ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Desain Didaktis Luas Permukaan dan Volume
Limas pada Pembelajaran Matematika di SMP. Pada hakikatnya penelitian ini, adalah menyusun desain didaktis luas permukaan dan volume limas berdasarkan
learning obstacle dan learning trajectory. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengetahui learning obstacle yang terkait dengan konsep luas permukaan dan volume limas, mengetahui learning trajectory pada pembelajaran luas permukaan dan volume limas, mengetahui desain didaktis tentang konsep luas permukaan dan volume limas yang mampu mengurangi learning obstacle, mengetahui hasil implementasi desain didaktis khususnya ditinjau dari respon siswa yang muncul serta desain didaktis revisi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan teknik triangulasi antara observasi dan dokumentasi. Hasil identifikasi learning obstacle menunjukkan adanya learning
obstacle yang diakibatkan hambatan epistimologis terkait pemahaman
unsur-unsur limas, aturan luas permukaan dan volume limas dan koneksi luas permukaan dan volume limas dengan konsep matematika yang lain. Sebagai antisipasi agar learning obstacle tersebut tidak terulang kembali, maka disusun suatu desain didaktis awal yang didasarkan learning trajectory yang telah disusun. Analisis terhadap respon siswa selama implementasi desain didaktis awal dapat dijadikan landasan untuk perbaikan desain didaktis selanjutnya. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan desain didaktis ini merupakan salah satu alternatif dalam pembelajaran konsep luas permukaan dan volume limas di SMP kelas VIII sehingga learning obstacle yang ditemukan dapat dikurangi.
Kata kunci : Learning obstacle, learning trajectory, didactical design research
ABSTRACT
The title of this research is “Desain Didaktis Luas Permukaan dan Volume
Limas pada Pembelajaran Matematika di SMP”. This research is motivated to
make didactic design of area and volume of pyramid based on learning obstacles
and learning trajectory. The purpose of this study are to find learning obstacles
experienced by students, learning trajectory about the concept, to make didactic
design, and get the result of didactic design implementation, especially viewed
from emerging student responses, and to make the alternative didactic design. The
method used in this study is qualitative, data collection techniques through
observation, interviews, and documentation study. The learning obstacles
identifications result showed that there are epistimological obstacles about
understanding element of pyramid, the formulas of area and volume of pyramid.,
and connection between area and volume of pyramid with another mathematics
concept. While the anticipation learning obstacle, didactic design are being made
based on learning trajectory. Analyze of student responses at didactic design
implementation can be stepping stone for the alternative design. The result
showed that didactic design can be used as one of the recommendations of
teaching materials of area and volume of pyramid, so the learning obstacle can be
decreased.
Keywords: Learning obstacle, learning trajectory, didactical design research
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Matematika merupakan ilmu yang membutuhkan proses berfikir.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Ruseffendi (Suherman, 2008) bahwa
matematika terbentuk dari hasil pemikiran manusia yang berhubungan dengan
ide, proses dan penalaran. Oleh karena itu dalam memahami konsep
matematika dibutuhkan proses yang mendalam dan penalaran yang tinggi.
Proses tersebut tentu saja tidak dilakukan dalam waktu yang singkat, sehingga
dibutuhkan sebuah persiapan yang matang sebelum menyampaikan konsep
matematika. Persiapan tersebut harus dilakukan oleh guru sebelum proses
pembelajaran. Pembelajaran matematika sering kali ditafsirkan sebagai
kegiatan yang dilaksanakan guru, ia mengenalkan subyek, memberikan satu
atau dua contoh, lalu ia mungkin menanyakan satu atau dua pertanyaan, dan
pada umumnya meminta siswa yang biasanya mendengarkan secara pasif
untuk menjadi aktif dengan mulai mengerjakan latihan yang diambil dari buku
diungkapkan oleh de Lange (Turmudi, 2010). Begitupun hal yang
diungkapkan oleh Silver (Turmudi, 2010) bahwa pada umumnya dalam
pembelajaran matematika, para siswa memperhatikan bagaimana gurunya
mendemonstrasikan penyelesaian soal-soal matematika di papan tulis dan
siswa meniru yang telah dituliskan oleh gurunya. Dalam hal ini, siswa tidak
ikut dilibatkan secara langsung dan tidak ikut belajar berpikir sehingga
pengalaman siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika masih kurang
dan akan membuat pembelajaran yang membosankan bagi siswa tidak
berdasarkan pada karakteristik siswa terutama hambatan belajar yang
dirasakan oleh siswa.
Pembelajaran matematika sebaiknya dilakukan dengan memberi
kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk mencoba menemukan sendiri
melalui bantuan tertentu dari guru. Oleh karena itu, seorang guru harus dapat
menciptakan kondisi belajar yang bermakna dan dapat menyajikan materi
selain karena kurangnya keterlibatan siswa dalam aktivitas belajar dan
berpikir, muncul juga karena dalam proses pembelajaran, siswa memahami
konsep-konsep matematika secara parsial (bagian-bagian), tidak terintegrasi
antara konsep yang satu dengan konsep yang lain. Padahal matematika adalah
ilmu pengetahuan yang dibangun dari variasi topik yang terstruktur sehingga
dalam proses pembelajarannya dilakukan secara berjenjang (bertahap) yaitu
dimulai dari konsep yang mudah menuju konsep yang lebih sukar.
Seorang guru dalam upaya menciptakan proses pembelajaran matematika
seperti itu harus melakukan proses repersonalisasi. Repersonalisasi adalah
melakukan matematisasi seperti yang dilakukan matematikawan, jika konsep
itu dihubungkan dengan konsep sebelum dan sesudahnya. Dengan demikian,
sebelum melakukan pembelajaran seorang guru harus mengkaji konsep
matematika lebih mendalam dilihat dari keterkaitan konsep dan konteks.
Menurut Suryadi (2010) matematika yang hanya dipahami secara tekstual
dari bahan-bahan ajar tertulis saja akan menyebabkan kehilangan makna
proses (doing math) serta konteks. Sehingga jika pembelajaran yang
didasarkan atas pemahaman tekstual saja maka menghasilkan proses belajar
matematika yang minim makna dan konteks serta keberhasilan siswa hanya
diukur dari hasil belajar bukan berdasarkan proses pembelajaran itu sendiri.
Oleh karena itu perencanaan sebelum pembelajaran sangatlah penting agar
proses pembelajaran dapat berjalan dengan efektif.
Kesulitan belajar yang dialami siswa salah satunya terjadi pada konsep
geometri. Asrori (2007: 241) (dalam Dewi, 2014) mengemukakan pelajaran
matematika sering dirasakan sulit oleh siswa sehingga cenderung tidak
disenangi. Bahkan tidak jarang siswa yang memandang pelajaran matematika
sebagai hal yang menakutkan meskipun ada sebagian siswa yang menyenangi
matematika.
Hal ini bisa terjadi karena dalam proses pembelajaran kurang
memperhatikan proses pembelajaran bermakna, seperti yang dikemukakan
oleh Nurela (2013) bahwa kelemahan nyata dalam pembelajaran matematika
yaitu ketidakbermaknaan dalam proses pembelajaran. Tidak bermaknanya
menyampaikan materi pembelajaran sampai siswa bisa menghitungnya saja.
Dalam proses pembelajaran, siswa kurang diberikan motivasi untuk
mengembangkan kemampuan berpikir sehingga siswa hanya diarahkan pada
kemampuan menghafal informasi (Sanjaya, 2010).
Dalam membuat bahan ajar, sebenarnya ada banyak sumber yang dapat
dijadikan sebagai referensi. Misalnya dengan mengobservasi secara langsung
kegiatan pembelajaran, mengamati video-video pembelajaran, membaca
buku-buku teks, jurnal, skripsi ataupun karya ilmiah lainnya. Meskipun demikian
keterbatasan waktu serta akses sering menjadi kendala tersendiri ketika
mencari referensi bahan ajar, sehingga pada akhirnya guru lebih sering
memilih buku teks sekolah sebagai referensi utama dalam membuat bahan
ajar. Salah satu buku teks yang banyak digunakan oleh sekolah yaitu BSE
(Buku Sekolah Elektronik) yang diterbitkan oleh Depdiknas (Departemen
Pendidikan Nasional).
Berikut ini merupakan suatu topik yang terdapat pada buku BSE yang
menjadi referensi guru dalam menyusun bahan ajar terkait konsep luas
[image:5.595.129.515.433.691.2]permukaan dan volume limas.
Gambar 1.1
Gambar 1.2
Proses konstruksi volume limas pada buku BSE 1
Konsep luas permukaan dan volume limas merupakan bagian dari materi
bangun ruang sisi datar yang dipelajari oleh siswa SMP. Konsep luas
permukaan dan volume limas sebenarnya telah dipelajari siswa pada tingkat
Sekolah Dasar (SD), namun pada tingkat SD pada umumnya siswa langsung
diberikan rumus jadi dari konsep luas permukaan dan volume limas. Karena
memang jika mengacu pada level berpikir geometri van Hiele, siswa tingkat
SD masih berada pada level 0 sehingga konsep luas permukaan dan volume
limas cukup diberikan sebagai pengenalan. Namun untuk tingkat SMP sudah
saatnya bagi siswa untuk mengetahui dan memahami proses konstruksi dari
rumus luas permukaan dan volume limas yang pernah diberikan pada tingkat
SD. Sehingga seperti pada buku BSE di atas, konsep luas permukaan dan
volume limas tidak hanya diberikan rumus jadinya saja tetapi juga beserta
Bersumber pada buku BSE di atas guru menyusun bahan ajar yang terdiri
atas alat peraga dan lembar kerja siswa (LKS). Alat peraga yang digunakan
berupa 6 buah limas persegi, tepat seperti dalam buku BSE. Tujuan dari
penggunaan alat peraga adalah untuk menunjukkan kepada siswa bahwa
jumlah 6 buah volume limas sama dengan volume sebuah kubus. Selanjutnya
dengan menggunakan LKS siswa diajak untuk mengkonstruksi rumus volume
limas. LKS tersebut berisi mengenai langkah-langkah dalam mengkonstruksi
volume limas. Langkah-langkah konstruksi pada LKS tersebut sebenarnya
sama seperti pada buku BSE, namun memang tidak diberikan secara langsung
melainkan bertahap, sehingga ada beberapa bagian yang harus ditemukan
sendiri oleh siswa.
Langkah-langkah konstruksi luas permukaan dan volume limas pada LKS
mengikuti langkah pada buku BSE disebabkan karena guru belum
menemukan alternatif pembelajaran lainnya. Guru menyadari kegiatan
pembelajaran kurang optimal karena dalam mengerjakan LKS pada umumya
siswa langsung melihat buku BSE, sehingga eksplorasi yang dilakukan siswa
sangat sedikit. Melihat respon siswa yang cenderung pasif membuat kegiatan
pembelajaran tidak begitu difokuskan pada proses konstruksi luas permukaan
dan volume limas melainkan pada hasil akhirnya (Sarah, 2014).
Buku BSE yang dapat dijadikan referensi sebenarnya tidak hanya satu,
selain buku BSE di atas Depdiknas juga mengeluarkan beberapa buku BSE
lainnya. Berikut ini merupakan gambaran proses konstruksi volume limas dari
Gambar 1.3
[image:8.595.121.503.86.317.2]Proses konstruksi luas permukaan limas pada buku BSE 2 dan 3
Gambar 1.4
[image:8.595.115.506.360.682.2]Langkah-langkah yang digunakan dalam proses konstruksi volume limas
pada tiga buku BSE di atas memang tidak sama. Akan tetapi sebenarnya ide
yang digunakan dalam proses konstruksi volume limasnya itu hampir sama.
Selain itu persamaan lainnya yaitu ketiga buku tersebut sama-sama
menggunakan sifat-sifat operasi aljabar dalam setiap langkah konstruksinya.
Tanpa dihubungkan dengan benda konkretnya siswa dituntut untuk
menggunakan sifat-sifat aljabar secara abstrak. Artinya untuk memahami
proses konstruksi volume limas pada buku-buku BSE tersebut kemampuan
aljabar siswa harus sudah sampai pada tahap operasi formal. Sesuai dengan
teori yang dikemukakan Piaget, siswa kelas VIII SMP seharusnya memang
sudah berada pada tahap operasi formal. Namun berdasarkan kajian yang
dilakukan oleh Usdiyana (2011, hlm. 1) menunjukkan bahwa kenyataannya
siswa SMP di Indonesia umumnya masih berada pada tahap operasi konkrit.
Kemampuan berpikir yang diperlukan dalam konstruksi luas permukaan
dan volume limas pada buku BSE ternyata tingkatannya lebih tinggi dibanding
dengan kemampuan yang dimiliki siswa. Hal tersebut menunjukkan bahwa
kegiatan konstruksi luas permukaan dan volume limas pada buku kurang
sesuai dengan perkembangan alami siswa.
Selanjutnya Sanjaya (2010) mengemukakan guru yang kurang baik
(kurang profesional) manakala ia tidak memahami tentang materi yang
diajarkannya. Ketidakpahaman tentang materi pelajaran biasanya ditunjukkan
dengan perilaku-perilaku tertentu, misalnya teknik penyampaian materi
pelajaran yang monoton, ia lebih sering duduk di kursi sambil membaca,
suaranya lemah, tidak berani melakukan kontak mata dengan siswa, miskin
dengan ilustrasi dan lain-lain. Perilaku guru yang demikian bisa menyebabkan
hilangnya kepercayaan pada diri siswa, sehingga guru akan sulit
mengendalikan kelas.
Berdasarkan uaraian di atas, perencanaan pembelajaran matematika
sangatlah penting. Perencanaan tersebut tertuang dalam desain didaktis yang
mempertimbangkan learning obstacle yaitu hambatan yang terjadi dalam
agar hambatan belajar yang dialami oleh siswa tidak ditemukan kembali atau
tidak dirasakan kembali oleh siswa.
Jika kesulitan belajar siswa tersebut dibiarkan, maka tujuan pembelajaran
tidak akan tercapai dengan baik. Untuk mengatasi kesulitan tersebut, siswa
memerlukan bantuan, baik dalam mencerna bahan pengajaran maupun dalam
mengatasi hambatan-hambatan lainnya. Kesulitan belajar siswa harus dapat
diketahui dan dapat diatasi sedini mungkin, sehingga tujuan instruksional
dapat tercapai dengan baik. Di sinilah peran guru sebagai pendidik dan
fasilitator pendidikan sangat diperlukan. Seorang guru dituntut untuk selalu
mengembangkan diri dalam pengetahuan matematika maupun pengelolaan
proses belajar mengajar. Selain itu, guru juga harus mempunyai kemampuan
untuk mendiagnosis kesulitan siswa. Artinya, ia bukan saja harus dapat
menganalisis bahan pelajaran yang disampaikannya, tetapi juga berbagai
kesulitan yang mungkin dialami siswa dalam menerima pelajaran yang
disampaikan. Hal yang penting dari sebuah pembelajaran adalah bahan ajar
untuk siswa. Karena pada hakekatnya, sebagus apapun penyampaian atau
metode pembelajaran yang digunakan oleh seorang guru, bila terdapat
kesalahan konsep pada bahan ajarnya, maka akan berdampak besar.
Oleh karena itu, dalam membuat suatu bahan ajar yang dapat diserap
secara utuh oleh siswa, perlu dianalisis terlebih dahulu hambatan-hambatan,
yang kemudian disebut dengan learning obstacles. Dalam hal ini yang lebih
dispesifikan adalah hambatan epistimologis yang menurut Duroux (Suryadi,
2010: 9) merupakan pengetahuan seseorang yang hanya terbatas pada konteks
tertentu. Melihat situasi saat ini, mungkin selama ini telah terbentuk hambatan
belajar bagi peserta didik. “Barangkali selama ini anak tidak belajar, hanya
sebatas hadir di kelas. Kenyataan tersebut menyiratkan bahwa menciptakan
situasi belajar bagi peserta didik memerlukan kerangka pikir yang utuh”
(Suratno, 2009: 2).
Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya sebuah desain bahan ajar
yang memperhatikan berbagai respon siswa yang muncul. Desain ini disebut
sebagai desain didaktis. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suryadi (2005)
tidak langsung, yang menyatakan bahwa terdapat dua hal mendasar yang perlu
pengkajian serta penelitian lebih lanjut dan mendalam yaitu hubungan
siswa-materi dan hubungan guru-siswa. Dengan demikian, untuk menjadi guru yang
profesional, khususnya guru matematika harus melakukan proses berpikir
dalam konteks kurikulum dan pembelajaran. Proses berpikir ini terjadi pada
tiga fase yaitu sebelum pembelajaran, pada saat pembelajaran berlangsung dan
setelah pembelajaran. Sebelum pembelajaran berlangsung, guru harus
memikirkan cara untuk mendorong terjadinya situasi belajar yang optimal
ketika pembelajaran melalui proses pengembangan situasi didaktis yang
kemudian dikenal sebagai Analisis Didaktik dan Pedagogis (ADP). ADP pada
hakekatnya adalah sintesis hasil pemikiran guru berdasarkan berbagai
kemunkinan yang diprediksi akan terjadi pada peristiwa pembelajaran
(Suryadi,2010). Kemudian ketika pembelajaran berlangsung, guru juga harus
memperhatikan urutan penyampaian materi. Urutan penyampaian materi ini
akan berpengaruh terhadap proses berpikir dan pemahaman siswa. Guru harus
memilih urutan penyampaian materi yang tepat dalam pembelajaran
matematika, yang kemudian disebut sebagai learning trajectory. Learning
trajectory adalah langkah-langkah yang dipilih oleh seorang guru untuk
menyampaikan suatu materi (konsep) kepada siswa. Menurut Clements dan
Sarama (2009: 5) (dalam Dewi, 2014) “learning trajectories describe the goals of learning, the thinking and learning processes of children at various
levels, and the learning activities in which they might engage”. Dalam hal ini,
learning trajectory jelas memperhatikan tingkatan berpikir siswa.
Learning trajectory dan learning obstacle adalah dua hal yang saling
berkaitan sebagai acuan untuk melaksanakan proses pembelajaran
matematika. Ketika mengajar guru harus memperhatikan kesulitan belajar
yang dialami siswa dan menyampaikan materi dengan memikirkan urutan
penyampaiannya. Kedua hal tersebut dapat disusun dalam sebuah desain
pembelajaran (bahan ajar) berdasarkan situasi didaktis yang telah dipikirkan
sebelumnya. Penyusunan desain didaktis ini juga disusun berdasarkan
repersonalisasi dan rekontekstualisasi yang dilakukan terlebih dahulu untuk
Berdasarkan paparan tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengkaji
bagaimanakah desain didaktis yang sesuai dengan karakteristik siswa SMP
kelas VIII sekaligus dapat mengatasi kesulitan yang sebelumnya
teridentifikasi. Desain didaktis ini diharapkan dapat mengurangi learning
obstacles yang telah ada sebelumnya. Oleh karena itu peneliti mengangkat
judul, “Desain Didaktis Luas Permukaan dan Volume Limas pada
Pembelajaran Matematika di SMP”.
B. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasasarkan uraian pada latar belakang, maka rumusan masalah dari
penelitian ini sebagai berikut :
1. Apa saja learning obstacle yang bisa diidentifikasi terkait luas permukaan
dan volume limas ?
2. Masalah apa saja yang teridentifikasi dalam pembelajaran konsep luas
permukaan dan volume limas?
3. Bagaimana bentuk desain didaktis awal berdasarkan analisis masalah yang
terdapat dalam pembelajaran konsep luas permukaan dan volume limas?
4. Bagaimana implementasi desain didaktis ditinjau dari respon siswa yang
muncul?
5. Bagaimana hasil implementasi desain didaktis awal berdasarkan analisis
masalah yang terdapat dalam pembelajaran konsep luas permukaan dan
volume limas?
6. Bagaimana bentuk desain didaktis revisi konsep luas permukaan dan
volume limas berdasarkan analisis terhadap hasil implementasi?
C. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Penyusunan desain didaktis awal konsep luas permukaan dan volume
2. Penyusunan desain didaktis konsep luas permukaan dan volume limas
didasarkan pada learning trajectory dan learning obstacle.
3. Pengukuran keberhasilan implementasi desain didaktis ditinjau
berdasarkan pada proses berpikir siswa.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
sebagai berikut :
1. Mengetahui learning obstacle yang bisa diidentifikasi terkait luas
permukaan dan volume limas.
2. Mengidentifikasi masalah yang terdapat dalam pembelajaran konsep luas
permukaan dan volume limas.
3. Membuat bentuk desain didaktis awal konsep luas permukaan dan volume
limas berdasarkan analisis masalah yang terdapat dalam pembelajaran
konsep luas permukaan dan volume limas.
4. Mengetahui implementasi desain didaktis awal ditinjau dari respon siswa
yang muncul.
5. Mengetahui hasil implementasi desain didaktis alternatif berdasarkan
analisis masalah yang terdapat dalam pembelajaran konsep luas
permukaan dan volume limas.
6. Membuat bentuk desain didaktis revisi konsep luas permukaan dan
volume limas berdasarkan analisis terhadap hasil implementasi.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan diperoleh dari penelitian ini sebagai
berikut :
1. Bagi siswa, diharapkan dapat membantu untuk lebih memahami konsep
luas permukaan dan volume limas.
2. Bagi guru, diharapkan melalui desain didaktis dapat menciptakan
pembelajaran matematika yang sesuai dengan learning trajectory siswa.
3. Bagi peneliti, diharapkan dapat membuat desain didaktis alternatif konsep
F. Definisi Operasional
Berikut ini merupakan istilah-istilah operasional yang digunakan.
1. Learning trajectory adalah lintasan belajar siswa dalam mencapai suatu
tujuan atau kemampuan tertentu yang dikembangkan melalui serangkaian
kegiatan pembelajaran.
2. Learning Obstacle adalah hambatan yang terjadi dalam pembelajaran.
Learning obstacle yang dimaksud adalah yang bersifat epistimologis yaitu
terkait dengan perbedaan konteks, dimana seseorang hanya memahami
suatu materi yang terbatas pada konteks tertentu saja, sehingga saat
dihadapkan dengan konteks yang berbeda maka akan mengalami
kesulitan.
3. Desain didaktis merupakan rancangan situasi didaktis yang
memperhatikan prediksi respon siswa disertai dengan antisipasinya.
Desain didaktis dikembangkan sesuai dengan konsep matematika yang
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metodologi dan Desain Penelitian
Fokus dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji dan menyusun desain
didaktis berdasarkan learning trajectory dan learning obstacle pada
pembelajaran matematika mengenai konsep luas permukaan limas dan volume
limas. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Metode ini
dipilih karena untuk menyusun desain didaktis membutuhkan kajian
mendalam terhadap keseluruhan proses pembelajaran dan proses berpikir
siswa, sehingga dibutuhkan suatu metode yang dapat mengungkapkan secara
rinci gejala atau fenomena yang sulit jika diungkapkan dengan menggunakan
metode kuantitatif. Seperti yang dijelaskan oleh Nasution (dalam
Nursyahidah, 2013, hlm. 54) bahwa pada hakikatnya penelitian kualitatif
merupakan kegiatan mengamati orang dalam lingkungan hidupnya,
berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran tentang
dunia sekitarnya.
Penelitian Desain Didaktis (Didactical Design Research) ini menurut
Suryadi (2010, hlm. 74) terdiri atas tiga tahap, yaitu analisis situasi didaktis
sebelum pembelajaran, analisis metapedadidaktik, analisis retrosfektif. Berikut
ini penjabaran secara lebih rinci atas tiga tahapan tersebut.
1. Tahap analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran.
a. Memilih konsep matematika yang akan dijadikan materi dalam
penelitian.
b. Mempelajari literatur yang mengkaji mengenai konsep yang telah
dipilih.
c. Menganalisis materi dan berdiskusi dengan dosen yang berpengalaman.
d. Melakukan repersonalisasi dari konsep yang telah dipilih.
e. Menganalisis buku teks yang digunakan dalam pembelajaran disekolah.
g. Menyusun dan mengkonsultasikan desain didaktis awal yang telah
dibuat kepada para ahli dibidangnya.
2. Tahap analisis metapedadiktik.
a. Melakukan implementasi desain didaktis awal.
b. Menganalisis hasil implementasi desain didaktis awal.
3. Tahap analisis retrosfektif.
a. Menganalisis antara desain didaktis awal dengan hasil implementasi
desain didaktis awal.
b. Menyusun desain didaktis baru.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yaitu siswa SMP kelas VIII SMP Negeri 1 Kota Cimahi.
Dalam penelitian ini desain didaktis yang akan dibuat adalah mengenai konsep
luas permukaan dan volume limas.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
triangulasi. Menurut Sugiyono (2013), triangulasi diartikan sebagai teknik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik
pengumpulan data dan sumber daya yang telah ada. Triangulasi merupakan
gabungan dari data yang diperoleh melalui identifikasi learning obstacle,
implementasi desain didaktis, observasi dan dokumentasi.
Identifikasi learning obstacle dilakukan untuk mengideintifikasi learning
obstacle yang muncul terkait konsep luas permukaan dan volume limas.
Implementasi desain didaktis dilakukan untuk mengetahui respon siswa
terhadap desain didaktis yang telah disusun. Peneliti juga melakukan observasi
langsung dengan melakukan pengamatan pada subjek penelitian. Observasi
dilakukan untuk memperoleh informasi tambahan yang berkaitan dengan
pengumpulan data yang juga digunakan sebagai pelengkap dari teknik
pengumpul data lainnya.
D. Instrumen Penelitian
Menurut Moleong (Asmani dalam Istiqomah, 2012) instrumen penelitian
pada metode kualitatif adalah catatan lapangan dan peneliti sebagai instrumen
itu sendiri. Oleh karena itu salah satu peranan peneliti sebagai instrumen yaitu
dalam menetapkan fokus penelitian, saat proses pengumpulan data, analisis
data dan membuat kesimpulan atas semuanya. Selain itu untuk memperoleh
data yang diperlukan dalam penelitian disusun instrumen penelitian yang
berupa soal tes learning obstacle dan desain didaktis yang dikembangkan
berdasarkan hasil uji learning obstacle dan analisis learning trajectory serta
dikaitkan dengan teori belajar yang relevan.
E. Teknik Analisis Data
Menurut Paton (Asmani dalam Istiqomah, 2012) analisis data merupakan
proses mengatur urutan data, mengorganisasikan data dan
mengkategorikannya. Selanjutnya menurut Miles dan Huberman (Sugiyono,
2013), aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data,
yaitu data reduction, data display, dan conclusion/verification.
1. Data reduction atau data reduksi adalah merangkum, memilih hal yang
pokok, memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan polanya yang
kemudian membuang yang dianggap tidak diperlukan dalam penelitian.
Data yang diperoleh dari lapangan sangat banyak sehingga perlu diteliti
dan diperinci menjadi data reduksi sehingga data tersebut memberi
gambaran yang lebih jelas dan memudahkan dalam pengumpulan data
selanjutnya. Data yang telah terkumpul dari hasil uji learning obstacle dan
catatan lapangan peneliti dirangkum dan diklasifikasikan sesuai masalah
yang diteliti yakni desain didaktis terkait luas permukaan dan volume
2. Data Display atau penyajian data, tujuannya agar data terorganisasi dan
tersusun dalam pola hubungan yang jelas sehingga data semakin mudah
dipahami. Dalam tahap ini data learning obstacle dan gambaran learning
obstacle disajikan secara kuantitas deskriptif, yaitu dalam bentuk tabel dan
presentase berdasarkan hasil tes, adapun aspek-aspek yang diteliti sesuai
identifikasi penelitian. Sementara itu data penelitian kajian desain didaktis
akan disajikan secara kualitatif berdasarkan hasil observasi dan
dokumentasi.
3. Conclusion / verification yaitu penarikan kesimpulan berdasarkan data
yang telah diperoleh di lapangan untuk mendapatkan jawaban dari
rumusan masalah penelitian. Setelah data terkumpul, analisis akan
dilakukan dengan cara induktif, mendekatkan data dan temuan pada teori
landasan.
Langkah-langkah analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Mengumpulkan seluruh informasi yang diperoleh selama penelitian.
2. Menganalisis seluruh informasi yang diperoleh selama penelitian.
3. Menguraikan secara terperinci mengenai hal-hal yang muncul ketika
proses implementasi.
4. Mencari hubungan antara beberapa ketegori.
5. Menemukan dan menetapkan pola atas dasar data aslinya.
6. Melakukan interpretasi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis dari hasil implementasi dan pembahasan yang telah
dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. learning obstacle yang teridentifikasi terkait konsep luas permukaan dan
volume limas yaitu hambatan epistimologis terkait pemahaman unsur – unsur
limas, aturan luas permukaan dan volume limas dan koneksi luas permukaan
dan volume limas dengan konsep matematika lain.
2. Permasalahan yang teridentifikasi dalam konsep luas permukaan dan
volume limas pada buku teks matematika yaitu tidak adanya aksi untuk
beberapa ide utama pada langkah konstruksi luas permukaan dan volume
limas, sehingga membuat learning trajectory konstruksi luas permukaan dan
volume limas pada buku menjadi terlalu loncat. Selain itu, penggunaan proses
aljabar dalam mengkonstruksi luas permukaan dan volume limas kurang
sesuai dengan kemampuan berpikir siswa SMP yang masih berada pada level
berpikir konkret.
3. Desain didaktis awal konsep luas permukaan dan volume limas dimulai
dengan proses konstruksi luas permukaan dan volume limas persegi,
konstruksi luas permukaan dan volume limas segitiga dan terakhir formulasi
rumus luas permukaan dan volume limas. Pada desain didaktis ini, dalam
mengkonstruksi luas permukaan dan volume limas penulis menggunakan
bantuan alat peraga untuk menyesuaikan dengan level berpikir konkret siswa
SMP.
4. Pada saat implementasi desain didaktis terdapat beberapa kesulitan utama
yang dialami siswa yaitu pertama, pada proses konstruksi luas permukaan dan
volume limas persegi, siswa mengalami kesulitan pada saat menentukan
hubungan antara luas persegi dan luas segitiga, hubungan antara volume limas
waktu yang cukup lama. Kedua, pada proses konstruksi luas permukaan dan
volume limas segitiga, siswa mengalami kesulitan pada saat menentukan alas
serta sisi tegak dan pada saat menghitung volume bangun prisma, meskipun
demikian kesulitan ini dapat diatas dengan antisipasi yang dilakukan penulis.
Sedangkan pada proses formulasi luas permukaan dan volume limas, kegiatan
pembelajaran dapat berjalan dengan lancar. Artinya aksi-aksi yang diberikan
mampu membantu siswa dalam mengkonstruksi volume limas.
5. Berdasarkan hasil implementasi ternyata desain didaktis awal yang disusun
mampu mengatasi permasalahan yang terjadi dalam konstruksi luas
permukaan dan volume limas. Learning trajectory yang disusun mampu
membantu siswa dalam proses konstruksi luas permukaan dan volume limas.
Selain itu, alat peraga yang digunakan cukup membantu proses konstruksi luas
permukaan dan volume limas.
6. Perubahan yang terdapat pada desain didaktis revisi yaitu situasi didaktis
menghitung volume kubus digantikan dengan situasi didaktis mengenai
perbandingan pada bangun ruang, kemudian situasi didaktis menghitung
volume prisma menjadi diberikan sebelum situasi didaktis konstruksi volume
limas segitiga, lalu situasi didaktis permasalahan volume limas segitiga
berubah dari 2 situasi didaktis menjadi 1 situasi didaktis.
B. Saran
Saran kepada peneliti berikutnya yang berminat untuk melakukan
penelitian ini sebagai rujukan, yaitu :
1. Sebaiknya ada tahap pra-implementasi untuk menambah pengalaman serta
pengetahuan peneliti mengenai kondisi pembelajaran sebenarnya di lapangan.
Respon yang diberikan siswa pada saat pra-implementasi dapat menjadi
masukan yang sangat berharga dalam memperbaiki desain didaktis yang telah
dirancang sehingga desainnya dapat semakin efektif.
2. Sebelum melakukan implementasi sebaiknya dipastikan terlebih dahulu
materi prasyarat tidak memungkinkan untuk diberikan pada saat
pembelajaran, salah satu alternatif yang dapat dilakukan yaitu dengan
menjadikannya sebagai tugas.
3. Pemberian antisipasi respon dapat dilakukan dalam diskusi kelas namun
sebelumnya pastikan terlebih dahulu bahwa jawaban setiap siswa telah
diperiksa, sehingga setiap respon dapat diantisipasi.
4. Sebaiknya ada uji coba terhadap desain didaktis revisi untuk mengetahui
DAFTAR PUSTAKA
Abdussakir. (2011). Pembelajaran Geometri Sesuai Teori van Hiele.
.[Online].Tersedia:Http://Abdussakir.Wordpress.Com/2011/02/0/Pembe
lajaran-Geometri-Sesuai-Teori-Van-Hiele-Lengkap/.[18 Februari 2011].
Agustina, N. (2011). Learning obstacle terkait kemampuan problem solving pada
konsep kubus. Karya ilmiah. Bandung: Tidak diterbitkan.
Basrowi dan Suwandi. (2008). Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka
Cipta.
Dahar, R. W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta : Erlangga.
Dewi, N. dan Wahyuni, T. (2008) Matematika Konsep dan Aplikasinya : untuk
SMP Kelas VIII. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan
Nasional.
Haniago, Defri Achmad .(2009). Teori Belajar Ausubel .[Online]. Tersedia:
Http://Id.Shvoong.Com/Exact-Sciences/1959737-Teori-Belajar-Ausubel/.[24 Mei 2011].
Istiqomah, D 2012. Desain Didaktis Konsep Perbandingan Segmen Garis pada
Pembelajaran Matematika SMP. Skripsi UPI Bandung: tidak
diterbitkan.
Sarah, siti 2014. Desain Didaktis volume limas pada Pada Pembelajaran
Matematika Sekolah Menengah Pertama Berdasarkan Learning
Trajectory. Skripsi UPI Bandung: tidak diterbitkan.
Siti, Lusi 2012. Desain Didaktis Konsep Luas Permukaan dan Volume Prisma
dalam Pembelajaran Matematika SMA. Skripsi. UPI Bandung: tidak
diterbitkan.
Khotimah, H. (2013) Meningkatkan Hasil Belajar Geometri dengan Teori Van
Krisyanto. (2007). Pembelajaran Matematika Berdasar Teori Belajar Van Hiele.
[Online].Tersedia: Http://Kris-21.Blogspot.Com/2007/12/Pembelajaran
Matematika-Berdasar-Teori.Html. [24 Mei 2011].
Suherman, Erman. (2008). Belajar dan Pembelajaran Matematika. Hands-Out
Perkuliahan. Bandung: tidak diterbitkan.
Sulistiawati. (2012) Pengembangan Desain Didaktis Bahan Ajar Penalaran
Matematis pada Materi Luas dan Volume Limas. Tesis : Tidak
diterbitkan.
Suratno, Tatang. Memahami Kompleksitas Pengajaran-Pembelajaran dan
Kondisi Pendidikan Dan Pekerjaan Guru. [Online]. Tersedia:
http://The2the.Com/Eunice/Document/Tsuratno Complex
Syndrome.Pdf. [21 Februari 2011].
Suryadi, Didi. (2010). Metapedidaktik dan Didactical Design Research (DDR)
:Sintesis hasil Pemikiran Berdasarkan Lesson Study, dalam teori,
paradigm, prinsip dan pendekatan Pembelajaran MIPA dalam konteks
Indonesia. Bandung: FPMIPA UPI.
Suryadi, Didi., dkk (2010). Model Antisipasi dan Situasi Didaktis pada
Pembelajaran Matematika Kombinatorik Berbasis Pendekatan Tidak
Langsung.[Online].Tersedia:http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR.
_PEND._MATEMATIKA/195802011984031-DIDI_SURYADI/DIDI-24.pdf. [28 Desember 2011]
Suryadi, Didi. (2011) Landasan Teoritik Pembelajaran Berpikir Matematik.
[Online]. Tersedia di : http://didi-suryadi.staf.upi.edu/tulisan/ . [23