• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA REAKTOR ELEKTROKOAGULASI. Satriananda 1 ABSTRAK"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

35

PENGARUH WAKTU TINGGAL CAIRAN TERHADAP PENURUNAN KEKERUHAN DALAM AIR PADA

REAKTOR ELEKTROKOAGULASI

Satriananda1

1 Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe email : satria.pnl@gmail.com

ABSTRAK

Air yang keruh disebabkan oleh adanya kandungan partikel-partikel tersuspensi.

Kekeruhan dapat menurunkan nilai estetika air dan membahayakan kesehatan.

Kekeruhan secara konvensional dihilangkan dengan penambahan bahan-bahan kimia ke dalam air, namun kelemahannya adalah endapan yang dihasilkan lebih banyak, sehingga membutuhkan lahan yang luas dan biaya mahal. Proses elektrokoagulasi memanfaatkan arus listrik untuk menurunkan kekeruhan dalam air. Fokus penelitian ini adalah melihat pengaruh waktu tinggal cairan terhadap penurunan kekeruhan dalam air. Percobaan dilakukan pada reaktor elektrokoagulasi sistem kontinyu menggunakan elektroda aluminium. Arus listrik menggunakan arus searah pada kuat arus 10 Ampere. Sampel air yang digunakan adalah air tanah di Politeknik Negeri Lhokseumawe. Waktu tinggal cairan divariasikan 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam dan 6 jam. Hasil yang diperoleh, efisiensi penurunan kekeruhan dalam air yang terbaik mencapai 97,6 % pada waktu tinggal cairan 6 jam.

Kata kunci : elektrokoagulasi, waktu tinggal cairan, kekeruhan

PENDAHULUAN

Salah satu permasalahan dalam penyediaan air bersih adalah kekeruhan.

Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung begitu banyak partikel tersuspensi. Batas maksimum kekeruhan air yang diizinkan oleh PERMENKES RI Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 adalah 5 NTU.

Kekeruhan air merupakan hal yang harus dipertimbangkan dalam penyedian air karena kekeruhan tersebut akan mempengaruhi kesehatan dan mengurangi estetika. Partikel – partikel kecil seperti algae, tanah lempung, lumpur, partikel-partikel organik dan bahan-bahan terlarut dalam air sering menyebabkan air menjadi keruh dan berwarna.

Kemampuan pengendapan dari partikulat tersebut tergantung pada berat jenis material dan ukuran partikelnya.

Partikel yang memiliki berat jenis lebih besar dari air akan mengendap akibat gaya gravitasi. Partikel-partikel kecil, terutama yang memiliki berat jenis hampir sama dengan air, seperti bakteri- bakteri dan partikel-partikel koloid tidak akan mengendap dan akan tersuspensi di dalam air. Oleh karena itu, partikel- partikel tersebut harus digumpalkan terlebih dulu agar dapat disisihkan melalui proses sedimentasi (Rahmani, 2008).

Pengolahan secara konvensial biasanya dilakukan melalui penambahan garam-garam logam yang berfungsi sebagai coagulating agents seperti alum dan ferri khlorida, atau berbagai

(2)

36

polielektrolit seperti PAC. Bahan-bahan ini berfungsi untuk destabilisasi partikel-partikel koloid melalui proses koagulasi, kemudian dilanjutkan dengan proses pembentukan flok (flokulasi).

Flok yang terbentuk dipisahkan melalui proses pengendapan. Pada metode ini, penggunaan bahan-bahan kimia seperti alum, kapur, soda abu, dan lain-lain, berperan penting pada proses penjernihan air. Kelemahan metode konvensional adalah membutuhkan pengawasan yang lebih intensif untuk penambahan bahan kimia dan endapan yang dihasilkan lebih banyak, sehingga membutuhkan lahan yang lebih luas dan biaya penanganan yang lebih besar.

Proses elektrokoagulasi meman- faatkan arus listrik untuk mendestabilisasi partikel koloid dalam air, sehingga dapat menyebabkan terjadinya proses koagulasi dan air menjadi lebih jernih. Proses ini lebih ekonomis, dapat dilakukan ditempat (on site) dan tidak menggunakan bahan kimia, sehingga lebih ramah lingkungan. Pada proses ini, arus listrik searah dilewatkan melalui keping- keping elektroda yang dimasukkan ke dalam air (Peter Holt dkk, 2006).

Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang pemanfaatan proses elektrokoagulasi untuk pengolahan limbah. Rahmani AR (2008) telah melakukan penelitian penyisihan kekeruhan dari air dengan metode elektrokoagulasi. Szpyrkowicz (2002) telah melakukan pengolahan limbah industri tekstil dengan metode elektrokoagulasi. Satriananda (2008) telah melakukan penyisihan besi dari air dengan metode elektrokoagulasi.

Pada penelitian ini dicoba untuk menyisihkan kekeruhan dari air menggunakan reaktor elektrokoagulasi sistem kontinyu. Penelitian dilakukan

pada berbagai variasi waktu tinggal cairan, tujuannya adalah untuk melihat kinerja reaktor elektrokoagulasi sistem kontinyu dalam menurunkan kekeruhan dalam air.

Prinsip proses elektrokoagulasi adalah reaksi reduksi dan oksidasi (redoks). Pada sel elektrokoagulasi, peristiwa oksidasi terjadi di elektroda positif yaitu anoda, sedangkan reduksi terjadi di elektroda negatif yaitu katoda.

Faktor utama yang berperan dalam proses elektrokoagulasi adalah elektroda yang digunakan, serta air yang diolah.

Air berfungsi sebagai larutan elektrolit yang menghantarkan arus listrik di dalam larutan.

Pada proses elektrokoagulasi, anoda yang digunakan akan larut ke dalam elektrolit sehingga ion-ion akan berpindah dari logam ke dalam larutan.

Ion-ion yang terbentuk akan merusak stabilisasi koloid dalam air, sehingga partikel-partikel tersebut akan berkumpul membentuk gumpalan- gumpalan. Gumpalan-gumpalan yang terbentuk akan mengendap oleh gaya gravitasi dan sebagian lagi akan mengapung akibat flotasi oleh gas-gas yang terbentuk selama proses elektrolisis.

Reaksi yang terjadi pada elektroda sel elektrokoagulasi (misalnya Aluminium) jika dialiri listrik arus searah, adalah sebagai berikut:

o Reaksi oksidasi di anoda

Al  Al3+ + 3e E0 = 1,66 V 2 H

2O  4H+ + O

2 + 4e E0 = - 1,23 V

o Reaksi reduksi di katoda

2 H

2O + 2e  2OH- + H

2 E

0

= - 0,83 V Al3+ + 3e  Al E0 = - 1,66 V

(3)

37

Ion Aluminium (Al3+) yang terbentuk akan mendestabilisasi partikel-partikel koloid dalam air dan membentuk endapan, sehingga air menjadi lebih jernih. Untuk mendapatkan kualitas air yang lebih baik, proses elektrokoagulasi dapat dilanjutkan dengan proses pemisahan endapan seperti proses sedimentasi, flotasi, filtrasi, dan lain-lain.

Metode Penelitian

Sampel penelitian diambil dari air tanah di Politeknik Negeri Lhokseumawe. Proses penurunan kekeruhan dilakukan menggunakan sebuah reaktor elektrokoagulasi.

Kekeruhan sampel diukur menggunakan Turbidimeter (Hach 4800) baik sebelum maupun sesudah proses elektro- koagulasi.

Reaktor elektrokoagulasi dibuat dari bahan kaca dengan volume efektif 2000 ml dan menggunakan elektroda Aluminium. Reaktor kemudian di isi sampel air dan plat elektroda dicelupkan ke dalam air hingga terendam sedalam 5 cm. Masing- masing 2 plat katoda dan 2 plat anoda disusun berselang-seling sedemikian rupa dan dirangkai secara paralel untuk dialiri arus listrik (Gambar 1).

Untuk melihat pengaruh waktu tinggal cairan (detention time) terhadap efisiensi penurunan kekeruhan, reaktor dioperasikan pada laju alir berbeda- beda. Waktu tinggal divariasikan 1 jam, 2 jam, 3 jam, 4 jam, 5 jam dan 6 jam.

Pengukuran kekeruhan dilaku- kan setiap selang waktu 15 menit sampai data menunjukkan kondisi steady state. Arus listrik disuplai menggunakan adaptor arus searah (DC) pada kuat arus 10 A.

Hasil Penelitian

Sampel air tanah Politeknik Negeri Lhokseumawe merupakan air alami yang banyak mengandung senyawa-senyawa penyebab kesadahan seperti Kalsium dan Magnesium.

Partikel-partikel terlarut tersebut menyebabkan warna air menjadi keruh.

Selama proses elektrolisis berlangsung, beda potensial antar katoda dan anoda akibat pemberian arus listrik akan menyebabkan terbentuknya ion OH- (hidroksil) di katoda dan penguraian aluminium menjadi Al3+ di anoda. Ion-ion hidroksil dan ion-ion aluminium yang terbentuk tersebut akan bereaksi dengan partikel-partikel terlarut sehingga menyebabkan terjadinya proses flokulasi.

Gambar 1. Rangkaian peralatan proses elektrokoagulasi

Tangki Umpan

Influent Efluent

(4)

38

Pemberian arus listrik terhadap air menyebabkan terjadinya penguraian senyawa-senyawa kalsium dan magnesium menjadi ion-ion Ca2+ dan Mg2+. Ion-ion ini selanjutnya akan bereaksi dengan ion-ion hidroksil yang dihasilkan oleh katoda membentuk endapan, akibatnya akan terjadi penurunan kekeruhan dari air.

Perbandingan kekeruhan sampel air sebelum proses dengan setelah proses elektrokoagulasi berlangsung diperlihatkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Perbandingan kekeruhan sampel air sebelum proses dengan setelah proses elektrokoagulasi pada kondisi steady state

Lamanya waktu tinggal cairan di dalam reaktor mempengaruhi kekeruhan akhir yang dapat dicapai serta efisiensi penyisihan kekeruhan. Semakin lama waktu tinggal cairan di dalam reaktor, maka semakin banyak tingkat kekeruhan yang dapat diturunkan. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu tinggal cairan, maka kontak antara elektroda yang mengandung arus listrik dengan partikulat di dalam air semakin lama.

Semakin lama kontak memungkinkan semakin banyak senyawa-senyawa di dalam air yang

terelektrolisis, sehingga semakin banyak zat yang terendapkan.

Secara teoritis, hal ini dapat dijelaskan dengan konsep Hukum Faraday:

W= e.i.t /96500 Dimana :

w= massa zat hasil elektrolisis ( gram) atau massa zat yang terendapkan e = massa atom relatif / valensi senyawa i = kuat arus

t = waktu elektrolisis

Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa semakin lama waktu elektrolisis, maka semakin besar massa zat yang terendap. Hasil elektrolisis terhadap sampel air secara umum menunjukkan terjadi penurunan kekeruhan dalam sampel dengan meningkatnya waktu tinggal cairan.

Dari Gambar 3 dapat dilihat penurunan terbesar terjadi pada waktu tinggal cairan 6 jam, yaitu dari kekeruhan awal sebesar 34,20 NTU menjadi 0,82 NTU dengan efisiensi penyisihan sebesar 97,60 %.

Gambar 3. Pengaruh waktu tinggal cairan terhadap efisiensi penurunan kekeruhan

0 5 10 15 20 25 30 35 40

0 1 2 3 4 5 6 7

kekeruhan (NTU)

Waktu Tinggal cairan (jam) kekeruhan awal kekeruhan akhir

0 20 40 60 80 100 120

0 1 2 3 4 5 6 7

Efisiensi penurunan kekeruhan (%)

Waktu Tinggal cairan (jam)

(5)

18

Kesimpulan

 Proses elektrokoagulasi sistem kontinyu dapat efektif menurunkan kekeruhan air.

 Semakin lama waktu tinggal cairan di dalam reaktor maka semakin besar tingkat kekeruhan yang dapat diturunkan.

Daftar Pustaka

Holt PK, Barton GW, Mitchell CA.

Deciphering the science behind electrocoagulation to remove suspended clay particles from water. J of Water Science and Technology. 2004; 50(12):177-84.

Peter H., Barton, G., dan Mitchell, C., Electrocoagulation as A Wastewater Treatment, The Third Annual Australian Engineering Research Event, Victoria, 2006.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 492/Menkes/PER/

IV/2010

Rahmani AR, Removal of Water Turbidity by the Electrocoagulation Method, Journal Res. Healt Science, Vol. 8, No. 1, pp. 18-24, 2008.

Satriananda, Penyisihan Besi (Fe) Dalam Air Dengan Proses Elektrokoagulasi, Jurnal Reaksi, Politeknik Negeri Lhokseumawe, 2009.

Szpyrkowicz L. Electrocoagulation of textile wastewater bearing disperse dyes. J of Ann Chim. 2002; 92(10):

1025-34.

Gambar

Gambar 1. Rangkaian peralatan proses elektrokoagulasi
Gambar  3.  Pengaruh  waktu  tinggal  cairan  terhadap  efisiensi  penurunan  kekeruhan 051015202530354001234567kekeruhan (NTU)

Referensi

Dokumen terkait

Injeksi PGF 2 α yang dilakukan pada fase diestrus awal tidak memberikan banyak perubahan terhadap durasi masing- masing fase pada siklus estrus, durasi fase

Dari deskripsi pengetahuan perawat diketahui bahwa tingkat pengetahuan perawat adalah cukup dan dari deskripsi praktek perawat diketahui bahwa praktek perawat adalah cukup dan

E Tujuan Umum Umum Peserta Peserta didik/konseli didik/konseli dapat dapat memahami memahami norma-norma norma-norma dalam dalam masyarakat dapat bersosialisasi dan

Kameramen insert: Yunita Septiarti Audioman: Arifudin 21.00-23.00 Menulis naskah Voice Over. Mencari Gambar & Video Pendukung Pemindahan File & convert

Untuk mengetahui nilai bangkitan dan tarikan lalu lintas saat kegiatan operasional Pengembangan Hotel Sheraton, maka penting untuk diketahui jumlah volume lalu lintas yang

pemanfaatan sampah plastik). Dengan berfokus pada aset dan potensi terbesar yang ada di Desa Belahan Rejo yaitu para pemuda yang merupakan generasi muda penerus

Wasir atau ambeien adalah suatu kondisi dimana pembuluh darah vena disekeliling anus atau rektum bagian bawah membengkak atu terjadinya peradangan.Pada penderita penyakit

Berbeda dengan program makjan sehat, program ini merekrut mitra yang telah memiliki anak buah agar dampak dari program dapat lebih dirasakan oleh masyarakat yang tinggal