• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 46/P/HUM/2018 TENTANG CALON LEGISLATIF MANTAN NARAPIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN FILSAFAT POLITIK ISLAM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 46/P/HUM/2018 TENTANG CALON LEGISLATIF MANTAN NARAPIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN FILSAFAT POLITIK ISLAM"

Copied!
160
0
0

Teks penuh

(1)

MANUSIA DAN FILSAFAT POLITIK ISLAM

SKRIPSI

Oleh :

DAENG ALPAN MALAERANGENG NIM : S20183075

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

FAKULTAS SYARIAH

JANUARI 2023

(2)

MANUSIA DAN FILSAFAT POLITIK ISLAM

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

gelar Sarjana Hukum (S.H) Fakultas Syariah

Program Studi Hukum Tata Negara

Oleh :

DAENG ALPAN MALAERANGENG NIM : S20183075

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ JEMBER

FAKULTAS SYARIAH

JANUARI 2023

(3)

ii

MANUSIA DAN FILSAFAT POLITIK ISLAM

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

gelar Sarjana Hukum (S.H) Fakultas Syariah

Program Studi Hukum Tata Negara

Oleh:

Daeng Alpan Malaerangeng NIM : S20183075

Disetujui Pembimbing

H. Robitul Firdaus, S.H.I., M.SI., PH.D.

NUP: 201603104

(4)

iii

MANUSIA DAN FILSAFAT POLITIK ISLAM

SKRIPSI

Telah diuji dan diterima untuk memenuhi salah satu Persyaratan memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H)

Fakultas Syariah

Program Studi Hukum Tata Negara Hari : Jumat

Tanggal : 6 Januari 2023 Tim Penguji

Ketua Sidang Sekretaris

Sholikul Hadi, S.H., M.H. Badrut Tamam, S.H., M.H.

NIP. 19750701 200901 1 009 NUP. 202012187 Anggota :

1. Prof. Dr. Muhammad Noor Harisudin, M.Fil.I. ( ) 2. H. Robitul Firdaus, S.H.I., M.SI, Ph.D. ( )

Menyetujui, Dekan Fakultas Syariah

Prof. Dr. Muhammad Noor Harisudin, M.Fil.I.

NIP. 197809252005011002

(5)

iv

yang pikirannya terombang-ambing.*

* Aloysius Germia Dinora dan Sholahuddin Al-Ahmed, Logika Kritis Filsuf Klasik Dari Era Pra-Socrates Hingga Aristoteles (Yogyakarta: SOCIALITY, 2021), 80.

(6)

v

kepadapeneliti, dengan segala kerendahan hati dan rasa bersyukur, peneliti persembahkan anugerah ini kepada:

1. Dengan hormat kepada kedua orang tua saya, Akhmad Sugiono dan Liana Darnawati tercinta sebagai bukti hormat dan rasa terima kasih tak terhingga karena telah memberi kasih sayang, motivasi, dukungan, dan do‟a yang tulus tiada tara bahkan belum dapat peneliti balas sampai saat ini. Semoga dengan persembahan ini, peneliti dapat membanggakan kedua orang tua dan dapat bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.

2. Adikku yang ku sayangi, Karaeng Galang Ramadhan yang telah memberi do‟a dan semangat di setiap hari saya, selalu menghangatkan dinginku dan selalu memberi keceriaan saat sedih. Semoga adik saya lebih semangat lagi belajarnya dan semangat meraih cita-cita.

3. Keluarga besar saya yang telah memberi semangat dan do‟a terbaiknya.

(7)

vi Assalamu‟alaikum Wr.Wb

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala anugerah, hidayah, dan izin-Nya, perencanaan, pelaksanaan, dan penyelesaian skripsi yang berjudul “Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/Hum/2018 Tentang Calon Legislatif Mantan Narapidana Korupsi Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Filsafat Politik Islam” ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Sarjana, dapat terselesaikan dengan lancar.

Keberhasilan ini dapat penulis dapatkan karena dukungan banyak pihak.

Oleh karena itu, penulis menyadari dan menyampaikan terimakasih yang sedalam- dalamnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. H. Babun Suharto, SE., M.M. selaku Rektor Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang telah menerima penulis sebagai mahasiswa UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember..

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Noor Harisudin, M. Fil,I. selaku dekan Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq Jember yang telah memberikan fasilitas serta kemudahan di dalam menunjang perkuliahan di Fakultas Syariah.

3. Bapak Sholikul Hadi, S.H., M.H. selaku Koordinator Program Studi Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Syariah UIN KHAS Jember yang telah memberikan arahan, fasilitas, motivasi, dan apresiasi dalam proses perkuliahan, penyelasaian, dan ujian skripsi.

(8)

vii

membimbing peneliti menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

5. Guru-guru saya semenjak Taman Kanak-Kanak hingga Dosen-Dosen di Universitas Islam Negeri KH. Achmad Siddiq Jember. Karya ini saya persembahkan sebagai ucapan terimakasih mendalam terhadap waktu, tenaga, dan ilmu yang telah dicurahkan kepada Saya.

6. Terima kasih kepada semua teman-temanku HTN2 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang selalu memberikan pencerahan dan informasi selama kuliah sampai mengerjakan skripsi dan selalu memberikan semangat dan perhatian terima kasih banyak.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna dan terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan. Agar kemudian memberikan manfaat keilmuan bagi para pembaca.

Jember, 6 Januari 2023

Penulis

(9)

viii

46/P/Hum/2018 Tentang Calon Legislatif Mantan Narapidana Korupsi Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Filsafat Politik Islam.

Kata Kunci : Mahkamah Agung, Hak Asasi Manusia, Filsafat Politik Islam Di perbolehkannya mantan narapidana korupsi untuk mencalonkan lagi sebagai anggota legislatif sebagaimana dalam Putusan MA No. 46/P/HUM/2018 sangat mencederai kepercayaan bangsa. Diperbolehkannya hak individu seorang mantan narapidana korupsi memang terkadang bertentangan dengan hak umum.

Dalam islam mengajarkan bahwa untuk memberikan amanah kepada orang yang tepat. Melihat kondisi Negara Indonesia yang masih banyak melakukan tindakan korup maka keputusan yang diambil oleh MA tidaklah bijak. Maka dalam penelitian ini akan melihat dari segi HAM dan filsafat politik islam.

Fokus masalah yang peneliti telah dekskripsikan ialah: 1) Bagaimana dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 46/P/HUM/2018 terhadap pencalonan anggota legislatif mantan narapidana korupsi?. 2) Bagaimana analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018 ditinjau perspektif Hak Asasi Manusia?. 3) Bagaimana pandangan filsafat politik Islam terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018?.

Tujuan diadakannya penelitian ini ialah: 1) Mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 46/P/HUM/2018 tentang pencalonan anggota legislatif mantan narapidana korupsi. 2) Mengetahui dan mendekskripsikan bagaimana hasil analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018 ditinjau perspektif Hak Asasi Manusia. 3) Mengetahui dan mendeskripsikan pandangan filsafat politik Islam terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018.

Untuk dapat mengidentifikasi permasalahan tersebut, peneliti menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library research) yang bersifat normatif dengan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus, dan pendekatan filosofis yang dalam analisisnya menggunakan studi kepustakaan dengan mengumpulkan literatur-literatur hukum maupun non hukum.

Penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1) Putusan Mahkamah Agung No. 46/P/HUM/2018 tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. 2) Argumen hakim memperbolehkan mantan naraidana korupsi dengan alasan HAM yaitu hak politik dengan memprioritaskan hak individu bertentangan dengan konsep HAM negara Indonesia yang mementingkan kesejahteraan umum dan keadilan. Perpu No. 1 Tahun 2022 dan UU No. 7 Tahun 2017 yang menjadi rujukan Mahkamah Agung dalam menetapkan putusannya ternyata UU tersebut tidak mencerminkan keadilan dalam pembentukannya. keadilan yang sempurna tidak pandang bulu dan seimbang. 3) Dalam pandangan filsafat politik islam memperbolehkan mantan narapidana korupsi sangat bertentangan konsepnya karena melihat kondisi negara yang sedang mewabah praktik korupsi termasuk kedalam negara bodoh dan tidak sesuai dengan konsep maslahah al-mursalah yang mementingkan kemaslahatan umum.

(10)

ix

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KAta PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Fokus Penelitian ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Definisi Istilah ... 11

F. Sistematika Pembahasan ... 15

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 17

A. Penelitian Terdahulu ... 17

B. Kajian Teori ... 24

1. Putusan Mahkamah Agung (MA) ... 24

2. Legislatif ... 26

3. Legislatif Dalam Filsafat Politik Islam ... 31

4. Tinjauan Umum Tentang Korupsi ... 34

(11)

x

7. Filsafat Politik Islam ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 47

A. Jenis Penelitian dan Pendekatan ... 47

B. Sumber Bahan Hukum, ... 49

C. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ... 51

D. Analilis Bahan Hukum ... 52

E. Tahap-Tahap Penelitian ... 53

BAB IV PEMBAHASAN ... 54

A. Dasar Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018 ... 54

B. Analisis Hak Asasi Manusia Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018 ... 63

C. Pandangan Filsafat Politik Islam Terhadap Putusan Mahkamah D. Agung Nomor 46/P/HUM/2018 ... 96

BAB V PENUTUP ... 133

A. Kesimpulan ... 133

B. Saran-Saran ... 135

DAFTAR PUSTAKA ... 136 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Konteks Penelitian

Negara Republik Indonesia termasuk salah satu negara yang mengenal sistem pembagiaan kekuasaan seperti lembaga-lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dalam memberikan kekuasaan kepada lembaga negara tidaklah diadakan pemisahan yang kaku dan tajam, tetapi terdapat koordinasi antara satu dengan yang lainnya.2

Salah satu lembaga yang menarik dibahas yaitu badan legislatif.

Legislatif adalah struktur politik yang berfungsi mewakili warga negara dalam proses pembuatan kebijakan negara. Anggotanya dianggap sebagai perwakilan rakyat, karena itulah lembaga legislatif sering dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Melihat UUD 1945, dapat diketahui bahwa struktur legislatif yang ada di Indonesia terdiri atas MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), DPR(Dewan Perwakilan Rakyat RI, DPRD I, DPRD II) dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah).3

Sudah sejak kemerdekaan sistem demokrasi digunakan untuk mewujudkan pemerintahan atas kehendak rakyat dan pemilihan umumlah yang menjadi salah satu pilar sistem demokrasi. Pemilihan umum atau biasa yang disingkat dengan Pemilu merupakan sarana demokrasi untuk mewujudkan sistem pemerintahan negara yang berkedaulatan rakyat.

Demokrasi menempatkan warga negaranya sebagai pemilik kedaulatan yang

2 Paisol Burlian, Hukum Tata Negara Indonesia, (Malang: Setara Press, 2019), 146.

3 Paisol, Hukum Tata, 162.

(13)

kemudian di kenal dengan prinsip kedaulatan rakyat.4 Bukti terwujudnya sistem demokrasi di Indonesia yaitu terdapat pemilihan umum yang di berikan kepada rakyat untuk memilih anggota pemerintahan sesuai dengan keinginannya. Pemerintahan negara yang dikonsep melalui sarana pemilu haruslah berasal dari rakyat, dimobilisasi sesuai dengan keinginan rakyat dan diperuntukkan kesejahteraan rakyat. Jadi rakyatlah yang memiliki kekuasaan tertinggi dalam negara dan maka pemerintahan yang sesuai dengan kehendak rakyat akan memiliki kepercayaan yang kokoh dari masyarakat.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah salah satu lembaga yang disebut secara eksplisit di dalam UUD 1945 dan hanya fungsinya saja yang diterangkan secara tegas. Keberadaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam sistem ketatanegaraan Indonesia disebut sebagai komisi negara independent (Independent regulary agencies) atau lembaga penunjang/bantu (state auxiliary agencies). KPU sebagai lembaga negara yang menyelenggarakan pemilihan umum di negara Indonesia yang ditegaskan dalam pasal 22E UUD 1945 kemudian diatur lebih lanjut dengan beberapa undang-undang.5

Tak jarang kadang perilaku menyeleweng dari anggota pemerintahan seperti korupsi. Perbuatan korupsi di Indonesia merupakan salah satu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime) yang berdampak pada kerusakan

4Achmad Edi Subiyanto, “Pemilihan Umum Serentak Yang Berintegritas Sebagai Pembaruan Demokrasi Indonesia” Jurnal Konstitusi, Vol. 17, No. 2(April 2020):357.

https://doi.org/10.31078/jk1726.

5 Dedi Sumanto, Salauddin Nggilu, “ Kedudukan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Dalam Tata Susunan Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia” Datuk Sulaiman Law Review, Vol. 1, No. 1(Maret 2020): 42. https://doi.org/10.24256/dalrev.v1i1.1594.

(14)

dan ancaman pada sendi-sendi kesejahteraan bangsa.6 Korupsi adalah tindakan yang menyimpang dalam pandangan norma hukum dan sosial karena masyarakat tidak menghendaki akan perbuatan tersebut. Korupsi bukanlah perbuatan terpuji dan pastinya siapa saja yang melakukannya akan diancam oleh negara. maka dari itu perlu sekali penanganan ekstra terkait prilaku korup ini, mengingat banyak masyarakat yang merasa jengkel maupun marah kepada pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan dengan mengambil kekayaan negara demi kepentingan dirinya sendiri. Untuk menjawab hati nurani masyarakat maka KPU mengeluarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota.

Jumanto yang seorang mantan narapidana korupsi, merasa haknya dirugikan oleh PKPU No. 8 Tahun 2018 yang ujung-ujungnya melakukan pengajuan permohonan keberatan hak uji materil ke Mahkamah Agung.

Mahkamah Agung mengabulkan keberatan permohonan hak uji materiil dari pemohon. Pemohon menyatakan bahwa beberapa pasal di dalam PKPU No.

20 Tahun 2018 telah bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi yaitu dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Peraturan Perundang-Undangan dan bertentangan dengan hak-hak dasar warga negara

6 Sakinah, “Korupsi Dalam Perspektif Hukum Islam” Et-Tijarie, 1, No. 1 (Desember 2014):63. https://journal.trunojoyo.ac.id/ettijarie/article/view/4591/3202.

(15)

untuk ikut serta dalam berpolitik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).

Hak politik ialah salah satu hak dasar dari manusia sebagai warga negara untuk dapat ikut andil dalam mengontrol pemerintahan negara dengan turut tampil melalui wakil-wakilnya atau secara langsung.7 Menurut Haris Munadar bahwa hak-hak politik pada dasarnya bersifat melindungi kepentingan individu atas penyalahgunaan kekuasaan oleh penguasa.8 Jadi hak berpolitik yang sesuai diterangkan di atas merupakan suatu bentuk cara untuk melindungi warga negara oleh kekuasaan yang semena-mena dengan melibatkan warga negaranya turut serta mengatur secara langsung maupun tidak langsung.

Dasar pertimbangan dari MA tertuju pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang isinya bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak dasar yang setara dengan masyarakat umum lainnya dalam mencalonkan diri sebagai calon legislatif pada Pemilihan Umum. Kesetaraan hak politik tidak memandang status yang dimiliki seorang jadi meskipun ia seorang mantan narapidana korupsi maka tetap mendapatkan kebebasan hak yang sama yaitu dipilih dan memilih dalam pemilihan umum sebagai mana yang tercantum dalam pasal pasal 43 ayat 1 dan 73 UU No. 39 Tahun 1999.

Atas dasar itulah Mahkamah Agung mengabulkan Uji Materil yang diajukan oleh sang pemohon dan merubah isi dari PKPU No. 20 Tahun 2018.

7 Firdaus Arifin, Hak Asasi Manusia teori, Perkembangan Dan Pengaturan (Yogyakarta:

Penerbit Thafa Media, 2019), 49.

8 Firdaus, Hak Asasi Manusia Teori, 36.

(16)

Secara etis sudah jelas keputusan hakim pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018 menurunkan citra pandang masyarakat kepada lembaga legislatif karena keputusan itu memberi peluang dan kesempatan untuk orang yang telah cacat moral, karena tidak adil dan jujur mengemban amanahnya sebagai anggota legislatif. Padahal untuk membangun lembaga legislatif yang ideal dan dapat mengambil kepercayaan rakyat, maka perlu memiliki anggota yang mempunyai sikap negarawan yang mendahulukan kepentingan rakyat, bermoral baik dan berfikir dewasa dengan menggunakan akal dan hati nuraninya. Apalagi dalam negara demokrasi pengangkatan anggota legislatif berasal dari rakyat artinya rakyat telah memberikan keprcayaan penuh dan ridho kepada mereka yang menduduki kursi legislatif.

Bukan hanya menurunkan citra pandang masyarakat akan tetapi MA tidak memperhitungkan kesejahteraan masyarakatlah yang lebih di prioritaskan sebagaimana yang tercantum dalam Pancasila yaitu yang berbunyi “keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia” dan prioritan umum yang tercantum dalam UUD 1945 yang berbunyi “kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum”. Secara singkat jelas sekali prioritas memperbolehkan mantan narapidana korupsi sebagai individu tidak sesuai dengan hukum tertinggi negara indonesia tersebut.

Dalam politik Islam lembaga legislatif lebih dikenal dengan sebutan Ahl Al-Hall Wa Al-„Aqdi yang artinya orang-orang yang mempunyai

(17)

wewenang untuk melonggarkan dan mengikat (mengurai). Istilah ini dirumuskan oleh ulama fiqih untuk sebutan bagi orang-orang yang bertindak sebagai wakil umat untuk menyuarakan hati Nurani mereka. Seperti yang dikemukakan oleh Abdul Karim Zaidan tentang Ahl Al-Hall Wa Al-„Aqdi adalah orang yang berkecimpung langsung dengan rakyat dan rakyat telah memberikan kepercayaan kepada yang terpilih. Mereka menyetujui pendapat wakil-wakil itu karena ikhlas, konsekuen, taqwa, adil, kecemerlangan pikiran serta kegigihan mereka di dalam memperjuangkan kepentingan rakyatnya.9

Tentu saja dalam mengemban amanah etika seorang pejabat Ahl Al- Hall Wa Al-„Aqdi harus digunakan yang berdasarkan ketentuan nash-nash seperti tidak boleh berkhianat, menjaga amanat, adil dan lain-lain sebagainya.

Salah satu tindakan yang di larang secara tegas dalam Islam adalah perbuatan korupsi. Korupsi dalam Islam disebut sebagai perilaku tercela dan diharamkan secara hukum karena akibat dari perilaku tersebut dapat merugikan negara dan dapat meruntuhkan nilai-nilai etika dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Perbuatan korupsi bisa di bilang dalam kategori kecurangan dan khianat yang berpotensi menyebabkan kerugian keuangan Negara padahal uang tersebut didapatkan dari uang rakyat. Maka Allah mengecam pelakunya dengan firmannya dalam QS. Ali Imran: 161 yang disebutkan:













































9Kadenun, “Kedudukan Ahlu Al-Halli Wa Al-Aqdi Dalam Pemerintahan Islam”

Qalamuna, Vol. 11, No. 2(Desesmber 2019):91. https://core.ac.uk/download/pdf/333811946.pdf.

(18)

Artinya: Dan tidak mungkin seorang nabi berkhianat (dalam urusan harta rampasan perang). Barang siapa berkhianat, niscaya pada hari Kiamat dia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu. Kemudian setiap orang akan diberi balasan yang sempurna sesuai dengan apa yang dilakukannya, dan mereka tidak dizalimi.10

Sejarah menjelaskan mengenai turunnya ayat di atas terjadi sebuah peristiwa yang menghebohkan yaitu tuduhan kepada Rasul bahwa ia telah berprilaku korup dengan mengambil harta rampasan perang demi kepentingannya sendiri. Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, Tirmizi dan Ibn Jarir bahwa sehelai kain wol merah hasil rampasan perang telah hilang dan meski dicari kemanapun ternyata tetap tidak ditemukan bahkan di inventaris negara. Tak pelak lagi, berita ini menimbulkan desas- desus buruk di kalangan sahabat bahkan ada yang lancang berkata,”mungkin Nabi sendiri yang mengambil kain wol itu untuk dirinya.” 11

Turunnya ayat tersebut menegaskan bahwa Nabi tidak mungkin korup dan curang dalam mengemban amanah harta publik (rampasan perang). Malah Nabi sendiri mengancam siapa saja yang mengambil harta milik negara. Allah Swt juga mengancam bahwa kelak harta tersebut akan menjadi bara api di neraka dan segala amal yang didapat dengan cara korupsi tidak diterima oleh Allah Swt. Teladan ini dipraktikkan oleh Khalifah „Umar Ibn Abdul „Aziz (63-102 H) yang memerintahkan puterinya supaya mengembalikan kalung emas kepada negara padahal kalung tersebut merupakan hibah dari pengawas

10 Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur‟an Al-Karim Ayat Pojok Menara dan Terjemah, (Qudus: Menara, 1974), 72.

11 Sakinah, “Korupsi Dalam Perspektif Hukum Islam”, 68.

(19)

perbendaharaan negara (bayt al-mal) karena jasa-jasa beliau selama menjabat khalifah.12

Dalam Al-Qur‟an surah al-Qasas: 26 juga menyebutkan seorang pejabat harus dari orang yang amanah. bahwa Allah swt mengisyaratkan jika orang yang dapat diangkat sebagai “pejabat” harus memunyai dua syarat, yaitu kuat (dalam arti memiliki kemampuan dan keahlian dibidangnya) dan tepercaya (dapat menjaga amanah yang diserahkan kepadanya). 13 Yang ayatnya berbunyi:























Artinya: Dan salah seorang dari kedua (perempuan) itu berkata, “Wahai ayahku! Jadikanlah dia sebagai pekerja (pada kita), sesungguhnya orang yang paling baik yang engkau ambil sebagai pekerja (pada kita) ialah orang yang kuat dan dapat dipercaya.” 14

Dari ayat-ayat diatas sudah jelas bahwa dalam Islam sangat selektif memilih seseorang yang dapat mengemban amanah dengan baik dan benar.

Memperbolehkan koruptor mencalonkan lagi sebagai anggota legislatif merupakan keputusan yang salah karena mantan narapidana korupsi pernah tidak amanah mengemban kewajibannya sebagai pejabat negara dan atas tindakannya tersebut telah memberikan contoh akhlak yang buruk kepada masyarakat dan merugikan keuangan negara.

12 Sakinah, “Korupsi Dalam Perspektif Hukum Islam”, 68.

13 Ernida Sakina, “Pencalonan Mantan Narapidana Korupsi Sebagai Kepala Daerah Di Tinjau Dari Fiqh Siyasah (Analisis Putusan Mahkamah Konstitusi No.42/PUU-XIII/2015 Tentang Pemilihan Kepala Daerah)” (Skripsi, UIN Sumatra Utara, 2020), 8.

14 Depag RI, Al Qur‟an Al-Karim Ayat Pojok Menara dan Terjemah, 389.

(20)

Menilik kembali ke Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018 yang secara jelas memberikan peluang kepada mantan narapidana korupsi dapat mencalonkan dirinya sebagai anggota legislatif.

Tentu saja menurut penulis ini sebuah polemik yang cocok untuk diteliti secara kritis dalam pandangan hak asasi manusia dan filsafat politik Islam terhadap kedudukan calon legislatif yang lahir dari mantan narapidana korupsi. Maka dari itu penulis memilih judul “ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 46/P/HUM/2018 TENTANG CALON

LEGISLATIF MANTAN NARAPIDANA KORUPSI DALAM

PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DAN FILSAFAT POLITIK ISLAM”

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan pokok permasalahan di atas, dapat disimpulkan fokus masalahnya sebagai berikut:

1. Apa saja dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 46/P/HUM/2018 terhadap pencalonan anggota legislatif mantan narapidana korupsi?

2. Bagaimana analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018 ditinjau dari perspektif Hak Asasi Manusia?

3. Bagaimana pandangan filsafat politik Islam terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018?

(21)

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penellitian dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui dan mendeskripsikan dasar pertimbangan Hakim Mahkamah Agung dalam Putusan Nomor 46/P/HUM/2018 tentang pencalonan anggota legislatif mantan narapidana korupsi.

2. Mengetahui dan mendeskripsikan hasil analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018 ditinjau perspektif Hak Asasi Manusia.

3. Menganalisa dan mendeskripsikan pandangan filsafat politik Islam terhadap putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018.

D. Manfaat Penelitian

Sebuah penelitian yang bagus adalah penelitian yang hasilnya dapat memberikan konstribusi kemanfaatan kepada beberapa pihak. Oleh karena itu, manfaat penelitian yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Manfaat penelitian secara teoritis diharapkan dapat sebagai bahan informasi bagi pembaca lain mengenai analisis putusan hakim dan sebagai tambahan wawasan ilmu pengetahuan serta memberikan suatu pemahaman yang dalam dengan menanggapi permasalahan hukum khususnya kekuasaan kehakiman di Indonesia.

(22)

2. Manfaat Praktis

Manfaat penelitian secara praktis diharapkan dapat menjadi sumber rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Penelitian ini akan bermanfaat bagi setiap orang yang menyukai dan tertarik dengan sistem ketatanegaraan khususnya pada kekuasaan kehakiman, karena peradilan merupakan pembahasan hal yang sangat fundamental dalam ketatanegaraan Indonesia.

E. Definisi Istilah

Definisi istilah merupakan definisi dari istilah-istilah penting yang menjadi titik perhatian peneliti di dalam judul penelitian. Tujuannya agar tidak terjadi kesalah pahaman terhadap makna istilah, sebagaimana yang dimaksud oleh peneliti. Sebab, mungkin pembaca salah mengartikan suatu objek jika tidak dipaparkan secara jelas.

Definisi istilah dari penelitian ini berjudul “Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/Hum/2018 Tentang Calon Legislatif Mantan Narapidana Korupsi Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Filsafat Politik Islam”. Adapun istilah-istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Analisis

Analisis adalah kegiatan pengungkapan terhadap suatu peristiwa dengan bertujuan untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.15

15 Dendy Sugono, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 59.

(23)

2. Putusan Mahkamah Agung

Untuk mengetahui definisi dari putusan mahkamah agung maka perlu penulis bedah perkata pada kalimat tersebut. Pertama, Dalam KBBI putusan adalah sesuatu yang telah diputuskan berdasarkan pengadilan.16 Sedangkan dalam kamus hukum lebih di kenal sebagai putusan hakim yaitu keputusan hakim yang menyelesaikan suatu perkara.17

Lalu kedua, Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memegang kekuasaan kehakiman bersamaan dengan Mahkamah Konstitusi.18

Jadi dapat disimpulkan bahwa Putusan Mahkamah Agung sendiri adalah suatu perkara yang diselesaikan atau diputuskan oleh hakim pada tingkat peradilan tertinggi negara Indonesia.

3. Calon Legislatif

Calon dalam KBBI adalah orang yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan atau profesi tertentu.19 Lalu legislatif adalah suatu badan hukum yang mempunyai kewenangan membuat undang-undang untuk kepentingan negara.20

Maka kesimpulan dari pengertian diatas bahwa calon legislatif adalah orang yang dipersiapkan untuk menduduki jabatan dan jabatan tersebut mempunyai kekuasaan dalam bidang membuat undang-undang negara.

16 Dendy Sugono, Kamus Bahasa, 1239.

17 Fienso Suharsono, Kamus Hukum (Jonggol: Van‟detta Publishing, 2010), 30.

18 Paisol, Hukum Tata, 172.

19 Dendy Sugono, Kamus Bahasa, 252.

20 Paisol, Hukum Tata, 119.

(24)

4. Mantan Narapidana Korupsi

Mantan adalah bekas pemangku jabatan. Narapidana menurut UU no. 12 Tahun 1995 adalah seorang terpidana yang menjalani hukuman dengan dihilangkan kemerdekaannya di LAPAS.21 Lalu korupsi dalam kamus hukum ialah penyalahgunaan kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri.22

Maka mantan narapidana korupsi adalah seseorang bekas terpidana korupsi karena telah menyalahgunakan kekuasaanya dengan memperkaya diri sendiri atau demi keuntungan pribadi.

5. Perspektif

Perspektif ialah sudut pandang atau pandangan. 23 Perspektif menurut Martono ialah suatu cara pandang seseorang terhadap permasalahan yang terjadi atau bisa disebut sebagai sebuah metode berfikir untuk mengamati fenomena tertentu.24

Jadi dapat ditarik kesimpulan perspektif ialah suatu metode menerangkan atau menggambarkan sesuatu yang tampak oleh mata atas permasalahan yang telah terjadi.

6. Hak Asasi Manusia

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata- mata karena ia manusia. Hak-hak tersebut bukan didapatkan dari

21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, pasal 1 ayat (7)

22 Fienso, Kamus Hukum,19.

23 Dendy Sugono, Kamus Bahasa, 1167.

24 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), 864.

(25)

masyarakat maupun pemerintah, melainkan ia mendapatkannya memang karena dia terlahir sebagai manusia yang berhak hidup dan bebas.25

John Locke dalam teorinya tentang HAM bahwa manusia tidak dapat semena-mena menyerahkan haknya kepada penguasa. Adapun yang diserahkan hanya hak-hak perjanjian dengan negaranya, sedangkan hak lainnya tetap berada pada masing-masing perindividu. Jadi Hak Asasi Manusia menurut Locke adalah hak yang telah melekat pada setiap orang dan hak tersebut tidak dapat diambil oleh siapapun dan diserahkan kepada orang lain tanpa ada persetujuan dari yang bersangkutan.

7. Filsafat Politik Islam

Secara Bahasa filsafat berakar dari kata Yunani phylosophia yang terdiri philo yang artinya cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan.

Dalam bahasa Inggris dikenal dengan sebutan Phylosopy, sedangkan di dalam bahasa Arab disebut Falsafah. Filsafat adalah feeling (love) in wisdom. Mencintai mencari menuju penemuan kebijaksanaan. Mencintai kearifan dengan melakukan proses dalam arti pencarian kearifan sekaligus produknya.26

Kata politik jika dibahasa Arabkan akan menjadi As-siyaasah yang maknanya pengaturan, bimbingan dan perbaikan. Sedangkan istilah politik Islam disebut As-siyaasah Asy-syar‟iyyah yaitu segala hal yang bersumber dari pemegang kebijakan (penguasa) seperti kebijakan-kebijakan atau peraturan yang bergantung pada adanya kemaslahatan dan membahas

25 Rhona K.M. Smith, Satya Arianto dkk, Hukum Hak Asasi Manusia (Yogyakarta:

PUSHAM UII, 2008), 11.

26 Sueaedi, Pengantar Filsafat ilmu. (Bogor:IPB Press, 2016), 17

(26)

mengenai permasalahan yang tidak memiliki dalil khusus tanpa menyalahi ketentuan syariat.27

Jadi dapat disimpulkan filsafat politik Islam adalah mencari sebuah kebijaksanaan yang bersumber dari kebijakan penguasa seperti peraturan- peraturan yang berdasarkan syariat Islam.

F. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahasan dalam tulisan ini terbagi atas tiga bab. Setiap bab akan menguraikan satu fokus bahasan yang urut layaknya sebuah penelitian. Pembagian pembahasan menjadi sangat penting agar tulisan menjadi sebuah kesatuan yang urut dan utuh serta agar peneliti dapat dengan mudah mencermati dan serta membantu dalam langkah penelitian. Adapun sistem penulisan agar dapat memahami gambaran pokok penelitian secara menyeluruh dan dapat memahami hubungan antar satu bab dengan yang lainnya maka disusun sebagai berikut :

Bab I, merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan juga berisi definisi istilah.

Bab II, merupakan Tinjauan Pustaka yang memuat uraian tentang penelitian terdahulu serta kerangka teori yang relevan dan terkait dengan tema yakni Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018 perspektif HAM dan Filsafat Politik Islam. Adapun untuk penelitian terdahulu, penulis mengambil 5 sumber

27 Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Politik Islam Ta‟liq Siyasah Syariah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Jakarta: Griya Ilmu, 2009), 11.

(27)

Bab III, pada bab ini menguraikan secara jelas tentang metode penelitian yang meliputi jenis dan pendekatan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, keabsahan data, dan tahap-tahap penelitian.

Bab IV, memaparkan pokok dari penelitian yang merupakan pembahasan hasil penelitian, pembahasan tersebut merupakan jawaban dari rumusan masalah dalam bentuk narasi dan berkaitan dengan Analisis Yuridis Normatif terhadap Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/Hum/2018 Tentang Calon Legislatif Mantan Narapidana Korupsi Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Filsafat Politik Islam. Bab ini berisikan hasil penelitian mengenai analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/Hum/2018 Tentang Calon Legislatif Mantan Narapidana Korupsi yang didasarkan atas pertimbangan analisis Hak Asasi Manusia dan Filsafat Politik Islam.

Bab V, bab ini merupakan bab terakhir dari skripsi yang penulis teliti.

Adapun isi bab tersebut berisikan kesimpulan dan saran-saran atau rekomendasi kepada pemerintah, masyarakat dan peneliti selanjutnya.

Kesimpulan ialah sebuah ringkasan pokok pembahasan dari hasil analisis data yang berkaitan dengan fokus permasalahan. Sedangkan saran-saran yang di maksud adalah rekomendasi langkah bijak yang perlu diambil oleh pihak- pihak yang terkait.

(28)

17

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Dari hasil pengamatan yang sudah penulis lakukan ternyata mesih belum ada penelitian terdahulu yang mengangkat sebuah judul tentang Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/Hum/2018 Tentang Calon Legislatif Mantan Narapidana Korupsi Dalam Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Filsafat Politik Islam. Lalu tujuan penelitian terdahulu disini sebagai salah satu acuan penulis untuk melakukan penelitian sehingga dapat memperkarya teori yang digunakan dan menghindari adanya plagiasi dalam penelitian peneliti. Ada beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya adalah:

1. Fifin Triana Astuti, 2021. Institut Agama Islam Negeri Salatiga dengan judul “Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/Hum/2018 Tentang Pencalonan Anggota Legislatif Mantan Narapidana Korupsi Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme”.28

Skripsi ini berisikan analisis argumentasi dari hakim Mahkamah Agung dalam putusannya No. 46/P/HUM/2018 dengan mendeskripsikan secara global dan menyesuaikannya dengan Undang-Undang Nomor 28

28 Fifin Triana Astuti, “ Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/Hum/2018 Tentang Pencalonan Anggota Legislatif Mantan Narapidana Korupsi Di tinjau dari Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme” (Skripsi, IAIN Salatiga, 2021).

(29)

Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Skripsi ini menyimpulkan bahwa keputusan Mahkamah Agung tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Skripsi ini juga berpendapat bahwa keputusan hakim Mahkamah Agung lebih mengedepankan keadilan untuk pemohon sedangkan pembuatan Peraturan Komisi Pemilihan Umum telah sesuai dengan asas-asas pembentukan pembentukan perundang-undangan dan asas-asas penyelenggaraan negara yang salah satunya asas kepastian hukum.

Adapun persamaan dari kedua penelitian ini adalah sama-sama mengkaji terkait Putusan Mahkamah Agung No. 46/P/HUM/2018, menggunakan metode penelitian kualitatif dan jenis penelitian yuridis normatif.

Lalu yang membedakan dengan penelitian terdahulu lebih memfokuskan pada sisi hukum yang sesuai dengan UU No. 28 Tahun 1999, sedangkan penelitian ini lebih memfokuskan pada sisi HAM yang terdapat pada Putusan MA No. 46/P/HUM/2018 mengenai mantan narapidana korupsi yang ingin mencalonkan lagi sebagai anggota legislatif perspektif filsafat politik Islam.

(30)

2. Adi Saputra, 2019. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung dengan judul “Hak Politik Mantan Koruptor Dalam Pandangan Hukum Islam Dan Konstitusi (Studi tentang Putusan MA No. 46p/Hum/2018)”.29

Skripsi ini berisikan kepastian hukum dari keputusan yang pertimbangan oleh hakim Mahkamah Agung dalam Putusannya No.

46/P/HUM/2018 dengan berpandangan konstitusi dan hukum Islam melalui ilmu Ushul Fiqih.

Skripsi ini menyimpulkan bahwa keputusan Mahkamah Agung sudah sejalan dengan ajaran agama Islam dan hukum positif. Karena menurut hukum Islam seorang mantan narapidana korupsi juga dianggap umat yang harus dilindungi hak-haknya apabila ia sudah bertaubat, meskipun ia telah lalai atau pernah berbuat dosa. sedangkan menurut hukum positif peraturan yang dibuat oleh KPU telah bertentangan dengan hierarki perundang-undangan yang ada di atasnya yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Persaman penelitian di sini adalah sama-sama membahas putusan Mahkamah Agung No. 46/P/HUM/2018 dengan memfokuskan pada hak dasar manusia atau Hak Asasi Manusia yang salah satunya mengenai hak politik dengan perspektif hukum Islam melalui kitab ilmu ushul fiqh dan menggunakan metode penelitian kualitatif dan jenis penelitian yuridis normatif.

29 Adi Saputra, “Hak Politik Mantan Koruptor Dalam Pandangan Hukum Islam Dan Konstitusi (Studi tentang Putusan MA No. 46p/Hum/2018)” (Skripsi, UIN Raden Intan Lampung, 2019)

(31)

Lalu yang membedakan dengan penelitian terdahulu berpendapat bahwa Putusan Mahkamah Agung No. 46/P/HUM/2018 sudah sesuai dengan hukum Islam, sedangkan penelitian ini menentang atau berbeda pendapat dengan yang diputuskan oleh Mahkamah Agung dalam putusannya No. 46/P/HUM/2018 dengan perspektif filsafat politik Islam yang seharusnya pemerintah harus melarang mantan narapidana korupsi dalam mencalonkan lagi di pemilu selanjutnya.

3. Sarah Sundari, 2021. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara dengan skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung No. 46 P/HUM/2018 Tentang Anggota Calon Legislatif Mantan Narapidana”.30

Skripsi ini membahas, mengkaji atau menganalisis secara mendalam mengenai sebab dan akibat dari putusan Mahkamah Agung Nomor 46P/HUM/2018 berdasarkan konstitusi dan mengkomparasikan dengan putusan Mahkamah Konstisusi Nomor 42/PUUXIII/2015 yang berisikan pencalonan mantan narapidana korupsi mencalonkan sebagai kepala daerah.

Skripsi ini menyimpulkan bahwa keputusan Mahkamah Agung telah sesuai dengan Undang-Undang yang di atasnya dengan kata lain PKPU No. 20 Tahun 2018 telah menyalahi hierarki perundang-undangan yaitu dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Jika seandainya undang-undang yang dibuat oleh KPU kedudukannya lebih tinggi dari pada undang-undang yang dibuat oleh Lembaga yang di bawahnya maka

30Sarah Sundari, “Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Agung No. 46 P/HUM/2018 Tentang Anggota Calon Legislatif Mantan Narapidana” (Skripsi, Universitas Islam Negeri Ssumatera Utara, 2021)

(32)

sudah pasti PKPU No. 20 Tahun 2018 tidak akan mendapatkan masalah.

Oleh karena itu beberapa pihak merasa telah dirugikan oleh peraturan tersebut karena menghalangi haknya sebagai warga negara mendapatkan hak politik yang sama dengan masyarakat umum lainnya.

Persamaan yang penelitian di sini adalah sama-sama menganasilis Putusan Mahkamah Agung Nomor 46 P/HUM/2018 dan sama-sama menggunakan metode penelitian kualitatif.

Perbedaan dari penelitian terdahulu menggunakan jenis penelitian hukum empiris dan mengkomparasikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-XII/2015, sedangkan penelitian yang digunakan oleh peneliti fokus dengan pada muatan HAM yang terdapat pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018 dengan perspektif filsafat politik Islam dan peneliti menggunakan jenis penelitian yuridis normatif.

4. Fahrul Renaldi, 2019. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah dengan skripsi yang berjudul “Pencalonan Mantan Narapidana Korupsi Sebagai Anggota Legislatif Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Fiqih Siyasah (Putusan Mahkamah Agung No 46P/HUM/2018)”. 31

Skripsi ini berisikan kepastian hukum mengenai putusan hakim Mahkamah Agung dalam putusannya No. 46/P/HUM/2018 ditinjau tentang HAM dan dengan konsep siyasah dusturiyah yang merupakan

31Fahrul Renaldi, “Pencalonan Mantan Narapidana Korupsi Sebagai Anggota Legislatif Perspektif Hak Asasi Manusia Dan Fiqih Siyasah (Putusan Mahkamah Agung No 46P/HUM/2018)” (Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2019).

(33)

cakupan dari fiqih siyasah. Siyasah dusturiyah membahas masalah perundang-undangan negara agar sejalan dengan nilai-nilai ajaran Islam.

Skripsi ini menyimpulkan bahwa mantan narapidana merupakan orang yang pernah melakukan kejahatan kriminal dan telah menjalani hukuman pidana maka dia secara hukum berhak mendapatkan kebasannya untuk berpolitik kembali di tengah-tengah masyarakat dan dalam hukum Islam seorang yang telah melakukan perbuatan dosa atau tercela sehingga haknya tidak didapatkan secara penuh kecuali telah bertaubat dengan melakukan perbuatan baik. Skripsi ini juga menyimpulkan bahwa keputusan yang telah dibuat oleh Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018 sudah sesuai dengan hukum positif dan hukum Islam.

Persamaan antara penelitian ini dengan penulis adalah sama-sama meneliti putusan Mahkamah Agung No. 46/P/HUM/2018 perspektif HAM dan hukum Islam.

Adapun perbedaannya dengan penelitian terdahulu berpendapat bahwa Putusan Mahkamah Agung No. 46/P/HUM/2018 sudah sesuai dengan hukum Islam yaitu berdasarkan konsep siyasah dusturiyah, sedangkan penelitian ini menentang atau berbeda pendapat dengan yang diputuskan oleh Mahkamah Agung dalam putusannya No.

46/P/HUM/2018 dengan perspektif filsafat politik Islam yang seharusnya melarang mantan narapidana korupsi untuk dapat mencalonkan lagi ke pemilu selanjutnya.

(34)

5. Listijowati, 2020. Universitas Yos Soedarso Surabaya dengan jurnal yang berjudul “Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 46/P/HUM/2018 Mengenai Larangan Mantan Terpidana Korupsi Menjadi Bakal Calon Legislatif”.32

Jurnal ini berisikan mengenai kedudukan hukum mantan narapidana korupsi sebagai calon legislatif dan menganalisis secara global atas pertimbangan hukum oleh hakim Mahkamah Agung dalam memutuskan perkara No. 46/HUM/2018.

Jurnal ini menyimpulkan bahwa keputusan Mahkamah Agung dalam Putusan Mahkamah Agung No. 46/P/HUM/2018 tidak melihat segi manfaat dan segi keadilan yang lebih mendalam untuk menuju Indonesia yang lebih bersih dari korupsi yang seharusnya mantan narapidana korupsi tidak diperbolehkan lagi untuk mencalonkan sebagai anggota legislatif dan padahal jika membaca naskah secara global naskah konstitusi dan UU pemilu pembuatan peraturan oleh KPU tidak ada unsur bertentangan dengan hukum yang ada di atasnya. Jadi perlu sekali pemerintahan Indonesia harus dapat membuat undang-undang yang dapat membatasi hak politik mantan narapidana korupsi.

Persamaan yang diteliti di sini adalah sama-sama menganalisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018.

Adapun perbedaan dengan penelitian terdahulu hanya menganalisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018 perspektif HAM,

32Listijowati, “Analisis Putusan Mahkamah Agung No. 46/P/HUM/2018 Mengenai Larangan Mantan Terpidana Korupsi Menjadi Bakal Calon Legislatif” Res Judicata 3, no. 2 (Oktober 2020), http://openjurnal.unmuhpnk.ac.id/index.php/RJ/index.

(35)

sedangkan penelitian yang digunakan oleh peneliti fokus dengan pada muatan HAM yang terdapat pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/HUM/2018 dengan perspektif filsafat politik Islam.

B. Kajian Teori

1. Putusan Mahkamah Agung (MA)

Secara bahasa putusan adalah sesuatu yang telah ditetapkan.33 Keputusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius).34

Mahkamah Agung adalah pengadilan negara tertinggi dari semua lingkungan peradilan seperti peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan peradilan tata usaha negara, yang dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh lain.35

Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Putusan Mahkamah Agung adalah suatu pernyataan hakim peradilan tertinggi negara Indonesia dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim secara terbuka dan dalam melaksanakan tugasnya bersifat independent atau terlepas dari pengaruh pemerintah dan pengaruh lain-lain.

Tujuan dari proses pengadilan adalah untuk mendapatkan keputusan hakim. Putusan hakim atau biasa disebut putusan pengadilan adalah suatu yang diinginkan atau diharapkan para pihak untuk

33 Dendy Sugono, Kamus Bahasa, 1239

34 Yulia, Hukum Acara Perdata (Lhokseumawe: Ultima Press, 2018), 81.

35 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, pasal 2.

(36)

menyelesaikan perselisihan di antara para pihak dengan sebaik mungkin.

Karena dengan apa yang diputuskan oleh putusan hakim, para pihak yang bersengketa berharap perkara yang dihadapinya memiliki kepastian hukum dan keadilan.36

Adapun wewenang yang dimiliki MA yaitu ada tiga:37 a. Mengadili pada tingkat kasasi

b. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang (judicial review).

c. Kewenangan lainnya yang diberikan oleh undang-undang

Tugas lain dari Mahkamah Agung sebagaimana dalam pasal 22 UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa Mahkamah Agung dapat memberikan keterangan, pertimbangan dan nasihat masalah hukum kepada lembaga negara dan lembaga pemerintahan.38

Mahkamah agung dalam tingkat kasasi dapat membatalkan putusan atau penetapan Pengadilan dari semua lingkungan peradilan karena39: a. Tidak berwenang atau melampaui batas wewenang

b. Salah menerapkan atau melanggar hukum yang berlaku.

36 Fifin Triana Astuti, “Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 46/P/Hum/2018 Tentang Pencalonan Anggota Legislatif Mantan Narapidana Korupsi Di tinjau dari Undang- Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme” (Skripsi, IAIN Salatiga, 2021), 19.

37 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pasal 24A ayat (1).

38 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 22.

39 Setneg RI, UU No. 14 Tahun 1985, pasal 30.

(37)

c. Lalai memenuhi syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang mengancam kelalaian dengan batalnya putusan yang bersangkutan.

Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan perundang- undangan tersebut dapat diambil berhubungan dengan pemeriksaan dalam tingkat kasasi maupun berdasarkan permohonan langsung pada Mahkamah Agung, pencabutan peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak sah tersebut dilakukan segera oleh instansi yang bersangkutan.40

2. Legislatif

Badan legislatif yaitu badan pembuat undang-undang yang pada umumnya diberbagai negara dapat juga disebut sebagai parlemen. Pastinya disetiap negara badan legislatifnya memiliki sistem yang berbeda-beda.

Ada yang menerapkan dengan satu sistem satu majlis dan bahkan dua majlis. Majlis tersebut juga diklasifikasikan kembali menjadi majlis rendah dan majlis tinggi.41 Nama lain dari legislatif adalah Assembly yang berpegang teguh atas unsur “berkumpul”, adapun artinya yaitu suatu musyawarah yang membahas permasalahan publik.42

Sejarah pembentukan badan legislatif dicetuskan oleh Rousseau bahwa badan legislatif berlandaskan kedaulatan berada di tangan rakyat maksudnya rakyatlah pemilik kekuasaan tertinggi. Sesuai dengan pendapat

40 Setneg RI, UU No. 48 tahun 2009, pasal 20 ayat (3) dan UU No. 14 Tahun 1985, pasal 31 ayat (3).

41 Paisol, Hukum Tata, 119.

42 Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007), 315.

(38)

Miriam Budiarjo lembaga perwakilan rakyat harus selaras dengan kemauan atau keinginan rakyat dengan kebijakan yang mengikat seluruh masyarakat demi kepentingan umum.43

Fungsi dari badan legislatif yang terpenting ialah:44

a. Menentukan kebijakan dan membuat undang-undang. Maka dari itu badan legislatif diberikan hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan undang-undang yang disusun oleh pemerintah dan tentunya dalam bidang anggaran.

b. Mempunyai kontrol khusus untuk dapat mengawasi badan eksekutif dalam artian menjaga dari tindakan yang tidak sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.

Adapun fungsi lain dari badan legislatif ini yaitu45: a. Lawmaking adalah fungsi membuat undang-undang.

b. Constituency work adalah badan lagislatif harus dapat bekerja bagi para pemilihnya.

c. Supervision and critism of government yang artinya pengawasan yang dilakukan oleh badan legislatif terhadap badan eksekutif demi kelancaran atau pelaksanaan undang-undang yang sesuai.

d. Education adalah anggota legislatif harus dapat memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.

43 Dr. Sahya Anggara, M. Si., Sistem Politik Indonesia (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2013), 173-174.

44 Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 333.

45 Seta Basri, Pengantar Ilmu Politik (Gambiran Baru: Indie Book Corner, 2011), 63.

(39)

e. Representation merupakan salah satu fungsi badan legislatif sebagai perwakilan suara rakyat dari para pemilihnya.

Lembaga legislatif yang ada di Indonesia tercantum dalam UUD 1945 setelah amandemen terdiri dari:

a. MPR (Majlis Permusyawaratan Rakyat).

Kedudukan MPR setelah terjadi amandemen kini setara dengan DPR, DPD, BPK, MA dan MK.46 Mengenai keanggotaan MPR yang sesuai dengan UUD 1945 berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan sesuai dengan undang-undang yang ada. Sidang yang dilakukan oleh MPR paling sedikit dilaksanakan sebanyak satu kali dalam lima tahun di Ibu Kota Negara dan segala putusannya ditetapkan berdasarkan suara terbanyak.47 Masa jabatan yang dipegang oleh anggota MPR hanya selama 5 tahun. Tugas dan wewenang MPR telah diatur dalam UUD 1945 yang berbunyi:

1) Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;

2) Melantik presiden dan wakil presiden;

3) Dapat melepas atau mencopot jabatan presiden dan wakil presiden sesuai dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar. 48

46 Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 350.

47 Dian Aries Mujiburohman, Pengantar Hukum Tata Negara, (Yogyakarta: STPN Press, 2017), 97.

48 Paisol, Hukum Tata, 163.

(40)

b. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat).

DPR merupakan suatu badan legislatif yang kewenangannnya membentuk undang-undang. Keanggotaan dari lembaga DPR terdiri dari anggota partai politik yang dipilih langsung melalui pemilihan umum. Tugas dan wewenang yang dipegang oleh DPR yaitu:

1) Dapat mengusulkan pemberhentian presiden dan wakil presiden melalui MPR;

2) Memiliki kekuasaan dalam membuat Undang-Undang;

3) Undang-Undang akan dianggap sah dan wajib diundangkan dalam tenggat waktu 30 hari semenjak Undang-Undang tersebut disetujui bersama yang apabila belum disahkan oleh presiden;

4) Setiap anggota DPR berhak mengajukan rancangan Undang- Undang. 49

c. DPD (Dewan Perwakilan Daerah)

DPD adalah lembaga daerah yang kewenangannya mengajukan dan membahas rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, serta pegelolaan sumber daya alam dan daya ekonomi. Pembentukan lembaga DPD pada dasarnya bertujuan untuk mereformasi struktur legislatif Indonesia menjadi dua kamar yang terdiri dari DPR dan DPD. Keanggotaan dari DPD dipilih melalui pemilihan umum yang calonnya berasal dari perwakilan setiap profinsi. Untuk tugas dan wewenang yang dikuasai

49 Paisol, Hukum Tata, 165-166.

(41)

DPD sesuai pada pasal 22D UUD 1945 sebagai berikut:

1) Dapat mengajukan rancangan Undang-Undang kepada DPR mengenai otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi serta yang berkaitan dengan pertimbangan keuangan pusat dan daerah;

2) Ikut andil dalam membahas rancangan undang-undang yang kaitannya mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan dan agama;

3) Melakukan pengawasan dan pelaksanaan Undang-Undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan dan agama serta melaporkan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai pertimbangan untuk ditindak lanjuti. 50

Adapun kriteria untuk menjadi calon legisatif bisa dilihat pada pasal 240 ayat (1) Undang-Undang Nomer 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bahwa semua warga negara hukum Indonesia yang

50 Mujiburohman, Pengantar Hukum, 99.

(42)

akan mencalonkan dirinya menjadi legislatif tingkat DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten dan untuk mengetahui kelengkapan administrasi agar terdaftar sebagai calon legislatif di Pemilu dapat dilihat di pasal 240 ayat (2) Undang-Undang Nomer 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum 51

Sebelum pasal 4 PKPU No. 20 Tahun 2018 dirubah oleh Mahkamah Agung peraturan tersebut juga menyebutkan bahwa demi terlaksananya pemilihan umum untuk memenuhi kepentingan rakyat dan kesejahteraannya maka Partai Politik tidak boleh menyertakan mantan narapidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak dan korupsi.52

3. Legislatif Dalam Filsafat Politik Islam

Pandangan sistem Negara trias politika atau pembagian tugas kekuasaan oleh legislatif, eksekutif dan yudikatif seperti Indonesia dalam filsafat politik Islam dapat dilihat dari pemikiran seorang filsuf Islam yang bernama Al-Farabi. Perlu diketahui bahwa Al-Farabi seorang filsuf politik muslim yang dikenal sebagai guru kedua setelah Aristoteles. Al-Farabi merupakan filsuf pertama yang berani mengkomparasikan lebih dalam antara filsafat klasik Yunani dengan ajaran Islam. Salah satu karyanya yang paling terkenal adalah Al-Madinah Al-Fadhilah (Kota atau Negara

51 Sekretariat Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Nomer 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pasal 240.

52 Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggotan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, pasal 4.

(43)

Utama).53 Menurut Al-Farabbi kekuasaan pada trias politika dapat disebut sebagai pemimpin pada bidangnya masing-masing karena menurut teorinya untuk menjadi pemimpin sebuah negara terdapat tiga tingkatan yaitu pertama pemimpin ideal, kedua pemimpin pengganti jika tak bisa ditemukan pada kriteria pertama dan ketiga pemimpin yang tidak hanya dimiliki perorangan saja atau pemimpin bisa lebih dari satu jika kriteria pemimpin tersebut dimiliki oleh dua orang atau lebih.54

Pada tingkat ketiga Inilah yang menjadi dasar pembagian kekuasaan sesuai dengan filsafat politik Al-Farabi yang secara kolektif atau tidak secara mutlak harus dimiliki oleh satu orang saja. Akan tetapi kriteria-kriteria tersebut dapat dimiliki oleh beberapa orang.55 Seperti yang sudah diterangkan di atas maka sistem trias politika sudah dapat dianggap sebagai pemimpin utama. Untuk mengetahui kriteria seperti apa pemimpin yang ideal dan cocok untuk dipilih menurut Al-Farabi maka kita kembalikan lagi pada kriteria-kriteria di atas.

Jika menilik ke sejarah Islam istilah legislatif dikenal dengan sebutan Ahlul Halli Wa Al Aqdi yang dimulai pada saat Nabi SAW wafat maka terjadilah kebingungan dan kegelisahan umat umat Islam untuk mencari seorang sosok pemimpin selanjutnya pengganti Nabi. Diceritakan dalam kitab Al-Kamil di al-Tarikh sebuah karangan yang ditulis oleh Ibnu

53 Jalaluddin Rakhmat, Antara Al-Farabi dan Khomeini Filsafat Politik Islam (Bandung:

Mizan, 2002), 33.

54 Muhammad Fanshobi, “Konsep Kepemimpinan Dalam Negara Utama Al-farabi”

(Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, 2014), 86.

55 Fanshobi, “Konsep Kepemimpinan,” 95.

(44)

Al-Atsir, di dalamnya menceritakan pengangkatan khalifah setelah Nabi Muhammad yaitu seorang sahabat yang bernama Abu Bakar r.a.56

Pada saat itu setelah kepergian Nabi SAW para sahabat dari kaum Anshar berkumpul dan bermusyawarah untuk memilih siapa yang cocok disandang sebagai presiden (Khalifah). Setelah melakukan permusyawaratan yang panjang akhirnya mereka menginginkan Sa‟ad bin Ubadah menjadi pemimpin umat muslim selanjutnya. Rumor terpilihnya Ubadah tersebut sampai terdengar ke telinga Umar bin Khattab.

Mendengar hal itu Umar dengan sigap mengajak Abu Bakar dan Abu Ubaidah untuk segera datang ke Safiqah Bani Sa‟idah tempat para kaum Anshar berkumpul. Dengan tegas Abu Bakar dan Umar bin Khatab mengatakan bahwa seorang pemimpin yang layak menuntun umat Islam selanjutnya adalah dari kaum Muhajirin. Akan tetapi usulan tersebut terjadi penolakan dari kalangan Anshor yang membuat perdebatan panjang dan pada akhirnya Umar bin Khatab secara tegas mengangkat Abu Bakar sebagai khalifah selanjutnya yang diikuti oleh Basyir Bin Sa‟ad dan Abu Ubaidah menyetujui pembaiatan tersebut dan lalu disusul oleh para kaum Aus yang setuju pembaiatan tersebut.57

Secara bahasa Ahlu Al-Halli Wa Al-Aqdi terdiri dari tiga suku kata yang pertama, Ahlun atinya ahli atau keluarga. Kedua, Hallun yang artinya membuka atau menguraikan dan Ketiga, Aqdun memiliki arti mengikat atau kesepakatan. Lalu jika disambungkan dapat disimpulkan bahwa

56 Kadenun, “Kedudukan Ahlu Al-Halli Wa Al-„Aqdi”, 93.

57 Kadenun, “Kedudukan Ahlu Al-Halli Wa Al-„Aqdi”, 93.

(45)

seorang Ahlu Al-Halli Wa Al-Aqdi bermakna sebagai sekumpulan orang yang berkewenangan dalam melonggarkan dan mengikat.58

Asal mula dasar hukum dari para pemikir politik Islam berasal dari sejarah Khulafaur Rasyidin yang pertama yaitu pengangkatan Abu Bakar.

Yang kita ketahui bahwa pengangkatan beliau yang sudah diterangkan di atas yaitu secara bersama-sama memikirkan dan berdiskusi secara kritis siapa yang berhak menyandang gelar Khalifah oleh para sahabat. Yang musyawarahnya dihadiri oleh para kaum Muhajirin dan Kaum Anshar.

Jadi para pemikir politik Islam seperti Al-Mawardi berpendapat bahwa Ahlu Al-Halli Wa Al-Aqdi merupakan sekelompok orang yang mempunyai kewenagan untuk memilih pemimpin untuk memimpin umat.59

Adapun syarat menjadi menjadi seorang Ahlu Al-Halli Wa Al-Aqdi menurut Al-Mawardi ialah:

a. Adil.

b. Mempunyai skill atau ilmu di bidangnya.

c. Bijak dalam memilih pemimpin yang terbaik.

4. Tinjauan Umum Tentang Korupsi

Istilah korupsi berasal dari kata corruptio, corruption, corrupt yang dari bahasa inggris, lalu corruption bahasa Perancis dan bahasa Belanda corrptie, koruptie. Makna dari kata tersebut tidaklah beda jauh yaitu busuk, bejat, curang, merusak, buruk, tidak suci, tidak jujur, tidak

58 Ahmad Thamyis, “Konsep Pemimpin Dalam Islam (Analisis Terhadap Pemikiran Politik Al-Mawardi) ” (Skripsi, UIN Raden Intan, 2018), 73.

59 Thamyis, Konsep Pemimpin Dalam Islam, 73.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dengan segala rahmat serta karuniaNya sehingga penyusun telah dapat menyelesaikan Tugas Akhir “Pra Rencana

Pengaplikasian nanopartikel perak sebagai indikator kolorimetri keberadaan logam berat menunjukkan bahwa nanopartikel perak yang telah temodifikasi mampu mendeteksi logam analit

Fokus penelitian ini pada aspek tangible dalam pelayanan yang telah dilakukan Pemerintah Kota Bandung dalam penyediaan akses trotoar jalan bagi penyandang

Senyawa uji tangeretin dengan uji in silico memiliki potensi yang kuat dalam aktivitas penghambatan terhadap protein Bcl-xL dan senyawa kaempferol kurang poten dalam

soal dengan menggunakan tahapan pemecahan masalah. • Pada pertemuan kedua siklus II, siswa yang memperhatikan guru menjelaskan masih sekitarn 50% sedangkan

Peneliti melakukan observasi dengan wawancara terhadap guru mata pelajaran fisika tentang pembelajaran yang berlangsung dan masalah-masalah yang sering ditemui oleh

Dari hasil distribusi frekuensi yang telah diolah, hasilnya adalah dari indikator sanksi keterlambatan dan ketidaksesuaian pajak mayoritas jawaban reponden yaitu

masyarakat Mandar di Kecamatan Sendana Kabupaten Majene ialah diantaranya: (1) penentuan calon dilihat dari akhlaknya yang baik (agama); (2) penjajakan dengan maksud