• Tidak ada hasil yang ditemukan

P R O G R A M R E S T R U K T U R I S A S I M E S I N / P E R A L A T A N I N D U S T R I T P T

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "P R O G R A M R E S T R U K T U R I S A S I M E S I N / P E R A L A T A N I N D U S T R I T P T"

Copied!
43
0
0

Teks penuh

(1)

ROADMAP&

KEBUTUHAN ANGGARAN

2 0 2 1

PROGRAM

RESTRUKTURISASI MESIN/

PERALATAN INDUSTRI TPT 2021 - 2030

Oleh : Andi Susanto,

Fungsional Analis Anggaran Ahli Muda

Direktorat Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki

(2)

1 | P a g e

RINGKASAN EKSEKUTIF

Sejak tahun 2015 hingga tahun 2019, nilai ekspor Industri TPT mengalami pertumbuhan sekitar 3,3 persen, masih lebih rendah dibanding pertumbuhan impor pada periode yang sama yaitu sekitar 4,4%. Hal ini berarti ada penurunan untuk pertumbuhan neraca perdagangan di industri TPT sebesar -0,7%.

Adanya penurunan kontribusi industri TPT terhadap PDB pada periode dari tahun 2015 sampai 2018. Namun di tahun 2019 adanya peningkatan kembali, dan menurun kembali pada triwulan III di tahun 2020.

Data realisasi nilai investasi di sektor industri TPT yang bersumber dari PMA maupun PMDN tahun 2006 - 2020 menunjukkan bahwa ada kecenderungan yang menurun selama 14 tahun terakhir tersebut.

Kondisi sebagaimana dideskripsikan di atas walaupun tidak serta merta dapat disimpulkan bahwa Industri TPT tidak lagi memiliki prospek yang menarik, namun juga menyiratkan adanya permasalahan yang menjadi penyebab timbulnya tanda-tanda kemunduran.

(3)

2 | P a g e

Salah satu permasalahan yang menjadi penyebab mundurnya kondisi Industri TPT berasal dari internal perusahaan TPT yaitu: hampir 75 persen kondisi mesin Industri TPT telah mendekati umur 20 tahun, membuat produksi menjadi tidak efisien dan kualitas tidak kompetitif.

Program Restrukturisasi Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang pernah dijalankan sejak tahun 2007 hingga 2015 memberikan dampak positif terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan kapasitas produksi, peningkatan produktivitas dan peningkatan efisiensi penggunaan energi.

Ada 3 variabel untuk menentukan prioritas jenis industri yang akan dibantu dalam program restrukturiasasi 2021 – 2030, yaitu:

o Berapa jumlah Mesin usia > 20 tahun (> 50% atau < 50%)

o Bagaimana kondisi neraca perdagangannya (surplus atau defisit)

o Berapa kapasitas produksi dalam negeri dibandingkan konsumsi dalam negerinya (<100% atau >100%)

Bila digambarkan dalam diagram akan terlihat seperti berikut ini:

Jenis industri pemintalan tidak diikutkan dalam program restrukturisasi mesin Industri TPT, dikarenakan industri pemintalan dinilai sudah efisien dan masih bisa bertahan berkat program restrukturisasi periode yang lalu.

Nilai investasi yang dibutuhkan untuk program restrukturisasi tahun 2021 – 2030 adalah sebesar Rp 38,6 Triliun. Sehingga bantuan yang akan dikeluarkan pemerintah (10% dari nilai investasi) yaitu sebesar Rp 3,86 Triliun.

(4)

3 | P a g e

Berdasarkan program restrukturisasi periode yang lalu (2007-2015) rasio antara jumlah mesin yang dibeli dengan jumlah tenaga kerja yang diserap bisa dijadikan sebagai dasar penentuan jumlah tenaga kerja yang diserap untuk program restrukturisasi periode tahun 2021-2030.

Jenis mesin yang direkomendasikan pada program ini adalah:

o Mesin yang terkait langsung dengan penciptaan nilai tambah, meningkatkan kapasitas, kualitas, efisiensi dan/atau produktivitas, pada alur utama proses produksi.

o Perangkat lunak yang mampu mengintegrasikan jalur produksi peserta program secara vertikal dan horizontal (dengan pemasok/ pembeli)

o Mesin/alat uji mutu produk/alat ukur yang dibutuhkan untuk menjaga mutu atau melakukan inovasi.

(5)

4 | P a g e

Sejalan dengan adanya penambahan mesin, maka diproyeksikan pada akhir program restrukturisasi (2030), diperkirakan ada penambahan kapasitas pada industri kain dan pakaian jadi yaitu sebagai berikut:

o Industri Kain (pertenunan/perajutan/pencelupan/pencapan/penyempurnaan) sebesar 806,15 Ribu Ton

o Industri Pakaian Jadi sebesar 282,96 Ribu Ton

(6)

5 | P a g e

DAFTAR ISI

BAB Halaman

RINGKASAN RKSEKUTIF 1

Daftar Isi 5

Daftar Gambar 6

Daftar Tabel 7

1. PENDAHULUAN 8

1.1. Latar Belakang 8

1.2. Neraca Perdagangan Industri TPT 9

1.3. Kontribusi Industri TPT Terhadap PDB 10

1.4. Investasi 10

1.5. Permasalahan Umum Industri TPT 11

1.6. Analisa SWOT Industri TPT 1.6.1. Industri Pembuatan Serat 1.6.2. Industri Pemintalan

1.6.3. Industri Pertenunan, Perajutan dan Finishing 1.6.4. Industri Garment

1.6.5. Industri Tekstil Lainnya

12 13 13 14 14 15

2. PERMASALAHAN 16

2.1. Kondisi Mesin Industri TPT Hampir 75 persen Berumur 20 Tahun 2.2. Masalah Ketenagakerjaan

16 16

3. TUJUAN DAN METODOLOGI 17

3.1. TUJUAN 3.2. METODOLOGI

17 17

4. PEMBAHASAN 18

4.1. Gambaran Umum Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan Industri TPT 18 4.2. Penentuan Prioritas Jenis Industri TPT Penerima Bantuan Restrukturisasi

4.3. Analisis Surplus Defisit Industri TPT

4.4. Variabel Penentu Prioritas Jenis Industri Yang Dibantu 4.4.1. Kapasitas Produksi Nasional

4.4.2. Alokasi Ekspor Hasil Produksi 4.4.3. Kenaikan Volume Produk Impor

4.5. Target Akhir Yang Ingin Dicapai Di Akhir Program dan Target Per Tahun 4.5.1. Persyaratan Mesin

4.5.2. Investasi dan Bantuan Yang Dibutuhkan 4.5.3. Jumlah Peremajaan Mesin Per Jenis Industri 4.5.4. Persyaratan Peserta Program

4.6. Penyerapan Tenaga Kerja

4.7. Perkiraan Penambahan Kapasitas Industri Kain dan Pakaian Jadi

19 21 23 25 26 27 27 28 31 32 34 35 37

5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 38

5.1. Kesimpulan 5.2. Rekomendasi

38 39

6. REFERENSI 42

(7)

6 | P a g e

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.2.1 Neraca Perdagangan Industri TPT Tahun 2015-2019 9

1.3.1 Prosentase Kontribusi Industri TPT terhadap PDB Nasional 2015 sd Tri III 2020 10

1.4.1. Nilai Investasi Industri TPT oleh PMA (US$ Ribu) Tahun 2006 – 2020 10 1.4.2 Nilai Investasi Industri TPT oleh PMDN (Rp Juta) Tahun 2006 – 2020 11

4.3.1 Surplus Neraca Perdagangan Industri TPT US$ (2006-2019) 21 4.3.2 Surplus-Defisit Neraca Perdagangan Industri TPT per Jenis Industri (US$ 2006-

2019)

22

4.3.3 Rata-Rata Pengeluaran per Kapita Sebulan ( pakaian, alas kaki, dan tutup kepala) di Daerah Perkotaan dan Desa (2013-2019)

23

4.4.1 Tiga Variable Sebagai Penentu Prioritas Jenis Industri yang akan Dibantu Restrukturisasi Mesin Industri TPT Tahun 2021-2030

24

4.4.2 Diagram Penentu Prioritas Jenis Industri 24

4.4.1.1 Rasio Kapasitas Produk Benang dan Kain Tahun 2015-2020 25 4.4.2.1 Rasio Ekspor Produk Benang dan Kain Tahun 2015-2020 26 4.4.3.1 Rasio Impor Produk Benang dan Kain Tahun 2015-2020 27 4.5.2.1 Nilai Bantuan per Jenis Industri (Rp Juta) Periode 2021-2030 31 4.5.3.1 Target Jumlah Mesin Di Restrukturisasi per Jenis Industri 2021-2030 32 4.5.3.2 Jumlah Bantuan Restrukturisasi Mesin Industri TPT per Tahun (Rp Juta)

Periode 2021-2030

33

4.6.1 Perkiraan Penyerapan Tenaga Kerja per Jenis Industri Program Restrukturisasi Tahun 2021-2030

36

4.7.1 Perkiraan PenambahanKapasitas Industri Kain dan Pakaian Jadi Pada Resrtukturisasi 2021-2030

37

(8)

7 | P a g e

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1.1. Kondisi Permesinan Industri TPT, Usia Di atas 20 Tahun

4.1.2 Program Restrukturisasi Permesinan Industri TPT Tahun 2007 - 2015 4.1.3 Hasil Evaluasi Program Restrukturisasi 2007-2013

4.2.1 Jenis industri TPT yang Mendapatkan Subsidi Restrukturisasi 2007-2015 4.2.2 Jumlah Peremajaan Mesin Industri TPT 2007-2015

4.2.3 Awal Program Restrukturisasi Mesin Industri TPT 2015 4.2.4 Akhir Program Restrukturisasi Mesin Industri TPT 2015 4.2.5 Selisih Prosentase Mesin Yang Berumur Diatas 20 Tahun

4.4.1 Tiga Variable Sebagai Penentu Prioritas Jenis Industri Yang Akan Dibantu 4.5.1 Jenis Mesin, Spesifikasi dan Harga

4.5.2.1 Jenis Industri, Target Peremajaan, Jumlah Mesin, Nilai Investasi dan Bantuan 4.5.3.1 Jumlah Peremajaan Mesin Per Jenis Industri Program Restrukturisasi 2021 -

2030

4.5.3.2 Jumlah Bantuan Program Restrukturisasi Tahun 2021- 2030 Per jenis Industri (Rp Juta)

4.6.1 Penyerapan Tenaga Kerja Untuk Program Restrukturisasi 2021-2030

4.7.1 Perkiraan Penambahan Kapasitas Industri Kain dan Pakaian Jadi Program Restrukturisasi 2021-2030

5.2.1 Milestone Restrukturisasi Mesin dan Peralatan Industri TPT 2021 - 2030

18 19 19 19 20 20 20 21 24 28 31 32

33

36

37

41

(9)

8 | P a g e

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Subsidi pemerintah diperlukan sebagai sarana bagi pemerintah untuk membantu sektor- sektor potensial yang mendapat kesulitan untuk berkembang. Dalam hal Industri TPT yang sempat dipersepsikan sebagai sunset industry, terutama setelah banyaknya kredit macet pasca krisis moneter, sebenarnya menyimpan potensi ekonomi yang besar apabila pertumbuhannya tetap dijaga. Sebagai sektor yang berprestasi dalam menyumbangkan PDB, ekspor nonmigas, penggerak investasi dan penyerap tenaga kerja, industri TPT yang saat ini sedang menghadapi problem lemahnya daya saing akibat rendahnya efisiensi produksi, layak mendapat bantuan dari pemerintah melalui subsidi langsung yang ditransmisikan dengan tepat.

Dalam terminologi ekonomi, subsidi merupakan salah satu bentuk transfer dari pemerintah kepada masyarakat, baik dalam bentuk manfaat yang diterima langsung oleh masyarakat maupun melalui dunia usaha. Pada dasarnya dengan memberikan subsidi, pemerintah bermaksud mengontrol tingkat harga yang berlaku di pasar untuk meningkatkan daya beli masyarakat dan memacu pertumbuhan pada sektor ekonomi yang disubsidi. Dengan kata lain, secara makro, pemerintah melaksanakan subsidi dengan tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi (PDB) melalui peningkatan permintaan dan penawaran aggregate, yang mana peningkatan output yang diharapkan pemerintah tersebut memberikan dua konsekuensi yang berbeda terhadap harga yaitu kenaikan harga (karena meningkatnya permintaan) dan penurunan harga (karena meningkatnya penawaran).

Kebijakan subsidi yang dilaksanakan oleh pemerintah dibedakan atas dua jenis yaitu yang sifatnya langsung dan tidak langsung, dimana pembedaan kedua subsidi ini ditentukan oleh penerima subsidi dan bukan oleh penikmat manfaat dari subsidi.

Subsidi langsung adalah subsidi yang berbentuk transfer dana dari pemerintah kepada penerima subsidi, subsidi ini dapat berbentuk subsidi konsumsi (untuk meningkatkan konsumsi masyarakat), subsidi produksi (untuk menekan biaya produksi yang bertujuan menurunkan harga jual dan meningkatkan daya saing produk) dan subsidi infrastruktur (untuk meningkatkan atau memperbaiki infrastruktur pada suatu kluster ekonomi tertentu).

Sedangkan subsidi tidak langsung tidak menggunakan dana tunai yang dikeluarkan dari anggaran pemerintah sebagai transmisi untuk menyalurkan subsidi, melainkan dengan kebijakan-kebijakan berupa fasilitas yang bernilai ekonomis dan ditujukan pada suatu sektor ataupun kluster ekonomi tertentu. Subsidi tidak langsung ini dapat berbentuk subsidi pajak

(10)

9 | P a g e

ataupun bea masuk, proteksi dagang, subsidi ekspor, regulasi pengadaan barang dan atau jasa, maupun regulasi bisnis yang secara ekonomi menguntungkan sektor tertentu.

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mempunyai peran penting di dalam perekonomian Indonesia dan industri TPT nasional ini semakin kompetitif di kancah global karena telah memiliki daya saing tinggi. Hal ini didorong lantaran struktur industrinya sudah terintegrasi dari hulu sampai hilir.

Penggunaan teknologi-teknologi mutakhir telah mengubah baik pola produksi maupun proses produksi pada industri TPT. Pola produksi yang semula hanya mampu mengakomodasi pola produksi massal, telah juga mampu mengakomodasi pola produksi yang terbatas dengan fleksibilitas yang tinggi, sehingga menghasilkan berbagai macam produk. Proses produksi juga dapat dilakukan dengan lebih cepat dan lebih efisien.

Namun demikian, adopsi teknologi mutakhir pada industri TPT relatif lambat yang disebabkan antara lain oleh tingginya biaya investasi untuk mengganti mesin/peralatan yang sudah usang. Oleh karena itu, Pemerintah melakukan intervensi kebijakan melalui Program Restrukturiasi Mesin/Peralatan Industri TPT.

1.2. Neraca Perdagangan Industri TPT

Sejak tahun 2015 hingga tahun 2019, nilai ekspor Industri TPT mengalami pertumbuhan sekitar 3,3 persen, masih lebih rendah dibanding pertumbuhan impor pada periode yang sama yaitu sekitar 4,4%. Hal ini berarti ada penurunan untuk pertumbuhan neraca perdagangan di industri TPT sebesar -0,7%.

Source : BPS, API Diolah

Gambar-1.2.1 : Neraca Perdagangan Industri TPT Tahun 2015-2019

(11)

10 | P a g e

1.3. Kontribusi Industri TPT Terhadap PDB

Dalam hal nilai tambah produksi, sumbangan dari sektor Industri TPT terhadap PDB Nasional pada periode tahun 2015 – Triwulan III tahun 2020 berfluktuasi. Terlihat pada grafik adanya penurunan nilai produksi industri TPT pada periode dari tahun 2015 sampai 2018. Namun mulai tahun 2019 mulai adanya peningkatan kembali, dan menurun kembali pada triwulan III di tahun 2020.

Gambar 1.3.1 Prosentase Kontribusi Industri TPT terhadap PDB Nasional 2015 sd Tri III 2020

1.4. Investasi.

Data realisasi nilai investasi di sektor industri TPT yang bersumber dari PMA maupun PMDN tahun 2006 - 2020 menunjukkan bahwa ada kecenderungan yang menurun selama 14 tahun terakhir tersebut.

Source : BKPM, 2006-2020

Gambar 1.4.1. Nilai Investasi Industri TPT oleh PMA (US$ Ribu) Tahun 2006 - 2020

(12)

11 | P a g e

Source : BKPM, 2006-2020

Gambar 1.4.2 Nilai Investasi Industri TPT oleh PMDN (Rp Juta) Tahun 2006 – 2020

1.5. Permasalahan Umum Industri TPT

I

ndustri manufaktur Indonesia memiliki potensi untuk berperan sebagai Leading Sector penguatan perekonomian karena berkaitan dengan sektor lain dan bernilai tambah signifikan. Industri manufaktur Indonesia menunjukan trend pertumbuhan positif setiap waktu sehingga diharapkan dapat menjadi andalan bagi pemenuhan kebutuhan dalam negeri maupun ekspor.

Walaupun secara umum nilai ekspor industri manufaktur Indonesia berkembang kearah lebih baik namun saat ini Indonesia memiliki kecenderungan menjadi negara importir terhadap beberapa komoditas diantaranya komoditas TPT dan alas kaki.

Berbagai masalah yang dihadapi industri manufacture secara umum diataranya adalah tingginya biaya energi, rendahnya produktifitas dan kapasitas SDM, infrastruktur pelabuhan yang tidak kondusif dan mahal, biaya penyusutan mesin-mesin yang besar karena sebagian mesin-mesin sudah sangat tua, semakin banyaknya produk impor illegal terutama dari China dan makin mahal serta langkanya bahan baku impor.

Khusus bagi Sub-sektor tekstil dan produk tekstil, industri dihadapkan dalam berbagai permasalahan umum yaitu:

1. Keterbatasan industri bahan baku dan bahan penolong;

2. Kelemahan teknologi;

3. Keterpusatan ekspor pada beberapa komoditas dan negara tujuan;

4. Ketidaksesuaian standar produk;

5. Usia permesinan sebagian besar diatas 20 tahun;

(13)

12 | P a g e

6. Masih menggunakan teknologi permesinan yang lama;

7. Efisiensi produksi rendah.

Meskipun dihadapkan pada kekhasan masing-masing industri, sub-sektor tekstil produk tekstil dihadapkan pula pada beberapa permasalahan umum industri nasional.

Secara internal permasalahan tersebut meliputi:

1. Keterbatasan jumlah dan kemampuan industri dasar yang diperlukan sebagai penyedia bahan baku dan bahan penolong;

2. Kelemahan pada penguasaan teknologi, aktifitas penelitian dan pengembangan;

3. Keterpusatan ekspor pada beberapa komoditas dan negara tujuan; serta 4. Ketidaksesuaian standar produk dengan ketentuan yang dipersyaratkan.

Sub-sektor Industri TPT dapat dibedakan atas industri hulu, industri antara dan industri hilir.

1.6. Analisa SWOT Industri TPT

Secara internal industri TPT ini memiliki kekuatan berupa:

1. Ketersediaan tenaga yang tumbuh setiap tahun mengingat tidak diperlukannya keterampilan khusus;

2. Keandalan kualitas seperti contohnya adalah produk polyester;

3. Penerapan kewajiban peremajaan mesin setiap 20 tahun sekali.

Sedangkan kelemahan Industri TPT meliputi:

1. Tingginya harga jual akibat melambungnya biaya produksi;

2. Mahalnya biaya energi listrik dan bahan bakar;

3. Infrastruktur pelabuhan dan akses logistic ekspor yang tidak mendukung peningkatan frekwensi perdagangan dan justru mencari laba sendiri-sendiri.

Dikaitkan dengan situasi eksternal, Industri TPT memiliki peluang berupa:

1. Pertumbuhan basis konsumen kelas menengah domestik;

2. Peniadaan hambatan perdagangan internsional berupa tarif maupun non-tarif.

Sedangkan ancaman pada Industri TPT adalah:

1. Ketatnya persaingan dengan negara pengekspor lain yang memiliki upah buruh lebih rendah seperti Vietnam dan Bangladesh;

2. Majunya teknologi produksi yang dimiliki negara pesaing seperti Korea Selatan sehingga mudah mengkoordinasikan rantai produksi secara berkesinambungan;

3. Sorotan atas praktik beberapa perusahaan yang secara tidak bertanggungjawab mengabaikan pengolahan limbah sehingga memunculkan sikap antipati masyarakat;

4. Membanjirnya komoditas TPT illegal yang dipasarkan dengan harga terjangkau masyarakat seperti TPT yang berasal dari China.

(14)

13 | P a g e

Sedangkan analisa SWOT untuk masing-masing Sub Sektor di dalam Industri TPT adalah sebagai berikut:

1.6.1. Industri Pembuatan Serat 1) Kekuatan

 Kapasitas produksi terpasang yang cukup besar khususnya untuk polyester.

Kepercayaan buyer dalam negeri masih cukup besar (Competitive Advantage).

2) Peluang

 Volume konsumsi serat buatan dunia tumbuh 6% pertahun, terutama serat rayon tumbuh 12% pertahun.

 Konsumsi serat industri pemintalan dalam negeri yang cukup besar (1,6 juta ton pertahun atau 5%konsumsi serat dunia).

3) Kelemahan

 Ketersedian bahan baku hulu industri serat buatan masih perlu diimpor baik rayon maupun polyester.

 Biaya energi yang cenderung meningkat, diversifikasi sumber energi masih terhambat.

 Kemampuan produksi serat tertentu (high tenacity, micro fibre dll masih terbatas.

4) Tantangan

 Trend impor serat rayon yang cenderung meningkat.

 Persaingan akan semakin bertambah terutama berasal dari negara yang biaya energinya rendah seperti China, India dan Thailand.

1.6.2. Industri Pemintalan 1) Kekuatan

 Kapasitas produksi terpasang yang cukup besar.

 Kemampuan manufakturing benang yang mumpuni.

 Kepercayaan buyer baik dalam maupun luar negeri masih cukup besar (Competitive Advantage)

2) Peluang

 Volume konsumsi benang dunia tumbuh 7% pertahun terutama benang pintal (spun yarn).

 Pembentukan FTA dengan Jepang dan Korea bisa meningkatkan akses pasar produk benang.

3) Kelemahan

 Suplai serat rayon terbatas (shortage).

 Umur mesin yang sudah tua menurunkan tingkat daya saing.

 Ketergantungan impor serat kapas (99%) 4) Tantangan

 Biaya energi yang cenderung meningkat, diversifikasi sumber energi masih terhambat.

 Persaingan akan semakin bertambah terutama berasal dari negara yang

(15)

14 | P a g e

fokus pada sub-sektor ini seperti India dan Pakistan.

 Kecenderungan negara produsen kapas untuk menggunakan kapasnya bagi industri pemintalan dalam negerinya (kecuali AS dan Australia).

1.6.3. Industri Pertenunan, Perajutan & Finishing 1) Kekuatan

 Kapasitas produksi terpasang yang cukup besar.

 Kepercayaan buyer dalam negeri masih cukup besar (Competitive Advantage).

 Pengalaman dalam mengembangkan industri pertenunan, perajutan dan finishing.

2) Peluang

 Volume konsumsi kain tenun dan rajut tumbuh 5% pertahun.

 Potensi pasar domestik cukup besar.

 Pembentukan FTA dengan Jepang dan Korea bisa meningkatkan akses pasar produk kain grey.

3) Kelemahan

 Keterbatasan kemampuan SDM dalam manufakturing di industri dyeing / finishing.

 Minim usaha untuk melakukan fabric development.

 Umur mesin yang sudah tua menurunkan tingkat daya saing.

 Ketidakmampuan produsen dalam negeri untuk memenuhi permintaan pasar global yang cenderung mengarah pada volume kecil yang beragam (small lot small batch).

 Penggunaan dyestuff anorganik di industri finishing yang tidak ramah lingkungan.

 Ketergantungan penggunaan dyestuff, auxiliaries dan zat kimia impor.

4) Tantangan

 FTA dengan China dan Korea akan meningkatkan persaingan dipasar domestik.

 Persaingan dipasar global akan semakin ketat terutama berasal dari negara yang fokus pada sub-sektor ini seperti India, Pakistan, China, Korea, Taiwan dan Bangladesh.

 Adanya ketentuan non-tariff barrier dipasar global terutama pada permasalahan lingkungan.

1.6.4. Industri Garment 1) Kekuatan

 Kapasitas produksi terpasang yang cukup besar.

 Kemampuan manufakturing garment kelas dunia.

 Skill tenaga kerja cukup baik (kualitas produk baik), tersedia dalam jumlah besar dan tingkat upah yang bersaing.

 Kepercayaan buyer kelas dunia sangat besar (Competitive Advantage).

2) Peluang

 Nilai perdagangan dunia naik 12% pertahun.

 Potensi pasar domestik sangat besar.

(16)

15 | P a g e

 Trend nilai impor AS naik 8%

 Restriksi dagang bagi produk China di AS, UE dan sejumlah negara pasar lainnya.

3) Kelemahan

 Produktifitas tenaga kerja kurang baik dan belum adanya sertifikat standar kualifikasi keahlian

 Masih berada pada kelas garment basic, belum masuk pada kelas garment fashion design.

 Untuk kebutuhan ekspor, kain dan aksesoris masih ditentukan oleh buyer.

 Kesulitan untuk memenuhi buyer compliance

 Sulit bersaing dipasar domestik akibat maraknya penyelundupan.

 Belum adanya standar teknis produk garmen.

 Belum adanya merek-merek lokal yang bisa bersaing di pasaran internasional.

 Adanya ketentuan perpajakan terhadap jasa makloon di kawasan berikat.

4) Tantangan

 FTA dengan China akan meningkatkan persaingan di pasar domestik.

 Persaingan pasar global akan semakin bertambah terutama berasal dari negara yang fokus pada sub-sektor ini seperti India, China, Bangladesh, Srilangka dan Vietnam.

 Praktik perdagangan ilegal (penyelundupan dan illegal transhipment) bisa menjadi ancaman.

1.6.5. Industri Tekstil Lainnya 1) Kekuatan

• Kemampuan manufakturing cukup baik khususnya untuk produk- produk penutup lantai, privat care, medical care, handuk dan bed linen.

• Kepercayaan buyer dalam dan luar negeri cukup besar (Competitive Advantage)

2) Peluang

• Terjadi kecenderungan pertumbuhan produk home textiles dan tekstil untuk transportasi.

• Potensi pasar domestik sangat besar.

3) Kelemahan

• Perusahaan skala industri besar masih minim.

• Belum terlalu dikenal buyer internasional.

• Produk Home textiles sulit bersaing di pasar domestik akibat marak - nya penyelundupan.

4) Tantangan

• FTA dengan China dan Korea akan meningkatkan persaingan di pasar domestik.

• Persaingan akan semakin bertambah terutama berasal dari negara yang fokus pada sub-sektor ini seperti India dan Pakistan.

(17)

16 | P a g e

BAB 2

PERMASALAHAN

Kondisi sebagaimana dideskripsikan pada pendahuluan di atas walaupun tidak serta merta dapat disimpulkan bahwa Industri TPT tidak lagi memiliki prospek yang menarik, namun juga menyiratkan adanya permasalahan yang menjadi penyebab timbulnya tanda-tanda kemunduran. Salah satu permasalahan yang menjadi penyebab mundurnya kondisi Industri TPT berasal dari internal perusahaan TPT yaitu:

2.1. Kondisi mesin Industri TPT hampir 75 persen telah mendekati umur 20 tahun membuat produksi menjadi tidak efisien dan kualitas tidak kompetitif.

o Sebagaimana telah diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam acara dialog dengan Kasubdit Humas Bea dan Cukai pada tahun 2019 yang lalu, bahwa kondisi mesin-mesin industri tengah (kain) sudah berumur, sehingga hanya mampu memanfaatkan 40 persen sampai 50 persen dari kapasitas operasionalnya.

o Akibat dari ketidakmampuan industri tengah ini, industri hulu terpaksa mengekspor produknya untuk diproses ke luar negeri.

o Dalam rantai produksi ini, industri hilir juga terkena imbasnya. Akibat dari kurangnya pasokan bahan baku dari industri tengah, maka industri hilir lebih memilih mengimpor dari luar. Ini yang menimbulkan defisit neraca perdagangan dari industri TPT.

o Normalnya, hasil produksi industri hulu bisa ditangkap oleh industri tengah, lalu industri tengah bisa memenuhi kebutuhan industri hilir. Artinya memang produksi yang ada di dalam negeri, belum mencukupi bagi indutri-industri hilirnya.

2.2. Problem internal lain adalah masalah ketenagakerjaan, antara lain:

o Daya saing tenaga kerja di sektor industri TPT masih rendah. Kalangan pengusaha industri TPT meminta agar jam kerja pegawai ditambah menjadi 48 jam dalam sepekan dari ketentuan yang ada saat ini hanya 40 jam sepekan. Dan pesangon pekerja agar dimasukkan dalam perhitungan BPJS Ketenagakerjaan.

o Biaya lembur pekerja di Tanah Air mulai memberatkan pengusaha industri TPT, karena lebih mahal dari negara pesaing.

(18)

17 | P a g e

BAB 3

TUJUAN DAN METODOLOGI 3.1. TUJUAN

Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian memandang perlu memberikan stimulan melalui kegiatan Restrukturisasi Mesin/Peralatan pada Industri Tekstil dan Produk Tekstil serta Industri Alas Kaki dalam rangka mendorong industri untuk meningkatkan daya saingnya melalui investasi mesin/peralatan yang lebih modern.

Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan Industri TPT yang telah diluncurkan oleh Kementerian Perindustrian sejak tahun 2007 dan Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan Industri Alas Kaki dan Penyamakan Kulit sejak tahun 2009 selalu disambut positif oleh dunia usaha.

3.2. METODOLOGI

Pendekatan metodologi yang digunakan pada kajian ini adalah sebagai berikut:

a. Analisis Deskriptif berdasarkan data-data historikal b. Konsultasi dan diskusi dengan para ahli

c. Analisis literatur dan kepustakaan dari berbagai sumber

Selajutnya dianalisa dan dibuatkan laporan yang komprehensif dan disesuaikan dengan kondisi perkembangan industri TPT saat ini sesuai target pencapaian yang diharapkan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerain Perindustrian.

(19)

18 | P a g e

BAB 4 PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan Industri TPT

Industri Tekstil dan Produk Tekstil (ITPT), Industri Alas Kaki (IAK) dan Industri Penyamakan Kulit (IPK) merupakan industri strategis yang memiliki peran besar dan penting dalam menghasilkan devisa ekspor non migas, menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar serta menyediakan dan memasok kebutuhan pasar domestik.

Prospek pertumbuhan industri TPT, alas kaki dan industri penyamakan kulit semakin baik karena permintaan pasar di dalam negeri yang terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan peningkatan taraf hidup masyarakat. Namun demikian, untuk dapat memanfaatkan peluang tersebut, kedua cabang industri ini menghadapi berbagai permasalahan, salah satunya adalah umur mesin yang sebagian besar berusia di atas 20 tahun, sehingga tingkat konsumsi energi tinggi dan kecepatan mesin serta kualitas produk rendah.

Tabel -4.1.1: Kondisi Permesinan Industri TPT, Usia Di atas 20 Tahun

Jenis

Industri Satuan Jumlah Mesin umur > 20 th

Jumlah %

Pemintalan MP 7.803.241 5.025.287 64,4

Pertenunan ATM 248.957 204.393 82,1

Perajutan MR 41.312 34.743 84,1

Finishing*) Unit 1.047 975 93,1

Pakaian Jadi MSJ 290.838 226.854 78,0

Sumber

- The Industrial Strategy Proposal, Jetro Jakarta 2005 (diolah) - Ditjen ILMTA 2008 (diolah)

* Data Direktorat Industri Tekstil dan Aneka.

Dalam rangka meningkatkan daya saing ITPT, IAK dan IPK dengan mendorong peremajaan mesin/peralatan yang sudah berusia lebih dari 20 tahun tersebut, sejak tahun 2007 Kementerian Perindustrian meluncurkan Program Restrukturisasi Mesin/Peralatan Industri TPT. Selama periode tersebut, anggaran program yang terserap sejumlah Rp 1.089,64 Milyar atau kurang lebih Rp1 Triliyun.

(20)

19 | P a g e

Tabel -4.1.2: Program Restrukturisasi Permesinan Industri TPT Tahun 2007 - 2015

Sumber: Buku Juknis Program Restrukturisasi Mesin ITPT 2015

Hasil evaluasi Program Restrukturisasi yang telah dilakukan oleh Kementerian Perindustrian pada periode 2007 sampai dengan 2013 adalah sebagai berikut:

Tabel-4.1.3 Hasil Evaluasi Program Restrukturisasi 2007-2013

No Uraian ITPT

2007 s/d 2013 1 Penambahan tenaga kerja (orang) 123.277 2 Peningkatan kapasitas produksi (%) 14 - 19 3 Peningkatan produktivitas (%) 4 - 10 4 Peningkatan efisiensi dalam

penggunaan energi (%) 2 - 8

Sumber: Buku Juknis Program Restrukturisasi Mesin ITPT 2015

4.2. Penentuan Prioritas Jenis Industri TPT Penerima Bantuan Restrukturisasi

Dengan melakukan perbandingan jumlah mesin pada awal pelaksanaan Program dan jumlah mesin yang telah diremajakan sejak tahun 2007 s/d 2015, sisa mesin/peralatan yang masih berusia >20 tahun adalah sebagai berikut :

Tabel-4.2.1 : Jenis industri TPT yang Mendapatkan Subsidi Restrukturisasi 2007-2015

Sumber : Pengolahan data JETRO 2015

No Tahun Peserta

Unit Usaha

Pagu DIPA Rp. Milyar

Nilai Pot.

Harga Rp. Milyar

Nilai Investasi

M/P Rp.

Milyar Industri Tekstil dan Produk Tekstil

1 2007 92 255,00 153,31 1.550

2 2008 175 330,00 181,70 1.790

3 2009 193 240,00 170,75 1.440

4 2010 151 154,15 144,37 1.544

5 2011 109 133,50 133,03 1.391

6 2012 142 128,40 127,73 1.562

7 2013 121 97,75 97,74 1.265

8 2014 105 81,01 81,01 1.113

TOTAL 1.089,64

(21)

20 | P a g e

Jumlah peremajaan mesin selama program restrukturisasi Tahun 2007 – 2015 (9 Tahun) adalah sebagai berikut:

Tabel-4.2.2 Jumlah Peremajaan Mesin Industri TPT 2007-2015

Sumber : Pengolahan data JETRO 2015

Di awal program mesin yang berumur di atas 20 tahun terlihat seperti pada tabel berikut:

Tabel-4.2.3 : Awal Program Restrukturisasi Mesin Industri TPT 2015

Sumber : Pengolahan data JETRO 2015

Di akhir program sisa mesin yang berumur di atas 20 tahun dari industri terbesar sampai industri terkecil akan terlihat seperti pada tabel berikut:

Tabel-4.2.4 : Akhir Program Restrukturisasi Mesin Industri TPT 2015

Sumber : Pengolahan data JETRO 2015

(22)

21 | P a g e

Sehingga selisih prosentase mesin di awal dan di akhir program Restrukturisasi periode 20017 – 2015 adalah sebagai berikut:

Tabel-4.2.5 Selisih Prosentase Mesin Yang Berumur Diatas 20 Tahun

Sumber : Pengolahan data JETRO 2015

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, dipandang perlu untuk memberikan prioritas pada investasi mesin pertenunan dan perajutan yang dilakukan oleh industri TPT dalam pelaksanaan Program Restrukturisasi Tahun Anggaran 2015.

4.3. Analisis Surplus-Defisit Industri TPT

Berdasarkan data BPS tahun 2019, neraca perdagangan industri TPT dari tahun 2006 sampai 2019 cenderung menurun. Nilai surplus di tahun 2019 sebesar US$

3.565.398.582. Yaitu hanya 46,1 % saja dari nilai surplus di tahun 2006.

Sumber BPS, diolah

Gambar 4.3.1 Surplus Neraca Perdagangan Industri TPT US$ (2006-2019)

(23)

22 | P a g e

Artinya selama 14 tahun (2006-2019) neraca perdagangan Industri TPT terus menurun.

Jika dirinci berdasarkan sub industri tekstil, maka akan terlihat seperti pada garafik berikut ini.

Gambar 4.3.2 Surplus-Defisit Neraca Perdagangan Industri TPT per Jenis Industri (US$

2006-2019)

Terlihat dalam grafik, bahwa di tahun 2006 sd 2007 sub industri Perajutan dan Pertenunan masih surplus. Namun sejak tahun 2008 sampai 2019 kedua sub industri tersebut mengalami defisit neraca perdagangan. Hanya sub industri pakaian jadi dan pemintalan yang mengalami surplus.

Berdasarkan data BPS, pengeluaran perkapita dalam satu bulan untuk produk pakaian, alas kaki dan tutup kepala, ada kecenderungan yang meningkat selama kurun waktu tujuh tahun (2013 – 2019) dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 27% pertahun.

Sehingga pasar untuk produk pakaian, alas kaki dan tutup kepala, dengan tingkat pertumbuhan pengeluaran sebesar 27% pertahun, maka nilai pasar untuk tahun 2019 adalag sebesar Rp 114,16 Triliun.

Sebagaimana terlihat pada grafik dibawah ini:

(24)

23 | P a g e

Sumber : Data BPS 2013-2019

Gambar 4.3.3 Rata-Rata Pengeluaran perKapita Sebulan (Pakaian, alas kaki, dan tutp kepala) di Daerah Perkotaan dan Desa (2013-2019)

Menurut kajian dan studi dari McKinsey (2018), Perusahaan TPT Indonesia yang masuk dalam rantai pasok global (GVC), harus mempunyai beberapa strategi agar bisa mengikuti tren global tersebut. Salah satunya adalah meningkatkan TKDN bahan baku agar bisa cepat mulai berproduksi.

Industri pakaian jadi Indonesia yang menikmati pertumbuhan sekarang, kedepannya secara bertahap harus mulai melakukan pembelian kain dari sumber dalam negeri semaksimal mungkin. Tidak seperti sekarang banyak mengimpor dari luar.

4.4. Variabel Penentu Prioritas Jenis Industri Yang Dibantu

Pada program Restrukturisasi Permesinan Industri TPT ada beberapa variable sebagai penentu jenis industri yang menjadi target untuk diberikan subsidi oleh Pemerintah diantaranya adalah:

o Berapa jumlah jenis industri yang akan dibantu

o Bagaimana kondisi neraca perdagangannya (surplus atau defisit)

o Berapa kapasitas produksi dalam negeri dibandingkan konsumsi dalam negerinya.

o Berapa nilai investasi yang dibutuhkan

o Besarnya subsidi atau bantuan yang akan diberikan pemerintah

(25)

24 | P a g e

Ada 3 variabel untuk menentukan prioritas jenis industri yang akan dibantu dalam program restrukturiasasi 2021 – 2030, sebagaimana terlihat pada gambar berikut:

Gambar 4.4.1 Tiga Variable Sebagai Penentu Prioritas Jenis Industri yang akan Dibantu Restrukturisasi Mesin Industri TPT Tahun 2021-2030

Berdasarkan beberapa data dari uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa jenis industri pertenunan dan perajutan yang memiliki prosentase yang paling besar untuk umur mesin > 20 tahun, dengan neraca perdagangan yang defisit.

Tabel-4.4.1 Tiga Variable Sebagai Penentu Prioritas Jenis Industri Yang Akan Dibantu

Jika digambarkan dalam grafik diagram antara umur mesin, kapasitas dan neraca perdagangan, maka akan terlihat seperti berikut:

Gambar 4.4.2 Diagram Penentu Prioritas Jenis Industri

(26)

25 | P a g e

Untuk kedua jenis industri yaitu pertenunan dan perajutan, ketiga variabel sebagai penentu prioritas bantuan, sangat memenuhi persayaratan untuk diberikan bantuan oleh Pemerintah. Disamping jumlah mesin yang berumur lebih 20 tahun ada di atas 50%.

Juga neraca perdagangan selama tahun 2008 sampai 2019 mengalami defisit. Dan prosentase perbandingan antara produksi dalam negeri dengan konsumsi dalam negeri masih dibawah 100%. Sehingga pilihan jatuh untuk industri pertenunan dan perajutan.

4.4.1. Kapasitas Produksi Nasional

Gambar 4.4.1.1 Rasio Kapasitas Produk Benang dan Kain Tahun 2015-2020

Kinerja industri benang dan kain nasional dari sisi kapasitas produksi berbanding terbalik kondisinya dalam 5 tahun belakangan ini. Jika dilihat dari rasio volume produksi dalam negeri dibagi dengan volume konsumsi dalam negeri, tahun 2020 produksi benang mencapai 156% dari konsumsi sedangkan kain hanya 70%. Selama periode 2015-2020, untuk industri benang perbandingan ini konsisten di angka 151%-157% (R2=0,0931), sedangkan industri kain rasio ini terus menurun dari 81% di 2015 dan tinggal 70% di 2020 (R2=0,809).

Rasio yang stabil inilah yang menjawab mengapa neraca perdagangan benang selalu surplus sejak 2006, berbanding terbalik dengan kain. Jika kain tenun dan rajut neracanya masih surplus pada 2006-2007, namun setelah itu sampai sekarang industri kain selalu deficit, ditandai dengan naiknya impor kain setiap tahunnya. Jika tidak ada tindakan yang serius untuk mengatasi merosotnya kapasitas industri kain, maka diprediksi rasio kapasitas ini tinggal 50% di tahun 2030 nanti. Hal ini akan menjadi ancaman bagi industri pakaian jadi, dimana tren global saat ini kecepatan menyelesaikan pesanan dan dikirim ke pembeli menjadi KPI utama di dunia bisnis fesyen (McKinsey, 2018) (USFIA, 2020).

(27)

26 | P a g e

4.4.2. Alokasi Ekspor Hasil Produksi

Gambar 4.4.2.1 Rasio Ekspor Produk Benang dan Kain Tahun 2015-2020

Dari grafik sebelumnya kita ketahui bahwa rasio volume produksi dibagi dengan konsumsi DN untuk benang dan kain masing-masing adalah 156% dan 70%. Namun dari hasil produksi tersebut, tidak semuanya ditujukan ke pasar dalam negeri, sebagian dialokasikan untuk pasar ekspor. Untuk produk benang rasio volume ekspor dengan volume produksi DN mencapai 55%, sedangkan kain sebesar 19%.

Pada periode 2015-2020, produk benang rasio volume ekspor terhadap produksi ini mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jika 2015 sebesar 46% diekspor, maka 2020 sudah menembus angka 55%. Ini menunjukan produk benang nasional mempunyai daya saing yang kuat di pasar global.

Sedangkan produk kain rasio ini cenderung stabil di angka 14-21%, di satu sisi kinerja ini menunjukan produk kain nasional masih mampu menembus pasar ekspor walaupun dengan mesin yang mayoritas umurnya > 20 tahun. Di sisi yang lain dengan rasio kapasitas produksinya hanya 70% dari konsumsi nasional, dengan adanya sebagian barang di ekspor membuat net volume produksi yang dialokasikan untuk dalam negeri makin rendah.

(28)

27 | P a g e

4.4.3. Kenaikan Volume Produk Impor

Gambar 4.4.3.1 Rasio Impor Produk Benang dan Kain Tahun 2015-2020

Pada dua grafik terdahulu membahas tentang rasio kapasitas dan ekspor produk benang dan kain nasional, pada grafik ini membahas apa dampaknya ke pasar dalam negeri (rasio impor).

Baik produk benang maupun kain, rasio volume impor terhadap konsumsi DN meningkat dari tahun ke tahun. Jika pada 2015, rasio untuk benang dan kain adalah masing- masing 15% dan 36%, maka pada tahun 2020 meningkat tajam masing-masing menjadi 29% dan 43%.

Dalam kasus benang, banyaknya benang yang diekspor membuat rasio impor terhadap konsumsi melonjak hampir dua kali lipat dari 2015 ke 2020. Sedangkan produk kain, rasio impor yang terus menanjak dari tahun ke tahun akibat menurunnya rasio kapasitas/ produksi dalam negeri. Untuk kasus kain, jika tidak ada penangan berarti, dalam 5 tahun kedepan rasio impor bisa menembus 50%, dan surplus neraca perdagangan TPT secara keseluruhan akan lebih tergerus lagi.

4.5. Target Akhir Yang Ingin Dicapai Di Akhir Program dan Target PerTahun

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) masih mengalami berbagai tantangan, salah satunya kondisi permesinan yang mayoritas usianya sudah tua. Kondisi ini terjadi terutama pada industri pertenunan dan perajutan.

Meski berjuang di tengah kondisi permesinan yang sudah tua dan tekstil impor yang membanjiri pasar tanah air, Permintaan terhadap TPT akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk dan perubahan gaya hidup. Pelaku industri TPT

(29)

28 | P a g e

nasional harus bekerja keras meningkatkan produktivitas, kualitas, dan efisiensi melalui penerapan teknologi yang lebih modern sesuai dengan era digital.

Tabel-4.5.1 Jenis Mesin, Spesifikasi dan Harga

Pada tabel-4.5.1 di atas, mesin-mesin yang diambil sebagai patokan untuk menentukan nilai investasi dan besarnya subsidi dari pemerintah, menggunakan data mesin-mesin Eropa, China dan Jepang yang siap mendukung industri 4.0.

Nilai kurs valuta yang digunakan sebagai patokan adalah rupiah per tanggal 14 April 2021.

4.5.1. Persyaratan Mesin

Pada Buku Petunjuk Teknis Program Restrukturisasi Tahun Anggaran 2015 halaman 15 [2], disebutkan delapan jenis mesin/ peralatan yang akan dibantu:

b.1. Mesin/peralatan produksi;

b.2. Mesin/peralatan penunjang produksi;

b.3. Mesin/peralatan untuk Instalasi Pengolahan Limbah;

b.4. Pembangkit uap (boiler);

b.5. Mesin/alat uji mutu produk/alat ukur;

b.6. Material handling equipments tertentu;

b.7. Sistem Udara Bertekanan skala industri besar (Air Compressor); dan/atau b.8. Software Komputer yang mendukung proses produksi.

(30)

29 | P a g e

Persyaratan teknologi mesin tidak dijelaskan secara spesifik seperti tercantum pada Peraturan Menteri Perindustrian RI Nomor : 15/M-IND/PER/2/2012, Pasal 3 Ayat 2:

Keringanan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan bagi perusahaan yang menggunakan teknologi yang lebih maju.

Adapun kriteria mesin/ peralatan dimuat pada Lampiran Peraturan Direktur Jenderal BIM, Nomor: 03/BIM/PER/1/2015, BAB II KETENTUAN PERSYARATAN DAN SANKSI, tentang KRITERIA MESIN /PERALATAN sbb:

a. Mesin/Peralatan yang dapat disertakan pada Program harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

a.1. Terkait langsung dengan proses produksi dan/atau penunjang proses produksi.

a.2. Merupakan mesin/peralatan baru buatan tahun 2010 keatas;

a.3. Meningkatkan kapasitas, kualitas, efisiensi dan/atau produktivitas

Untuk meningkatkan efektifitas dan memberikan arah bagi program restrukturisasi kedepannya, diperlukan beberapa penyempurnaan kriteria jenis mesin dengan memperhatikan bebarapa studi yang mengevaluasi program lalu, serta memperhatikan dokumen dalam “Making Indonesia 4.0” agar sesuai dengan peta jalan yang telah dirancang sebelumnya.

Dari sebuah studi yang dilakukan oleh Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Depkeu RI [1] yang membandingkan program restrukturisasi mesin di Indonesia dengan India (TUFS), untuk meningkatkan efektifitas program direkomendasikan untuk mempertajam kriteria mesin/ peralatan yang dapat dibantu.

Kriteria mesin harus lebih spesifik pada mesin produksi, yaitu mesin/peralatan produksi yang terkait langsung dengan penciptaan nilai tambah pada alur utama proses produksi, sehingga dapat dipastikan bantuan akan menambah kapasitas produksi. Selain itu juga menghindarkan penyelewengan pembelian mesin penunjang (seperti genset dan forklift) yang mungkin dipakai pada sektor industri lain.

Dalam dokumen “Making Indonesia 4.0”, inisiatif program restrukturisasi mesin dan peralatan diarahkan kepada mesin yang mempunyai fungsi dan kriteria sbb [3]:

1. Mengintegrasikan rantai pasok (integrated supply chain).

2. Meningkatkan kapasitas, kualitas, efisiensi dan/atau produktivitas.

3. Hemat energi, ramah lingkungan.

(31)

30 | P a g e

4. Teknologi mesin yang relatif baru, dengan kemampuan 3.0 (full automation) atau 4.0 (full automation and connected IoT).

5. Teknologi mesin yang lebih baik dalam berinteraksi dengan manusia.

Dari beberapa peraturan dan dokumen diatas, mesin/ peralatan yang akan ikut Program diarahkan kepada kriteria sbb:

1. Hanya untuk mesin/peralatan produksi yang terkait langsung dengan penciptaan nilai tambah, meningkatkan kapasitas, kualitas, efisiensi dan/atau produktivitas, pada alur utama proses produksi, serta mesin/ peralatan penunjang (auxiliaries and accessories).

2. Perangkat keras atau perangkat lunak yang mendukung proses produksi bertujuan:

a. Integrasi horizontal, menghubungkan perusahaan dengan pemasok (suppliers) atau pembeli (buyers) dalam mengelola pesanan.

b. Integrasi vertikal antar bagian dalam perusahaan, memonitor secara daring data persediaan bahan baku, data hasil produksi, dan data mutu produk yang dihasilkan.

c. Memperpendek waktu pesanan (order lead-time) atau secara konsisten mampu menghasilkan mutu produk sesuai spesifikasi pesanan dari pembeli, baik skala kecil tahap pra-produksi (development stages), dan skala besar pada tahap produksi masal (bulk production).

3. Mesin/ alat uji mutu produk yang bertujuan untuk meningkatkan mutu produk dan menunjang kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) di perusahaan.

4. Mesin/ peralatan yang dibantu harus lebih hemat energi, lebih aman dioperasikan, dan lebih mudah dikendalikan dibandingkan mesin sebelumnya.

5. Mesin dengan inovasi atau teknologi terbaru dengan kemampuan sedikitnya 3.0 (automation) dengan preferensi utama adalah mesin 4.0 (automation and connected).

6. Dalam program dapat disertakan mesin kapasitas sedang/ kecil, agar perusahaan besar atau start-up dapat melayani industri kecil dan mikro. Dengan kemampuan fleksibel dalam berproduksi (produksi dengan small batch) untuk menghindari Minimum of Quantity, serta dapat melakukan kustomisasi masal (mass- customization).

Rekomendasi akhir mesin/ peralatan untuk Program selanjutnya adalah terbatas pada lima jenis mesin dari sebelumnya delapan jenis:

1. Mesin/peralatan produksi;

2. Mesin/peralatan penunjang produksi;

(32)

31 | P a g e

3. Sensor/ modul/ perangkat lunak komputer yang mendukung proses produksi;

4. Mesin/alat uji mutu produk/alat ukur;

5. Mesin/peralatan untuk Instalasi Pengolahan Limbah;

4.5.2. Investasi dan Bantuan Yang Dibutuhkan

Tabel-4.5.2.1 Target Restrukturisasi : Jenis Industri, Jumlah Mesin, Investasi dan Bantuan Yang Dibutuhkan

Terlihat pada tabel-4.5.2.1, bahwa jenis industri pemintalan tidak diikutkan dalam program restrukturisasi mesin Industri TPT, dikarenakan industri pemintalan dinilai sudah efisien dan masih bisa bertahan berkat program restrukturisasi periode yang lalu.

Nilai investasi yang dibutuhkan untuk program restrukturisasi tahun 2021 – 2030 adalah sebesar Rp 38, 6 Triliun. Sehingga bantuan yang akan dikeluarkan pemerintah (10%

dari nilai investasi) yaitu sebesar Rp 3,86 Triliun.

Jika digambarkan dalam bentuk grafik, akan terlihat seperti berikut:

Gambar 4.5.2.1. Nilai Bantuan per Jenis Industri (Rp Juta) Periode 2021 – 2030

(33)

32 | P a g e

4.5.3. Jumlah Peremajaan Mesin Per-Jenis Industri

Tabel-4.5.3.1 Jumlah Peremajaan Mesin Per Jenis Industri Program Restrukturisasi 2021 - 2030

Berdasarkan tabel-4.5.3.1 di atas terlihat bahwa target mesin untuk industri pertenunan, perajutan dan pakaian jadi, mulai tahun 2022 sampai tahun 2030 besarnya bantuan rata-rata 10% dari target jumlah mesin yang direstrukturisasi. Meskipun setiap tahunnya bervariasi mulai 6% di tahun 2022 sampai berkisar 16-17% di tahun 2030.

Gambar 4.5.3.1. Target Jumlah Mesin Di Restrukturisasi per Jenis Industri 2021-2030

(34)

33 | P a g e

Sedangkan untuk besarnya bantuan dalam satuan rupiah, bisa dilihat seperti pada tabel berikut ini:

Tabel-4.5.3.2 Jumlah Bantuan Program Restrukturisasi Tahun 2021- 2030 Per jenis Industri (Rp Juta)

Jika digambarkan dalam bentuk grafik, akan terlihat seperti berikut:

Gambar 4.5.3.2. Jumlah Bantuan Restrukturisasi Mesin Industri TPT per Tahun (Rp Juta) Periode Tahun 2021 -2030

(35)

34 | P a g e

4.5.4. Persyaratan Peserta Program

Pada Buku Juknis Program, dalam Peraturan Menteri Perindustrian No.

64/MIND/PER/7/2011 [2], kriteria peserta program bersifat administratif (9 kriteria), sbb:

a. Berbadan Usaha Indonesia berupa PT/Koperasi/CV/Firma/Perusahaan Perorangan.

b. Memiliki Izin Usaha Industri dan/atau Izin Perluasan sebagai industri tekstil dan produk tekstil, industri alas kaki (termasuk komponennya) atau industri penyamakan kulit.

c. Pada saat mendaftar, Perusahaan telah memiliki Izin Usaha Industri (izin tetap) minimal 2 (dua) tahun sejak tanggal ditetapkan.

d. Telah/akan melakukan pembelian mesin/peralatan baru (bukan bekas) sesuai dengan Izin Usaha Industri dan atau Izin Perluasan yang dimiliki.

e. Hanya mengajukan satu kali permohonan Tipe Langsung atau Tipe Normal pada satu tahun anggaran.

f. Tidak mengikuti Program sejenis di lingkungan Kementerian Perindustrian pada Tahun Anggaran berjalan.

g. Pada saat permohonan, nilai investasi pembelian mesin/peralatan yang diajukan minimal setara dengan Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta Rupiah) untuk ITPT, sedangkan untuk IAK dan IPK minimal Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta Rupiah) dengan menggunakan kurs pajak per tanggal 1 Januari 2015 sesuai Keputusan Menteri Keuangan No.KMK 59/KM.11/2014 tanggal 30 Desember 2014 . h. Untuk pemohon yang pernah mendapat pembiayaan Skim 2 Program

Restrukturisasi Mesin/Peralatan ITPT TA 2007, 2008 dan/atau 2009, seluruh kewajiban angsuran pokok dan bunga/margin harus dalam keadaan lancer (tidak boleh ada tunggakan).

i. Untuk pemohon yang pernah mendapat dana Program pada tahun anggaran 2009, 2010, 2011, 2012, 2013 dan/atau 2014 harus telah memenuhi seluruh ketentuan Petunjuk Teknis untuk masing-masing Program tersebut, termasuk pemenuhan kewajiban pelaporan pemanfaatan mesin/peralatan.

Direkomendasikan selain syarat diatas, pemerintah mempunyai preferensi peserta dengan mengutamakan peserta program yang mempunyai kriteria sbb:

a. Menyerap bahan baku dari dalam negeri (TKDN).

b. Sudah mempunyai atau merencanakan program memajukan inovasi/ litbang.

c. Mempunyai program pengembangan sumber daya manusia internal-eksternal perusahaan.

d. Memiliki merek sendiri.

(36)

35 | P a g e

e. Memiliki fasilitas pengolahan limbah

f. Memiliki rencana program transformasi industri 4.0

Rekomendasi preferensi peserta Program (prioritas jika banyak peserta mendaftar dalam satu tahun anggaran):

1. Peserta membeli bahan baku dari sumber dalam negeri dengan minimal jumlah tertentu, tujuannya agar memperbesar TKDN dan mendorong integrasi ITPT hulu hingga hilir [3][6].

2. Peserta sudah mempunyai program pelatihan atau magang dengan murid atau mahasiswa dari sekolah atau perguruan tinggi vokasi. Peserta retrukturisasi akan mendapat manfaat yang lain (pengurangan penghasilan bruto) seperti yang tercantum di PMK NOMOR 128 /PMK.010/2019 [4].

3. Peserta sudah mempunyai atau merencanakan kegiatan inovasi/ litbang baik dilakukan sendiri atau bersama-sama dengan perusahaan lain atau dengan perguruan tinggi. Peserta retrukturisasi akan mendapat manfaat yang lain (pengurangan penghasilan bruto) seperti yang tercantum di 153/PMK.010/2020 [5].

4. Peserta sedang merintis atau mempunyai merek sendiri (original brand manufacturer-OBM) [3].

4.6. Perkiraan Penyerapan Tenaga Kerja

Industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia tak bisa dinilai sebelah mata.

Industri ini jadi salah satu penggerak ekonomi bangsa. Bahkan dari sisi tenaga kerja, industri ini cukup menyerap tenaga kerja yang besar.

Berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pada 2018 tenaga kerja di industri manufaktur tercatat sebanyak 18,25 juta orang. Dari tahun 2015 ke 2018, terjadi kenaikan 17,4 persen.

Enam besar sektor industri manufaktur yang menyerap tenaga kerja banyak, yakni industri makanan dengan kontribusi hingga 26,67 persen, disusul industri pakaian jadi (13,69%), industri kayu, barang dari kayu dan gabus (9,93%). Selanjutnya, industri tekstil (7,46%), industri barang galian bukan logam (5,72%), serta industri furnitur (4,51%).

Presentase itu membuat industri TPT menjadi industri yang mampu menyerap tenaga kerja terbanyak nomor dua setelah industri makanan.

(37)

36 | P a g e

Berdasarkan program restrukturisasi periode yang lalu (2007-2015) rasio antara jumlah mesin yang dibeli dengan jumlah tenaga kerja yang diserap bisa dijadikan sebagai dasar penentuan jumlah tenaga kerja yang diserap untuk program restrukturisasi periode tahun 2021 – 2030, sebagaimana terlihat pada tabel berikut:

Tabel-4.6.1 Perkiraan Penyerapan Tenaga Kerja Untuk Program Restrukturisasi 2021-2030

Sumber: Diolah dari Buku Juknis Program Restrukturisasi 2015

Gambar 4.6.1. Perkiraan Penyerapan Tenaga Kerja per Jenis Industri Program Restrukturisasi Tahun 2021-2030

(38)

37 | P a g e

4.7. Perkiraan Penambahan Kapasitas Industri Kain, dan Pakaian Jadi

Berdasarkan data yang kami peroleh dari Indotextil.com dan Bahan Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki pada acara FGD Penyusunan Roadmap Industri TPT serta sejalan dengan adanya penambahan mesin, maka diproyeksikan pada akhir program restrukturisasi (2030), diperkirakan ada penambahan kapasitas pada industri kain dan pakaian jadi yaitu sebagai berikut:

o Industri Kain (pertenunan/perajutan/pencelupan/pencapan/penyempurnaan) sebesar 806,15 Ribu Ton

o Industri Pakaian Jadi sebesar 282,96 Ribu Ton

Tabel 4.7.1. Perkiraan Penambahan Kapasitas Industri Kain, dan Pakaian Jadi Program Restrukturisasi Mesin 2021-2030 (Ribu Ton)

Sumber: Diolah dari indotextile.com dan Bahan Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki pada acara FGD Penyusunan Roadmap Industri TPT

Gambar 4.7.1. Perkiraan Penambahan Kapasitas Industri Kain dan Pakaian Jadi Pada Restrukturisasi 2021-2030

(39)

38 | P a g e

BAB 5

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan

Dalam rangka mempertahankan industri tekstil dan produk tekstil sebagai salah satu industri potensial prioritas nasional yang dikembangkan, perlu dilakukan program revitalisasi dan penumbuhan industri dengan melanjutkan program peningkatan teknologi melalui restrukturisasi mesin/ peralatan industri tekstil dan produk tekstil berupa pemberian keringanan pembiayaan dalam pembelian mesin / peralatan untuk kurun waktu selama 10 tahun yaitu mulai tahun 2021 sampai 2030.

Prioritas jenis industri yang dibantu berturut-turut berdasarkan jumlah mesin yang berumur lebih 20 tahun di atas 50% dengan kapasitas yang kurang dari 100% dan neraca perdagangannya defisit:

o Pertenunan dan perajutan o Pencelupan/Pencapan/Finishing o Pakaian jadi

o Pemintalan

Target akhir dari program Restrukturisasi ini adalah menekan sisa umur mesin yang lebih dari 20 tahun dibawah 50% berdasarkan data dari The Industrial Strategy Proposal, Jetro 2005 dan kemudian di mutakhirkan pada 2015.

Total investasi yang dibutuhkan selama 10 tahun adalah sebesar Rp 38,6 Triliun dengan total bantuan yang dapat diberikan sebesar 10% yaitu Rp 3,86 Triliun sehingga rata-rata bantuan yang diberikan oleh Pemerintah pada program restrukturisasi 2021 – 2030 sebesar Rp 386 Miliar per tahun.

Diperkirakan program restrukturisasi periode ini (2021-2030) akan menyerap tenaga kerja sebanyak 180.106 orang, dengan rata-rata setiap tahun akan menyerap tenaga kerja sekitar 18 ribu orang.

(40)

39 | P a g e

5.2. Rekomendasi

Industri manufaktur yang terdiri dari beragam sub-sektor merupakan industri yang bersifat heterogen sehingga perubahan faktor eksternal dapat memiliki pengaruh berlainan bagi masing-masing sub-sektor. Potensi sub-sektor TPT sangat memungkinkan dikembangkan karena sub-sektor ini memiliki pasar yang kuat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan memiliki potensi untuk bersaing di pasar internasional, hal penting yang perlu menjadi perhatian adalah kesinambungan rantai pasok (Supply Chain) bahan baku dari hulu hingga hilir dimana perlu adanya kebijakan pemerintah untuk menumbuh kembangkan industri hulu hingga hilir dan mencegah masuknya barang-barang impor yang dapat mendistrorsi industri TPT secara keseluruhan.

Untuk sub-sektor TPT perlu dilakukan pengembangan pada industri serat, rayon, polyester serta serat lain berbahan baku non kapas namun tidak kalah pentingnya adalah usaha pemerintah dalam menumbuhkembangkan dan menjaga industri pemintalan agar pasokan benang ke industri pertenunan dalam negeri terjadi kesinambungan sehingga pasokan kain lembaran sebagai bahan baku garmen tersedia sesuai kebutuhan, tentunya perlu ada kebijakan pemerintah dalam menstimulus rantai pasok industri TPT dalam negeri dan memperketat masuknya barang-barang impor baik di industri hulu, industri antara maupun industri hilir TPT.

Selain itu untuk menunjang kegiatan distribusi ekspor-impor kiranya perlu dibentuk lembaga logistik industri dan perdagangan sebagai pusat (Hub) sekaligus penjembatan antara importir terhadap eksportir maupun eksportir terhadap importir dan sebagai penyelenggara aktifitas kegiatan logistik agar Supply dan Demand terkoordinasi dengan baik sehingga Sustainable industri tumbuh secara merata.

Dan yang tidak kalah pentingnya adalah perlu adanya insentif sebagai stimulus bagi industri yang telah memenuhi ketentuan pemerintah termasuk implementasi penyaluran dana bantuan peremajaan permesinan untuk menunjang kegiatan produksi maupun dana bantuan kegiatan ekspor sebagaimana yang dilakukan oleh beberapa negara di dunia.

Penguatan industrial yang efektif bukan tidak mungkin dapat memacu pertumbuhan produksi dan ekspor sub-sektor TPT, sehingga langkah-langkah yang dapat dilakukan sebagai rekomendasi untuk pertumbuhan industri TPT adalah:

1. Pemberdayaan secara fokus industri hulu seperti produksi serat, rayon, polyester dan serat alam berbahan non kapas;

(41)

40 | P a g e

2. Penjaminan kesinambungan pasokan energi;

3. Perlu adanya Lembaga Logistik Industri dan Perdagangan sebagai Trade Point kegiatan ekspor-impor TPT;

4. Penyediaan dukungan dana investasi untuk kegiatan produksi maupun sarana penunjang ekspor;

5. Peningkatan program peremajaan mesin yang berkesinambungan khususnya mesin pemintalan (Spinning), tenun (Weaving), rajut (Knitting), Penyempurnaan (Finishing) dan garmen (Apparel).

Untuk efektifitas program restrukturisasi (dalam hal ini peremajaan mesin) direkomendasikan mempertajam kriteria mesin/ peralatan yang dapat dibantu, dengan kriteria mesin harus lebih spesifik pada mesin produksi, yaitu mesin/peralatan produksi yang terkait langsung dengan penciptaan nilai tambah pada alur utama proses produksi, sehingga dapat dipastikan bantuan akan menambah kapasitas produksi. Selain itu juga menghindarkan penyelewengan pembelian mesin lain (seperti genset dan forklift) yang mungkin dipakai pada sektor industri lain. Spesifikasi mesin yang menjadi acuan program ini adalah buatan produsen negara Eropa dan Industry 4.0 Ready (automation and connected).

Jenis mesin yang direkomendasikan pada program ini adalah:

o Mesin yang terkait langsung dengan penciptaan nilai tambah, meningkatkan kapasitas, kualitas, efisiensi dan/atau produktivitas, pada alur utama proses produksi.

o Perangkat lunak yang mampu mengintegrasikan jalur produksi peserta program secara vertikal dan horizontal (dengan pemasok/ pembeli)

o Mesin/alat uji mutu produk/alat ukur yang dibutuhkan untuk menjaga mutu atau melakukan inovasi.

Persyaratan peserta program sebagaimana tercantum pada Peraturan Menteri Perindustrian No. 64/MIND/PER/7/2011, direkomendasikan untuk mencantumkan preferensi bagi peserta yang:

o Menyerap bahan baku dalam jumlah tertentu dari dalam negeri (TKDN), o Sudah mempunyai atau merencanakan program memajukan inovasi/ litbang,

o Memiliki program pengembangan sumber daya manusia internal-eksternal perusahaan,

o Memiliki merek sendiri.

(42)

41 | P a g e

Tabel-5.2.1 Milestone Restrukturisasi Mesin dan Peralatan Industri TPT 2021-2030

(43)

42 | P a g e

BAB 6 REFERENSI

1. M. Hermawan (2009), Program Restrukturisasi Mesin Industri Tekstil dan Produk Tekstil Indonesia: Sebuah Studi Kasus Kebijakan Subsidi Pemerintah, Kajian Ekonomi dan Keuangan, Vol 13 No 1 2009, Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal Depkeu RI, Jakarta.

2. Ditjen BIM-Kemenperin (2015), Buku Petunjuk Teknis Program Restrukturisasi Tahun Anggaran 2015, Jakarta

3. Kemenperin (2018), Strategic Roadmap 2018-2024 For Textiles Industries, Dokumen Resmi Peluncuran “Making Indonesia 4.0, Jakarta.

4. Kemenkeu (2019), Peraturan Menteri Keuangan RI NOMOR 128 /PMK.010/2019

“Tentang Pemberian Pengurangan Penghasilan Bruto Atas Penyelenggaraan Kegiatan Praktik Kerja,

5. I Kadek Dian Sutrisna Artha dan Uka Wikarya (2014), Kajian Pengembangan Industri TPT dan Alas Kaki, LPEM FEUI.

6. P. Eko Prasetyo (2015), Kesiapan Industri Tekstil dalam Mendukung Poros Maritim dan Peningkatan Daya Saing, Fakultas Ekonomi UNNES.

7. Kemenprin (2016), Rencana Strategis Direktorat Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki dan Aneka 2015-2019 (Perubahan), Jakarta.

8. Direktur Industri Tekstil, Kulit dan Alas Kaki, FGD Penyusunan Roadmap Industri TPT, 2021.

Gambar

Gambar 1.3.1 Prosentase Kontribusi Industri TPT terhadap PDB Nasional 2015 sd Tri III 2020
Gambar 1.4.2  Nilai Investasi Industri TPT oleh PMDN (Rp Juta) Tahun 2006 – 2020
Tabel -4.1.2: Program Restrukturisasi Permesinan Industri TPT Tahun 2007 - 2015
Gambar 4.3.1 Surplus Neraca Perdagangan Industri TPT US$ (2006-2019)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sarana produksi penangkapan ikan seperti alat tangkap, kapal, alat bantu penangkapan ikan, dan tenaga kerja mempunyai beberapa permasalahan. Masalah yang muncul dari alat

Dalam penelitian ini variabel yang akan dihubungkan adalah kecerdasan emosional (X1), sikap mandiri (X2) dan lingkungan keluarga (X3) terhadap minat berwirausaha

Pada Tabel 4.1 dapat dilihat rata-rata nilai akurasi suhu pada semua kolam di semua waktu menunjukkan nilai pada rentang 97% sampai 99%.. Hal ini menunjukkan tingkat akurasi

adalah Maimun (Kasi Pemerintahan) dan dilanjutkan dengan penyerahan stempel kampung pemekaran yang bernama Blang mancung Timur kepada kepala kampung yang bernama Tukiran. Kasi

Keamanan, keindahan dan peningkatan perekonomian masyarakat serta memudahkan mengakses desa lain P1 B Kondisi Jalan Desa Dsn.Rejosari menuju Kedawung Desa Sraten Makadam yang akan

Meskipun sudah berusaha melawan kecanggungannya, Charlie tetap gagal karena dalam dirinya sendiri Charlie tidak memiliki keyakinan yang kuat dan keteguhan hati

Sasaran tersebut yaitu mencari calon Brigadir Polri yang terbaik dan dengan prinsip penerimaan Brigadir Polri di Polda Bali ini yaitu berprinsip BTAH (Bersih,

3 Siswa dengan bimbingan guru baik dalam membuat kesimpulan tentang gabungan bangun datar yang membentuk balok.. 4 Siswa dengan bimbingan guru membuat sangat baik