari perasaan-perasaan positif, kekuatan fisik dan kekuatan kognitif karyawan saat bekerja.

b. Dedikasi

Dedikasi mengarah pada perasaaan antusiasme, inspirasi, kebanggaan dan merasa tertantang dengan pekerjaan.

(44)

c. Absorpsi

Absorpsi mengarah pada konsentrasi penuh dan merasa gembira ketika terlibat dalam pekerjaan dan membuat karyawan tidak merasakan waktu yang berlalu walaupun sedang menghadapi masalah. Absorpsi membuat karyawan merasa sulit melepaskan dirinya dari pekerjan.

3. Dampak Keterikatan Karyawan

Menurut Smith & Mrkwick (2009) karyawan yang terikat menghasilkan dua keuntungan, yaitu:

a. Dampak Bagi Organisasi

1) Loyalitas pelanggan. Karyawan yang merasa senang dengan pekerjaanya cenderung memiliki pemahaman yang lebih baik tentang cara memenuhi kebutuhan pelanggan, akibatanya loyalitas pelanggan meningkat bahkan mereka cenderung merekomendasikan produk atau jasa ke teman-temannya yang lain.

2) Retensi karyawan. Karyawan yang merasa bahagia dengan pekerjaan cenderung akan tetap berada di organisasi. Selain itu, keterikatan berhubungan dengan komitmen karyawan terhadap organisasi.

3) Produktivitas karyawan. Karyawan yang terlibat dengan pekerjaan lebih loyal dan “go the extra mile” terhadap organisasi. Keterikatan dapat memotivasi karyawan untuk mencapai performa yang tinggi, memiliki inisiatif dalam mengejar tujuan pembelajaran.

(45)

4) Advokasi organisasi. Karyawan yang terlibat cenderung mengadvokasi organisasi sebagai tempat untuk bekerja dan secara aktif mempromosikan produk atau layanan.

5) Self-efficacy manajer. Karyawan yang terlibat cenderung merespon manajer secara positif dan menunjukan kinerja yang baik untuk mencapai kesuksesan. Hal ini dapat membantu manajer dalam berfungsi secara efektif, sehingga dapat meningkatkan self efficacy manajer.

6) Performa organisasi. Keterikatan berhubungan dengan kepuasan pelanggan, produktivitas, laba dan turnover karyawan. Keterikatan dapat membangun lingkungan yang mendukung sehingga dapat meningkatkan kemungkinan keberhasilan bisnis.

7) Keuntungan bottom-line. Karyawan yang terikat dengan organisasi akan lebih produktif sehingga menghasilkan loyalitas pelanggan, peningkatan penjualan dan retensi karyawan yang berdampak pada terhadap profitabilitas organisasi.

8) Perubahan organisasi yang sukses. Keterikatan berperan dalam membantu keberhasilan organisasi saat melakukan perubahan organisasi. Selain itu, keterikatan berkemungkinan mendukung ketangkasan organisasi saat beradaptasi dengan perubahan pasar.

b. Dampak Bagi Karyawan

1) Memperjelas harapan. Lingkungan kerja yang terus berubah menyebabkan terjadinya pergeseran harapan karyawan terhadap

(46)

atasan. Hal ini terkadang membuat banyak karyawan frustasi, mempertanyakan makna pekerjaan serta ingin mencari pemenuhan dari pekerjaan mereka. Keterikatan dapat menawarkan solusi bagi karyawan dengan memberi kesempatan untuk berinvestasi terhadap pekerjaan.

2) Kesehatan dan well- being. Keterikatan dapat menghasilkan efek positif terhadap kesehatan serta perasaan positif terhadap pekerjaan dan organisasi. Persepsi bahwa organisasi merupakan tempat yang sehat untuk bekerja dapat meningatkan dukungan karyawan terhadap organisasi.

D. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Intensi Turnover

Perputaran karyawan atau yang sering disebut sebagai turnover merupakan fenomena penting yang harus diselesaikan oleh organisasi. Turnover dianggap memberi dampak negatif yang lebih besar bagi organisasi dibandingkan dampak positif. Secara singkat turnover dapat diartikan sebagai anggota yang keluar dari organisasi (Jewell, 1998). Turnover dapat diprediksi melalui keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi atau yang disebut sebagai intensi turnover (Mobley, 1982). Penting bagi organisasi untuk menganalisis antisenden yang mempengaruhi terjadinya intensi turnover, agar dapat mencegah terjadinya turnover yang sebenarnya.

Menurut Park dan Kim (2009) terdapat pengaruh yang signifikan antara budaya organisasi dengan intensi turnover. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Malik (2014) yang menemukan bahwa terdapat pengaruh yang

(47)

sangat signifikan antara budaya organisasi dengan intensi turnover karyawan.

Hasil penelitian Sweeney (2017) mendukung temuan sebelumnya, yaitu menyatakan bahwa budaya organisasi secara signifikan dapat memprediksi intensi turnover. Semakin kuat budaya organisasi maka intensi turnover akan semakin rendah. Budaya organisasi dinilai dapat menurunkan intensi turnover melalui keselarasan antara nilai-nilai yang dimiliki organisasi dan karyawan.

Momot & Litvinenko (2012) melakukan penelitian mengenai hubungan antara budaya organisasi dan efektivitas organisasi di perusahaan-perusaahaan mesin bangunan yang berada di enam kota besar Ukraina, hasil temuannya menunjukan bahwa keempat dimensi budaya organisasi (keterlibatan, homogenitas, adaptasi dan misi) secara keseluruhan memilik efek signifikan terhadap efektifitas perusahaan meliputi peningkatan penjualan, peningkatan market share, Return of Asset (ROA), kualitas, kemampuan untuk mengembangkan produk baru, kepuasan karyawan dan performa bisnis. Keempat dimensi budaya organisasi yang meliputi keterlibatan, homogenitas, adaptasi dan misi memiliki pengaruh negatif secara signifikan dengan intensi turnover (Idiegbeyan, Opeke, Nwokeoma & Osinulu, 2018).

Budaya organisasi yang kuat memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku karyawan dan secara langsung mengurangi turnover. Budaya organisasi yang kuat membentuk kesepakatan bersama mengenai tujuan dan representasi organisasi yang kemudian mengarahkan pada kesetiaan, kekompakan dan komitmen organisasi. Kualitas-kualitas ini, pada gilirannya dapat mengurangi intensi turnover (Robbins & Judge, 2013).

(48)

Menurut Kaswan (2017), budaya organisasi yang kuat dan sehat dapat memberikan manfaat bagi organisasi diantaranya adalah praktik hiring yang cermat dengan mencari karyawan yang mendukung nilai-nilai organisasi serta memberikan peluang bagi calon karyawan untuk melihat kecocokan nilai-nilai yang dimiliki dengan nilai-nilai organisasi, hingga akhirnya mampu meningkatkan retensi karyawan. Retensi karyawan dapat menurunkan keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi berpengaruh terhadap intensi turnover karyawan.

E. Pengaruh Keterikatan karyawan terhadap Intensi Turnover

Pada sebuah organisasi, fenomena turnover karyawan menjadi suatu permasalah yang harus diselesaikan. Turnover menyebabkan organisasi kehilangan sejumlah tenaga kerja, sehingga harus diganti dengan karyawan yang baru (Novliadi, 2007). Menurut Ajzen (2005) kecenderungan seseorang berperilaku secara akurat dapat diprediksi melalui intensi berperilaku. Turnover sebagai sebuah perilaku dapat diprediksi melalui intensi turnover.

Berbagai penelitian menemukan bahwa intensi turnover dapat dipengaruhi oleh keterikatan karyawan. Menurut penelitian yang dilakukan Schaufeli &

Bakker (2004) keterikatan karyawan dapat mempengaruhi intensi turnover.

Karyawan yang merasa keterikatan akan memiliki attachment yang lebih besar terhadap organisasi, sehingga kecenderungan untuk meninggalkan organisasi akan lebih rendah. Penelitian yang dilakukan Lee & Shin (2005) menemukan bahwa keterikatan karyawan adalah prediktor yang berhubungan negatif dengan intensi

(49)

turnover. Semakin tinggi keterlibatan karyawan di dalam organisasi, maka semakin rendah keinginan karyawan untuk meninggalkan organisasi dan sebaliknya.

Keterikatan dicirikan oleh vigor, dedikasi dan absropsi. Ketiga dimensi Keterikatan karyawan ini berkorelasi negatif dengan intensi turnover (Lee &

Shin, 2005). Hal ini sejalan dengan temuan Takawira (2014) yang menyatakan vigor, dedikasi dan absorpsi berkorelasi negatif dengan intensi turnover.

Karyawan yang memiliki vigor yang tinggi merasakan energi yang tinggi dan ketahanan mental yang kuat saat bekerja. dedikasi mendukung karyawan merasakan antusiasme, inspirasi, kebanggaan dan tantangan dalam organisasi.

Sedangkan absorpsi mendukung karyawan untuk bekerja dengan penuh konsentrasi, merasa gembira terhadap pekerjaan dan mengetahui apa yang diharapkan oleh organisasi terhadap diri mereka dan bagaimana memberi bantuan terhadap organisasi. Ketiga dimensi ini dinilai sangat berperan dalam menurunkan keinginan karyawan untuk meninggalakan organisasi.

Keterikatan karyawan yang tinggi meningkatkan keinginan karyawan untuk setia berada di organisasi. Hal ini didukung oleh laporan Towers Perrin (2003) mengenai keterikatan karyawan dan turnover, diketahui bahwa 66%

karyawan yang memiliki level keterikatan yang tinggi melaporkan bahwa mereka tidak memiliki rencana untuk meninggalkan organisasi, 36% karyawan yang memiliki level keterikatan yang sedang enggan meninggalkan organisasi dan hanya 12% dari karyawan dengan level keterikatan yang rendah memilih untuk tetap berada di organisasi. Pada laporan ini diketahui bahwa karyawan yang

(50)

secara aktif mencari pekerjaan lain saat masih berada di organisasi adalah karyawan dengan level keterikatan yang rendah, yaitu sebanyak 23%, diikuti oleh karyawan dengan level keterikatan sedang sebanyak 8%, sedangkan karyawan dengan level keterikatan yang tinggi sebanyak 2%.

Keterikatan memungkinkan karyawan untuk melakukan investasi diri secara utuh terhadap organisasi, oleh karena itu, individu yang keterikatan dengan pekerjaan menunjukkan ketertarikan fisik, emosional dan kognitif terhadap pekerjaannya (Khan 1990). Karyawan yang terlibat secara fisik, kognitif dan emosional dengan organisasi memahami harapan organisasi terhadap diri mereka, apa yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan, merasakan kepuasan dan menganggap mereka bagian penting dari organisasi sehingga menurunkan intensi turnover (Freene & Tiernan, 2006). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh antara Keterikatan karyawan dan intensi turnover.

F. Pengaruh Budaya Organisasi dan Keterikatan Karyawan Terhadap Intensi Turnover

Sumber daya manusia dipandang sebagai aset penting organisasi, sehingga keberadaannya perlu mendapat perhatian penuh dari organisasi. Sejalan dengan kemajuan zaman, perusahaan mengalami berbagai tantangan yang harus dihadapi agar organisasi mampu terus bergerak maju salah satunya adalah mencegah terjadinya keluar-masuk karyawan atau sering disebut sebagai turnover.

Turnover yang terjadi merugikan perusahaan baik dari segi biaya, sumber daya maupun motivasi karyawan (Ridlo, 2012). Turnover menyebabkan bertambahnya pengeluaran perusahaan meliputi biaya saat proses pengeluaran

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa: 1) Kawasan hutan Sekipan memiliki kekayaan pteridophyta terestrial yang rendah, hal tersebut

bola voli pada siswa putra kelas VIII SMP N 1 Klambu, artinya semakin banyak siswa mampu melakukan push up maka akan semakin baik hasil service atas, sebaliknya semakin sedikit

 Pergantian kondisi dan parameter.  Perubahan type pu.disc atau komposisi pu.disc. Untuk setiap lot baru ,doffing pertama full boobin 30 menit sebelum doffing diputus untuk

2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil karya ilmiah dan hasil penelitian. Termasuk

Hal perlu diperhatikan dalam pengukuran di lapangan dengan BTMA ini adalah pengambilan sampel dilakukan pada sungai yang lurus (stabil) agar kondisi dasar saluran

Penilaian terhadap motivasi kerja dan nilai-nilai budaya perusahaan memiliki hubungan yang erat terhadap produktivitas kerja karyawan, karena dengan menerapkan suatu motivasi kerja

Perbedaan hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol serta peningkatan hasil belajar siswa kelas eksperimen yang lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol dapat

Untuk memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen, kami memberikan pelayanan yang menyeluruh, termasuk penjualan dan jasa layanan, pengelolaan transportasi,