• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH JAJARGENJANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH JAJARGENJANG PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP)."

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

Maya Evayanti, 2013

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH JAJARGENJANG

PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

(SMP)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

MAYA EVAYANTI 0907027

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

DESAIN DIDAKTIS KONSEP LUAS DAERAH JAJARGENJANG PADA

PEMBELAJARAN MATEMATIKA SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

(SMP)

Oleh Maya Evayanti

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Evayanti Maya 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

(3)
(4)

ABSTRAK

Maya Evayanti, (0907027). Desain Didaktis Konsep Luas Daerah Jajargenjang pada Pembelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya learning obstacle yang dialami siswa, khususnya yang bersifat epistemologis pada konsep luas daerah jajargenjang. Adapun beberapa jenis learning obstacle tersebut diantaranya terkait conceptual, visualization, construction, structural, dan connection. Berdasarkan hal tersebut, serta ditambah dengan teori-teori belajar yang relevan, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menyusun sebuah desain didaktis pada konsep luas daerah jajargenjang yang efektif. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan desain penelitian berupa Penelitian Desain Didaktis (Didactical Design Research). Teknik pengumpulan data yang dilakukan, yaitu pengujian instrumen, wawancara, observasi, dan dokumentasi. Responden dalam penelitian ini adalah siswa pada jenjang SMP kelas VII sebanyak 37 siswa. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa desain didaktis ini terdiri dari tiga tahapan utama dalam desain didaktis, yaitu kegiatan awal (apersepsi), kegiatan inti (utama), dan kegiatan akhir (penutup). Desain didaktis ini dapat meminimalisir learning obstacle dan dapat meningkatkan kemampuan siswa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa desain didaktis konsep luas daerah jajargenjang efektif sebagai salah satu alternatif bahan ajar yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran.

(5)

Maya Evayanti, 2013

ABSTRACT

Maya Evayanti, (0907027). Desain Didaktis Konsep Luas Daerah Jajargenjang pada Pembelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama (SMP)

This research is talk about learning obstacle by students, especially those in the epistemological concept of the area parallelogram. There are many kinds of learning obstacle; learning obstacle about conceptual, visualization, construction, structural, and connection. Based on learning obstacle and some of theories that are relevant, so the purpose of this research is to develop a didactical design concept of the area of parallelogram. A qualitative method was used in this research. The research design in this research was Didactical Design Research. Data qualitative were collected from the testing instrument, interviews, observation, and documentation. Respondents in this research were 37 students in 7th grade at the junior high school. The results of this research, the didactical design consists of three main stages; the beginning activities (apperception), the main activities (primary), and the final activity (cover). The result analyses showed that didactical design can minimize learning obstacle and can improve the abilities of students. It can be concluded that the didactical design concept of the area parallelogram is effective for being one of an alternative teaching materials that can be used in the learning process.

(6)

vi

E. Struktur Organisasi Skripsi ………... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……… 9

A. Learning Obstacle ……… 9

B. Didactical Design Research ……….9

C. Teori-teori Belajar yang Relevan ………. 11

D. Hasil Penelitian yang Relevan ……….. 21

E. Anggapan Dasar ………... 22

(7)

vii Maya Evayanti, 2013

BAB III METODE PENELITIAN ……… 24

A. Metode dan Desain Penelitian ……….. 24

G. Analisis Efektivitas Desain Didaktis ……… 30

H. Uji Keabsahan Data ……….. 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……….. 33

A. Analisis Situasi Didaktis Sebelum Pembelajaran ………. 33

1. Learning Obstacle awal pada Konsep Luas Daerah Jajargenjang ……… 33

2. Desain Didaktis Konsep Luas Daerah Jajargenjang …….. 56

a. Alur Pembelajaran pada Desain Didaktis Konsep Luas Daerah Jajargenjang ………. 56

b. Pengembangan Desain Didaktis Konsep Luas Daerah Jajargenjang berdasarkan Learning Obstacle……….. 61

c. Kompetensi Matematika yang dapat Dikembangkan melalui Desain Didaktis Konsep Luas Daerah Jajargenjang ………. 80

B. Analisis Implementasi Desain Didaktis Konsep Luas Daerah Jajargenjang ………. 85

C. Analisis Retrosfektif ………...………. 100

1. Identifikasi Learning Obstacle akhir pada Konsep Luas Daerah Jajargenjang ………... 100

(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suryadi (Kompas, 21/01/2010) menyatakan bahwa “praktik pendidikan di Tanah Air seolah telah melawan arus global”. Pernyataan tersebut didukung dengan fenomena saat ini, yaitu saat sistem pendidikan di luar negeri sibuk mempersiapkan siswa-siswanya menjadi seorang problem solver bagi kehidupannya sehari-hari, tetapi sistem pendidikan di Indonesia hanya mempersiapkan siswanya menjadi seorang penghapal dan penjawab soal-soal ujian.

Fenomena mempersiapkan siswa menjadi seorang penghapal dan penjawab soal-soal pun dirasa benar adanya, jika dilihat dari segi proses pembelajaran matematika secara umum yang masih sering terjadi saat ini. Suryadi (2005:2) menyatakan bahwa secara umum pembelajaran matematika masih terdiri atas rangkaian kegiatan sebagai berikut: awal pembelajaran dimulai dengan sajian masalah oleh guru, selanjutnya dilakukan demonstrasi penyelesaian masalah tersebut, dan terakhir guru meminta siswanya untuk melakukan latihan penyelesaian soal-soal. Tidak jauh berbeda, de Lange (Turmudi, 2010:2) juga mengungkapkan prototipe pembelajaran matematika di negeri ini, bahwa pembelajaran (matematika) seringkali ditafsirkan sebagai kegiatan yang dilaksanakan guru dalam mengenalkan subjek, memberikan contoh, lalu mungkin menanyakan satu atau dua pertanyaan, dan pada umumnya meminta siswa yang mendengarkan secara pasif untuk menjadi aktif dengan mengerjakan latihan soal dari buku. Adapula pendapat Silver (Turmudi, 2010:3) yang menyatakan bahwa pembelajaran matematika pada

(9)

2

Maya Evayanti, 2013

(10)

didasarkan atas pemahaman tekstual dan pembelajaran matematika yang melalui proses repersonalisasi dan rekontekstualisasi. Pembelajaran matematika yang hanya didasarkan atas pemahaman tekstual, yakni pemahaman dari bahan-bahan ajar tertulis seperti buku atau jurnal. Proses pembelajaran yang hanya didasarkan atas pemahaman tekstual berlangsung seperti fenomena pembelajaran matematika secara umum yang telah dipaparkan sebelumnya, sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa proses pembelajaran tersebut akan menghasilkan proses belajar matematika yang

miskin makna dan konteks. Selain itu, proses pembelajaran matematika tersebut juga memungkinkan penyebab terjadinya kesulitan (learning obstacle) dalam proses pembelajaran. Sedangkan pembelajaran matematika yang melalui proses repersonalisasi dan rekontekstualisasi, yaitu pemahaman yang tidak hanya berdasarkan pemahaman tekstual saja, namun melalui proses repersonalisasi dan rekontekstualisasi terlebih dahulu. Suryadi (2010:6) menyatakan bahwa seorang matematikawan yang menghasilkan suatu konsep yang tertulis sederhana sebenarnya melalui proses eksplorasi yang panjang, namun proses eksplorasi berupa pengalaman personal serta konteks tersebut dihilangkan atau direduksi, termasuk sejumlah kegagalan yang sering dialami para matematikawan tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa proses repersonalisasi dan rekontekstualisasi adalah proses pemahaman suatu konsep dengan cara mengeksplorasi kembali kemungkinan pengalaman personal serta konteks yang dialami matematikawan dalam menemukan suatu konsep. Pengalaman personal serta konteks yang dialami matematikawan bisa jadi merupakan suatu kesulitan yang dialami siswa dalam proses pembelajaran, sehingga apabila seorang guru melakukan proses repersonalisasi dan rekontekstualisasi terlebih dahulu akan menghasilkan bahan ajar yang sesuai untuk mengatasi kesulitan (learning obstacle) dalam proses pembelajaran.

Learning obstacle merupakan hambatan atau kesulitan-kesulitan yang terjadi dalam proses pembelajaran. Terdapat tiga faktor penyebab adanya

(11)

Maya Evayanti, 2013

hambatan didaktis (akibat pengajaran guru) dan hambatan epistimologis (pengetahuan siswa yang memiliki konteks aplikasi yang terbatas). Learning obstacle dalam proses pembelajaran seharusnya segera diantisipasi, terutama

learning obstacle pada hambatan epistimologis. Menurut Duroux (Suryadi, 2010:14), epistimological obstacle pada hakekatnya merupakan pengetahuan seseorang yang hanya terbatas pada konteks tertentu. Jika orang tersebut dihadapkan pada konteks berbeda, maka pengetahuan yang dimilikinya menjadi tidak bisa digunakan atau dia akan mengalami kesulitan untuk

menggunakannya.

Salah satu materi yang cukup penting pada pembelajaran matematika adalah geometri. Van de Walle (2008:149) menyatakan bahwa pada awalnya geometri merupakan bab yang sering dilewatkan atau ditempatkan di akhir tahun ajaran. Namun sekarang, geometri merupakan bagian dari kurikulum di hampir setiap Negara bagian dan daerah.

Pada materi geometri dimensi dua, terdapat subtopik konsep luas daerah jajargenjang yang wajib dipelajari oleh siswa, khususnya siswa kelas VII semester II. Namun pada kenyataannya, tidak sedikit guru yang menganggap bahwa materi konsep luas daerah jajargenjang merupakan materi yang mudah. Anggapan tersebut kemudian berakibat pada kesiapan guru dalam mempersiapkan bahan ajar. Banyak guru yang mempersiapkan dan memberikan bahan ajar hanya berdasarkan pemahaman tekstual, sehingga penguasaan konsepnya pun tidak utuh, miskin makna dan konteks. Hal ini didukung oleh penelitian Fujita, T dan Jones, K (2006) yang dilakukan kepada 105 guru pada bulan Februari 2006 di Inggris. Pada penelitian ini ditemukan bahwa masih banyak guru yang memiliki kesulitan pada konsep jajargenjang. Salah satu hasil pengerjaan guru yang masih memiliki kesulitan

(12)

Gambar 1.1 Soal Penelitian Fujita, T dan Jones, K (2006)

Hampir setengah dari guru yang diteliti masih kesulitan dalam mengidentifikasi suatu jajargenjang, mereka masih menganggap bahwa

jajargenjang adalah hanya gambar 1, 6, 9, dan 14. Oleh karena itu, Fujita, T dan Jones, K (2006) berkesimpulan bahwa hanya sedikit guru yang memiliki pengetahuan utuh mengenai konsep jajargenjang dan bagaimana menggunakan konsep jajargenjang untuk menyelesaikan masalah yang relevan.

(13)

Maya Evayanti, 2013

Gambar 1.2 Soal Penelitian Awal Evayanti (2012)

Siswa langsung mengidentifikasi bahwa alas adalah sisi jajargenjang yang berada di bawah (QR) dan tinggi adalah sisi lain jajargenjang yang vertical (SR). Kesalahan ini kemudian berdampak pada kesalahan siswa dalam menghitung luas daerah jajargenjang PQRS tersebut.

Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa salah satu penyebab

learning obstacle dalam proses pembelajaran adalah pengetahuan siswa yang terbatas sebagai akibat dari bahan ajar yang diberikan seorang guru. Guru yang memiliki tanggung jawab mempersiapkan bahan ajar, seharusnya dapat mempersiapkan bahan ajar yang sesuai dan mampu mengatasi learning obstacle dalam proses pembelajaran. Jangan sampai guru yang bertugas membantu siswa belajar, malah menimbulkan learning obstacle dalam proses pembelajaran.

Pada konsep luas daerah jajargenjang pun tidak seharusnya seorang guru menganggap bahwa konsep ini adalah konsep yang mudah, sehingga akibatnya dalam mempersiapkan bahan ajar cukup berdasarkan pemahaman tekstual. Guru harus mampu memaksimalkan usahanya dalam menyusun bahan ajar. Salah satu usaha yang dapat dilakukan seorang guru adalah dengan mengidentifikasi learning obstacle yang dialami siswa, melakukan proses repersonalisasi dan rekontekstualisasi, dan kemudian menyusun suatu desain didaktis yang dapat mengatasi learning obstacle, serta mampu mengembangkan kemampuan siswanya.

(14)

permasalahan yang dialami siswa, terutama pada konsep luas daerah jajargenjang. Selanjutnya, suatu desain didaktis pada konsep luas daerah jajargenjang merupakan hal utama yang perlu untuk dilakukan penelitian sebagai upaya meminimalisir terjadinya learning obstacle. Sehingga berdasarkan hal tersebut, penulis melakukan suatu penelitian yang selanjutnya diberi judul “Desain Didaktis Konsep Luas Daerah Jajargenjang Pada Pembelajaran Matematika Sekolah Menengah Pertama (SMP)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah disampaikan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Apa saja learning obstacle (khususnya hambatan epistimologis) yang terkait konsep luas daerah jajargenjang?

2. Bagaimana desain didaktis konsep luas daerah jajargenjang yang mampu meminimalisir terjadinya learning obstacle dan sesuai dengan karakteristik siswa SMP kelas VII?

3. Bagaimana implementasi desain didaktis konsep luas daerah jajargenjang, khususnya ditinjau dari respon siswa yang muncul?

4. Bagaimana analisis efektivitas desain didaktis konsep luas daerah jajargenjang yang telah dibuat?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, adapun tujuan penelitian ini yaitu:

1. Mengidentifikasi learning obstacle (khususnya hambatan epistimologis) yang terkait konsep luas daerah jajargenjang.

2. Menyusun desain didaktis konsep luas daerah jajargenjang yang mampu meminimalisir terjadinya learning obstacle dan sesuai dengan karakteristik siswa SMP kelas VII.

(15)

Maya Evayanti, 2013

4. Mengetahui analisis efektivitas desain didaktis konsep luas daerah jajargenjang yang telah dibuat.

D. Manfaat Penelitian

Setelah mengetahui tujuan dari penelitian ini, maka diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi praktisi pendidikan, penelitian desain didaktis (Didactical Design Research) ini dapat dikatakan merupakan jenis penelitian yang baru mulai dikembangkan di Indonesia, sehingga dapat dijadikan sebagai alternatif penelitian sebagai suatu strategi pengembangan diri menuju guru matematika professional. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi calon guru ataupun guru matematika dalam menyusun/mengembangkan bahan ajar yang sesuai untuk mengatasi kesulitan dalam proses pembelajaran serta yang dapat mengembangkan kemampuan siswa, sehingga tercapai tujuan pembelajaran yang optimal. 2. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat memberikan motivasi bagi

siswa dalam belajar. Selain itu, desain didaktis yang dihasilkan diharapkan dapat membantu siswa dalam memahami konsep luas daerah jajargenjang. Sehingga tidak ada lagi learning obstacle dalam proses pembelajaran dan kesalahan konsep yang akan berakibat pada proses pembelajaran matematika berikutnya.

E. Struktur Organisasi Skripsi

Untuk memahami alur penulisan skripsi ini, maka perlu adanya struktur organisasi yang berfungsi sebagai pedoman penyusunan laporan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

(16)

praktis. Rumusan masalah dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya setelah sebelumnya didahului uraian tentang masalah penelitian, variabel-variabel yang diteliti, dan kaitan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Tujuan penelitian menyajikan hasil yang ingin dicapai setelah penelitian selesai dilakukan, tujuan dirumuskan dengan kata-kata kerja operaisonal. Selain itu, rumusan tujuan harus konsisten dengan rumusan masalah dan harus mencerminkan proses penelitiannya. Manfaat penelitian diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi siswa, guru, peneliti sendiri, dan peneliti lain.

Bab II KAJIAN PUSTAKA, bab ini berfungsi sebagai landasan teoretik dalam menyusun rumusan masalah, tujuan penelitian, serta hipotesis.

Bab III METODE PENELITIAN, bab ini berisi penjabaran yang rinci mengenai metode penelitian. Komponen dari bab ini terdiri dari metode dan desain penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, analisis efektivitas desain didaktis, dan uji keabsahan data.

Bab IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN, bab ini berisi analisis data untuk menghasilkan temuan yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian, serta pembahasan yang dikaitkan dengan kajian pustaka.

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN, bab ini menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan penelitian. Penulisan kesimpulan pada skripsi berupa butir demi butir hasil penelitian. Saran dapat ditujukan kepada para praktisi pendidikan, ataupun kepada peneliti berikutnya.

(17)

24 Maya Evayanti, 2013

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan desain penelitian berupa Penelitian Desain Didaktis (Didactical Design Research). Menurut Suryadi (2010), Penelitian Desain Didaktis (Didactical Design Research) adalah penelitian yang dilaksanakan melalui tiga tahapan, yaitu:

(1) analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran yang wujudnya berupa Desain Didaktis Hipotesis termasuk ADP (Antisipasi Didaktis dan Pedagogis), (2) analisis metapedadidaktik, dan (3) analisis retrosfektif, yakni analisis yang mengaitkan hasil analisis situasi didaktis hipotesis dengan hasil analisis metapedadidaktis.

Sehingga secara umum, terdapat tiga tahapan yang terdiri atas beberapa kegiatan dalam penelitian ini, diantaranya:

Tahap 1: Analisis Situasi Didaktis Sebelum Pembelajaran

1. menentukan materi matematika yang akan menjadi bahan penelitian, 2. mencari data atau literatur mengenai materi yang telah ditentukan, 3. mempelajari dan menganalisis materi yang telah ditentukan,

4. mengembangkan instrumen tes, berupa Tes Kemampuan Responden (TKR), dengan menyusun indikator kemampuan tiap soal dan membuat atau memilih soal-soal yang variatif serta dapat memunculkan kesulitan (learning obstacle, khususnya hambatan epistimologis) siswa mengenai konsep luas daerah jajargenjang,

5. melaksanakan TKR awal dan melakukan wawancara semi-struktur untuk mengetahui kesulitan siswa mengenai konsep luas daerah jajargenjang,

(18)

25

7. menyusun desain didaktis yang sesuai dengan kesulitan (learning obstacle, khususnya hambatan epistimologis) siswa mengenai konsep luas daerah jajargenjang,

8. membuat prediksi respon siswa yang mungkin muncul pada saat desain didaktis diimplementsikan dan mempersiapkan antisipasi dari respon siswa yang mungkin muncul.

Tahap 2: Analisis Metapedadidaktis

1. mengimplementasikan desain didaktis yang telah disusun,

2. menganalisis situasi, respon siswa, dan antisipasi terhadap respon siswa saat desain didaktis diimplementasikan.

Tahap 3: Analisis Retrosfektif

1. mengaitkan prediksi respon dan antisipasi yang telah dibuat sebelumnya dengan respon siswa yang terjadi pada saat implementasi desain didaktis, 2. melaksanakan TKR (Tes Kemampuan Responden) akhir,

3. menganalisis hasil dari TKR akhir untuk mengetahui apakah kesulitan siswa yang teridentifikasi masih muncul atau tidak,

4. menganalisis efektivitas desain didaktis, dan 5. menyusun laporan penelitian.

(19)

26

Maya Evayanti, 2013

(20)

27

B. Definisi Operasional

1. Learning Obstacle merupakan hambatan atau kesulitan-kesulitan yang terjadi dalam proses pembelajaran, yang dapat disebabkan oleh faktor hambatan ontogeni (kesiapan mental belajar), hambatan didaktis (akibat pengajaran guru) dan hambatan epistimologis (pengetahuan siswa yang memiliki konteks aplikasi yang terbatas).

2. Desain Didaktis adalah desain bahan ajar matematika yang disusun dengan memperhatikan learning obstacle, respon siswa pada proses pembelajaran, dan teori-teori belajar yang relevan.

3. Analisis efektivitas desain didaktis diukur melalui identifikasi learning obstacle setelah implementasi desain didaktis dan analisis kuantitatif. Adapun analisis efektivitas desain didaktis ini dilakukan untuk mengetahui apakah desain didaktis efektif sebagai salah satu alternatif bahan ajar yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran.

C. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah instrumen tes dan panduan wawancara semi-strukur.

1. Tes Kemampuan Responden

Instrumen tes pada penelitian ini penulis sebut sebagai Tes Kemampuan Responden (TKR). TKR terdiri atas tes tertulis sebanyak 6 (enam) soal. TKR dilakukan sebanyak dua kali, yaitu TKR awal dan TKR akhir. Pada TKR awal, instrumen tes ini digunakan untuk menggali learning obstacle khususnya hambatan epistimologis terkait konsep luas daerah jajargenjang. Sedangkan pada TKR akhir, instrumen tes ini digunakan untuk mengetahui apakah learning obstacle tersebut masih ada atau tidak setelah implementasi desain didaktis. Selain itu, hasil TKR akhir juga digunakan sebagai data untuk menganalisis efektivitas desain didaktis.

(21)

28

Maya Evayanti, 2013

tetapi merupakan hasil pemikiran terlebih dahulu. Sebagian butir tes dimodifikasi dari soal-soal latihan yang ada pada buku paket matematika SMP dan buku kumpulan soal-soal, serta sebagian lainnya dibuat sendiri oleh penulis. Adapun instrumen tes yang akan dijadikan TKR ini dikembangkan dengan dasar:

a. Pemahaman konsep luas daerah jajargenjang terkait konseptual. b. Pemahaman konsep luas daerah jajargenjang terkait struktural.

c. Pemahaman konsep luas daerah jajargenjang terkait implicit information.

d. Pemahaman konsep luas daerah jajargenjang terkait kemampuan koneksi dengan konsep matematika lain.

e. Pemahaman konsep luas daerah jajargenjang terkait problem solving.

Sebelum dilaksanakan TKR, instrumen tes terlebih dahulu dilakukan validasi muka dan validasi isi melalui judgement dosen pembimbing. Pada saat melaksanakan TKR, responden mengerjakan soal-soal TKR secara terpisah dan sesuai dengan waktu yang telah disepakati antara penulis dan responden.

2. Wawancara Semi-struktur

Setelah responden menyelesaikan soal-soal TKR awal, kemudian dilanjutkan dengan wawancara. Wawancara segera dilakukan setelah responden mengikuti TKR awal, sehingga diharapkan responden yang bersangkutan masih mengingat dan mampu menjelaskan jawabannya atas penyelesaian soal-soal TKR tersebut.

Pertanyaan-pertanyaan yang disusun dan diajukan disesuaikan dengan kebutuhan informasi yang diperoleh sebagai sumber data. Selain itu, salah satu komponen pertanyaan yang juga diajukan adalah tentang keyakinan responden atas jawabannya.

Kegiatan wawancara ini direkam dengan menggunakan tape-recorder.

(22)

29

D. Responden

Responden dalam penelitian ini merupakan siswa dan mahasiswa yang terbagi menjadi dua kelompok berbeda. Responden pada kelompok pertama adalah responden yang akan mengikuti TKR awal, yaitu mereka yang sudah mendapatkan pembelajaran konsep luas daerah jajargenjang. Jadi pada kelompok pertama ini, respondennya adalah siswa SMP kelas VIII, siswa SMA kelas X, dan mahasiswa jurusan pendidikan matematika (S1) yang sedang mempelajari mata kuliah Matematika Sekolah (Kapita Selekta

Matematika). Sedangkan responden pada kelompok kedua adalah responden yang akan mengikuti TKR akhir, yaitu mereka yang baru saja mendapat pembelajaran konsep luas daerah jajargenjang. Jadi pada kelompok kedua ini, respondennya berasal dari dua kelas yang berbeda, yaitu kelas eksperimen (kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan desain didaktis) dan kelas kontrol (kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan bahan ajar sekolah). Secara umum, responden pada kelompok kedua ini adalah siswa kelas VII semester II.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui studi literatur dan studi lapangan. Secara khusus, pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan melaksanakan TKR (Tes Kemampuan Responden), wawancara, observasi dan dokumentasi.

Wawancara dilakukan setelah melaksanakan TKR awal. Untuk memudahkan penulis dalam melakukan wawancara, maka disusun panduan wawancara sebagai acuan pelaksanaan di lapangan. Panduan wawancara ini tidak bersifat kaku, tetapi fleksibel sesuai dengan jawaban reponden.

(23)

30

Maya Evayanti, 2013

F. Teknik Analisis Data

Berdasarkan apa yang diungkapkan Suryadi (2010) bahwa penelitian desain didaktis (Didactical Design Research) adalah penelitian yang dilaksanakan melalui tiga tahapan, yaitu analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran, analisis metapedadidaktik, dan analisis retrosfektif. Sehingga dalam penelitian ini pun dilakukan tiga tahapan analisis data, yaitu:

1. Analisis situasi didaktis sebelum pembelajaran, yaitu analisis hasil TKR awal dan hasil wawancara untuk mengidentifikasi kesulitan (learning obstacle, khususnya hambatan epistimologis) siswa mengenai konsep luas daerah jajargenjang. Selain itu, pada analisis ini disusun suatu desain didaktis konsep luas daerah jajargenjang.

2. Analisis metapedadidaktis, yaitu analisis situasi dan berbagai respon saat desain didaktis konsep luas daerah jajargenjang diimplementasikan.

3. Analisis retrosfektif, yaitu analisis hasil TKR akhir untuk mengetahui apakah kesulitan (learning obstacle, khususnya hambatan epistimologis) siswa yang teridentifikasi sebelumnya, masih muncul atau tidak. Selain itu, pada analisis retrosfektif ini pun akan dianalisis efektivitas desain didaktis konsep luas daerah jajargenjang.

G. Analisis Efektivitas Desain Didaktis

Analisis efektivitas desain didaktis sebenarnya termasuk ke dalam analisis retrosfektif. Analisis ini dilakukan untuk memperkuat hasil identifikasi learning obstacle akhir, sehingga pada akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa desain didaktis konsep luas daerah jajargenjang lebih baik daripada bahan ajar lain. Digunakan analisis kuantitatif data hasil TKR akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk menganalisis efektivitas

desain didaktis. Kelas eksperimen adalah kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan desain didaktis, sedangkan kelas kontrol adalah kelas yang mendapatkan pembelajaran dengan bahan ajar lain.

(24)

31

yang memperoleh pembelajaran dengan bahan ajar lain. Untuk mengolah data tersebut, penulis menggunakan bantuan software Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 20.0 dengan langkah-langkah sebagai berikut. 1. Menganalisis Data secara Deskriptif

Sebelum melakukan pengujian terhadap data hasil TKR akhir, terlebih dahulu dilakukan perhitungan terhadap deskripsi data yang meliputi; rata-rata, simpangan baku, nilai maksimum, dan nilai minimum. 2. Uji Normalitas

Uji normalitas data hasil TKR akhir pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah data hasil TKR akhir responden berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Pengujian normalitas data menggunakan uji statistik

Shapiro-Wilk menggunakan taraf nyata �= 0,05.

Jika kedua kelas penelitian berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji homogenitas varians kelas. Jika salah satu kelas penelitian

berdistribusi tidak normal, maka tidak dilakukan uji homogenitas varians, melainkan dilakukan uji statistika non-parametrik yaitu uji Mann-Whitney U untuk pengujian hipotesisnya.

3. Uji Homogenitas Varians Kelas

Uji homogenitas varians dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah variansinya homogen atau tidak homogen antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Jika kedua kelas berdistribusi normal, maka pengujian dilanjutkan dengan menguji homogenitas varians kelas dengan menggunakan Levene’s test dengan nilai signifikansi 0,05. Sedangkan jika minimal satu kelas penelitian tidak berdistribusi normal, maka pengujian dilakukan dengan statistika non-parametrik.

4. Uji Statistika Nonparametrik

Jika minimal satu kelas penelitian tidak memenuhi asumsi normalitas, pengujiannya menggunakan uji statistik non-parametrik

(25)

32

Maya Evayanti, 2013

5. Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Uji perbedaan dua rata-rata dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata hasil TKR akhir kedua kelas sama atau tidak. Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen, maka untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t atau Independent Sample T-Test. Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi normal tetapi tidak homogen, maka untuk pengujian hipotesis dilakukan uji t’. Jika kedua kelas berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal, maka

dilakukan pengujian kesamaan dua rata-rata menggunakan uji non-parametrik, seperti uji Mann-Whitney U.

H. Uji Keabsahan Data

Sugiyono (2012:294) mengungkapkan bahwa uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji kredibilitas data(validitas internal), uji depenabilitas (reliabilitas) data, uji transferabilitas (validitas eksternal/generalisasi), dan uji komfirmabilitas (obyektivitas). Namun, yang utama adalah uji kredibilitas data. Pada pengujian kredibilitas data terdapat beberapa metode, yaitu perpanjangan pengamatan, meningkatan ketekunan, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif, dan

membercheck.

Pada penelitian ini, penulis memilih menggunakan metode meningkatan ketekunan. Sugiyono (2012:272) menyatakan bahwa meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan meningkatkan ketekunan, diharapkan penulis dapat memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis. Sebagai bekal penulis dalam meningkatkan ketekunaan, maka penulis membaca berbagai

(26)

121

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap data penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Desain didaktis konsep luas daerah jajargenjang disusun dengan mempertimbangkan learning obstacle yang dialami siswa, sebagai berikut.

a. Learning Obstacle terkait conceptual, yaitu hambatan yang dialami responden dalam hal konsep luas daerah jajargenjang. Contoh hambatan ini diantaranya tentang ketidakmampuan siswa dalam menentukan alas dan tinggi yang bersesuaian pada jajargenjang dan siswa yang lupa akan rumus luas daerah jajargenjang.

b. Learning Obstacle terkait visualization, yaitu hambatan yang dialami responden dalam hal menggambarkan bentuk jajargenjang. Contoh hambatan ini diantaranya tentang ketidakmampuan siswa dalam mengidentifikasi jajargenjang dan siswa juga kurang memahami pengertian dan sifat-sifat jajargenjang.

c. Learning Obstacle terkait construction, yaitu hambatan yang dialami responden dalam hal mengkonstruksi informasi yang ada untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan guna menyelesaikan suatu masalah.

d. Learning Obstacle terkait structural, yaitu hambatan yang dialami responden ketika ia menguasai konsep namun terhambat pada saat menempatkan konsep pada masalah yang dihadapi.

(27)

122

Maya Evayanti, 2013

2. Desain didaktis konsep luas daerah jajargenjang disusun berdasarkan

learning obstacle yang teridentifikasi, serta diperkuat dengan teori-teori belajar yang relevan. Terdapat tiga tahapan utama dalam desain didaktis ini, yaitu:

a. Kegiatan Awal (Apersepsi). Kegiatan awal (apersepsi) terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahapan informasi, tahapan orientasi terbimbing, dan tahapan eksplisitasi. Ketiga tahapan tersebut membahas tentang pengertian dan sifat-sifat jajargenjang. Sehingga tujuan dari kegiatan

ini adalah untuk meminimalisir learning obstacle terkait visualization.

b. Kegiatan Inti (Utama), yaitu kegiatan yang membahas tentang rumus luas daerah jajargenjang, serta arti alas dan tinggi yang bersesuaian pada jajargenjang. Kegiatan Inti terdiri dari tiga tahapan, yaitu koneksi, konstruksi, dan kontras-variasi. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meminimalisir learning obstacle terkait conceptual dan

connection.

c. Kegiatan Akhir (Penutup), yaitu kegiatan yang terdiri dari kegiatan kesimpulan terkait konsep luas daerah jajargenjang, latihan soal, dan evaluasi. Kegiatan ini salah satunya bertujuan untuk meminimalisir

learning obstacle terkait construction dan structural.

3. Secara umum, situasi didaktis, respon siswa yang muncul, dan antisipasi terhadap respon siswa saat implementasi desain didaktis konsep luas daerah jajargenjang sesuai dengan prediksi awal. Respon-respon di luar prediksi segera dapat diantisipasi saat pembelajaran berlangsung.

4. Secara umum, desain didaktis konsep luas daerah jajargenjang mampu meminimalisir learning obstacle yang ada pada konsep luas daerah jajargenjang. Selain itu, berdasarkan analisis kuantitatif juga didapat

(28)

123

efektif sebagai salah satu alternatif bahan ajar yang dapat digunakan dalam proses pembelajaran.

B. Saran

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya dan kesimpulan di atas, maka saran dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Desain didaktis yang telah disusun ini merupakan salah satu alternatif bahan ajar yang dapat diterapkan pada pembelajaran konsep luas daerah jajargenjang. Namun, hasil implementasi dan respon siswa bisa jadi tidak

sama, bergantung pada faktor eksternal (seperti kondisi siswa).

2. Peneliti menyadari bahwa desain didaktis konsep luas daerah jajargenjang ini masih jauh dari sempurna, diperlukan pengkajian yang lebih mendalam lagi dalam aspek konsepnya maupun prediksi respon siswa. Sehingga dalam implementasinya akan berjalan lebih baik.

3. Perbaikan dapat dilakukan pada desain didaktis konsep luas daerah jajargenjang sebagai bentuk pengembangan desain didaktis. Beberapa pengembangan yang dapat dilakukan, diantaranya: berikan penguatan yang lebih mendalam terkait konsep matematika lain yang berkaitan dengan konsep luas daerah jajargenjang dalam kegiatan apersepsi; lakukan pengembangan dalam kegiatan inti, yaitu kegiatan menurunkan rumus luas daerah jajargenjang, seperti menambahkan syarat yang lebih spesifik dalam petunjuk menurunkan rumus luas daerah jajargenjang; dalam kegiatan akhir, berikan latihan soal terkait konsep luas daerah jajargenjang lebih banyak dan lebih variasi lagi.

4. Diharapkan penelitian ini dapat terus berkembang dengan perbaikan instrumen dan bahan ajar, sehingga hasil penelitian yang akan diperoleh pun menjadi lebih baik. Selain itu, diharapkan siswa memahami suatu

(29)

124 Maya Evayanti, 2013

DAFTAR PUSTAKA

Aisah, L.S. (2012). Desain Didaktis Konsep Luas Permukaan dan Volume Prisma dalam Pembelajaran Matematika SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Dahar, R. W. (1996). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Evayanti, M. (2012). Identifikasi Learning Obstacle Pada Konsep Luas Daerah Jajargenjang. Karya Ilmiah. Bandung: tidak diterbitkan.

Febriyanti, H. (2012). Desain Didaktis Konsep Hubungan antar Sudut pada Pembelajaran Matematika SMP Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Fujita, T. dan Jones, K. (2006). Primary Trainee Teachers’ Knowledge of

Parallelograms. [Online]. Tersedia: http://www.bsrlm.org.uk/IPs/ip26-2/BSRLM-IP-26-2-5.pdf [19 Oktober 2012]

Gunawan, Bakti. (2012). Penerapan Teori Belajar Vygotsky dalam Interaksi Belajar Mengajar. [Online]. Tersedia: http://edukasi.kompasiana.com/ 2012/01/31/penerapan-teori-belajar-vygotsky-dalam-interaksi-belajar-mengajar/ [16 November 2012]

Hake, R.R. (1999). Analyzing Chang/Gain Scores. [Online]. Tersedia: http://www.physics.indiana.edu/~sdi/AnalyzingChange-Gain.pdf [5 November 2012]

Harfiani, N. (2013). Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Berbasis Deep Dialoge/Critical Thinking untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Hastika, F. (2012). Desain DidaktisKonsep Hubungan Sudut-sudut pada Garis-garis Sejajar dalam Pembelajaran Matematika SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

(30)

125

Istiqomah, D.N. (2012). Desain Didaktis Konsep Perbandingan Segmen Garis pada Pembelajaran Matematika SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Jon. (2010, 21 Januari). Pengajaran Matematika Salah Konsep. Kompas

[Online]. Tersedia: http://edukasi.kompas.com/read/2010/01/21/ 07034329/Pengajaran.Matematika.Salah.Konsep./ [19 Oktober 2012]

Lestari, I.C. (2012). Desain Didaktis Konsep Jarak pada Bangun Ruang dalam Pembelajaran Matematika SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Leviana, M. (2012). Desain Didaktis pada Konsep Hubungan Sudut Pusat, Luas Juring dan Panjang Busur Lingkaran di SMP. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Nurinnadia, G. (2012). Desain Didaktis Aturan Sinus dan Aturan Kosinus pada Pembelajaran Matematika SMA. Skripsi pada FPMIPA UPI Bandung: tidak diterbitkan.

Somakim. Unit 2 Teori Belajar Dienes). [Online]. Tersedia: staff.uny.ac.id/ sites/default/files/PengembanganPembelajaranMatematika_UNIT_2_0. pdf [29 November 2012]

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Suherman, Erman. (2008). Hands Out Perkuliahan Belajar dan Pembelajaran Matematika. FPMIPA UPI: Tidak diterbitkan.

Suratno, T. (2010). Memahami Kompleksitas Pengajaran-Pembelajaran dan Kondisi Pendidikan dan Pekerjaan Guru. [Online]. Tersedia: http://the2the.com/eunice/document/TSuratno_complex_syndrome.pdf [18 November 20102]

Suryadi, D. (2005). Model Bahan Ajar Dan Kerangka-Kerja Pedagogis Matematika Untuk Menumbuhkan Kembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi. Bandung: tidak diterbitkan.

Suryadi, D. (2008). Metapedadidaktik dalam Pembelajaran Matematika: Suatu Strategi Pengembangan Diri Menuju Guru Matematika Profesional. Pidato Guru Besar UPI.

(31)

126

Maya Evayanti, 2013

Thohari, K. (2011). Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Geometri Dengan Teori Van Hiele. [Online]. Tersedia: http://bdksurabaya. kemenag.go.id/file/dokumen/vanhiele.pdf [16 November 2012]

Turmudi. (2010). Pembelajaran Matematika Kini Dan Kecenderungan Masa Mendatang. Bandung: FPMIPA UPI.

Gambar

Gambar 1.1 Soal Penelitian Fujita, T dan Jones, K (2006)
Gambar 1.2 Soal Penelitian Awal Evayanti (2012)
Gambar 3.1 Skema Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini berupa desain didaktis pada materi luas daerah bangun datar segitiga dan segiempat yang terdiri dari lima lesson design dan dengan desain

mengetahui learning obstacle yang terkait dengan konsep luas permukaan dan volume limas, mengetahui learning trajectory pada pembelajaran luas permukaan dan volume

Desain Didaktis Konsep Perbandingan Senilai Dan Perbandingan Berbalik Nilai Pada Pembelajaran Matematika SMP Untuk Meningkatkan Kompetensi Matematika Universitas Pendidikan

Adapun tahap penelitian lanjutan sebagai berikut: (1) repersonalisasi konsep luas daerah lingkaran; (2) menyusun desain didaktis yang bertujuan untuk mengatasi hambatan

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui learning obstacle yang terkait dengan konsep luas permukaan prisma, mengetahui learning trajectory pada pembelajaran

Teknik pengumpulan data dilakukan melalui proses triangulasi, Hasil penelitian diperoleh beberapa learning obstacle siswa dan desain didaktis untuk mengatasi learning

Mengembangkan desain didaktis model problem solving pada konsep luas segitiga dan segiempat untuk meningkatkan kompetensi strategi matematis siswa smp yang

Pengembangan desain didaktis luas daerah segitiga Dan segiempat pada pembelajaran matematika smp:.. Suatu pendekatan didactical