• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan (PP No 37 tentang Pengelolaan DAS, Pasal 1). Daerah aliran sungai bagian hulu seringkali menjadi fokus perencanaan pengelolaan daerah aliran sungai karena selain fungsinya yang sangat penting yaitu sebagai daerah tangkapan air (Water Catchment Area) juga adanya keterkaitan biofisik dengan daerah tengah dan hilir. Segala bentuk kerusakan yang terjadi di daerah hulu pada akhirnya tidak hanya akan membawa kerugian bagi daerah hulu saja namun akhirnya juga merugikan daerah tengah dan terutama daerah hilir. Pemanfaatan sumber daya alam yang tidak sesuai dengan kemampuan dan tata ruang lahan daerah, dapat menyebabkan terjadinya erosi, tanah longsor, penurunan ketersediaan air menyebabkan masalah banjir, sedimentasi, dan kekeringan.

Kapasitas infiltrasi tidak sebanding dengan curah hujan yang menjadi limpasan permukaan yang menyebabkan erosi.

Erosi adalah proses berpindahnya atau terangkutnya partikel-partikel tanah

dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami. Pada peristiwa erosi, tanah

atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut dan kemudian

diendapkan pada suatu tempat lain. Pengangkutan atau pemindahan tanah tersebut

terjadi oleh media alami yaitu air (Arsyad, 1989). Erosi dapat menyebabkan

hilangnya lapisan tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta

mengurangi kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Material tanah

yang terangkut oleh air tersebut dinamakan muatan sedimen dan akan diendapkan

pada tempat yang mempunyai aliran air pelan yaitu: waduk, sungai, danau,

saluran irigasi, dan daerah pertanian. Dengan demikian kerusakan yang

(2)

diakibatkan oleh erosi terjadi di dua tempat yaitu; tanah tempat terjadinya erosi dan pada tempat tujuan akhir material tanah yang terangkut dan terendapkan (Arsyad, 1989).

Tabel 1.1 Dampak Negatif yang Ditimbulkan Erosi Tanah Bentuk

Dampak

Dampak di Tempat Kejadian Erosi

Dampak di Luar tempat Kejadian Erosi

Langsung

 Kehilangan lapisan tanah yang relatif kaya unsur hara dan bahan organik, serta memiliki sifat-sifat fisik yang baik bagi tempat akar tanaman.

 Pelumpuran atau sedimentasi dan pendangkalan waduk, sungai, saluran irigasi, muara sungai, pelabuhan dan badan air lainnya.

 Kemerosotan produktivitas tanah atau bahkan menjadi tidak dapat digunakan untuk berproduksi.

 Tertimbunnya lahan pertanian, jalan dan rumah atau bangunan lainnya.

 Pemiskinan petani penggarap atau pemilik tanah.

 Kerusakan ekosistem perairan (tempat bertelur ikan, dan terumbu karang dan sebagainya)

 Kehilangan nyawa oleh banjir dan tertimbun longsor.

 Meningkatnya areal banjir serta lamanya waktu banjir di musim penghujan dan meningkatnya ancaman kekeringan di musim kemarau.

Tidak langsung

 Berkurangnya alternatif penggunaan lahan

 Kerugian sebagai akibat memendeknya umur guna waduk dan saluran irigasi dan tidak berfungsinya badan air.

 Timbulnya tekanan atau dorongan untuk membuka lahan baru dengan membabat hutan.

 Timbulnya keperluan penyediaan dana untuk perbaikan bangunan konservasi yang rusak.

Sumber : Arsyad (1989) dalam Konservasi Tanah dan Air

(3)

Aplikasi ekstraksi data penginderaan jauh dan sistem informasi geografis dalam pemodelan erosi ANSWERS sebagai upaya pemetaan erosi dimaksudkan agar dapat memantau perkembangan erosi pada suatu daerah sehingga perlu pemantauan secara akurat agar dapat meminimalisir akibat yang terjadi karena erosi tersebut. Dengan adanya pemantauan melalui pemetaan erosi ini diharapkan dapat dilakukan upaya konservasi tanah serta kebijakan penataan ruang lebih lanjut terhadap daerah yang bersangkutan sesuai dengan undang-undang yang berlaku sehingga dapat tercipta lingkungan yang lestari dan berkelanjutan (sustainable).

Aplikasi penginderaan jauh dalam pemetaan erosi ini ditujukan sebagai data masukan dalam pendugaan tingkat erosi. Informasi seperti topografi, tanah, penggunaan lahan, serta sistem sungai merupakan input data yang dapat diperoleh melalui penginderaan jauh serta aplikasi SIG dalam output berupa pemetaan.

Dengan adanya aplikasi penginderaan jauh dan SIG dalam pemetaan erosi ini diharapkan dapat menghemat biaya dan waktu dalam pelaksanaannya bila dibandingkan dengan survey lapangan.

Pendugaan besarnya tingkat erosi pada umumnya banyak menggunakan model USLE (Universal Soil Loss Equation), dalam model ini menggunakan parameter berupa faktor erodibilitas hujan, faktor erodibilitas tanah, faktor panjang lereng, faktor kemiringan lereng, faktor penutupan dan pengelolaan tanaman, dan faktor tindakan konservasi tanah. Model ini juga pada awalnya digunakan untuk menduga erosi dari lahan-lahan pertanian, tetapi kemudian digunakan pada daerah-daerah penggembalaan, hutan, pemukiman, tempat rekreasi, erosi tebing jalan tol, daerah pertambangan dan lain-lain (Wischmeier,1976).

Menurut Brooks (1987), Model hidrologi merupakan gambaran sederhana dari suatu sistem hidrologi yang aktual. Model hidrologi biasanya dibuat untuk mempelajari fungsi dan respon suatu DAS dari berbagai masukan DAS. Melalui model hidrologi dapat dipelajari kejadian-kejadian hidrologi yang pada gilirannya dapat digunakan untuk memprediksi kejadian hidrologi yang akan terjadi.

Menurut Harto (1993), model hidrologi adalah sebuah sajian sederhana (simple

(4)

representation) dari sebuah sistem hidrologi yang kompleks. Dalam penelitian ini menggunakan model erosi ANSWERS (Areal Nonpoint Source Watershed Environmental Response Simulation). Model ANSWERS adalah model deterministik yang didasarkan pada hipotesis bahwa setiap titik di dalam DAS mempunyai hubungan fungsional antara laju aliran permukaan dan beberapa parameter erosi yang mempengaruhi aliran. Model erosi ANSWERS dikembangkan dari US-EPA (United States Environment Protection Agency) oleh Purdue Agricultural Enviroment Station (Beasley and Huggins 1991). Model ini mampu menyajikan simulasi tanggapan DAS dari berbagai macam perubahan kondisi penggunaan lahan.

Salah satu wilayah di Kulonprogo yang sering mengalami bencana longsor

lahan dan juga erosi yaitu wilayah DAS Tinalah. Daerah aliran sungai Tinalah

merupakan salah satu sub daerah aliran sungai dari DAS Progo yang berlokasi di

Kabupaten Kulonprogo bagian utara. Daerah aliran sungai ini merupakan bagian

dari kawasan Perbukitan Menoreh utara yang terbentuk akibat proses vulkanik tua

dan proses struktural pengangkatan (up-lifting) dilanjutkan proses denudasi,

termasukdi dalamnya adalah erosi (Bemmelen, 1970). Kemiringan lereng

bervariasi dari datar sampai sangat terjal; dari segi geologi tersusun dari batuan

andesit, breksi andesit, aglomerat, tuflapili, konglomerat, batu pasir dan batu

gamping; penggunaan lahannya juga bervariasi seperti kebun, tegalan,

permukiman, sawah dan belukar, serta tingkat curah hujan dilokasi ini kategori

tinggi yakni, 2500-3000mm/th. Kondisi topografi, litologi, penggunaan lahan,

curah hujan dan tanah yang beragam menyebabkan tingkat kerentanan longsor

lahan diwilayah DAS Tinalah bervariasi. Hasil aktivitas manusia yang kurang

memperhatikan keseimbangan lingkungan diindikasikan menjadi pendorong

terjadinya erosi diwilayah ini. Berdasarkan kondisi tersebut peneliti tertarik

melakukan penelitian skripsi berkaitan dengan estimasi tingkat erosi dan

sedimentasi diwilayah DAS Tinalah. Lokasi daerah penelitian DAS Tinalah

disajikan pada Gambar 1.1.

(5)
(6)

1.2. Rumusan Masalah

Erosi merupakan peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami yang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis penggunaan lahan, Vegetasi, Tanah, Lereng, dan Iklim/Curah Hujan. Sebagian besar faktor-faktor penentu erosi tersebut dapat di ekstraksi melalui Citra Penginderaan Jauh dan pengolahan data terkait data spasial dan analisa hasil keluaran dengan Sistem Informasi Geografi.

Penggunaan data Citra Penginderaan Jauh skala besar serta data sekunder yang up to date akan menambah tingkat akurasi hasil dari pendugaan tingkat erosi dengan menggunakan Model ANSWERS ini semakin mendekati fakta dilapangan. Lokasi daerah penelitian adalah DAS Samigaluh, Kulonprogo.

Daerah tersebut termasuk kedalam daerah konservasi rawan erosi Kabupaten Kulonprogo. Pemilihan daerah penelitian didasarkan pada syarat dari pemodelan ANSWERS yaitu luas kajian kurang dari 10.000 ha untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.

Berdasarkan uraian permasalahan diatas, maka penelitian ini mengambil judul “Aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis Untuk Estimasi Erosi dan Sedimentasi dengan Model Answers (Kasus di DAS Tinalah, Samigaluh, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta)”.

1.3. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana ekstraksi data Penginderaan Jauh sebagai input parameter utama dalam pemodelan erosi dan sedimentasi ANSWERS.

2. Bagaimana estimasi erosi dan sedimentasi berdasarkan parameter lahan hasil ekstraksi data Penginderaan Jauh dengan menggunakan pemodelan erosi ANSWERS.

3. Bagaimana bentuk pemetaan hasil estimasi tingkat erosi dan sedimentasi

dari pemodelan erosi ANSWERS melalui bantuan Sistem Informasi

Geografis.

(7)

4. Apakah manfaat dari Sistem Informasi Geografis terhadap pemodelan ANSWERS dalam pendugaan tingkat erosi dan sedimentasi baik dalam input data, prosessing, output, dan analisa hasil akhir.

1.4. Tujuan

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mengkaji kemampuan Citra Penginderaan Jauh sebagai input data parameter lahan dalam estimasi erosi pemodelan ANSWERS.

2. Mengestimasi tingkat erosi berdasarkan parameter lahan hasil interpretasi Citra Penginderaan Jauh dengan menggunakan pemodelan ANSWERS.

3. Menyajikan peta estimasi tingkat erosi dan sedimentasi hasil pemodelan ANSWERS dengan bantuan Sistem Informasi Geografis.

4. Mengevaluasi manfaat Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis dengan pemodelan ANSWERS dalam estimasi tingkat erosi.

1.5. Kegunaan Penelitian

1. Meningkatkan penggunaan ekstraksi informasi dari data Penginderaan Jauh terutama sebagai input parameter pemodelan erosi dalam pemetaan erosi.

2. Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan luaran yang akurat mengenai tingkat erosi yang terjadi pada DAS Tinalah, Kulonprogo, Yogyakarta sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam penentuan kebijakan lebih lanjut terhadap daerah kajian.

1.6. Tinjauan Pustaka 1.6.1. Penginderaan Jauh

Penginderaan jauh adalah ilmu dan teknik untuk memperoleh informasi

tentang suatu objek , daerah atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer,

1979). Menurut Sutanto (1986), interpretasi Citra Penginderaan Jauh berupa

pengenalan objek dan elemen yang tergambar pada citra penginderaan jauh serta

penyajianya kedalam bentuk peta tematik.

(8)

1.6.2. Penginderaan Jauh Sistem Satelit

Sistem satelit dalam penginderaan jauh disusun atas pemindai (scanner) dengan dilengkapi sensor pada wahana (platform) satelit, dan sensor tersebut dilengkapi oleh detektor.

Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut ini :

 Penyiam merupakan sistem, perolehan data secara keseluruhan termasuk sensor dan detektor.

 Sensor merupakan alat untuk menangkap energi dan mengubahnya ke dalam bentuk sinyal dan menyajikannya ke dalam bentuk yang sesuai dengan informasi yang akan disadap.

 Detektor merupakan alat pada sistem sensor yang merekam radiasi elektromagnetik.

1.6.3. Interpretasi Citra Secara Visual

Interpretasi citra visual dapat didefinisikan sebagai aktivitas visual untuk mengkaji citra yang menunjukkan gambaran muka bumi yang terdapat di dalam citra tersebut untuk tujuan identifikasi objek dan menilai maknanya (Howard, 1991). Interpretasi citra merupakan kegiatan yang didasarkan pada deteksi dan identifikasi objek permukaan bumi pada citra satelit. Dengan mengenali objek- objek tersebut melalui unsur-unsur utama spektral dan spasial serta kondisi temporalnya.

1.6.3.1. Teknik Interpretasi

Teknik interpretasi citra penginderaan jauh diciptakan agar pekerjaan interpretasi citra dengan mudah dan mendapatkan hasil interpretasi pada tingkat keakuratan dan kelengkapan yang baik. Menurut Sutanto(1986), teknik interpretasi citra penginderaan jauh dilakukan dengan menggunakan komponen interpretasi yang meliputi :

1. Data Acuan

Data acuan diperlukan untuk meningkatkan kemampuan dan kecermatan

seorang interpreter, data ini dapat berupa laporan penelitian, monografi

(9)

daerah, peta, dan dapat meningkatkan pengetahuan lokal pemahaman mengenai lokasi penelitian.

2. Kunci Interpretasi Citra atau Unsur-unsur Citra

Pengenalan objek merupakan bagian vital dalam interpretasi citra.

Identitas dan jenis objek pada citra sangat diperlukan dalam analisis memecahkan masalah yang dihadapi. Karakteristik objek pada citra dapat digunakan untuk mengenali objek yang dimaksud dengan unsur interpretasi. Unsur interpretasi yang dimaksud adalah sebagai berikut ini :

 Rona dan Warna

Rona (tone/color tone/grey tone) adalah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan objek pada citra. Rona pada foto pankromatik merupakan atribut bagi objek yang berinteraksi dengan seluruh spektrum tampak yang sering disebut sinar putih, yaitu spektrum dengan panjang gelombang (0,4 – 0,7) μm. Berkaitan dengan penginderaan jauh, spektrum demikian disebut spektrum lebar, jadi rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya.

Warna merupakan bentuk yang yang tampak mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum elektromagnetik tampak (Sutanto, 1986). Sebagai contoh, objek tampak biru, hijau, atau merah bila hanya memantulkan spektrum dengan panjang gelombang (0,4 – 0,5) μm, (0,5 – 0,6) μm, atau (0,6 – 0,7) μm. Objek menyerap sinar biru maka ia akan memantulkan warna hijau dan merah. Sebagai akibatnya maka objek akan tampak dengan warna kuning.

Rona hanya menyajikan tingkat kegelapan, sedangkan warna menunjukkan tingkat kegelapan yang lebih beraneka. Ada tingkat kegelapan di dalam warna biru, hijau, merah, kuning, jingga, dan warna lainnya.

Meskipun tidak menunjukkan cara pengukurannya, Estes (1983)

menyatakan bahwa mata manusia dapat membedakan 200 rona dan 20.000

warna. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa pembedaan objek pada foto

berwarna lebih mudah bila dibanding dengan pembedaan objek pada foto

(10)

hitam putih. Pernyataan yang senada dapat diutarakan pula, yaitu pembedaan objek pada citra yang menggunakan spektrum sempit lebih mudah daripada pembedaan objek pada citra yang dibuat dengan spektrum lebar, meskipun citranya sama-sama tidak berwarna. Asas inilah yang mendorong orang untuk menciptakan citra multispektral.

Rona dan warna disebut unsur dasar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya rona dan warna dalam pengenalan objek. Tiap objek tampak pertama pada citra berdasarkan rona atau warnanya. Setelah rona atau warna yang sama dikelompokkan dan diberi garis batas untuk memisahkannya dari rona atau warna yang berlainan, barulah tampak bentuk, tekstur, pola, ukuran dan bayangannya. Itulah sebabnya maka rona dan warna disebut unsur dasar.

 Bentuk

Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memerikan konfigurasi atau kerangka suatu objek Lo (1976). Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga objek dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja. Bentuk, ukuran, dan tekstur pada citra dikelompokkan sebagai susunan keruangan rona sekunder dalam segi kerumitannya. Rona merupakan unsur dasar dan termasuk primer dalam segi kerumitannya. Pengamatan atas rona dapat dilakukan paling mudah. Oleh karena itu bentuk, ukuran, dan tekstur yang langsung dapat dikenali berdasarkan rona, dikelompokkan sekunder kerumitannya.

Ada dua istilah di dalam bahasa Inggris yang artinya bentuk, yaitu shape dan form. Shape ialah bentuk luar atau bentuk umum, sedangkan form merupakan susunan atau struktur yang bentuknya lebih rinci. Contoh shape atau bentuk luar:

o Bentuk bumi bulat

o Bentuk wilayah Indonesia memanjang sejauh sekitar 5.100 km.

o Pada bumi yang bentuknya bulat terdapat berbagai bentuk relief atau

bentuk lahan seperti gunungapi, dataran pantai, tanggul alam, dsb.

(11)

o Wilayah Indonesia yang bentuk luarnya memanjang, berbentuk (rinci) negara kepulauan. Wilayah yang memanjang dapat berbentuk masif atau bentuk lainnya, akan tetapi bentuk wilayah kita berupa himpunan pulau-pulau. Baik bentuk luar maupun bentuk rinci, keduanya merupakan unsur interpretasi citra yang penting. Banyak bentuk yang khas sehingga memudahkan pengenalan objek pada citra.

Contoh pengenalan objek berdasarkan bentuk :

o Gedung sekolah pada umumnya berbentuk huruf I, L, U, atau berbentuk empat segi panjang

o Tajuk pohon palma berbentuk bintang, tajuk pohon pinus berbentuk kerucut, dan tajuk bambu berbentuk bulu-bulu

o Gunungapi berbentuk kerucut, sedang bentuk kipas alluvial

Ukuran

Ukuran merupakan bagian informasi konstektual selain bentuk dan letak. Ukuran merupakan atribut objek yang berupa jarak , luas , tinggi, lereng dan volume (Sutanto, 1986). Ukuran merupakan cerminan penyajian penyajian luas daerah yang ditempati oleh kelompok individu.

Contoh pengenalan objek berdasarkan ukuran :

 Ukuran rumah sering mencirikan apakah rumah itu rumah mukim, kantor, atau industri. Rumah mukim umumnya lebih kecil bila dibanding dengan kantor atau industri.

 Lapangan olah raga di samping dicirikan oleh bentuk segi empat, lebih dicirikan oleh ukurannya, yaitu sekitar 80 m x 100 m bagi lapangan sepak bola, sekitar 15 m x 30 m bagi lapangan tenis, dan sekitar 8 m x 10 m bagi lapangan bulu tangkis.

 Nilai kayu di samping ditentukan oleh jenis kayunya juga ditentukan oleh volumenya. Volume kayu dapat ditaksir berdasarkan tinggi pohon, luas hutan serta kepadatan pohonnya, dan diameter batang pohon.

Tekstur

(12)

Tekstur merupakan frekuensi perubahan rona dalam citra ( Kiefer, 1979). Tekstur dihasilkan oleh kelompok unit kenampkan yang kecil, tekstur sering dinyatakan kasar,halus, ataupu belang-belang (Sutanto, 1986).

Contoh pengenalan objek berdasarkan tekstur:

 Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, semak bertekstur halus.

 Tanaman padi bertekstur halus, tanaman tebu bertekstur sedang, dan tanaman pekarangan bertekstur kasar .

 Permukaan air yang tenang bertekstur halus.

Pola

Pola merupakan karakteristik makro yang digunakan untuk mendiskripsikan tata ruang pada kenampakan di citra. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang yang menandai bagi banyak objek bentukan manusia dan beberapa objek alamiah. Hal ini membuat pola unsur penting untuk membedakan pola alami dan hasil budidaya manusia, contoh sebagai berikut ini:

 Pola aliran sungai sering menandai struktur geologi dan jenis batuan.

Pola aliran trellis menandai struktur lipatan. Pola aliran yang padat mengisyaratkan peresapan air kurang sehingga pengikisan berlangsung efektif. Pola aliran dendritik mencirikan jenis tanah atau jenis batuan serba sama, dengan sedikit atau tanpa pengaruh lipatan maupun patahan. Pola aliran dendritik pada umumnya terdapat pada batuan endapan lunak, tufa vokanik, dan endapan tebal oleh gletser yang telah terkikis (Paine, 1981)

 Permukaan transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu dengan rumah yang ukuran dan jaraknya seragam, masing-masing menghadap ke jalan.

 Kebun karet, kebun kelapa, kebun kopi dan sebagainya mudah

dibedakan dari hutan atau vegetasi lainnya dengan polanya yang

teratur, yaitu dari pola serta jarak tanamnya.

(13)

Bayangan

Bayangan merupakan unsure sekunder yang sering embantu untuk identifikasi objek secara visual , misalnya untuk mengidentifikasi hutan jarang, gugur daun, tajuk (hal ini lebih berguna pada citra resolusi tinggi ataupun foto udara), contoh sebagai berikut ini:

 Cerobong asap, menara, tangki minyak, dan bak air yang dipasang tinggi lebih tampak dari bayangannya.

 Tembok stadion, gawang sepak bola, dan pagar keliling lapangan tenis pada foto berskala 1: 5.000 juga lebih tampak dari bayangannya.

 Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan.

Situs

Situs bukan merupakan ciri objek secara langsung, melainkan dalam kaitannya dengan lingkungan sekitarnya. Situs diartikan dengan berbagai makna oleh para pakar, yaitu:

 Menurut Zuidam (1979), situasi juga disebut situs geografi, yang diartikan sebagai tempat kedudukan atau letak suatu daerah atau wilayah terhadap sekitarnya. Misalnya letak iklim yang banyak berpengaruh terhadap interpretasi citra untuk geomorfologi.

 Letak objek terhadap bentang darat (Estes dan Simonett, 1975), seperti misalnya situs suatu objek di rawa, di puncak bukit yang kering, dan di sepanjang tepi sungai. Situs semacam ini oleh Zuidam (1979) disebutkan situs topografi, yaitu letak suatu objek atau tempat terhadap daerah sekitarnya.

Situs ini berupa unit terkecil dalam suatu sistem wilayah morfologi yang dipengaruhi oleh faktor situs, seperti:

 Beda tinggi,

 Kecuraman lereng,

 Keterbukaan terhadap sinar,

 Keterbukaan terhadap angin, dan

 Ketersediaan air permukaan dan air tanah.

(14)

Lima faktor situs ini mempengaruhi proses geomorfologi maupun proses atau perujudan lainnya, sebagai contoh berikut ini:

 Tajuk pohon yang berbentuk bintang mencirikan pohon palma.

Mungkin jenis palma tersebut berupa pohon kelapa, kelapa sawit, sagu, nipah, atau jenis palma lainnya. Bila tumbuhnya bergerombol (pola) dan situsnya di air payau, maka yang tampak pada foto tersebut mungkin sekali nipah.

 Situs kebun kopi terletak di tanah miring karena tanaman kopi menghendaki pengaturan air yang baik.

 Situs pemukiman memanjang umumnya pada igir beting pantai, tanggul alam, atau di sepanjang tepi jalan.

Asosiasi (korelasi )

Asosiasi menunjukkan komposisi sifat fisiognomi seragam dan tumbuh pada kondisi habita yang sama. Asosiasi juga berarti kedekatan erat suatu objek dengan objek lainnya. Sebuah permukiman identik dengan adanya jaringan tarnsportasi jalan yang lebih kompleks dibanding permukiman pedesaan. Konvergensi bukti Dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh sebaiknya digunakan unsure diagnostic citra sebanyak mungkin. Hal ini perlu dilakukan karena semakin banyak unsure diagnostic citra yang digunakan semakin menciut lingkupnya untuk sampai pada suatu kesimpulan suatu objek tertentu. Konsep ini yang sering disebut konvergensi bukti.

sebagai contoh berikut ini:

 Ditandai dengan bentuknya yang berupa empat persegi panjang serta dengan ukurannya sekitar 80 m x 100 m, lapangan sepak bola di tandai dengan adanya gawang yang situsnya pada bagian tengah garis belakangnya. Lapangan sepak bola berasosiasi dengan gawang. Kalau tidak ada gawangnya, lapangan itu bukan lapangan sepak bola.

Gawang tampak pada foto udara berskala 1: 5.000 atau lebih besar.

(15)

 Stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu (bercabang).

3. Metode Pengkajian

Interpretasi Citra Penginderaan jauh lebih mudah apabila dimulai dari pengkajian dengan pertimbangn umum ke pertimbangan khusus/lebih spesifik.

4. Penerapan Konsep Multispektral

Konsep ini menganjurkan untuk menggunakan beberapa alternatif penggunaan beberapa band secara bersamaan. Kegunaannya adalah untuk memudahkan interpretasi dengan mempertimbangkan kelebihan masing masing penerapan komposit band tersebut.

Pada Citra Landsat dengan komposit band 543, dapat dengan mudah dibedakan antara objek vegetasi dengan non vegetasi, objek bervegetasi dipresentasikan dengan warna hijau, tanah kering dengan warna merah, komposit ini paling popular untuk penerapan di bidang kehutanan (Departemen Kehutanan).

Citra Landsat dengan komposit band 432, mempunyai kelebihan untuk membedakan objek kelurusan seperti jalan dan kawasan perkotaan. Jaringan jalan dipresentasikan dengan warna putih.

Citra Landsat dengan komposit band 543, mempunyai kelebihan mudah untuk membedakan objek yang mempunyai kandungan air atau kelembapan tinggi. Objek dengan tingkat kelembapan atau kandungan air tinggi akan dipresentasikan dengan rona yang lebih gelap secara kontras. Contoh objek tambak akan tampak berwarna biru kehitaman dengan bentuk kotak teratur., komposit ini membantu dalam pembedaan hutan rawa dengan hutan lahan kering, sawah dengan padi tua ataupun sawah dengan awal penanaman.

Interpretasi citra secara visual memiliki arti hubungan interaktif (langsung)

dari interpreter dengan citra, artinya ada prose perunutan dari interpreter untuk

mengenalai objek hingga prose pendeliniasian batas objek untuk medefiniskan

objek tersebut. Interpretasi citra secara manual pada awalnya dengan cara deliniasi

objek pada citra cetak kertas (hardcopy) yang telah dilakukan preprocessing lebih

(16)

dulu. Perkembangan tehnologi hardware dan software memungkinkan interpretasi langsung dikomputer dengan metode on screen digitize. Metode ini masih termasuk interpretasi secara manual meskipun sudah memanfaatkan komputer.

Hasil dari metode ini adalah data kalsifikasi tematik dalam format vektor.

Kodifikasi data (encoding) dapat secara langsung dilakukan, sehingga metode ini sering dikenal juga metode interpretasi interaktif.

Kelebihan dari metode ini adalah interpreter dapat memperhitungkan konsteks spasial wilayah pada saat interpretasi dengan melibatkan lebih dari satu elemen (unit lahan, bentuk lahan, pengetahuan lokal) yang tidak mungkin dapat dilakukan dengan metode klasifikasi digital secara langsung.

Ada dua faktor yang harus diperhatikan pada metode ini yaitu : 1. Kaidah perbesaran ( Zooming)

Tingkat ketelitian pemetaan disesuaikan dengan tingkat skala yang digunakan, semakin besar skala pemetaannya semakin rinci informasi yang harus disajikan dan sebaliknya. Interpretasi manual sangat tergantung dari visualisasi citra. Berbeda dengan interpretasi digital yang tidak memperhitungkan skala.

Dimensi citra Landsat Tm 7+ dapat memberikan ketelitian sampai skala 1:50.000. Satu hal yang menjadi kelemahan metode ini adalah; luas visualisasi monitor komputer yaitu semakin besar skala visualisasi semakin kecil luas citra yang tergambarkan begitu pula sebaliknya. Konsekuensi dari hal ini adalah kegiatan melakukan penggeseran visual citra setiap kali berpindah lokasi interpretasi. Dalam praktek ini skal visualisasi diupayakan maksimal 1 : 50.000, hal ini untuk menjaga kualitas hasil interpretasi.

2. Kartografi pemetaan dalam interpretasi citra..

Akurasi geometrik pemetaan melaui interpretasi citra ditentukan oleh dua hal yaitu :

- akurasi geometrik citra

- akurasi deliniasi antar objek yang dipetakan.

Akurasi geometrik ditentukan oleh koreksi geometris yang dilakukan pada

citra. Akurasi deliniasi ditentukan oleh interpreter, apabila kedua hal ini telah

dilakukan kaidah kartografis yang harus diperhatikan adalah ukuran luas poligon

(17)

yang yang harus dideliniasi. Luasan sangat tergantung pada tujuan skala pemetaan yang direncanakan. Proses ini dikenal dengan nama generalisasi pemetaan.

Aturannya menentukan luas poligon terkecil adalah 0,5 x 0,5 x skala pemetaan.

Berikut ini adalah skala generalisasi pemetaan pada tiap skala peta : a. Skala pemetaan 1 : 50.000 luas polygon terkecil 1, 25 ha b. Skala pemetaan 1 : 100.000 luas polygon terkecil 2, 5 ha c. Skala pemetaan 1 : 250.000 luas polygon terkecil 6, 25 ha 1.6.4. Citra Quickbird

Citra Satelit yang dihasilkan dari pemotretan atau perekaman melalui sensor yang ditempatkan pada satelit Quickbird, memiliki resolusi spasial 0.61 m pankromatik (BW) dan 2.4 m multipektral (berwarna), dengan ketelitian lokasi 23 m tanpa menggunakan titik kontrol tanah. Kemampuan cakupan dalam sekali perekaman tunggal seluas 16.5 km x 16.5 km atau perekaman dalam bentuk strip seluas 16.5 km x 115 km. Dengan resolusi spasial yang tinggi, citra satelit Quickbird mampu menyajikan penampakan objek cukup detail dan dapat menampilkan objek hingga skala 1 : 2,500.

Berikut ini adalah spesifikasi satelit Quickbird : Peluncuran : Tanggal : 18 Oktober 2001

Range waktu Peluncuran : 1851-1906 GMT (1451-1506 EDT) Roket Peluncur : Delta II

Lokasi Peluncuran : SLC-2W, denberg Air Force Base, California Orbit : Tinggi: 450 km, 98 derajat, sun-synchronous inclination

Putaran ke lokasi yg sama : 2-3 hari tergantung posisi Lintang Periode orbit : 93.4 minutes

Perekaman Per Orbit : ~128 gigabits (sekitar 57 image area tunggal) Lebar cakupan & Luas Area : 16.5 kilometer di atas nadir dan kemampuan perekaman : 544 km di pusat daerah lintasan satelit (hingga ~30° off-nadir)

- Single Area: 16.5 km x 16.5 km

- Strip: 16.5 km x 115 km

(18)

Ketelitian : Kesalahan radius 23 meter, dan kesalahan linear 17 meter (tanpa titik kontrol)

Resolusi Sensor & Spectral Bandwidth : Pankromatik

61 centimeter (2 ft) Ground Sample Distance (GSD) pada nadir

Black & White: 445 s/d 900 nanometer Multispektral

• 2.4 meter (8 ft) GSD pada nadir

Blue: 450 – 520 nanometer

Green: 520 – 600 nanometer

Red: 630 – 690 nanometer

Near-IR: 760 – 900 nanometer Dynamic Range : 11-bit per pixel

Kapasitas Penyimpanan : 128 gigabit

Dimensi & Umur Satelit Perkiraan usia : s/d tahun 2010 Bobot : 1050 Kg, panjang 3.04-meter (10-ft).

1.6.5. Erosi

Proses hidrologi secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi erosi, transport sedimen, dan mempengaruhi karakteristik fisik, biologi, dan kimia yang secara keseluruhan mewakili status kualitas perairan. Tataguna lahan dan pengelolaan daerah aliran sungai juga mempengaruhi proses erosi, sedimentasi, dan pada gilirannya akan mempengaruhi kualitas air (Asdak, 1995).

Dalam pengertiannya, Erosi adalah proses pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami.

Pada proses erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut dan kemudian diendapkan pada suatu tempat lain. Pengangkutan atau pemindahan tanah tersebut terjadi oleh media alami air (Arsyad, 1989).

Menurut Asdak (1995), erosi tanah mempengaruhi produktivitas lahan

kering yang biasanya mendominasi daerah aliran sungai bagian hulu dan juga

akan memberikan dampak negatif pada sungai bagian hilir. Dua sebab utama

(19)

terjadinya erosi adalah erosi karena sebab alamiah dan erosi karena aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan kebanyakan tanaman. Erosi karena kegiatan manusia disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan sifat fisik tanah, antara lain pembuatan jalan pada daerah dengan kemiringan lereng curam (lebih dari 45%).

Proses erosi oleh air berlangsung melalui 2 sub proses yaitu, (1) penghancuran struktur tanah menjadi butir-butir tanah primer sebagai akibat benturan energi dari butiran hujan terhadap permukaan tanah (D

h

) dan pemindahan materi butir-butir tanah primer tersebut oleh air hujan (T

h

), dan (2) perendaman oleh air yang tergenang dipermukaan tanah sehingga mengakibatkan tanah tersebut terdispersi (D

i

) serta adanya pengangkutan butir-butir tanah oleh air yang mengalir dipermukaan tanah (T

i

). Jika (D

h+

D

l

) > (T

h

+T

l

) maka besar erosi akan lebih kecil dari (D

h+

D

l

), artinya hanya sebagian saja tanah yang telah terdispersi terangkut ke tempat lain. Jika (D

h+

D

l

) < (T

h

+T

l

), maka besarnya erosi sama dengan (D

h+

D

l

), (Arsyad, 1989).

[D

h+

D

l

] <atau> [T

h

+T

l

]

Gambar 1.2 Skema proses terjadinya Erosi tanah (Arsyad, 1989).

D

h

D

l

T

h

T

l

Butir-butir tanah yang terlepas

Kapasitas Angkut Air

Tanah Tererosi

(20)

1.6.6. Model ANSWERS 1.6.6.1. Definisi

Model ANSWERS (areal nonpoint source watershed environmental response simulation) merupakan sebuah model hidrologi dengan parameter terdistribusi yang mensimulasikan hubungan hujan-limpasan dan memberikan dugaan hasil sedimen. Model hidrologi ANSWERS dikembangkan dari US-EPA (United States Environment Protection Agency) oleh Purdue Agricultural Enviroment Station (Beasley and Huggins 1991).

Salah satu sifat mendasar dari model ANSWERS adalah termasuk kategori model deterministik dengan pendekatan parameter distribusi. Model distribusi parameter DAS dipengaruhi oleh variabel keruangan (spatial), sedangkan parameter- parameter pengendalinya, antara lain : topografi, tanah, penggunaan lahan dan sifat hujan.

1.6.6.2. Parameter masukan model ANSWERS

Data masukan model ANSWERS dikelompokkan dalam lima bagian (de Roo, 1993), yaitu antara lain :

1) Parameter curah hujan, yaitu : jumlah dan intensitas hujan pada suatu kejadian hujan.

2) Parameter tanah, yaitu : porositas total (TP), kapasitas lapang tanah (FP) yaitu kondisi ketika komposisi air dan udara di dalam tanah berimbang, laju infiltrasi konstan (FC) selisih laju infiltrasi maksimum dengan laju infiltrasi konstan (A), eksponen infiltrasi (P), kedalaman zona kontrol iniltrasi (DF), kelembaban tanah awal (ASM), dan erodibilitas tanah (K).

3) Parameter penggunaan dan kondisi permukaan lahan, meliputi : volume intersepsi potensial (PIT), persentase penutupan lahan (PER), koefisien kekasaran permukaan (RC), tinggi kekasaran maksimum (HU), nilai koefisien Manning untuk permukaan lahan (N), faktor tanaman dan pengelolaannya (C).

4) Parameter karakteristik sungai, yaitu lebar sungai dan koefisien Manning

(N).

(21)

5) Parameter satuan individu elemen, yaitu : kemiringan lereng, arah lereng, jenis tanah, jenis penggunaan lahan, liputan penakar hujan, kemiringan sungai, dan elevasi elemen rata-rata.

1.6.6.3. Mekanisme model ANSWERS

Mekanisme model ANSWERS dapat dijelaskan sebagai berikut (de Roo, 1993) :

1) Hujan yang jatuh pada suatu daerah aliran sungai bervegetasi, sebagian akan di intersepsi oleh tajuk vegetasi (PER) hingga simpanan intersepsi potensial (PIT) tercapai.

2) Laju hujan lebih kecil dari laju intersepsi sehingga air hujan tidak akan mencapai permukaan tanah; Sebaliknya jika laju hujan lebih besar dari laju intersepsi, maka terjadi infiltrasi.

3) Laju infiltrasi awal tersebut dipengaruhi oleh kelembaban tanah awal (ASM = anticedent soil moisture), porositas tanah total (TP), kandungan air tanah pada kapasitas lapang (FP), laju infiltrasi pada saat konstan (FC), laju infiltrasi maksimum (FC+A), dan kedalaman zona kontrol infiltrasi (DF). Laju infiltrasi akan menurun secara eksponensial dengan bertambahnya kelembaban tanah.

4) Hujan yang terus berlanjut mengakibatkan laju hujan menjadi lebih besar dari laju infiltrasi dan intersepsi. Pada kondisi ini air mulai mengumpul dipermukaan tanah dalam depresi mikro (retention storage) yang dipengaruhi oleh kekasaran permukaan tanah, yaitu RC dan HU.

5) Retensi permukaan yang melebihi kapasitas depresi mikro mengakibatkan terjadinya limpasan permukaan, besarnya limpasan permukaan tersebut dipengaruhi oleh kekasaran permukaan (N), kelerengan dan arah aliran.

6) Hujan yang terus berlanjut mengakibatkan tercapai laju infiltrasi konstan (FC).

7) Pada saat hujan reda, proses infiltrasi masih terus berlangsung sampai

simpanan depresi sudah tidak tersedia lagi.

(22)

1.6.6.4. Kelebihan dan kekurangan model ANSWERS

Beasley dan Huggins (1991) menyebutkan bahwa model ANSWERS dapat digunakan untuk DAS yang luasnya kurang dari 10.000 ha. Kelebihan dari model ANSWERS adalah : a) analisis parameter distribusi yang dipergunakan dapat memberikan hasil simulasi yang akurat terhadap sifat daerah aliran sungai; b) dapat mensimulasi secara bersamaan dari berbagai kondisi dalam daerah aliran sungai; c) memberikan keluaran berupa limpasan dan sedimen dari suatu daerah aliran sungai yang dianalisis.

Beasley dan Huggins (1991), mengemukakan bahwa, model ANSWERS sebagai sebuah model hidrologi mempunyai kelebihan, sebagai berikut ini :

1) Memiliki kemampuan sebagai alat untuk strategi perencanaan dan evaluasi kegiatan RLKT daerah aliran sungai serta dapat mendeteksi sumber- sumber erosi di dalam daerah aliran sungai.

2) Mengetahui tanggapan daerah aliran sungai terhadap mekanisme pengangkutan sedimen ke jaringan aliran yang ditimbulkan oleh air hujan.

3) Mempunyai kemampuan untuk melakukan simulasi hujan-limpasan dari berbagai perubahan kondisi penggunaan lahan dalam daerah aliran sungai.

4) Inputing database (topografi, tanah, penggunaan lahan, sistem sungai) ke dalam model dapat diintegrasikan dengan data dari remote sensing maupun sistem informasi geografis.

5) Variasi pemilihan parameter input dan output dari model disesuaikan dengan kebutuhan pengguna.

6) Dapat diterapkan pada lahan pertanian, hutan, maupun perkotaan.

7) Satuan pengukuran dapat berupa metrik ataupun British unit.

8) Dapat diterapkan pada daerah aliran sungai dengan ukuran lebih kecil dari 10.000 ha.

Sedangkan kekurangan model ANSWERS antara lain :

1) Model terdistribusi relatif masih baru dibanding lumped parameter, sehingga masih perlu pengembangan dan penyesuaian.

2) Hanya untuk tiap kejadian hujan (individual event) sehingga model ini

tidak memiliki sub model untuk evapotranspirasi.

(23)

3) Erosi dari sungai belum diperhitungkan ke dalam model.

4) Batas grid kemungkinan tidak menggambarkan batas yang sebenarnya.

5) Untuk sebuah grid dalam kenyataan dapat lebih besar dari luas sub-sub daerah aliran sungai.

1.7. Penelitian Sebelumnya

Penelitian dengan menggunakan aplikasi Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk estimasi erosi dan sedimentasi dengan model ANSWERS memang belum banyak dilakukan. Penelitian estimasi erosi dan sedimentasi pada umumnya menggunakan data lapangan sebagai input parameter utama. Pengambilan data lapangan yang banyak mengeluarkan biaya dan tenaga akan menghambat kelancaran dari suatu penelitin sehingga diperlukan analisis data yang diambil dari Penginderaan Jauh. Pemanfaatan data Penginderaan Jauh secara optimal dapat mempermudah dalam kegiatan penelitian utamanya dalam penyadapan informasi diatas permukaan bumi. Analisis untuk peta hasil pemodelan estimasi dan sedimentasi dilakukan untuk mengetahui persebaran erosi dan sedimentasi secara spasial. Adapun penelitian-penelitian yang telah dilakukan dalam bidang ini disajikan dalam Tabel 1.2 dengan penjelasan sebagai berikut:

Persamaan tema penelitian yaitu pemodelan ANSWERS ditemukan dalam penelitian Fakih Panggalih (2011), Jamaludin (2007), dan Dwi Arini (2005).

Dalam hal ini, penelitian tersebut secara umum bertujuan untuk estimasi erosi dengan pemodelan ANSWERS menggunakan data lapangan dan data Penginderaan Jauh.

Penelitian yang dilakukan Fakih Panggalih (2011) menerapkan metode

pendekatan fisik kejadian erosi DAS dengan model ANSWERS. Data masukan

yang diambil melalui kegiatan lapangan dan data sekunder menjadi input untuk

pemodelan. Penggunaan model ANSWERS pada DAS Secang dari beberapa

kejadian hujan, perbedaan intensitas dan lama hujan tidak berbanding lurus

dengan hasil keluaran ANSWERS baik rata-rata kehilangan tanah, erosi maksimal

yang mungkin terjadi dan maksimal sedimen yang terbentuk. Dari beberapa

kejadian hujan yang disimulasikan maksimal erosi yang terbesar adalah 143.955

(24)

Kg/Ha dengan intensitas hujan 23,6 mm/jam dan yang terendah adalah 64.426 Kg/Ha dengan intensitas hujan 22,75 mm/jam. Untuk maksimal sedimentasi yang mungkin terbentuk yang tertinggi adalah 118.203 Kg/ha sedangkan maksimal sedimentasi yang terendah adalah 6.375 Kg/Ha Pada penelitian ini juga dilakukan simulasi terhadap perubahan penggunaan lahan. Dari simulasi yang dilakukan dari kondisi awal maksimal erosi yang mungkin terjadi berkurang dari 115.180 kg/ha menjadi 61.315 kg/ha jika sebagian dirubah menjadi permukiman. Demikian juga jika dari kondisi awal beberapa penggunaan lahan yang berupa kebun dirubah menjadi tegalan, maka kejadian erosi maksimal yang akan terjadi di DAS Secang adalah sebesar 95.254 kg/ha.

Penelitian yang dilakukan Jamaludin (2007) menerapkan metode pengaruh penutup lahan berdasarkan data Penginderaan Jauh temporal dalam estimasi erosi dan sedimentasi dengan model ANSWERS. Perbandingan penutup lahan tahun 1995 dan 2004 yang diambil dari citra Landsat digunakan untuk masukan model ANSWERS.

Perubahan penutupan lahan terjadi di DTA Cipopokol dalam kurun waktu 9 tahun diketahui perubahan yang paling dominan yaitu terjadi pada kelas penutupan berupa pemukiman dengan penambahan luas sebesar 10.8 Ha atau 6.07% luas total DTA Cipopokol Hasil output dari model ANSWERS berupa nilai erosi dan sedimen yang menunjukan adanya perubahan yaitu menghasilkan runoff sebesar 2.501 mm pada tahun 1995 dan tahun 2004 menghasilkan runoff sebesar 2.517 mm. Kehilangan tanah rata-rata yang terjadi pada model dengan penutupan lahan 1995 adalah sebesar 324 kg/ha sedangkan untuk model dengan penutupan lahan tahun 2004 kehilangan tanah menurun menjadi 280 kg/Ha. Laju erosi maksimum penutupan lahan tahun 1995 sebesar 11461 kg/ha sedangkan untuk model dengan penutupan lahan tahun 2004 menurun menjadi 8149 kg/ha. Laju pengendapan maksimum model dengan penutupan lahan tahun 1995 sebesar 3099 kg/ha, sedangkan laju pengendapan maksimum model dengan tahun penutupan lahan 2004 menurun menjadi 1322 kg/ha.

Penelitian yang dilakukan oleh Diah Irawati Dwi Arini (2005) bertujuan

untuk mengkombinasikan aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dengan model

hidrologi ANSWERS untuk memprediksi besarnya nilai Erosi dan sedimentasi

yang terjadi. Citra yang digunakan adalah ASTER tahun 2004 dan parameter

pendukung yaitu curah hujan, kelas kemiringan lereng, arah aliran, karakteristik

(25)

aliran sungai, jenis tanah, dan penggunaan lahan. Metode yang digunakan adalah

pemetaan erosi dan sedimen hasil pemodelan, analisis indeks sensivitas model,

dan simulasi penggunaan lahan berkaitan dengan pemodelan erosi dan

sedimentasi. Hasil yang didapatkan dari kejadian hujan dengan intensitas tertentu

dapat diketahui besar run off, rata-rata kehilangan tanah, kehilangan tanah

maksimum, dan laju pengendapan sedimen yang terjadi. Hasil yang diperoleh dari

pemodelan menunjukan bahwa dari curah hujan sebesar 46,7 mm menghasilkan

runoff sebesar 4,014 mm. Kehilangan tanah rata-rata yang terjadi adalah sebesar

398 Kg/Ha atau 0,398 Ton/Ha. Laju erosi maksimum yang terjadi adalah 29088

Kg/Ha atau sebesar 29,088 Ton/Ha dengan laju pengendapan maksimum sebesar

4624 Kg/Ha atau sebesar 4,624 Ton/Ha. Hasil analisa indeks sensitifitas

parameter yang dilakukan terhadap 3 keluaran model yaitu rata-rata kehilangan

tanah, jumlah limpasan atau runoff dan puncak limpasan menunjukan bahwa

parameter laju infiltrasi merupakan parameter yang paling sensitif. Ketika tanah

mengalami pemadatan atau pengolahan yang mengakibatkan perubahan tekstur

tanah dan sifat fisik tanah lainnya maka erosi akan lebih rawan terjadi.

(26)

Tabel 1.2 Penelitian Sebelumnya dan Penelitian yang dilakukan

Sumber Judul dan Lokasi Metode Tujuan Hasil

Fakih Panggalih

(2011)

Penerapan Model ANSWERS Untuk Estimasi Besarnya Erosi Dan Angkutan Sedimen Das Secang, Desa Hargotirto, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulonprogo

Pendekatan fisik terhadap kejadian erosi daerah aliran sungai dengan model ANSWERS

-Mengetahui besar erosi dan sedimen yang timbul karena erosi tanah yang terjadi di DAS secang.

-Menganalisis hubungan antara runoff dengan konsentrasi sedimen berdasarkan keluaran model ANSWERS dan faktor lain yang mungkin berpengaruh.

-Nilai besarnya Erosi di DAS Secang -Besarnya sedimen dan konsentrasi sedimen DAS Secang

Diah Irawati Dwi Arini

(2005)

Aplikasi Sistem Informasi Geografis (SIG) Dan Penginderaan Jauh Untuk Model Hidrologi Answers Dalam Memprediksi Erosi Dan Sedimentasi (Studi Kasus : DTA Cipopokol Sub DAS Cisadane Hulu Kabupaten Bogor)

-Pemetaan erosi dan sedimentasi

-Analisis indeks sensivitas model -Simulasi penggunaan lahan model erosi

Mengkombinasikan aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh dengan model hidrologi ANSWERS untuk memprediksi besarnya nilai erosi dan sedimentasi

-Nilai erosi dan sedimentasi

-Hasil analisa sensivitas parameter pemodelan

Jamaludin (2007)

Aplikasi Sistem Informasi Geografis Dan Penginderaan Jauh Untuk Model Hidrologi Answers Dalam Memprediksi Pengaruh Perubahan Penutupan Lahan Terhadap Erosi Dan Sedimen Di DTA Cipopokol, Sub Das Cisadane Hulu, Kabupaten Bogor

Perbandingan data temporal Penginderaan Jauh dalam perolehan informasi penutupan lahan untuk estimasi erosi dan sedimentasi

Mengetahui perubahan penutupan lahan DTA Cipopokol, Mengetahui besar tingkat erosi dan sedimen di DTA Cipopokol akibat perubahan penutupan lahan dengan menggunakan model hidrologi ANSWERS

-Peta perubahan penutupan lahan tahun 1995 dan tahun 2004 -Nilai erosi dan sedimentasi DTA Cipopokol

Suryo Kuncoro

(2014)

Aplikasi Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Estimasi Erosi Dan Sedimentasi Dengan Model Answers (Kasus di DAS Tinalah, Samigaluh, Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta)

Optimalisasi data Penginderaan Jauh dan SIG sebagai input parameter lahan untuk Model ANSWERS

Mengkaji Citra Penginderaan Jauh sebagai input data parameter lahan dan mengestimasi erosi dengan menggunakan pemodelan ANSWERS, Menyajikan peta hasil pemodelan serta mengevaluasi manfaat Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis

-Peta estimasi erosi

DAS Tinalah,

Samigaluh, Kulonprogo

-Peta persebaran

sedimentasi DAS

Tinalah, Samigaluh,

Kulonprogo

(27)

1.8. Kerangka Pemikiran

Pemetaan erosi dilakukan untuk mengetahui persebaran erosi dari suatu daerah yang berpotensi terjadi erosi dan tingkat erosi yang terjadi. Dengan mengetahui persebaran erosi dapat dilakukan kebijakan Tata Ruang menurut perundang-undangan yang berlaku terhadap lahan tersebut sebagai upaya meningkatkan nilai tataguna lahan dan adanya konservasi tanah.

Erosi didefinisikan sebagai proses terkikisnya tanah atau berpindahnya suatu bagian tanah dari satu tempat terangkut ke tempat lain disebabkan oleh pergerakan air. Saat terjadi hujan, butiran air hujan yang jatuh ke permukaan bumi dan bertubrukan dengan tanah akan menyebabkan struktur partikel tanah menjadi lepas sehingga mudah terpengaruh oleh pergerakan air yang melewatinya. Air hujan yang jatuh ke tanah akan mejadi limpasan permukaan dan infiltrasi, sedangkan air hujan yang jatuh pada permukaan tajuk daun yang disebut intersepsi sebagian akan diteruskan jatuh pada permukaan bumi dan sebagian akan menjadi aliran batang dimana aliran batang ini akan berkumpul bersama limpasan permukaan. Limpasan permukaan tersebut akan mengangkut partikel tanah yang lepas serta mempunyai energi untuk mengikis permukaan tanah sehingga limpasan permukaan tersebut membawa material tanah dan mengendapkannya disuatu tempat.

Dalam pengukuran besar erosi ada berbagai macam cara dapat dilakukan,

salah satunya adalah dengan pemodelan. Dalam penelitian ini digunakan

pemodelan ANSWERS dimana citra penginderaan jauh sebagai data primer untuk

input parameter lahan diharapkan dapat memberikan informasi yang optimal

mengenai data penggunaan lahan, data sungai, dan data lereng serta didukung data

sekunder berupa data tanah dan curah hujan. Pada nantinya semua data tersebut

akan menjadi satu informasi dalam data individu satuan elemen. Hasil dari

pemodelan ANSWERS ini dapat diketahui besar run off yang terjadi, kehilangan

tanah maksimum, dan laju pengendapan maksimum yang nantinya dapat di

tampilkan dalam bentuk peta erosi dan peta sedimentasi. Skema diagram alir

kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.2.

(28)

Citra Penginderaan Jauh

Data Sungai Data Penggunaan Lahan

Data Tanah Data Hujan Penentuan parameter pemodelan ANSWERS

untuk estimasi erosi dan sedimentasi

Dalam Elemen ANSWERS

Data dan Peta Sekunder

Data Lereng

Nilai Erosi dan Sedimentasi Hasil Pemodelan

Peta Erosi dan Peta Sedimentasi Presipitasi pada

suatu lahan

 Limpasan Permukaan

 Infiltrasi

 Intersepsi Erosi dan Sedimentasi DAS TINALAH

Gambar 1.3 Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Pemodelan ANSWERS

(29)

1.9. Batasan Operasional

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan satu kesatuan ekosistem yang dibatasi oleh igir topografi yang berfungsi menerima, menyimpan, dan mengalirkan air, sedimen, dan unsur hara dan mengeluarkannya melalui outltet tunggal (Seyhan E., 1977).

Deposisi adalah suatu proses dimana erosi berhenti dan partikel-partikel yang terangkut jatuh dari media pengangkut (air, angin, dan es) dan mengendap pada permukaan tanah.

Elemen adalah suatu area yang mempunyai karakteristik hidrologi, tanah serta parameter lain yang berpengaruh pada area tersebut secara beraturan (Beasley dan Huggins, 1981).

Erosi adalah proses berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh tenaga air. Pada proses erosi, tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat terkikis dan terangkut dan kemudian diendapkan pada suatu tempat lain (Arsyad, 1989).

Grid adalah suatu area berbentuk segi empat dengan ukuran tertentu untuk menggambarkan suatu elemen (Beasley dan Huggins, 1981).

Satuan lahan adalah kelompok lokasi yang berhubungan, dengan bentuklahan tertentu dalam sistem lahan dan seluruh satuan lahan yang sama dan mempunyai asosiasi lokasi yang sama. Sistem lahan merupakan area yang mempunyai pola yang berulang dari topografi, tanah dan vegetasi (Sitorus, 1995)

Sedimen adalah material tanah atau bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat yang mengalami erosi (Arsyad, 1989).

Sedimentasi adalah proses terangkutnya atau terbawanya material tanah atau

bagian tanah oleh suatu limpasan atau aliran air yang diendapkan pada suatu

tempat yang kecepatan arusnya menurun atau terhenti seperti pada saluran sungai,

waduk, danau maupun kawasan tepi teluk/laut (Arsyad, 1989).

(30)

Referensi

Dokumen terkait

Daerah Aliran Sungai (DAS), pengembangan dan pembangunan embung, situ, danau dan bangunan penampung air lainnya, pengelolaan dan pembangunan kawasan muara dan pantai,

Rencana Kerja (RENJA) sebagai dokumen Perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang memuat kebijakan dan program/kegiatan dalam satu tahun dan sebagai acuan penyusunan

Penelitian Susanto (2010) berjudul Pemberdayaan Masyarakat Daerah Aliran Sungai Code Dalam Menanggulangi Dampak Bencana Banjir, meneliti pemberdayaan masyarakat di

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan

2019didasarkan pada Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 tentang Tata cara perencanaan, pengendalian dan evaluasi pembangunan daerah, tata cara evaluasi rancangan

Batasan konseptual penelitian ini diutamakan pada pengamatan terhadap perkembangan manajemen daerah aliran sungai di Jepang dari aspek kebijakan, pihak-pihak yang

Adapun pertanyaan utama dalam penelitian ini adalah ‖Bagaimana permasalahan perkembangan guna lahan pada wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang berfokus

Secara praktis, teori perencanaan kolaboratif yang telah diperkaya melalui penelitian perencanaan kolaboratif , kolaborasi dan strategi kolaborasi antar daerah di perbatasan